HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI : PENDIDIKAN,
PENGHASILAN, DAN FASILITAS DENGAN PENCEGAHAN
KOMPLIKASI KRONIS PADA PENYANDANG DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
DIAN LUKMAN HAKIM
J210 144 012
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI : PENDIDIKAN,
PENGHASILAN, DAN FASILITAS DENGAN PENCEGAHAN
KOMPLIKASI KRONIS PADA PENYANDANG DIABETES MELITUS
TIPE 2
DI SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh :
DIAN LUKMAN HAKIM
J210 144 012
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji, oleh :
Dosen Pembimbing
Okti Sri Purwanti.,S.Kep.,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B
NIDN 0018107902
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya bertanggung jawab sepenuhnya.
Surakarta, Juli 2018
Penulis
DIAN LUKMAN HAKIM
J210 144 012
iii
1
HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI : PENDIDIKAN,
PENGHASILAN, DAN FASILITAS DENGAN PENCEGAHAN
KOMPLIKASI KRONIS PADA PENYANDANG DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI SURAKARTA
Abstrak
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang
berkesinambungan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sosial ekonomi dan
pendidikan yang baik akan sangat mendukung dalam pencegahan komplikasi
diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
tingkat sosial ekonomi dengan pencegahan komplikasi kronis pada penderita
diabetes melitus tipe 2 di kota Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian korelatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ialah seluruh penyandang
diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas purwosari kota surakarta yang
berjumlah 156 penyandang. Sample penelitian sebanyak 61 responden yang
diperoleh dengan tehnik proporsional random sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan chi square. Hasil
penelitian menunjukkan kondisi sosial ekonomi pada penyandang diabetes melitus
tipe 2 di Kota Surakarta adalah baik, dan juga memiliki pencegahan kmplikasi
yang baik. Selanjutnya ada hubungan signifikan antara pendidikan, penghasilan,
serta fasilitas dengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta. Peneliti menyarankan
kepada penyandang diabetes melitus, agar selalu mencari informasi mengenai
diabetes melitus, serta upaya-upaya pencegahan komplikasinya.
Kata kunci : sosial ekonomi, pencegahan komplikasi, penyandang DM tipe 2.
Abstract
Diabetes mellitus is a chronic disease that requires ongoing care to prevent
complications. Good socio-economic and education will be very supportive in
preventing complications of diabetes mellitus. The purpose of this study was to
determine the relationship between socioeconomic levels and prevention of
chronic complications in type 2 diabetes mellitus patients in the city of Surakarta.
This research is correlative research with cross sectional approach. The study
population was all people with type 2 diabetes mellitus in the work area of
purwosari puskesmas in Surakarta city which amounted to 156 people. Sample
research was 61 respondents obtained by proportional random sampling
technique. Data collection used a questionnaire, while data analysis used chi
square. The results showed that the socioeconomic conditions of type 2 diabetes
mellitus in Surakarta City were good, and also had a good prevention.
Furthermore there is a significant relationship between education, income, and
facilities with the prevention of chronic complications of type 2 diabetes mellitus
in the Purwosari Puskesmas Work Area of Surakarta City. Researchers
2
recommend that people with diabetes mellitus, in order to always look for
information about diabetes mellitus, as well as efforts to prevent complications.
Keywords: socio-economic, prevention of complications, type 2 diabetes mellitus.
1. PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dengan gangguan
metabolik menahun yang diakibatkan oleh Pankreas karena tidak
memproduksi insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif. Akibatnya, terjadi peningkatan
konsentrasi glukosa yang berada didalam darah atau sering disebut juga
hiperglikemia. Penyakit Diabetes Melitus memliki beberapa kategori yaitu,
Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2, serta tipe gestasional
(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Kejadian diabetes melitus dengan komplikasi di indonesia terjadi sangat
tinggi, dengan menempati urutan ketiga setelah penyakit jantung iskemik dan
cerebrovaskuler yang sangat mematikan di indonesia. Survei tersebut telah
dilakukan dengan sampel meliputi 41.590 kematian sepanjang tahun 2014 di
indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI, 2014). Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke 13 nasional
dengan perkiraan jumlah penduduk yang terdiagnosis dan merasakan gejala
diabetes melitus berkisar 1.6% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2014). Kota Surakarta dan Salatiga menempati urutan yang tertinggi
prevalensi diabetes melitus tipe 2 dengan angka 2,21% (Riskesdes, 2013).
Kasus penyakit diabetes melitus di Surakarta masuk dalam 10 besar pola
penyakit. Pada tahun 2016, kasus diabetes melitus tidak tergantung insulin
ditemukan sebanyak 5.223 (data Puskesmas) dan 35.143 (data Rumah Sakit).
Sedangkan untuk diabetes melitus yang tergantung insulin ditemukan 274
(data Puskesmas) dan 780 (data Rumah Sakit). Jika dihitung prevalensinya
maka diperoleh angka sebesar 7.491 per 100.000 penduduk. Prevalensi pada
tahun 2015 adalah sebesar 5.819 per 100.00 penduduk. Dari pola penyakit
tidak menular menunjukkan bahwa saat ini pola penyakit masyarakat sudah
3
bergeser ke arah pola penyakit degeneratif (Dinas Kesehatan Surakarta,
2016).
