i
HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH
TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS
DI KABUPATEN SRAGEN
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Konsentrasi : Hukum Kesehatan
Disusun oleh :
WISNU RETNANINGSIH
NIM S301602002
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ii
HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH
TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS
DI KABUPATEN SRAGEN
Disusun Oleh :
WISNU RETNANINGSIH
NIM : S301602002
Telah disetujui oleh Pembimbing :
Nama Tanda Tangan Tanggal
Dr. Hari Purwadi, S.H., M.H. ……………… ………..
NIP. 1964120120051001
Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum ……………… ………..
NIP. 197805012003121002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Dr. Hari Purwadi. S.H., M.H.
NIP. 19641201 2005 1 001
iii
HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH
TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS
DI KABUPATEN SRAGEN
Disusun Oleh :
WISNU RETNANINGSIH
NIM : S301602002
Telah disetujui oleh Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
1. Ketua Dr. Arief Suryono, SH, M.H ..................... ............
NIP. 195809291987021001
2. Anggota Penguji Dr. Hari Purwadi, SH, M.Hum ……….......... …….....
NIP. 1964120120051001
3. Anggota Penguji Dr. Isharyanto, SH, M.Hum ……………… ………..
NIP. 197805012003121002
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukun
Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M,Pd. Dr. Hari Purwadi. SH, M.Hum
NIP. 196007271987021001 NIP. 19641201 2005 1 001
iv
PERNYATAAN
Nama : WISNU RETNANINGSIH
NIM : S 301602002
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian hukum (tesis) yang berjudul
“HARMONISASI ANTARA HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT DENGAN KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH
TENAGA KESEHATAN DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI
KABUPATEN SRAGEN” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya
saya dalam penulisan hukum (tesis) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila benar dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (tesis) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (tesis) ini. Selanjutnya untuk keasllian tesis saya, saya
bersedia di-upload atau dipublikasi website Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Nopember 2017
Yang Membuat Pernyataan
WISNU RETNANINGSIH
S301602002
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
begitu banyak nikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “Harmonisasi Antara Hak Atas
Informasi Kesehatan Bagi Masyarakat Dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis
Oleh Tenaga Kesehatan Dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten
Sragen” ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi sebagian
persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Tesis ini membahas tentang analisis harmonisasi dalam kebijakan
penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.
Dalam kesempatan ini, penulis juga bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara materiil maupun moril
sehingga penulisan tesisi dapat selesai dengan baik dan lancar terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Kasidi, MS, selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dekan Program Studi Magister Ilmu
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Hukum dan selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk
dan masukan bagi kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat tersusun
dan terselesaikan dengan baik dan lancar Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Dr. Isharyanto, SH., M. Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan bagi kesempurnaan penulisan
tesis ini sehingga tesis ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik dan lancar.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan
ilmunya dengan penuh dedikasi dan keikhlasan sehingga menambah wawasan dan
pengetahuan penulis.
7. Bapak dan Ibu Staf Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis
menempuh perkuliahan hingga penyelesaian penulisan tesis ini.
vi
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen dr.H.Hargiyanto, M.Kes beserta jajaran
Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, khususnya bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit.
9. Keluarga besar Puskesmas Kedawung 2 Sragen dan keluarga besar Puskesmas
Sambirejo Sragen yang selalu memberikan dukungan penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
10. Keluarga tercinta, Ayahanda Rawuh Soeprijanto MS, yang selalu mengiringi langkah
penulis dengan doa, suami Tri Raharno, SKM, M.Kes yang selalu sabar mendampingi
dan memberikan semangat kepada penulis, anak-anakku Avisena Surya Wihartama,
Krishna Rizqy Wihartama, Assyifa Putri Wihartama yang selalu menjadi penyemangat
(mood booster) bagi penulis.
11. Teman-teman kelas Hukum Kesehatan dan teman-teman Program Studi Magister Ilmu
hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016 yang telah
memberikan semangat dan doa sehingga penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu.
