BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kejadian mati mendadak masih merupakan penyebab kematian utama baik
di Negara maju maupun Negara berkembang seperti Indonesia. Henti
jantung/cardiac arrest merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita
dewasa yang menderita penyakit jantung koroner (PJK) yaitu sekitar 60%. Di
Eropa diperkirakan terdapat 700.000 kasus henti jantung/tahunnya. Berdasarkan
laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 di Jakarta,
prevalensi penyakit jantung secara nasional adalah 7,5 %. Penyakit jantung
iskemik merupakan penyebab kematian ketiga (8,7%).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada sekitar 40% pasien sindroma
koroner akut (SKA) dapat mengalami irama fibrilasi ventrikel (ventricular
fibrillation/VF) yang menyebabkan henti jantung mendadak (sudden cardiac
death/SCD). Beberapa pasien mengalami takikardi ventrikel (ventricular
tachycardia/VT) sebelum akhirnya berubah menjadi VF, jika dibiarkan maka
irama jantung akan memburuk dan berubah menjadi asisol. Terapi optimal untuk
mengatasi VF adalah resusitasi jantung paru (RJP) dan defibrilasi elektrik. Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup, terutama jika henti jantung mendadak
tersebut disaksikan, maka Bantuan Hidup Jantung Dasar/BHJD harus secepatmya
dilakukan.
Berdasarkan penelitian, BHJD akan memberikan hasil yang terbaik jika
dilakukan dalam waktu lima menit pertama ketika penderita diketahui tidak
sadarkan diri dengan menggunakan automated external defibrillator (AED). Pada
umumnya waktu yang diperlukan setelah dilakukan permintaan tolong awal
dengan jarak antara system pelayanan kegawatdaruratan medis serta lokasi
kejadian akan memakan waktu lebih dari 5 menit, sehingga untuk
mempertahankan angka keberhasilan yang tinggi, tindakan BHJD bergantung
pada pelatihan umum BHJD terhadap kaum awam serta ketersediaan alat AED
1
sebagai fasilitas umum. Keberhasilan kejut jantung menggunakan defibrillator
akan menurun 7-10% permenit jika tindakan BHJD tidak dilakukan, sehingga
semakin lama waktu untuk melakukan kejut jantung untuk pertama kali, maka
akan semakin kecil peluang keberhasilan tindakan tersebut. Selain BHJD
diperlukan pula Bantuan Hidup Jantung Lanjutan dalam usaha menyelamatkan
pasien henti jantung serta pengelolahan pasca henti jantung dan penanganan
kegawatdaruratan kardiopulmonal lainnya.
Oleh karena itu Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut/BHJL (Advanced
Cardiac Life Support/ACLS) sangat diperlukan bagi para tenaga kesehatan
terutama dokter yang berperan langsung dalam resusitasi pasien, baik di dalam
maupun di luar rumah sakit sebagai suatu tindakan medic dalam mengatasi
kedaruratan/kegawatan jantung agar memperoleh hasil yang maksimal untuk
menyelamatkan hidup pasien.
1.2. Tujuan pelatihan
a. Mampu melakukan tindakan bantuan hidup dasar (BHD), termasuk
mendahulukan kompresi dada dan mengintegrasikan penggunaan Automated
External Defibrillator (AED)/Defibrilator Eksternal Otomatis (DEO).
b. Mampu mengelolah henti jantung hingga kembalinya sirkulasi spontan
(return of spontaneous circulation (ROSC)), penghentian resusitasi, atau
melakukan rujukan.
c. Mampu mengenali dan melakukan pengelolaan dini terhadap kondisi
sebelum henti jantung yang dapat menyebabkan terjadinya henti jantung
atau mempersulit resusitasi
d. Mampu mengidentifikasi dan mempercepat penanganan pasien yang
menderita sindroma koroner akut.
