BAB IDASAR HaKI
A. PENGERTIAN
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’
adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights
(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari
suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya
yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1. Hak Cipta (copy rights)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
Paten;
Desain Industri (Industrial designs);
Merek;
Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair
competition);
Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut
Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang
HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan
Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b. Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan
standar di bidang HaKI;
c. Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan
Direktorat Jenderal HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia
Dagang;
c. Direktorat Paten;
d. Direktorat Merek;
e. Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f. Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade
Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement
Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti persetujuan WTO adalah
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including
Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah
Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang
HaKI, yaitu :
a. Paris Convention for the protection of Industrial Property and
Convention Establishing the World Intellectual Property Organization,
dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24
Tahun 1979;
b. Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the
PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c. Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun
1997;
d. Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic
Works dengan Keppres No. 18 tahun 1997;
e. WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19
tahun 1997;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi
masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD
INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah
satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention
for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world
Intellectual Property Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang
sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional
maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di
tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh
dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari
perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi
dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi
yang berdasar ilmu pengetahuan.
B. DASAR HUKUM
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang
Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara
lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman
penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis)
lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai
Perlindungan Hak Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau
piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya.
Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di
Amerika Serikat, atau
Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh
dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana suatu badan
hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas
dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga
Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika
Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu;
Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program
atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali
diterbitkan di Amerika Serikat.
Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software,
Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation
adalah perusahaan-perusahaan pencipta program ataupiranti lunak computer
untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum
Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu
program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan
programataupiranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan
perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh UNDANG-UNDANG HAK
CIPTA INDONESIA.
Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain
maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata.
Jika anda atau perusahaan melanggar hak cipta pihak lain, yaitu dengan sengaja
dan tanpa hak memproduksi, meniruataumenyalin, menerbitkan ataumenyiarkan,
memperdagangkanataumengedarkan atau menjual karya-karya hak cipta pihak
lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan)
maka anda telah melakukan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi pidana
sebagai berikut,
KETENTUAN PIDANA
PASAL 72
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta
rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20,
atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus
lima puluh juta rupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal
24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus
lima puluh juta rupiah).
(7) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal
25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
(8) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal
27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
(9) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 28 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta rupiah).
Disamping itu, anda danatauatau perusahaan anda juga dapat dikenakan
gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti
rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut
dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-
pelanggaran itu.
BAB II
HaKI DALAM TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi tidak dapat lepas
dari keberadaan HaKI. Secara umum HaKI adalah perlindungan hukum yang
berupa hak yang diberikan oleh negara secara eksklusif terhadap karya-karya
yang lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang
ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung
bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HaKI, yaitu cipta, paten,
merek, desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HaKI
mendapatakan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan
jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi
informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini
dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak
mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkannya selama proses
penciptaan ketika orang lain justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari
karyanya. Di Indonesia pelanggaran HaKI sudah dalam taraf yang sangat
memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine
dan China dalam soal pembajakan software. Berikut merupakan table perkiraan
kerugian industri AS akibat pembajakan hak cipta di seluruh dunia pada tahun
2004.
