5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material
yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Sedangkan menurut
Sarief (1986) tanah adalah benda alami yang terdapat di permukaan bumi yang
tersusun dari bahn-bahan mineral sebagai hasil pelapukkan batuan dan bahan organik
(pelapukkan sisa tumbuhan dan hewan), yang merupakan medium pertubuhan
tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor
alami, iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu
pembentukkan.
Fungsi tanah secara fisik adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya
perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air
dan hara ke akar tanaman. Fungsi tanah secara kimiawi adalah sebagai gudang dan
penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik
sederhana dan unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B,
Cl). Fungsi tanah secara biologi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman.
6
Integritas dari ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara integral mampu
menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik
tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan,
tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan.
2.1.1 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang penting karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta tidak langsung berupa perbaikan
peredaran air, udara dan panas, aktivitas jasad hidup tanah, tersedianya unsur hara
bagi tanaman, perombakan bahan organik, dan mudah tidaknya akar dapat menembus
tanah lebih dalam. Struktur tanah mempengaruhi hubungan air dan tanah, aerasi,
pengkerakan, infiltrasi, permeabilitas, aliran permukaan, penetrasi akar, pencucian
unsur-unsur hara, dan produksi potensial tanah (Utomo, 1994). Kerusakan struktur
tanah akan berdampak terhadap penurunan jumlah makroporositas tanah dan lebih
lanjut diikuti penurunan laju infiltrasi di permukaan tanah dan peningkatan limpasan
permukaan (Suprayogo et al., 2002).
Tanah yang berstruktur baik akan membantu berfungsinya faktor-faktor
pertumbuhan tanaman secara optimal. Struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di
dalamnya terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di
dalam dan di antara agregat yang dapat diisi air dan udara dan sekaligus mantap
keadaannya. Bentuk struktur dan ikatan antar agregat tanah menentukan tingkat
kemantapan agregat. Agregat yang mantap akan mempertahankan ruang pori dalam
7
tanah sehingga infiltrasi dan KHJ (Konduktivitas Hidrolik Jenuh) dapat berjalan
dengan baik (Hardjowigeno, 1992). Kegiatan yang berupa pengolahan tanah,
pembajakan, pemupukan termasuk pengapuran dan pupuk organik, lebih
berhubungan dengan aspek struktur dari pada aspek tekstur tanah (Sarief, 1986)
2.1.2 Tekstur Tanah
Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat
tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah
berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas,
berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah
memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982). Berdasarkan atas
perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan
ke dalam beberapa kelas tekstur (Hardjowigeno, 1992). Tekstur tanah menunjukkan
kasar halusnya tanah. Tanah bertekstur halus memperlambat gerakan udara dan air
walaupun dijumpai ruang pori yang banyak. Tanah dengan tekstur halus didominasi
oleh pori mikro daripada pori makro (Soepardi, 1983). Hardjowigeno (1992),
menyebutkan pula bahwa tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Di
dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik
terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur tanah dapat
dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah
dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan. Berbagai lembaga penelitian atau
institusi mempunyai kriteria sendiri untuk pembagian fraksi partikel tanah. Sebagai
8
contoh, pada Tabel 1 diperlihatkan sistem klasifikasi fraksi partikel menurut
International Soil Science Society (ISSS), United States Departement of Agriculture
(USDA) dan United States Public Roads Administration (USPRA).
Tabel 1. Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Beberapa Sistem
ISSS USDA USPRA
Diameter (mm) Fraksi Diameter (mm) Fraksi Diameter (mm) Fraksi
>2,00 krikil >0,02 kerikil >2,00 kerikil
0,02 – 2,00 Pasir 0,05 - 2 Pasir 0,05 – 2,00 Pasir
0,20 – 2,00 Kasar 1,00 – 2,00 Sangat Kasar 0,25 – 2,00 Kasar
0,02 - 0,20 Halus 0,5 – 1,00 Kasar 0,05 - 0,25 Halus
0,25 - 0,50 Sedang
0,10 - 0,25 Halus
0,05 - 0,10 Sangat Halus
0,0002 - 0,02 Debu 0,0002- 0,05 Debu 0,0005 - 0,05 Debu
<0,0002 Liat <0,002 Liat <0,0005 Liat
Sumber: Hillel, 1982
Mengingat terdapat beberapa sistem pengelompokan fraksi ukuran butir tanah,
maka dalam penyajian hasil analisis perlu dicantumkan sistem klasifikasi mana yang
digunakan. Di Balai Penelitian Tanah digunakan sistem USDA (LPT, 1979). Tanah
dengan berbagai perbandingan pasir, debu dan liat dikelompokkan atas berbagai kelas
tekstur seperti digambarkan pada segitiga tekstur (Gambar 2 ).