Penyakit diabates melitus merupakan penyakit sillent killer, dikarenakan
semua organ tubuh bisa terkena penyakit ini dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Berbagai penyakit yang akan ditimbulkan ialah gangguan
penglihatan mata, katarak, gangguan pada jantung, gangguan fungsi ginjal,
impotensi seksual, sulit sembuhnya sebuah luka atau bahkan
membusuk/gangren, terjadinya infeksi pada paru, gangguan pembuluh darah,
stroke dan lain sebagainya (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan
RI, 2014). Berbagai macam komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh diabetes
melitus tipe 2 tersebut maka diperlukan pencegahan-pencegahan yang tepat
dan sedini mungkin.
Pencegahan diabetes melitus tipe 2 terdapat 3 cara pencegahan, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Upaya
pencegahan atau perawatan tersebut pada penderita diabetes melitus
membutuhkan waktu yang cukup lama dan dapat menelan biaya yang tinggi
bahkan lebih tinggi dari biaya perawatan penyakit non diabetes melitus.
Biaya tersebut dimulai dari biaya rawat inap hingga obat-obatan yang harus
dikonsumsi oleh penderita DM. Obat-obatan terutama insulin dan pengobatan
yang melalui oral lainnya. Pengobatan-pengobatan tersebut bisa memakan
waktu yang lama (Zhang, et.al. 2014).
Pengobatan diabetes melitus, seperti penggunaan obat atau suntik insulin
dan beberapa pengobatan diabetes melitus yang lain sebenarnya sudah banyak
yang di tanggung oleh asuransi kesehatan yang diadakan oleh pemerintah
indonesia yang bernama badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) (BPJS.
2017).
Faktor kerentanan sosial akibat kerawanan pangan, rendahnya status
sosial ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, serta pengetahuan tentang
kesehatan yang buruk merupakan faktor resiko independen pengembangan
penyakit diabetes melitus atau bisa disebut komplikasi diabetes melitus
(Waitmen, 2016).
4
Dilihat dari sudut tingkat sosial ekonominya, pertumbuhan ekonomi kota
surakarta dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi kota surakarta mencapai 5,28% dan
pada tahun 2015 meningkat 0,16% yaitu menjadi 5,44 % dan akan terus
mengalami peningkatan (Pusat Statistik kota Surakarta, 2016).
Menurut kamus besar bahas indonesia (KBBI), sosial ekonomi adalah
kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang
ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan, pendapatan, serta
fasilitas.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, perlunya
pengkajian dan penelitian lebih mendalam untuk megetahui sejauh mana
hubungan antara sosial ekonomi terhadap komplikasi kronik diabetes melitus.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneiliti terdorong untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan tingkat sosial ekonomi : pendidikan,
penghasilan, dan fasilitas dengan pencegahan komplikasi kronis pada
penderita diabetes melitus tipe 2 di Surakarta”.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ialah penelitian korelasi
(correlation study) dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian
yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan
efek, dimana pendekatan atau observasi dilakukan sekaligus dalam suatu
waktu atau point time approach (Pratiknya, 2014).
Populasi dalam penelitian adalah sekelompok subyek atau data dengan
karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2014). Sedangkan populasi
menurut Murti (2011) adalah kumpulan lengkap dari seluruh subjek, individu,
atau elemen lainnya, yang secara implisit akan dipelajari dalam sebuah
penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan ini yang menjadi populasi
adalah seluruh penyandang diabetes melitus tipe 2 yang belum terkena
komplikasi di wilayah kerja puskesmas Purwosari kota Surakarta dengan
populasi penyandang berjumlah 156 orang.
5
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner sosial ekonomi
dan kuesioner pencegahan kmplikasi diabetes melitus tipe 2 yang diberikan
kepada responden dengan cara peneliti mendatangi rumah responden dan juga
mendatangi kumpulan para penyandang diabetes melitus. Kemudian peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta menjelaskan cara mengisi
kuesioner tersebut dan juga membantu responden jika responden memerlukan
bantuan selama proses pengisian kuesioner. Peneliti selanjutnya mengecek
kelengkapan pengisian kuesioner. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan
koding, tabulasi, dan analisa data.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Analisa Univariat
Hasil penelitian dengan analisa univariat ialah sebagai berikut :
a. Karakeristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwosari Kota Surakarta
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) N
1 Umur :
a. < 41 tahun
b. 41 – 50 tahun
c. 51 – 60 tahun
d. 61-70 tahun
e. > 70 tahun
1
7
37
12
4
1,6
11,5
60,7
19,7
6,6
61
2 Jenis Kelamin
a. Laki-kali
b. Perempuan
21
40
34,4
65,6
61
3 Lama DM :
a. < 5 tahun
b.5-10 tahun
c. >10 tahun
30
20
11
55,7
32,8
11,5
61
4 Pekerjaan
a. bekerja
b. tidak bekerja
47
14
77,0
23,0
61
5 Kegiatan prolanis
a. Ikut
b. Tidak ikut
28
33
45,9
54,1
61
6
Berdasarkan tabel 1. di atas menunjukkan sebagian besar responden
dengan umur 51-60 tahun, yaitu sebanyak 37 responden (60,7%).
