TESIS
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI
100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI
STREPTOCOCCUS MUTANS
I GUSTI KETUT ARMIATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
TESIS
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI
100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI
STREPTOCOCCUS MUTANS
I GUSTI KETUT ARMIATI NIM 1290761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100%
DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI KETUT ARMIATI NIM : 1290761008
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL
Mengetahui
Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal
Pembimbing I,
Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa,M.Repro NIP. 196404171996011001
Pembimbing II,
Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF
NIP. 195012311980031015
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS
NIP. 194612131971071001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 6 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor : 402/UN14.4/HK/2015, Tanggal 3 Pebruari 2015 Ketua : Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro
Anggota :
1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF
2. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK
2. Dr.dr. I D Made Sukrama, M.Si.,Sp.MK(K) 3. Dr. dr. I
Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang
Maha Esa karena seijin dan berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul Ekstrak Etanol Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe vera barbadensis miller)
konsentrasi 100% Dapat Menurunkan Akumulasi Plak Gigi dan Jumlah Koloni
Bakteri Streptococcus Mutans. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan
pendidikan yang ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Universitas Udayana Denpasar.
Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada
pembimbing satu yaitu, Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, yang telah penuh
perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan,saran,serta waktunya
kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai.
Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF,
selaku pembimbing kedua yang di dalam berbagai kesibukannya dapat
menyempatkan diri untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya
serta kritikan untuk pembuatan tesis ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.Pd
(KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana.
2. Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp. S (K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang
diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister
Universitas Udayana Denpasar.
3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And., FAACS atas
bimbingan dan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.
4. Seluruh penguji yaitu, Prof. dr. IGM Aman, Sp.FK., Dr. dr. I Dewa Made
Sukrama, Msi., Sp.MK(K) dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas masukan
dan kritiknya kepada penulis sehinga dalam penulisannya tesis ini dapat menjadi
lebih baik.
5. Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen Bagian Farmakologi yang telah
mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan
6. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas
Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan
Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan labnya selama penelitian ini
dilakukan.
7. Teman-teman di FKG Universitas Mahasaraswati, khususnya Bagian
Konservasi yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh
pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan
2012 khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik
dalam keadaan suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan.
8. Kepada dr. I G N Susila M,Kes dan Prof. Dr. Ni Ketut Niti Susila Sp.M, yang
telah penuh kasih membesarkan, mendidik saya seperti anaknya sendiri, mendoakan
dan membantu memenuhi kebutuhan selama pendidikan sehingga mengantarkan
penulis menerima semua karunia Tuhan dengan penuh rasa syukur.
9. Kedua orang tua I Gst Md Oka dan I Gst Ayu Rai ., mertua I Wayan Sueca
dan NI Nengah Selamat., serta seluruh keluarga tersayang yang telah mendukung
baik moril dan materiil pada saat menempuh pendidikan.
10. Kepada suami tercinta dan terkasih I Nengah Ardika Adinata SE., yang telah
berkorban dan menemani semenjak awal sampai ahir perkuliahan sudah menjadi
teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis
dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini
11. Kepada putri-putri kecilku yang tersayang dan terkasih Ni Putu Ayu Devikha
Putri Adinata dan Ni Kadek Ayu Devinha Putri Adinata dengan kelucuan dan
kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan dan tesis ini.
12. Serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan
memberikan dukungan samapai terselesaikannya tesis ini.
Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik
untuk perbaikan kearah yang lebih baik untuk tesisi ini sangat diharapkan. Akhir kata
penulis berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya
para individu yang bergerak dalam bidang kedokteran gigi.
Denpasar, Januari 2015
Penulis
ABSTRAK
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN
AKUMULASI PLAK GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, dan bakteri berbentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi dari lesi karies dan peradangan mukosa mulut. Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu zat antimikroba yang menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan plak gigi. Namun, obat kumur ini memiliki sejumlah efek samping. Ekstrak lidah buaya mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe vera barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut. Penelitian eksperimental dengan menggunakan Randomized pretest-posttest control group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40 tahun yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Data dianalisis dengan uji One Way Anova menggunakan Program SPSS. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan rerata plak gigi pada kedua kelompok (p<0,05). Terjadi penurunan jumlah koloni bakteri S.mutans pada kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan sesudah dilakukan perlakuan. Sedangkan pada kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan yang signifikan. Simpulan dari penelitian ini adalah berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100% menurunkan akumulasi plak gigi sebesar 24,85%, menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans sebesar 55,57%. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan zat aktif mana yang memiliki efek antibakteri yang paling besar pada ekstrak kulit daun lidah buaya. Kata kunci: ekstrak lidah buaya, plak gigi, bakteri Streptococcus mutans
ABSTRACT
ETHANOL EXTRACT OF ALOE VERA SKIN LEAF (ALOE VERA BARBADENSIS MILLER) CAN REDUCE ACCUMULATION OF DENTAL
PLAQUE AND DECREASE STREPTOCOCCUS MUTANS BACTERIA COLONY
Dental plaque is a soft deposit which is firmly attached to the tooth surface. Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, and filaments form bacteria are microorganisms that can often be isolated from caries lesions and inflammation of the oral mucosa. Chlorhexidine gluconate is one of the antimicrobial agents become the gold standard in dentistry for the prevention of dental plaque. However, mouthwash has a number of side effects. Aloe vera extract contains active ingredients that can inhibit the growth of bacteria. The aims of this study is to determine the effectiveness of rinsing with aloe vera skin leaf extract (Aloe vera barbadensis miller) in reducing the accumulation of dental plaque and decrease the number of Streptococcus mutans in the oral cavity. Experimental studies with randomized pretest-posttest control group design, involving 30 patients, adolescents and adults 15-40 years, were divided into three (3) groups: the negative control group were rinsed with distilled water, the positive control group were rinsed with chlorhexidine gluconate 0.2%, and the treatment group were rinsed with 100% aloe vera leaves extract. Data were analyzed by One Way ANOVA using SPSS program. After treatment, it was found that there were differences between the mean of dental plaque in both groups (p <0.05). Decrease the number of S. mutans bacteria colonies in the positive control group and the treatment group after treatment is done. While the negative control group did not decrease significantly. The conclusions of this study is rinsing with 100% aloe vera skin leaf extract decrease the accumulation of dental plaque by 24.85% and decrease the number of Streptococcus mutans bacteria colonies by 55.57%. There is no difference between the decrease in of dental plaque accumulation after rinsing with 100% aloe vera skin leaf extract and 0.2% chlorhexidine gluconate rinsing with and no difference of decrease in Streptococcus mutans bacterial colonies in the oral cavity between 100% aloe vera skin leaf extract rinse and 0.2% Chlorhexidine gluconate rinse. It is recommended to rinse with aloe vera skin leaf extract precisely to reduce the accumulation of dental plaque and the number of Streptococcus mutans bacteria colonies. Key words: aloe vera skin leaf extract, dental plaque, Streptococcus mutans bakteria
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................. i
LEMBAR PERSYARATAN GELAR .................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………………………... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ........................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 7
1.3.1 Tujuan umum........................................................................ 7
1.3.2 Tujuan khusus...................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 7
1.4.1 Manfaat ilmiah.................................................................. 7
1.4.2 Manfaat praktis................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................. 10
2.1 Plak Gigi...................................................................................... 10
2.1.1 Komposisi plak gigi.......................................................... 12
2.1.2 Mekanisme pembentukan dental plak.............................. 13
2.1.3 Penatalaksanaan plak gigi................................................. 15
2.2 Streptococcus Mutans.................................................................. 16
2.2.1 Klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans........................... 16
2.2.2 Efek patologis dari Streptococcus mutans......................... 17
2.3 Karies Gigi.................................................................................. 18
2.3.1 Etiologi karies gigi ......................................................... 19
2.3.1.1 Invironment (substrat).......................................... 20
2.3.1.2 Agent (Mikroorganisme)...................................... 21
2.3.1.3 Host (Gigi & Saliva) ............................................ 21
2.3.1.4 Waktu................................................................... 22
2.3.2 Pencegahan Karies Gigi.................................................... 22
2.3.2.1 Health promotion.................................................. 22
2.3.2.2 Specific protection................................................ 22
2.3.2.3 Early diagnosis and prompt treatmen.................. 22
2.3.2.4 Disability limitation............................................ 23
2.3.2.5 Rehabilitation........................................................ 23
2.3.3 Penanggulangan karies...................................................... 23
2.4 Lidah Buaya (Aloe vera)..................................................................... 24
2.4.1 Morfologi lidah buaya.......................................................... 27
2.4.2 Kandungan lidah buaya........................................................ 29
2.4.3 Efek farmologis lidah buaya................................................ 34
2.5 Chlorhexidine...................................................................................... 36
2.5.1 Farmakologi chlorhexidine 0,12% ................................... 36
2.5.2 Indikasi penggunaan chlorhexidine 0,12%....................... 37
2.5.3 Efek samping chlorhexidine 0,12%................................... 38
2.5.4 Ekstraksi............................................................................. 38
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN........................................................................................... 40
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian........................................................ 40
3.2 Konsep Penelitian.......................................................................... 42
3.3 Hipotesis Penelitian...................................................................... 42
BAB IV METODE PENELITIAN....................................................... 44
4.1 Rancangan Penelitian.................................................................. 44
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 45
4.2.1 Lokasi penelitian............................................................... 45
4.2.2 Waktu penelitian............................................................... 45
4.3 Penentuan Sumber Data.............................................................. 45
4.3.1 Sampel penelitian................................................................ 45
4.3.2 Besar sampel ..................................................................... 46
4.3.3 Teknik pengambilan sampel................................................. 47
4.4 Variabel Penelitian....................................................................... 48
4.4.1 Klasifikasi variabel............................................................ 48
4.4.2 Hubungan Antar Variabel.................................................. 49
4.5 Definisi Operasional Variabel...................................................... 49
4.6 Bahan Penelitian.......................................................................... 51
4.7 Instrumen Penelitian..................................................................... 52
4.7.1 Metode pemeriksaan penelitian........................................... 52
4.7.2 Alat penelitian...................................................................... 53
4.8 Prosedur Penelitian...................................................................... 55
4.8.1 Tahap persiapan penelitian................................................... 55
4.8.2 Tahapan pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya......... 55
4.8.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak daun lidah buaya............. 56
4.8.4 Pembuatan media.............................................................. 56
4.8.5 Tahap pemilihan dan penentuan sampel penelitian................ 60
4.8.6 Tahap pelaksanaan penelitian................................................. 60
4.8.7 Pembiakan bakteri.................................................................. 62
4.9 Alur Penelitian................................................................................ 66
4.10 Analisis Data................................................................................ 67
BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................. 68
5.1 Uji Normalitas Data........................................................................ 68
5.2 Uji Homogenitas Data................................................................... 69
5.3 Akumulasi Plak Gigi..................................................................... 69
5.3.1 Uji komparabilitas............................................................. 69
5.3.2 Analisis efek perlakuan..................................................... 70
5.4 Bakteri Streptococcus Mutans.................................................. 72
5.4.1 Uji komparabilitas............................................................ 72
5.4.2 Analisis efek perlakuan................................................... 73
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN................................. 76
6.1 Subyek Penelitian...................................................................... 76
6.2 Distribusi Dan Homogenitas Data Hasil Penelitian................... 76
6.3 Pengaruh Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya Terhadap
Akumulasi Plak Gigi Dan Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus
Mutans.................................................................................... 77
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................. 85
7.1 Simpulan........................................................................................ 85
7.2 Saran.............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Spesies Bakteri Yang Ditemukan Di Plak Gigi................................. 11
2.2 Kandungan Kimia Lidah Buaya...................................................... 30
2.3 Komponen Lidah Buaya Berdasarkan Manfaatnya....................... 31
2.4 Kandungan Nutrisi Lidah Buaya.................................................... 32
5.1 Uji Normalitas Data Plak Gigi Dan Bakteri Steptococcus
Mutans......................................................................................... 68
5.2 Homogenitas Data Plak Gigi Dan Bakteri Streptococcus Mutans Antar
Kelompok Sebelum Dan Sesudah Perlakuan.................................. 69
5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%.......................... 69
5.4 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%......................... 70
5.5 Beda Nyata Terkecil Akumulasi Plak Gigi Sesudah Perlakuan Antar
Kelompok................................................................................. ..... 71
5.6 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%........................ 72
5.7 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sesudah
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%......................... 73
5.8 Beda Nyata Terkecil Bakteri Streptococcus Mutas Sesudah
Perlakuan Antar Kelompok.......................................................... 74
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Strain Streptococcus Mutans Dalam Kultur Thioglycollate Broth …… 16
2.2 Lidah Buaya ........................................................................................ 27
2.5 Struktur Kimia Chlorhexidine Gluconate............................................... 36
3.1 Konsep Penelitian................................................................................ 42
4.1 Rancangan Penelitian.......................................................................... 44
4.2 Hunbungan Antar Variabel................................................................... 49
4.4 Alur Penelitian..................................................................................... 66
DAFTAR SINGKATAN
SKRT-Surkesnas = Survei Kesehatan Rumah Tangga – Survei Kesehatan
Nasional
DSS = Dextran Sodium Sulfate
DMF-T = Decay Missing Filling-Teeth
SPSS = Statistical For the Social Sciences
SD = Standar Deviasi
NaCl = Natrium Chlorida
CFU = Colony Forming Unit
VP = Voges Proskauer
HIV = Human Immunodeficiency Virus
pH = Power of Hidrogen (derajat keasaman)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan Laik Etik ............................................................. 92
Lampiran 2. Penjelasan Yang Disampaikan Kepada Penderita Sebelum
Menandatangani Formulir Persetujuan Ikiu Serta
Dalam Penelitian .................................................................. 93
Lampiran 3. Informed Consent ............................................................ 100
Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Dengan Menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis .................................................................... 101
Lampiran 5. Dokumentasi Hasil Penelitian .......................................... 107
Lampiran 6. Hasil Perhitungan SPSS Data Hasil Penelitian ................... 111
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut mempunyai peranan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan tubuh secara umum. Ada banyak penyakit yang berawal dari gigi dan
mulut karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh,
menjaga kesehatan mulut berarti menjaga kesehatan seluruh badan. Kesehatan gigi
dan mulut juga mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang untuk fungsi bicara,
pengunyahan dan rasa percaya diri. Gangguan yang terjadi baik pada jaringan keras
maupun pada jaringan pendukung gigi akan berdampak pada produktivitas
seseorang. Sebagian besar masyarakat masih mengesampingkan upaya pencegahan
bahkan juga pengobatan dari penyakit gigi dan mulut yang dideritanya.
Di Indonesia penyakit gigi dan mulut terutama karies dan peradangan
mukosa mulut masih banyak diderita baik oleh anak – anak maupun orang dewasa.
Penyakit gigi dikeluhkan 60% penduduk Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga
survei kesehatan nasional (SKRT-Surkesnas, 2004), Penyakit gigi dan mulut
merupakan penyakit keempat yang paling mahal biaya penyembuhannya di banyak
negara (Suhartono, 2008). Hasil survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan menyatakan prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05
%. Penelitian Tri Astoeti (2010) menyatakan bahwa di Jakarta 90% anak mengalami
masalah gigi berlubang dan 80% menderita penyakit gusi (Zatnika, 2010). Kejadian
gigi berlubang diduga akan lebih parah lagi di daerah, serta anak-anak dari golongan
ekonomi menengah ke bawah. Terjadinya karies dan kelainan jaringan penyangga
gigi diawali dengan terbentuknya plak gigi.
Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan
gigi terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik
intraseluler apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Forest, 1995).
Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva mempunyai potensi yang
cukup besar terhadap terjadinya penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) maupun
jaringan pendukungnya (periodontitis). Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri di
dalam plak tergantung dari umur dan ketebalan plak (yang akan mempengaruhi pH,
komposisi organik dan anorganik serta macam dan jumlah bakteri), jenis makanan
dalam diet dan banyaknya aliran saliva (Megananda dkk., 2009).
Plak gigi relatif tidak kasat mata. Beberapa zat kimia atau zat pewarna
digunakan untuk membuat plak terlihat oleh mata. Zat yang digunakan disebut
disclosing agent gel. Beberapa zat yang digunakan antara lain adalah Erythrosin,
Fluorescein Dye, Two Tones Dyes, dan Iodine (Sharma, 2010). Penggunaan dari
disclosing agent gelada beberapa cara diantaranya dengan langsung mengoleskan
pada permukaan gigi dengan kapas, berkumur, atau kalau berbentuk tablet bisa
langsung dikunyah.
