Download - Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

Transcript
Page 1: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

1

PROFIL

GAMBARAN HASIL PENGOBATAN PENDERITA TB PARU

DI POLIKLINIK PARU RS.DR.M.DJAMIL PADANG

PERIODE 1 JANUARI 2007 – 31 DESEMBER 2008

Oleh

dr. NOFRIYANDA

Pembimbing

Prof.dr.H.TAUFIK,SpP(K)

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND / RS.DR.M.DJAMIL

PADANG 2010

Page 2: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini Tuberkulosis ( TB ) terutama TB paru masih menjadi masalah kesehatan yang

penting di dunia baik negara berkembang dan juga di sebagian negara maju. Sejak tahun

1993 World Health Organization ( WHO ) telah mencanangkan TB sebagai kedaruratan

dunia ( global emergency ). Hal ini karena situasi TB di dunia yang semakin memburuk

dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan.1

Munculnya pandemi HIV / AIDS didunia menambah permasalahan TB. Ko infeksi

TB dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang

sama, timbulnya kekebalan ganda ( Multi Drug Resisten = MDR ) kuman TB terhadap obat

anti TB semakin menjadi masalah akibat kasus yang sulit disembuhkan dan membutuhkan

biaya yang besar. Selain itu ketidakpatuhan terhadap pengobatan, diagnosis dan pengobatan

yang tidak adekuat juga berpengaruh terhadap peningkatan kasus TB. Keadaan ini pada

akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.1,2

Berdasarkan laporan WHO, secara global terdapat peningkatan kasus TB dari tahun

ke tahun. Pada tahun 2000 didapatkan kasus TB sebanyak 8,3 juta penderita, sedangkan pada

tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dimana didapatkan sebanyak 9,27 juta

kasus baru ( 139 per 100.000 penduduk ) dan angka mortalitas sebesar 19,7 per 100.000

penduduk. Kasus TB terbanyak didapatkan di benua Asia ( 55 % ) dan Afrika ( 31 % ).2

Indonesia sebagai negara berkembang menempati peringkat ketiga setelah India dan

China dalam jumlah kasus TB. Jumlah kasus TB sepanjang tahun 2007 diperkirakan sebesar

232.358 orang. Kasus TB paru BTA positif pada tahun 2007 sebesar 160.617 kasus dengan

angka penemuan penderita ( Case Detection Rate / CDR ) sebesar 69,12 %. Pencapaian ini

hampir mendekati global target yaitu 70 %. Sementara itu angka insiden kasus baru BTA (+)

mengalami kecenderungan penurunan kasus selama kurun waktu 2000 – 2006 dari 126 per

100.000 penduduk menjadi 104 per 100.000 penduduk. Penurunan ini tidak terlepas dari

adanya pengendalian penyakit TB.3

Page 3: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

3

Untuk menangani masalah TB yang makin meningkat secara global ini maka pada

awal tahuh 1990 an WHO dan IUATLD ( International Union Against Tuberculosis and

Lung Diseases ) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai

strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse ). Strategi DOTS meliputi

5 komponen dimana didalamnya terdapat tatalaksana penderita TB mulai dari menegakkan

diagnosis, penyediaan obat, pengobatan dengan pengawasan, monitoring pengobatan serta

sistem pencatatan dan pelaporan. Program DOTS telah terbukti sebagai strategi

penanggulangan yang efektif dimana fokus DOTS adalah penemuan dan penyembuhan

penderita TB paru. Strategi DOTS terbukti dapat mengurangi kasus yang gagal pengobatan,

kambuh dan mencegah kasus Multi Drug Resisten ( MDR ).4,5,6

Target utama dalam mengontrol kasus TB meliputi penurunan insiden kasus TB pada

tahun 2015, penurunan angka prevalensi TB dan angka kematian, insiden kasus sediaan (+)

harus terdeteksi dan diobati dengan program DOTS minimal 70 % dan keberhasilan

pengobatan kasus sediaan (+) minimal 85 %.1,2

Berdasarkan Profil Kesehatan yang

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2007 disebutkan bahwa angka keberhasilan

pengobatan TB di Indonesia selama periode 2003 – 2006 selalu diatas target 85 %. Pada

tahun 2003 angka keberhasilan pengobatan TB sekitar 87 %, sedangkan pada tahun 2004

sebesar 89 % dan pada tahun 2005 - 2006 sebesar 91 %.3

Sementara itu di Propinsi Sumbar

pada tahun 2005 didapatkan angka kesembuhan yang masih dibawah target yang telah

ditetapkan yaitu sebesar 82,6 %.7

Rumah sakit sebagai salah satu pusat kesehatan masyarakat memberikan kontribusi

besar dalam penanggulangan penyakit TB ditengah masyarakat karena berdasarkan Survey

Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 2004 menunjukkan bahwa sekitar 40 % penderita

TB datang berobat ke rumah sakit.dikutip dari 7

Keberhasilan pengobatan TB ini sangat penting

untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus

rantai penularan dan mencegah timbulnya MDR TB. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi

terhadap keberhasilan pengobatan pada penderita TB terutama pengobatan TB paru

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang karena rumah sakit ini termasuk dalam jejaring

Unit Pelayanan Kesehatan pelaksana program DOTS.

Page 4: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

4

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran hasil pengobatan penderita TB paru yang berobat di Poliklinik

Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 meliputi ;

a. Jumlah penderita

b. Umur

c. Jenis kelamin

d. Pekerjaan

e. Tipe penderita

f. Kategori OAT

g. BTA sputum

h. Penyakit penyerta.