Gambar 1 . Segitiga tekstur Sumber : htpp://www.fp.unud.ac.id/ind/wpcontent/uploads/mk_ps_agroekoteknologi.pdf
9
2.1.3 Unsur Hara
Unsur hara tanaman adalah unsur yang diserap oleh tumbuhan. Menurut
Hanafiah (2007: 252), unsur kimiawi yang dianggap esensial sebagai unsur hara
tanaman adalah jika memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
a) unsur ini harus terlibat langsung dalam penyediaan nutrisi yang dibutuhkan
tanaman,
b) unsur ini tersedia agar tanaman dapat melengkapi siklus hidupnya,
c) jika tanaman mengalami defesiensi hanya dapat diperbaiki dengan unsur tersebut.
Tanaman dalam pertumbuhannya memerlukan 16 macam unsur hara yakni :
Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Posfor (P), Kalium (K),
Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Tembaga (Cu), Boron (B), Molybdenium
(Mo), Chlor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), dan Seng (Zn). Karbon, hidrogen dan
Oksigen berasal dari udara dan air tanah, sedangkan yang lainnya berasal dari tanah
dan pupuk. Semua unsur hara yang disebutkan diatas dapat dibedakan lagi atas dua
bagian yaitu :
1. unsur hara makro,
2. unsur hara mikro
Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang banyak. Sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sedikit. Yang termasuk unsur hara makro adalah N, P,
K, Ca, Mg, dan S, sedangkan unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mo, B, Cl, Mn
(Effendi, 1981).
10
Untuk lebih mengoptimalkan peran tanah dalam dunia pertanian maka tanah
perlu diketahui kandungan hara yang tekandung didalamnya. Pengukuran kandungan
tanah ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai produktivitas tanah. Produktivitas
tanah merupakan kemampuan suatu tanah untuk mengasilkan produk tertentu di
bawah suatu sistem pengelolaan tanah tertentu. Produktivitas tanah dapat dilihat dari
kesuburannya, Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah
menyediakan unsure hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan
tanaman, dalam bentuk senyawa-senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman dan
dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu dengan di
dukung oleh factor pertumbuhan lainnya (Yuwono dan Rosmarkam, 2008).
2.1.4 Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation merupakan jumlah muatan negatif persatuan berat
koloid yang dinetralisasikan oleh kation yang mudah diganti. Kapasitas tukar kation
bergantung pada tipe dan jumlah kandungan bahan organik, kandungan liat, dan pH
tanah. Keadaan tanah yang sangat masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas
tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat ditukar,
karena perkembangan muatan positif.
2.2 Konduktivitas listrik
Konduktivitas listrik (Electrical Conductivity “EC”) adalah ukuran
kemampuan tanah dalam menghantarkan muatan listrik. Besarnya nilai EC tanah
sangat berhubungan dengan komposisi tanah seperti jumlah pasir, liat, bahan organik
11
dan kadar air (Faharani, dkk, 2007). Pengukuran EC tanah relatif mudah dan cepat
dilakukan dibandingkan pengukuran sifat tanah yang lainnya dan pemetaan EC tanah
sangat penting dilakukan untuk mengidentifikasi komposisi tanah untuk perencanaan
strategi pengelolaan lahan. Nilai EC tanah umumnya sangat konstan untuk jangka
panjang sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengetahui kondisi tanah secara cepat
(Faharani, dkk, 2007). EC tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
(Doerge, 2001) sebagai berikut.
a) Porositas tanah, makin besar porositas tanah, makin mudah listrik dihantarkan.
