7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
1/22
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
2/22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam dan lingkungan memegang peranan penting bagi
pembangunan ekonomi khususnya di negara berkembang seperti di indonesia.
Sumber daya alam, selain menyediakan barang dan jasa, juga menjadi a!kone
dari perumbuhan ekonomi dan sumber penghasilan masyarakat serta sebagai aset
bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan kesinambungan
(sustainailit") dari sumber daya alam ini menjadi sangat penting bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat tergantung dari
pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder yakni masyarakat dan
pemerintah..
Dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan haruslah holistik dan
lintas disiplin ilmu, termasuk melalui pendekatan ilmu ekonomi. Setidaknya,
Ada dua metode untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
yang berkelanjutan melalui mekanis ekonomi yaitu melalui pendekatan
pengaturan langsung berdasarkan baku mutu lingkungan yang diterapkan dengan
mekanisme perundangundangan tanpa bantuan mekanisme pasar (!ommand
and !ontrol) dan pendekatan insenti! ekonomi berdasarkan mekanisme pasar
(market ased in!enti#e).
Para ekonom sudah lama berargumentasi bah"a sistem insenti!
berdasarkan mekanisme pasar lebih e!isien daripada sistem pengaturan langsung
berdasarkan perundangundangan. #al ini didasarkan asumsi bah"a sistem
pengaturan langsung memiliki kelemahan diantaranya ialah bah"a sistem ini
memerlukan pembiayaan yang besar karena para pelaksana pemerintahan harus
mengumpulkan in!ormasi yang sebenarnya in!ormasi tersebut sudah dimiliki
oleh para pen$emar lingkungan, dan sistem pengaturan langsung menghendaki
diterapkannya sistem baku mutu yang harus dipenuhi oleh setiap pen$emar
lingkungan sehingga menimbulkan biaya yang besar bagi para pen$emar yang
bersangkutan.
%arena ada kelemahan dalam sistem pengaturan langsung ($ommand and
$ontrol), maka para ekonom lebih menyukai untuk diterapkannya sistem insenti!
1
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
3/22
ekonomi guna mengendalikan pen$emaran. Dengan sistem insenti! ekonomi atau
pungutan pajak maka&
a. Produsen yang men$emari lingkungan memiliki pilihan dalam menyesuaikan
kegiatannya terhadap baku mutu kualitas lingkungan melalui sistem insenti!
ekonomi. Seorang produsen yang men$emari lingkungan akan lebih senang
dan memilih membayar pajak bila ia sangat men$emari lingkungan dan biaya
untuk menanggulanginya sangat mahal. Atau produsen yang tak terlalu
men$emari lingkungan akan memilih untuk memasang alat pengolah limbah
dari pada harus membayar pungutan pajak yang mahal.
b. Penerimaan dari pungutan pajak, merupakan sumber pendapatan pemerintah,
sehingga dapat digunakan untuk membiayai pengurangan limbah dan
pengelolaan lingkungan. Dalam praktiknya, kedua sistem pengelolaan
lingkungan tersebut, baik pengaturan langsung melalui baku mutu maupun
melalui insenti! ekonomi dipakai bersamasama dan saling melengkapi.
'elalui instrumen pajak dapat ditekankan pengenaan pajak untuk
kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang menyangkut harkat hidup orang
banyak dengan memperhitungkan so!ial and en#ironmental !ost yang
ditimbulkan oleh suatu industri. Peningkatan pengenaan pajak ini akan merubah
perilaku pelaku bisnis. Sebagai $ontoh apabila pelaku bisnis di sektor kelapa
sa"it akan membangun perkebunan kelapa sa"it dari lahanlahan tidur atau
rusak. %arena biaya yang dikeluarkan akan sangat mahal jika mengkonersi
hutan menjadi lahan kelapa sa"it. Penerapan pajak ini sudah dilakukan di
negaranegara maju seperti Amerika, epang dan negaranegara yang tergabung
dalam *ni +ropa.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, yang menjadi permasalahanyang akan dibahas dalam makalah ini antara lain&
. Bagaimanakah konsep pajak lingkungan dalam perspekti! pengelolaan
lingkungan hidup-
. Apakah konsep pajak lingkungan tersebut merupakan pilihan tepat untuk
digunakan sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup-
2
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
4/22
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pr!"# P$!%$&'r M$&(')'r *Polluter Pays Principle+
*ntuk men$agah terjadinya eksploitasi sumber daya alam dan
lingkungan se$ara berlebihan, maka diterapkanlah prinsip Polluter pays prin$iple
atau Prinsip pen$emar membayar (PP') Prinsip ini men$oba menetralkan
kelemahan dari mekanisme pasar yang menimbulkan kegagalan pasar dalam
mengakomodasi biaya eksternal atau biaya lingkungan. Prinsip pen$emar harus
membayar, memberi dua interprtasi &
a) Pada dasarnya, menurut prinsip tersebut, pen$emar harus menanggung biaya
yang timbul karena pen$emaran sedemikian rupa sehingga limbah yang
dibuang sesuai dengan baku mutu yang ditentukan. /ni berarti bah"a PP'
memberikan suatu hak untuk membuang limbah ke dalam lingkungan sampai
jumlah tertentu bebas dari pungutan. /nterpretasi demikian ini merupakan
interpretasi dasar dan sempit.