2. Mengetahui angka konversi BTA sputum pada penderita TB paru yang berobat

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 –

31 Desember 2008.

3. Mengetahui gambaran hasil pengobatan penderita TB paru yang berobat

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 –

31 Desember 2008.

4. Mengetahui angka kesembuhan (cure rate ) penderita TB paru BTA (+) yang berobat

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 –

31 Desember 2008.

5. Mengetahui angka drop out penderita TB paru BTA (+) yang berobat di Poliklinik

Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008

1.3 Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu bahan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan penderita TB paru

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang.

2. Sebagai salah satu rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Page 5: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis tipe humanus dimana proses penularan penyakit ini terjadi

terutama secara droplet.8,9,10

2.2 Patogenesis

Penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas

akan bersarang di jaringan paru dan membentuk sarang primer atau afek primer. Dari sarang

primer terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus ( limfangitis lokal ). Peradangan

tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus ( limfadenitis regional ). Afek

primer, limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal dengan komplek primer.8,9,10,11

Selanjutnya komplek primer akan mengalami salah satu proses :

1. Sembuh tanpa bekas

2. Sembuh dengan bekas seperti garis fibrotik sarang sarang perkapuran.

3. Menyebar ke sekitar atau organ lain dengan cara :

a. Perkontinuitatum dimana terjadi penyebaran ke daerah sekitarnya.

b. Penyebaran secara bronkogen baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen dimana penyebaran dapat

mencapai ke organ tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, dan lainnya.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi

kuman.8,11

Pada tuberkulosis post primer akan muncul bertahun – tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer

dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun

lobus inferior. Sarang ini akan mengikuti salah satu proses :

1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan bekas

2. Sarang menjadi meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan fibrosis dan

timbul perkapuran. Sarang ini dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk

jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

Page 6: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

6

3. Sarang meluas dengan membentuk jaringan keju dan akan membentuk kaviti bila

jaringan keju dibatukkan.. Kaviti ini dapat meluas, memadat membentuk tuberkuloma

atau sembuh.8,10,11

2.3 Gejala Klinis

Gejala klinis penderita TB paru sangat bervariasi dari mulai tanpa gejala klinis sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi di paru. Namun secara umum gejala klinis

pada penderita TB paru dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu gejala lokal / respiratorik dan

gejala sistemik.8,11,12

a. Gejala lokal / respiratorik meliputi :

- Batuk – batuk 2 – 3 minggu atau lebih dengan dahak yang mukoid hingga

purulen.

- Batuk darah

- Sesak nafas

- Nyeri dada

b. Gejala sistemik meliputi :

- Demam yang hilang timbul dan tidak tinggi

- Keringat malam

- Penurunan berat badan

- Malaise dan anoreksia.

2.4 Pemeriksaan Fisik

Kelainan yang ditemukan dari pemeriksaan fisik pada penderita TB paru tergantung

pada luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit

menemukan kelainan. Tanda – tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan tanda – tanda

sekret di bronkus kecil. Karena penjalaran proses yang menahun maka biasanya penderita

datang dalam keadaan penyakit yang sudah lanjut. Kelainan fisik dapat berupa radang pada

mukosa dengan penyempitan maupun penimbunan sekret, konsolidasi, fibrosis, atelektasis

dan kavitas. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah

apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforis, suara nafas melemah dan ronki

basah.8,10,12

Page 7: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

7

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berguna untuk membantu menegakkan diagnosis TB paru,

yang meliputi 8,11

:

1. Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik meliputi pemeriksaan mikroskopik langsung dan

pemeriksaan tidak langsung ( kultur ).

a. Pemeriksaan mikroskopik langsung adalah pemeriksaan untuk menemukan

Basil Tahan Asam ( BTA ) dalam sediaan apus sputum.

b. Pemeriksaan kultur / biakan yang merupakan gold standard untuk menegakkan

diagnosis tuberkulosis paru.

2. Radiologik

Beberapa gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif, meliputi :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan segmen posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

c. Bayangan bercak milier.

d. Efusi pleura unilateral ( umumnya ) atau bilateral ( jarang ).

3. Pemeriksaan Khusus

a. Pemeriksaan Serologik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman

Mycobacterium tuberculosis seperti ; Enzym Linked Immunosorbent Assay

( ELISA ), Immunochromatographic ( ICT ), Mycodot, Peroksidase Anti

Peroksidase ( PAP ) dan IgG TB.

b. Pemeriksaan BACTEC.

c. Polymerase Chain Reaction ( PCR ).

2.6 Diagnosis TB Paru

Untuk menegakkan diagnosis TB paru dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan berupa batuk – batuk 2 – 3 minggu atau

lebih, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada. Keluhan demam yang bersifat hilang timbul

dan keringat malam.

Page 8: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

8

Semua penderita yang dicurigai menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan

mikroskopis sputum sekurang – kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali dimana minimal 1 kali

pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari. Pada program penanganan TB paru, penemuan

Basil Tahan Asam ( BTA ) melalui pemeriksaan sputum mikroskopik merupakan diagnostik

utama. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto thorak

saja karena dapat menimbulkan misdiagnosis. Bila ada fasilitas maka harus dilakukan

pemeriksaan kultur sebagai gold standar.1,11,13,14

Dibawah ini dijabarkan alur dalam

menegakkan diagnosis TB paru.

Gambar 1. Alur diagnosis TB paru dikutip dari 1

Page 9: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

9

2.7 Klasifikasi penderita TB paru

Penderita TB paru diklasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum1,11

:

1. TB paru BTA (+)

- Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen sputum SPS ( Sewaktu - Pagi –

Sewaktu ) hasilnya BTA (+) atau

- 1 spesimen sputum SPS hasilnya BTA (+) dan foto thorak dada menunjukkan

gambaran TB atau

- 1 spesimen sputum SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB (+) atau

- 1 atau lebih spesimen sputum hasilnya (+) setelah 3 spesimen sputum SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasil BTA (-) dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotik Non Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ).

