HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR
PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA
KRISTEN 2 BINSUS TOMOHON
OLEH
JULIA VERONICA SUBAN
802012079
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Julia Veronica Suban
Nim : 802012079
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality
freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS X DAN XI
SMA KRISTEN 2 BINSUS TOMOHON
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak
menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 30 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Julia Veronica Suban
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Julia Veronica Suban
Nim : 802012079
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS X DAN XI
SMA KRISTEN 2 BINSUS TOMOHON
Yang dibimbing oleh:
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 30 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,
Julia Veronica Suban
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS X DAN XI
SMA KRISTEN 2 BINSUS TOMOHON
Oleh
Julia Veronica Suban
802012079
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 30 Agustus 2016ptemb2015
Oleh:
Pembimbing,
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih MS.
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR
PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA
KRISTEN 2 BINSUS TOMOHON
Julia Veronica Suban
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan antara kecerdasan emosional
dan pengambilan keputusan karir pada siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus
Tomohon. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Partisipan pada penelitian ini
adalah 110 siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Skala pertama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan emosional berdasarakan teori
Goleman (1995) yang disusun oleh Klau (2007) dan Career Decision-making Difficulties
Questionnaire (CDDQ) disusun Gati (2011). Analisis data menggunakan teknik uji korelasi
Pearson Product Moment dengan r = 0,398 dan nilai signifikansi sebesar 0,0000 (
ii
Abstract
The purpose of this research was to describe the correlation between emotional intelligence
and career decision-making of SMA Kristen 2 Binsus Tomohon students grade X and XI. This
study uses a quantitative method. Participants in this research were 110 of SMA Kristen 2
Binsus Tomohon students grade X and XI. The first scale used Goleman (1995) emotional
intelligence scale compiled by Klau (2007) and Career Decision-making Difficulties
Questionnaire (CDDQ) arranged by Gati (2011). Data were analyzed using Pearson Product
Moment Correlation test with r = 0.398 (39.8%) and the significant value 0.0000 (
1
PENDAHULUAN
Alternatif pendidikan yang ditawarkan untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas di antaranya adalah sekolah berasrama (Zakiyah, Hidayat, Setiawan 2010).
Sekolah berasrama (boarding school) menurut Bamford (dalam Rasyid, 2013) adalah sekolah
yang di dalamnya terdapat berbagai fasilitas penginapan yang disediakan untuk siswanya dan
fasilitas tersebut dalam lokasi yang berdekatan dengan fasilitas sekolah. Sebagian orang tua
memilih melanjutkan pendidikan ke sekolah berasrama yang memadukan kurikulum umum
dan kurikulum keagamaan karena keinginan membekali anak dengan pendidikan agama
sehingga anak memiliki kesiapan menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akan datang
(Maslihah, 2011).
Menurut Bamford (dalam Rasyid, 2013) di sekolah berasrama, siswa-siswi tidur,
makan dan bekerja atau melakukan aktivitas dekat dengan lingkungan sekolah. Sehingga
sekolah berasrama dianggap aman karena siswa berasrama tidak tinggal terlalu jauh dari
sekolahnya. Kehadiran sekolah berasrama memiliki beberapa manfaat. Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan tim boarding school review tahun 2007 (Rasyid, 2013) sekolah
berasrama dapat memudahkan guru-guru untuk mengawasi dan berhubungan dengan siswa,
siswa belajar untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung-jawab pada dirinya sendiri,
belajar beradaptasi dengan lingkungan barunya, memiliki pola persahabatan yang lebih erat,
memiliki jangkauan teman yang lebih luas dari berbagai daerah, dan saat lulus siswa merasa
bangga karena menjadi bagian dari komunitas yang langka.
Siswa yang masuk sekolah berasrama dihadapkan pada situasi perpisahan dengan
orang tua. Kemudian diperhadapkan pada transisi lingkungan dan peraturan-peraturan di
sekolah dan asrama. Bertemu dengan orang-orang baru baik sesama siswa, guru-guru,
pengurus asrama (Maslihah, 2011). Sementara itu, siswa SMA berada pada usia 15-18 tahun
2
dan berada pada tahap perkembangan remaja. Masa remaja merupakan masa bagi individu
untuk mulai membuat keputusan karir (Bardick, Bernes, Magnusson, & Witko, 2006; Creed,
Patto, & Pridaux, 2006). Fokus utama dari tahapan eksplorasi adalah menggali berbagai
informasi diri serta bidang karir sebagai dasar menentukan pilihan karir tertentu. Eksplorasi
karir yang dimaksud termasuk memilih sekolah lanjutan yang sejalan dengan karir yang akan
ditekuni individu (Super dalam Savickas, 2002). Masa eksplorasi karir ini dapat menjadi
masa yang sulit bagi sejumlah remaja. Tidak semua remaja dapat mengambil keputusan
dengan mudah (Creed dkk 2006; Argyropoulou, Sidiropoulou-Dimakakao, & Besevegis,
2007; Hirschi & Lage, 2007).
Data konseling tim konselor detection pada bulan September-Oktober 2013
menunjukkan bahwa 164 siswa kelas XII dari berbagai SMA di Yogyakarta mengalami
kebimbangan dan kesulitan dalam menetapkan pilihan program studi yang sesuai dengan diri
mereka. Salah satu penyebabnya adalah siswa merasa belum yakin dengan pilihannya.