Perkiraan kerugian industri AS akibat pembajakan hak ciptadi seluruh dunia pada 2004 (US$ juta)
Negara Film Musik rekaman SoftwareKerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Pakistan 12.0 NA 70.0 100 persen 9.0 83
persen
Russia 275.0 80 persen 11.9 66
persen 751.0 87 persen
Ukraine 45.0 90 persen 115.0 65
persen 64.0 91 persen
Argentina 30.0 45 persen 41.5 55
persen 63.0 75 persen
Brazil 120.0 30 persen 343.5 52
persen 330.0 63 persen
Negara Film Musik rekaman SoftwareKerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Bulgaria 4.0 35 persen 6.5 75
persen 16.0 71 persen
Chile 2.0 40 persen 24.8 50
persen 41.0 63 persen
Colombia 40.0 75 persen 51.6 71
persen 34.0 50 persen
Dominika 2.0 20 persen 10.3 75
persen 3.0 76 persen
Mesir NA NA 7.5 40 persen 35.0 68
persen
India 80.0 60 persen 67.3 50
persen 220.0 74 persen
Indonesia 32.0 92 persen 27.6 80
persen 112.0 87 persen
Kuwait 12.0 95 persen 8.0 65
persen 24.0 68 persen
Lebanon 10.0 80 persen 3.0 70
persen 15.0 75 persen
China 280.0 95 persen 202.9 85
persen 1465.0 90 persen
Filippina 33.0 85 persen 20.0 40
persen 38.0 70 persen
Korsel 40.0 20 persen 2.3 16
persen 263.0 46 persen
Thailand 30.0 60 persen 24.9 45
persen 90.0 78 persen
Belarus NA NA 26.0 71 persen NA NA
Bolivia 2.0 NA 16.0 90 persen 7.0 78
persen
Ecuador NA NA 20.0 95 persen 7.0 69
persen
Hungary 20.0 35 persen 11.5 38
persen 56.0 42 persen
Israel 30.0 40 persen 34.0 40
persen 36.0 37 persen
Italia 160.0 15 persen 45.0 23
persen 567.0 47 persen
Kazakhstan NA NA 23.0 68 persen NA NA
Latvia NA NA 12.0 85 persen 9.0 58
persen
Lithuania 1.5 65 persen 15.0 80
persen 11.0 58 persen
Malaysia 36.0 50 persen 55.5 52
persen 74.0 63 persen
Meksiko 140.0 70 persen 326.0 60
persen 230.0 65 persen
Selandia Baru 10.0 8 persen NA NA 12.0 22
persen
Peru 4.0 75 persen 68.0 98
persen 18.0 67 persen
Negara Film Musik rekaman SoftwareKerugian persen Kerugian persen Kerugian persen
Polandia 30.0 35 persen 36.0 37
persen 175.0 58 persen
Romania 8.0 55 persen 18.0 78
persen 32.0 74 persen
Saudi Arabia 20.0 40 persen 15.0 35
persen 85.0 56 persen
Serbia and Montenegro NA 85 persen 12.0 80
persen NA NA
Taiwan 40.0 40 persen 49.4 36
persen 83.0 43 persen
Tajikistan NA NA 5.0 81 persen NA NA
Turki 50.0 45 persen 15.0 70
persen 99.0 66 persen
Turkmenistan NA NA 7.0 85 persen NA NA
Uzbekistan NA NA 31.0 81 persen NA NA
Venezuela 25.0 NA 31.0 80 persen 36.0 75
persen
Setelah melihat table di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat
pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang computer sungguh sangat
memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang digunakan di Indonesia
merupakan program yang disalin secara ilegal. Dampak dari pembajakan tersebut
menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini
menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan
tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa
dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal
ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan
lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut
menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru
masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling
getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance).
Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya
masih belum siap menerima HaKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah
menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa
bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya
kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual yang terdapat
pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery
tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia. Berikut
adalah daftar harga software asli dari Microsoft:
01. CD Original Windows® 98 Second Edition US$75
02. CD Original Windows® Millennium Edition US$75
03. CD Original Windows® XP Home Edition US$75
04. CD Original Windows® 2000 Professional 1-2CPU US$175
05. CD Original Windows® XP Professional US$175
06. CD Original Windows® 2000 Server 1-4CPU for 5 CALs US$750
07. CD Original Office 2000 SBE Edition (includes MS Word, MS Excel, MS
Outlook, MS Publisher,Small Business Tools) US$210
08. CD Original Office XP Small Business Win32 English (includes MS Word,
MS
Excel, MS Outlook, MS Publisher) US$200.