Tanah dengan kandungan liat yang tinggi mempunyai porositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah berpasir. Pemadatan tanah umumnya meningkatkan
nilai EC tanah.
b) Kadar air tanah, tanah kering mempunyai nilai EC yang lebih rendah
dibandingkan tanah yang lembab.
c) Tingkat keasaman tanah, meningkatnya konsentrasi elektrolit (garam) dalam
tanah akan sangat meningkatkan nilai EC tanah.
d) Kapasitas tukar kation (KTK), tanah mineral mengandung tingkat bahan organik
yang tinggi, seperti montmorillonite, illite atau vermiculite mempunyai
kemampuan dalam menahan ion bermuatan positif (seperti Ca, Mg, K, Na, NH4
atau H). Keberadaan ion tersebut dalam pori-pori yang berisi air akan
meningkatkan nilai EC tanah.
e) Suhu tanah, seiring menurunnya suhu ke arah titik beku, nilai EC akan menurun
secara berlahan.
12
Konduktivitas tanah sangat dipengaruhi oleh struktur dan tekstur, nilainya
meningkat jika tanah mempunyai pori yang besar, mempunyai retakan dan
beragregat. Konduktivitas bukan satu-satunya kekhasan tanah, lebih dari itu
tergantung oleh gabungan sifat tanah dan cairannya. Karakteristik tanah yang
mempengaruhi konduktivitas adalah porositas total, distribusi ukuran pori tanah
(Hillel, 1998).
Tabel 2 Konduktifitas berbagai bahan
Material Tipe Ohm Meter
Perak (Ag) Konduktor 6,8 x 107
Tembaga (Cu) Konduktor 6,0 x 107
Emas (Au) Konduktor 4,3 x 107
Aluminium (Ac) Konduktor 3,8 x 107
Kuningan (70% Cu – 30% Zn) Konduktor 1,6 x 107
Besi (Fe) Konduktor 1,0 x 107
Baja karbon (Ffe – C) Konduktor 0,6 x 107
Baja tahan karat (Ffe – Cr) Konduktor 0,2 x 107
Sumber: Ferinawan, Dedi, dkk., dari http://www.ilmubahanlistrik.com. 2012.
Ada dua teknik yang digunakan untuk mengukur EC tanah di lapangan, yaitu:
induksi elektromagnetik (EM) dan kontak elektroda. EM dilakukan dengan
memberikan energi elektromagnetik ke dalam geologi bahan menggunakan sumber
arus yang melewati permukaan bumi, tetapi tidak terjadi membuat kontak fisik.
Sebuah sensor dalam perangkat mengukur medan elektromagnetik yang dihasilkan
saat menginduksi. Metode kontak elektroda melibatkan perangkat yang mengarahkan
arus listrik ke dalam tanah melalui elektroda logam terisolasi yang menembus
permukaan tanah. Perangkat ini mengukur langsung drop tegangan antara sumber dan
13
elektroda sensor. Pengukuran EC tanah dengan elektroda dan metode EM telah
memberikan hasil yang sebanding (Sudduth et al., 1998).
Para peneliti juga telah menggunakan EC tanah untuk mengukur atau
memperkirakan banyak sifat kimia dan fisik lainnya dari tanah non-garam, termasuk
kadar air (Kachanoski, 1988), kandungan liat (Williams dan Hoey, 1987), kapasitas
tukar kation (McBride dkk., 1990), kedalaman claypans (Doolittle dkk.,1994), tanah
karbon organik ( Jaynes dkk., 1996) dan perilaku herbisida dalam tanah (Jaynes dkk.,
1994). Konduktivitas yang diukur dengan sel konduktivitas dinyatakan dengan
rumus:
k = C
………………………………………………………………… (1)
Dimana : k = konduktivitas (mho/cm)
C = konduktansi (mho)
A = Luas elektroda (cm)
l = Jarak antara elektroda (cm)
2.3 Hubungan Konduktivitas dengan Tanah
Penelitian yang dilakukan Hermawan dkk., (2000) menemukan adanya
hubungan yang erat antara sifat-sifat dielektrik tanah seperti konduktivitas,
kapasitansi dan impendensi listrik pada suatu media berpori dengan kadar air.