12. Semua pihak yang telah yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan pada masa yang akan datang. Dan semoga tesis ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
Surakarta, Agustus 2017
WISNU RETNANINGSIH
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LUAR ......................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9
A. Landasan Teori .......................................................................................... 9
1. Tinjauan Teori Terhadap HIV AIDS .................................................... 9
2. Tinjauan terhadap Informasi Kesehatan ................................................ 16
3. Tinjauan Rahasia Kedokteran ............................................................... 18
4. Tinjauan terhadap Harmonisasi Hukum ................................................ 21
5. Teori yang digunakan dalam melakukan harmonisasi hukum .............. 24
B. Penelitian Yang Relevan ........................................................................... 26
C. Kerangka Berfikir ...................................................................................... 28
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 30
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 30
B. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 30
C. Sifat Penelitian ........................................................................................... 31
D. Pendekatan penelitian ................................................................................ 31
E. Bahan Hukum ............................................................................................ 32
F. Analisis Bahan Hukum .............................................................................. 32
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................... 34
A. Disharmonisasi ketentuan antara hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat
dan kewajiban menyimpan rahasia medis oleh tenaga kesehatan dalam kebijakan
penanggulangan HIV AIDS di kabupaten Sragen ..................................... 34
viii
B. Harmonisasi hukum yang perlu dilakukan untuk pengaturan hak atas informasi kesehatan
bagi masyarakat terkait dengan penularan penyakit berhubungan dengan kebijakan
penanggulangan HIV AIDS DI Kabupaten Sragen ................................... 73
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 77
A. Kesimpulan ................................................................................................ 77
B. Implikasi .................................................................................................... 79
C. Saran .......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 81
ix
DAFTAR SINGKATAN
AIDS Acquired Immune Deficiency syndrome
ANC Antenatal Care
ARV Anti Retroviral
ASI Air susu Ibu
Fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan
HAM Hak Asasi Manusia
HIV Human Immunodeficiency Virus
IDU Injecting Drug Use
IMS Infeksi Menular Seksual
KDS Kelompok dukungan Sebaya
KTS Konseling dan Tes Secara Sukarela
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LBT Laki-laki Beresiko Tinggi
LKB Layanan Komprehensif Berkesinambungan
LSL Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki
ODHA Orang Dengan HIV/AIDS
PDP Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
Penasun Pengguna Narkoba Suntik
PMTCT Prevention of Mother to Child Transmission
PPIA Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
TB Tuberculosis
TIPK Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling
WHO World Health Organization
WPS Wanita Pekerja Seks
x
ABSTRAK
Wisnu Retnaningsih, S301602002, 2017, Harmonisasi Antara Hak Atas Informasi
Kesehatan Bagi Masyarakat Dengan Kewajiban Menyimpan Rahasia Medis Tenaga
Kesehatan Dalam Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.
Tesis : Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini mengkaji tentang harmonisasi antara hak atas informasi kesehatan bagi
masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis dalam kebijakan penanggulangan
HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif, dengan melakukan pengkajian beberapa peraturan hukum positif. Dalam
pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas rahasia medis (medical secrecy). Hak ini
merupakan hak dasar individual yang bersumber dari hak asasi manusia, yakni the rights to
self determinan. Persoalannya adalah saat rahasia kedokteran tersebut terkait dengan
seseorang yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, sementara salah satu
strategi penanggulangan yang paling awal adalah melalui pelaporan yang merupakan
subsistem informasi kesehatan. Problem yang kemudian muncul adalah hak mana yang
perlu didahulukan, apakah hak atas informasi kesehatan terkait penyakit menular ataukah
hak individu pasien atas rahasia medisnya untuk dilindungi dan tidak diberitahukan
mengenai penyakitnya kepada orang lain. Hak atas informasi publik dalam kaitannya
dengan pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang/masyarakat untuk mendapatkan
informasi dari pemerintah selaku penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi
setiap orang. Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan tersebut, pemerintah
mengembangkan sistem informasi kesehatan. Dalam informasi kesehatan terdapat informasi
yang bersifat publik atau dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat
privat atau yang tidak boleh dibuka kepada publik.
Kata Kunci: HIV dan AIDS, rahasia medis, ha katas informasi kesehatan.
1
Abstract
This research examines abaout the harmonize between the right to health
information for the community with the duty to safe medical secrecy in the
HIV/AIDS prevention policy in Sragen regency. The type of research used is
normative law, by reviewing some positive legal rules. In the health service is
known the right of medical secrecy. This right is the basic right of the individual
that comes from human rights, namely the right to selh determinant. The problem
is when the secret of medicine is related to someone who has the potential to
transmit the disease to others, while one of the earliest coping strategies is trough
reporting which is a health information subsystem. The next problem arises as to
which rights need to take precedence, whether the right to health information
relating to infectious diseases or to the individual’s right to the medical secrets to
be protected and not informed of his illness to others. The right to public
information in relation to health services is the right of every person/ community
to obtain information from the government as responsible for ensuring the the
right to healthy living for everyone. In order to realize the right to health
information, the government develops health information system. In the health
information there is information that is private or that should not be opened to the
public.
