Heat Treatment | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alat-alat mesin yang terbuat dari logam memiliki sifat-sifat yang berbeda
sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Sifat-sifat (karakteristik) itu dapat
berubah sesuai dengan perlakuan masing-masing alat tersebut. Uji heat treatment
ini dilakukan untuk mengetahui karekeristik logam baik sebelum dilakukan
pengujian maupun setelah dilakukan pengujian.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Permasalahan
Industri manufaktur banyak menggunakan logam sebagai bahan
baku pembuatan suatu produk. Logam tersebut harus mempunyai sifat-
sifat fisik tertentu agar prosuk yang dibuat sesuai permintaan, untuk
menghemat cost production, perlu dilakukan perlakuan panas agar sifat
fisik logam tersebut bisa berubah.
1.2.2 Ruang Lingkup
Sebagai ruang lingkup kuantitatifnya, penilitian akan dilaksanakan
di Laboratorium Mesin Politeknik Negeri Jakarta. Sedangkan sumber data
penelitian yaitu spesimen sempel uji yang telah disesuaikan dengan
standar SII, atau JIS atau ASTM. Sampel uji tersebut terdiri dari:
Baja ST 37
Baja ST 60
Baja ST 80
Amuntit
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan
pada sampel benda uji setelah dilakukan serangkaian perlakuan panas.
Heat Treatment | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Heat Treatment
Perlakuan panas adalah proses pada saat bahan dipanaskan hingga suhu
tertentu dan selanjutnya didinginkan dengan cara tertentu pula. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dan yang diinginkan sesuai dengan
batas-batas kemampuannya. Sifat yang berhubungan dengan maksud dan tujuan
perlakuan panas tersebut meliputi :
1. Meningkatnya kekuatan dan kekerasannya.
2. Mengurangi tegangan.
3. Melunakkan .
4. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengerjaan
sebelumnya.
5. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan
bahan.
Menurut jenisnya dari perlakuan panas digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
1. Hardening (mengeraskan) juga sering disebut dengan istilah menyepuh
keras atau mengeraskan sepuh.
2. Tempering (memudakan) yaitu mendinginkan secara cepat bahan yang
telah dikeraskan dengan maksud mengurangi kekerasannya.
3. Annealing (melunakan) yaitu memanaskan bahan yang telah dikeraskan
agar kekerasanya berkurang tetapi kekuatanya meningkat.
Heat Treatment | 3
Data Benda Uji sebelum dilakukan Heat Treatment
No Jenis Benda
Kerja
Percobaan
Ke
Nilai
kekerasan
HB
Rata
RataNilai
Kekerasan
HB
Rata
RataNilai
Kekerasan
HV
1 87,0
1 ST 37 2 88,0 87,6 6,1
3 88,3
1 87,5
2 ST 60 2 88,1 88,8 8,4
3 90,8
1 89,5
3 ST 80 2 90,5 90,4 9,75
3 91,3
1 82,6
4 AM 2 83,6 82,9 0,2
3 82,5
78
80
82
84
86
88
90
92
ST 37 St 60 ST 80 AM
Chart benda uji sebelum di proses Heat Treatment
Percobaan 1 ercobaan 2 Percobaan 3
Heat Treatment | 4
2.1.2 Hardening
Pengerasan baja disebut juga penyepuhan (quenching) atau sering
dikatakan menyepuh baja. Menye puh adalah memanaskan baja sampai
temperatur tertentu, pada perubahan fase yang homogen dan dibiarkan beberapa
waktu pada temperatur itu, kemudian didinginkan dengan cepat sehingga
menimbulkan suatu susunan yang keras sampai terjadi struktur yang disebut
martensit. Kadar karbon dari baja yang disepuh minimal 0,2 %, apabila kadar
karbonnya kurang dari 0,2 % penyepuhan tidak ada gunanya, sebab tidak
terbentuk martensit dan terlalu sedikit karbida besi sehingga baja tetap lunak.