b) Perkembangan terhadap interpretasi PP', yaitu bah"a pen$emar tidak lagi
dii0inkan membuang limbah sampai batas tertentu tanpa bayaran, tetapi ia
diharuskan membayar disamping biaya pengendalian juga biaya kerusakan
lingkungan. interpretasi ini menghendaki adanya pajak atau pungutan sebagai
suatu insenti!, yaitu mengaharuskan pen$emar membayar nilai bersih limbah
buangan yang dii0inkan. #al ini dapat memotiasi para pen$emar agar
mengurangi olume pen$emarannya.
%enyataan yang harus diakui adalah bah"a kemakmuran material
dalam masyarakat modern sekarang ini mau tidak mau, harus pula dihadapkan
dengan pen$emaran lingkungan, sehingga kalau kita ingin mengurangi derajat
pen$emaran lingkungan, maka harus juga mengurangi produksi !isik. Sehingga
untuk men$apai keseimbangan yang tepat antara kedua hal tersebut adalah
pemerintah harus menerapkan pendekatan berjagajaga.
Dalam pendekatan ini, dianut pengertian bah"a banyak ketidakpastian
dalam pengendalian pen$emaran, maka perhatian harus lebih diberikan pada
a"al dan selama proses produksi dan bukan pada akhir proses produksi.
3
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
5/22
Pengendalian pen$emaran pada akhir proses produksi bisa dilakukan dengan
pemasangan alat pengolah limbah atau pemasangan alat penyaring debu dan
sebagainya. Dalam hal ini karena ada ketidakpastian dalam pengendalian
pen$emaran maka terdapat resiko yaitu 0at pen$emar terakumulasi dalam
lingkungan dan akhirnya mengurangi kemampuan asimilasi lingkungan tersebut.
untuk menghindari hal tersebut maka pemerintah menerapkan peraturan
perundangan se$ara langsung dengan menentukan baku mutu emisi atau baku
mutu limbah $emaran.
B. P','- T$r'/'# P$&'!'''! L!-3!'!
) Penerapan Pajak Pen$emaran
*ntuk menangani kondisi yang disebabkan oleh perubahan iklim,
sebagai $ontoh, pemerintah dapat menerapkan pajak atas emisi dan bahan bakar
yang berasal dari !osil. %ebijakan ini dikenal sebagai pajak karbon ($arbon
ta1es). 2ujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi emisi gas yang dibuat
oleh perusahaanperusahaan dalam proses produksinya, dan juga untuk
mengurangi jumlah bahan bakar !osil yang digunakan indiidu maupun
perusahaanperusahaan. Dengan menerapkan pajakpajak tersebut, diharapkan
perusahaanperusahaan akan berupaya untuk berinoasi dan membangun
manajemen limbahnya dengan baik, sehingga dapat mengurangi pembayaran
pajak yang tentunya akan menaikkan ongkos produksi.
Sejalan dengan hal tersebut, pajak atas bahan bakar !osil akan memi$un
peningkatan harga bahan bakar tersebut. Se$ara teori, seseorang akan
mengurangi pemakaian bahan bakar ketika harganya naik. Dengan kata lain,
pemerintah dapat menyelamakan lingkungannya dengan menerapkan !itur pajak
tersebut. Dalam pendekatan pengendalian pen$emaran untuk memelihara
lingkungan ada beberapa instrumen yang dapat diterapkan diantaranya &
a. 'engubah se$ara langsung tingkat harga atau biaya produksi. pengubahan
tingkat harga dan biaya se$ara langsung terjadi bila pungutan atau pajak
lingkungan dikenakan terhadap produk atau terhadap proses pengolahan
produk seperti pungutan pen$emaran ataupun sistem deposit yang
digunakan bila terjadi kerusakan lingkungan dan dikembalikan jika tidak
terjadi kerusakan lingkungan
4
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
6/22
b. 'engubah se$ara tidak langsung harga dan biaya melalui kebijakan !iskal
dan moneter. 'ekanisme in dapat dilakukan dengan memberi subsidi,
pinjaman lunak, ataupun dengan kebijakan !iskal yang semuanya itu
mendorong untuk digunakannya teknologi bersih, dan denda terhadap
ketidakpatuhan pada peraturan juga dapat dikategorikan pengubahan harga
tidak langsung.