Key words: HIV; AIDS; medical secrets; right to health information.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membicarakan analisis harmonisasi hukum dalam kebijakan
penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Sesuai Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah,
ditetapkan bahwa kesejahteraan merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
urusan daerah. Diantara urusan tersebut adalah penanggulangan penyakit
menular. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif
dan efisien, secara komprehensif berkesinambungan sejak tingkat fasilitas
kesehatan tingkat primer sampai tingkat atas.1 Salah satu penyakit yang kini
dirasa sebagai permasalahan yang cukup mendapat perhatian dari pemerintah
dan pemerintah daerah adalah penyakit HIV/AIDS. HIV/AIDS merupakan isu
kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat
yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es,
yaitu persebaran kasus HIV/ AIDS yang tidak dapat diprediksi pada fase awal.
Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa
jumlah penderita HIV di dunia mencapai 34 juta orang. Sekitar 50%
diantaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun.
Di wilayah Asia Selatan dan Tenggara terdapat sekitar 4 juta orang dengan HIV
dan AIDS. Menurut laporan Kemajuan Program HIV dan AIDS WHO /
SEARO 2011, di wilayah Asia Tenggara terdapat sekitar 1,3 juta orang (37 %)
perempuan terinfeksi HIV. Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun
ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki
yang melakukan hubungan seksual yang tidak aman,yang selanjutnya mereka
1 Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis Ibu ke Anak, 2015, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, hlm iii
3
menularkan pada pasangan seksualnya yang lain.2
Sampai tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia telah tersebar di
368 dari 497 kabupaten/kota (72 %) diseluruh propinsi. Jumlh kasus HIV baru
setiap tahunnya mencapai sekitar 20.000 kasus. Pada tahun 2013 tercatat
29.037 kasus baru, dengan 26.527 (90,9%) berada pada usia reproduksi (15-49
tahun).3 Perkembangan kasus HIV/ AIDS di Indonesia masih perlu diwaspadai.
Setiap tahunnya masih ditemukan kasus baru. Berdasarkan data dari Komisi
Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2012 Provinsi Jawa
Tengah menduduki peringkat 6 di tingkat nasional. Peringkat ini setelah DKI
Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat dan Bali. Jumlah kumulatif kasus
AIDS sampai dengan Desember 2012 adalah sebanyak 2.815 kasus. Di
daerah Pulau Jawa tersendiri, Provinsi Jateng menempati urutan keempat
yaitu setelah Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan setelahnya
Jawa Tengah.4
Di kabupaten Sragen tercatat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen
jumlah kasus HIV-AIDS setiap tahun mengalami peningkatan. Data kasus
sampai dengan bulan Juli 2017 tercatat ada 722 penderita HIV/AIDS yang
tersebar merata di 20 kecamatan di Kabupaten Sragen.
Untuk mengatasi masalah tingginya jumlah kasus penyakit HIV/AIDS
yang terjadi di Jawa Tengah tersebut, maka pemerintah provinsi menetapkan
sebuah peraturan dalam mengendalikan penyakit HIV/AIDS, yaitu yang
mengacu pada Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS. Target penerima kebijakan ini adalah seluruh
masyarakat Jawa Tengah, para stakeholder, dan khususnya para penerima
program ini adalah orang yang beresiko terkena HIV dan AIDS ataupun orang
yang sudah terkena HIV, dan AIDS (ODHA). Orang-orang yang beresiko
terkena HIV dan AIDS seperti kelompok waria, gay, pekerja seks, lelaki
beresiko tinggi, orang yang menggunakan NAPZA, dan lainnya. Kelompok-
kelompok inilah yang seharusnya sudah mengetahui tentang adanya upaya-
2 Ibid 3 Ibid. 4 Afriani Hanna Sagala, Sri Suwitri, R. Slamet Santoso, 2010, Implementasi Kebijakan
Penanggulangan HIV dan AIDS di Jawa Tengah (Kajian Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 5 Tahun 2009), Laporan Penelitian, Tidak Diterbitkan, hlm. 3.