2. TB paru BTA (-)

Meliputi kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA (+), dimana :

- Paling tidak 3 spesimen sputum SPS hasilnya BTA (-)

- Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran TB paru aktif

- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.

2.8 Tipe penderita TB paru

Pengobatan penderita TB paru ditentukan oleh tipe penderita dimana tipe penderita

TB paru ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan dengan OAT sebelumnya.1,11

1. Kasus Baru

Adalah penderita TB paru yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah minum OAT kurang dari 1 bulan ( 4 minggu ).

2. Kasus Kambuh ( relaps )

Adalah penderita TB paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

dengan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

didiagnosis kembali sebagai TB paru dengan pemeriksaan BTA (+) baik secara

apusan maupun dengan kultur.

3. Kasus Putus Berobat ( Default )

Adalah penderita TB paru yang telah berobat lebih dari 1 bulan kemudian tidak

minum OAT selama 2 bulan berturut – turut atau lebih. Biasanya penderita datang

dengan hasil pemeriksaan BTA (+).

Page 10: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

10

4. Kasus Gagal ( Failure )

Adalah penderita TB paru yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan

dengan OAT. Penderita TB paru BTA (-) menjadi BTA (+) setelah menjalani fase

intensif termasuk kategori kasus gagal.

5. Kasus Pindahan

Adalah penderita TB paru yang dipindahkan dari Unit Pelayanan Kesehatan

( UPK ) lain yang memiliki registrasi TB untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus Kronik

Adalah penderita TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) walaupun

telah selesai mendapat pengobatan ulangan dengan kategori II.

.

2.9 Pengobatan

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru adalah untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.11

Prinsip pengobatan terhadap penderita TB paru meliputi :1,11

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

b. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.

c. Pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat ( PMO ) untuk

menjamin kepatuhan penderita menelan obat.

Paduan Obat Anti TB1,5,11

1. Kategori I ( 2 HRZE / 4H3R3 )

Paduan OAT kategori ini diberikan untuk penderita baru :

a. Penderita baru TB paru dengan BTA positif.

b. Penderita baru TB paru dengan BTA negatif tapi foto thoraks tampak tanda –

tanda aktif.

c. Penderita TB Ekstra paru.

2. Kategori II ( 2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3 )

Paduan OAT ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif yang telah

diobati dengan OAT sebelumnya :

a. Penderita TB paru yang kambuh.

Page 11: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

11

b. Penderita TB paru yang gagal dengan pengobatan sebelumnya.

c. Penderita TB paru dengan riwayat putus berobat dan kembali dengan hasil

BTA sputum positif.

Selain kategori pengobatan diatas terdapat kategori khusus yang diberikan pada kasus

kronik dan MDR. Obat OAT yang diberikan pada kategori ini disesuaikan dengan hasil uji

resistensi.

2.10 Hasil Pengobatan

Hasil pengobatan pada penderita TB paru yang mendapat OAT dikelompokkan

menjadi ; sembuh, lengkap, meninggal, pindah, putus berobat atau gagal.1,11,15

1. Sembuh

Adalah penderita TB paru yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan ulang sputum (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan

pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

2. Pengobatan Lengkap

Adalah penderita TB paru yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal, dimana belum ada hasil

pemeriksaan BTA sputum. Penderita TB paru BTA (-) yang pada pemeriksaan sputum

akhir pengobatan tetap negatif dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.

3. Meninggal

Adalah penderita TB paru yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab

apapun.

4. Pindah

Adalah penderita TB paru yang pindah berobat ke Unit Pelayanan Kesehatan ( UPK )

lain dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

5. Putus Berobat ( Default )

Adalah penderita TB paru yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

6. Gagal

Adalah penderita TB paru BTA (+) yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Penderita TB paru BTA (-) menjadi BTA (+) setelah menjalani fase intensif termasuk

kategori kasus gagal.

Page 12: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

12

2.11 Evaluasi Pengobatan

Evaluasi atau penilaian terhadap penderita TB paru yang sedang minum OAT

meliputi evaluasi klinis, bakteriologik, radiologi dan efek samping obat serta keteraturan

berobat.11,15

1. Evaluasi klinis

Penderita TB paru dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

kemudian selanjutnya dilakukan evaluasi setiap 1 bulan. Evaluasi klinis ini meliputi

keluhan, berat badan dan pemeriksaan fisis.

2. Evaluasi bakteriologik

Evaluasi ini bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi BTA sputum.

Pemeriksaan BTA sputum ini dilakukan pada :

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif )

- Pada akhir pengobatan.

3. Evaluasi radiologi

Evaluasi foto thorak serial dilakukan pada penderita TB paru bertujuan untuk melihat

perbaikan secara radiologis. Evaluasi radiologis ini dilakukan bersamaan dengan

evaluasi bakteriologik.

4. Evaluasi efek samping

Evaluasi ini untuk melihat efek samping yang timbul akibat pemakaian OAT. Evaluasi

ini meliputi ;

- Pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal sebelum pengobatan.

- Bila pada evaluasi klinis terdapat kelainan maka dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk memastikannya.

- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol ( bila ada

keluhan).

- Pemeriksaan uji keseimbangan dan audiometri bila mendapat streptomisin

( bila ada keluhan ).

5. Evaluasi keteraturan berobat

Keteraturan berobat penderita TB paru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pengobatan. Perlunya penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan

berobat karena ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah

resistensi. Penyuluhan ini diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungannya.

Page 13: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

13

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yaitu memberikan

gambaran hasil pengobatan penderita TB paru di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2008 berdasarkan data rekam medik penderita.