Temuan ini menjadi indikasi awal adanya permasalahan karir pada siswa SMA. Hasil
wawancara terhadap 15 siswa kelas XII menunjukkan bahwa 10 orang dari mereka merasa
ragu dalam menentukan pilihan program studi. Akibatnya, mereka belum dapat memutuskan
program studi yang akan ditempuh. Dalam survei terhadap 157 siswa kelas XI dari tiga SMA
wilayah Yogyakarta pada tanggal 24-28 Februari 2014. Hasilnya, terdapat 43% siswa yang
belum yakin dan masih bingung dengan pilihan program studi di perguruan tinggi.
Selanjutnya wawancara kepada 2 siswa kelas XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon pada
tanggal 13 Juni 2016 mengatakan bahwa mereka telah memiliki beberapa pilihan namun
masih bingung dalam memilih dan ragu apakah akan diterima di jurusan yang mereka pilih.
Wawancara kepada seorang siswa kelas X mengatakan bahwa belum menentukan pilihan
sama sekali karena masih memikirkan akan masuk jurusan ilmu alam atau ilmu sosial saat
naik ke kelas XI. Dari berbagai temuan tersebut tampak jelas adanya permasalahan
3
pengambian keputusan karir dalam hal ini sekolah lanjutan yang sejalan dengan karir yang
akan ditekuni siswa kelas XI dan XII dalam memilih program studi perguruan tinggi
(Ardiyanti, Alsa 2015).
Super (dalam Tuti, Tjahjono dan Kartika, 2006) menyatakan bahwa pengambilan
keputusan karir adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pikirannya untuk
membuat perencanaan karir. Peter M. Blau (dalam Sukardi, 1987) mengungkapkan bahwa
pembuatan atau pengambilan keputusan karir pada intinya merupakan penentuan pilihan.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan putusan terhadap
pilihan karir studi yaitu fakor dari dalam individu dan faktor dari luar individu, antara lain:
(a) Faktor-faktor yang bersumber pada diri individu, yaitu: kemampuan intelegensi,
kepribadian, prestasi, aspirasi dan pengetahuan sekolah, serta pengetahuan tentang dunia
kerja; (b) Faktor-faktor sosial, yaitu: jenis pekerjaan dan penghasilan orang tua, pendidikan
tertinggi orang tua, status sosial ekonomi keluarga, harapan orang tua terhadap pendidikan
anak, pekerjaan yang didambakan dan dicita-citakan orangtua terhadap anaknya (Sukardi,
1987). Selain itu pengambilan keputusan karir dipengaruhi oleh emosi (Di Fabio, 2012;
Emmerling & Cherniss, 2003).
Menurut Young, Valach dan Collin (1996) peran emosi dalam konstruksi karir
dipahami dengan mengingat pendekatan teori tindakan yang menyatakan bahwa karir
dibangun melalui tindakan sehari-hari. Di Fabio (2012) berpendapat bahwa emosi terkait
dengan tujuan, proyek dan kebutuhan setiap individu. Kaitan emosi yang sesuai dengan
alasan pendukung pentingnya emosi dalam konstruksi karir yaitu emosi memotivasi tindakan,
mengatur dan mengizinkan akses untuk mengembangkan narasi tentang jalur karir yang
dipilih (Young dkk 1996). Young dan Valach (1996) berpendapat bahwa pengembangan karir
berkaitan dengan emosi untuk itu kesadaran emosi seseorang adalah penting untuk
membangun jalur karir seseorang. Untuk mendukung pentingnya emosi dalam pengabilan
4
keputusan karir Cooper (1997) berpendapat bahwa mereka yang percaya pada perasaan dan
mereka yang dipandu oleh perasaan memiliki jalur karir yang lebih sukses. Menurut Di Fabio
(2012) kecerdasan emosi merupakan variabel penting dalam pengambilan keputusan karir.
Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Orang dengan kecerdasan
emosional yang tinggi umunya memiliki kapasitas yang lebih besar untuk mengintegrasikan
pengalaman emosional dengan pikiran dan tindakan mereka (Emmerling & Cherniss, 2003).
Emmerling dan Cherniss menekankan peran kunci kecerdasan emosional dalam proses
eksplorasi karir dan pengambilan keputusan karir. Brown (2003) menyatakan bahwa individu
dengan kecerdasan emosional yang lebih tinggi dipercaya memiliki kemampuan untuk
menghadai tugas-tugas yang berhubungan dengan pengambilan keputusan karir. Emmerling
dan Cherniss (2003) berpendapat bahwa orang-orang dengan kecerdasan emosional tinggi
lebih menyadari kepentingan mereka sendiri dan nilai-nilai profesional dan mereka dapat
menyampaikan hal ini dalam konseling karir. Di Fabio (2012) percaya bahwa orang-orang
tersebut lebih mampu mengelola respon emosional mereka sendiri untuk pengambilan
keputusan karir. Emmerling dan Cherniss (2003) menyimpulkan bahwa orang-orang yang
lebih mampu memahami dan mengelola emosi mereka sendiri mungkin juga akan lebih
mampu memprediksi konsekuensi emosional dari pilihan karir yang potensial dan
menghindari pekerjaan yang sepertinya tidak menyenangkan. Sebaliknya, mereka akan
memilih karir yang akan membawa mereka bekerja lebih baik dan mendapat kepuasan hidup.
Oleh karena itu kecerdasan emosional adalah variabel yang sangat menjanjikan untuk
memahami proses pengambilan keputusan karir yang lebih baik.
5
Dalam penelitian yang dilakukan Afzal, Atta dan Sultan (2013) menyatakan bahwa
ada hubungan postitif antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir pada
mahasiswa Pakistan yang belum lulus. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan Di Fabio
dan Kenny (2012) tentang hubungan kecerdasan emosional dan gaya pengambilan keputusan
karir menyatakan kecerdasan emosional berdasarkan alat ukur ability-based tidak memiliki
hubungan dengan pengambilan keputusan karir.