e. Mampu mendemononstrasikan komunikasi yang efektif sebagai seorang
anggota atau pemimpin tim resusitasi
1.3. Waktu dan Tempat Pelatihan
Pelatihan dilakukan selama 3 hari terhitung sejak tanggal 2-4 mei 2014
bertempat di RSUD Raden Mattaher Jambi. Adapun kegiatan pelatihan terdiri atas
pretest, seminar, megacode, dan posttest secara tertulis dan megacode
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bantuan Hidup Jantung Dasar
Bantuan Hidup Jantung Dasar merupakan tindakan pertolongan medis
sederhana yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum
diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan. Henti jantung adalah berhentinya
sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi
secara efektif, yang menjadi penyebabnya adalah gagal jantung, tamponade
jantung, miokarditis, kardiomiopati hipertrofi dan fibrilasi ventrikel. Henti napas
adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan gangguan jalan napas, baik
parsial maupun total atau karena gangguan dipusat pernapasan, yang menjadi
penyebabnya adalah sumbatan jalan napas (benda asing, muntahan, edema laring,
spasme, dan tumor), gangguan paru (infeksi, aspirasi, edema paru, kontusio paru,
dan kondisi tertentu yang menyebabkan penekanan rongga pleura), dan gangguan
neuromuskular. Henti napas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang
sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bias terpisahkan.
Henti jantung, henti napas, dan tidak sadarkan diri merupakan indikasi untuk
dilakukan bantuan hidup dasar. Pelaksanaan bantuan hidup dasar dimulai dari
penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan dilanjutkan
dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-Airway-
Breathing-Defibrillator)
Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
a. Penderita dibaringkan ditempat yang datar dank eras.
b. Tentukan lokasi kompresi dada : letakkan telapak tangan yang telah saling
berkaitan di bagian setengah bawah sternum.
c. Frekuensi minimal 100 kali/menit
d. Kedalaman minimal 5 cm (2 inch)
e. Recoil sempurna
f. Minimal interupsi (<10 detik)
3
g. Hindari hiperventilasi dengan cara melakukan 30 kompresi dan 2 kali
ventilasi bagi penolong terlatih atau petugas kesehatan. Penolong awam
melakukan kompresi minimal 100 kali/menit tanpa interupsi
Bantuan dasar anak >8 tahun sama dengan dewasa. Untuk yang < 8 tahun,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Kedalaman kompresi untuk anak 1-8
tahun sekitar 5 cm dan pada bayi sekitar 4 cm. untuk satu penolong rasio
kompresi:ventilasi = 30:2, tapi untuk dua penolong 15:2
Gambar 1. Algoritma Bantuan Hidup Dasar
4
Gambar 2. Algoritma Bantuan Hidup Dasar pada Anak
5
Tabel 1. Perbedaan Bantuan Hidup Dasar Bayi, Anak, dan Dewasa
Untuk penderita sumbatan jalan napas harus dilakukan pertolongan segera
karena berpotensi menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang benar. Tanda sumbatan jalan napas pada dewasa adalah
pertukaran udara yang buruk serta diikuti dengan kesulitan bernapas yang
meningkat seperti batuk tanpa suara, sianosis, atau tidak bias bicara, terkadang
penderita memperagakan cekikan dilehernya. Segera tanyakan kepada penderita
apakah dia tersedak? Jika ia menjawab dengan suara berarti sumbatan bersifat
ringan, akan tetapi jika ia menjawab dengan anggukan berrati penderita
mengalami sumbatan jalan napas yang berat.
6
Penderita sumbatan jalan napas
Tidak sadar sadar
Aktifkan Layanan Gawat Darurat, panggil bantuanBaringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali buka mulut penderita lihat benda bias dikeluarkan atau tidak jika tidak lanjutkan kompresi Teknik blind finger swap tidak direkomendasikan lagi!!
Sumbatan ringan
Rangsang batuk
Sumbatan berat
Abdominal thrust
Penderita sumbatan jalan napas
Tidak sadar sadar
Aktifkan Layanan Gawat Darurat, panggil bantuanBaringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali buka mulut penderita lihat benda bias dikeluarkan atau tidak jika tidak lanjutkan kompresi Teknik blind finger swap tidak direkomendasikan lagi!!