Responden sebagian besar dengan jenis kelamin perempuan, yaitu
sebanyak yaitu sebanyak 40 responden (65,6%). Responden sebagian
besar dengan lama menderia DM < 5 tahun, yaitu sebanyak yaitu
sebanyak 30 responden (55,7%). Responden sebagian besar dengan
bekerja, yaitu sebanyak yaitu sebanyak 47responden (77,0%) serta
responden sebagian besar dengan tidak ikut kegiatan prolanis, yaitu
sebanyak yaitu sebanyak 33 responden (54,1%).
b. Keadaan Sosial Ekonomi
Tabel 2. Keadaan Sosial Ekonomi Responden di Wilayah Kerja
No Karakteristik Frekuensi Persentase(% N
1 Pendidikan terakhir
a. Pendidikan Tinggi
b. Pendidikan Rendah
12
49
19,7
80,3
61
2 Penghasilan
a. > UMR
b. < UMR
45
16
73,8
26,2
61
3 Faslitas
a. Baik
b. Kurang
36
25
59,0
41,0
61
Berdasarkan tabel 2 di atas pendidikan responden
menunjukkan sebagian besar responden berpendidikan rendah
dengan 80,3% terdiri dari lulus Sekolah Dasar (SD) 26,2%, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebanyak 9,8%, dan Sekolah Menengah
Akhir (SMA) 44,3%, untuk pendidikan tinggi yakni hanya 19,7%.
Sebagian responden berpenghasilan diatas Upah Minimum Regional
(UMR) sebanyak 73,8% dan responden berpenghasilan dibawah
Upah Minimum Regional (UMR) yaitu sebanyak26,2%. Upah
Minimum Regional (UMR) Kota Surakarta ialah Rp.1.600.000.
Responden mempunyai rumah permanen dan memiliki kendaraan
bermotor, yaitu sebanyak 36 responden (59,0%).
7
c. Pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2
Tabel 3. Pencegahan Komplikasi Kronis Diabetes Melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta
No Pencegahan Frekuensi Persentase(%)
1
2
Baik
Kurang
33
28
54,1
45,9
Jumlah 61 100
Berdasarkan tabel 3. di atas menunjukkan sebagian besar
responden pencegahan komplikasi kronis pada penderita diabetes
melitus tipe 2 di kota Surakarta dengn baik, yaitu sebanyak 33
responden (54,1%). Sedikitnya selisih antara baik dan buruknya
dalam pencegahan komplikasi ini, menurut peneliti disebabkan oleh
rendahnya pendidikan responden.
3.1.2 Analisa Bivariat
a. Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan komplikasi kronis diabetes
melitus tipe 2.
Tabel 4. Hubungan antara Pendidikan dengan Pencegahan
Komplikasi Kronis Diabetes Melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta
Pendidikan
Pencegahan
Total
Baik Kurang P OR X2
F % F % f % 0,00 2,33 12,68
Tinggi 12 19,7 0 0 12 19,7
Rendah 21 34,4 28 45,9 49 80,3
Total 33 54,1 28 45,9 61 100
Dari tabel 4. mengetahui hubungan pendidikan dengan
pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Wilayah
Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta menunjukkan responden
dengan pendidikan tinggi (DIII, S1, S2) dari 12 semunya
pencegahannya baik. Responden dengan pendidikan rendah (SD,
8
SMP, SMA) dari 49 sebagian besar pencegahannya kurang yaitu
sebanyak 28 responden. Jadi, semakin rendah pendidikan sesorang
semakin buruk juga pencegahannya terhadap komplikasi diabetes
melitus. Menurut peneliti hasil ini disebabkan oleh kurangnya
responden memperbarui atau bahkan mendapat informasi mengenai
kesehatan khususnya tentang diabetes melitus, bisa juga disebabkan
oleh usia, karena rata-rata responden sudah berusia lanjut.
Hasil penelitian di atas menunjukan nilai chi square (X2) sebesar
12,68 dan nilai X2
tabel untuk df 1 taraf signifikansi 95% sebesar 3,841.
Nilai p value sebesar 0,00 dan nilai Odd ratio (OR) sebesar 2,33.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui p (0,00) < 0 0,05 sehingga Ho
ditolak dan Ha diterima disimpulkan ada hubungan signifikan antara
pendidikan dengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2
di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta.
Nilai Odd ratio (OR) sebesar 2,33 artinya responden yang
mempunyai pendidikan tinggi mempunyai peluang untuk pencegahan
yang baik 2,33 lebih besar dibandingkan dengan responden dengan
pendidikan rendah.
b. Hubungan Penghasilan dengan Pencegahan komplikasi kronis diabetes
melitus tipe 2
Tabel 5. Hubungan Penghasilan dengan Pencegahan Komplikasi
Kronis Diabetes Melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta
Penghasilan
Pencegahan
Total
Baik Kurang P OR X2
F % F % f % 0,007 5,44 7,395
>UMR 29 47,5 16 26,2 45 73,8
< UMR 4 66,6 12 19,7 16 26,2
Total 33 54,1 28 45,9 61 100
9
Distribusi mengetahui hubungan penghasilan dengan pencegahan
komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta menunjukkan responden dengan pendidikan
tinggi dari 45 responden dengan berpenghasilan diatas UMR sebagian
besar pencegahan nya baik yaitu sebanyak 29 responden. Responden
dengan penghasilan dibawah UMR dari 16 dengan sebagian besar
pencegahan nya kurang yaitu sebanyak 12 responden. Hasil ini
membuktikan bahwa semakin tinggi penghasilan responden semakin
tinggi juga tingkat pencegahan komplikasi diabetes melitusnya.