Bakteri sangat berperan pada proses terjadinya karies gigi dan peradangan
mukosa mulut. Banyaknya mikroorganisme tergantung pada kesehatan dan
kebersihan mulut seseorang, sedangkan jenis bakterinya berbeda pada berbagai
tempat dalam rongga mulut. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus,
dan bakteri bentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi
dari lesi karies dan peradangan mukosa mulut. Di antara kelompok bakteri ini
ternyata streptococcus dan Staphilococcus paling sering ditemukan, sehingga
dikatakan bahwa bakteri ini sangat berperan pada karies gigi dan peradangan mukosa
mulut. Streptococcus yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus mutans
(Samaranayake, 2006).
Streptococcus mutans adalah suatu bakteri Gram positif, bersifat, fakultatif
anaerob berbentuk coccus (bulat), tersusun seperti rantai, umumnya didapatkan di
dalam rongga mulut dan termasuk flora normal serta berperan penting dalam proses
terjadinya karies. Bakteri ini termasuk phylum dari Firmicutes dan merupakan
kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat dan pertama kali ditemukan pada
tahun 1924 oleh J. Kilian Clarke (Vinogradov dkk., 2004; Biswas, 2011)
Streptococcus mutans merupakan bakteri yang memulai terjadinya
pertumbuhan plak pada permukaan gigi. Terjadinya hal itu disebabkan karena
kemampuan spesifik yang dimiliki oleh bakteri tersebut menggunakan sukrosa untuk
menghasilkan suatu produk ekstraseluler yang lengket yang disebut dextran yang
berbasis polisakarida dengan perantaraan enzim dextransucrase (hexocyltransferase)
yang memungkinkan bakteri-bakteri tersebut membentuk plak, sedangkan untuk
menghasilkan asam laktat, Streptococcus mutans bersama-sama dengan
Streptococcus sabrinus dan Lactobacillus, memainkan peran yang sangat penting
melalui enzim glucansucrase yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut. Asam
yang dihasilkan terus-menerus melalui pemecahan substrat yang selalu tersedia, akan
merubah lingkungan rongga mulut menjadi lebih asam (pH 5,2 – 5,5), maka email
mulai mengalami proses demineralisasi sehingga terjadilah karies (Vinogradof dkk.,
2004; Argimȏn dan Caufiled, 2011).
Berbagai tindakan dilakukan untuk menjaga kesehatan rongga mulut.
Tindakan yang utama dan sering dilakukan adalah sikat gigi. Obat kumur yang
digunakan sebelum atau sesudah menyikat gigi dapat dipertimbangkan sebagai
tindakan tambahan untuk kesehatan rongga mulut dan mengurangi jumlah mikroba
dan perlekatan bakteri dalam rongga mulut. Untuk menambah efektivitas dari obat
kumur, zat-zat anti mikroba ditambahkan ke dalam obat kumur. Obat kumur yang
mengandung zat anti mikroba dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang zat aktifnya
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berbahan dasar Chlorhexidine (Suryo,
1992).
Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu zat antimikroba yang
menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan plak gigi (Parwani
dkk.,2013). Konsentrasi minimum yang efektif untuk Chlorhexidine gluconate adalah
0,2%. Konsentrasi yang lebih rendah tidak efektif untuk mengurangi mikroba dalam
rongga mulut. Chlorhexidine tersedia sebagai asetat, glukonat dan garam
hidroklorida. Chlorhexidine memiliki berbagai aktivitas terhadap kedua bakteri gram
positif dan gram negatif (Groppo dkk., 2008). Namun, obat kumur ini telah
dilaporkan memiliki sejumlah efek samping lokal. Pada penggunaan jangka panjang
seperti warna coklat gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah, rasa gangguan;
ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, pembengkakan parotis yang unilateral atau
bilateral, dan peningkatan pembentukan kalkulus supra gingiva. Disamping mahal
harganya, tidak semua masyarakat dapat dengan mudah memperolehnya, oleh karena itu
bahan tradisional menarik untuk dijadikan pilihan, salah satu daun yang memiliki zat
antibakteri yaitu salah satu diantaranya adalah kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis
Miller).
Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) menjadi salah satu
alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan bahan anti bakteri.
Tanaman ini bersifat antibakteri, antiimflamasi, dapat meredam rasa sakit,tidak tosik,
dan sampai saat ini merupakan salah satu dari 10 tanaman terlaris didunia yang
berpontensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat (Furnawanthi, 2002).
Menurut Kathuria dkk. (2011), zat-zat aktif yang terdapat dalam lidah buaya meliputi
monosakarida, polisakarida, asam aminoesensial, dan non-esensial, antrakuinon,
enzim, mineral, vitamin, protein, lignin, asam salisilat, saponin, sterol, tanin,
magnesium laktat dan senyawa antiprostaglandin. Zat yang bersifat antibakteri adalah
antrakuinon, saponin dan tannin. Secara spesifik dilaporkan bahwa ekstrak lidah
buaya (aloe vera) mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli. Maka dapat dikatakan bahwa lidah buaya sensitif sebagai
antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian yang dilakukan oleh Isabela
(2009), menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya mampu menghambat pertumbuhan
pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Sedangkan penelitian Ariyanthi dkk. (2012)
menyatakan bahwa ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) mampu
menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
Escherichia coli ATCC 25922.
Penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan secara in vitro pada
ekstrak kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%
terhadap bakteri streptococcus mutans terdapat zona hambat pada konsentrasi 50%,
75% dan 100%. Pada konsentrasi 50% terdapat zona hambat dengan rata-rata
diameter 11 mm, pada konsentrasi 75% terdapat zona hambat dengan diameter rata-
rata 14 mm dan 100% terdapat zona hambat dengan diameter rata-rata 15 mm. Rata-
rata diameter zona hambat untuk Clorhexidin 0,2% sebesar 17 mm.
Memperhatikan kandungan zat antibakteri yang terdapat pada kulit daun
lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) peneliti tertarik untuk meneliti efek daya
hambat dari ekstrak kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) terhadap
pertumbuhan plak gigi dan Streptococcus mutans, dimana Streptococcus mutans
merupakan bakteri Gram positif sebagai penyebab karies gigi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat disusun suatu rumusan
masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan akumulasi plak gigi.
2. Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut?
3. Apakah ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun
lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
4. Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga
mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan
berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit
daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi
dan menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk membuktikan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%
dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
2. Untuk membuktikan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%
dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga
mulut.
3. Untuk membuktikan ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak
kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine
gluconate 0,2%.
4. Untuk membuktikan ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans
dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi
100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi imformasi dalam upaya
pencegahan karies gigi melalui pengaturan akumulasi plak gigi dan penurunan
jumblah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data mengenai pengaruh
berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya terhadap penurunan akumulasi plak gigi
dan penurunan bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman lebih mendalam
mengenai ektrak kulit daun lidah buaya dalam upaya pencegahan karies dalam
rongga mulut.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi masyarakat dapat mengetahui efektivitas ekstrak kulit daun lidah buaya
dapat dimanfaatkan untuk menurunkan akumulasi plak gigi pada rongga mulut.
2. Bagi masyarakat dapat mengetahui efektivitas ekstrak kulit daun lidah buaya
dapat dimanfaatkan untuk menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans pada
rongga mulut.
3. Dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Plak Gigi
Plak gigi merupakan suatu agregat mikroba sejenis maupun berbeda jenis
yang melekat pada permukaan substrat biologis maupun non biologis, dimana satu sel
dengan sel yang lainnya saling terikat dan melekat pada substrat dengan perantaraan
suatu matriks extracellular polymeric substance (EPS) atau disebut juga
exopolysaccharide (Thomas, 2011). Plak gigi merupakan salah satu contoh dari
hubungan kompleks antara berbagai mikroba yang seringkali berasal dari spesies
yang berbeda biasanya melekat pada permukaan gigi (oklusal gigi) dan pada gigi
palsu (dental implants). Para ilmuwan memperkirakan bahwa biofilm merupakan
habitat mikroba yang alami. Biofilm berkembang dari suatu matriks ekstraselular
yang terdiri atas DNA, protein, dan serabut polisakarida dari glikokaliks sel. Matriks
melekat satu sel dengan yang lain dan juga pada permukaan substrat (Thomas, 2011).
Plak pada gigi adalah suatu bentuk biofilm yang mengarah pada kerusakan
gigi seperti gigi berlubang (karies). Pembentukan dimulai dari kolonisasi
Streptococcus mutans pada gigi. Bakteri ini menguraikan karbohidrat terutama
sukrosa (gula tebu) sebagai sumber nutrien dan untuk pembentukan glikokaliks.
Sukrosa diuraikan menjadi monosakarida sebagai sumber energi sel, dengan bantuan
enzim alpha amylase. Enzim kedua yang dikeluarkan oleh sel berupa rantai
polisakarida yang tidak larut untuk menguraikan fruktosa, yang disebut sebagai
molekul glukan (seperti matriks glikokaliks yang mengelilingi sel). Adanya glukan
ini akan melekatkan Streptococcus mutanspada gigi, menyediakan tempat bagi
spesies bakteri mulut lain dan menjerat partikel nutrien. Suatu biofilm kini telah
terbentuk (Eliasson dkk., 2006).
Plak pada gigi terdiri dari suatu komunitas mikroba yang kompleks dengan
lebih dari 1010 bakteri per miligram dan diperkirakan sebanyak 400 spesies bakteri
yang berbeda dapat ditemukan. Bakteri tersebut dikelilingi oleh interselular matriks.
Koloni bakteri yang pertama kali muncul disebut primary colonizers dan tidak
bersifat patogen sedangkan koloni berikutnya disebut secondary colonizers yang akan
dapat menyebabkan karies, chronic gingivitis, dan periodontitis. Penebalan plak gigi
yang terjadi akan mengurangi difusi oksigen yang ditoleransikan sehingga organisme
yang hidup di dasar plak gigi adalah fakultatif dan obligat anaerobik (Sumawinata,
1992).
Tabel 2.1
Spesies bakteri yang ditemukan di plak gigi
Fakultatif Anaerobik Gram-Positive
Streptococcus mutans Streptococcus sanguis Actinomyces viscosus
Gram-Negative
Actinobacillusactinomycetemcomitans Capnocytophypa species Eikenella corrodens
Porphyromonas gingivalis Fusobacterium nucleatum Prevotella intermedia Bacteroides forsythus Campylobacter rectus
Spirochetes Treponema denticola Sumber : Sumawinata, 1992
Bakteri non motil seperti Streptococcus dan Actinomyces akan bersentuhan
dengan gigi secara acak, sedangkan bakteri motil seperti Spirochetes akan ditarik oleh
faktor kemotaksis seperti nutrien. Bakteri gram negatif seperti Actinobacillus,
Phorphyromonas, Prevotella,dan Fusobacterium banyak terdapat di subgingiva plak
gigi pada fase akhir pembentukan plak gigi tetapi terkadang muncul pada fase awal.
Proporsi bakteri di dalam plak gigi mulut yang sehat berbeda dengan bakteri dalam
plak gigi yang berkaitan dengan karies. Secara mikroskopik, permukaan plak gigi
akan terlihat seperti gundukan berwarna putih (Sumawinata, 1992).
Berbagai penelitian telah membuktikan, plak gigi adalah faktor yang paling
berpotensi menimbulkan penyakit periodontal. Hal ini dapat disebabkan oleh produk-
produk yang dihasilkan oleh bakteri yang terkandung dalam plak gigiseperti enzim,
endotoksin, eksotoksin ataupun unsur-unsur sampingan dari metabolisme bakteri.
Produk-produk ini akan dapat meningkatkan virulensi bakteri sehingga mengiritasi
jaringan di sekitarnya dan timbul suatu keadaan patologis. Selain itu, plak gigi akan
merangsang suatu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel-sel imun yang
memonitor agresi bakteri, namun sel imun itu sendiri juga menghancurkan atau
merusak jaringan bersangkutan (Gurenlian, 2007).
2.1.1 Komposisi Plak Gigi
Komposisi yang membentuk akumulasi plak gigi yaitu mikroorganisme dan matriks
interselular yang terdiri dari komponen organik dan komponen anorganik. Komposisi
plak gigi yang terbesar adalah mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut berada
diantara matriks interselular yang juga mengandung sedikit jaringan seperti sel-sel
epitel, makrofag, dan leukosit (Caranza, 2006).
Bakteri yang dominan dalam semua akumulasi plak pada gigi adalah jenis
kokus terutama Streptococcus yang dapat menghasilkan asam dengan cepat dari hasil
metabolism karbohidrat. Mikroorganisme tersebut selain mampu membentuk asam
(acidogenic) juga tahan asam (acidurik). Matriks interselular merupakan 20-30%
massa dari plak gigi yang mengandung bahan organik dan bahan anorganik.
Komponen organik terdiri dari bahan organik yang mencakup polisakarida, protein,
glikoprotein, dan lemak. Komponen anorganik yang ditemukan terutama kalsium dan
fosfor yang terutama berasal dari saliva. Kandungan organik semakin meningkat
seiring dengan pembentukan karang gigi (kalkulus) (Lingstorm dkk., 2000).
2.1.2 Mekanisme pembentukan dental plak
Mekanisme pembentukan plak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembentukan
lapisan acquired pelicle dan tahap proliferasi bakteri. Acquired pelicle merupakan
deposit selapis tipis dari protein saliva terdiri dari glikoprotein yang terbentuk
beberapa detik setelah menyikat gigi. Setelah pembentukan acquired pellicle, bakteri
mulai berproliferasi disertai dengan pembentukan matriks inter bakterial yang terdiri
dari polisakarida ekstraseluler. Polisakarida ini terdiri dari levan, dextran, protein
saliva dan hanya bakteri pembentuk polisakarida ekstraseluler yang dapat tumbuh,
yakni Streptococcus mutans, Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis dan
Streptococcus salivarius, sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah lapisan tipis
yang terdiri dari jenis coccus. Bakteri tidak membentuk suatu lapisan yang kontinyu
diatas permukaan aquirec pelikel melainkan suatu kelompok – kelompok kecil yang
terpisah, suasana lingkungan pada lapisan plak masih bersifat aerob sehingga hanya
mikroorganisma aerobi dan fakultatif yang dapat tumbuh dan berkembang biak
(Thomas, 2011).
Pada awal ploriferasi bakteri yang tumbuh adalah jenis coccus dan bacillus
fakultatif (Neisseria, Nocardia dan Streptococcus), dari keseluruhan populasi 50%
terdiri dari Streptococcus mutans (Thomas, 2011). Dengan adanya perkembangbiakan
bakteri maka lapisan plak bertambah tebal karena adanya hasil metabolisme dan adesi
bakteri pada permukaan luar plak, lingkungan dibagian dalam plak berubah menjadi
anaerob. Setelah kolonisasi pertama oleh Streptococcus mutans berbagai jenis
mikroorganisma lain memasuki plak, hal ini dinamakan “Phenomena of succession”,
pada keadaan ini dengan bertambahnya umur plak, terjadi pergeseran bakteri di
dalam plak (Semaranayake, 2006).
Pada tahap kedua, dihari kedua sampai keempat apabila kebersihan mulut
diabaikan, coccus gram negatif dan bacillus bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi
30%) dimana 15% diantaranya terdiri dari bacillus yang bersifat anaerob. Pada hari
kelima Fusobacterium, Actinomyces dan Veillonella yang aerob bertambah
jumlahnya. Pada saat plak matang dihari ketujuh ditandai dengan munculnya bakteri
jenis Spirochaeta, Vibrio dan jenis filamen terus bertambah, dimana peningkatan
paling menonjol pada Actinomyces naeslundi. Pada hari ke-28 dan ke-29 jumlah
Streptococcus terus berkurang (Semaranayake, 2006 ; Gurenlian, 2007 ; Megananda
dkk., 2009).
2.1.3 Penatalaksanaan Plak Gigi
Banyak faktor yang mempengaruhi retensi plak gigi antara lain orthodontic
appliances, partial dentures, maloklusi, faulty restorations, kalkulus, poket yang
dalam, mouth breathing, tobacco use, certain medications,dan kebiasaan buruk.