Berdasaran paparan yang telah diuraikan penulis tertarik meneliti hubungan
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir pada karakteristik subjek yang
berbeda yaitu siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon yang merupakan
sekolah berasrama. Siswa di SMA Kristen 2 Binsus Tomohon dari tahun pertama sampai
tahun ketiga diwajibkan tinggal di asrama. Dengan berbagai peraturan yang ditetapkan mulai
dari rutinitas tiap hari, teman dalam kamar tidur di asrama, potongan rambut dan busana.
Siswa di sekolah ini juga ditanamkan nilai-nilai agama yang kuat.
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan positif antara
kecerdasan emosional dan pengambilan keputuan karir pada siswa berasrama. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan pengambilan
keputusan karir pada siswa berasrama. Manfaat penelitian secara teoritis diharapkan dari hasil
penelitian ini dapat memberikan masukkan yang bermanfaat dan memberikan pengetahuan
baru tentang hubungan antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir pada
siswa. Secara praktis diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para siswa tentang
pentingnya pengambilan keputusan karir dalam hal ini memilih jurusan di perguruan tinggi.
Juga diharapkan dapat menambah wawasan bagi guru maupun orang tua tentang pentingnya
mendorong siswa untuk mampu menentukan pengambilan keputusan karir.
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengambilan Keputusan Karir
Menurut Conger (1991) pengambilan keputusan karir adalah usaha menemukan dan
melakukan pilihan diantara berbagai kemungkinan yang timbul dalam proses pemilihan karir.
Menurut Conger (1991) aspek-aspek pengambilan keputusan karir yaitu : (a)
pengetahuan mengenai karir, sejauh mana pengetahuan seseorang tentang dunia kerja
meliputi juga pengetahuan mengenai tren dunia kerja, sikap maupun kesempatan kerja. (b)
Pemahaman diri, kemampuan seseorang tersebut dalam menilai kekuatan dan kelemahan
yang ada dalam dirinya, kemampuan seseorang tersebut dalam menilai kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam dirinya unuk mencapai pengambilan keputusan karir. (c)
Kecocokan pilihan karir dengan diri, kemampuan seseorang dalam membuat pilihan
pekerjaan yang paling sesuai dan terbaik bagi dirinya. (d) Minat, pengambilan keputusan
keinginan dalam memilih karir untuk mengembangkan hidup di masa depan. (e) Proses
membuat keputusan, perubahan yang diambil untuk menghasilkan dan menetukan
pengambilan keputusan karir. (d) Masalah interpersonal, seseorang harus memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan karir yang dalam hal ini adalah pekerjaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karir menurut Basori
(2004), terdiri dari dua faktor yakni faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi,
antara lain tipe kepribadian dan ciri-ciri sifat yang menonjol, bakat atau kemampuan bidang
akademis, bakat atau kemampuan bidang non akademis, minat terhadap suatu
jabatan/pekerjaan, nilai kehidupan pribadi, hobi dan kesenangan. Faktor lingkungan, antara
lain nilai-nilai kehidupan masyarakat, keadaan ekonomi keluarga/orang tua,
kebutuhan/prospek lapangan pekerjaan yang terkait, kesempatan mendapatkan peluang suatu
jabatan/pekerjaan. Selain itu Afzal, Atta dan Sultan (2013) melaporkan dari hasil
7
penelitiannya bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan
karir. Dikemukakan juga oleh Selain itu pengambilan keputusan karir dipengaruhi oleh emosi
(Di Fabio, 2012; Emmerling & Cherniss, 2003). Penelitian Brown dkk menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional adalah prediktor kuat dari pengambilan keputusan karir ( Brown dkk,
2003;. Di Fabio & Saklofske 2014; Jiang, 2014), sebagai elemen inti pengambilan keputusan
karir dan proses konseling (Bullock-Yowell, Andrews, McConnell, & Campbell, 2012; B. Y.
Choi dkk, 2013.; Lent, Brown, & Hackett, 1994).
B. Kecerdasan Emosi
Goleman (2009) mendefinisikan kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi
yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika
menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu
mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah
kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial
yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang
lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan
akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. .
Goleman (2009) merinci aspek-aspek kecerdasan emosi yaitu pertama mengenali
emosi diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu
ke waktu dan mencermati perasaan yang muncul. Kedua mengelola emosi, yaitu kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan
akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Ketiga memotivasi diri
sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan
sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri. Keempat mengenali emosi orang lain,
8
kemampuan ini disebut empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri
emosional, kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam bersosial.
Cooper (Bakumawa, 2012) menyebutkan bahwa orang dengan tingkat kecerdasan
emosional yang tinggi lebih berhasil dalam karir, dapat membangun hubungan personal yang
lebih baik, memimpin lebih efektif, dapat menikmati kesehatan yang lebih baik dan dapat
memotivasi diri sendiri dan orang lain. Selanjutnya Cooper menjelaskan bahwa orang yang
memiliki kecerdasan emosi tinggi dapat meningkatkan kekuatan intuisi, senantiasa
memercayai dan dipercayai oleh orang lain, memiliki integritas, dapat memecahkan solusi
dalam keadaan yang darurat dan dapat melakukan kepemimpinan yang efektif.
Menurut Gunawan (Ekowati dan Yenni, 2013) beberapa manfaat kecerdasan emosi bagi
pengembangan diri yaitu lebih dapat berprestasi dan berkembang, menjadi pribadi yang
menyenangkan, dapat memperbaiki prilaku, dapat mengendalikan diri, dapat meminimalisasi
pikiran negatif, menjadi rileks dan sukses dalam kehidupan.