Menurut peneliti hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
responden terhadap diabetes melitus karena disaat responden
melakukan penelitian, banyak responden yang mengungkan kurang
mengerti mengenai penyakit diabetes melitus.
Hasil penelitian di atas menunjukan nilai chi square (X2) sebesar
7,395 dan nilai X2
tabel untuk df 1 taraf signifikansi 95% sebesar 3,841.
Nilai p value sebesar 0,00 dan nilai Odd ratio (OR) sebesar 5,44.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui p (0,007) < 0 0,05 sehingga Ho
ditolak dan Ha diterima disimpulkan ada hubungan signifikan antara
penghasilan dengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe
2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta.
Nilai Odd ratio (OR) sebesar 5,44 artinya responden yang
mempunyai penghasilan diatas UMR mempunyai peluang untuk
pencegahan yang baik 5,44 lebih besar dibandingkan dengan
responden dengan penghasilan dibawah UMR.
10
c. Hubungan Fasilitas dan Tempat tinggal dengan Pencegahan
Tabel 6. Hubungan Fasilitas dengan Pencegahan Komplikasi
Kronis Diabetes Melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta
Fasilitas
Pencegahan
Total
Baik Kurang P OR X2
F % F % F % 0,001 6.69 11,619
Baik 26 42,6 10 16,4 36 59,0
Kurang 7 11,5 18 29,5 25 41,0
Total 33 54,1 28 45,9 61 100
Distribusi mengetahui hubungan fasilitas dan tempat tinggal
dengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta menunjukkan
responden dengan fasilitas baik dari 36 dengan mempunyai fasilitas
baik sebagian besar pencegahan nya baik yaitu sebanyak 26 responden.
Responden dengan fasilitas kurang dari 25 responden sebagian besar
pencegahan nya kurang yaitu sebanyak 18 responden. Hal ini
membuktikan bahwa semakin baik fasilitas yang dimiliki semakin baik
juga pencegahannya. Menurut peneliti hal disebabkan oleh fasilitas-
fasilitas baikyang telah dimiliki oleh responden.
Hasil penelitian di atas menunjukan nilai chi square (X2) sebesar
11,619 dan nilai X2
tabel untuk df 1 taraf signifikansi 95% sebesar
3,841. Nilai p value sebesar 0,001 dan nilai Odd ratio (OR) sebesar
6,69. Berdasarkan hasil tersebut diketahui p (0,00) < 0 0,05 sehingga
Ho ditolak dan Ha diterima disimpulkan ada hubungan signifikan antara
faslitasdengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta.
Nilai Odd ratio (OR) sebesar 6,69 artinya responden yang
mempunyai fasilitas yang baik mempunyai peluang untuk pencegahan
yang baik 6,69 lebih besar dibandingkan dengan responden dengan
fasilitasnya kurang.
11
3.2 Pembahasan
3.2.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden menurut umur menunjukkan sebagian
besar berumur 51 sampai dengan 60 tahun (60,7%). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Nugroho & Purwanti (2010), bahwa responden
terbanyak ialah berumur >51 tahun. Peningkatan umur menyebabkan
seeorang beresiko terhadap peningkatan kejadian diabetes melitus,
orang yang telah memiliki umur 55 tahun ke atas, berkemungkinan
besar menderita diabetes melitus karena saat usia tersebut secara
fisiologis fungsi tubuh menurun atau terjadi penurunan sekresi sehingga
menyebabkan kurang optimalnya tubuh dalam mengendalikan glukosa
(Suyono, 2011).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Kekenusa (2013) yang
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan riwayat hidup
dengan kejadian DM tipe 2, dimana orang yang berumur lebih dari 45
tahun memiliki resiko menderita DM tipe 2 delapan kali lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang belum berusia 45 tahun.
Karakteristik jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden
berjenis perempuan (65,6%). Menurut Fatimah (2015) kejadian DM tipe 2
pada wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki karena wanita secara fisik
memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih tinggi. Jenis
kelamin berhubungan erat dengan kejadian DM tipe 2 di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng (Setyorogo, 2013).
Karakteristik lama DM menunjukkan 5 tahun (55,7%). Lama
menderita diabetes melitus memiliki hubungan dengan pengetahuan
seseorang mengenai pencegahan komplikasi DM (Notoadmojo, 2011).
Pada umumnya responen menderita DM tipe 2 kurang dari 10 tahun (Mier
et.al, 2008).
12
Hasil karakteristik pekerjaan menunjukkan 77 % responden bekerja.
Jenis pekerjaan dapat memicu timbulnya penyakit melalui ada tidaknya
aktivitas fisik didalam pekerjaan, sehingga dapat dikatakan pekerjaan
seseorang mempengeruhi tingkat aktivitas fisiknya (Notoadmojo, 2011).