Harga di atas tentunya sangat jauh jika dibandingkan dengan cd bajakan
yang ada di Indonesia. Bagi kita pun, rasanya seperti sudah sangat biasa kita
menemukan betapa sofware-software tersebut ataupun dalam bentuk collection yang
dijual hanya dengan harga yang berkisar antara lima hingga beberapa puluh ribu
rupiah di toko-toko komputer, ataupun perlengkapan aksesorisnya.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan
software bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula
mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya
sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan
software bajakan. Proses pemberantasannya barangkali akan mengalami banyak
hambatan, contoh saja spot yang muncul di sebuah milis yang barangkali
memperlihatkan bagaimana ironisnya :
“Suka liat acara buser dan sejenisnya nggak?, kan sering kelihatan tuh di
kantor polisi, pak polisi lagi ngetik surat-2 atau berita acara dsb. perhatiin deh,
komputernya = rakitan, yaa bukannya nuduh, tapi komputer rakitan "i.d.e.n.t.i.k"
dengan software bajakan, pengen jg sih saya laporkan. Tapi gimana...
--- ITCenter.”
Terlepas dari fakta bahwa postingan tersebut masihlah merupakan spot yang
mungkin tidak berdasar, namun melihat dari kenyataan yang ada di lingkungan kita,
hal ini bukan hal yang tidak mungkin, bahkan sangat mungkin terjadi.
Bagaimana sebenarnya cara yang bisa menjadi pemecahan terbaik dan cost-
efective untuk melegalisasikan penggunaan software tersebut? Baik menggunakan
opensource ataupun proprietary sama-sama membutuhkan investasi yang (secara
makro) cukup besar. Umumnya sumber daya manusia yang dimiliki saat ini sudah
terlatih untuk menggunakan software yang umum digunakan seperti Windows,
Office, dan sejenisnya yang merupakan proprietary software, dan untuk
menggunakan software proprietary secara legal membutuhkan biaya yang cukup
besar. Di sisi lain solusi ini barangkali terjawab dengan software opensource seperti
Linux dengan StarOffice misalnya, namun hal ini juga membutuhkan biaya untuk
training SDM yang saat ini dimiliki dan invisible-cost yang muncul akibat turunnya
produktifitas selama masa adaptasi.
Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin
meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang
dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan
akan terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan swasta dengan cara
melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa saja yang
memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan software illegal di
perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bias saja dari masyarakat luas, bias saja
dari karyawan perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan
informasi kepada BSA.
Sementara pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye melawan
pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan akan meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya masalah ini. Pemerintah juga akan
meningkatkan frekuensi pembersihan (razia), memperberat hukuman terhadap para
pelanggar HaKI dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah masuknya produk-
produk bajakan ke Indonesia. Salah satu langkah yang diambil pemerintah Indonesia
adalah dengan membentuk Tim Keppres 34, yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan perundang-undangan hak cipta, merek dan paten.
BAB III
DAMPAK PELANGGARAN HaKI
Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan
pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya.
Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat
hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi enggan
untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi
pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi suatu
masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual
Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer
terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan
menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan.
Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa
tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi priority watch list.
Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel,
Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan
ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka
sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act.
Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk
melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia.
"Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang menjadi taruhannya, bidang
yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta menyangkut pembajakan video
compact disk serta program komputer, dan paten berkenaan dengan obat-obatan
(pharmaceuticals). Karena itu, yang penting sebenarnya, adalah komitmen dari
penegak hukum Indonesia pada standar internasional mengenai HaKI sendiri.
Apalagi, Indonesia sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on
the World Trade Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement(TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat
pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi
perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh
masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HaKI sangat lekat dengan
pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HaKI
tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. "Jikalau suatu
negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat
berkepentingan dengan perlindungan HaKI. Keluhan utama dari investor Amerika
Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HaKI di Indonesia. Dua
hal yang menjadi sorotan utama, yakni penghormatan hak cipta yang menyangkut
pembajakan VCD dan program komputer, serta penghargaan hak paten berkenaan
dengan obat-obatan.