$. 'en$iptakan pasar bagi barangbarang lingkungan. 'ekanisme ini dapat
dilakukan dengan memperdagangkan hak atau kuota untuk membuang
limbah tertentu.pelelangan hak dalam hal pembatasan emisi, pembatasan
penangkapan ikan di "ilayah tertentu, dan sebagainya.
Pungutan atau pajak lingkungan merupakan instrumen yang langsung
menentukan nilai atau harga terhadap penggunaan lingkungan. Bentuk pungutan
lingkungan ini berma$amma$am, diantaranya adalah &
a. Pungutan emisi (emission !harge). Pungutan ini dikenakan terhadap
pembuangan pen$emar ke udara, ke badan air, ataupun ke dalam tanah,
termasuk pen$iptaan kebisingan. Pungutan itu dikaitkan dengan kuantitas
maupun kualitas pen$emarnya dan biaya kerusakan yang ditimbulkan pada
lingkungan.
b. Pungutan atas penggunaan (user !harges). Pungutan terhadap penggunaan
sumber daya alam dan lingkungan ini mempunyai !ungsi untuk
meningkatkan pendapatan negara atau pendapatan daerah yang dikaitkan
dengan biaya pengolahan, pengumpulan, dan pembuangan limbah.
Pungutan ini tidak langsung dihubungkan dengan kerusakan lingkungan.
$. Pungutan atas dasar produk ($roduk !harges). Pungutan atas dasar produk
ini dikenakan pada proyek yang merusak lingkungan, yaitu bila pproduk itu
digunakan dalam proses produksi. atau dikonsumsi dan dibuang kedalam
lingkungan. 2inggi rendahnya pungutan tergantung pada kadar atau derajat
kerusakan yang ditimbulkannya.
a. Perdagangan i0in. Sistem ini terjadi bila terdapat sistem kuota lingkungan
atau batas atas dari pen$emaran lingkungan yang dii0inkan. Pada a"alnya
alokasi peri0inan dikaitkan dengan target lingkungan ambien, tetapi setelah
itu peri0inan boleh diperdagangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Sistem deposit. Sistem ini diterapkan pada produkproduk yang mempunyai
potensi men$emari lingkungan. %alau produk tersebut dikembalikan ke
pihak yang diberi "e"enang untuk mengumpulkannya setelah digunakan
5
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
7/22
dan menghindari terjadinya pen$emaran, maka ia dapat diberikan
3pembayaran kembali. 2etapi jika produk yang dihasilkan tetap men$emari
lingkungan, maka dana deposit yang dibayarkan tadi akan digunakan untuk
menanggulangi pen$emaran lingkungan yang ditimbulkan oleh produk
tersebut.
) Pajak 4ang Optimal 2erhadap Pen$emaran
Dalam penerapan pajak lingkungan ada kelompok yang bersepakat
dengan diberlakukannya mekanisme prinsip tersebut namun ada pula yang tidak
sepakat dengan prinsip tersebut dengan beberapa alasan tertentu yang akan
dibahas didepan. Pro!essor A.5. SPigou adalah orang pertama yang
mengusulkan dikenakannya pajak terhadap pen$emaran lingkungan dan pajak
tersebut harus dibayar oleh orang atau lembaga yang menimbulkan pen$emaran
tersebut. sistem pajak tersebut disebut sebagai %Pigo#ian Ta&es'. untuk
memahaminya, perhatikan gambar
6ambar menunjukan bah"a produksi harus dikurangi sampai pada titik
man!aat sosial bersih yang optimal yaitu pada jumlah produksi 7s yaitu pada
saat pajak yang dikenakan persis sama dengan biaya kerusakan yang
ditimbulkan oleh pen$emaran yang dihasilkan oleh perusahaan atau pabrik
tersebut (B+'). Pajak atas pen$emaran itu (8pigoian ta19)ditunjukan oleh garis
putusputus t yaitu untuk setiap unit pen$emaran pengusaha harus membayar
pajak kepada pemerintah setinggi t.
6
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
8/22
Dari gambar dapat dimengerti bah"a seorang produsen akan mendapat
keuntungan bersih yang maksimum dengan memproduksi barang atau produk
sampai titik 7m. :amun demikian apabila biaya kerusakan lingkungan akibat
pen$emaran harus dipertimbangkan oleh produsen, maka produksi akan tidak
dilaksanakan apabila keuntungan bersih marginal lebih rendah daripada biaya
eksternal marginal. Oleh karena itu, produksi akan berhenti pada titik 7s dan
berakibat mengurangi pen$emaran dari olume sebesar ;m menjadi ;s. Pajak
atas pen$emaran ini memberikan man!aat yang lebih besar dibanding dengan
sistem pengaturan langsung yang disertai denda karena tidak mematuhi baku
mutu atau standar pen$emaran.