Sumbatan ringan
Rangsang batuk
Sumbatan berat
Back blowsChest thrustAbdominal thrust (>1thn)
Gambar 3. Algoritma penanganan Sumbatan Jalan Napas Dewasa
Untuk anak, tanda sumbatan jalan napas adalah menangis sambil diikuti
reflex batuk untuk mengeluarkan benda asing.
Gambar 4. Algoritma Penanganan pasien sumbatan jalan napas anak
Untuk mengatasi henti jantung diperlukan integrasi dari tindakan bantuan
hidup dasar, natuan hidup jantung lanjut serta perawatan pasca-henti jantung.
Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama, yaitu Fibrilasi Ventrikel (VF),
7
takikardi ventrikel tanpa nadi (VT tanpa nadi), Pulseless Electrical Activity
(PEA), dan asistol. Dasar keberhasilan bantuan hidup jantung dasar adalahRJP
yang berkualitas dan untuk kasus VF/VT tanpa nadi defibrilasi segera.
Gambar 5. Algoritma Henti Jantung
2.2. Perawatan Pasca Henti Jantung
Perawatan pasca henti jantung merupakan bagian yang sangat penting dalam
bantuan hidup lanjutan. Umumnya kematian terjadi dalam 24 jam pertama setelah
terjadinya henti jantung. Penolong sebaiknya memastikan bahwa jalan napas serta
8
Kembalinya sirkulasi spontanReturn of spontaneous circulation (RSOC)
Optimal ventilasi dan oksigenasiPertahankan saturasi oksigen ≥ 94%Pertimbangkan penggunaan alat bantu napas lanjut dan capnographyJangan hiperventilasi
Atasi hipotensi (TDS<90 mmHg)Bolus IV/IOInfus vasopressorCari penyebabEKG 12 sadapan
Mengikuti instruksi?
STEMI atau kecurigaan besar IMA
Advanced critical care
Pertimbangkan hipotermi
Reperfusi koroner
Ya
Tidak
Ya
Tidak
bantuan pernapasan tersedia secara adekuat sesegera mungkin. Hindari tindakan
hiperventilasi dengan cara memberikan ventilasi sebanyak 10-12x/menit atau
dengan cara memberikan satu kali ventilasi setiap 6 detik.
Gambar 6. Algoritme Perawatan Pasca Henti Jantung
2.3. Tatalaksana Jalan Napas
a. Pemberian suplementasi oksigen
Pada kegawatan kardiopulmoner, pemberian oksigen harus dilakukan
secepatnya jika saturasi kurang dari 94%.
9
Tabel 2. Alat suplementasi oksigen, kecepatan alirandan persentase oksigen yang
dihantarkan
Alat Kecepatan Aliran % O2
Kanul Nasal 1 L/m
2 L/m
3 L/m
4 L/m
5 L/m
6 L/m
21-24
25-28
29-32
33-36
37-40
41-44
Sungkup muka sederhana 6-10 L/m 35-60
Sungkup muka dengan reservoir O2 6 L/m
7 L/m
8 L/m
9 L/m
10-15 L/m
60
70
80
90
95-100
Sungkup muka venturi 4-8 L/m
10-12 L/m
24-35
40-50
Untuk memantau keefektifan pemberian oksigen dan membantu titrasi
konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2) dapat dengan pemeriksaan invasive yaitu
analisis gas darah dan secara non-invasif dengan alat oksimetri denyut (Pulse
oxymetry).