Data benda uji setelah dilakukan proses Hardening
No Jenis
Benda
Kerja
Percobaan
Ke
Nilai
kekerasan
HV
Rata
RataNilai
Kekerasan
HV
Rata
RataNilai
Kekerasan
HB
Temperatur
1 31,6
1 ST 37 2 51,3 43,9 138 9000C
3 48,8
1 54,6
2 ST 60 2 54,5 54,27 210 9000C
3 53,7
1 44,1
3 ST 80 2 52,0 48,77 167 9000C
3 50,2
1 53,2
4 AM 2 50,8 54,56 215 9000C
3 54,7
Heat Treatment | 5
2.1.3 Tempering
Penemperan adalah proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan
sampai temperatur tertentu dibawah suhu 721 C dengan tujuan mengurangi
kekerasan baja. Pada pengerasan baja didalam struktur martensit yang sangat
keras adakalanya tidak dapat dipakai karena terlalu berlebihan kekerasanya dan
terlalu getas. Untuk mengatasi kekerasan baja yang berlebihan tersebut dilakukan
tempering.
0
10
20
30
40
50
60
ST 37 ST 60 ST 80 AM
Chart Benda uji setelah proses hardening
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Heat Treatment | 6
Data benda uji setelah proses Tempering
No Jenis
Benda
Kerja
Percobaan
Ke
Nilai
kekerasan
HV
Rata
RataNilai
Kekerasan
HV
Rata
RataNilai
Kekerasan
HB
Temperatur
1 30,8
1 ST 37 2 32,0 28,57 104,5 5000C
3 22,3
1 38,1
2 ST 60 2 38,1 38,1 109,5 5000C
3 38,1
1 33,3
3 ST 80 2 33,2 33,87 108,5 5000C
3 35,1
1 43,7
4 AM 2 44,1 43,37 134,5 5000C
3 42,3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
ST 37 ST 60 ST 80 AM
Chart Benda Uji setelah proses Tempering
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Heat Treatment | 7
2.1.1 Normallizing
Baja konstruksi, baja canai atau bahan yang mengalami penempaan
biasanya tidak memiliki struktur yang sama. Hal ini disebabkan jumlah beban
yang tidak sama pada waktu proses dan perubahan bentuk pada waktu
pendinginan yang tidak bersamaan dari penampang yang tebal dan tipis. Sehingga
akan menghasilkan ukuran-ukuran yang tidak tetap pada waktu laku pemesinan.
Guna memperbaiki dan menghaluskan struktur butiran dan membentuk struktur
mikro agar terbentuk butir halus dan seragam, sehingga pengaruh dari pengerjaan
dingin atau panas dapat dihilangkan, maka dilakukan normalisasi.
Prosedur pemanasan dilakukan dengan memanaskan baja hingga 800
900 0 C terganung dari kadar karbon, semakin tinggi kadar karbon akan lebih
rendah suhu pemanasanya, dengan kadar karbon dalam baja maksimum 0,83 %.
Selanjutnya menahan pada suhu tersebut selama 1 2 jam lalu didinginkan
sampai suhu + 60 0C karena pada suhu tersebut terjadi austenitisasi dalam daerah
austenit murni. Proses selanjutnya didinginkan perlahan-lahan dengan
pendinginan udara guna mencegah timbulnya segresi praeutektoid yang
berlebihan.
Ferrit yang terlalu banyak dari baja hipereutektoid masuk ke dalam
campuran padar dan tidak akan mengalami rekristalisasi. Oleh karena itu cara ini
digunakan terutama untuk eutektoid dan baja hipereutektoid. Pemanasan diatas
titik kritis menyebabkan rekristalisasi yang seragam. Adakalanya pemanasan yang
terlalu tinggi dan pendinginan yang rendah akan membentuk susunan sementit
dalam baja hipereutektoid.