C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Pengambilan Keputusan Karir pada
Siswa Berasrama
Kecerdasan emosional dianggap sebagai faktor penting yang mempengaruhi pengambilan
keputusan karir karena orang dengan kecerdasan emosional tinggi cenderung menggunakan
pengalaman emosional untuk memandu pikiran dan tindakan mereka dalam perencanaan
karir (Di Fabio, Palazzeschi, Asulin-Peretz, & Gati, 2013). Emmerling dan Cherniss (2003)
mengatakan bahwa, orang dengan kecerdasan emosional tinggi lebih mampu untuk
mencocokkan kepentingan profesional dan nilai-nilai yang mereka pegang dengan karir ideal
mereka. Mereka lebih mungkin untuk memprediksi dan secara emosional lebih siap untuk
berbagai pilihan karir. Dengan demikian, kecerdasan emosional tinggi berkorelasi dengan
kecenderungan kenyamanan dalam proses pengambilan keputusan karir (Di Fabio,
Palazzeschi, & Bar-On, 2012). Pengaruh kecerdasan emosional pada variabel terkait karir,
9
misalnya kecerdasan emosional meningkatkan kesediaan individu untuk terlibat dalam
eksplorasi karir dan komitmen mereka untuk pilihan karir yang menarik, mengurangi
kebingungan, kecemasan, dan konflik dalam pengambilan keputusan karir (Brown dkk, 2003;
Dahl, Austin, Wagner, & Lukas, 2008). Di Fabio dan koleganya (Mis, Di Fabio & Kenny,
2011; Di Fabio dkk, 2012, 2013; Di Fabio & Saklofske, 2014) telah secara konsisten
menemukan bahwa orang dengan kecerdasan emosional tinggi mengalami sedikit kesulitan
dalam pengambilan keputusan karir dan sedikit keraguan dalam menentukan pilihan karir.
Penelitian Brown dkk menunjukkan bahwa kecerdasan emosional adalah prediktor kuat
dari pengambilan keputusan karir ( Brown dkk, 2003;. Di Fabio & Saklofske 2014; Jiang,
2014), sebagai elemen inti pengambilan keputusan karir dan proses konseling (Bullock-
Yowell, Andrews, McConnell, & Campbell, 2012; B. Y. Choi dkk, 2013.; Lent, Brown, &
Hackett, 1994). Pengambilan keputusan karir mengacu pada keyakinan individu bahwa
mereka dapat berhasil melakukan tugas pengambilan keputusan, seperti penilaian diri, pilihan
tujuan, pengumpulan informasi karir, pemecahan masalah, dan perencanaan untuk masa
depan (Betz & Luzzo, 1996). Individu dengan pengambilan keputusan karir rendah
cenderung menjadi lebih cemas dengan tugas pengambilan keputusan karir dibandingkan
dengan mereka yang memiliki pengambilan keputusan karir tinggi, dan mereka dapat
menghindari tugas-tugas yang sulit (Bandura, 1977; Brown dkk., 2003). Kecerdasan
emosional dapat meningkatkan pengambilan keputusan karir karena kemampuan emosional
dapat mengontrol dan mengatur harapan dan mengurangi kekhawatiran dan ketakutan terkait
pilihan karir (Emmerling & Cherniss, 2003; Jiang, 2014) dan dapat memperkuat kemampuan
individu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan karir (Brown dkk.,
2003; Di Fabio, 2012).
Meskipun diketahui bahwa pengambilan keputusan karir dan pengambilan keputusan
karir berhubungan positif, mekanisme adalah menurut Greenhaus, Callanan, dan Kaplan
10
(1995), perjalanan pengembangan karir yang disertai serangkaian tujuan, dan kesuksesan
karir biasanya membutuhkan pencapaian yang bersifat kontinu. Demikian pula, Lent dkk
(1994) berpendapat tujuan itu adalah komponen utuh dalam teori pengambilan keputusan
karir, rencana karir, aspirasi, dan pilihan tersebut penting dalam mekanisme mencapai
tujuan. Orang yang mampu menetapkan tujuan, dapat mengatur dan mengarahkan perilaku
mereka sendiri, untuk memotivasi diri, dan meningkatkan kemungkinan mencapai hasil yang
diinginkan dalam keputusan karir. Dengan demikian, sikap pribadi mencapai tujuan telah
terbukti berkaitan erat dengan kemampuan emosional (Barrick, Gunung, & Strauss, 1993).
D. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir
pada siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Semakin baik kecerdasan
emosional maka makin baik pula pengambilan keputusan karir dan sebaliknya.
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu yang
menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika
(Azwar, 2007) pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk menganalisis hubungan
antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir pada siswa kelas X dan
XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon Provinsi Sulawesi Utara.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang dugunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel terikat : Pengambilan Keputusan Karir
2. Variable bebas : Kecerdasan Emosional
11
C. Partisipan
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI Kristen 2
Binsus Tomohon yang merupakan sekolah berasrama dan seluruh siswa di sekolah ini
diwajibkan tinggal di asrama dari tahun pertama hingga tahun ketiga.