3.2 Subjek dan Tempat Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah penderita yang didiagnosis TB paru dan mendapat terapi

OAT di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 sampai

31 Desember 2008.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil dan Bagian Rekam Medis

RS.DR.M.Djamil Padang bulan Juni 2009 – Agustus 2009

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh penderita yang didiagnosis TB paru dan mendapat

terapi OAT dari Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 sampai

31 Desember 2008. Seluruh populasi yang memiliki data lengkap dimasukkan sebagai sampel

penelitian.

3.4 Pengumpulan Data

Data diambil dari arsip rekam medik penderita TB paru yang mendapat OAT di

Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2008.

Data yang dikumpulkan meliputi ; jumlah penderita, umur, jenis kelamin, kategori OAT,

BTA sputum awal pengobatan, 2 bulan pengobatan dan akhir pengobatan, hasil pengobatan

dan penyakit penyerta.

3.5 Pengolahan dan Analisa data

Semua data yang diperoleh diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekwensi.

Page 14: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

14

3.6 Definisi Operasional

3.6.1 Penderita TB paru adalah penderita yang didiagnosis dan diterapi sebagai TB paru

berdasarkan klinis, bakteriologis dan radiologis.

3.6.2 Umur adalah usia penderita saat mendapat pengobatan OAT di Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang sesuai dengan catatan rekam medik. Penderita

dikelompokkan dalam interval usia 10 tahun dengan usia < 20 tahun, 20 -29 tahun,

30 – 39 tahun, 40 – 49 tahun, 50 – 59 tahun, 60 – 69 tahun dan ≥ 70 tahun.

3.6.3 Pekerjaan digolongkan menjadi PNS, Non PNS dan belum bekerja.

3.6.4 Hasil BTA sputum adalah pemeriksaan mikroskopik kuman BTA pada sediaan

langsung dengan pewarnaan Ziehl Nielsen. Hasil pemeriksaan BTA sputum

dikelompokkan pada awal pengobatan, bulan ke 2 dan akhir pengobatan.

3.6.5 Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Kasus Baru adalah penderita TB paru yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah minum OAT kurang dari 1 bulan ( 4 minggu ).

b. Kasus Kambuh ( relaps ) adalah penderita TB paru yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian didiagnosis kembali dengan BTA (+) (apusan atau kultur).

c. Kasus Putus berobat ( Default atau drop out ) adalah penderita yang telah

minum OAT minimal 1 bulan kemudian tidak datang berobat 2 bulan berturut

– turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus Gagal ( Failure ) adalah penderita TB paru BTA (+) yang hasil

pemeriksaan sputumnya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan. Penderita TB paru BTA (-) yang

pemeriksaan sputum setelah fase intensif menjadi BTA (+), dinyatakan

sebagai kasus gagal.

e. Kasus Pindah adalah penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

registrasi TB ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang untuk melanjutkan

pengobatannya.

f. Kasus Kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA sputum

masih (+) setelah selesai menjalani pengobatan ulangan dengan kategori II.

3.6.6 Kategori OAT adalah jenis pengobatan yang diberikan pada penderita TB paru yang

dibedakan atas kategori I, kategori II dan kategori khusus.

3.6.7 Penyakit penyerta adalah penyakit tambahan yang diderita oleh penderita TB paru

Page 15: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

15

3.6.8 Hasil pengobatan adalah hasil akhir pengobatan. Hasil pengobatan ini dikelompokkan

atas sembuh, lengkap, pindah, gagal dan putus berobat.

a. Sembuh adalah penderita TB paru yang telah menyelesaikan pengobatannya secara

lengkap dan pemeriksaan ulang sputum (follow-up) hasilnya negatif pada akhir

pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

b. Pengobatan lengkap adalah penderita TB paru yang telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau

gagal dimana belum adanya hasil pemeriksaan BTA. Penderita TB paru BTA (-)

yang pemeriksaan sputum pada akhir pengobatan tetap negatif, dinyatakan sebagai

pengobatan lengkap.

c. Pindah adalah penderita TB paru yang pindah berobat ke UPK lain dan hasil

pengobatannya tidak diketahui.

d. Putus berobat adalah penderita TB paru yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut

atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

e. Gagal pengobatan adalah penderita TB paru BTA(+) yang hasil pemeriksaan

sputumnya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan. Penderita TB paru BTA (-) dimana pemeriksaan BTA menjadi

(+) setelah fase intensif selesai dikategorikan sebagai gagal pengobatan.

3.6.9 Konversi adalah perobahan BTA sputum (+) menjadi BTA (-) setelah selesai

menjalani fase intensif.

3.6.10 Angka kesembuhan ( cure rate ) adalah angka yang menunjukkan persentase penderita

TB paru BTA (+) yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara penderita

TB paru BTA (+) yang tercatat. Penderita yang pindah tidak diperhitungkan.

3.6.11 Angka konversi adalah persentase penderita TB paru BTA (+) yang mengalami

konversi menjadi BTA (-) setelah menjalani fase intensif.

Angka drop out adalah persentase penderita TB paru yang drop out diantara penderita

TB paru yang tercatat.

Page 16: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

16

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Selama periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2008 didapatkan 400 penderita

TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.Dr. M.Djamil. Dari total 400 penderita terdapat

sebanyak 29 penderita yang tidak memiliki data rekam medis yang lengkap. Jumlah

penderita tahun 2007 sebanyak 176 orang dan pada tahun 2008 sebanyak 195 orang.