Pengendalian plak gigi melalui berbagai cara telah dilakukan yaitu dengan cara
mekanis, kimia, dan pemberian flouride. Cara mekanis dapat dilakukan dengan teknik
penyikatan gigi yang memenuhi persyaratan ideal. Penyikatan gigi dapat dilakukan
dengan teknik roll dan teknik bass. Kontrol kimia dapat dilakukan melalui berbagai
cara yaitu dengan menekan flora mulut, menghambat kolonisasi bakteri pada
permukaan gigi, menghalangi faktor pembentuk plak gigi misalnya pengikatan
karbohidrat seperti dekstran, melarutkan biofilm yang sudah terbentuk, dan mencegah
mineralisasi. Pemberian fluoride dengan kandungan 90-350 ppm dapat digunakan
sebagai obat kumur untuk mengurangi plak gigi (Megananda dkk., 2009).
Kontrol plak gigi adalah pengambilan dari mikrobial dan pencegahan
akumulasinya pada permukaan gigi serta pada permukaan gusi (gingiva) di sekitarnya
yang bertujuan untuk mengurangi terbentuknya kalkulus. Pengambilan dari mikrobial
akan diikuti oleh meredanya keradangan pada gingiva dari stadium sebelumnya.
Dengan demikian kontrol plak gigi adalah suatu cara yang efektif untuk penanganan
dan pencegahan terjadinya gingivitis sehingga dapat pula dicegah terjadinya kelainan
yang lebih lanjut yaitu penyakit periodontal (Megananda dkk.,2009).
2.2 Streptococcus mutans
2.2.1 Klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans
Streptococcus mutans adalah suatu bakteri yang bersifat facultatively
anaerobic, Gram positif, berbentuk coccus (bulat), tersusun seperti rantai, umumnya
didapatkan di dalam rongga mulut dan termasuk flora normal serta berperan penting
dalam proses terjadinya karies. Bakteri ini termasuk phylum dari Firmicutes dan
merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat dan pertama kali
ditemukan pada tahun 1924 oleh J. Kilian Clarke (Vinogradov dkk., 2004; Biswas,
2011).
Struktur dinding sel bakteri ini terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan
yang tebal dan kaku (20-80µm) sehingga membedakannya dari dinding sel bakteri
Gram negatif. Dinding sel bakteri ini mengandung berbagai polisakarida juga
mengandung substansi dinding sel yang disebut dengan asam teikoat (teichoic acid)
yang diperkirakan berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. Bakteri ini juga
mempunyai sifat antigen spesifik sehingga dapat dimanfaatkan untuk
mengidentifikasi spesies bakteri tersebut secara serologi (Radji, 2010).
Gambar 2.1 Strain Streptococcus mutans dalam kultur Thioglycollate broth (Clarke, 1924)
Klasifikasi ilmiah dari Streptococcus mutans adalah sebagai berikut (Clarke,
1924):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
2.2.2 Efek patologis dari Streptococcus mutans
Streptococcus mutans bersama-sama dengan Streptococcus sabrinus serta
Lactobacillus memainkan peran yang sangat penting melalui enzim glucansucrase
yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut untuk menghasilkan asam laktat. Asam
yang dihasilkan terus menerus melalui pemecahan substrat yang selalu tersedia, akan
merubah lingkungan rongga mulut menjadi lebih asam (pH 5,2 – 5,5), maka email
mulai mengalami proses demineralisasi sehingga terjadilah karies (Vinogradof dkk.,
2004; Argimȏn dan Caufiled, 2011).
Streptococcus mutans merupakan koloni bakteri pertama yang dijumpai pada
permukaan gigi segera setelah gigi pertama erupsi dan merupakan bakteri yang
memulai terjadinya pertumbuhan plak pada permukaan gigi. Terjadinya hal tersebut
disebabkan karena kemampuan spesifik yang dimiliki oleh bakteri tersebut
menggunakan sukrosa untuk menghasilkan suatu produk ekstraseluler yang lengket
yang disebut dextran yang berbasis polisakarida dengan perantaraan enzim
dextransucrase (hexocyltransferase). Produk bakteri berupa gel ekstraseluler yang
lengket tersebut memungkinkan bakteri-bakteri yang lain ikut menempel pada
permukaan gigi sehingga terbentuklah plak. Plak terdiri dari berbagai
mikroorganisme yang selain menyebabkan karies gigi dapat juga menyebabkan
terjadinya gingivitis, periodontitis, abses dan halitosis. (Vinogradof dkk., 2004;
Argimȏn dan Caufiled, 2011).
Streptococcus mutans selain menyebabkan karies gigi juga terimplikasi
sebagai patogenesis dari penyakit cardiovaskuler tertentu. Bakteri ini merupakan
spesies terbanyak yang terdeteksi dari hasil ekstirpasi jaringan klep jantung yaitu
sebanyak 68,6% dan dari atheromathous plaque didapatkan 74,1% bakteri (Nakano
dkk., 2006).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kojima dkk. (2012), menunjukkan bahwa
Streptococcus mutans strain on dextran sodium sulfate (DSS) menyebabkan
ulcerative colitis pada tikus percobaan. Sedangkan strain TW 295 akan memperparah
ulcerative colitis dan dalam penelitian yang sama strain Streptococcus mutans ini
ditemukan juga pada sel-sel hati (hepatocytes) yang mengindikasikan bahwa sel-sel
hatipun menjadi target organ dari strain tersebut.
2.3 Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang
dapat difermentasikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat
menyebabkan nyeri. Penyakit ini menyerang permukaan gigi-geligi yang
mengakibatkan kerusakan mahkota gigi dan apabila tidak dilakukan perawatan akan
meluas ke pulpa dan dapat merusak seluruh mahkota gigi. Hal ini kemudian akan
menimbulkan rasa sakit, terganggunya fungsi mastikasi, terjadi inflamasi jaringan
gingiva dan pembentukan abses pada jaringan sekitar gigi (Rosenberg, 2010).
2.3.1 Etiologi Karies Gigi
Karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi. sukrosa (gula) dari
sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu berubah menjadi
asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) dalam waktu 1-3
menit. Hal ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai dari
permukaan gigi (pit, fisura dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa (Kidd,
2005).
Beberapa faktor yang lain yang turut berperan dalam terjadinya karies adalah
oral hygiene perorangan, usia, jenis kelamin, perubahan hormonal, keadaan
xerostomia, pola makan, faktor ekonomi dan sosial budaya, tingkat pendidikan serta
keadaan geografis. Xerostomia adalah suatu keadaan dimana produksi saliva sangat
sedikit sehingga mulut terasa kering. Keadaan ini dapat meningkatkan frekuensi
karies karena fungsi saliva sebagai buffer dalam rongga mulut menjadi berkurang
(Kustiawan, 2002; Rosenberg, 2010).
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa
faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Faktor tersebut sangat bervariasi
dan berbeda diantara individu. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya
karies gigi adalah host (gigi dan saliva), Invironment (substrat), agent
(mikroorganisme) dan waktu (Kidd, 2005). Karies gigi hanya akan terbentuk apabila
terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut, yaitu :
2.3.1.1 Invironment (substrat)
Substrat adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi dan terlihat
menempel pada permukaan gigi. Karbohidrat dari makanan seperti sukrosa dan
glukosa akan membantu pembuatan asam bagi bakteri dan sintesis polisakarida ekstra
sel. Karbohidrat dengan berat molekul seperti gula akan segera menyerap ke dalam
plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Maka itu makanan dan minuman
yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level
yang dapat menyebabkan demineralisasi email (Seminario dkk., 2005).
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies (Seminario dkk., 2005).
2.3.1.2 Agent (mikroorganisme)
Terdapat sejumlah organisme asidogenik yang dapat ditetapkan melalui
kemampuan berkoloni pada gigi untuk menurunkan pH sampai 4,1. Adanya
lingkungan gula yang menguntungkan Streptococcus mutans, Streptococcus
sanguinis, Lactobacillus acidophilus, Caser dan Actinomyces viscosus hampir
memenuhi kriteria ini. Streptococcus mutans merupakan kuman kariogenik karena
mampu segera membuat asam dari karbohidrat, karena fermentasi kuman-kuman
tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi
(Bratthall, 2004).
2.3.1.3 Host (gigi dan saliva)
Daerah pit dan fisura pada permukaan oklusal gigi sulung dan gigi
permanen merupakan daerah yang paling sering terkena karies. Hal ini disebabkan
oleh sisa-sisa makanan, mikroorganisme yang tertinggal didaerah pit dan fisura yang
dalam serta bulu sikat gigi yang tidak mampu untuk mencapai fisura gigi yang dalam
(Rosenberg,2010).
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva
berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan
pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva
sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun
demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses
terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan
mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi (Kidd, 2005).
2.3.1.4 Waktu
Proses terjadinya karies perlu waktu tertentu, karena bakteri kariogenik
butuh waktu lama dalam memfermentasikan karbohidrat menjadi asam yang akan
melarutkan email (Kustiawan,2002).
2.3.2 Pencegahan Karies Gigi
Putri dkk. (2011), menyatakan bahwa langkah-langkah tindakan pencegahan
dalam bidang kedokteran gigi menurut Leavel dan Clark terdiri dari lima tingkatan
pencegahan (five level of preventive) dalam melakukan pendidikan kesehatan, sebagai
berikut:
2.3.2.1 Health promotion
Tahap ini dapat diterapkan pada pencegahan karies gigi,
diantaranya pendidikan kesehatan gigi (dental health education), pendidikan
mengenai gizi, yaitu tuntunan pemberian kualitas makanan yang baik selama
pembentukan dan perkembangan gigi.
2.3.2.2 Specific protection
Tahap ini adalah aplikasi topikal fluor di daerah yang tidak
terjangkau fluoridasi air minum, penutupan fisura, serta kemungkinan dilakukan
imunisasi aktif.
2.3.2.3 Early diagnosis and prompt treatment
Dilakukan untuk mendeteksi karies gigi dan penyakit mulut lainnya
yang bersamaan dengan program kesehatan gigi. Program ini sebaiknya
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.
2.3.2.4 Disability limitation
Pada tahap ini misalnya kegagalan dalam mendeteksi dini suatu
penyakit atau dalam tahap lanjut yang telah mengenai pulpa sehingga harus
dilakukan perawatan saluran akar atau pencabutan gigi.
2.3.2.5 Rehabilitation
Pada tahap terakhir ini dapat dilakukan penggantian gigi serta
penempatan gigi pada posisi yang tetap, sesuai dengan bentuk dan anatomi gigi
yang hilang.
2.3.3 Penanggulangan karies
Diagnosa dan rencana perawatan karies bertujuan untuk mengembalikan
bentuk dan fungsi gigi serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut. Struktur gigi
yang telah rusak tidak dapat sembuh sempurna meskipun pada karies tahap awal
masih terjadi proses remineralisasi. Perawatan karies pada tahap awal yaitu karies
yang baru mencapai email dan dentin dapat dilakukan dengan cara membuang
struktur gigi yang sudah rusak menggunakan high speed drill, kemudian
mengembalikan bentuk anatomi gigi dengan menggunakan bahan restorasi yang
sesuai. Kerusakan yang sudah mencapai pulpa akan menyebabkan terjadinya
kematian pada pulpa sehingga diperlukan perawatan saraf gigi terlebih dahulu dan
selanjutnya gigi direstorasi dengan bahan tambal yang sesuai (Ritter, 2004;
Rosenberg, 2010).
Pencegahan karies dapat dilakukan dengan banyak cara diantaranya yang
paling murah dan mudah adalah menjaga personal oral hygiene dengan cara
menyikat gigi secara benar dengan waktu yang tepat yakni segera setelah makan
menggunakan pasti gigi yang mengandung fluor, penggunaan dental floss untuk
menghilangkan food debris dan food impacted di antara gigi serta mengatur pola
makan. Disarankan juga untuk memeriksakan kesehatan gigi secara rutin ke fasilitas
pelayanan kesehatan gigi untuk deteksi dini karies, kontrol plak, penutupan fissure
gigi yang dalam (fissure sealant), topical application dengan larutan fluor serta
penggunaan obat kumur yang mengandung antiseptik baik yang kimiawi maupun
yang berasal dari ekstrak tanaman obat untuk mengurangi jumlah plak (Rosenberg
2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Carson dkk. (2006), menunjukkan bahwa
ekstrak teh hijau dan tea tree oil apabila digunakan sebagai obat kumur dapat
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan membunuh bakteri yang lain
dalam plak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti dkk. (2008), menunjukkan
bahwa zat Macelignan yang terdapat dalam daging buah pala dapat mengurangi
biofilm level dari Streptococcus mutans.
2.4 Lidah Buaya (Aloe vera)
Lidah buaya (Aloe vera) adalah tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan
tahun silam dan digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan untuk
perawatan kulit. Tumbuhan ini dapat ditemukan dengan mudah di kawasan kering di
Afrika dan Asia. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan tanaman lidah buaya semakin berkembang sebagai bahan baku industri
farmasi, kosmetika, serta sebagai bahan makanan dan minuman kesehatan
(Nurmalina, 2012). Di Indonesia lidah buaya dikenal karena kegunaannya sebagai
tanaman obat untuk aneka penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin
populer karena manfaatnya yang semakin luas (Hartawan, 2012).
Lidah buaya merupakan tanaman asli Ethiopia dan berkembang di beberapa
pegunungan di Afrika. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi tergantung dari
negara atau wilayah tempat tumbuh yaitu ghikumar (India), kumari (Sanskrit), laloi
(Haiti), lohoi (Vietnam), luhui (China), nohwa (Korea), rokai (Jepang), sabilla
(Kuba), subr (Arab), crocodiles tongues (inggris), jadam (Malaysia), sa’villa
(Spanyol) dan natau (Filipina). Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan
Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetika sejak
berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of Remedies. Di dalam
buku itu dikisahkan bahwa pada zaman Cleopatra (Furnawathi, 2002).
Lidah buaya sudah digunakan oleh bangsa Samaria sekitar tahun 1875 SM.
Sedangkan bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat
sekitar tahun 1500 SM. Seorang peracik obat-obatan traditional berkebangsaan
Yunani bernama Dioscordes, menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati
berbagai penyakit, misalnya, bisul, kulit memar, pecah-pecah, lecet, rambut rontok,
wasir, dan radang tenggorokan. Bangsa-bangsa lainnya yang telah sejak lama
menggunakan lidah buaya untuk kesehatan antara lain bangsa Arab, Yunani,
Romawi, India, dan China (Nurmalina, 2012).
Beberapa sumber menyatakan bahwa lidah buaya masuk ke Indonesia
dibawa petani keturunan China pada abad ke-17. Pemanfaatan tanaman ini di
Indonesia masih sedikit, terbatas sebagai tanaman hias pekarangan rumah dan
digunakan sebagai penyubur rambut. Pada tahun 1990 petani di Kalimantan Barat
mulai mengusahakan tanaman lidah buaya secara komersial yang diolah menjadi
minuman lidah buaya (Furnawathi, 2002).
Tanaman ini termasuk keluarga Lilicaea yang memiliki 4.000 jenis dan
terbagi ke dalam 240 marga dan 12 anak suku. Berikut ini penggolongan klasifikasi
lidah buaya.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliflorae
Suku : Liliceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera
Gambar 2.2 Tumbuhan Lidah Buaya 2.4.1 Morfologi lidah buaya
1. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan
akar serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40 cm dan berada pada permukaan
tanah. Akibatnya tanaman mudah tumbang karena akar tidak cukup kuat menahan
beban daun lidah buaya yang cukup berat (Nurmalina, 2012).
2. Batang
Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang berbatang pendek.
Batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian
terbenam di dalam tanah. Melalui batang akan muncul tunas-tunas yang kemudian
akan menjadi cabang anak lidah buaya (bibit). Lidah buaya yang bertangkai panjang
juga muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun(Nurmalina, 2012).
Beberapa spesies lidah buaya ada juga yang berbentuk pohon dengan
ketinggian 3-5 m. spesies semacam ini dapat dijumpai di gurun-gurun di Afrika Utara
dan Amerika. Melalui batang inilah tumbuh tunas yang akan menjadi anakan
(Nurmalina, 2012).
