BAB 1
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1 Diperkirakan hampir lima
persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.1,9 Prevalensi gagal
jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.
Penyakit ini merupakan penyebab utama perwatan di rumah sakit pada pasien diatas usia 65
tahun. Penelitian potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3 pasien dengan gagal
jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau mendekati normal.
Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 - 8% sedangkan angka kematian gagal
jantung sistolik berkisar 10-15%. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi
penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien
berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.15
Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya
usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan
perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.15 Gagal jantung susah
dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit
tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk
mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala
klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan
meningkatkan kelangsungan hidup.9,15
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.1
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan.2
Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan patofisiologi dimana adanya kelainan
fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan
pengisian ventrikel kiri.3
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung
(Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena,
maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.4,5
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu
kasus baru per tahunnya. Penyakit ini merupakan penyebab utama perwatan di rumah sakit pada
pasien diatas usia 65 tahun. Penelitian potong silang dan berbasis populasi mengindikasikan 1/3
pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal atau
mendekati normal. Angka kematian pasien gagal jantung diastolik berkisar 5 - 8% sedangkan
angka kematian gagal jantung sistolik berkisar 10-15%. Di Indonesia belum ada angka pasti
tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar
400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.15
Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian
dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-
2
10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan. Gagal jantung diastolik merupakan
penyebab kesakitan dan kematian utama, yang didefinisikan sebagai gejala gagal jantung dengan
fungsi ventrikel kiri yang baik, dengan karakteristik ventrikel kiri yang kaku dengan penurunan
compliance dan gangguan relaksasi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan akhir
diastolik. Gagal jantung diastolik memiliki gejala dan tanda yang sama dengan gagal jantung
sistolik. Diagnosis gagal jantung diastolik dapat ditegakkan dengan baik mengunakan
ekokardiografi dengan berbagai parameter.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei
Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan
bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring
dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun.
2.3 ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitaas menurun.
Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
3
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan
anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi
tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.
Preload
Adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
Konteraktillitas
Mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium
Afterload
4
Mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung
berkurang.6
2.4 PATOFISIOLOGI
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini
akan merangsang mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokontriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal
jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk
menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard.7
Distensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi venterikel
dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan terjadi peningkatan laju
tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini sebaliknya memantau aliran darah dari
vena kava yang diketahui dengan peningkatan vena jugularis, dengan kata lain apabila terjadi
dekompensasi venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai
kaki dan distensi vena jugularis pada leher.
Edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah
yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi
pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di
dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang
disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat
menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah
5
dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan
melepaskan cairan ke intestisial.8
Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan
darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan
secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan
tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena
daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat
kedalaman edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung
bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi
cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema.6
2.5 KLASIFIKASI
Untuk klasifikasi gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi 4 grade berdasarkan New York
Heart Associaion, yaitu:9
Terbagi menjadi 4 kelainan fungsional :
Grade I : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
Grade II : Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Grade III : Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Grade IV : Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
Sedangkan untuk klasifikasi edema pada gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi :
Grading edema
1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat
2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk
3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt
4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt
2.6 MANIFESTASI KLINIS 3
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler
6
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Manifestasi klinis CHF sesuai dengan area yang mengalami defect dapat dibagi menjadi :
1. Gagal jantung kiri :
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi
meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3,
kecemasan dan kegelisahan.
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).
Batuk.
Mudah lelah.
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan
Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah
kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
7
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites
(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah
1. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan,
3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar…
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
5. Nokturia.
6. Kelemahan.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, kita bisa menggunakan kriteria Framingham yang terdiri atas
kriteria mayor dan minor. Diagnosis CHF memerlukan minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor dengan 2 kriteria minor. 5
Kriteria Mayor
- Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak malam hari)
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Ronkhi paru
- Kardiomegali (peningkatan ukuran jantung pada thorax foto)
- Edema paru akut
- Bunyi jantung S3 Gallop
- Peningkatan tekanan vena sentral (>16 cm H2O pada atrium kanan)
- Refluks hepatojugular
- Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari sebagai respon terapi
Kriteria Minor
8
- Edema ekstremitas bawah bilateral
- Batuk malam hari
- Dyspnea on ordinary exertion (sesak saat aktivitas)
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardi (nadi >120x/menit)
Kriteria minor hanya diterima bila tidak ada penyakit medis lainnya seperti (hipertensi pulmonal,
penyakit paru kronis, sirosis, asites, atau sindrom nephrotik)
Kriteria Framingham ini memiliki sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 78% untuk
mengidentifikasi seseorang yang memiliki gagal jantung kongestif.