Karakteristik penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008

Karakteristik Jumlah %

Jumlah penderita

- 2007 176 47,44 - 2008 195 52,56

Jenis kelamin

- Laki – laki 203 54,72

- Perempuan 168 45,28

Umur ( thn )

- < 20 38 10,24

- 20 – 29 84 22,64

- 30 – 39 58 15,63

- 40 – 49 74 19,95

- 50 – 59 68 18,33

- 60 – 69 28 7,55

- ≥ 70 21 5,66

Pekerjaan

Laki – laki

- PNS 58 28,57 - Non PNS 103 50,74

- Belum bekerja 42 20,69

Perempuan

- PNS 20 11,90 - Non PNS 114 67,86

- Belum bekerja 34 20,24

BTA sputum - Positif 205 55,26

- Negatif 166 44,74

Tipe penderita

- Baru 348 93,80 - Kambuh 19 5,12

- Putus berobat 3 0,81

- Kronik 1 0,27 - Gagal - -

- Pindah - -

Page 17: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

17

Kategori OAT

- I 348 93,80 - II 22 5,93

- Khusus 1 0,27

Penyakit penyerta

- DM 28 7,55 - Hipertensi 15 4,04

- Osteoarthritis 4 1,08

- CHF 3 0,81 - PPOK 2 0,54

- Asma 1 0,27

- Sinusitis 1 0,27

- Tidak ada penyakit 317 85,44

Hasil pengobatan

Selesai pengobatan

- Sembuh 137 49,82

- Pengobatan lengkap 133 48,36 - Gagal 5 1,82

Tidak selesai pengobatan

- Drop out 41 42,71

- Pindah 55 57,29

Selama periode tahun 2007 – 2008, penderita TB paru laki – laki yang berobat di

Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang sebanyak 203 penderita (54,72 %) dan perempuan

168 penderita (45,28 %). Perbandingan antara laki – laki dengan perempuan adalah 1,2 : 1.

Berdasarkan kelompok umur didapatkan bahwa penderita TB paru yang berobat di

Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang selama tahun 2007 – 2008 terbanyak pada

kelompok umur 20 – 29 tahun yaitu sebanyak 84 penderita (22,64 %), sedangkan kelompok

umur terendah adalah 60 – 69 tahun sebanyak 28 orang (7,55 %). Secara umum penderita TB

paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang adalah kelompok umur

produktif.

Jenis pekerjaan non PNS terbanyak pada penderita TB paru yang berobat di Poliklinik

Paru RS.DR.M.Djamil Padang baik pada laki – laki maupun perempuan. Pada penderita laki

– laki non PNS terdapat 103 penderita (50,74 %) dan PNS 58 penderita (28,57 %). Pada

penderita perempuan non PNS terdapat 114 penderita (67,86 %) dan PNS 20 penderita

(11,90 %).

Berdasarkan pemeriksaan BTA sputum pada penderita TB paru yang berobat di

Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang didapatkan bahwa penderita dengan BTA positif

sebanyak 205 penderita (55,26 %) dan BTA negatif sebanyak 166 penderita (44,74 %).

Page 18: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

18

Berdasarkan tipe penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil

Padang terbanyak penderita kasus baru sebanyak 348 penderita (93,80 %), kasus kambuh 19

penderita (5,12 %), putus berobat 3 penderita (0,81 %) dan kasus kronik sebanyak 1 penderita

(0,27 %).

Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) kategori I merupakan yang terbanyak diberikan yaitu

sebanyak 348 orang (93,80 %) karena kebanyakan penderita merupakan kasus baru,

sedangkan untuk kategori II terdapat sebanyak 22 penderita ( 5,93 %) dan kategori khusus

yaitu kasus kronik 1 penderita ( 0,27 %).

Diantara 371 penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil

Padang didapatkan sebanyak 54 penderita memiliki penyakit tambahan selain TB paru.

Penyakit penyerta terbanyak adalah Diabetes Melitus sebanyak 28 penderita (7,55 %), dan

hipertensi 15 penderita (4,04 %).

Dari total 371 penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil

Padang terdapat 275 penderita (74,12 %) menyesaikan pengobatannya sampai tuntas dan 96

penderita (25,88 %) tidak menyelesaikan pengobatan. Diantara yang menyelesaikan

pengobatan, sebanyak 137 penderita sembuh (49,82 %), pengobatan lengkap 133 penderita

(48,36 %) dan gagal pengobatan 5 penderita (1,82 %). Sementara itu diantara yang tidak

menyelesaikan pengobatan terdapat sebanyak 41 penderita drop out (42,71 %) dan pindah

melanjutkan pengobatan ke puskesmas sebanyak 55 penderita (57,29 %).

Dari 205 penderita TB paru dengan BTA sputum positif, terdapat 156 penderita yang

diperiksa BTA sputum ulang setelah fase intensif 2 bulan sedangkan 49 penderita tidak

diperiksa karena drop out atau pindah melanjutkan pengobatan ke puskesmas. Perobahan

dari BTA sputum positif menjadi negatif setelah fase intensif 2 bulan sebanyak 138 penderita

(88,46 %), sedangkan yang tidak mengalami konversi sebanyak 18 penderita (11,54 %). Hasil

ini tampak pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi penderita TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 berdasarkan konversi BTA sputum

KONVERSI Jumlah %

Konversi 138 88,46

Tidak Konversi 18 11,54

TOTAL 156 100

Page 19: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

19

Gambaran hasil pengobatan penderita TB paru yang menyelesaikan pengobatannya di

Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang dapat dilihat pada tabel 3. Terlihat penderita TB

paru BTA (+) yang sembuh sebanyak 137 orang (93,20 %), pengobatan lengkap 6 orang

(4,08 %) dan gagal pengobatan 4 orang (2,72 %). Penderita TB paru BTA (-) dengan

pengobatan lengkap sebanyak 127 orang (99,22 %) dan gagal 1 orang (0,78 %).