3. Daun
Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, dan
mempunyai lapisan lilin di permukaan, serta bersifat sukulen yakni mengandung air,
getah, atau lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian
bawahnya membulat cekung (Furnawathi, 2002). Daun lidah buaya memiliki panjang
mencapai 50-75 cm dengan berat 0,5-1 kg. daun melingkar rapat disekeliling batang
dengan duri lemas di bagian tepi. Getah atau lendir (gel) berwarna kuning dan ujung
meruncing(Nurmalina, 2012).
Pada daun lidah buaya muda, terdapat bercak berwarna hijau pucat
sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya beranjak dewasa. Namun tidak
demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini
kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun juga berjajar gerigi
atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Hartawan, 2012)
4. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3
cm berwarna kuning-oranye. Tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai
yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50-100 cm (Furnawathi, 2002). Bunga
lidah buaya ada juga yang berwarna kemerahan, berupa pipa yang mengumpul, keluar
dari ketiak daun, berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan,
panjangnya bisa mencapai 1 m (Furnawathi, 2002) .
5. Biji
Biji dihasilkan dari bunga yang telah mengalami penyerbukan. Penyerbukan
biasanya dilakukan oleh burung atau serangga lainnya. Namun, jenis Aloe
barbadensis dan Aloe chinensis tidak membentuk biji atau tidak mengalami
penyerbukan. Kegagalan ini diduga disebabkan oleh serbuk sari steril (pollen
sterility) dan ketidaksesuaian diri (self incompatibility). Karena itu, kedua jenis
tanaman ini berkembang biak secara vegetatif melalui anakan (Jatnika dan
Saptoningsih, 2009).
2.4.2 Kandungan lidah buaya
Lidah buaya tersusun oleh 99,5% air dan dengan total padatan terlarut hanya
0,49% selebihnya mengandung lemak, karbohidrat, protein dan vitamin (Kathuria
dkk, 2011). Lidah buaya mengandung berbagai senyawa biologis aktif, seperti
mannans asetat, polymanannans, antrakuinon, dan berbagai lektin. Lidah buaya juga
mengandung sekitar 75 jenis zat yang telah dikenal bermanfaat dan lebih dari 200
senyawa lain yang membuatnya layak digunakan dalam pengobatan herbal. Daun
lidah buaya sebagian besar berisi daging daun yang mengandung getah bening dan
lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil (Nurmalina,
2012).
Adapun nutrien yang terkandung dalam lidah buaya terdiri atas karbohidrat,
vitamin dan kalsium. Selain itu vitamin dalam lidah buaya larut dalam lemak,
terdapat pula asam folat dan kholin dalam jumlah kecil. Berikut ini tabel mengenai
bahan-bahan aktif yang terdapat dalam setiap 100 gram bahan lidah buaya.
Tabel 2.2
Kandungan kimia lidah buaya (Hartawan, 2012)
No Komponen Nilai 1 Air 95,51% 2 Total padatan terlarut
Terdiri atas : a. Lemak b. Karbohidrat c. Protein d. Vitamin A e. Vitamin C
0,049%
0,067% 0,043% 0,038% 4.594 IU 3.476 mg
Cairan lidah buaya mengandung unsur utama, yaitu aloin, emoidin, gum, dan
unsur lain seperti minyak atsiri. Aloin merupakan bahan aktif yang bersifat sebagai
antiseptik dan antibiotik. Kandungan aloin pada lidah buaya sebesar 18-25%.
Senyawa tersebut bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti
demam, sakit mata, tumor, penyakit kulit, dan obat pencahar. Beberapa unsur vitamin
dan mineral di dalam lidah buaya dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan
alami, seperti vitamin C, vitamin E, vitamin A, magnesium, dan Zinc. Antioksidan ini
berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit
degeneratif (Hartawan, 2012). Berikut merupakan komponen yang terkandung dalam
lidah buaya berdasarkan manfaatnya.
Tabel 2.3
Komponen lidah buaya berdasarkan manfaatnya (Hartawan, 2012)
Zat Manfaat
Lignin Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi
sehingga memudahkan peresapan gel ke dalam kulit
Saponin Mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat
antiseptik, serta dapat menjadi bahan pencuci yang baik
Complex Antrakuinone Sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit,
mengurangi racun, dan antibakteri
Antibiotik Acemannan Sebagai antivirus, antibakteri, antijamur, dapat
menghancurkan sel tumor, serta meningkatkan daya
tahan tubuh
Enzim Bradykinase,
Karbiksipeptidase
Mengurangi inflamasi, antialergi, dan dapat
mengurangi rasa sakit
Glukomannan,
Mukopolysakarida
Memberi efek imonomodulasi
Tennin, Aloctin A Sebagai anti inflamasi
Salisilat Menghilangkan rasa sakit dan antiinflamasi
Asam Amino Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan serta sebagai
sumber energi. Lidah buara menyediakan 20 dari 22
asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh
Mineral Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit dan
berinteraksi dengan vitamin untuk melancarkan fungsi
tubuh
Vitamin A,B1,B2, B6,
B12, C, E, dan Asam Folat
Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara
normal dan sehat
Lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan tubuh dengan
cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E,choline, inositol, dan asam
folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari kalsium, sodium, besi, Zinc, dan
kromium (Hartawan, 2012). Kandungan enzim-enzimnya, antara lain amylase,
catalase, cellulose, carboxypeptidase, carboxyhelolase, dan brandykinase yang
semuanya penting bagi metabolisme tubuh. Kandungan asam aminonya, yakni
argine, asparagin, asparatic acid, analine, serine, valine, glutamat, threonine,
glycine, lycine, yrozine, proline, histidine, leucine, dan isoliucine (Nurmalina, 2012).
Berikut kandungan nutrisi lidah buaya secara lengkap.
Tabel 2.4
Kandungan nutrisi lidah buaya (Hartawan, 2012)
Bahan Nutrisi
Vitamin A,B1, B2, B12, C, dan E
Mineral Kolin, Inositol, Asam folat, Kalsium, Magnesium,
Potasium, Sodium, Manganase, Cooper, Chloride,
Iron, Zinc dan Chromium
Enzym Amylase, Catalase, Cellulose, Carboxypedidas, dan
Carboxyphelolase
Asam Amino, Arginine, Asparagin, Asam Aspartat,
Analine, Serine, Glutamic, Theorine, Valine, Glycine,
Lycine, Tyroszine, Phenylalanine, Proline, Histidine,
Leucine, dan Isoleucine
Zat-zat yang bersifat antibakteri dari lidah buaya adalah Antrakuinon,
Saponin, Tanin, Flavonoid, dan Fenolat. Antrakuinon dalam lidah buaya memiliki
fungsi sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun dan
antibakteri (Hartawan, 2012). Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang
berspektrum luas. Lidah buaya mengandung beberapa glikosida antrakuinon
(aloin, aloe-emodin, dan barbaloin). Aloe-emodin bersifat bakterisidal terhadap
Staphilococcus sp. Salah satu mekanismenya adalah dengan menghambat transfer
elektron pada rantai pernapasan mitokondria (Rahardja, 2010). Fenolat merupakan
senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap
bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel
bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri
akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan
kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005).
Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu
stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi
mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012).
Tanin merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat
antimikroba khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri
adalah cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel
(transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat
sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012).
Flavonoid pada lidah buaya memiliki sifat sebagai antioksidan kuat,
Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan yang larut
dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme kerja dari
flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavonoid
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan
lisosom (Sabir, 2005).
Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada
senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur
protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga
pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005).
2.4.3 Efek farmakologis lidah buaya
Lidah buaya berkhasiat sebagai antiinflamasi, antijamur, antibakteri, dan
membantu proses regenerasi sel. Lidah buaya juga dapat mengontrol tekanan darah,
menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat
digunakan sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker HIV/AIDS (Nurmalina, 2012).
Drug and Cosmetic Journal menyatakan bahwa rahasia keampuhan lidah
buaya terletak pada kandungan nutrisinya, yakni polisakarida (terutama
glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder,
enzim oksidase, katalase, dan lipase terutama enzim-enzim pemecah protein
(protease). Enzim yang terakhir ini membantu memecahkan jaringan kulit yang sakit
sebagai akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri, sehingga gel lidah
buaya bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino
berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak (Furnawanthi, 2006).
Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam
lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap
kedalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit.
Sehingga kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda. Lidah buaya dapat
mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga dapat
membantu mengatasi sembelit atau susah buang air besar karena lendirnya bersifat
pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik (Hartawan,
2012).
Lidah buaya memiliki zat acetylated mannose meupakan imunostimulan
yang kuat dan berfungsi meningkatkan sistem imun. Kandungan aloin dan aloe-
emodin memiliki efek antipiretik atau dapat mengatasi demam. Lidah buaya
mengandung saponin yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga dapat mengatasi
luka yang terbuka dan berfungsi sebagai pembersih. Adanya zat aloecin B yang
terdapat dalam lendir lidah buaya mampu mengatasi eksim, luka bakar, sekaligus
memberikan lapisan pelindung pada bagian yang rusak sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan (Hartawan, 2012).
Etanol adalah senyawa dengan sifat polar dan semi polar maksudnya adalah dapat
berfungsi sebagai pelarut air dan minyak. Penambahan air pada etanol akan
mengurangi daya larut minyak di dalam etanol. Kebanyakan senyawa yang
molekulnya menghasilkan rasa misalnya manis, pahit atau asam biasanya bersifat
polar sedangkan senyawa yang molekulnya menghasilkan aroma biasanya bersifat
non polar. Etanol dapat mengekstraksi senyawa-senyawa aktif dalam jumlah kecil
yang terdapat dalam sediaan bahan alam (Lersch, 2008).
2.5 Chlorhexidine
Salah satu cara untuk mengobati halitosis adalah menggunakan obat kumur
yang bertujuan untuk mengurangi dental plak dan bakteri yang hidup dalam rongga
mulut. Obat kumur yang biasa digunakan adalah Chlorhexidine gluconate 0,2% yang
mengandung: 1.1’-hexamethylene bis [5-(p-chlorophenyl) biguanide] di-D-gluconate)
dalam basis yang mengandung air, alkohol 11,6%, glycerine, PEG-40 sorbitan
diisostearate, flavour, sodium saccharine dan FD&C Blue No.1. Chlorhexidine
diproduksi dengan pH antara 5-7 berupa suatu garam chlorhexidine dan gluconic
acid. Struktur kimianya terlihat pada gambar dibawah ini (Kuyyakanond & Quenel,
1992):
Gambar 2.5 Struktur Kimia Chlorhexidine gluconate
2.5.1 Farmakologi chlorhexidine 0,2%
Obat kumur Chlorhexidine mempunyai aktivitas antibakteri selama
penggunaannya sebagai oral rinsing. Kemampuannya untuk mengurangi bakteri baik
aerobic maupun anaerobic mencapai 54 – 97%. Obat kumur ini efektif terhadap
bakteri Gram positif dan Grram negatif meskipun terhadap beberapa bakteri Gram
negatif kurang efektif (Shahani & Reddy, 2011). Mekanisme kerja chlorhexidine
dahulu diduga bersifat bakterisid dengan cara menginaktifkan ATPase bakteri namun
ada pendapat lain yang mengatakan bahwa chlorhexidine bersifat bakterisid
kemudian menjadi bakteriostatik dengan cara merusak dinding sel bakteri,
menghambat sistem enzimatik bakteri, mengeluarkan lipopolisakarida bakteri
sehingga menyebabkan kematian sel bakteri (Kuyyakanond & Quenel, 1992; Mandel,
1994).
Penelitian-penelitian terhadap farmakokinetik chlorhexidine gluconate
menunjukkan bahwa 30% bahan aktif obat kumur ini akan tetap berada dalam rongga
mulut setelah dilakukan kumur-kumur. Bahan aktif yang tertinggal ini selanjutnya
akan dilepaskan perlahan-lahan ke dalam cairan rongga mulut. Chlorhexidine
gluconate sangat sedikit diabsorbsi dalam saluran cerna. Setelah 30 menit seseorang
menelan chlorhexidine gluconate dengan dosis 300 mg maka rata-rata kadar puncak
dalam plasma mencapai 0.206 mikrogram/L dan setelah 12 jam kadar obat dalam
plasma tidak terdeteksi lagi. Kurang lebih 90% chlorhexidine gluconate diekskresi
lewat feses dan sisanya diekskresi lewat urine (Kolahi & Soolari, 2006).
2.5.2 Indikasi penggunaan chlorhexidine 0,12%
Chlorhexidine gluconate diindikasikan sebagai obat kumur untuk mengurangi jumlah
bakteri dalam rongga mulut pada pasien yang menderita gingivitis, periodontitis,
dental trauma, kista rongga mulut dan setelah pencabutan gigi. Obat kumur ini
digunakan dua kali sehari (Kolahi & Soolari, 2006).
2.5.3 Efek samping chlorhexidine 0,12%
Efek samping penggunaan chlorhexidine gluconate sebagai obat kumur telah
banyak dilaporkan. Efek samping yang umum dialami oleh pasien yaitu: 1) terjadinya
staining pada permukaan gigi, restorasi, gigi tiruan dan bagian dorsum lidah. Efek
staining ini akan lebih parah pada pengguna obat kumur yang juga perokok atau
punya kebiasaan mengkonsumsi teh dan kopi; 2) gangguan rasa pengecapan yang
bersifat reversibel; 3) ulcerasi dan deskuamasi pada mukosa; 4) rasa kering dalam
mulut; 5) paresthesia; 6) geographic tongue dengan angka kejadian ± 1% (Menegon
dkk., 2011; Peterson, 2011) .
2.5.4 Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi
zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut
tetapi mudah larut dalam pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh
tekstur kandungan air bahan – bahan yang akan diekstrak dan senyawa – senyawa
yang akan diisolasi (Harbone, 1996).
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai
dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah “
like dissolved like ” artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam metode, tergantung dari tujuan ekstraksi,
jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang
paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi, 2009).
Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu
pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar
dari perubahan kimia senyawa – senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Plak gigi mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit
pada jaringan keras gigi (karies) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Pada
awal terbentuknya dental plak, sebagian besar bakteri adalah Streptococcus mutans
yang merupakan bakteri Gram positif. Untuk mencegah terbentuknya plak gigi dapat
dilakukan dengan plak kontrol, salah satunya dengan kumur-kumur menggunakan
Chlorhexidine gluconate 0,12% sebagai gold standart obat kumur dalam kedokteran
gigi dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terbentuknya biofilm dan
menghambat terjadinya akumulasi plak gigi. Hanya saja memiliki efek samping
seperti warna cokelat pada gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah,
gangguan rasa, ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, unilateral atau bilateral
pembengkakan parotis dan peningkatan pembentukan kalkulus supragingiva dalam
jangka waktu pemakaian yang lama.
Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) merupakan bahan alternatif
tradisional yang mengandung zat antibakteri dan tidak memiliki efek samping. Zat
antibakteri pada daun lidah buaya memiliki daya hambat kuat terhadap bakteri Gram
positif.
Flavonoid salah satu zat antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun lidah
buaya sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena
bersifat polar, sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan pada dinding
bakteri Gram positif yang juga bersifat polar. Fenolat merupakan senyawa turunan
fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa
fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri. Perubahan
struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel
sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak. Saponin
merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel
bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin
termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran
sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan
keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Faktor Eksternal:
- Lingkungan rongga mulut
- Suhu - Media - Makanan
Faktor Internal:
- Kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam rongga mulut
- Usia - Mikroorganisme - Berkumur
- Ekstrak kulit daun lidah buaya
konsentrasi 100%.
- jumblah bakteri Streptococcus mutans - Akumulasi plak gigi
3.3 Hipotesis Penelitian
5. Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan
akumulasi plak gigi.
6. Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan
jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
7. Tidak ada perbedaan penurunan akumulasi plak gigi antara berkumur dengan
ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine
gluconate 0,2%.
8. Tidak ada perbedaan penurunan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans
dalam rongga mulut antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya
konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Plak gigi mempunyai potensi yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit
pada jaringan keras gigi (karies) maupun jaringan pendukungnya (periodontitis). Pada
awal terbentuknya dental plak, sebagian besar bakteri adalah Streptococcus mutans
yang merupakan bakteri Gram positif. Untuk mencegah terbentuknya plak gigi dapat
dilakukan dengan plak kontrol, salah satunya dengan kumur-kumur menggunakan
Chlorhexidine gluconate 0,12% sebagai gold standart obat kumur dalam kedokteran
gigi dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terbentuknya biofilm dan
menghambat terjadinya akumulasi plak gigi. Hanya saja memiliki efek samping
seperti warna cokelat pada gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah,
gangguan rasa, ulserasi mukosa mulut dan paresthesia, unilateral atau bilateral
pembengkakan parotis dan peningkatan pembentukan kalkulus supragingiva dalam
jangka waktu pemakaian yang lama.
Kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) merupakan bahan alternatif
tradisional yang mengandung zat antibakteri dan tidak memiliki efek samping. Zat
antibakteri pada daun lidah buaya memiliki daya hambat kuat terhadap bakteri Gram
positif.
Flavonoid salah satu zat antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun lidah
buaya sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena
bersifat polar, sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan pada dinding
bakteri Gram positif yang juga bersifat polar. Fenolat merupakan senyawa turunan
fenol. Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa
fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri. Perubahan
struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel
sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak. Saponin
merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel
bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin
termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran
sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan
keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan
akumulasi plak gigi.
Faktor Eksternal:
- Lingkungan rongga mulut
- Suhu - Media - Makanan
Faktor Internal:
- Kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dalam rongga mulut
- Usia - Mikroorganisme - Berkumur
- Ekstrak kulit daun lidah buaya
konsentrasi 100%.
- jumblah bakteri Streptococcus mutans - Akumulasi plak gigi
2. Berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
3. Tidak ada perbedaan penurunan akumulasi plak gigi antara berkumur dengan
ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur
Chlorhexidine gluconate 0,2%.
4. Tidak ada perbedaan penurunan jumblah koloni bakteri Streptococcus mutans
dalam rongga mulut antara berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya
konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah penelitian eksperimental Randomized pretest-posttest
control group design (Pocock, 2008).
K(-) K(+) P
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian.
Keterangan :
P = Populasi R = Random
P R.A S
O1
O5 O6
O2
R
O3 O4
S = Sampel Ra = Random alokasi K (-) = Kontrol dengan aquadest K (+) = Kelompok kontrol berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% P = Kelompok perlakuan berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% O1 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur aquadest O2 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur aquadest O3 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% O4 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% O5 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans sebelum berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% O6 = Observasi hasil pengukuran akumulasi plak gigi dan penghitungan jumlah bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Pengumpulan data dilakukan di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG
Universitas Mahasaraswati dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi FK Universitas Udayana Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Bulan Februari sampai Desember 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien remaja dan dewasa dengan
umur 15 sampai dengan 40 tahun. Populasi terjangkau adalah pasien datang
memeriksakan giginya di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
4.3.1 Sampel Penelitian Sampel penelitian yang dipilih dari anggota populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi. Kriteria sampel yang diterapkan untuk dapat dipilih sebagai
sampel adalah sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
Kriteria sampel inklusi adalah:
1. Usia 15 – 40 tahun
2. Berbadan sehat
3. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi rongga
mulut
4. Bersedia sebagai subyek penelitian dari awal sampai selesai dengan
menandatangani informed consent.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah:
1. Memakai kawat gigi
2. Memakai gigi palsu
c. Kritiria drop out
Kritiria drop out adalah :
1. Menarik diri dari subjek penelitian
2. Tidak hadir dua kali berturut-turut saat pemeriksaan
3. Subyek sakit dan cedera sampai tidak bisa membuka mulut sehingga tidak
bisa mengikuti pemeriksaan
4.3.2 Besar sampel Besarnya sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan asumsi
yang diperoleh dari penelitian pendahuluan terhadap empat orang. Data yang
diperoleh dimasukkan ke dalam rumus (Pocock, 2008) sebagai berikut :
Keterangan :
n = jumlah sampel untuk satu kelompok σ = nilai standar deviasi outcome variabel μ1 = rerata outcome variabel sebelum perlakuan μ2 = rerata outcome variabel yang diharapkan setelah perlakuan α = tingkat kesalahan tipe I (0,05) β = tingkat kesalahan tipe II (0,1) f (α,β) = nilai yang ada pada tabel (10,5) Perhitungan sampel dengan data rereta penurunan indek plak gigi sebesar 0,72 dan
standar deviasi 0,19 diperoleh hasil besar sampel 1,46 dibulatkan menjadi 2 sampel.
Perhitungan sampel dengan data rerata jumlah koloni bakteri streptococcus mutans
sebesar 68,00 dan standar deviasi 42,71 diperoleh hasil besar sampel 8,28 dibulatkan
menjadi 9 sampel.
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel di atas maka jumlah sampel
yang digunakan adalah 9 sampel ditambahkan 10% menjadi 10 sampel setiap
kelompok, sehingga jumlah total sampel secara keseluruhan menjadi 30 sampel.
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi berdasarkan
kriteria inklusi.
2. Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.
3. Mengadakan pemilihan besar sampel secara acak sederhana dari subjek yang
terpilih tersebut.
4. Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan cara random
alokasi, kelompok 1 akan menerima perlakuan berkumur Chlorhexidine
gluconate 0,2%. Kelompok 2 akan menerima perlakuan berkumur ekstrak kulit
daun lidah buaya konsentrasi 100%.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi variabel
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok variabel, yaitu :
1. Variabel bebas:
kumur-kumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2% dan ekstrak kulit daun lidah
buaya konsentrasi 100%.
2. Variabel tergantung :
a. Akumulasi plak gigi
b. jumlah bakteri Streptococcus mutans
3. Variabel terkendali :
a. Usia.
b. Suhu dan waktu pengeraman bakteri.
c. Volume Chlorhexidine gluconate 0,2%.
d. Volume ekstrak kulit daun lidah buaya 100%.
e. Sterilisasi alat dan bahan.
4. Variabel rambang :
a. Pola makan/minum subjek.
b. Kebiasaan subjek.
c. Kebersihan mulut.
4.4.2 Hubungan Antar Variabel
Variabel bebas
1. Ekstrak kulit daun lidah buaya 100%.
2. Chlorhexidine gluconate
Variabel tergantung 1. Akumulasi plak gigi 2. Jumlah bakteri Streptococcus
mutans
Variabel Rambang
1. Pola makan/ minum subjek
2. Kebiasaan subjek 3. Kebersihan mulut
Variabel terkendali 1. Usia 2. Suhu dan waktu
pengeraman bakteri 3. Volume
Chlorhexidine gluconate 0,2%
4. Volume ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
5. Sterilisasi alat dan bahan
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.5 Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller) konsentrasi, 100%
adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengektraksi zat aktif dari kulit daun lidah
buaya (aloe barbadensis miller) dengan menggunakan pelarut etanol. Etanol
kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak kulit daun lidah
buaya 100% diperoleh dengan melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah buaya
100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Subjek berkumur tanpa menelan
selama 60 detik lalu hasil berkumur tersebut dibuang.
2. Berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah aktivitas berkumur
Chlorhexidine gluconate 0,2% sebanyak 10 ml. Subjek berkumur tanpa menelan
selama 60 detik lalu hasil berkumur tersebut dibuang. Chlorhexidine gluconate 0,2%
yang digunakan adalah Minosep.
3. Akumulasi plak gigi adalah banyaknya kumpulan suatu agregat mikroba sejenis
maupun berbeda jenis yang menumpuk dan melekat pada permukaan gigi dan pada
benda lain yang berada dalam rongga mulut dan hanya dapat diketahui dengan cara
mengoleskan disclosing agen gel pada permukaan gigi. Permukaan gigi berubah
menjadi warna merah muda, menunjukkan adanya akumulasi plak gigi.
4. Disclosing Agent Gel adalah zat kimia atau zat pewarna digunakan untuk
membuat plak terlihat oleh mata.Zat yang digunakan adalah Erythrosin. Penggunaan
dengan langsung mengoleskan pada permukaan gigi dengan kapas.
5. Pertumbuhan bakteri adalah selisih jumlah bakteri sebelum perlakuan dengan
setelah perlakuan, dengan cara menghitung jumlah bakteri sesungguhnya dengan
mengalikan jumlah pertumbuhan bakteri yang ada di dalam cawan petri dengan
faktor pengenceran. Satuan pengukuran jumlah pertumbuhan koloni Streptococcus
mutans adalah Colon Forming Unit per milliliter (CFU/ml).
6. Media pengeraman adalah media yang dipakai untuk menumbuhkan bakteri
dalam hal ini berbentuk agar, yang dipakai adalah agar Mueller-Hinton ditambah 5%
darah kambing.
7. Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Usia sampel adalah umur 15-40 tahun
yang keadaan gigi geliginya sudah tumbuh sempurna.
8. Sterilisasi alat dan bahan adalah suatu usaha untuk membebaskan alat dan
bahan–bahan dari segala macam kehidupan terutama kehidupan mikroorganisme.
9. Pola makan/minum adalah pola makan/minum yang biasa mereka terapkan
sehari-hari dan diatur sendiri oleh subjek.
10. Kebiasaan subjek adalah suatu perbuatan yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama, baik disadari maupun tidak disadari.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang dipakai adalah:
1. Ekstrak kulit daun lidah buaya (aloe barbadensis miller) konsentrasi, 100%
adalah sediaan pekat yang didapat dengan mengektraksi zat aktif dari kulit daun
lidah buaya (aloe barbadensis miller) dengan menggunakan pelarut etanol. Etanol
kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak kulit daun
lidah buaya 100% diperoleh dengan melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah
buaya 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml.
2. Chlorhexidine gluconate 0,2 % : menggunakan minosep obat kumur dengan berat
30 ml.
3. Disclosing agent gel: menggunakan dental disclosing gel GC dengan berat 5
gram.
4. Media Mueller Hinton Agar (MHA)
5. Air putih : menggunakan Aqua dengan isi bersih 240 ml.
6. Alkohol : menggunakan alkohol 70% One Med dengan berat 300 ml.
4.7 Instrumen Penelitian
4.7.1 Metode Pemeriksaan Penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengukur skor indeks menggunakan tes Plaque Index
(Index Plaque Personal Hygiene Performance) oleh Martens dan Meskin dengan
prosedur sebagai berikut (Chandra, 2002) :
Indeks plak PHP adalah angka yang menunjukkan jumlah total skor plak gigi yang
diperiksa dibagi jumlah seluruh permukaan gigi yang diperiksa. Cara pemeriksaan
klinis pada plak yang ditentukan berdasarkan indeks plak PHP adalah sebagai
berikut:
Pemeriksaan dilakukan pada permukaan mahkota gigi bagian labial dan lingual
dengan membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi lima subdivisi, yaitu: D
(distal), G (1/3 tengah gingiva), M (mesial), C (1/3 tengah), I/O (1/3
tengah insisal/oklusal). Pemeriksaan dilakukkan secara sistematis pada:
1. Permukaan labial gigi insisif pertama kanan atas.
2. Permukaan labial gigi insisif pertama kiri bawah.
3. Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas.
4. Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas.
5. Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah.
6. Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah.
Cara pengukuran untuk menentukan indeks plak PHP yaitu dengan rumus:
Cara penilaian plak adalah Nilai 0 = tidak ada plak, Nilai 1 = ada plak. Kriteria
penilaian indeks plak PHP, yaitu : sangat baik (0), baik (0,1-0,7), sedang (1,8-3,4),
buruk (3,5-5).
4.7.2 Alat penelitian
4.6.2.1 instrumen untuk perlakuan pada pasien
Jumlah total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa IP = Jumlah gigi yang diperiksa
1. Satu set alat diagnostik : neerbecken, kaca mulut, pinset anatomis, sonde lurus,
sonde bengkok merk Medesey dipersiapkan sebanyak 5 set alat diagnostik.
2. Handscone : menggunakan handscone satu kotak merk Sensi Gloves.
3. Masker : menggunakan masker satu kotak merk Evo med isi 25 buah.
4. Lap dada : dipersiapkan sebanyak 50 buah.
5. Gelas kumur : menggunakan gelas aqua sebanyak 50 buah.
6. Cotton buds: menggunakan merk Johnson sebanyak 50 buah.
7. Stop watch: menggunakan merk Casio.
8. Alat tulis : pensil merk Faber Castell, pulpen merk Faster, penghapus merk Faber
Castell, correction pen merk Pentel.
9. Kamera : menggunakan kamera merk Nikon.
10. Form penelitian : data subjek penelitian.
11. Informed consent : persetujuan pasien.
4.6.2.2 Instrumen yang digunakan pada pembuatan media
1. Kompor gas
2. Labu erlenmeyer
3. Batang pengaduk
4. Neraca digital
5. Beaker glass
6. Autoclave
7. Petridisk
8. Tabung reaksi kecil dan rak tabung
9. Sumbat kapas
4.6.2.3 Instrumen yang digunakan pada penanaman bakteri
1. Pipet ukur
2. Mikropipet dan tip
3. Spectrofotometer
4. Tabung reaksi
5. Lampu spiritus
6. Petridisk steril
7. Sengkelit/ose
8. Jarum penanam
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Tahap persiapan penelitian
Tahap persiapan penelitian adalah :
1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan
dengan topik penelitian.
2. Mengurus surat-surat penelitian.
3. Membuat informed consent.
4. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian.
5. Melakukan penentuan sampel secara acak alokasi dengan cara undian berdasarkan
metode yang telah ditentukan.
6. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya
dan diakui secara ilmiah.
4.8.2 Tahapan pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya
Ekstrak kulit daun lidah buaya dibuat dengan metode maserasi. Lidah buaya
yang dipetik dari Desa Besakih Karangasem yang dipakai adalah kulit daun lidah
buaya (Aloe barbadensis miller) yang tua yaitu daun yang terletak paling bawah.
Sebanyak ± 1kg kulit daun lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dicuci bersih
kemudian ditiriskan dan dipotong – potong tipis. Potongan daun lidah buaya
selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari, dengan naungan kain hitam.
Penjemuran dilakukan beberapa hari, sampai potongan daun lidah buaya benar –
benar kering, mudah dipatahkan dengan tangan. Potongan daun lidah buaya yang
sudah kering, selanjutnya dibuat serbuk (simplisia) dengan cara dihancurkan dengan
blender, simplisia yang dihasilkan ± 325 gram. Simplisia siap dimaserasi dengan
merendam ke dalam pelarut etanol 96% sampai terendam seluruhnya selama ± 24
jam, kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu kembali dimaserasi lagi
dengan cara yang sama, sampai tiga kali. Ekstrak atau filtrat hasil maserasi
ditampung menjadi satu dan diuapkan untuk memisahkan pelarutnya. Penguapan
dilakukan dengan menggunakan alat Rotary evaporator pada suhu 45 - 50ºC, sampai
pelarut habis menguap, sehingga didapatkan ekstrak kental daun lidah buaya (Dewi,
2010).
4.8.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak kulit daun lidah buaya
Pembuatan ekstrak kulit daun lidah buaya menggunakan etanol 95% sehingga
diperoleh ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Etanol kemudian dihilangkan dengan
cara diuapkan atau evaporasi.Ekstrak kulit daun lidah buaya 100% diperoleh dengan
melarutkan 100 gram ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dengan akuades sampai
mencapai 100 ml. (Anief, 2000).
4.8.4 Pembuatan media
4.8.4.1 Pembuatan media agar Mueller-Hinton
1. Ditimbang 41gr bubuk agar Mueller-Hinton dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi 1500ml akuades steril (75 petri) dan
dilarutkan.
2. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit.
3. Didinginkan dengan waterbath hingga suhu 50ºC, ditambahkan
75ml darah kambing dan dihomogenkan.
4. Setelah itu dituang ke dalam cawan petri dan didinginkan.
5. Ambil 5% dari jumlah total petri yang berisi media dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37ºC.
6. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media, kalau steril
bias dipakai untuk media penanaman Streptococcus mutans.
4.8.4.2 Pembuatan media Tryptone Soya Broth
1. Ditimbang 3gr bubuk Tryptone Soya Broth dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi 100ml akuades (50 tabung) dan
dilarutkan.
2. Dituang media tersebut ke dalam tabung dengan volume 2ml
ke masing-masing tabung.
3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah
itudidinginkan.
4. Ambil 5% dari jumlah total tabung yang berisi media dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37ºC.
5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih
langsungbisa dipakai.
4.8.4.3 Pembuatan NaCl 0,9%
1. Ditimbang 6,3gr Kristal NaCl dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi 700ml akuades (78 tabung) dan dilarutkan.