BAB VI
SOLUSI PELANGGARAN HaKI
Untuk menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah
dengan menggunakan software berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut
biaya. Sehingga tetap bias mendapatkan harga murah, tanpa harus menggunakan
software bajakan. Namun hal tersebut masih sulit dilakukan. Walaupun beberapa
terakhir ini pihak pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux
yang gratis. Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah
diakrabinya sejak lama. Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang
relative baru dikenal masyarakat umum. Butuh advokasi market, agar software linux
bias memasyarakat.
Alternative pilihan yang kedua yaitu dengan diadakannya program “Campus
Agreement” guna memberi lisensi masal bagi computer kampus dengan harga jauh
lebih murah, antara lain untuk Windows 98,Windows NT, dan Microsoft Office.
Apabila model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan kampus, maka
semestinya tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di
lingkungan kampus.
Tawaran dari pihak Microsoft Indonesia dengan memanfaatkan Microsoft
Campuss Agreement memang lumayan menolong. Akan tetapi pada kenyataan di
lapangan tidak semua institusi pendidikan memiliki dana yang memadai untuk
membayar lisensi. Berikut ini diberikan ilustrasi mengenai besarnya dana yang perlu
dikeluarkan oleh suatu institusi pendidikan. Terus terang informasi ini hanyalah
interpretasi dari informasi yang ada pada situs Microsoft.
Memang institusi pendidikan menghadapi dilema berat dalam aspek legalitas
perangkat lunak dan pembiayaannya. Sebagai contoh harga piranti lunak yang biasa
digunakan adalah sebagai berikut (informasi ini hanya perkiraan minimal):
Program Harga satuan
Windows 95 USD 160
Program Harga satuan
Windows 98 USD 200
Windows NT USD 598 (tanpa lisensi CAL)
CAL Windows NT USD 15 per 1 user terkoneksi ke server
Jadi sebagai contoh misal suatu institusi dengan 100 komputer yang
menggunakan MS Windows 98 sebagai sistem opersi maka akan menghabiskan dana
sekitar :
Jenis Jumlah Harga Total
Lisensi MS Windows 98 100 200 20.000
Lisensi MS Windows NT 1 598 598
CAL untuk MS Windows NT 15 100 1500
Total 22098
Sehingga berdasarkan perkiraan kasar di atas, suatu institusi yang memiliki
100 komputer dan 1 NT server akan menghabiskan minimal 22.098 USD hanya
untuk pembelian lisensi sistem operasi. Belum termasuk biaya program
aplikasinya. Memang lisensi dari vendor tidak sesimple di atas, ada beberapa model
lisensi misal :
Premium customer. Lisensi ini diberikan kepada kustomer kelas besar yang
juga meliputi dukungan teknis dan akses kepada pengetahuan internal
(Knowledge Base).
Customer biasa : Hanya memperoleh dukungan teknis dari partner (Solution
Provider, CTEC, dan lain-lain)
MOLP (Microsoft Official License Programing), dikenal juga dengan
istilah paket hemat, akan tetapi tampaknya kini telah tidak ada lagi.
Lisensi massal yang diberikan kepada suatu institusi yang menggunakan
program dalam jumlah banyak, misal untuk institusi pendidikan dikenal
dengan Microsoft Campus Agreement
Tetapi dalam bahasan ini hanya akan dibahas suatu lisensi keringanan yang
biasa diberikan bagi kampus. Lisensi ini memungkinkan suatu anggota institusi
untuk memiliki perangkat lunak produk MS secara lebih murah, karena pihak
institusi telah membayar secara borongan per tahun berdasarkan jumlah warga
institusi tersebut. Berdasarkan informasi pada situs
http:atauatauwww.microsoft.comataueducationataulicenseataucampus.asp
Perhitungan biaya akan dihitung dengan jumlah full time equivalent (FTE).