Tabel 3. Distribusi penderita TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 berdasarkan hasil pengobatan

HASIL

PENGOBATAN

BTA Negatif

Jumlah %

BTA Positif

Jumlah %

Sembuh - - 137 93,20

Lengkap 127 99,22 6 4,08

Gagal 1 0,78 4 2,72

TOTAL 128 100 147 100

Diantara penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 didapatkan sebanyak 41 penderita (12,97 %)

drop out dari pengobatan. Hasil ini tergambar pada tabel 4.

Tabel 4. Angka drop out penderita TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil

Padang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008

HASIL PENGOBATAN Jumlah %

Drop Out 41 12,97

Selesai pengobatan 275 87,03

Total 316 100

Page 20: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

20

BAB V

DISKUSI

Telah dilakukan penelitian retrospektif dengan mengambil data dari catatan rekam

medik penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang dari

tanggal 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008. Berdasarkan data ini didapatkan sebanyak 400

penderita TB paru dimana sebanyak 29 penderita tidak mempunyai catatan medik yang

lengkap sehingga tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Sebanyak 176 penderita tercatat

berobat selama tahun 2007, sedangkan selama tahun 2008 didapatkan 195 penderita TB paru

yang tercatat berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang.

Dari 371 penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

selama 2007 – 2008 didapatkan penderita laki – laki sebanyak 203 penderita (54,72 %) dan

penderita perempuan sebanyak 168 orang (45,28 %). Dari penelitian ini didapatkan

perbandingan antara laki – laki dan perempuan adalah 1,2 : 1. Hasil penelitian ini sama

dengan penelitian Taufik16

di Padang tahun 2003 dimana penderita laki – laki lebih banyak

dibanding perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Penelitian oleh Borgdroff17

di 14 negara

juga menemukan hal yang sama dimana prevalensi penderita TB lebih banyak pada laki –

laki dibandingkan perempuan. Penelitian oleh Karim dkk18

di Bangladesh juga mendapatkan

bahwa kasus TB paru lebih banyak pada pria dengan rasio perbandingan wanita dengan pria

sekitar 0,81. Laporan yang dirilis oleh WHO seperti dikutip Linda M

19 juga memberikan

hasil yang sama bahwa secara umum penderita TB lebih banyak pada laki – laki

dibandingkan perempuan dengan angka perbandingan berkisar 1,5 – 2,1 : 1. Hal ini karena

laki – laki lebih mudah dalam mengakses pelayanan kesehatan dibanding perempuan. Kaum

perempuan sering terkendala oleh beberapa faktor seperti ; tidak ada waktu karena mengurus

keluarga, masalah biaya dan transportasi, perlunya teman pria yang mendampingi, aib dan

rasa malu, tingkat pendidikan yang masih rendah dan faktor sosiobudaya.5

Pada penelitian ini didapatkan bahwa golongan umur penderita TB paru yang berobat

ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang mayoritas usia produktif yaitu 20 – 59 tahun

sebanyak 284 penderita (76,55 %). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang

dilakukan Taufik16

di Padang dimana didapatkan kasus TB paru sebagian besar pada usia

produktif 20 – 59 tahun sebesar 78 %. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hilaludin20

pada

penderita TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.Pirngadi Medan mendapatkan

Page 21: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

21

kelompok umur yang lebih muda 25 – 49 tahun sebagai kelompok umur terbanyak yang

menderita TB paru sekitar 55,70 %.

Berdasarkan jenis pekerjaan didapatkan bahwa jenis pekerjaan Non PNS sebagai

pekerjaan terbanyak baik pada penderita laki – laki maupun perempuan. Pada laki – laki non

PNS sebanyak 50,74 % dan pada perempuan sebanyak 67,86 %. Hasil penelitian ini hampir

sama dengan hasil penelitian oleh Reviono tahun 2001 seperti dikutip oleh Arsunan21

tentang

profil penderita TB paru rawat jalan di Poliklinik Paru RS.Persahabatan dimana jenis

pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja, buruh tani dan wiraswasta dengan total 81,34 %,

sedangkan PNS 14,35 %. Jenis pekerjaan ini berhubungan dengan tingkat ekonomi dimana

penderita non PNS pada umumnya memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Tingkat ekonomi

rendah yang rendah ini berhubungan dengan status gizi dan daya tahan tubuh yang juga

rendah sehingga mempermudah terjadinya reaktivasi kuman tuberkulosis.

Penderita TB paru yang datang berobat ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 kebanyakan merupakan kasus baru 348 orang

(93,80 %), sedangkan kasus kambuh sebanyak 19 orang (5,12 %). Hasil penelitian ini serupa

dengan yang ditemukan oleh Taufik16

di Padang tahun 2003 dimana penderita TB paru yang

berobat ke tempat praktek swasta kebanyakan juga kasus baru sebesar 84 %. Tingginya

jumlah penderita TB paru kasus baru yang ditemukan menunjukkan bahwa Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang cukup berhasil dalam melakukan penjaringan kasus baru.

Penjaringan kasus oleh rumah sakit berbeda dengan penjaringan yang dilakukan oleh

puskesmas dimana penjaringan oleh puskesmas secara aktif sedangkan penjaringan oleh

rumah sakit secara pasif. Oleh karena kasus tertinggi pada penelitian ini adalah kasus baru

maka kategori terapi yang sesuai diberikan adalah OAT kategori I.

Berdasarkan kepada hasil pemeriksaan BTA sputum, penderita dengan BTA (+) lebih

banyak dibanding BTA sputum (-) dimana BTA (+) 205 orang (55,26 %) sedangkan BTA (-)

sebanyak 166 orang ( 44,74 %). Hasil ini lebih rendah dibandingkan pemeriksaan BTA

sputum pada penderita TB paru yang berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru – Paru

( BP4 ) Lubuk Alung dimana tahun 2007 BTA (+) sebesar 85,6 % dan tahun 2008 sebesar

87,2 %.22

Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan TB tahun 2006 diharapkan

persentase BTA (+) tidak kurang dari 65 % karena bila lebih rendah dari 65 % berarti mutu

diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan penderita yang

menular.1

Namun hal ini juga dapat sebagai bukti keberhasilan Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang dalam menemukan kasus TB paru lebih dini. Hal ini karena pada

Page 22: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

22

penderita TB paru BTA (-) umumnya memiliki derajat penyakit yang masih ringan. Dengan

penemuan dan pengobatan kasus TB paru yang lebih dini maka kemungkinan angka

keberhasilan pengobatan lebih tinggi.