2.7 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari CHF jika tidak diatasi ialah :
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan
dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan
oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplay oksigen miokardium.
3. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh.
Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negatif
menjadi batas positif.
Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah :
Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
9
Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas
sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan
secara cepat keluar dari kapiler.
4. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.
Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-
lubang yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20
mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akura. PAWP atau pulmonary artery
wedge pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah
takanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Pemeriksaan diagnostik gagal jantung kongestif adalah:9
EKG
Dengan menggunakan EKG akan terlihat hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia dan kerusakan pola juga mungkin terlihat. Distrimia, misalnya takikardia,
fibrasi atrial, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukan adanya aneurisme ventrikuler (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung)
Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople)
Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup,
atau area penurunan kontratilitas ventrikuler.
Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan mempekirakan gerakan dinding jantung.
Katerisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan versus kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri
koroner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan
kontraktilitas.
Rontgen dada
10
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik
atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
Enzim hepar
Meningkatkan dalam gagal/kongesti hepar.
Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
Oksimetri nadi :
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK akut memperburuk PPOM atau GJK
kronis.
AGD (Analisa Gas Darah)
Gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan PCO2 (akhir).
BUN, kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
Albumin/transferin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
Kecepatan sedimentasi (ESR).
Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK.
2.9 THERAPY DAN TINDAKAN PENANGANAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi
untuk penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu
akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.9,10
11
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan
kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan
sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada
penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan
asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.
Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot
skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap
insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung
kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap
influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun
pengguna katup prostesis.11
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non farmakologis dan
farmakologis. Gagal jantung kronis bias terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung
terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai.
Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut
maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan
ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah
untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.11
Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan
thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, _ blocker (carvedilol, bisoprolol,
metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia,
serta obat positif inotropik.10,11,12
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan
asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan
gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin
subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan
pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.11
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,
pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan
12
bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok
kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium
maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek
septum ventrikel pasca infark.9,12
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan
penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,
menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.9 Menempatkan penderita
dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai
tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat
dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess
menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat
metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.11
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan
memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat
antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.9,13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung
akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan
oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis
pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.9
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian
ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah
bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi
arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi
keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya
adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya
16 – 24 jam.9,14
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung
refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian
13
nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5
μg/kg/menit.9,14
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP
rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki
hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan
menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena
menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke
karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit
dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.9
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan
hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung
akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik
dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat
meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg.9,11
Pemberian dopamin ≤ 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan
ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi
peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian
dopamin akan merangsang reseptor adrenergik β1 dan β2, menyebabkan berkurangnya tahanan
vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3
μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20
μg/kg/mnt.9
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi
efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah
milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan
hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis
milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis
enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.9
14
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok
kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya
dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg
selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin
diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.9
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal
jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan
sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan
untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium
intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan.
Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi.
Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.9
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu
jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta
ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.
Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan
untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan
pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan
syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.9
Tujuan pengobatan adalah :
Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokardium dengan preparat
farmakologi, dan
Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan
terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
15
Terapi Farmakologis :
Glikosida jantung.
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-
hati karena efek samping terapi diuretik adalah hiponatremia dan hipokalemia
Terapi vasodilator.
Obat-obat vasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema
Selain itu, dari sumber lain disebutkan bahwa penatalaksanaan CHF antara lain :
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
Diet pembatasan natrium.
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs. karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari).
Olah raga secara teratur.
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
16
1. First line drugs; diuretic
Tujuan:
Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada
disfungsi diastolik.