Aktivitas fisik berhubungan dengan kadar glukosa darah (Anani, 2012).
Buruknya dalam mengontrol kadar gula darah akan bisa mengakibatkan
komplikasi diabetes melitus (Purwanti,et.al, 2016).
Hasil dari karakteristik kegiatan prolanis ternyata menunjukkan bahwa
54,1% responden banyak yang tidak mengikuti kegiatan prolanis.
Perkumpulan diabetes melitus tidak berhubungan signifikan dengan
terjadinya komplikasi DM tipe 2 (Fadhilah, 2016). Paguyuban sehat
kencing manis atau perkumpulan para penyadang diabetes melitus tidak
berpengaruh terhadap pengendalian gula darah sewaktu (Satyabakti,
2013).
3.2.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penyandang Diabetes Melitus tipe 2 di Kota
Surakarta
Hasil peenelitian menunjukkan pendidikan responden sebagian
besar responden berpendidikan rendah dengan 80,3% terdiri dari lulus
Sekolah Dasar (SD) 26,2%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak
9,8%, dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) 44,3%, untuk pendidikan
tinggi yakni hanya 19,7%. Sebagian responden berpenghasilan diatas
Upah Minimum Regional (UMR) sebanyak 73,8% dan responden
berpenghasilan dibawah Upah Minimum Regional (UMR) yaitu
sebanyak 26,2%. Upah Minimum Regional (UMR) Kota Surakarta ialah
Rp.1.600.000. Responden mempunyai rumah permanen dan memiliki
kendaraan bermotor, yaitu sebanyak 36 responden (59,0%). Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial ekonomi penydang diabetes
melitus tipe 2 di Kota Surakrta ialah baik. Hal ini selaras dengan hasil
13
penelitian Edriani (2012) yang menunjukkan kondisi sosial ekonomi
pada penyandang diabetes adalah baik.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dari Nezhad (2008) yang
menghasilkan bahwa kondisi sosial ekonomi pada penyandang diabetes
melitus ialah kurang. Sosial ekonomi pada penderita diabetes melitus
sangat kurang baik karena banyaknya pengeluaran untuk berobat
(Kanjilal, 2008).
3.2.3 Pencegahan Komplikasi Kronis Diabetes Melitus tipe 2 di Kota
Surakarta
Hasil penelitian mengenai pencegahan komplikasi kronis diabetes
melitus tipe 2 di Kota Surakarta menunjukkan persentase 54,1%
responden dengan pencegahan baik dan 45,9% dengan pencegahan
kurang. Baiknya pencegahan komplikasi diabetes melitus di Kota
Surakarta ialah faktor banyaknya responden dengan berpendidikan tinggi
dengan presentase 64%.
Hasil ini selaras dengan hasil penelitian dari Basri (2016) ada
hubungan antara pengetahuan/pendidikan dengan kejadian komplikasi
diabetes melitus. Pendidikan atau pengetahuan mengenai diabetes
melitus amat lah penting karena jika setiap penyandang memiliki
pengetahuan tersebut, maka pasien akan dengan mudah mencegah
terjadinya komlikasi (Sumarji, 2009).
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Edriani (2012) bahwa
dalam hasil penelitian nya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan Diabetes melitus. Pendidikan tidak
secara signifikan meningkatkan kontrol glikemik (Duke, 2009).
3.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Pencegahan Komplikasi Kronis
Diabetes Melitus Tipe 2
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan pendidikan tinggi
sebagian besar pencegahannya baik dan responden dengan pendidikan
14
rendah sebagian besar pencegahannya. Hal ini menunjukkan semakin
tinggi tingkat pendidikan menaikkan kesadaran untuk pencegahan
komplikasi kronis pada penderita diabetes melitus tipe 2. Hal ini
memberikan bukti tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku sehat
dalam mencegah diabetes.
Meningkatnya tingkat pendidikan akan meningkatkan kesadaran untuk
hidup sehat dan memperhatikan gaya hidup dan pola makan. Pada individu
yang pendidikan rendah mempunyai risiko kurang memperhatikan gaya
hidup dan pola makan serta apa yang harus dilakukan dalam mencegah
DM (Notoadmodjo, 2011). Hal ini juga didukunga oleh penelitian Falea, et
al (2014) faktor pendidikan berpengaruh pada kejadian dan pencegahan
diabetes.
Hasil penelitian membuktikan p (0,00) < 0 0,05 artinya ada hubungan
signifikan antara pendidikan dengan pencegahan komplikasi kronis
diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota
Surakarta. Nilai Odd ratio (OR) sebesar 13,05 artinya responden yang
mempunyai pendidikan tinggi (SMA ke atas) mempunyai peluang untuk
pencegahan yang baik 13,05 lebih besar dibandingkan dengan responden
dengan pendidikan rendah.