D. Alat Ukur Penelitian
Metode pengumpulan data menggunakan skala psikologi. Dalam penelitian ini
digunakan dua alat ukur yaitu kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir.
a. Kecerdasan Emosional
Untuk mengukur variabel ini, digunakan skala berdasarkan aspek kecerdasan
emosional menurut Goleman (1995) yang disusun oleh Klau (2007) dan kemudian
dimodifikasi kembali oleh penulis sesuai tujuan penelitian. Aspek kecerdasan
emosional menurut Goleman (1995) yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi
diri, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain, membina hubungan dengan
orang lain. Skala ini terdiri dari 40 item dengan 31 item favorable dan 9 item
unfavorable. Item dalam skala ini diukur mengguanakan skala Likert yang terdiri 5
kategori jawaban yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), N (Netral), TS (tidak sesuai),
dan STS (sangat tidak sesuai). Untuk item favorable, jawaban SS diberi skor 5, S =
4, N = 3, TS = 2, dan STS = 1. Dan skor untuk unfavorable sebaliknya.
b. Pengambilan keputusan karir
Untuk mengukur variabel ini, digunakan skala yang diadaptasi dari item-item
dalam Career Decision-making Difficulties Questionnaire (CDDQ) disusun Gati
(2011) dalam bentuk bahasa Indonesia yang dimodifikasi sesuai kebutuhan
penelitian. Alat ukur ini didapatkan secara legal dengan mengirim e-mail
12
permohonan kepada pihak pembuat alat ukur. Dalam teknik penilaian atau
scoring, dimodifikasi dengan menggunakan skala likert dengan lima pilihan
jawaban yang berkisar dari sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, netral dan sangat
tidak sesuai. Career Decision-making Difficulties Questionnaire (CDDQ)
berjumlah 34 item unfavorabel karena bentuk pernyataan dalam setiap item ini
adalah kalimat negatif. Nilai item unfavorabel ini akan diberi skor 1 untuk jawaban
sangat sesuai (SS), 2 atas jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban netral (N), 4 atas
jawaban tidak sesuai (TS), dan 5 atas jawaban sangat tidak sesuai (STS). Sehingga
ketika partisipan menjawab sangat tidak sesuai diberi skor 5 dengan asumsi
pernyataan tersebut tidak sesuai dengan keadaan mereka yaitu berupa pernyataan
negatif tentang kesulitan dalam pengambilan keputusan karir dan begitu juga
sebaliknya.
E. Teknik Analisis Data
Penghitungan penelitian ini menggunakan bantuan program statistik komputer
IBM SPSS versi 20. Sebelumnya dilakukan uji coba alat ukur melalui analisis item
menggunakan Azwar (2014) r > 0,30 dan dapat diturunkan hingga 0,25. Sedangkan
untuk menguji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach.
Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov, untuk
uji linearitas digunakan ANOVA table of linearity, sedangkan pengujian hipotesisnya
dan korelasi antara kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir
menggunakan Pearson’s Product Moment.
13
HASIL PENELITIAN
1. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum pengambilan sampel dilakukan, peneliti melakukan uji coba
bahasa terlebih dahulu kepada 5 orang responden yang memiliki kriteria yang
sama seperti partisipan dari penelitian ini. Setelah uji coba bahasa selesai
dilakukan, peneliti memperbaiki kalimat-kalimat dari item pada skala psikologi
yang akan digunakan pada penelitian ini sesuai dari saran kelima responden pada
saat uji coba bahasa dilakukan. Setelah persiapan penelitian selesai dipersiapkan
seperti skala psikologi yang akan digunakan, peneliti mengajukan permohonan
ijin penelitian kepada Fakultas Psikologi UKSW dan peneliti mendapatkan surat
pengantar yang telah disetujui oleh pembimbing dan kaprogdi Fakultas Psikologi
bernomor 069/PU-F.Psi/VI/2016 tanggal 08 Juni 2016. Setelah mendapat surat
pengantar dari Fakultas Psikologi kemudian peneliti mengirim surat dalam bentuk
e-mail kepada pihak sekolah. Peneliti kemudian menyebar angket yang berisikan
skala psikologi kepada siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
pada hari Senin tanggal 13 Juni 2016 sebanyak jumlah sampel yaitu 110 siswa.
Pengambilan sampel dilakukan selama 1 hari. Cara pemilihan sampel dalam
penelitian ini adalah siswa yang mengisi angket dipilih oleh pihak sekolah
melalui wakil ketua OSIS. Siswa yang dipilih adalah siswa yang pada saat itu
tidak memiliki kegiatan di sekolah karena ujian kenaikan kelas telah selesai dan
sementara menunggu guru-guru mengolah nilai.
2. Analisis item
a. Skala Kecerdasan Emosional
Berdasarkan skala variabel kecerdasan emosional dengan jumlah item
soal 40 yang terdiri dari 31 item favorabledan 9 unfavorable didapatkan hasil
14
uji daya diskriminasi terdapat 8 item yang dinyatakan tidak memenuhi syarat
karena karena sesuai dengan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan
bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan memenuhi syarat apabila
≥0,30 dan bisa diturunkan hingga ≥0,25. Item yang dinyatakan tidak
memenuhi syarat yaitu item nomor 2, 9, 14, 16, 21, 26, 29 dan 32 sedangkan
32 item lainya dinyatakan memenuhi syarat.
b. Skala Pengambilan Keputusan Karir
Berdasarkan skala Career Decision-making Difficulties Questionnaire
(CDDQ) dengan jumlah item soal 34 yang terdiri dari 34 item unfavorable
didapatkan hasil uji daya diskrimanasi terdapat 3 item yang dinyatakan tidak
memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan dari Azwar (2012) yang
menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan memenuhi
syarat apabila ≥0,30 dan bisa diturunkan hingga ≥0,25. Item yang dinyatakan
tidak memenuhi syarat yaitu item nomor 7,10,11 sedangkan 31 item lainnya
dinyatakan memenuhi syarat.