Penentuan baku mutu seringkali tidak berkaitan dengan nilai produkyang dihasilkan oleh perusahaan. Seandainya baku mutu limbah ditentukan lebih
tinggi dari olume ;s, ini berarti produsen masih akan menghasilkan produk
yang memberikan nilai man!aat bersih lebih rendah dari pada biaya ekternal
yang dipikul oleh masyarakat. adi, terlalu banyak produk dan juga pen$emaran
yang dihasilkan. Sekarang bagaimana kalau baku mutu limbah itu ditentukan
lebih rendah daripada olume ;s yaitu setinggi ;!. %ebijakan demikian
sungguh akan merugikan masyarakat se$ara keseluruhan. Dengan penentuan
baku mutu setinggi ;!, ini berarti bah"a masyarakat akan mengalami
penurunan man!aat sosial atau keuntungan bersih sebesar luas area 7!,7sAB dan
penurunan biaya eksternal seluas 7!7sAD.
Selanjutnya bila pemerintah mengenakan denda setinggi garis yang
diberi tanda 8denda9, maka produsen akan $enderung menghasilkan output
setinggi 7p karena produksi setinggi itu masih memberikan tambahan
keuntungan bersih yang lebih tinggi daripada denda yang dikenakan. Dalam hal
ini, produsen akan menyumbang pada pembentukan pen$emaran setinggi ;p
yang lebih tinggi dari pada bila produsen dikenai pajak setinggi t. /ni berarti
bah"a pengaturan langsung dengan baku mutu dan denda yang relati! rendah
tersebut, kurang memberikan dorongan kepada produsen untuk mengurangi
pen$emaran. Dengan kata lain, produsen lebih senang membayar denda daripada
mengurangi produksi atau pen$emaran yang di$iptakannya.
%euntungan lain dari pendekatan dengan pajak atas pen$emaran
dibanding dengan pengaturan langsung adalah bah"a pengenaan pajak atas
7
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
9/22
pen$emaran tidak terlalu banyak dihindari dibanding dengan sistem penga"asan
oleh polisi. Pengenaan pajak atas pen$emaran akan mendorong produsen untuk
mengurangi pen$emaran karena dengan semakin sedikit jumlah pen$emaran
yang di$iptakannya akan berarti semakin sedikit jumlah pajak yang harus
dibayarnya. Selanjutnya dengan pembayaran pajak pen$emaran itu, dana akan
terbentuk yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian guna
mengembangkan teknologi penanggulangan pen$emaran atau mengembangkan
teknologi bersih yang sedikit menghasilkan limbah pen$emar. Dan juga,
pengenaan pajak itu memberikan isyarat baik kepada produsen maupun kepada
konsumen bah"a ada kerusakan lingkungan sehingga mereka mau mengurangi
konsumsi (bagi konsumen) maupun produksi (bagi produsen) akan barang
tersebut dan beralih ke jenis produksi lain yang tidak merusak lingkungan
sehingga tingkat pajak akan rendah dan dengan sendirinya harga barang yang
bersangkutan akan rendah pula.
. R'!%'!'! K!"$# P','- L!-3!'! / I!/!$"'
%onsep pajak lingkungan itu sendiri sebenarnya sudah lama
diperkenalkan di negara negara +ropa seperti Denmark, erman, :or"egia,maupun /nggris. Pajak lingkungan atau green ta&es diartikan sebagai %an
e&$ression in $oli!" of the $olluter$a"s $rin!i$le: hoe#er !auses $ollution
should $a" for it'. Pajak lingkungan mulai dipertimbangkan untuk diterapkan di
/ndonesia sekitar tahun disebutkan bah"a ** ini memberikan "e"enang kepada
pemerintah untuk mengambil langkahlangkah tertentu misalnya dalam bidang
perpajakan sebagai insenti! dan disinsenti! terhadap lingkungan hidup. Artinya,
pajak lingkungan dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
pemeliharaan lingkungan (insentif) sekaligus untuk men$egah dan
menanggulangi perusakan dan pen$emaran lingkungan (disinsentif). 'eskipun
kemudian ** Lingkungan #idup ini diubah dengan ** Pengelolaan
Lingkungan #idup, namun pemerintah tetap dapat menjadikan kebijakan
8
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
10/22
perpajakan sebagai salah satu instrumen pengendalian dampak negati! suatu
aktiitas terhadap lingkungan.