Hal ini membuktikan faktor pendidikan mempunyai pengaruh kuat
terhadap pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2. Hal ini
diperkuat beberapa penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM. Penelitian yang
dilakukan Mongisidi (2014) menunjukkan proporsi populasi yang
mengalami DM di Indonesia sebagian besar ada pada orang dengan
pendidikan sekolah menengah (26%). Pendidikan rendah dan menengah
lebih bersifat protektif dibandingkan dengan latar belakang pendidikan
tinggi. Pendidikan rendah memiliki risiko 1,43 kali lebih tinggi dibanding
pendidikan tinggi (Nainggolan et al, 2013). Semakin tinggi pendidikan
15
seseorang maka semakin tinggi juga kemampuannya menyerap informasi
tentang kesehatan dan meningkatkan pencegahan dari diabetes serta
meningkatkan daya deteksi terhadap kejadian diabetes (Cai Le, 2011).
Hal ini berbeda dengan penelitian dari Allorerung (2016) yang
mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan
pencegahan komplikasi DM tipe 2. Kejadian ini juga serupa dengan
penelitian yang dilakukan di Manado,penelitian dengan menggunakan
metode study case control yang memperoleh hasil bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penykit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado (Mamangkey, 2014).
3.2.5 Hubungan Penghasilan dengan Pencegahan Komplikasi Kronis
Diabetes Melitus tipe 2
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan pendidikan tinggi
dari 45 responden dengan penghasilan diatas UMR sebagian besar
pencegahannya baik yaitu sebanyak 29 responden. Responden dengan
penghasilan dibawah UMR dari 16 sebagian besar pencegahannya
kurang yaitu sebanyak 12 responden. Hal ini membuktikan semakin
tinggi penghasilan meningkat kesadaran dalam dengan pencegahan
komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2. Pendapatan yang rendah,
tingkat pendidikan yang kurang, berhubungan secara bermakna dengan
kualitas hidup serta pencegahan komplikasi pada penderita diabetes
melitus (Baiyewu, 2009).
Hasil penelitian p (0,007) < 0 0,05 artinya ada hubungan
signifikan antara penghasilan dengan pencegahan komplikasi kronis
diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota
Surakarta. Nilai Odd ratio (OR) sebesar 5,44 artinya responden yang
mempunyai penghasilan diatas UMR mempunyai peluang untuk
pencegahan yang baik 5,44 lebih besar dibandingkan dengan responden
16
dengan penghasilan dibawah UMR. Hal ini menegaskan faktor
pendapatan atau penghasilan mempunyai pengaruh besar terhadap
pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2. Hal ini sesuai
dengan penelitian Fajrunni’mah, at al; (2017) dengan hasil faktor
ekonomi merupakan faktor pendukung pemantauan kadarglukosa darah
dalam hasil penelitian ini. Fakta yang sama ditunjukkan dalam penelitian
oleh Amelia, et al (2014) hasil penelitian menunjukkan 76,4% penderita
DM, sosial ekonomi yang tinggi memiliki kebiasaan budaya dalam
pencegahan komplikasi untuk penderita DM. Penelitian ini menunjukkan
tingkat pasien pendapatannya tinggi, lebihmudah untuk membeli
makanan sesuai diet diabetes. Perubahan pola penyakit di negara-negara
berkembang khususnya di Indonesia dianggap ada hubungannya dengan
cara hidup yang berubah sesuai dengan bertambahnya kemakmuran yang
bercermin dalam pendapatan perkapita Indonesia. Hal yang sama
dijelaskan oleh Aggarwal, et al (2015) dalam penelitian tentang
pencegahan dan manajemen diabetes menjelaskan faktor sosial ekonomi
khususnya pendapatan sangat penting pengaruhnya terhadap manajemen
pencegahan diabetes. Pendapatan berkaitan dengan kemampuan dalam
melakukan pemeriksaan, penyediaan makanan dan pengobatan. Dalam
penelitian ini upaya terobosan untuk memberikan pelayanan secara gratis
diharapkan dapat meningkat kan pencegahan dan kualitas hidup dari
penderita diabetes.
Hal berbeda ditunjukkan dari hasil penelitian dari Harahap (2010)
yang memperoleh hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pendapatan dengan pencegahan komplikasi diabetes melitus di
Puskesmas Sering Medan. Selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sari (2017),bahwa pendapatan/penghasilan tidak berhubungan
signifikan dengan pencegahan komplikasi. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada hubungan antara pendapatan dengan pencegahan
diabetes melitus (Edriani, 2012).
17
3.2.6 Hubungan Fasilitas dengan Pencegahan Komplikasi Kronis Diabetes
Melitus tipe 2
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan fasilitas baik dari
36 dengan mempunyai fasilitas baik sebagian besar pencegahannya baik
yaitu sebanyak 26 responden. Responden dengan fasilitas kurang dari 25
responden sebagian besar pencegahannya kurang yaitu sebanyak 18
responden. Hal ini membuktikan responden yang mempunyai fasilitas
baik dapat meningkatkan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus
tipe 2. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Salim (2017) fasilitas
khusus dalam hal ini fasilitas yang dimiliki, dan fasilitas lain menaikkan
kemampuan dalam pencegahan. Karena dengan adanya fasilitas yang
baik serperti alat transportasi yang memadai akan memudahkan dalam
melakukan pemeriksaan secara berkala ataupun jika sewaktu-waktu harus
berobat tanpa bergantung pada orang lain.