3. Hasil
A. Hasil Analisis Deskriptif
a. Kecerdasan Emosional
Variabel kecerdasan emosional memiliki 32 item valid dengan
jenjang skor antara 1 sampai dengan 5. Pembagian skor hipotetik tertinggi
dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 160
Skor terendah : 32
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval
15
dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor
terendah dan membaginya dengan jumlah jumlah kategori.
i = 25,6
Berdasar hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori
pengambilan keputusan karir sebagai berikut:
Sangat tinggi : 134,4 ≤ x ≤ 160
Tinggi : 108,8 ≤ x < 134,4
Sedang : 83,2 ≤ x < 108,8
Rendah : 57,6 ≤ x < 83,2
Sangat rendah : 32 ≤ x < 57,6
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut, maka didapati data
kecerdasan emosional sebagai berikut :
Tabel 1.1
Kriteria Skor Kecerdasan Emosional
No. Interval Kategori Freku-
ensi Persentase Mean
Standar
deviasi
1. 134,4 ≤ x ≤ 160 Sangat
Tinggi 5 4,55%
113,9
11,1 2. 108,8 ≤ x < 134,4 Tinggi 66 60 %
3. 83,2 ≤ x < 108,8 Sedang 39 35,5%
4. 57,6 ≤ x < 83,2 Rendah 0 0%
5. 32 ≤ x < 57,6 Sangat
Rendah 0 0%
Berdasarkan hasil kategori tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar (60%) siswa SMA Kristen 2 Binsus Tomohon cenderung memiliki
kecerdasan emosioanal yang masuk pada kategori tinggi.
16
b. Pengambilan Keputusan Karir
Variabel pengambilan keputusan karir memiliki 31 item valid dengan
jenjang skor antara 1 sampai dengan 5. Pembagian skor hipotetik tertinggi
dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 155
Skor terendah : 31
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval
dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor
terendah dan membaginya dengan jumlah jumlah kategori.
i = 24,8
Berdasar hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori
pengambilan keputusan sebagai berikut :
Sangat Tinggi : 130,2 ≤ x ≤ 155
Tinggi : 105,4 ≤ x < 130,2
Sedang : 80,6 ≤ x < 105,4
Rendah : 55,8 ≤ x < 80,6
Sangat rendah : 31 ≤ x < 55,8
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut, maka kategorisasi
pengambilan keputusan karir siswa SMA Kristen 2 Binsus Tomohon adalah
sebagai berikut.
17
Tabel 1.2
Kriteria Pengambilan Keputusan Karir
No. Interval Kategori Freku-ensi Persen-
tase Mean
Standar
deviasi
1. 130,2 ≤ x ≤ 155 Sangat
Tinggi 1 0,9%
91,25
15,08 2. 105,4 ≤ x < 130,2 Tinggi 15 13,64%
3. 80,6 ≤ x < 105,4 Sedang 63 56,36%
4. 55,8 ≤ x < 80,6 Rendah 31 28,18%
5. 31 ≤ x < 55,8 Sangat
Rendah 1 0,9%
Berdasarkan hasil kategori pada tabel 1.2, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar (56,36%) siswa SMA Kristen 2 Binsus Tomohon cenderung
memiliki pengambilan keputusan karir yang masuk pada kategori sedang.
B. Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov
Smirnov. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0, 05
yang didapat dari hasil analisa menggunakan program SPSS IBM versi 20.
Hasil uji normalitas adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kecerdasan
Emosional
Pengambilan
Keputusan
Karir
N 110 110
Normal Parametersa,b
Mean 113.9182 91.2545
Std.
Deviation 11.12327 15.08474
Most Extreme
Differences
Absolute .053 .061
Positive .053 .061
Negative -.033 -.045
Kolmogorov-Smirnov Z .557 .643
Asymp. Sig. (1-tailed) .916 .803
18
Pada variabel kecerdasan emosional diperoleh hasil skor sebesar 0,557
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,916 (p>0,05). Sedangkan
pada variabel pengambilan keputusan karir memiliki nilai K-S-Z sebesar
0,643 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,803 (p>0,05).
Dengan demikian kedua variabel berdistribusi normal.
C. Uji Linearitas
Pengujian linearitas diperlukan untuk mengetahui apakah dua variable
yang sudah ditetapkan, dalam hal ini satu variabel independen, dan satu
variabel dependen memiliki hubungan yang linear atau tidak secara
signifikan. Kedua variabel dapat dikatakan linier bila memiliki nilai
signifikansi >0,05. Pengujian liniaritas kedua variabel tertera pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1.4
ANOVA Table
ANOVA Table
Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
Pengambilan
Keputusan Karir *
Kecerdasan
Emosional
Between
Groups
(Combined) 14664,539 42 349,156 2,307 ,220
Linearity 3756,106 1 3756,106 24,823 ,113
Deviation
from
Linearity
10908,434 41 266,059 1,758 ,320
Within Groups 10138,333 67 151,318
Total 24802,873 109
19
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,758 dengan
signifikansi = 0,320 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir adalah linear.
D. Uji Korelasi
Tabel 1.5
Correlations variabel
Correlations
Kecerdasan
Emosional
Pengambilan
Keputusan Karir
Kecerdasan Emosional
Pearson Correlation 1 ,389**
Sig. (1-tailed) ,000
N 110 110
Pengambilan Keputusan
Karir
Pearson Correlation ,389** 1
Sig. (1-tailed) ,000
N 110 110
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hasil koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan pengambilan
keputusan karir sebesar 0,398 nilai Sig. (1-tailed) 0,000 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif sigifikan antara kecerdasan emosional
dengan pengambilan keputusan karir dengan kontribusi kecerdasan emosional
terhadap pengambilan keputusan karir sebesar 15,84% (0,3982 x 100%). Adanya
hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan pengambilan keputusan
karir diasumsikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik mampu
mengambil keputusan karirnya dengan baik pula dan sebaliknya.