Dengan demikian, ** Pengelolaan Lingkungan #idup memberikan
dasar sekaligus pilihan kepada pemerintah /ndonesia untuk mempergunakan atau
tidak mempergunakan instrumen ekonomi yang berupa pajak dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Selain itu, ** :omor 2ahun
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
11/22
mengendalikan kerusakan lingkungan sebagai akibat aktiitas produksi dengan
menggunakan pajak sebagai instrumen pengendalinya. 2ujuan ini tidak berbeda
dengan tujuan en#ironmental ta&esyang diterapkan di negaranegara +ropa yaitu
perlindungan lingkungan hidup dari perusakan dan pen$emaran. #anya saja
yang perlu di$ermati adalah ren$ana ($lans) dan program sebagai
pengeja"antahan dari tujuan yang telah ditetapkan sehingga nantinya konsep ini
dapat diaplikasikan dan tidak memiliki potensi menimbulkan beban bagi dunia
industri maupun konsumen. Dari sisi ren$ana ($lans) dan program dalam konsep
pajak lingkungan harus ditunjukkan kejelasan terhadap subyek, obyek dan
tari!nya.
Salah satu $iri pajak adalah bersi!at memaksa, dimana instrumen pajak
ini diharapkan dapat memaksa perusahaan mengurangi dampak kerusakan
lingkungan yang ditimbulkannya. Pada ran$angan penerapan Pajak Lingkungan
tahun
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
12/22
Dari sisi tari! pajak lingkungan, harus ada ukuran yang jelas terhadap besaran
prosentase pajak lingkungan tersebut. 2ari!
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
13/22
ketidakpastian dalam biaya kerusakan lingkungan akibat dari suatu pen$emar.
Penentuan B+' (biaya eksternal marginal) merupakan dasar bagi penentuan
pajak lingkungan yang memerlukan in!ormasi dan data yang jelas berkaitan
dengan beberapa !aktor berikut &
a. Pengetahuan tentang ma$am dan jumlah produk (out$ut) yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan
b. Banyaknya (dosis) pen$emar yang dihasilkan perusahaan sebagai produk
samping yang tidak diinginkan,
$. Si!at akumulasi pen$emar dalam jangka panjang,
d. Apakah pen$emar itu dihadapkan langsung dan terus menerus pada manusia
(human e&$osure),
e. 2imbulnya kerusakan akibat dari pen$emar tersebut,
!. Penilaian dalam rupiah terhadap biaya kerusakan akibat pen$emaran tersebut.Dalam praktik, tampak bah"a perhitungan yang teliti mengenai tingkat
pajak lingkungan yang tepat sulit untuk direalisasikan. 'isalnya pajak yang
dikenakan terhadap penggunaan batubara yang menimbulkan polusi karbon
dioksida diudara, harus lebih tinggi dari pada pajak yang dikenakan terhadap
bahan gas alam yang hanya menghasilkan =
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
14/22
pen$emar saja. 'elainkan konsumen juga harus menanggungnya kerana barang
dari proses produksi itu juga dinikmati oleh masyarakat selaku konsumen.
Sebelum
ada pajak, produsen
menghasilkan produk setinggi 7o yang ditunjukkan oleh perpotongan antara
kura permintaan D dan kura pena"aran So pada titik +o. %alau seandainya
pemerintah mengenakan pajak per unit (s$e!ifi! ta&) terhadap produk karena
prosesnya menghasilkan polusi udara yang meningkatkan akti!itas
karbondioksida dalam udara, maka oleh produsen, pajak itu akan dibebankan
kepada konsumen produk tersebut dengan $ara menaikkan harga produk sebesar
nilai pajak dari pemerintah, sebesar t. #al ini akan berdampak pada
berkurangnya permintaan konsumen akibat kenaikan harga produk menjadi P.
:amun dapat juga dijelaskan bah"a besar ke$ilnya penggeseran beban
pajak tergantung pada elastisitas permintaan dan pena"aran akan produk
tersebut. apabila permintaan terhadap produk perusahaan tersebut semakin
inelastis, maka beban pajak akan $enderung lebih digeser kepada konsumen,
sedangkan apabila permintaan akan produk bersi!at elastis, maka penggeseran
beban pajak pada konsumen akan lebih ke$il dan sebagian besar pajak akan
dipikul produsen sendiri.
K$(,'-'!Prr'& L'! "$('' P$!$!/'6 D''- L!-3!'! /
I!/!$"'
13
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
15/22
%ebijakanCprogram lain selain konsep pajak yang diterapkan pemerintah
/ndonesia, dibatasi pada ? (empat) jenis program saja, yaitu& 5S (*or$orate
So!ial+es$onsiilities),Performan!e onds, A'DAL dan *%L*PL.