Tabel 3. Pemilihan Alat Suplementasi Oksigen Berdasarkan Nilai Oksimetri
Nilai SaO2 Arti klinis Pemilihan suplementasi O2
95-100% Dalam batas normal
90-<95% Hipoksia ringan-sedang Kanul nasal / sungkup muka sederhana
85-<90 % Hipoksia sedang-berat Sungkup muka dengan reservoir O2
<85 % Hipoksia berat yang Ventilasi dibantu
10
mengancam nyawa
b. Pembukaan dan pemeliharaan jalan napas atas
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan sehingga lidah jatuh
ke belakang dan menyumbat jalan napas pada bagian faring. Untuk membuka
jalan napas dapat kita lakukan secara manual yaitu dengan cara mengangkat
kepala dan mendorong rahang bawah ke depan (head tilt-chin lift), akan tetapi jika
pasien menderita trauma dibagian leher keatas lakukan penarikan rahang tanpa
mendorong kepala. Setelah jalan napas terbuka maka diperlukan pemeliharaan
jalan napas atas dengan memasang OPA atau NPA.
Jika pasien mengalami henti napas, atau napas spontan tapi tidak adekuat,
hipoksemia akibat ventilasi spontan yang tidak adekuat atau diperlukan penurunan
kerja otot pernapasan dengan memberikan tekanan positif saat inspirasi, maka
dibutuhkan pemberian suplementasi oksigen menggunakan ventilasi kantung
napas-sungkup muka (bag-mask ventilation).
Jika pasien mengalami henti jantung atau bila ventilasi kantong napas tidak
memungkin atau tidak efektif, atau pasien yang tidak bias mempertahankan jalan
napas maka diperlukan pemberian ventilasi dengan alat bantu jalan napas tingkat
lanjut yaitu intubasi endotrakea, LMA, dan combitube. Jika pasien sudah
terpasang intubasi endotrakea, pemberian ventilasi harus memperhatikan hal-hal
berikut :
1. Volume
a. Volume oksigen diberikan hanya sampai dada terangkat
b. Pada pasien obesitas berikan volume yang lebih besar
c. Setiap pemberian volume lamanya 1 detik
2. Kecepatan
a. Saat RJP : 8-10 x/menit (1 ventilasi setiap 6-8 detik)
b. Henti napas tanpa henti jantung : 10-12 x/menit (setiap 5-6 detik)
3. Siklus kompresi dada-ventilasi tidak memiliki sinkronisasi
2.4. Terapi Listrik
11
2.4.1. Defibrilasi
Proses defibrilasi mencakup penghantaran energy listrik melalui dinding
dada menuju ke jantung untuk memadamkan aliran-aliran listrik `“liar” sel-sel
miokard. Defibrillator modern diklasifikasikan berdasarkan 2 tipe bentuk
gelombang monofasik dan bifasik. Defibrilasi dilakukan untuk penderita dengan
irama fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel tanpa nadi (VT tanpa nadi)
ataupun VT polimorfik. Energy kejut yang digunakan untuk dewasa adalah 200
joule untuk defibrillator bifasik dan 360 joule untuk defibrillator monofasik.
Untuk anak energy kejut untuk percobaan pertama adalah 2J/KgBB dan 4 J/KgBB
untuk selanjutnya. Elektroda (lempengan/pads) diletakkan pada posisi sterna-
apikal. Satu disupero-anterior dada kanan dan satu lagi di di infero-lateral dada
kiri. Pada pasien dengan pacu jantung permanen, letakkan elektroda minimal 5 cm
dari alat pacu jantung tersebut.
2.4.2. Kardioversi tersinkronisasi
Adalah hantaran kejut yang bersamaan dengan kompleks QRS (sinkron).
Energy kejut yang digunakan lebih rendah jika dibandingkan dengan defibrilasi.
Kardioversi tersinkronisasi diindikasikan untuk mengobati takiaritmia yang tidak
stabil. Energy kejut yang digunakan berbeda-beda tergantung dari irama jantung
penderita. Untuk kardioversi atrial fibrillation dipakai 120-200 joule, atrial flutter
dan supraventricular tachycardia lainnya membutuhkan energy 50 joule. Untuk
VT monomorfik dipakai energy 100 joule. Sebelum melakukan kardioversi
pastikan dulu irama apa yang muncul di monitor.