Heat Treatment | 8
Data Benda Uji Setelah dilakukan proses Normalizing
No Jenis
Benda
Kerja
Percobaan
Ke
Nilai
kekerasan
HB
Rata
RataNilai
Kekerasan
HB
Rata
RataNilai
Kekerasan
HV
Temperatur
1 86,9
1 ST 37 2 90,6 89,16 8,4 9000C
3 90,0
1 99,9 NG
2 ST 60 2 98,0 NG 98,96 21,3 9000C
3 99,0 NG
1 97,1 NG
3 ST 80 2 95,0 NG 96,3 17,8 9000C
3 96,9 NG
1 107,1
4 AM 2 109,0 108,23 34,93 9000C
3 108,6
0
20
40
60
80
100
120
ST 37 ST 60 ST 80 AM
Chart Benda Uji setelah proses Normalizing
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Heat Treatment | 9
2.1.4 Furnace
Untuk keperluan pemanasan bahan dari proses perlakuan panas tersebut
digunakan dapur-dapur pemanas. Satu hal yang penting dari kondisi dapur
pemanas ini adalah pengukuran temperatur kerja harus secermat mungkin. Dapur
pemanas benda kerja pada proses perlakuan panas menggunakan sumber panas
dari listrik, minyak atau gas panas dari pembakaran kokas. Berikut ini ada
beberapa jenis dapur pemanas :
a. Dapur Pemanas Kamar
Dapur ini mempunyai ruangan bentuk kamar yang ditutup dengan
sebuah pintu. Didalam ruangan tersebut diletakan benda kerja yang
akan dipanaskan. Sedangkan diluar kamar dilengkapi dengan beberapa
alat pengatur panas dan pengontrol temperatur. Dapur pemanas kamar
dapat digunakan untuk segala macam pengolahan panas.
b. Dapur Sepuhan Garam
Dapur ini terdiri atas sebuah ruangan berbentuk bak atau bejana
berisi cairan garam yang dipanaskan dengan temperatur yang dapat
diatur dari tombol pengatur. Dalam cairan garam tersebut dimasukan
benda kerja yang akan disepuh, dengan tercelupnya benda keja
langsung ke dalam cairan garam tersebut, memungkinkan pemanasan
benda kerja dengan cepat dan merata serta terhindar dari oksidasi,
sebab tidak berhubungan dengan udara luar. Dapur ini dapat digunakan
untuk segala macam perlakuan panas.
c. Dapur Bak
Dapur ini berbentuk bak yang ditutup pada bagian atasnya.
Didalam bak tersebut dimasukan benda yang akan dipanaskan dan
panas yang dikenakan pada benda kerja dapat diatur atau diukur dari
peralatan pengatur. Dapur pemanas jenis ini terutama digunakan untuk
benda kerja yang akan dipijarkan dan dimurnikan.
Heat Treatment | 10
2.1.5 Bahan Pendingin
Bahan pendingin yang digunakan didalam proses perlakuan panas antara
lain air, minyak, udara dan garam
a. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya
pendingin yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan juga
garam dapur sebagai usaha mempercepat turunya temperatur benda kerja
dan mengakibatkan bahan menjadi tambah keras.
b. Minyak
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan
panas adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada permukaan
benda kerja yang diolah. Selain minyak yang digunakan sebagai bahan
pendingin pada proses perlakuan panas dapat juga digunakan minyak
bakar atau solar.Pendinginan dengan minyak akan memberikan kecepatan
pendinginan yang sedang dan warna yang mantap dari benda kerja yang
diproses.
c. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang
membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang
disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang
rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada
logam untuk membentuk kristal-kristal dan kemungkinan mengikat
unsure-unsur lain dari udara.
d. Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat
mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan didalam
cairan garam akan mengakibatkan ikatanya menjadi lebih keras karena
pada permukaan benda kerja tersebut akan mengikat zat arang.
Heat Treatment | 11
2.1.6 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)
Untuk mendapatkan sifat-sifat bahan yang lebih baik sesuai dengan
karakter yang diinginkan dapat dilakukan melalui pemanasan dan pendinginan.
Tujuannya adalah mengubah struktur mikro sehingga bahan dikeraskan,
dimudahkan atau dilunakan. Pemanasan bahan dilakukan diatas garis transformasi
kira-kira pada 770 C sehingga perlit berubah menjadi austenit yang homogen
karena terdapat cukup karbon. Pada suhu yang lebih tinggi ferrit menjadi austenit
karena atom karbon difusi ke dalam ferrit tersebut. Untuk pengerasan baja,
pendinginan dilakukan dengan cepat melalui pencelupan kedalam air, minyak atau
bahan pendingin lainnya sehingga atom-atom karbon yang telah larut dalam
austenit tidak sempat membentuk sementit dan ferrit akibatnya austenit menjadi
sangat keras yang disebut martensit.