20
PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dengan menggunakan IBM SPSS versi 20 dengan uji korelasi
Pearson Product Moment dengan r = 0,398 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 (
21
dari keputusan dalam memilih jurusan dan mengambil langkah-langkah preventif untuk
menghindari profesi yang tidak diinginkan (Emmerling & Cherniss, 2003; Jiang, 2014). Dari
perspektif ini, mereka lebih cenderung untuk menunjukkan antusiasme dalam profesi yang
mereka pilih dan berkomitmen untuk itu. Mereka menjadi sangat berkomitmen untuk profesi
dapat mendorong mereka untuk membentuk orientasi karir yang jelas dan tegas, dan juga
untuk mempersiapkan diri dengan baik untuk terus menerus mengembangan karir
(Vandenberghe & Ok, 2013) dengan demikian, mereka akan lebih mungkin untuk
mengungkapkan kesiapan dan keyakinan dalam pengambilan keputusan karir (Brown dkk
2003).
Dari uraian diatas membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional
yang ada pada diri siswa makin tinggi pula kemampuan siswa dalam menghadapi tugas
perkembangannya yaitu mengambil keputusan karir. Hal tersebut karena siswa sudah
memiliki keyakinan dalam dirinya untuk mengambil keputusan karir dalam hal ini memilih
jurusan perkuliahan yang cocok dengan karir yang mereka harapkan beberapa tahun yang
akan datang walaupun saat ini mereka masih duduk di kelas XI dan X saat penelitian ini
dilakukan.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian diatas bahwa kecerdasan emosional dan
pengambilan keputusan karir memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil
analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa kecerdasan emosional siswa
dominan pada kategori tinggi dengan presentase 60% dan pengambilan keputusan karir siswa
dominan pada kategori sedang dengan presentase 56,36%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya hipotesis dari
penelitian ini telah dibuktikan dengan hasil bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan karir pada siswa kelas X dan XI SMA
22
Kristen 2 Binsus Tomohon dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,398 dengan nilai signifikasi
sebesar 0,000. Hasil kecerdasan emosional partisipan berada pada kategori tinggi dengan
presentase 60% dan hasil pengambilan keputusan karir partisipan berada pada kategori
sedang dengan presentasi sebesar 56,36%. Hasil ini menunjukan kecerdasan emosional
memiliki kontribusi terhadap pengambilan keputusan karir siswa kelas X dan XI SMA
Kristen 2 Binsus Tomohon dengan presentase sebesar 15,84%. Hasil pengujian juga
menunjukan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi pula
pengambilan keputusan karir yang dimiliki siswa kelas X dan XI SMA Kristen 2 Binsus
Tomohon dan sebaliknya.
SARAN
a. Bagi partisipan :
Meyakinkan diri dengan keputusan karir yang telah diputuskan dengan
melibatkan pertimbangan internal maupun eksternal.
Mengikuti training pengambilan keputusan karir yang bisa difasilitasi
pihak sekolah maupun orang-tua.
b. Bagi peneliti selanjutnya :
Mempertimbangkan untuk memperluas pastisipan tidak hanya pada satu
institusi/sekolah tapi pada beberapa institusi/sekolah lainnya.
Memperbaiki alat ukur dan mengontrol variabel sekunder seperti penggunaan
bahasa yang mudah dipahami dan tidak faking good.
Mengembangkan peneletian ini dengan menggali lebih dalam menggunakan
metode kualitatif.
Apabila akan menggunakan topik dan partisipan yang sama dapat melakukan
perbandingan antar gender, antar etnis atau antar angkatan.
23
Melaksanakan teknik sampling sesuai dengan perencanaan awal.
Melakukan pemeriksaan detail dalam memilih alat ukur yang akan dtigunakan
apakah sudah sesuai dengan variabel yang akan diukur atau tidak.
24
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, A., Atta, M., & Shujja, S. (2013). Emotional intelligence as predictor of career
decision making among university undergraduates. Journal of Behavioural Sciences,
23(1)
Ardiyanti , D., & Alsa, A. (2015). Pelatihan "plans" untuk meningkatkan efikasi diri dalam
pengambilan keputusan karir. Gajah Mada Journal of Professional Psychology,1(1),
1-17.
Argyropoulou, E. S.–D. (2007). Generalized self-efficacy, coping career indecision and
vocational choice of senior high school students in Greece : implication for career
guidance practitioners. Journal of Career Development, 23(4),316-337.
Artha, N. M., & Supriyadi. (2013). Hubungan antara kecerdasan emosi dan self efficacy
dalam pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal. Jurnal Psikoligi Udayana,
1(1), 190-202.
Bakumawa, O. D. (2012). Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebagai prediktor
servant leadership pendeta di gereja kristen sulawesi tengah. Thesis.
Bardick, A. D. (2006). Junior high school student's plans for the future. Journal of Career
Development, 32 (3), 250-271.
Barrick, N. E., Mount, M. K., & Strauss, J. P. (1993). Conscientiousness and performance of
sales representatives Test of the mediating effects of goal setting. Journal of applied
psychology, 78, 715–722.
Basori, M. (2004). Paket Bimbingan Perencanaan dan Pengambilan Keputusan Karir Bagi
Siswa SMU. Malang: Universitas Negeri Malang.