Obatnya adalah:
Thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop
diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
2. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan;
Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obat lainnya adalah:
Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan
diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,
hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan
pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi
miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
BAB 3
LAPORAN KASUS
17
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : R. R. Rini Kustiati
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 47 Tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jln Udayana BB. Agung
Tanggal MRS : 20 September 2012
II. KELUHAN UTAMA : Sesak Nafas
III. ANAMNESIS KHUSUS
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sadar dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit pada tanggal 17 September 2012. Sifat sesak hilang timbul atau kumat-
kumatan. Pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang, sehingga untuk mengurangi
sesak nafasnya pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3 bantal pada punggungnya,
pasien juga mengeluhkan setelah tidur sekitar ± 2 - 5 jam sering tiba-tiba terbangun dari
tidur pada malam hari karena sesak nafas. Pasien tidak merasa sesak nafas pada saat
hawa dingin, karena debu, bulu binatang, karena debu rumah, atau bau-bau yang
menyengat, dan juga tidak pernah mengeluh nafas disertai dengan bunyi mengi. Sesak
nafas yang dirasakan pasien akan bertambah intensitasnya jika pasien merasakan
kecapaian dan jika sedang menghadapi permasalahan atau saat marah dan terasa
membaik bila pasien istirahat dengan posisi tubuh setengah duduk, namun pasien tidak
mengeluhkan nyeri dada. Pasien mengatakan sering sesak bila melakukan aktivitas
seperti berjalan di tanjakan atau pekerjaan fisik yang berat.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak kemarin malam, dahak berwarna
putih. Selain itu pasien juga mengeluhkan dada terasa berdebar debar, nyeri dada
menjalar dan keringat dingin tidak ada. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat
18
bengkak di bagian kaki ± 1 bulan yang lalu, namun bengkak tersebut sudah hilang
sekarang.
Pasien juga mengeluhkan sariawan yang lama sejak ± 1 minggu yang lalu dan
tidak sembuh-sembuh. Pasien mengatakan sering demam yang bersifat hilang timbul.
Pasien masih dapat makan dan minum namun terjadi penurunan nafsu makannya.
Pasien mengatakan berat badannya mengalami penurunan.
BAB dikatakan masih lancar, riwayat diare lama tidak ada. Os mengatakan
memiliki riwayat kencing berwarna merah seperti teh sejak 1 bulan yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya memang memiliki riwayat sesak yang sama, dan pernah
berobat di RS, tetapi gejala yang dirasakan sekarang adalah yang paling berat. Pasien
memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Riwayat kencing manis, jantung dan asma
disangkal oleh pasien.
C. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, jantung, dan asma dikeluarga
disangkal.
D. Riwayat Sosial dan kebiasaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan tinggal bersama suami dan
anaknya. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal oleh pasien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesan sakit : sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 102 x/mnt
RR : 32 x/mnt
Temp axilla : 36,5ºC
19
Status General
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, oedem palp -/-, mata cekung -/-
THT : Tonsil T1/T1, pharynx (hiperemi (-)), lidah kotor (-), stomatitis
(+), sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), peningkatan JVP (+)
Thorak : Simetris (+)
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba di ICS MCL sinistra, pulsasi (+)
Pe : batas kanan PSL Dextra
batas kiri ICS VI MCL Sinistra
batas atas: ICS II
A : S1S2 tunggal reguler, murmur (–)
Po
I : simetris, retraksi dada (-)
Pa : Vokal Fremitus tidak dapat dilakukan (os dalam keadaan sesak)
Pe : sonor/sonor
A : ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Abdomen:
I : distensi (-)
A : BU (+) normal
Pa : Nyeri tekan (-),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Pe : Timpani (+) normal
Ektremitas
Hangat: Oedema:
V. LABORATORIUM
Hasil DL Hasil Kimia Hasil ULHb: 12,7 GDS: 657 ↑ Leu 100 (++)
20
+ ++ +
- -- -
Hct: 38,8 SC: 2,1 ↑ Pro 75 (++)Leu: 28,2 ↑ BUN: 138 ↑ Glu (-)Plt: 224 SGOT: 83 ↑ Keton (-) SGPT: 78 ↑ Ery 150 (++++)
VI. ASSESSMENT
Observasi dyspnea e.c susp CHF + DM + AKI
VII. PENATALAKSANAAN
- MRS
- O2 4 lpm
- IVFD RL → 16 tetes/mnt
- Co. Sp PD
Ceftazidim injeksi 2x1 gram
Insulin 20 IU jam 12 cek ulang, sliding scale sesuai tabel
Furosemid injeksi 1amp tiap 12 jam
- Pasang DC
VIII. PLANNING
- Cek Laboratorium DL, Kimia, UL
- Rontgen thorax, EKG
- Co. VCT
IX. MONITORING
Vital Sign, CM CK
Keluhan.