Kontribusi air tanah terhadap keragaman air tanah terhadap keragaman nilai
impendensi listrik. Air tanah cenderung meningkat dan sebaliknya udara di dalam
pori cenderung menghambat laju konduktivitas listrik di dalam tanah, laju
14
konduktivitas menurun dengan semakin rendahnya kadar air tanah (Kittel,1991).
Fenomena tersebut sejalan dengan teori hubungan dielektrik dan air tanah yang
dikembangkan Friendman (1997).
Tanah yang memiliki kadar air tinggi memiliki konduktivitas listrik tinggi,
sebaliknya tanah yang memiliki kadar air sedikit/rendah memiliki tahanan tanah yang
besar karena kemampuan mengalirkan arus juga kecil (konduktivitas rendah karena
arus listrik terhambat).
2.4 Sensor
Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu, yang digunakan
untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia menjadi tegangan
dan arus listrik. Dalam lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor
memberikan kesamaan yang menyerupai mata, pendengaran, hidung, lidah yang
kemudian akan diolah oleh kontroler sebagai otaknya. (Choir, 2012). Sedangkan
menurut Manik, (2013) Sensor adalah alat yang dapat menerima rangsangan dan
merespon dengan suatu sinyal elektrik. Rangsangan adalah kuantitas, sifat, atau
kondisi yang di rasakan dan di konversi ke dalam sinyal elektrik. Tujuan dari suatu
sensor adalah untuk merespon suatu masukan sifat fisis (rangsangan) dan
mengkonversikannya ke dalam suatu sinyal elektrik melalui kontak elektronik.
Berdasarkan parameter perubahan sifatkelistrikan bahan, sensor kelembaban dapat
digolongkan menjadi dua jenis, yakni sensor kelembaban jenis kapasitif dan jenis
resistif. Sensor kelembaban jenis kapasitif memiliki prinsip dasar pengukuran
berdasarkan perubahan kapasitansiataupun nilai dielektrik akibat teradsorpsinya
15
molekul air, sedangkan prinsip dasar pengukuran sensor kelembaban jenis resistif
berdasarkan perubahan resistansi. Brian, (2004) mengatakan bahwa kemampuan
sensor mendeteksi media yang diukur meliputi.
a) Sensitifitas, yaitu ukuran seberapa sensitif sensor mengenali zat yang
dideteksinya. Sensor yang baik akan mampu mendeteksi zat meskipun jumlah zat
tersebut sangat sedikit dibandingkan gas disekelilingnya.
b) Selektifitas, yaitu sejauh mana sensor memiliki kemampuan menyeleksi gas atau
cairan yang ingin dideteksinya. Sifat ini tidak kalah penting dengan sensitifitas
mengingat gas atau cairan yang dideteksi tentunya akan bercampur dengan zat
lain yang ada disekelilingnya.
c) Waktu respon dan waktu pemulihan, yaitu waktu yang dibutuhkan sensor untuk
mengenali zat yang dideteksinya. Semakin cepat waktu respon dan waktu
rekoveri maka semakin baik sensor tersebut.
d) Stabilitas dan daya tahan, yaitu sejauh mana sensor dapat secara konsisten
memberikan besar sensitifitas yang sama untuk suatu gas, serta seberapa lama
sensor tersebut dapat terus digunakan
2.4.1 Sensing Unit
a) Power Supply + Regulator 5 volt
Power supply digunakan sebagai sumber tegangan untuk rangkaian
sensor, pada rangkaian sensor yang digunakan menggunakan regulator 5 volt.
Regulator tegangan adalah bagian power supply yang berfungsi untuk memberikan
stabilitas output pada suatu power supply.
16
b) Rangkaian Osilator 555
Osilator adalah suatu penggetar dengan frekuensi tertentu yang
beraturan. Osilator berfungsi sebagai pembangkit pulsa (pulse generator).