2. Dituang NaCl 0,9% tersebut ke dalam tabung dengan volume 9 ml
ke masing-masing tabung.
3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setela
itu didinginkan.
4. Ambil 5% dari jumlah total tabung yang berisi NaCl 0,9% dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih
langsung bisa dipakai.
4.8.4.4 Pembuatan media Mannitol Broth
1. Ditimbang 3gr Mannitol Broth dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang
berisi 150ml akuades (75 tabung) dan dilarutkan.
2. Dituang Mannitol Broth tersebut ke dalam tabung dengan volume
2ml ke masing-masing tabung.
3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu
didinginkan.
4. 5% dari jumlah total tabung yang berisi Mannitol Broth dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih
langsung bisa dipakai.
4.8.4.5 Pembuatan media Sorbitol Broth
1. Ditimbang 2,6gr Nutrien Broth dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi 200ml akuades (100 tabung) dan dilarutkan.
2. Ditambahkan 2gr Sorbitol extra pure for microbiology (1%)
dan ditambahkan 0,1gr methyl red sebagai indikator.
3. Dituang Sorbitol Broth tersebut ke dalam tabung dengan
volume 2ml ke masing-masing tabung.
4. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu
didinginkan.
5. Ambil 5% dari jumlah total tabung yang berisi Sorbitol Broth
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
6. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih langsung
bias dipakai.
4.8.4.6 Pembuatan media Voges Proskauer
1. Ditimbang 2,55gr Voges Proskauer dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yang berisi 150ml akuades (75 tabung) dan dilarutkan.
2. Dituang Voges Proskauer tersebut ke dalam tabung dengan volume
2ml ke masing-masing tabung.
3. Diautoclave dengan tekanan 121 Atm selama 15 menit, setelah itu
didinginkan.
4. Ambil 5% dari jumlah total tabung yang berisi Voges Proskauer
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC.
5. Keesokan harinya dicek sterilitas dari pada media kalau jernih
langsung bisa dipakai.
4.8.5 Tahap Pemilihan dan Penentuan Sampel Penelitian
Prosedur pemilihan dan penentuan sampel penelitian adalah :
1. Semua orang yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel diberikan nomor
urut yang berbeda.
2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak alokasi dengan menggunakan teknik
undian. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan
penelitian pendahuluan.
3. Melakukan pembagian Kelompok Perlakuan secara acak sederhana, dengan
teknik undian sebanyak tiga kelompok.
4.8.6 Tahap pelaksanaan penelitian
Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian ini adalah :
1. Sebelum pelaksanaan penelitian, subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan
manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian, hak-hak
subjek dalam pelaksanaan penelitian dan bagaimana cara berkumur.
2. Subjek datang ke tempat penelitian, lalu diberikan informed consent. Setelah
subjek setuju untuk diteliti lalu dicatat data-data dari subjek. Setelah itu subjek
mulai diperiksa, subjek diminta menyikat gigi dengan teknik roll dengan alat dan
bahan yang sudah disediakan.
3. Setelah 5 menit pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi
molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah (
kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB.
4. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang
sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat
ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil
pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek .
5. Setelah pemeriksaan akumulasi plak gigi; pada Kelompok Perlakuan, subjek
berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dan pada Kelompok Kontrol,
subjek berkumur aquadest dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Berkumur selama
30 detik dan yang digunakan untuk berkumur sebanyak 10 ml.
6. Setelah berkumur, sampel tidak makan dan minum selama pengambilan sampel.
Setelah 15 menit, Pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal
gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar
bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB.
7. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang
sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat
ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil
pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek .
8. Hasil swab dalam media TSB segera dibawa ke laboratorium mikrobiology Unud
untuk diproses lebih lanjut.
4.8.7 Pembiakan bakteri
Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah dengan pengenceran:
1. Dibuat seri pengenceran 10-1 - 10-3 untuk menghitung jumlah bakteri dengan
menggunakan media agar Mueler-Hinton ditambahkan 5% darah kambing
untuk nutrisi pertumbuhan bakteri. Pengenceran dilakukan dengan cara
mengambil 1 ml pada media TSB menggunakan menggunakan mikro pipet
steril dimasukkan ke dalam tabung 9 ml NaCl seri pengenceran 10-1. Setelah
sampel masuk lalu dihomogenkan dengan menarik dan melepaskan pipet
tersebut secara berulang –ulang. Diambil lagi sebanyak 1 ml dari tabung 10-1
dan dipindahkan ke tabung 10-2 secara asepsis dan dihomogenkan kembali
dengan cara menarik dan melepas pipet tersebut. Hal terebut terus dilakukan
sampai pada pengenceran 10-3. Setiap tingkat pengenceran digunakan pipet
yang baru sehingga hasil benar-benar akurat.kemudian ditanam pada media.
Diinkubasi pada suhu 37◦C, hasil pembiakan dilihat 2x 24jam.
2. Penghitungan jumlah bakteri dihitung secara manual dari koloni bakteri yang
tumbuh. Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah koloni dengan
mengalikan faktor pengenceran. Jumlah yang terbaik adalah 30 sampai 300
koloni. Cara penghitungan jumlah bakteri Streptococcus viridans
sesungguhnya dengan mengalikan jumlah koloni yang ada di dalam cawan
petri dengan faktor pengenceran (Fardiaz, 1992).
3. Koloni yang tumbuh diidentifikasi dengan pewarnaan Gram untuk
memastikan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus viridans. Tahap-tahap
pewarnaan Gram :
a. Koloni Streptococcus diambil dengan ose steril diratakan satu
ulasan saja dan disebarkan supaya sel merata di atas kaca objek
yang telah diberi setetes akuades steril. Keringkan ulasan
tersebut sambil memfiksasinya kemudian didiamkan diatas api
Bunsen.Setelah benar-benar dan tersebar selanjutnya ke tahap
berikutnya.
b. Preparat di tetesi dengan larutan Karbol Gentian Violet dan didiamkan
selama 1-3 menit yang selanjutnya disiram dengan air yang mengalir.
c. Ditetesi lagi dengan larutan Lugol/Iodine dan di diamkan selama
– 1 menit, disiram dengan air yang mengalir.
d. Selanjutnya ditetesi dengan alkohol 96% di diamkan selama - menit,
disiram dengan air yang mengalir.
e. Terakhir dengan air Fuchsin didiamkan 1-3 menit disiram dengan
air mengalir.
4. Dengan ose steril koloni dipindahkan ke agar darah untuk mendapatkan
bakteri Streptococcus yang murni, dimasukkan ke incubator selama 24 jam
pada suhu 37ºC. Gram positip ( + ) akan terlihat bakteri berwarna ungu,
bentuk jelas (kokus).
5. Uji Optochin discs dilakukan dengan cara : dibuat suspense
Streptococcus mutans dibuat dari koloni yang tumbuh pada media MHB.
Dari koloni tersebut diambil 1-2 koloni dimasukkan ke dalam media NaCl
0,9%, dibuat kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland (108 CFU/ml). Lidi
kapas steril dicelupkan ke dalam suspensi tersebut di atas dan diperas
pada dinding tabung supaya cairan yang diambil tidak berlebihan.
Kemudian dioleskansecara merata 3 radian pada media MHB dan
ditempelkan Optochin discs dimasukkan ke inkubator selama 24 jam pada
suhu 37ºC. Keesokan harinya dilihat adanya zona bening (5
mm) berarti Streptococcus pneumonia (S) dan kalau tidak ada zona
bening berarti Streptococcus viridans (R).
6. Uji biokimia (Mannitol, Sorbitol dan Voges proskauer) Koloni
Streptococcus viridans diambil dengan ose steril 2-3 koloni
dimasukkan kedalam media Mannitol, Sorbitol dan Voges proskauer,
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Keesokannya dilihat
adanya perubahan warna dari merah menjadi kuning berarti positif pada
media Mannitol dan sorbitol. Media VP ditambahkan reagen kova`c dan
diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37ºC. Hasil positif menunjukkan
warna merah anggur. Berdasarkan reaksi biokimia di atas menunjukkan
bahwa koloni Streptococcus viridans merupakan Streptococcus mutans.
4.9 Alur Penelitian
POPULASI
KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSKLUSI
PENGAMBILAN SAMPEL
RANDOM ALOKASI
KONTROL (-) PERLAKUAN
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
Berkumur
aquadest Berkumur ekstrak
kulit daun lidah buaya 100%
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
KONTROL(+)
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
Berkumur Chlorhexidine
gluconate 0,2%
OBSERVASI - akumulasi plak gigi -jumblah bakteri Streptococcus mutans
Gambar 4.4 Alur penelitian
4.10 Analisis Data
Untuk menganalisis data hasil penelitian,dipakai :
1. Analisis deskriptif : analisis data untuk memberikan gambaran tentang
karakteristik data yang didapatkan dari hasil penelitian
2. Uji Normalitas dan Homogenitas
a. Uji Normalitas dengan uji Shapiro-Wilk (SW) karena sampelnya < 30
b. Uji Homogenitas dengan Levene’s test
3. Uji efek perlakuan /analisis komparasi
Bagi data yang berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan uji statistic
parametric yaitu:
Uji One Way Anova untuk membandingkan post –test masing-masing kelompok
ANALISIS DATA
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized pretest-posttest control
group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40
tahun di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas Mahasaraswati
Denpasar sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok
kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur
dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur
dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%. Dalam bab ini akan diuraikan uji
normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data
Data akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans sebelum dan sesudah
perlakuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya
menunjukkan bahwa data plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans berdistribusi
normal (p>0,05), hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Uji Normalitas Data Plak Gigi dan Bakteri Streptococcus Mutans
Kelompok Subjek n p Ket. Plak gigi kontrol negatif pre Plak gigi kontrol positif pre Plak gigi perlakuan pre Plak gigi kontrol negatif post Plak gigi kontrol positif post Plak gigi perlakuan post Bakteri Streptococcus mutans kontrol negatif pre Bakteri Streptococcus mutans kontrol positif pre Bakteri Streptococcus mutans perlakuan pre Bakteri Streptococcus mutans kontrol negatif post Bakteri Streptococcus mutans kontrol positif post Bakteri Streptococcus mutans perlakuan post
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
0,110 0,058 0,083 0,560 0,281 0,374 0,060 0,073 0,573 0,548 0,084 0,121
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
5.2 Uji Homogenitas Data
Data akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans sebelum dan sesudah
perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya
menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Homogenitas Data Plak Gigi dan Bakteri Streptococcus Mutans antar Kelompok
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Variabel F P Keterangan
Plak gigi pre
Plak gigi kontrol post
Bakteri Streptococcus mutans pre
Bakteri Streptococcus mutans post
1,055
2,256
1,235
1,702
0,362
0,124
0,307
0,268
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
5.3 Akumulasi Plak Gigi
5.3.1 Uji Komparabilitas
Uji komparabilitas dianalisis berdasarkan rerata akumulasi plak gigi antar kelompok
sebelum diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%.
Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3
berikut.
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur
Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kelompok Subjek n Rerata
Akumulasi Plak Gigi
SB F P
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan
10
10
10
2,15
1,92
2,08
0,37
0,60
0,49
0,565 0,575
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol
negatif adalah 2,15±0,37, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah
1,92±0,60, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 2,08±0,49.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,565
dan nilai p = 0,575. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga
kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara (p>0,05).
5.3.2 Analisis Efek Perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata akumulasi plak gigi antar kelompok
sesudah diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100%.
Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4
berikut.
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Akumulasi Plak Gigi Antar Kelompok Sebelum Berkumur
Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kelompok Subjek n Rerata
Akumulasi Plak Gigi
SB F P
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan
10
10
10
1,61
1,04
1,21
0,20
0,39
0,44
6,64 0,005
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol
negatif adalah 1,61±0,20, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah
1,04±0,39, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 1,21±0,44.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 6,64
dan nilai p = 0,005. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga
kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Akumulasi Plak Gigi Sebelum dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan
uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada
Tabel 5.5 di bawah ini.
Tabel 5.5 Beda Nyata Terkecil Akumulasi Plak Gigi Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok Beda Rerata P Interpretasi
Kontrol Negatif dan Kontrol Positif Kontrol Negatif dan Perlakuan Kontrol Positif dan Perlakuan
0,57 0,40 0,17
0,001 0,019 0,299
Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna
Tidak Berbeda
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan
hasil sebagai berikut.
1. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok kontrol positif
(rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol
positif).
2. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata
kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok perlakuan).
3. Rerata kelompok kontrol positif tidak berbeda dengan kelompok perlakuan
(rerata kelompok kontrol positif lebih rendah daripada rerata kelompok
perlakuan).
5.4 Bakteri Streptococcus Mutans
5.4.1 Uji Komparabilitas
Uji komparabilitas dianalisis berdasarkan rerata bakteri Streptococcus mutans antar
kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah
buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada
Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Perbedaan Rerata Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok Sebelum
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kelompok Subjek n Rerata Bakteri Streptococcus
Mutans SB F P
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan
10
10
10
6114,80
6062,67
5760,80
2733,93
2179,54
2297,79
0,063 0,939
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok
kontrol negatif adalah 6114,80±2733,93, rerata bakteri Streptococcus mutans
kelompok kontrol positif adalah 6062,67±2179,54, dan rerata bakteri Streptococcus
mutans kelompok perlakuan adalah 5760,80±2297,79. Analisis kemaknaan dengan
uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,063 dan nilai p = 0,939. Hal ini
berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sebelum
diberikan perlakuan tidak berbeda secara (p>0,05).
5.4.2 Analisis Efek Perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata bakteri Streptococcus mutans antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa berkumur ekstrak kulit daun lidah
buaya 100%. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada
Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok SeSudah
Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 100%
Kelompok Subjek n Rerata Bakteri Streptococcus
Mutans SB F P
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Perlakuan
10
10
10
3683,34
1751,67
1636,67
921,63
803,87
923,05
7,64 0,002
Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok
kontrol negatif adalah 3683,34±921,63, rerata bakteri Streptococcus mutans
kelompok kontrol positif adalah 1751,67±803,87, dan rerata bakteri Streptococcus
mutans kelompok perlakuan adalah 1636,67±923,05. Analisis kemaknaan dengan uji
One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 7,64 dan nilai p = 0,002. Hal ini
berarti bahwa rerata bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sesudah
diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Bakteri Streptococcus Mutans Sebelum dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan
uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada
Tabel 5.8 di bawah ini.
Tabel 5.8 Beda Nyata Terkecil Bakteri Streptococcus Mutans Sesudah Perlakuan antar
Kelompok
Kelompok Beda Rerata P Interpretasi
Kontrol Negatif dan Kontrol Positif Kontrol Negatif dan Perlakuan Kontrol Positif dan Perlakuan
1931,67 2046,67 115,00
0,001 0,019 0,299
Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna
Tidak Berbeda
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan
hasil sebagai berikut.
1. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok kontrol positif
(rerata kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol
positif).
2. Rerata kelompok kontrol negatif berbeda dengan kelompok perlakuan (rerata
kelompok kontrol negatif lebih tinggi daripada rerata kelompok perlakuan).
3. Rerata kelompok kontrol positif tidak berbeda dengan kelompok perlakuan
(rerata kelompok kontrol positif lebih tinggi daripada rerata kelompok
perlakuan).
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian
Untuk menguji efek berkumur dengan ekstrak kulit daun lidah buaya terhadap
penurunan akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans, maka dilakukan
penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized pretest-posttest control
group design, melibatkan 30 orang pasien remaja dan dewasa dengan umur 15-40
tahun di Bagian Ilmu Konservasi Gigi RSGM FKG Universitas Mahasaraswati
Denpasar sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok
kontrol negatif yang berkumur aquadest, kelompok kontrol positif yang berkumur
dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%, dan kelompok perlakuan yang berkumur
dengan ekstrak kulit daun lidah buaya 100%.
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian
Data hasil penelitian berupa akumulasi plak gigi dan bakteri Streptococcus
mutans sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya.
Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas
data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis
didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p >
0,05).
6.3 Pengaruh Berkumur Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya
Terhadap Akumulasi Plak Gigi dan Jumlah Koloni Bakteri
Strptococcus Mutans
Sebelum perlakuan rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol negatif adalah
2,15±0,37, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah 1,92±0,60,
dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 2,08±0,49. Analisis
kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,565 dan nilai
p = 0,575. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga kelompok
sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05).