Pada penelitian ini didapatkan penderita TB paru yang memiliki penyakit penyerta

ada pada 54 penderita (14,56 %). Dari keseluruhan penderita TB paru didapatkan bahwa

penyakit penyerta terbanyak adalah Diabetes Melitus sebesar 7,55 %. Penelitian yang

dilakukan oleh Taufik di RS Persahabatan seperti yang dikutip oleh Linda M19

juga

mendapatkan penyakit penyerta terbanyak pada penderita TB paru adalah Diabetes Melitus

( DM ) sebanyak 19 orang (27,4 %) dari populasi 70 orang. Banyaknya kasus TB paru

dengan penyakit penyerta DM karena DM mempermudah reaktivitas infeksi TB paru.

Aktivitas kuman TB meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM ringan.23

Hal ini akan

menyebabkan pengobatan pada penderita TB paru dengan DM membutuhkan waktu yang

lebih lama.

Angka konversi ( Convertion rate ) yang didapatkan pada penelitian ini tahun 2007

sebesar 88,73 % dan pada tahun 2008 sebesar 89,29 %. Hasil ini melebihi target nasional

minimal sebesar 80 %. Hasil ini lebih baik dibandingkan angka konversi penderita TB paru

yang berobat di BP4 Lubuk Alung dimana pada tahun 2007 sebesar 63,10 % dan tahun 2008

sebesar 80 %.22

Konversi BTA sputum dari BTA (+) menjadi BTA (-) biasanya dinilai pada

akhir pengobatan fase intensif. Konversi ini menunjukkan bahwa terapi OAT yang diberikan

memberikan respon yang baik terhadap penyakit TB paru penderita. Konversi juga

membuktikan kepatuhan penderita TB paru untuk minum obat. Hasil ini sesuai dengan hasil

penelitian Ridwan A24

dimana faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan konversi

BTA sputum pada penderita TB paru diantaranya adalah kepatuhan penderita untuk berobat.

Konversi ini sangat penting dalam mencegah penularan penyakit TB paru karena akan

menyebabkan penderita yang sebelumnya berpotensi untuk menular menjadi tidak menular.

Selain itu tingginya angka konversi juga akan dapat memprediksi tingginya angka

keberhasilan pengobatan penderita TB paru.

Secara umum hasil pengobatan penderita TB paru yang berobat di Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang adalah sembuh dan pengobatan lengkap. Secara total didapatkan

bahwa penderita TB paru yang sembuh dan pengobatan lengkap sebesar 98,18 %. Namun

untuk penilaian angka kesembuhan ( Cure Rate ) ditetapkan dari jumlah penderita TB paru

BTA (+) yang sembuh diantara seluruh penderita TB paru BTA (+) yang tercatat dimana

pada penelitian ini kita dapatkan cure rate sebesar 93,20 %. Hasil ini sangat memuaskan

Page 23: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

23

dimana cure rate yang dicapai melebihi angka target global yang ditetapkan dimana minimal

cure rate sebesar 85 %. Hasil ini lebih baik dibandingkan dari hasil pengobatan penderita TB

paru yang berobat di BP4 Lubuk Alung dimana pada tahun 2007 cure rate nya 80,5 %.22

Selain itu angka gagal pengobatan cukup rendah yaitu sebanyak 5 penderita (1,82 %). Hasil

ini membuktikan keberhasilan Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang dalam

penatalaksanaan penderita TB paru.

Angka drop out didapatkan sebesar 12,97 % dimana angka ini masih diatas dari

angka yang diharapkan dimana angka putus berobat diharapkan tidak lebih dari 10 %.1 Hasil

ini serupa dengan yang dialami oleh BP4 Lubuk Alung dimana angka putus berobat tahun

2007 sebesar 11,10 % kemudian pada tahun 2008 naik menjadi 17,0 %.22

Namun bila

dibandingkan dari tahun – tahun sebelumnya hasil ini sudah ada perbaikan. Dari penelitian

Dini Noviarti25

didapatkan bahwa angka putus berobat pada penderita TB paru yang diobati

di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang tahun 1998 cukup tinggi sebesar 61,9 %.

Kemudian hasil ini tidak jauh berbeda pada tahun berikutnya melalui penelitian pada tempat

yang sama dilakukan oleh Arlina Azra26

selama tahun 1998 – 1999 didapatkan angka putus

berobat sebesar 68,41 %. Penyebab drop out biasanya karena masalah biaya, kebosanan

berobat dan penderita sudah merasa sehat setelah mendapat terapi OAT beberapa bulan

sehingga penderita enggan untuk melanjutkan pengobatan. Berdasarkan penelitian Dini

Noviarti26

didapatkan bahwa alasan terjadinya putus berobat karena bermacam alasan yaitu ;

tidak sanggup beli obat, penyakit tidak mengganggu kegiatan, pelayanan di rumah sakit

kurang baik, bosan minum obat, adanya efek samping dan tidak adanya penjelasan oleh

tenaga kesehatan tentang penyakit yang dideritanya. Untuk kasus drop out ini pihak

RS.DR.M.Djamil Padang membuat laporan kepada Wasor yang akan melakukan pelacakan

terhadap penderita TB paru yang drop out.