Hasil penelitian p (0,00) < 0 0,05 artinya ada hubungan signifikan
antara faslitas dengan pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus
tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta. Nilai Odd
ratio (OR) sebesar 6,69 artinya responden yang mempunyai fasilitas
yang baik mempunyai peluang untuk pencegahan yang baik 6,69 lebih
besar dibandingkan dengan responden dengan fasilitasnya kurang.
Hal ini membuktikan fasilitas mempunyai hubungan yang sangat
kuat terhadap pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2.
Faktor terakhir yang mendukung pemantauan glukosa darah adalah
fasilitas-fasilitas kesehatan serta akses terhadap pelayanan kesehatan.
Akses dalam hal ini ialah ketersediaan sarana yang mendukung untuk
mobilitas yang berkaitan dengan jarak tempuh dengan fasilitas kesehatan.
Akses yang cukup dekat dengan fasilitas kesehatan akan membuat
partisipan melakukan pemantauan glukosa darah dengan rutin
(Fajrunni’mah, at al, 2017).
18
Fakta berbeda dari hasil penelitian Tavasoli (2013) bahwa tempat
tinggal tidak berhubungan dengan pencegahan komplikasi. Lingkungan
serta fasilitas tidak berhubungan secara signifikan dengan pencegahan
komplikasi diabetes melitus (Meydani, 2011).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
4.1.1 Karakteristik responden penyandang diabetes melitus di Kota
Surakarta ialah responden rata-rata berumur 51-60 tahun, responden
terbanyak ialah berjenis kelamin Perempuan, sebagian banyak
menderita DM selama <5 tahun, sebagian besar responden bekerja, dan
responden banyak yang tidak mengikuti kegiatan prolanis.
4.1.2 Kondisi sosial ekonomi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kota Surakarta adalah baik.
4.1.3 Pencegahan komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Kota
Surakarta ialah baik.
4.1.4 Ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan pencegahan
komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta.
4.1.5 Ada hubungan signifikan antara penghasilan dengan pencegahan
komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta.
4.1.6 Ada hubungan signifikan antara faslitas dengan pencegahan
komplikasi kronis diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Kota Surakarta.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini memberikan tambahan data kepada petugas
kesehatan setempat mengenai kondisi sosial ekonomi pada penyandang
DM. Petugas kesehatan setempat hendaknya senantiasa memberikan
19
arahan dan pendidikan kesehatan terhadap penyandang diabetes melitus
demi mencegah terjadinya komplikasi.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat menambah data ilmiah serta kajian ilmiah
yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat terutama studi prevalensi
kejadian diabetes mellitus.
4.2.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini memberikan pengalaman langsung terhadap
praktik ilmu keperawatan khususnya berkaitan dengan kesehatan
masyarakat, khususnya perilaku masyarakat dalam pencegahan
komplikasi kronis pada penderita diabetes melitus tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, A. (2016). Hubungan antara Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat
Pendidikan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016.
http:/medkesfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2016/11/JURNAL-
Desy-L-Allorerung.pdf. diakse 25 juni 2018.
Amelia, M. (2014). Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi keluarga untuk
memberikan dukungan kepada klien diabetes melitus dalam menjalani
diet. JOM PSIK vol. 1 No.2. Oktober 2014.
Anani, S. (2012). Hubungan antara perilaku pengendalian diabetes kadar glukosa
darah pasien rawat jalan diabetes melitus (Studi Kasus di RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebin). Medicine jorunal Indonesia. Vol.20
No.4:466-478.
Aggarwal, B.(2015) Diabetes Preventionand Management.North Carolina’s
Guide to Diabetes Prevention and Management 2015–2020.
Badan Pusat Statistik Surakara. (2015). Statistik Kota Surakarta tahun 2015.
Surakarta : Author.
20
Basri, H. Wulandini, P. & Saputra, R. (2016). Hubungan Pengetahuan Penderita
Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Luka Diabetes Melitus di Ruang
Penyakit dalam RSUD.Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kesehatan. DIII
Keperawatan Universitas Abdurrab.
BPJS, B. (2017). Daftar obat diabetes yang ditanggung BPJS KESEHATAN.
http://www.beritabpjs.com/2016/08/daftar-obat-diabetes-yang-
ditanggung.html
Cai Le, Dong Jun, ShuZhankun, Lu Yichun and Tao Jie. (2011). Socioeconomic
Differences In Diabetes Prevalence, Awareness, and Treatment In Rural
Southwest China. Tropical Medicine and International Health volume 16
no 9 pp 1070–1076 september 2011.
Dinas Kesehatan Kota Surakarta. (2016). Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun
2016. Surakarta : Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Duke. (2009). Individual Patient Education for People with Type 2 Diabetes
Mellitus. Australian Health Policy Institute. Sidney.
Edriani, A. (2012). Hubungan Faktor Sosial Ekonomi & Faktor yang Tidak &
Bisa Dimodifikasi Terhadap Diabetes Mellitus pada Lansia & Prelansia
Di Kelurahan Depok Jaya, Depok, Jawa Barat tahun 2012.
Fadhilah, M. (2016). Gambaran Tingkat Risiko dan Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Buaran Serpong.
Journal Kedokteran Yarsi. Tangerang: Universitas Syarif Hdayatullah.