Osilator yang digunakan pada penelitian ini adalah IC 555. IC 555 yang
mempunyai 8 pin (kaki) ini merupakan salah satu komponen elektronika yang
cukup terkenal, sederhana, serba guna dengan ukurannya yang kurang dari 1/2
cm2 dan harganya di pasaran sangat murah. Pada dasarnya aplikasi utama IC
555 ini digunakan sebagai Timer (Pewaktu) dengan operasi rangkaian
monostable dan Pulse Generator (Pembangkit Pulsa) dengan operasi
rangkaian astable. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai Time Delay,
Generator dan Sequential Timing (Anonim3.2011). Gambar pinout IC 555
ditunjukan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Pinout IC NE555
(Sumber : www.datasheetcatalog.com)
17
Cara kerja IC 555 secara garis besar dijelaskan sebagai berikut :
apabila supply diberikan, Vcc Volt. Kaki 2 memberi trigger dari tegangan
yang tinggi (Vcc) menuju 1/3 Vcc (<1/3 Vcc). Turunnya tegangan pada
trigger input dibawah 1/3 Vcc, akan membuat kaki 3 (output) akan high
sehingga kaki 7 mempunyai nilai hambatan yang besar terhadap ground dan
ini akan mematikan discharge transistor. Kaki 3 (output) low terjadi karena
tegangan pada kaki 7 (threshold input) melebihi tegangan pada kaki 5 (control
voltage) atau 2/3 Vcc. Kaki 7 akan mempunyai nilai hambatan yang rendah
sekali terhadap Ground sehingga menyalakan dicharge transistor. Rangkai IC
NE555 yang dirancang menggunakan nilai R1 dan R2 masing – masing 10
K, dan nilai C1 ditentukan oleh keadaan tanah yang diukur, sehingga
perhitungan frekuensi diperoleh dari persamaan sebagai berikut.
f =
( ) …………………………………………… (2)
c) LCD
LCD merupakan singkatan dari Liquid Crystal Display (Indonesia:
Penampilan Kristal Cair) adalah suatu jenis media tampilan yang
menggunakan Kristal cair sebagai penampilan utama. Penggunaan LCD
difungsikan untuk menampilkan kondisi temperatur, kelembaban, dan kondisi
aktuator-aktuatornya dalam inkubator pada saat itu yang dilengkapi dengan
tampilan waktu berupa detik, menit, dan jam. Sehingga melalui LCD dapat
diketahui kondisi mesin pada proses penetasan secara keseluruhan
(Setyawan,2010).
18
Banyak jenis LCD yang beredar di pasaran. Namun ada standarisasi
cukup popular digunakan merupakan modul LCD dengan tampilan 2 x 16 ( 2
baris x 16 kolom) dengan konsumsi daya rendah. Modul tersebut dilengkapi
dengan mikrokontroler yang didesain khusus untuk mengendalikan LCD.
LCD dengan jenis seperti ini memungkinkan pemrogram untuk
mengoprasikan data secara 8 bit atau 4 bit.
2.4.2 Elektroda Sensor
Elektroda sensor kapasitif dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan
struktur. Geometri elektroda mempengaruhi medan listrik di antara elektroda, sebagai
contoh kapasitansi antara dua batang paralel akan berbeda dengan di antara dua plat
paralel karena sifat listrik bidang distribusi sekitar obyek bermuatan listrik. Beberapa
contoh jenis penginderaan elektroda yang sudah dikembangkan yaitu, batang silinder,
piring persegi panjang, kabel helixical, dan tubular.
Elektroda pada sensor kapasitif berfungsi sebagai kapasitor. Kapasitor adalah
salah satu komponen pada rangkaian listrik yang dapat menyimpan dan melepas
energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik. Kapasitor plat sejajar ditunjukan
oleh Gambar 3. Saat pertama kali dihubungkan dengan sumber listrik, kapasitor akan
mengisi dirinya dengan muatan-muatan listrik, peritstiwa inilah yang disebut dengan
proses charging. Setelah penuh, kapasitor akan menghentikan arus listrik di
dalamnya sehingga rangkaian listrik akan bersifat open. Namun saat sumber listrik
dimatikan dari rangkaian, kapasitor dapat bersifat sebagai sumber listrik dengan cara
melepas muatan listrik kepada rangkaian, peristiwa ini disebut discharging.