5S (*or$orate So!ial +es$onsiilities)
5S merupakan suatu konsep bah"a perusahaan memiliki suatu tanggung ja"ab
terhadap konsumen, karya"an, pemegang saham, komunitas dan lingkungan
dalam segala aspek operasional perusahaan. %onsep 5S tersebut mulai
diadopsi pada tahun
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
16/22
Apalagi bentuk usaha diluar P2 mendominasi sebagian besar bentuk usaha di
/ndonesia, padahal 5S bagi bentuk usaha di luar perseroan bukan merupakan
suatu ke"ajiban artinya boleh dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan sehingga
sangat tergantung pada kesadaran pihak pengusaha. /ni berarti 5S hanya meng
!o#ersebagian ke$il saja dari permasalahan pen$emaran lingkungan yang dise
babkan dari akti!itas produksi yang ada di /ndonesia.
Dari segi tujuan 5S, pelaksanaan 5S selama ini dirasa tidak tepat sasaran
bahkan terlihat 5S ini hanya digunakan sebagai sarana untuk ajang promosi
guna menarik simpati publik terhadap $itra perusahaan yang melakukan 5S.
#arusnya pelaksanaan 5S ditujukan terhadap pemulihan lingkungan akibat
pen$emaran terutama harus di!okuskan pada lingkungan di sekitar akti!itas
produksi yang terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung.
Performan!e onds
Performan!e onds atau Dana aminan%inerja diatur dalam Pasal *ndang
*ndang :omor ? 2ahun @@@ tentang %ehutanan. Dalam pasal tersebut
ditetapkan bah"a setiap pemegang ijin usaha peman!aatan hutan dikenakan
dana jaminan kinerja. Dana ini digunakan sebagai jaminan atas pelaksanaan ijin
usahanya yang dapat di$airkan kembali oleh pemegang ijin apabila kegiatan
usahanya dinilai memenuhi ketentuan usaha peman!aatan hutan se$ara lestari.
Pendekatan dana jaminan kinerja ini ditengarai dapat meredam kerusakan
lingkungan terutama yang diakibatkan oleh kegiatan peman!aatan danpengusahaan hutan.:amun demikian sektor kehutanan sepertinya belum
menerapkan ketentuan$erforman!e ondstersebut demikian halnya dengan
sektor pertambangan.
Pembi$araan mengenai dana yang dijaminkan perusahaan yang bergerak pada
sektor kehutanan, sampai saat ini belum jelas pengaturan tentang besaran
nominal atau besaran prosentase yang di jaminkan. Penentuan besarnya dana
jaminan ini memiliki posisi yang sangat penting bagi upaya penanggulangan
pen$emaran lingkungan karena ketika terjadi pen$emaran, dana yang dijaminkan
harus bisa men$ukupi semua biaya pemulihan lingkungan sehingga harus adakriteriakriteria yang jelas tentang penentuan besarnya dana jaminan tersebut.
Apabila kelemahan pengaturan dari segi dana ini diperbaiki maka$erforman!e
ondsini dapat digunakan sebagai instrumen e!ekti! untuk men$egah degradasi
lingkungan. Bahkan tidak hanya pada sektor kehutanan dan pertambangan saja,
namun dapat diadopsi pengaturannya pada perusahaan yang bergerak di sektor
lain yang berpotensi me nimbulkan dampak terhadap lingkungan.
A'DAL
15
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
17/22
A'DAL merupakan singkatan dari Analisis 'engenai Dampak Lingkungan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah :o.F 2ahun @@@. A'DAL itu sendiri
dide!inisikan sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting untuk
pengambilankeputusan suatu usaha danCatau kegiatan yang diren$akan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha danCatau kegiatan. Dalam hal ini A'DAL merupakan
salah satu syarat perijinan dimana para pengambil keputusan "ajib
mempertimbangkan hasil studi A'DAL sebelum memberikan ijin usaha atau
kegiatan. Pihakpihak yang terlibat dalam proses A'DAL adalah komisi penilai
A'DAL, pemrakarsa dan masyarakat yang berkepentingan.
%omisi penilai A'DAL ditingkat pusat perkedudukan di %ementerian
Lingkungan #idup. Ditingkat proinsi berkedudukan di bapedalda proinsi, dan
di tingkat kabupa tenCkota berkedudukan di Bapedalda kabupatenCkota.Pemrakarsa adalah orangCbadan hukum yang bertanggung ja"ab atas suatu
ren$ana usaha danCatau kegiatan yang akan dilaksanakan, sedangkan masyarakat
yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses A'DAL.