Page 24: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

24

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

1. Jumlah penderita TB paru yang berobat ke Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2009 sebanyak 371 orang.

2. Penderita pria lebih banyak dibanding wanita.

3. Golongan umur terbanyak adalah usia produktif 20 - 59 tahun.

4. Berdasarkan jenis pekerjaan, didapatkan Non PNS yang terbanyak.

5. Penderita dengan kasus baru paling banyak didapat pada penelitian ini.

6. Kategori yang terbanyak digunakan adalah kategori I.

7. Penderita BTA sputum (+) lebih banyak dibanding BTA (-).

8. Penyakit penyerta terbanyak adalah diabetes melitus

9. Angka konversi BTA sputum melebihi angka target nasional

10. Secara umum hasil pengobatan penderita TB paru adalah sembuh dan pengobatan

lengkap

11. Angka kesembuhan ( Cure rate ) sudah diatas angka target nasional

12. Angka drop out masih diatas angka yang diharapkan

6.2 Saran

1.. Perlunya penelitian lanjutan tentang faktor penyebab masih tingginya angka putus

berobat pada penderita TB paru di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil Padang

Page 25: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2.Jakarta,

Depkes. 2006

2. WHO. WHO report 2009 - Global TB Control 2009; Epidemiology, Strategy, Financing.

Geneva : WHO, 2009 p 1 - 33

3. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta, Depkes. 2008. p 31-33

4. Frieden TR, Munsif SS. The DOTS Strategy for Controlling the Global Tuberculosis

Epidemic. Clin Chest Med 26. 2005.p 197-205

5. Tjandra YA. Tuberkulosis; Diagnosis, Terapi dan Masalahnya edisi V. Jakarta: Yayasan

Penerbit IDI;2005

6. Amira P. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.. e-USU Repository 2005.

diakses dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/paru-amira.pdf

7. Rosnini S. Program Penanggulangan Tuberkulosis Melalui Strategi DOTS dan Situasi

Sampai Saat ini di Sumatera Barat.Dalam: Seminar Sehari dalam rangka TB Day 2006.

Padang; 2006 p.1-8

8. Hood A, Abdul M. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University

Pres; 1995. p 73 – 109

9. Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Tuberkulosis. diakses dari: file:///J:/tb%20paru.html

10. Muhammad A, Hood A, Taib S. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga

University Pres; 19..p 13 – 35

11. PDPI, Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaandi Indonesia, Jakarta, 2006

12. Kreider ME, Rossman MD. Clinical Presentation and Treatment of Tuberculosis.

In.Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Michael AG, Grippi MA, Senior RM, Pack AI.

Fishman’s Pulmonary Disease dan Disorders Fourth ed. New York: McGraw-Hill 2008, p

2467 - 85

13. Tuberculosis Coalition for Technical Asistance. International Standards for Tuberculosis

Care (ISTC). The Haque,2006

14. Brodie D, Schluger NW. The Diagnosis of Tuberculosis. Clin Chest Med 26. 2005. p

247- 71

15. Hood A. What’s New In Tuberculosis Treatment. Dalam: Kabat, Winariani, Helmia H,

Laksmi W, editor. Naskah Lengkap Simposium Nasional Rasionalisasi Peningkatan

Tuberkulosis. Surabay; 2004. p 1 – 16

16. Taufik. Peranan Praktek Dokter Swasta Dalam Pemberantasan TB Paru.diakses dari:

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/dokter-swata-dalam-tb-paru_files-of-

drsmed.pdf

17. Borgdorf MW, Nagelkerke N, Dye C, Nunn P. Gender and Tuberculosis: a Comparison

of Prevalence Surveys with Notification data to Explore Sex Differences in Case

Detection. Int J Tuberc Lung Dis 2000; 4(2):123 - 32

Page 26: Hasil Pengobatan Penderita TB Paru 2008

26

18. Karim F, Ahmed F, Begum I, Johanssen E, Diwan VK. Female – Male Differences at

Various Clinical Steps of Tuberculosis Management in Rural Bangladesh. Int J Tuberc

Lung Dis. 2008; 12(11): 1336 – 39

19. Linda M, Priyanti ZS, Tjandra YA. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan

Penderita TB Paru.diakses dari: file:///J:/faktor%20kesembuhan%20tb.html

20. Hilaluddin S. Hubungan Pemeriksaan Dahak dengan Kelainan Radiologis pada Penderita

TBC Paru Dewasa. e-usu Repository 2005 diakses dari:

http//library.usu.Ac.id/download/fk/paru-hilaludin.pdf

21. Arsunan AA, Azriful, Aisyah. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi – Kassi. diakses dari: http//med.unhas.ac.id

22. BP4 Lubuk Alung. Pelaksanaan Program P2TBC Strategi DOTS di BP4 Lubuk Alung

SUMBAR..Dalam: Monev Implementasi strategi DOTS di BBKPM/ BKPM/ BP4/ KP4.

Bandung 2008

23. Harsinen S. Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru. diakses dari: http://med.unhas.ac.id

24. Ridwan A, Rasmaniar, Sinta LP. Faktor Keberhasilan Konversi pada PenderitaTB Paru di

Puskesmas Jongaya tahun 2006. diakses dari:

http://ridwanamiruddin.blogspd.com/2007/04/faktor-keberhasilan-konversi-pada.htm/

25. Dini N. Faktor Penyebab Pasien DO pada Pengobatan TB Paru di Poliklinik Paru

RS.DR.M.Djamil Padang tahun 1998.[skripsi]. Padang: Universitas Andalas; 2000

26. Arlina A. Gambaran Hasil Pengobatan TB Paru di Poliklinik Paru RS.DR.M.Djamil

Padang tahun 1998 – 1999 [skripsi]. Padang: Universitas Andalas; 2001