FTE dihitung berdasarkan jumlah staf dan pengajar yang dilaporkan pihak sekolah ke
pemerintah. Berdasarkan informasi di situs tersebut, perhitungan FTE adalah sebagai
berikut :
Dosen tetap + dosen tidak tetapatau3 + staf tetap + staf tidak tetapatau3 = total
FTE
Misalkan untuk suatu universitas dengan 1000 staf tetap dan 300 staf tidak
tetap, maka FTE total adalah sekitar 1100 (jumlah ini merupakan jumlah tipikal bagi
universitas di kota besar Indonesia). Misalkan tiap point 1 FTE harus membayar
sekitar Rp 100.000,- (ini perhitungan minimum). Maka biaya yang harus dikeluarkan
institusi tersebut per tahun adalah 1100 x Rp 100.000 yaitu sekitar Rp 110.000.000,-
untuk tahun pertama.
Tahun berikutnya akan dibebani biaya perpanjangan kontrak kembali. Lisensi
tersebut akan meliputi program :
Microsoft Office Standard & Professional Editions
Microsoft Office Macintosh Edition
Microsoft Windows Upgrades
Microsoft BackOffice Server Client Access License (CAL)
Microsoft FrontPage
Microsoft Visual Studio? Professional Edition
Microsoft Office Starts Here?atauStep by Step Interactive by Microsoft Press
Dari keterangan di atas jelas belum termasuk program-program seperti
compiler, pengolah grafik yang juga dibutuhkan untuk suatu institusi pendidikan.
Tentu yang akan menjadi pertanyaan, apakah setiap institusi pendidikan di
Indonesia mampu membayar beban ini ?, sebab ujung-ujungnya mahasiswalah
yang menerima beban ini. Tentu harus dicarikan lagi jalan keluar pelengkap bagi
institusi yang memiliki keterbatasan dana atau ingin secara bijaksana
memanfaatkan dana dari mahasiswanya.
Memang kemudian pihak institut dapat menjual ulang ke mahasiswa atau
staff dengan dikenakan biaya seharga $25 -$50 untuk mendapatkan perangkat lunak
tersebut. Memang biaya ini lebih murah dibandingkan academic price, tetapi tetap
tinggi untuk ukuran Indonesia.Bahkan dengan kata lain secara tidak langsung pihak
universitas menjadi ujung tombak pemasaran vendor kepada para mahasiswa.
Pilihan alternatif
Solusi yang ada dan ditawarkan oleh para vendor saat ini akhirnya tetap akan
mengakibatkan pengeluaran dana yang sangat besar. Walaupun telah menggunakan
beragam lisensi yang mencoba meringankan biaya. Tetapi bila nilai tersebut kita
kalikan dengan jumlah perusahaan menengah yang ada di Indonesia, maka jumlah
tersebut akan menjadi cukup besar, dan menjadi beban ekonomi yang tidak bisa
diabaikan lagi. Tentu akan timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain untuk lepas dari
kondisi ini ?. Jawabannya adalah ada, dan akan dipaparkan pada tulisan ini.
Beberapa kemungkinan solusi untuk menghindari masalah di tuduhan pembajakan
adalah sebagai berikut :
Pasrah dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik
sistem operasi, maupun aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar
sebaiknya memanfaatkan segala bentuk lisensi yang meringankan biaya total.
Tetapi melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi
perusahaan atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer,
tentu bagi perusahaan kecil tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan
kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini akan menimbulkan beban
ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau lembaga
pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau tidak
mau terpaksa mengharap belas kasihan para vendor untuk meringankan
biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi ini telah dijabarkan
di atas.
Mengembangkan perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi
maupun aplikasinya. Solusi ini sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali
bila dapat dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan waktu yang
banyak serta Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur
dapat dikatakan SDM bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah
mampu melakukan hal ini secara luas. Hal ini tidak terlepas, dari kenyataan
saat ini, sebagian besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan
ketrampilan operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan
kenyataan bahwa akses ke informasi internal dari teknologi perangkat
lunak yang digunakan sangatlah terbatas.
Memanfaatkan aplikasi Open Source, dan turut mengembangkannya
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Program Open
Source merupakan suatu program yang memiliki sistem lisensi yang berbeda
dengan program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan
pada program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan,
dan pendistribusian ulang secara bebas, tanpa dianggap melanggar
hukum dan etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup
lama, dan telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem
Internet. Beragam aplikasi Open Source saat ini tersedia secara bebas.