19
Gambar 3 Kapasitor plat sejajar
Rumus dasar untuk mengetahui kapasitansi 2 buah pelat sejajar
(
) ……………………………………………………………… (3)
Dimana :
C = kapasitansi (f)
K = konstantan dielektrik
A = luas penampang (cm2)
ԑo = Permitivitas = 8,85 x 10 -12
(F/m)
d = Jarak antara elektroda (cm)
Nilai Kapasitansi dapat ditentukan ke dalam 2 cara yaitu Jika dua kapasitor
yang terhubung dalam paralel, maka kedua konduktor akan memiliki tegangan yang
sama, sehingga kapasitansi akan menjadi jumlah dari dua kapasitansi.:
Ct =
, or ................................................................................... (4)
Ct = ...................................................................................... (5)
Namun, jika dua atau lebih kapasitor dihubungkan secara seri, tegangan pada dua
terminal akan berbeda untuk setiap kapasitor, sehingga kapasitansi dapat dinyatakan
sebagai :
20
=
, or ................................................................................... (6)
=
.......................................................................................... (7)
2.5 Sensor Kapasitif
Sensor kapasitif merupakan sensor yang terdiri dari dua plat sejajar yang
didalamnya terdapat bahan elektrik dan bekerja berdasarkan perubahan muatan energi
listrik yang dapat disimpan oleh sensor karena adanya pergeseran jarak lempeng,
pergeseran dielektrikum dan perubahan tekanan sehingga kapasitif elemen tersebut
bisa merasakan tekanan (pressure), ketinggian atau level cairan, perpindahan
(displacement/strain) dan kelembaban (humidity) (Bengnarly dan Hanry, 2011).
Sensor kapasitif dapat merespon berbagai hal seperti: gerakan, komposisi kimia, dan
medan listrik. Sensor kapasitif juga dapat merespon berbagai variabel yang telah
dikonversi terlebih dahulu menjadi konstanta gerak ataupun elektrik, seperti :
tekanan, percepatan, tinggi, dan komposisi fluida. Sensor kapasitif juga menggunakan
elektroda kondutif dengan dielektrik (Putra, 2013). Umumnya bahan dielektrik adalah
bahan isolator atau bahan yang tidak bisa menghantarkan listrik. Fermitivitas bahan
dielektrik dapat dilihat pada Tabel 3.
Muatan listrik terjadi akibat adanya aliran listrik yang merupakan aliran
elektron, sehingga menyebabkan atom penyusun dielektrik menjadi tidak seimbang
dan akhirnya menimbulkan muatan-muatan listrik. Setiap bahan dielektrik memiliki
nilai permitivitas masing-masing, yang akhirnya mempengaruhi nilai kapasitansi
(Johanson, 2000).
21
Tabel 3 fermitivitas bahan dielektrik
Bahan Konstanta Dielektrik, K
Vakum 10,000
Udara (1 atm) 10,006
Parafin 2,200
Polystyrene 2,600
Karet 6,700
Plastik 2,000-4,000
Kertas 3,700
Quartz 4,300
Minyak 4,000
Kaca 5,000
Porselen 6,000-8,000
Mika 7,000
Air 80,000
Sumber: Physics for Scientist and Engineer with Modern Physics. 2000
2.6 Analisis Regresi
Analisis regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana
membangun sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun
meramalkan suatu fenomena alami atas dasar fenomena yang lain. Suatu model
persamaan yang menghasilkan garis regresi linear dengan deviasi kecil bersifat
memperkecil angka simpangan baku antara besarnya angka pengamatan dan angka
hasil prediksinya (Asdak, 2010). Besarnya angka korelasi menentukan kuat atau
lemahnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Patokan
angkanya adalah sebagai berikut, Sarwono (2006):
1. 0-0.25 : Korelasi sangat lemah
2. 0.25-0.5 : Korelasi cukup
3. 0.5-0.75 : Korelasi kuat
4. 0.75-1 : Korelasi sangat kuat
22
Sesuai atau tidaknya model matematis tersebut dengan data yang digunakan
dapat ditunjukkan dengan mengetahui besarnya nilai r2 atau juga disebut sebagai
koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa jauh kesalahan
dalam memprakirakan besarnya y dapat direduksi dengan menggunakan informasi
yang dimiliki variabel x. Model regresi dianggap sempurna apabila nilai R2
= 1.
Sebaliknya, apabila variasi yang ada tidak ada yang bisa dijelaskan oleh model
persamaan regresi, maka nilai R2
= 0. Dengan demikian, model persamaan regresi
dikatakan semakin baik apabila besarnya R2
mendekati 1 (Asdak, 2010).
Top Related