Apabila di$ermati sebenarnya terdapat kemungkinan adanya unsur subyekti!itas
dalam penentuan kriteriakriteria dampak besar dan penting suatu usahaCkegiatan
tersebut karena yang ber"enang menetapkan adalah %epala /nstansi. #al ini
tentunya berpotensi mengabaikan tujuan utama dari A'DAL sebagai sarana
antisipasi terhadap pen$emaran lingkungan. A'DAL ini hanya sebagai saranaanalisis terhadap potensi pen$emaran tetapi tidak memberikan solusi pendanaan
pemulihan kualitas lingkungan ketika terjadi pen$emaran.
Selain itu, A'DAL merupakan langkah pertama dan hanya dilakukan satu kali
pada saat akan dimulainya kegiatanCdidirikannya suatu usaha tanpa ada kontrol
periodik. :amun, ada kemungkinan usaha yang telah berjalan berkembang
sehingga tidak sesuai lagi dengan A'DAL yang telah dibuat, jika hal ini terjadi
maka sarana audit lingkungan bisa digunakan untuk menilai apakah perkem
bangan dari akti!itas usaha masih sesuai atau tidak dengan A'DAL. ika
terbukti oleh tim audit lingkungan bah"a perkembangan usaha ini menyalahi
A'DAL maka bisa dikenai sanksi baik pen$abutan ijin, sanksi administrasi dan
sanksi pidana. Sampai saat ini belum ada pengaturan yang jelas upaya apa saja
yang dilakukan oleh pemerintah ketika jumlah sanksi berupa denda tidak
men$ukupi untuk pemulihan kualitas lingkungan.
*%L*PL
16
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
18/22
*paya Pengelolaan Lingkungan #idup (*%L) dan *paya Pemantauan
Lingkungan #idup (*PL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung ja"ab danCatau kegiatan yang
tidak "ajib melakukan A'DAL.%e"ajiban *%LC*PL diberlakukan bagi
kegiatan yang tidak di"ajibkan menyusun A'DAL dan dampak kegiatan mudah
dikelola dengan teknologi yang tersedia. Dalam hal ini *%LC*PL merupakan
dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha danCatau kegiatan. Proses dan
prosedur *%LC*PL tidak seperti A'DALl yang menggunakan beberapa
dokumen dalam *%LC*PL hanya menggunakan !ormulir yang berisi identitas
pemrakarsa, ren$ana usaha danCatau kegiatan, dampak lingkungan yang akan
terjadi, program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup serta tanda
tangan dan $ap.
Seperti halnya A'DAL, *%L dan *PL ini belum memberikan solusi tentangmekanisme pendanaan jika terjadi pen$emaran lingkungan dan ini bisa
menimbulkan ketidakpastian bagi upaya pemulihan lingkungan. %etidakjelasan
pendanaan ini bisa dipastikan menghambat upaya perlindungan terhadap
lingkungan. Dana yang dipungut dari *%L dan *PL terkait dengan proses
pengurusan ijin yang masuk dalam kategori pungutan retribusi sehingga dana ini
tidak dapat gunakan untuk menanggulangi pen$emaran lingkungan. Dari sisi
teknologi yang bisa digunakan untuk menanggulangi dampak negati!, yang perlu
mendapat perhatian disini adalah kesiapan daerah masingmasing untuk
menyediakan teknologi penanggulangan pen$emaran yang memadai.
Dari paparan dan analisis diatas dapat diketahui bah"a masih terdapat
kelemahankelemahan yang melekat pada keempat kebijakanCprogram yang saat
ini digunakan di /ndonesia sebagai pengendali perusakan dan pen$emaran
lingkungan terutama yang disebabkan oleh proses produksi yang dilakukan oleh
perusahaanCindustri. %elemahan yang menonjol sebenarnya terdapat dalam
aspek pendanaan untuk pemulihan kualitas lingkungan yang rusak dan
ter$emari. Apabila dibandingkan dengan konsep pajak lingkungan, konsep
tersebut sebenarnya merupakan instrumen yang e!ekti! untuk meminimalisasi
pen$emaran. Bahkan tidak hanya mengurangi pen$emaran, tetapi juga dapatmenekan biaya penanggulangannya. #al ini disebabkan dalam konsep tersebut
melekat (tiga) !ungsi utama pungutan pen$emaran, yaitu optimasi, e!isiensi
dan redistribusi.
Hungsi optimasi menekankan bah"a pen$emar akan membatasi emisi pada
tingkat yang optimal, apabila pungutan pen$emaran ditetapkan pada titik dimana
keuntungan marginal penanggulangan pen$emaran adalah sama dengan ongkos
marginalnya, sedangkan !ungsi e!isiensi menyatakan bah"a dalam pungutan
harus terdapat pemberian insenti! yang memadai dimana nantinya akan berimbas
pada pengurangan emisi oleh pen$emar. Hungsi terakhir yang harus ada pada
17
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
19/22
pungutan pen$emaran adalah !ungsi redistribusi dimana nantinya dana yang
terkumpul melalui pungutan dapat diinestasikan kembali dalam
penanggulangan pen$emaran.