2.4.3. Defibrillator Eksternal Otomatis (Automated External Defibrillator/AED)
AED adalah alat yang deprogram oleh computer menggunakan bantuan
suara dan visual untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilasi VF/VT
tanpa nadi secara aman. AED dianjurkan untuk disediakan di tempat-tempat
umum yang sangat mungkin terjadi henti jantung, mengingat perbaikan angka
keselamatan dalam program AED sangat dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan RJP
dan defibrilasi.
2.4.4. Pacu Jantung/pacing
12
Tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan asistol. Pacing dapat
dilakukan pada pasien-pasien dengan bradikardi simptomatik yang tidak respon
dengan obat.
2.5. Bradikardia
Bradikardia adalah denyut jantung yang kurang dari 60x/menit. Bradikardi
akan menjadi masalah bila simtomatik atau sudah menimbulkan gejala dan tanda
akibat denyut jantung yang terlalu lambat, umumnya tanda dan gejala timbul pada
denyut jantung <50x/menit.
Hipoksemia sering menyebabkan bradikardia, sehingga evaluasi awal pasien
dengan bradikardia harus difokuskan pada meningkatnya usaha bernapas
seperti :takipnea, retraksi interkostal, retraksi suprasternal, pernapasan
paradoksikal abdominal, dan saturasi oksihemoglobin. Jika oksigenasi tidak
adekuat, berikan oksigen, pasang monitor, evaluasi tekanan darah, dan pasang
infuse. Setelah itu evaluasi gejala pasien apakah disebabkan oleh bradikardia atau
tidak.
Pasien bradikardia tanpa gejala tidak memerlukan terapi, akantetapi jika ada
gejala, terapi sesuai dengan algoritma bradikardia. Lakukan penilaian gambaran
EKG, jika gambaran EKG menunjukkan gambaran sinus bradikardi tetapi bukan
AV block derajat 2 tipe II dan AV block total maka lakukan :
- Berikan atropine sulfat 0,5 mg intravena sambil memperhatikan monitor
EKG adakah respon peningkatan denyut jantung. Jika tidak ada, ulangi
pemberian atropine sulfat berikutnya sebanyak 0,5 mg sampai ada respon
peningkatan denyut jantung atau sampai dosis maksimal, yaitu 3 mg. Bila
pasien bradikardi dengan gejala perfusi yang buruk, langsung berikan
atropine sulfat 0,5 mg sambil menunggu monitor dating atau terpasang.
- Bila pemberian atropine sulfat maksimal tetapi belum ada respon, berikan
epinefrin 2-10 mcg/menit atau dopamine 2-10 mcg/kgBB/menit
- Jika belum ada respon juga, maka pertimbangkan untuk konsul ahli dan
pemasangan pacu jantung transvena.
13
Nilai kesesuaian dengan kondisi klinis HR biasanya ≤50 x/menit jika bradiaritmia
Identifikasi dan atasi penyebab Pertahankan patensi jalan napas: bantu napas jika perluOksigen (jika hipoksemia)Identifikasi irama; monitor tekanan darah dan oksimetriAkses IVEKG 12 sadapan; jangan menunda terapi
Apakah bradiaritmia menyebabkan :Hipotensi?Penurunan kesadaran?Tanda-tanda syok?Nyeri dada iskemik?Gagal jantung akut
Monitor dan observasi
Atropine Jika atropine tidak efektif :Pacu jantung transkutan atauDopamine drip atauEpinefrin drip
Perkembangan :Konsultasi ahliPacu jantung transvena
Jika gambaran EKG adalah AV block derajat 2 tipe II atau AV block total, segera
pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung
transvena.
Gambar 7. Algoritme penanganan Bradikardia
2.6. Takikardia
Takikardia adalah denyut jantung >100 x/menit. Denyut jantung yang cepat
seringkali merupakan respon fisiologis. Takiaritmia yang ekstrim (≥150 x/menit)
dapat menimbulkan gejala klinis yang disebabkan oleh menurunnya curah jantung
dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokardium.
14
Nilai kesesuaian kondisi klinisHR biasanya ≥150x/m jika takiaritmia
Apakah takiaritmia menyebabkan ?Hipotensi?