Brown, C., George, C. R., & Smith, M. L. (2003). The role of emotional intelligence in the
career commitmend and decision making process. Journal of Career Assessment, 11
no. 4 379-392.
Bullock-Yowell, E., Andrews, L., McConnel, A., & Campbell, M. (2012). Unemployed
adults career thoughts, career self-efficacy and interest : any similarity to college
students? journal of mployment counceling, 49, 18-30.
Choi , B. Y., Kim, B., Jang, S. H., Jung, S. H., Ahn, S. S., Lee, S. M., dkk. (2013). Work
values in career development. Journal of employment counseling, 50, 154-165.
Conger, J. J., & Petersen, A. (1984). Adolescence and Youth : Psychological Development in
a Changing World, Third Edition. New York: Harper & Row.
Creed, P. P. (2006). Causal relationship between career indecision and career making self-
efficacy. Journal of Career Development, 33,47-65.
Crites, J. (1974). The Career Maturity Inventory. New York: McGraw-Hill Book Company.
25
Dahl, A. D., Austin, R. K., Wagner, B. D., & Lukas, A. (2008). The relationship between
negative career thoughts and emotional intelligence. Canadian Journal of Career
Development, 7, 4-10.
Di Fabio, A. (2012). Emotional Intelligence : A New Variable in Career Decision-Making.
Dalam A. Di Fabio, Emotional Intelligence - New Perspectives and Applications (hal.
51-60). Italy: InTech.
Di Fabio, A., & Kenny, M. E. (2011). Promoting emotional intelligence and career decision
making among Italian high school students. Journal of Career Assessment, 19, 21–34.
.
Di Fabio, A., & Saklofske, D. H. (2014). Comparing Ability and self-report trait emotional
intelligence, fluid intelligence and personality traits in career decision. Personlity and
Individual Differences, 64, 174-178.
Di Fabio, A., Palazzeschi, L., Asulin-Peretz, L., & Gati, I. (2013). Career indecision versus
indecisiveness associations with personality traits and emotional inteligence. Journal
of CareerAssessment, 21, 42-56.
Ekowati, Y. (2013). Hubungan Antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada guru sd
di kecamatan kedungjati grobogan. Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP-
UKSW. Skripsi.
Emmerling, R. J. (2003). Emotional intelligence and the career choice process. Journal of
career assessment, 11, 153–167.
Farida, A., Ardajaya, I. L., & Sukarman. (2014). Hubungan kecerdasan emosi dan
pengambilan keputusan karir di smkn 1 batulayar kabupaten lombok barat tahun
pelajaran 2013/2014. Jurnal Bimbingan dan Konselling FIP IKIP Mataram.
Ichsan, B. (2013). Hubungan kecerdasan emosi dengan penyesuain diri peserta didik di SMP
negeri 20 Padang. Jurnal Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI
Sumatera Barat.
Iffah, F. N. (2012). Pelatihan efikasi diri untuk meningkatkan kemampuan pengambilan
keputusan karir siswa sma. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Irzia, y. m., Hardjono, & Nugraha , A. K. (2010). Hubungan antara perilakiu asertif dengan
penyesuaian diri pada siswa kelas X asrama SMA MTA Surakarta. Jurnal Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, 2(3), 13-21.
Jiang, Z. (2014). Emotional Intelligence and career decision-making sel-efficacy : national
and gender differences. Journal of employment counseling, 51, 112-124.
Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (1996). Toward a unifying social cognitive theory
of career and academic interest, choice and performance. Journal of Career
Assessment, 45, 79–122. .
Mardani, I. R., Hardjono, & Karyanti, N. A. Hubungan antara perilaku asertif dengan
penyesuian diri pada siswa kelas x asrama sma mta surakarta boarding school.
26
Maslihah, S. (2011). Studi tentang Hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial di
lingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT Assyfa Boarding School
Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi Universitas Diponegor, 10 (12), 103-114.
Mayer, J. D. (1997). What is Emotional intelligenece? in P. Salovey & D. Shryter. New York:
Basic Books.
Rasyid, M. (2013). Hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang
menjadi siswa di boarding school SMA Negeri 10. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, 1 22-28.
Ridwan , S. (2010). Hubungan Kecerdasan emosi dengan kemampuan coping adaptif. Jurnal
Psikologi, 37, (1) 13-22.
Salami, S. O. (2010). Gender as a moderator of relation emotional intelligence and career
development. Journal of US-China Education Review. 7(1).
Setio, M. B. (2014). Pengaruh kontrol diri terhadap pengambilan keputusan pada pelajar
Kelas XII SMA Negeri 1 Tenggarong . Skripsi
Sukardi, D. K. (1987). Pendekatan Konseling Karir dalam Bimbingan Karir (suatu
pedahuluan). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tuti, Tjahyono, & Kartika. (2006). Pola pengabilan putusan perencanaan karir siswa berbakat
intelektual. Anima Indonesian Psychological Journal, 22,( 1), 58-7358-73.
Vandenberghe, C. &. (2013). Career Commtment, proactive personality, and work outcomes
A cross-lagged study. Career Development International, 18, 652–672.
Wong, C. S. (2002). The effect of leader and follower emotional intelligence on performance
and attitude: An exploratory study. The Leadership Quarterly, 13, 243–274.
Zakiyah, N., Hidayati, F. N., & Setyawan, I. (2010). Hubungan antara penyesuaian diri
dengan prokrastinasi akademik siswa sekolah berasrama SMP N 3 Peterongan
jombang. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 8(2), 156-167.
Top Related