Apabila di$ermati ketiga !ungsi tersebut mensyaratkan penghitungan yang tepatpada pungutan pen$emaran sehingga pungutan tersebut nantinya akan
mendorong tanggung ja"ab dari para pen$emar untuk mengurangi emisi dan
pada akhirnya biaya penanggulangannya akan lebih murah daripada membayar
tuntutan ganti kerugian akibat pen$emaran. Oleh karenanya, pajak lingkungan
yang diusulkan oleh Pemerintah /ndonesia perlu diperhitungkan se$ara tepat
dengan ukuranukuran yang jelas agar men$apai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian, konsep pajak lingkungan tersebut dapat mendorong
akuntabilitas dari pihak industri terhadap dampak lingkungan yang
ditimbulkannya.
:amun demikian yang perlu diingat bah"a pajak lingkungan bukan merupakan
pengatur lingkungan hidup yang utama. Pajak lingkungan dalam pelaksanaannya
selalu dikombinasikan dengan pengendalian langsung (dire!t !ontrol), yaitu
peraturanperaturan tentang pen$emaran. Dalam usulan penerapan konsep pajak
lingkungan tersebut terdapat janji pemerintah untuk menghapus pungutan
pungutan yang sejenis yang terkait dengan kegiatan usaha, lalu lintas barang dan
jasa. Ditengarai terdapat sekitar < jenis pungutan retribusi yang ren$ananya
akan dihapuskan termasuk pemeriksaan A'DAL dan retribusi ijin industri. #al
ini tentunya memberikan angin segar bagi dunia industri dan inestasi karenaapabila janji tersebut benar maka perusahaan yang ada di daerah nantinya hanya
akan terkena satu jenis pungutan saja yaitu pajak lingkungan. #anya saja yang
menjadi pertanyaan bagaimana nantinya dengan bentuk kebijakan lain seperti
5S maupun$erforman!e onds yang sudah diatur tersendiri dan menjadi
ke"ajiban bagi perusahaan tertentu untuk melaksanakannya. Dalam hal ini,
perlu adanya penyisiran terhadap kebijakankebijakan yang mengatur penyisihan
dana perusahaan untuk pengelolaan lingkungan sehingga nantinya doule
!hargesdapat dihindari.
%onsep pajak lingkungan perlu di!ormulasikan dan dirumuskan kembali se$ara
tepat sehingga tidak terkesan hanya untuk memobilisasi penerimaan pajak dalam
rangka meningkatkan pendapatan daerah. Dalam hal pengendalian terhadap
perusakan dan pen$emaran lingkungan yang terjadi saat ini, pemerintah masih
dapat mengandalkan keempat kebijakan yang telah dibahas diatas dengan
penga"asan yang diperketat. Dengan demikian, penyimpanganpenyimpangan
yang terjadi dapat diminimalisir. 4ang lebih penting lagi, pemerintah harus lebih
memperkuat penempatan aspek ekologi dalam setiap kebijakan yang
dikeluarkannya.
18
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
20/22
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan permasalahan dan pembahasan dalam yang dipaparkan
dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, konsep
pajak lingkungan harus memuat se$ara jelas mengenai tujuan, subyek, obyek
dan tari! pajak. Dalam hal ini perlu ada kuali!ikasi atau kriteria yang jelas
terhadap subyek pajaknya dan tidak sematamata menjusti!ikasi hanya terbatas
pada perusahaan tertentu dengan omset tertentu juga. Dari sisi tari!, ukuran
prosentase harus diperjelas kembali agar tidak membebani dunia industri,
sedangkan dari sisi udget earmarking harus diatur se$ara jelas penggunaan
19
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
21/22
hasil uang pajak lingkungan tersebut nantinya agar tidak terjadi o#erla$$ing
dengan penggunaan hasil pajakdan retribusi yang hampir serupa.
Kedua, pada dasarnya, konsep pajak lingkungan tersebut mena"arkan suatu
solusi e!ekti! yang dapat digunakan sebagai instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan. :amun, untuk saat ini masih sepertinya instrumen
perlindungan dan pengelolaan yang dapat diandalkan antara lain 5S,
Performan!e onds, A'DAL dan *%L*PL meskipun sebenarnya ada
kelemahankelemahan yang melekat pada keempat kebijakan tersebut.
20
7/25/2019 Hukum Tata Lingkungan
22/22
Top Related