Sedangkan sesudah perlakuan rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol negatif
adalah 1,61±0,20, rerata akumulasi plak gigi kelompok kontrol positif adalah
1,04±0,39, dan rerata akumulasi plak gigi kelompok perlakuan adalah 1,21±0,44.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 6,64
75
dan nilai p = 0,005. Hal ini berarti bahwa rerata akumulasi plak gigi pada ketiga
kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Sebelum perlakuan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif
adalah 6114,80±2733,93, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol
positif adalah 6062,67±2179,54, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok
perlakuan adalah 5760,80±2297,79. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova
menunjukkan bahwa nilai F = 0,063 dan nilai p = 0,939. Hal ini berarti bahwa rerata
bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan
tidak berbeda secara (p>0,05).
Setelah perlakuan, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol negatif
adalah 3683,34±921,63, rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol
positif adalah 1751,67±803,87, dan rerata bakteri Streptococcus mutans kelompok
perlakuan adalah 1636,67±923,05. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova
menunjukkan bahwa nilai F = 7,64 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa rerata
bakteri Streptococcus mutans pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan
berbeda secara bermakna (p<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian pada penelitian ini ddapatkan bahwa berkumur dengan
ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat menurunkan akumulasi plak
gigi sebesar 24,85% dan menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans
dalam rongga mulut sebesar 55,57% dibandingkan berkumur dengan aquadest. Lebih
lanjut didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan akumulasi plak gigi dan
jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut dibandingkan
berkumur dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%.
Hal ini disebabkan karena kulit daun lidah buaya bersifat antibakteri, antiimflamasi,
dapat meredam rasa sakit,tidak tosik, dan sampai saat ini merupakan salah satu dari
10 tanaman terlaris didunia yang berpontensi untuk dikembangkan sebagai tanaman
obat (Furnawanthi, 2002). Untuk membuktikan bahwa adanya senyawa aktif di dalam
lidah buaya yang mengandung senyawa antibakteri, maka dilakukan uji identifikasi
fitokimia terhadap ekstrak kulit daun lidah buaya. Senyawa antibakteri yang di uji
identifikasi fitokimia antara lain flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon, dan fenolat.
Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan yang larut
dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme kerja dari
flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavonoid
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan
lisosom (Sabir, 2005).
Saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut
dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas
membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi mekanisme
kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu
permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel
dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu
protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012).
Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang berspektrum luas. Lidah buaya
mengandung beberapa glikosida antrakuinon (aloin, aloe-emodin, dan barbaloin).
Aloe-emodin bersifat bakterisidal terhadap Sreptococcus mutans. Salah satu
mekanismenya adalah dengan menghambat transfer elektron pada rantai pernapasan
mitokondria (Rahardja, 2010). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol.
Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol
dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas,
2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan
permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel
menjadi rusak (Agustin, 2005).
Tanin merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat antimikroba
khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri adalah cara
mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari
sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga
pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012).
Menurut Kathuria N dkk. (2011), zat-zat aktif yang terdapat dalam lidah
buaya meliputi monosakarida, polisakarida, asam aminoesensial, dan non-esensial,
antrakuinon, enzim, mineral, vitamin, protein, lignin, asam salisilat, saponin, sterol,
tanin, magnesium laktat dan senyawa antiprostaglandin. Zat yang bersifat antibakteri
adalah antrakuinon, saponin dan tannin. Secara spesifik dilaporkan bahwa ekstrak
lidah buaya (aloe vera) mengandung bahan aktif yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Maka dapat dikatakan bahwa lidah buaya
sensitif sebagai antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian yang
dilakukan oleh Isabela (2009), menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya mampu
menghambat pertumbuhan pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Penelitian yang
dilakukan oleh Ariyanthi dkk. (2012) menemukan bahwa ekstrak kulit daun lidah
buaya (Aloe barbadensis Miller) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.
Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti secara in vitro
pada ekstrak kulit daun lidah buaya dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%
terhadap bakteri streptococcus mutans terdapat zona hambat pada konsentrasi 50%,
75% dan 100%. Pada konsentrasi 50% terdapat zona hambat dengan rata-rata
diameter 11 mm, pada konsentrasi 75% terdapat zona hambat dengan diameter rata-
rata 14 mm dan 100% terdapat zona hambat dengan diameter rata-rata 15 mm. Rata-
rata diameter zona hambat untuk Clorhexidin 0,2% sebesar 17 mm. Lebih lanjut
diketahui bahwa lidah buaya mengandung berbagai senyawa biologis aktif, seperti
mannans asetat, polymanannans, antrakuinon, dan berbagai lektin. Lidah buaya juga
mengandung sekitar 75 jenis zat yang telah dikenal bermanfaat dan lebih dari 200
senyawa lain yang membuatnya layak digunakan dalam pengobatan herbal. Daun
lidah buaya sebagian besar berisi daging daun yang mengandung getah bening dan
lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil (Nurmalina,
2012). Di samping itu, lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan
tubuh dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, E,choline,
inositol, dan asam folat. Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari kalsium,
sodium, besi, Zinc, dan kromium (Hartawan, 2012). Kandungan enzim-enzimnya,
antara lain amylase, catalase, cellulose, carboxypeptidase, carboxyhelolase, dan
brandykinase yang semuanya penting bagi metabolisme tubuh. Kandungan asam
aminonya, yakni argine, asparagin, asparatic acid, analine, serine, valine, glutamat,
threonine, glycine, lycine, yrozine, proline, histidine, leucine, dan isoliucine
(Nurmalina, 2012).
Zat yang bersifat antibakteri dari lidah buaya adalah Antrakuinon, Saponin,
Tanin, Flavonoid, dan Fenolat. Antrakuinon dalam lidah buaya memiliki fungsi
sebagai bahan laksatif, penghilang rasa sakit, mengurangi racun dan antibakteri
(Hartawan, 2012). Antrakuinon merupakan suatu antimikroba yang berspektrum
luas. Lidah buaya mengandung beberapa glikosida antrakuinon (aloin, aloe-
emodin, dan barbaloin). Aloe-emodin bersifat bakterisidal terhadap
Staphilococcus sp. Salah satu mekanismenya adalah dengan menghambat transfer
elektron pada rantai pernapasan mitokondria (Rahardja, 2010).
Fenolat merupakan senyawa turunan fenol. Mekanisme antimikroba pada
senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas, 2008). Perubahan struktur
protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga
pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak (Agustin, 2005).
Demikian juga saponin merupakan glikosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi
tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu
stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis, jadi
mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, 2012). Sedangkan tanin
merupakan salah satu zat aktif pada tumbuhan yang memiliki sifat antimikroba
khususnya pada lidah buaya. Mekanisme tanin sebagai antibakteri adalah cara
mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari
sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga
pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Bachtiar, 2012).
Selanjutnya flavonoid pada lidah buaya memiliki sifat sebagai antioksidan
kuat, Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat pada tumbuhan
yang larut dalam air dan dapat di ekstraksi dengan menggunakan etanol. Mekanisme
kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa
flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri,
mikrosom, dan lisosom (Sabir, 2005). Fenolat merupakan senyawa turunan fenol.
Mekanisme antimikroba pada senyawa fenolat terhadap bakteri yaitu senyawa fenol
dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri (Hidayaningtyas,
2008). Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan
permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel
menjadi rusak (Agustin, 2005).
Karena lidah buaya berkhasiat sebagai antiinflamasi, antijamur, antibakteri,
maka lidah buaya mampu membantu proses regenerasi sel. Lidah buaya juga dapat
mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit
kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung penyakit kanker HIV/AIDS
(Nurmalina, 2012).
Drug and Cosmetic Journal menyatakan bahwa rahasia keampuhan lidah
buaya terletak pada kandungan nutrisinya, yakni polisakarida (terutama
glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder,
enzim oksidase, katalase, dan lipase terutama enzim-enzim pemecah protein
(protease). Enzim yang terakhir ini membantu memecahkan jaringan kulit yang sakit
sebagai akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri, sehingga gel lidah
buaya bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino
berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak (Furnawanthi, 2006). Lidah
buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir lidah
buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap kedalam kulit.
Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Sehingga kulit
tidak cepat kering dan terlihat awet muda. Lidah buaya dapat mengatasi bengkak
sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga dapat membantu mengatasi
sembelit atau susah buang air besar karena lendirnya bersifat pahit dan mengandung
laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik (Hartawan, 2012).
Zat acetylated mannose yang dimilikinya meupakan imunostimulan yang
kuat dan berfungsi meningkatkan sistem imun. Kandungan aloin dan aloe-emodin
memiliki efek antipiretik atau dapat mengatasi demam. Lidah buaya mengandung
saponin yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga dapat mengatasi luka yang
terbuka dan berfungsi sebagai pembersih. Adanya zat aloecin B yang terdapat dalam
lendir lidah buaya mampu mengatasi eksim, luka bakar, sekaligus memberikan
lapisan pelindung pada bagian yang rusak sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan (Hartawan, 2012). Etanol adalah senyawa dengan sifat polar dan semi
polar maksudnya adalah dapat berfungsi sebagai pelarut air dan minyak. Penambahan
air pada etanol akan mengurangi daya larut minyak di dalam etanol. Kebanyakan
senyawa yang molekulnya menghasilkan rasa misalnya manis, pahit atau asam
biasanya bersifat polar sedangkan senyawa yang molekulnya menghasilkan aroma
biasanya bersifat non polar. Etanol dapat mengekstraksi senyawa-senyawa aktif
dalam jumlah kecil yang terdapat dalam sediaan bahan alam (Lersch, 2008).
Untuk memperoleh daya hambat antibakteri yang optimal perlu dilakukan identifikasi
senyawa flavonoid yang merupakan zat antibakteri utama pada kulit daun lidah
buaya. Dalam suatu penelitian untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid pada lidah
buaya dilakukan dengan cara berikut: Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak
etanol 96% diisolasi dengan menggunakan metode Charaux – Paris. Dilakukan
fraksinasi ekstrak etanol 96% menggunakan pelarut chloroform, etilasetat dan tiga
kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi n-butanol ini dilakukan isolasi flavonoid
memakai kromatografi kertas preparatif dan diidentifikasi dengan spektrofotometer
Ultra Violet (UV) dan infrared, enam senyawa flavonoid berhasil diisolasi (Wijono,
2003).
DAFTAR PUSTAKA Agustin, D. W. 2005, Perbedaan khasiat antibakteri bahan irigasi antara hydrogen peroksida 3% dan infusum daun sirih 20% terhadap bakteri mix, Majalah Kedokteran Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1. Hal 45–7. Anief. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. p. 25. Anonim, 2014. Survei Kesehatan Nasional. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbangkes. 3:18-20 Argimõn, S., and Caufiled, P.W. 2011. Distribution of Putative Virulence genes in Streptococcus mutans Strain does not Correlate with Caries Experience. Journal of Clinical Microbiology. 49(3): 984-92 Astoeti, T. E. 2010. Lakukan Perawatan Gigi Menyeluruh. Available from : http://www.pdgi-online.com (Acces 23 Desember 2010). Bachtiar, S. Y., Tjahjaningsih, W., dan Sianita, N. 2012, Pengaruh ekstrak alga cokelat (Sargassum sp) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Journal of Marine and Coastal Science, Vol. 1 No. 1, Hal 53 – 60. Biswas, S., dan Biswas, I. 2011. Role of VitAB, an ABC Transporter Complex in Viologen Tolerance in Streptococcus mutans. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 55(4): 1460-9 Bratthall, D. 2004. Dental caries. Faculty of Odontology Malmo University, Sweden.Int Dent J 2005 ;50:378–84.
Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology. St. Louis, Missouri : Saunders Elsevier, Inc. 9. p. 24.
Carson, C.F., Hammer, K.A., and Riley, T.V. 2006. Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Oil: A Review of Antimicrobial and Other Medicine Properties. Clinical Microbiology Review. 19(1): 50-62. Chandra, S. 2002 Textbook of Community Dentistry. India : Jaypee Brothers Medical Publishers.
Clarke, J.K. 1924. On the Bacterial Factor in the Etiology of Dental Caries. British Journal of Experimental Pathology. 5: 141-7. Darsana, I. G. O., Besung, I. N. K., dan Mahatmi, H. 2012, Potensi Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro, Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 1 No. 3, Hal 337 – 51. Dewi F. K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Daun lidah buaya (aloe vera) (Morinda Citrifolia, Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Surakarta : Jurusan Biologi MIPA, Univ. Sebelas Maret. Eliasson, L., Carlen A., Almstahl, A. (2006). Dental plaque pH and micro-organisms during hyposalivation. Journal of dental research. 85, pp. 334-8.
Furnawanthi, I. 2002, Khasiat dan manfaat lidah buaya, Jakarta, Agromedia Pustaka, Hal 1-50. Furnawanthi. I.2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Agro Media Pustaka. Jakarta. Hal 1-21 gel. Internet J Microbiol 2011; 9(2). Groppo, F. C., Bergamaschi, CC. and Cogo, K. 2008. Use of phytotheraphy in dentistry. Phytoteraphy Research, 22, pp. 993-8.
Gurenlian, J. A. R. 2007. The Role of Dental Plaque Biofilm in Oral Health: J of Dent. Hyg. 4 – 5.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. (Diterjemahkan oleh : K. Padmawinata dan i. Soediro). Bandung : Penerbit ITB. Hartawan, E. Y. 2012, Sejuta Khasiat Lidah buaya, Ed ke-1, Jakarta, Pustaka Diantara. Hal 11-7.
Hidayaningtias, P. 2008, Perbandingan efek air seduhan daun sirih (Piper betle Linn) terhadap Streptococcus mutans pada waktu kontak dan konsentrasi yang berbeda, Artikel karya tulis ilmiah, Artikel karya tulis ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Isabela,A. 2009. Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (aloe vera) terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada Pasien Osteomielitis Bangsal Cempaka Rumah sakit Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta In Vitro [Abstrak]. UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret. Solo. Jatnika, A. dan Saptoningsih. 2009. Meraup Laba dari Lidah Buaya. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal 1-26. Kathuria N, Gupta N, Manisha, Prasad R, Nikita. 2011. Biologic effects of Aloe vera
Kidd, E. A. M. 2005. Essentials of dental caries The disease and its management. Third edition. Oxford University Press Great Clarendon Street, Oxford OX2 6DP. 1.Introduction. p. 1-19. Kojima, A., Nakano, K., Wada, K., Takahashi, H., Katayama, K., Yoneda, M., Higurashi, T., Nomura, R., Hokamura, K., Muranaka, Y., & Matshusashi, N., et al., 2012. Infection of Specific Strains os Streptococcus mutans. Kolahi, J., and Soolari, A. 2006. Rinsing with Chlorhexidine Gluconate Solution after Brushing and Flossing Teeth: a Systematic Review of Effectiveness. Quintessence Int. 37(8): 605-12.
Kustiawan, W. 2002. Lubang Gigi (Karies) dan Perawatannya. Artikel. (Serial Online) (Cited 2005 Oktober 25). Available from: http://www. pikiranrakyat.com. Kuyyakanond, T., and Quenel, L.B. 1992. The Mechanism of Action of Chlorhexidine. FEMS Microbiol Lett. 79(1-3): 211-5.
Lersch, M. 2008. Wonders of Extractions: Ethanol. Article. (Serial Online) (Cited 2011 Des 28). Available from: http://blog.khymos.org/2008/06/08/wonders-of-extractions-ethanol/
Lingstorm, P., Van Ruyven, FO. and Kent, R. 2000. The pH of dental plaque in its relation to early enamel caries and dental plaque flora in humans.Journal of Dental Research. 79, pp. 770-7.