Fatimah. (2015). Asuhan Keperawatan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka sarwono
Prawiraharjo.
Fajrunni’mah, R.(2017).Faktor Pendukung dan Penghambat Penderita Diabetes
Melitus dalam Melakukan Pemeriksaan Glukosa Darah. Bekasi :
Politeknik Kesehatan Kementrian Kementrian Kesehatan Jakarta III.
Feleaa, M.G, Covrigb,M., Mirceab, and Naghib. (2014). Socioeconomic Status
and Risk of Type 2 Diabetes Mellitus amongan Elderly Group Population
in Romania.Procedia Economics and Finance 10 ( 2014 ) 61 – 67.
21
Harahap, E.R. (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes
Melitus (DM) dengan Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus di Puskesmas
Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Heng Zhang. Xin Yuan. Ruben, L. J. Dejing Meng. Huawei Gao. Shiju zhang.
Shengshou Hu. (2014). Influence of Diabetes Mellitus on Long-Term
Clinical and Economic Outcomes After Coronary Artery Bypass Grafting.
Chinese Academy of Medical Sciences and Peking Union Medical
College, Beijing, China; and Department of Cardio-Thoracic Surgery,
Erasmus University Medical Center, Rotterdam, Netherlands.
Issa, B. A., and Baiyewu, O. (2009). Quality of Life of Patints with Diabetes
Mellitus in a Nigerian Teaching Hospital. Hongkong J Psychiatry, 16 :
p.27-33.
KBBI, (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at:
http://kbbi.web.id/rehabilitasi [Diakses 21 Januari 2018].
Kanjilal. (2008). Socio-economic status and incidence of type 2 diabetes mellitus.
American journal of Epidemology.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDES. Jakarta : Kemenkes
RI.
Kekenusa, J. (2013). Analisis hubungan antara umur dan riwayat keluarga
menderita Diabetes Melitus dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado. Journal Kesehatan. Manado : Universitas Sam
Ratulangi.
Mamangkey. (2014). Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Riwayat Keluarga
Menderita DM tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di Polklinik Penyakit
Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Journal Kesehatan.
Manado: Universitas Sam Ratulangi.
22
Meydani, P.Y. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Upaya
Pencegahan Komplikasi DM oleh Pasien DM di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP DR M. Djamil Padang. Journal Kesehatan.
Padang: Universitas Andalas.
Mier, N., Bocanegra-Alonso, A., Zhan, D., Zuniga, M. A., & Acosta, R. I. (2008).
Health-related quality of life in a binational population with diabetes at the
Texas-Mexico border. Revista Panamericana de Salud Publica, 23(3),
154-163.
Murti, B. (2011). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Mongisdi, G. (2012). Hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian
diabetes melitus tipe 2 di poliklinik interna blu RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Manado : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sam Ratulangi
Nainggolan. (2013). “Hubungan Mobilisasi Dini dengan Lamanya Penyembuhan
Luka Pasca Operasi Appendiktomi di ZAAL C Rumah Sakit HKBP Balige
Tahun 2013”. Dalam Jurnal Keperawatan HKBP Balige, Vo. 1, No. 2.
Nezhad. (2008). Prevalence of type 2 diabetes mellitus in Iran and its relationship
with gender, urbanisation, education, marital status and occupation.
Singapore : Med J.
Notoatmodjo, S.(2011). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nugroho, S.A. & Purwanti, S.P. (2010). Hubungan antara Tingkat Stress dengan
Kadar Gula Darah pada Pdiabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Kesehatan. Vol 03 No. 1.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/3642
Pusat Data & Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014). Waspada Diabetes Eat
Well Live Well. Jakarta: Author.
23
Pukesmas Purwosari. (2017). Data Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Tanpa
Komplikasi tahun 2017. Surakarta: Puskesmas Purwosari.
Purwanti, O.S. Yetti, K. Herawati, T. Sudaryanto, A. & Daryani, (2016, May).
Study on the Relationship between Blood Glucose Control and Diabetic
Foot Ulcers at Dr. Moewardi Hospital of Surakarta. Paper presented at the
meeting ISETH 2016 (The 2nd International Confrence on Science,
Technology, and Humanity).
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/7488
Pratiknya, A. W. (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sari, H.N. (2017). Hubungan Karakteristik Demografi dengan Self-Care Diabetes
Melitus pada pasien Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan.
Journal Kesehatan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Satyabakti, P. (2013). Pengaruh Partisipasi dalam Paguyuban Sehat Kencing
Manis bagi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Journal Berkala
Epidemiologi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Salim, A. (2017). Asuransi dan Manajemen Resiko. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sastroasmoro, S, & Ismael, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi Kelima. Jakarta: Sagung Sato.
Styorogo, S. (2013). Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan. 5(1); pp.6-11.
Suyono, S. (201). Penatalaksanaan DM terpadu Patofisiologi DM (Ed.2). Jakarta
: FKUI.
Sumarji, S. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta : Rineka Cipta.
Tavasoli, E. Tol, A. Sharifirad, G. Shojaezadeh, D. Azadbakht, L. (2017). Socio-
economic factors and diabetes consequences among patients with type 2
diabetes. Department of Health Education and Promotion, School of
Top Related