Pemanfaatan Open Source secara luas di Indonesia akan menghindari
dari pengeluaran biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas
pengguna Open Source pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia
dari Banda Aceh ( http:atauatauaceh.linux.or.id hingga Makassar
http:atauatauupg.linux.or.id.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, dengan mempertimbangkan keterbatasan
waktu, biaya dan SDM maka solusi dengan memanfaatkan aplikasi Open Source
sangatlah menjanjikan untuk diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Sayang
sekali hingga saat ini masih sedikit tanggapan dari pihak Pemerintah mengenai
kemungkinan pemanfaatan Open Source sebagai solusi masalah HaKI.
Sebagai perkembangan dari pemanfaatan aplikasi open source, maka bila
dana yang seharusnya digunakan untuk membeli perangkat lunak, dikumpulkan
untuk mendanai programmer Indonesia untuk mengembangkan aplikasi Open
Source tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, daripada membeli
aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu saja ini membutuhkan visi masa depan, bukan
sekedar visi jangka pendek.
Memang tidak harus suatu institut hanya memakai Open Source, ataupun
hanya memakai vendor based aggrement. Prosentase kombinasi haruslah
dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang dan ketersediaan dana.
BAB V
KESIMPULAN
Tanggung jawab kita yang pertama sebagai pemakai program atau piranti
lunak komputer ialah membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI
untuk pemakaian anda sendiri. Jika membeli program atau piranti lunak komputer
untuk keperluan usaha, setiap unit komputer yang ada di tempat usaha masing-
masing harus memiliki sendiri seperangkat program atau piranti lunak komputer
ASLI berikut buku pedoman penggunaannya. Jika hanya membeli satu program atau
piranti lunak komputer ASLI untuk digunakan atau dimasukkan ke dalam lebih dari
satu unit komputer atau meminjamkan, menyalin atau mengedarkan program atau
piranti lunak komputer atau buku pedoman penggunaannya dengan alasan apapun,
tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang atau pemilik hak cipta atas
program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman itu, maka anda telah
melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.
Pada waktu membeli programataupiranti lunak komputer, pastikanlah bahwa
hanya membeli programataupiranti lunak komputer ASLI. Banyak produk bajakan
yang dikemas sedemikian rupa sehingga nampak sama dengan produk yang asli,
namun jauh berbeda dari segi mutunya.
Juga merupakan kewajiban kita untuk membeli hanya program atau piranti
lunak komputer ASLI. Jika membeli atau menggunakan program atau piranti lunak
komputer PALSU atau hasil bajakannya, kita bukan saja melanggar hak penciptanya
untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga merugikan industri komputer secara
keseluruhan. Semua pencipta program atau piranti lunak komputer, baik yang kecil
maupun yang besar, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan
dan menciptakan program atau piranti lunak komputer untuk keperluan umum. Suatu
bagian dari setiap dolar yang dikeluarkan untuk membeli program atau piranti lunak
komputer ASLI disalurkan kembali untuk keperluan riset dan pengembangan demi
peningkatan program atau piranti lunak komputer agar menjadi lebih canggih. Tetapi
jika kita membeli program atau piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakan,
semua uang kita langsung masuk kantong pembajak program atau piranti lunak
komputer tersebut sedangkan pihak penciptanya tidak mendapat apapun.
Kehilangan pendapatan seperti itu jelas sangat merugikan, karena:
mengurangi jumlah uang untuk riset dan pengembangan program atau piranti
lunak komputer.
mengurangi penyediaan produk penunjang teknis lokal.
mengurangi kemampuan penyaluran program atau piranti lunak komputer
yang sudah ditingkatkan mutunya, dan
merugikan perekonomian setempat karena berkurangnya hasil penjualan
penyalur resmi, dan dengan demikian mengurangi penghasilan dan
kesempatan kerja.
Top Related