Gambar Diagram Transformasi Suhu dan Temperatur
Pada baja setelah terjadi austenit dan ferrit kadar karbonya akan menjadi
makin tinggi sesuai dengan penurunan suhu dan akan membentuk hipoeutektoid.
Pada saat pemanasan maupun pendinginan difusi atom karbon memerlukan waktu
yang cukup. Laju difusi pada saat pemanasan ditentukan oleh unsure-unsur
paduanya dan pada saat pendinginan cepat austenit yang berbutir kasar akan
mempunyai banyak martensit.
Heat Treatment | 12
Fase kristal dan besarnya butir yang terjadi akan membentuk sifat baja.
Apabila ferrit dan sementit didalam perlit berbutir besar, maka baja tersebut makin
lunak sebagai akibat pendinginan lambat. Sebaliknya baja menjadi semakin keras
apabila memiliki perlit berbutir halus yang diperoleh pada pendinginan cepat.
Baja dengan unsure paduan aluminium, vanadium, titanium dan zirkonim akan
cenderung memiliki kristal berbutir halus. Untuk memahami macam-macam fase
dan struktur kristal yang terjadi pada saat pendinginan dapat diamati dari diagram
TTT.
Fasa austenit stabil berada di atas suhu 770 C. pada suhu yang lebih rendah
akan terbentuk martensit dan mulai suhu tersebut martensit sudah tidak tergantung
pada kecepatan pendinginan. Struktur bainit akan terbentuk setelah terbentuknya
ferrit dan sementit. Jadi campuran antara ferrit dan sementit adalah bainit seperti
pada perlit. Perbedaan antara bainit dengan perlit adalah bentuknya halus
sedangkan perlit kasar. Diagram TTT dipengaruhi oleh kadar karbon dalam baja,
makin besar kadar karbonya maka diagramnya akan semakin bergeser kekanan,
demikian pula dengan unsure paduan lainya. Apabila baja dipanaskan sampai
terbentuknya austenit, pendinginan akan berlangsung terus menerus tidak
isotermal biarpun dilakukan dengan berbagai media pendingin.
2.2 Uji Keras
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material
tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).
Heat Treatment | 13
1. Brinnel (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :
2. Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell
dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor
dengan beban minor (Minor LoadF0) setelah itu ditekan dengan beban mayor
(major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor
ditahan.
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan
di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.
Gambar Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell
Heat Treatment | 14
Di bawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E - e
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)
F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)
F = Total beban (kgf)
e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
3. Vikers (HV / VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup
kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada
gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan
pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari
beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk
menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :
Heat Treatment | 15
Dimana,
HV = Angka kekerasan Vickers
F = Beban (kgf)
d = diagonal (mm)
Gambar Pengujian Vikers
Gambar Bentuk indentor Vickers
(Callister, 2001)
Heat Treatment | 16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengujian Kekerasan (HARDNESS TEST)
Alat dan Bahan
Flow Chart Proses
Flow Chart Proses Uji Keras
Heat Treatment | 17
3.2 Perlakuan Panas (HEAT TREATMENT)
Alat dan Bahan
electric furnace, tang jepit, ember, keramik
Flow Chart Proses
Flow Chart Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Heat Treatment | 18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Dari hasil pengujian kekerasan yang dilakukan dengan variabel kondisi spesimen
benda uji sebelum dan setelah dilakukan perlakuan panas, didapatkan hasil
sebagai berikut:
4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan Sebelum Perlakuan Panas (Heat Treatment)
No. Jenis Benda
Kerja
Nilai
Kekerasan
HB
Nilai
Kekerasan
HV
Media
Pendinginan
1 ST 37 87,6 6,1 -
2. ST 60 88,8 8,4 -
3. ST 80 90,4 9,75 -
4 AM 82,9 0,2
Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Sebelum Proses Heat Trearment
4.1.2 Hasil Pengujian Kekerasan Setalah Proses Hardening
No. Jenis Benda
Kerja
Nilai
Kekerasan
HB
Nilai
Kekerasan
HV
Media
Pendinginan
1 ST 37 138 43,9 Air
2. ST 60 210 54,27 Larutan
Garam
3. ST 80 167 48,77 Oli
4 AM 215 54,56 Oli
Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Hardening
Heat Treatment | 19
4.1.3 Hasil Pengujian Kekerasan Setelah Proses Tempering
No. Jenis Benda
Kerja
Nilai
Kekerasan
HB
Nilai
Kekerasan
HV
Media
Pendinginan
1 ST 37 104,5 28,57 Air
2. ST 60 109,5 38,1 Larutan
Garam
3. ST 80 108.5 33,87 Oli
4 AM 134,5 43,47 Oli
Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Tempering
4.1.4 Hasil Pengujian Kekerasan Setelah Proses Normalizing
No. Jenis Benda
Kerja
Nilai
Kekerasan
HB
Nilai
Kekerasan
HV
Media
Pendinginan
1 ST 37 89,16 8,4 Air
2. ST 60 98,96 21,3 Larutan
Garam
3. ST 80 96,3 17,8 Oli
4 AM 109 34,93 Oli
Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Normalizing
Heat Treatment | 20
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kekerasan Baja ST 37
Pada benda uji baja ST 37, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah
87,6 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin air. Hasil
dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 138
[HRB].
Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan
untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin air, hasil
dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 104,5
[HRB].
Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan
mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan
hingga suhu 900 C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing
adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 89,16 [HRB].
0
50
100
150
200
250
ST 37 ST 60 ST 80 AM
Sebelum di proses
Hardening
Tempering
Normalizing
Heat Treatment | 21
4.2.2 Kekerasan Baja ST 60
Pada benda uji baja ST 60, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah
88,8 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin larutan
garam (NaCl). Hasil dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata
berubah menjadi 210 [HRB].
Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan
untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin larutan
garam (NaCl), hasil dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji
berubah menjadi 109,5 [HRB].
Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan
mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan
hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing
adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 98,96 NG [HRB].
4.2.3 Kekerasan Baja ST 80
Pada benda uji baja ST 80, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah
90,4 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin oli. Hasil
dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 167
[HRB].
Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan
untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin oli, hasil
dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 108,5
[HRB].
Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan
mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan
hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing
adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 96,3 NG [HRB].
Heat Treatment | 22
4.2.4 Kekerasan Amuntit
Pada benda uji amuntit, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah
82,9 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin oli. Hasil
dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 215
[HRB].
Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan
untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji
dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin oli, hasil
dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 135
[HRB].
Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan
mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan
hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing
adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 109 [HRB].
Melihat kondisi fisik benda uji yang mengalami perlakuan panas dan
didinginkan menggunakan air akan lebih cepat korosi dibandingkan yang lain.
Pada benda uji yang mengalami perlakuan panas dan didinginkan dengan media
pedingin oli, warna benda uji terlihat lebih gelap dibandingkan dengan yang lain.
Heat Treatment | 23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan uji keras dengan variabel kondisi sebelum dan setelah
perlakuan panas yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan, sebagai
berikut:
Sifat benda uji akan berubah menjadi sangat keras apabila menggunakan cara
pendinginan cepat atau dengan media pendingin air.
Sifat benda uji akan berubah menjadi lebih lunak apabila menggunakan cara
pendinginan lambat atau dengan media pendinginan udara/oli.
Proses hardening tidak menunjukan perubahan peningkatan kekerasan pada
material dengan kerbon rendah (ST 37).
Pendinginan dengan air akan membuat benda uji lebih cepat korosi.
Pendinginan dengan oli akan membuat benda warna benda menjadi lebih
gelap.
Pendinginan dengan udara memakan waktu yang cukup lama disbanding
dengan pendiginan menngunakan air, oli, dan larutan garam (NaCl).
5.2 Saran
Ketika sedang menguji di harapkan memakai heat treatment diharapkan
memakai safety equipment, seperti sarung tangan, helm, sepatu safety dan
appron untuk melindungi bagian tubuh agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Ikutilah SOP dalam pengujian agar pengujian yang dilakukan sesuai dengan
prosedur dan aman.
Ketika menguji kekerasan benda harus dengan teliti agar mendapatkan hasil
yang bagus.