X. PROGNOSIS
Dubius ad malam
FOLLOW UP PASIEN DI RUANGAN
Tanggal SOA Planning
21
20/9/2012
Pkl 06:35
S = sesak nafas(+), batuk (+),dahak (+), sariawan (+), demam hilang timbul, riwayat kencing berwarna seperti teh (+)
OBJECTIVE
Status present : KU : tampak sesak Kesadaran: CM RR : 32 x/menit irreguler TD : 140/90 Nadi : 110 x/menit isi cukup T ax : 36,5oCStatus general : Kepala : normocephali, Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+
isokor THT : lidah kotor(+), sariawan
(+) Thoraks : Cor : S1S2 tgl regular, mur mur (-) Po : Ves: +/+, rh +/+, Wh -/-, retraksi dada (-) Abdomen : Distensi (-), BU (+)
N, H/L ttb Extremitas : akral hangat (+),
edema(-)
Hasil DL Hasil Kimia Hasil ULHb: 12,7 GDS: 657 ↑ Leu 100 (++)Hct: 38,8 SC: 2,1 ↑ Pro 75 (++)Leu: 28,2 ↑ BUN: 138 ↑ Glu (-)Plt: 224 SGOT: 83 ↑ Keton (-) SGPT: 78 ↑ Ery 150 (++++) A : Obs dyspnea e.c susp CHF + DM + AKI
MRS O2 4 lpm IVFD RL 16 tpm Ceftazidim 2x1 gr Insulin 20 IU jam 12
cek ulang, sliding scale sesuai tabel
Furosemide injeksi 1 amp @ 12 jam
Pasang DC
Pdx/ Cek Ulang GDS jam 12 EKG Ro Thoraks (AP) Co. VCT
Mx/ Vital sign T,N,R CM-CK Tanda gagal napas
20/9/2012
Pkl 12:00
Hasil GDS: 315 Insulin 12 IU jam 6 cek ulang, sliding scale sesuai tabel
20/9/2012
Pkl 14.30
S: pasien apnea
O: TD/TN tidak terukur/ tidak teraba
RP -/-
A: pasien meninggal
RJP KIE Keluarga pasien
22
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosis dengan CHF karena:
1. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh sesak nafas yang bersifat hilang
timbul atau kumat-kumatan, dan pasien menyatakan sesak jika tidur terlentang, sehingga
untuk mengurangi sesak nafasnya pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3 bantal
pada punggungnya, pasien juga mengeluhkan setelah tidur sekitar ± 2 - 5 jam sering tiba-
tiba terbangun dari tidur pada malam hari karena sesak nafas. Hal ini sesuai dengan
gejala dari CHF dimana bila terjadi kongesti paru pada gagal ventrikel kiri maka dapat
menimbulkan gejala sesak nafas yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli
dan mengganggu pertukaran gas, sehingga dapat terjadi ortopneu. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopneu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
( PND). Pasien juga mengatakan sering sesak bila melakukan aktivitas seperti berjalan
di tanjakan atau pekerjaan fisik yang berat, karena curah jantung yang kurang yang tidak
mampu memenuhi pasokan oksigen ke jaringan saat diperlukan.9
Pada pasien ini terdapat riwayat bengkak pada kaki ± 1 bulan yang lalu, namun bengkak
tersebut sudah hilang sekarang. Sesuai dengan teori bahwa bila ventrikel kanan gagal
memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer.
Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas
bawah, yang biasanya merupakan pitting edema. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit
(edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya
ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.6
Os memiliki riwayat kencing berwarna merah seperti teh sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini
bisa menandakan terjadi penurunan fungsi filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
hematuria. Pada CHF dapat menyebabkan penurunan perfusi darah ke ginjal, sehingga
23
dapat terjadi penurunan fungsi ginjal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lab dimana
kenaikan BUN dan kreatinin dapat merupakan indikasi gagal ginjal.9
Bila dilihat dari riwayat penyakit dahulu, pada pasien ini terdapat riwayat tekanan darah
tinggi, dimana hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) dapat
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gagal jantung.6
2. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan takikardi, tachypnea dan dyspnea yang terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas sehingga untuk
supply oksigen lebih banyak tubuh mengkompensasi dengan nafas yang cepat.
Rhonki pada paru yang menandakan adanya cairan pada paru yang diakibatkan karena
venterikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga
peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru. 3
Peningkatan JVP yang terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang
secara normal kembali dari sirkulasi vena.3
Dan pada perkusi kemungkinan terdapat kardiomegali akibat peningkatan tekanan pada
pulmonal atau hipertensi yang menyebabkan otot jantung mengalami hipertrofi. 9
Berdasarkan kriteria Farmingham untuk diagnosis CHF, ditegakkan bila terdapat minimal 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah dengan 2 kriteria minor, maka pada pasien ini
didapatkan
Kriteria Mayor: Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Peningkatan JVP
Ronkhi Paru
Kardiomegali
Kriteria Minor: Dyspneu on ordinari exertion
Edema ekstremitas bilateral (riwayat)
24
Pada pasien ini, penatalaksanan awal yang diberikan pada tanggal 20 September 2012
adalah dilakukan MRS, O2 4 L/menitIVFD RL 16 tetes/menit, Ceftazidim injeksi 2 x 1 gram,
Insulin 20 IU bolus, Furosemide injeksi 1 ampul tiap 12 jam serta dilakukan pemasangan kateter.
Adapun tujuan dari penatalaksanaan pada pasien gagal jantung kongestif adalah mengurangi
beban jantung dengan istirahat, Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokardium
dengan preparat farmakologi, dan Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan
cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
Jika dibandingkan dengan kepustakaan, keputusan untuk MRS dan pemberian O2 sebagai
langkah awal, pemasangan kateter serta membuka line vena melalui IVFD tetesan rendah sudah
sesuai. Pemberian antibiotik ( Ceftazidim ) bertujuan untuk profilaksis, hal ini dikarenakan pada
gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh factor infeksi. Pemberian loop
diuretik intravena seperti furosemid pada pasien ini akan menyebabkan venodilatasi yang akan
memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasodilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat
antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. Pada pasien ini juga
didapatkan nilai gula darah sewaktu ( GDS ) 657 jadi dilakukan pemberian insulin 20 IU bolus
sebagai langkah awal ( sliding scale ) dan setelah itu 6 jam kemudian dilakukan pemeriksaan
GDS kembali dan dosis insulin diberikan sesuai hasil pemeriksaan.
Selain dengan terapi farmakologis, penanganan pada pasien ini juga dilakukan dengan terapi
non farmakologis yaitu dengan restriksi cairan ( 1,5 – 2 L/hari ) serta dilakukan pembatasan
asupan garam. Penanganan psikologis pada pasien ini juga sangat penting untuk memperbaiki
metabolisme tubuh.
25
BAB 5
KESIMPULAN
1. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.
2. Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan
tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,
hepatomegali, edema tungkai, dan lain sebagainya. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal
jantung antara lain foto thorax, EKG, sonogram, scan jantung,
pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi
tiroid.
3. Prinsip penatalaksanaan pada pasien penyakit jantung kongestif adalah mengurangi beban
jantung serta membuang penumpukan cairan air dalam tubuh yang berlebihan melalui terapi
farmakologis maupun non farmakologis.
4. Penatalaksanaan awal sangat penting pada pasien dengan penyakit jantung kongestif karena
dapat memberikan harapan hidup yang lebih besar.
26
Top Related