4
upaya dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
Dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS ada
beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam kebijakan Perda
ini. Ketiga upaya (upaya pencegahan, upaya penanganan, dan upaya
rehabilitasi) tersebut telah dilakukan oleh agen-agen pelaksana misalnya seperti
telah ada sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat umum ataupun ODHA,
adanya pemberian layanan kesehatan, pengembangan kapasitas orang-orang
yang terkena HIV dan AIDS, adanya Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang
berjalan lancar, pemberian jarum suntik steril dalam langkah pencegahan
sebagai program pengurangan dampak buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat
Aditif lainnya (NAPZA) suntik, dan upaya lainnya. Akan tetapi, upaya-upaya
yang ada belum berjalan maksimal sehingga masih ada tujuan-tujuan kebijakan
yang belum sepenuhnya dapat direalisasikan.
Diantara persoalan yang menyebabkan upaya-upaya penanggulangan
HIV/AIDS tidak maksimal adalah ketentuan Perda Jateng Nomor 5 Tahun
2009 dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen terkait dengan
Bab X KETENTUAN PIDANA pasal 18, adanya ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melanggar pasal 12 khususnya ayat
(3) yaitu setiap orang yang karena pekerjaannya dan atau jabatannya
mengetahui dan memiliki informasi status HIV dan AIDS seseorang wajib
merahasiakannya. Dengan adanya ketentuan ini menyebabkan ketakutan
terhadap petugas kesehatan sehingga diantara petugas layanan kesehatan dan
diantara fasyankes yang ada di Kabupaten Sragen menjadi tidak ada
keterbukaan dalam penanganan seorang penderita HIV/AIDS yang pada
akhirnya justru akan berdampak yang tidak baik kepada petugas pemberi
layanan kesehatan itu sendiri, masyarakat pada umumnya, dan bahkan
berdampak pada penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
Secara hukum, hal ini berhubungan dengan informasi medis adalah
informasi tentang kondisi kesehatan seseorang, yang merupakan salah satu
“hak pasien”. Pada Pasal 7 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dijelaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan
5
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab”.
Selanjutnya pada Pasal 8 dinyatakan bahwa, “Setiap orang berhak memperoleh
informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan
yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Pada
ketentuan ini dapat dijelaskan pula bahwa informasi kesehatan dalam konteks
ketentuan ini adalah informasi kesehatan yang bersifat privat, sehingga yang
boleh mengetahui hanyalah yang berhak terutama pasien yang bersangkutan.
Data kesehatan pasien dicatat dalam suatu berkas yang disebut rekam
medis, yang memiliki nilai kerahasiaan. Ketentuan tentang medical records
dirumuskan dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
Menurut Permenkes ini yang dimaksud medical record, adalah berkas yang
berisi catatan dan dokumen antara lain identas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh
dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada
pasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Selanjutnya disebutkan bahwa
bentuk medical record dapat berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas
atau dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis terdiri dari
catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan.
Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena
data yang lengkap dapat memberikan informasi yang menentukan berbagai
keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter
atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
Dalam Permenkes tersebut juga menyatakan bahwa isi rekam medis
adalah milik pasien, sedangkan dokumen adalah milik sarana pelayanan
kesehatan. Rekam medis merangkum kontak pasien dengan sarana pelayanan
kesehatan yang isinya melipu: data pasien, pemeriksaan, pengobatan dan
tindakan yang diberikan, korespondensi demi kesinambungan pelayanan
(biasanya dalam bentuk kartu). Medical records yang berisi data pasien
merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban dokter untuk membuatnya. Data
pasien yang dituangkan dalam medical records merupakan informasi yang
berisikan data yang mengandung kerahasiaan, sehingga provider wajib
6
mengelola data tersebut dengan sebaik-baiknya.
Jaminan perlindungan hak atas medical records diatur pada Pasal 79 huruf
b UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dalam rumusan
tentang sanksi pidana yang menyebutkan bahwa: “Dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1).”5 Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis
juga mengatur bahwa sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab terhadap
rekam medis. Di samping itu, sarana pelayanan kesehatan juga membuat atau
mencatat semua kejadian terkait dengan layanan yang dilakukan terhadap
pasien; mengelola sebaik-baiknya; dan menjaga kerahasiaannya. Oleh karena
itu, rekam medis yang berisi data pribadi pasien sifatnya rahasia dan
dikecualikan dalam ketentuan keterbukaan informasi publik. Hal tersebut
dikarenakan informasi yang tercatat dalam rekam medis merupakan data
seseorang (personal), bersifat rahasia, hak pribadi dan terkait rahasia jabatan.