Mandel, I.D. 1994. Antimicrobial Mouth Rinses: Overview and Update. J Am Dent Assoc. 125(25): 2S -10S
Megananda, H.P., Herijulianti, E., Nurjanah, N. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Bandung : JKG Poltekkes Depkes. p. 57 – 80 : 111 – 4. Menegon, R.F., Blau, L., Janzantti, N.S., Pizzolitto, A.C., Corrêa, M.A., Monteriro, M., and Chung, M.C. 2011. A Nonstaining and Tasteless Hydrophobic Salt of Chlorhexidine. Article. (Serial Online) (Cited 2011 August 8). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21344413
Nakano, K., Ianaba, H., Nomura, R., Nemoto, H., Takeda, M., Yoshioka, H., Matsue, H., and Takahashi, T. 2006. Detection of Cariogenic Streptococcus mutans in Extirpated Heart Valve and Atheromatous Plaque Specimens. Journal of Clinical Microbiology. 44(9): 3313-7. Nurmalina, R. 2012, Herbal Legendaris Untuk Kesehatan Anda, Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kompas Jakarta. Hal 389-99. Parwani, S., Rajkumar N., Himasnhu. 2013. Comparative Evaluation of Anti-Plaque Efficacy of Herbal and 0,2% Chlorhexidine Gluconate Mouthwash in a 4-day Plaque Re-Growth Study. Journal of Indian Society of Periodontology-Vol 17, Issue 1, Jan-Feb 2013.
Peterson, D. 2011. Family Gentle Dental Care. Article. (Serial Online). (cited 2011, Agustus 8). Available from: http://www.dentalgentlecare.com/periguard.htm Pocock , S. J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. England : Jhon Wiley and Sons Ltd. The Atrium, South Gate, Chichester, West Sussex.
Pratiwi, I. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap Bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium. Surakarta : Jurusan Biologi FMIPA UNS.
Pratiwi, R. 2005. Perbedaan Daya Hambat Terhadap Streptococcus mutans dari Beberapa Pasta Gigi yang Mengandung Herbal. Vol. 38 No. 2 April – Juni : Maj. Ked. Gigi: 64 - 7. Putri, M.H., Herijulianti E., Nurjannah N. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Cetakan 2011. Preventive Dentistry. p. 1-7. Radji, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi. Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. p. 11-5.
Rahardja, F., Puradisastra, S., dan Angelin, A. 2010, Aktivitas Antimikroba Gel Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Acne Vulgaris yang Terinfeksi Staphylococcus sp. Secara In Vitro, JKM, Vol.10 No.1, Hal. 30-6. Ritter, A.V. 2004. Dental Caries. Talking with Patients. Article. Journal of Esthetic and Restorative Dentistry. p. 76. Rosenberg, J.D. 2010. Dental Cavities. Article. (Serial Online) (Cited 2012 April 29). Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/oo1055.htm. Sabir, A. 2005, Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro), Majalah Kedokteran Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 Hal 135–41. Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Churchill Livingstone : Elsevier Limited. p. 255 – 84.
Seminario, A., Broukal, Z., Ivancakova, R. 2005. Mutans Streptococci and the Development of Dental Plaque. Prague Medical Report. 106: 349-58. Shahani, M.N., dan Reddy, V.V.S. 2011. Comparison of Antimicrobial Substantivity of Root Canal Irrigants in Instrumented Root Canals up to 72 Hours: An Invitro Study. Journal of Indian Soc. Pedod. Prev. Dent. 29: 28-33. Sharma, S. 2010. Plaque Disclosing Agent – A Review. J Adv Dental Research; October 2010; II, 1.
Suhartono. 2008. Perhatikan Gigi Kita dan Gigi Siswa Siswi Kita. Available from : http://www.suarakarya.com (Acces 23 Desember 2010). Sumawinata, N. 1992. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC
Suryo, S. 1992. Patologi Gigi-Geligi : Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Thomas, J. G. 2011. Managing The Complexity of A Dynamic Biofilm. Journal of American Dental Association.142(4):415-26
Vinogradov, A.M., Winston, M., Rupp, C.J., and Stoodley, P. 2004. Rheology of Biofilms Formed from the Dental Plaque Pathogen Streptococcus mutans. Biofilm 1: 49-56.
Yanti, Rukayadi, Y., Kim, K.H., and Hwang, J.K. 2008. In vitro Anti-biofilm Activity of Macelignan Isolated from Myristica fragrans Houtt Against Oral Primary Colonizer Bacteria. Phytotherapy Research. 22(3): 308-12. Zatnika Iis. 2010. 89% Anak Derita Penyakit Gigi dan Mulut. Available from : http://www.pdgi-online.com. (Acces tgl 25 Oktober 2010).
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 2.
PENJELASAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA PENDERITA SEBELUM MENANDATANGANI FORMULIR PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM
PENELITIAN (Informed consent)
Pendahuluan Informed consent pada dasarnya untuk menghargai hak – hak individu guna
memperoleh penjelasan yang penuh dan tepat yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dijalankan sebelum membuat keputusan yang benar.
Informed consent hendaknya mengandung hal – hal yang penting sebagai berikut :
1. Penjelasan terperinci serta pemakaian bahasa yang mudah dimengerti yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
2. Adanya jaminan bahwa penderita mendapat kebebasan untuk memutuskan
apakah akan ikut serta atau menolak, sebab secara moral dan legal penderita
memiliki hak untuk itu.
Penelitian ini berjudul :
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK
GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut mempunyai peranan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan tubuh secara umum. Ada banyak penyakit yang berawal dari gigi dan
mulut karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh,
menjaga kesehatan mulut berarti menjaga kesehatan seluruh badan. Plak gigi
merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi terdiri dari
mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik intraseluler apabila
seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Plak yang melekat erat pada
permukaan gigi dan gingiva mempunyai potensi yang cukup besar terhadap
terjadinya penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) maupun jaringan pendukungnya
(periodontitis). Plak gigi merupakan suatu deposit lunak yang melekat erat pada
permukaan gigi terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu
matrik intraseluler. Bakteri Streptococcus, Staphilococcus, Lactobacillus, dan bakteri
bentuk filament merupakan mikroorganisme yang sering dapat diisolasi dari lesi
karies dan peradangan mukosa mulut. Chlorhexidine gluconate merupakan salah satu
zat antimikroba yang menjadi gold standard dalam kedokteran gigi untuk pencegahan
plak gigi. Namun, obat kumur ini memiliki sejumlah efek samping, pada penggunaan
jangka panjang seperti warna coklat gigi, beberapa bahan restoratif dan dorsum lidah,
rasa gangguan; ulserasi mukosa mulut dan paresthesia. Ekstrak lidah buaya
mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya
(Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan menurunkan
jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah:
9. Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan akumulasi plak gigi.
10. Apakah berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dapat
menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut?
11. Apakah ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak kulit daun
lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
12. Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga
mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan
berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2% ?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur ekstrak kulit daun
lidah buaya (Aloe barbadensis miller) dalam menurunkan akumulasi plak gigi dan
menurunkan jumlah bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.
Tujuan Khusus
5. Untuk mengetahui berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%
dapat menurunkan akumulasi plak gigi.
6. Untuk mengetahui berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi 100%
dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dalam rongga
mulut.
7. Untuk mengetahui ada perbedaan akumulasi plak gigi akibat berkumur ekstrak
kulit daun lidah buaya konsentrasi 100% dengan berkumur Chlorhexidine
gluconate 0,2%.
8. Untuk mengetahui ada perbedaan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans
dalam rongga mulut akibat berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya konsentrasi
100% dengan berkumur Chlorhexidine gluconate 0,2%.
Tatalaksana Penelitian
Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian ini adalah :
9. Sebelum pelaksanaan penelitian, subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan
manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian, hak-hak
subjek dalam pelaksanaan penelitian dan bagaimana cara berkumur.
10. Subjek datang ke tempat penelitian, lalu diberikan informed consent. Setelah
subjek setuju untuk diteliti lalu dicatat data-data dari subjek. Setelah itu subjek
mulai diperiksa, subjek diminta menyikat gigi dengan teknik roll dengan alat dan
bahan yang sudah disediakan.
11. Setelah 5 menit pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi
molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah (
kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB.
12. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang
sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat
ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil
pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek .
13. Setelah pemeriksaan akumulasi plak gigi; pada Kelompok Perlakuan, subjek
berkumur ekstrak kulit daun lidah buaya 100% dan pada Kelompok Kontrol,
subjek berkumur aquadest dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Berkumur selama
30 detik dan yang digunakan untuk berkumur sebanyak 10 ml.
14. Setelah berkumur, sampel tidak makan dan minum selama pengambilan sampel.
Setelah 15 menit, Pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal
gigi molar atas , turun ke mukosa bukal, dilanjutkan bagian bukal gigi molar
bawah ( kiri dan kanan). Hasil swab dimasukkan ke media TSB.
15. Setelah itu peneliti melakukan pengeringan gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan chip blower dan pengolesan disclosing agent gel pada gigi yang
sudah ditentukan berdasarkan indeks plak PHP. Setelah itu peneliti akan melihat
ada tidaknya akumulasi plak gigi tersebut dan kemudian peneliti mencatat hasil
pemeriksaan pada lembar penelitian sesuai identitas subjek .
16. Hasil swab dalam media TSB segera dibawa ke laboratorium mikrobiology Unud
untuk diproses lebih lanjut.
Risiko penelitian dan cara penanggulangan
Akibat langsung dari penelitian ini adalah pada saat pengolesan bahan disclocing
agent gel pada gigi terdapat warna kemerahan dan akan melekat dalan jangka waktu
paling lama sehari. Bahan tidak berbahaya dan khusus untuk digunakan dalam rongga
mulut. Bila terjadi reaksi alergi terhadap bahan – bahan yang diaplikasikan hubungi
operator atas nama I Gusti Ketut Armiati di nomer Hp 087861270002.
Hal – hal yang juga perlu mendapat perhatian :
1. Bahwa penelitian ini bersifat sukarela.
2. Walaupun prosedur penelitian telah dijalankan secara cermat, apabila terjadi
risiko atau ketidaknyamanan selama penelitian maka akan dirundingkan bersama.
3. Karena penelitian ini bersifat sukarela maka peserta penelitian dapat
mengundurkan diri jika menemukan hal – hal yang dirasa merugikan.
4. Hasil penelitian akan sepenuhnya dipergunakan untuk keperluan keilmuan, tidak
untuk kepentingan publikasi (media masa).
5. Penjelasan ini serta surat persetujuan dibuat rangkap dua, satu untuk peneliti dan
satu untuk peserta penelitian.
Penutup
Untuk dapat terselenggaranya penelitian ini dengan baik, maka mutlak diperlukan
kerjasama yang baik antara peserta penelitian dan peneliti.
Lampiran 3. Informed Consent
Kode:
INFORMED CONSENT
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ……………………………………………………………………..
Umur : ……………………………………………………………………..
Jenis Kelamin : ……………………………………………………………………..
Alamat : …………………………………………………………………….
No. KTP : …………………………………………………………………….
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta memahami dan menyadari manfaat
dan risiko penelitian yang berjudul :
EKSTRAK ETANOL KULIT DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera barbadensis miller) KONSENTRASI 100% DAPAT MENURUNKAN AKUMULASI PLAK
GIGI DAN JUMLAH KOLONI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian diatas serta mematuhi segala ketentuan – ketentuan penelitian yang sudah saya pahami, dengan catatan apabila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.
Denpasar, ……………….2013 Mengetahui Yang menyetujui Penanggung jawab penelitian Peserta penelitian ( I Gusti Ketut Armiati ) (…………………………….)
ampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Lampiran Alat dan Bahan
Lampiran Subjek Penelitian
Sikat gigi sebelum perlakuan Swab sebelum kumur ekstrak
Berkumur Swab setelah berkumur
Pemeriksaan Plak (Disclosing Agent Gel) Berkumur
Sesudah Berkumur
Lampiran Alat dan bahan
LAMPIRAN GAMBAR PERTUMBUHAN KOLONI STREPTOCOCCUS
Koloni kecil-kecil, lembut berwarna bening pada media Mueller-Hinton Blood Agar menunjukkan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus
Hasil Uji Manitol Streptococcus mutans
Pembesaran1000X
Lampiran 6. Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Streptococus_mutans_pre
Aquadest .255 10 .065 .826 10 .060
Chlorhexidine gluconate 0,2% .231 10 .140 .830 10 .073
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% .151 10 .200* .942 10 .573 Streptococus_mutans_post
Aquadest .215 10 .200* .940 10 .548 Chlorhexidine gluconate 0,2% .254 10 .067 .864 10 .084 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% .215 10 .200* .813 10 .121
Plak_gigi_pre
Aquadest .258 10 .058 .873 10 .110 Chlorhexidine gluconate 0,2% .253 10 .069 .850 10 .058 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% .205 10 .200* .863 10 .083
Plak_gigi_post
Aquadest .193 10 .200* .941 10 .560
Chlorhexidine gluconate 0,2% .259 10 .056 .910 10 .281 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% .210 10 .200* .922 10 .374
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji One Way Anova
Descriptives
N Mean Std.
Deviation Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
Streptococus_mutans_pre
Aquadest 10 6114.7980 2733.933 864.545 4159.059 8070.536 2233.3 9300.0
Chlorhexidine gluconate 0,2% 10 6062.6660 2179.539 689.230 4503.517 7621.814 3166.6 8263.3
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 10 5760.7990 2297.793 726.626 4117.056 7404.541 2233.3 8846.6
Total 30 5979.4210 2336.164 426.523 5107.082 6851.759 2233.3 9300.0 Streptococus_mutans_post
Aquadest 10 3683.3350 921.629 607.672 2308.684 5057.985 1166.6 5750.0 Chlorhexidine gluconate 0,2% 10 1751.6670 803.8667 254.205 1176.615 2326.718 833.33 2883.3
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 10 1636.6690 923.0526 291.894 976.3569 2296.981 833.33 3816.6
Total 30 2357.2237 1588.348 289.991 1764.124 2950.322 833.33 5750.0 Plak_gigi_pre
Aquadest 10 2.1500 .36893 .11667 1.8861 2.4139 1.60 2.60 Chlorhexidine gluconate 0,2% 10 1.9200 .60148 .19020 1.4897 2.3503 .80 2.50
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 10 2.0800 .48944 .15478 1.7299 2.4301 1.30 2.60
Total 30 2.0500 .48831 .08915 1.8677 2.2323 .80 2.60 Plak_gigi_post
Aquadest 10 1.6100 .20248 .06403 1.4652 1.7548 1.20 1.90 Chlorhexidine gluconate 0,2% 10 1.0400 .38644 .12220 .7636 1.3164 .30 1.60
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 10 1.2100 .44335 .14020 .8928 1.5272 .50 1.80
Total 30 1.2867 .42323 .07727 1.1286 1.4447 .30 1.90
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Streptococus_mutans_pre 1.235 2 27 .307
Streptococus_mutans_post 1.702 2 27 .268
Plak_gigi_pre 1.055 2 27 .362
Plak_gigi_post 2.256 2 27 .124
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Streptococus_mutans_pre
Between Groups 730522.410 2 365261.205 .063 .939
Within Groups 1.575E8 27 5834880.481
Total 1.583E8 29 Streptococus_mutans_post
Between Groups 2.644E7 2 1.322E7 7.642 .002
Within Groups 4.672E7 27 1730295.475 Total 7.316E7 29
Plak_gigi_pre Between Groups .278 2 .139 .565 .575
Within Groups 6.637 27 .246 Total 6.915 29
Plak_gigi_post Between Groups 1.713 2 .856 6.640 .005
Within Groups 3.482 27 .129 Total 5.195 29
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Streptococus_mutans_post
Aquadest Chlorhexidine gluconate 0,2% 1931.6680 588.26788 .003 724.6420 3138.694 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 2046.6660 588.26788 .002 839.6400 3253.692
Chlorhexidine gluconate 0,2%
Aquadest -1931.668 588.26788 .003 -3138.694 -724.6420 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% 114.99800 588.26788 .846 -1092.028 1322.024
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
Aquadest -2046.666 588.26788 .002 -3253.692 -839.6400 Chlorhexidine gluconate 0,2% -114.9980 588.26788 .846 -1322.024 1092.028
Plak_gigi_post
Aquadest Chlorhexidine gluconate 0,2% .57000* .16060 .001 .2405 .8995 ekstrak kulit daun lidah buaya 100% .40000* .16060 .019 .0705 .7295
Chlorhexidine Aquadest -.57000* .16060 .001 -.8995 -.2405
gluconate 0,2%
ekstrak kulit daun lidah buaya 100% -.17000 .16060 .299 -.4995 .1595
ekstrak kulit daun lidah buaya 100%
Aquadest -.40000* .16060 .019 -.7295 -.0705 Chlorhexidine gluconate 0,2% .17000 .16060 .299 -.1595 .4995
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Top Related