Dengan demikian, timbul disharmoni hukum antara kewajiban memegang
rahasia rekam medis yang berhubungan informasi status HIV/AIDS seseorang
dengan kebutuhan dasar untuk memperoleh data informasi kesehatan sebagai
dasar penyusunan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Jika diterima secara
kaku, maka kewajiban rahasia rekam medis itu akan menegaskan maksud
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS dan pada tataran paling akhir, akan memberikan sumbangan bagi tidak
efektifnya pelaksanaan kebijakan terkait termasuk di lingkungan Kabupaten
Sragen. Oleh sebab itu, persepsi mengenai karakter penyediaan informasi
kesehatan dihubungkan dengan kewajiban merahasiakan rekam medis perlu
ditelaah lebih lanjut sehubungan dengan kepentingan publik yang lebih luas.
Dalam informasi kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau
dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat privat atau
yang tidak boleh dibuka kepada publik. Informasi kesehatan yang dapat
diinformasikan kepada publik terdiri dari bermacam bentuk dan jenis. Sebagai
5 Sanksi pidana kurungan dinyatakan tidak mengikat secara hukum melalui putusan Mahkamah Konstusi
pada bulan Juli tahun 2007.
7
contoh, sistem informasi kesehatan di rumah sakit yang diinformasikan kepada
publik antara lain: menyangkut bentuk dan jenis layanan rumah sakit, prosedur
layanan, biaya, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sistem pembiayaan. Contoh
yang lebih khusus adalah sistem informasi terkait pemberantasan penyakit
antara lain berupa: informasi hasil survei jenis penyakit tertentu (melalui
pelaporan, pendataan, pemetaan), program pencegahan penyakit, tindakan
penanggulangan penyakit, data perkembangan jenis-jenis penyakit menular dan
daerah penularannya, informasi tentang angka kejadian penyakit tertentu, yang
kesemuanya diamanatkan oleh undang-undang.
Adapun informasi kesehatan yang bersifat privat adalah data dan kondisi
kesehatan, baik yang dituangkan dalam medical record maupun yang diketahui,
dilihat, atau didengar oleh tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269 Tahun 2008 tentang
Rekam Medis dan Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia
Kedokteran.
Hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan penularan
penyakit yang membahayakan merupakan hak yang harus dipenuhi agar
melalui informasi tersebut masyarakat dapat terhindar dari penularan penyakit.
Hak ini merupakan salah satu hak dasar sosial yang bersumber dari HAM.6
Sementara itu, hak atas rahasia medis dari seseorang yang diduga terindikasi
penyakit menular merupakan hak dasar individual yang juga harus dihormati.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “HARMONISASI ANTARA HAK ATAS
INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DAN KEWAJIBAN
MENYIMPAN RAHASIA MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN
DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI
KABUPATEN SRAGEN.”
6 HAM adalah klaim dari rakyat/warga negara terhadap negaranya supaya dipenuhi apa yang menjadi hak
asasinya. Dalam hal ini, HAM merupakan hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng. Oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. LIhat: Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Derajat Kesehatan
Optimal sebagai HAM di Indonesia, Bandung: Alumni, 2007, hlm. 10-11.
8
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa terjadi disharmonisasi antara hak atas informasi kesehatan bagi
masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis oleh tenaga
kesehatan dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten
Sragen ?
2. Bagaimanakah harmonisasi hukum yang perlu dilakukan untuk pengaturan
hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait dengan penularan
penyakit berhubungan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Sragen?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
a. Untuk mengetahui terjadinya disharmonisasi antara hak atas informasi
kesehatan bagi masyarakat dengan kewajiban menyimpan rahasia medis
oleh tenaga kesehatan terkait penularan penyakit dalam hal ini
berhubungan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Sragen.
b. Untuk mengetahui dan menganalis harmonisasi hukum yang perlu
dilakukan untuk pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi
masyarakat terkait dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Sragen.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum khususnya
yang terkait dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS.
b. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Magister
Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan pada Program Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya tentang kebijakan penanggulangan HIV/AIDS
9
terkait dengan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dan
kewajiban menyimpan rahasia medis penderita HIV/AIDS oleh tenaga
kesehatan.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi atau acuan bagi
peneliti berikutnya dibidang ilmu hukum kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gagasan baru kepada
pihak-pihak terkait dalam hal ini pemangku kebijakan dalam
penanggulangan HIV/AIDS.
b. Bagi tenaga kesehatan/ masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran mengenai kebijakan pemerintah dalam
penanggulangan penyakit menular khususnyapenyakit HIV/AIDS
Top Related