Penurunan kesadaran?Tanda-tanda syok?
Nyeri dada iskemik?Gagal jantung akut?
Identifikasi dan atasi penyebab :Jaga patensi jalan napas; bantu ventilasi jika diperlukanBerikan oksigen (jika hipoksemia)Identifikasi irama; monitor tekanan darah dan oksimetri
Synchronized cardioversionPertimbangkan sedasiJika kompleks QRS sempit dan regular, pertimbangkan adenosin
QRS lebar ≥ 0,12 detik
Akses IV dan EKG 12 sadapanPertimbangkan adenosis, hanya jika kompleks QRS regular dan monomorfikPertimbangkan infuse obat antiaritmiaPertimbangkan konsul ahli
Akses IV dan EKG 12 sadapanManouver vagalAdenosine (jika kompleks QRS teratut)Beta blocker atau calcium channel blockerPertimbangkan konsul ahli
Ya
Ya
Tidak
Tidak
.
Gambar 8. Algoritme penanganan takikardia
Catatan :
Kardioversi
o QRS sempit teratur :50-100 J
o QRS sempit tidak teratur :120-200 J bifasik atau 200 J monofasik
o QRS lebar tidak teratur :100 J
o QRS lebar tidak teratur : dosis defibrilasi (TIDAK sinkronisasi)
Adenosine IS
o Dosis I : 6 mg IV bolus cepat diikuti flush 20 cc NaCl 0,9%
o Dosis II :12 mg IV jika diperlukan
Obat antiaritmia IV untuk takikardi QRS lebar teratur
o Amiodarone IV : dosis 150 mg IV dalam 10 menit dan dapat diulang 150 mg IV
setiap 10 menit jika diperlukan, maksimum pemberian 2,2 gram IV/24 jam.
15
Dilanjutkan dosis pemeliharaan 30 mg IV selama 6 jam dan 540 mg IV dalam 18
jam.
2.7. Sindroma Koroner Akut
Sindroma koroner akut (SKA) adalah sekumpulan keluhan dan tanda klinis
yang sesuai dengan iskemia miokard akut dan merupakan kegawatan
kardiovaskular yang memiliki komplikasi yang dapat berakibat fatal. SKA dapat
berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi
(NSTEMI), infark miokard dengan ST elevasi (STEMI) dan atau kematian
jantung mendadak. Tujan terapi SKA adalah mengurangi daerah miokard yang
mengalami infark sehingga fungsi ventrikel kiri dapat dipertahankan, mencegah
komplikasi kardiak fatal dan menangani komplikasi SKA.
Penegakkan diagnosis SKA adalah berdasarkan keluhan khas angina.
Keluhan khas angina adalah nyeri dada retrosternal. Yang perlu diperhatikan
dalam evaluasi keluhan nyeri SKA adalah :
1. Lokasi nyeri : didaerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri
2. Deskripsi nyeri : pasien mengeluh rasa berat seperti terhimpit, ditekan,
diremas, panas, atau dada terasa penuh. Keluhan tersebut lebih dominan
dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam.
3. Penjalaran nyeri : penjalaran nyeri ke lengan kiri, bahu, punggung,
epigastrium, leher rasa tercekik atau rahang bawah, kadang bias menjalar ke
lengan kanan atau kedua lengan namun jarang.
4. Lama nyeri : nyeri pada SKA dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit.
Pada STEMI, nyeri lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau
nitrat sublingual.
5. Gejala sistemik : mual, muntah dan keringat dingin
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan SKA umumnya normal. Terkadang
pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat tanda komplikasi berupa
takipnea, takikardi-bradikardi, adanya gallop S3, ronki basah halus di paru, atau
terdengar bising jantung (murmur).
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam
diagnosis SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok :
16
1. Evaluasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang baru atau
dianggap baru. Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead
yang berhubungan.
2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
3. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.
Pada pemeriksaan laboratorium, sebagai penanda nekrosis miokard kita
harus memeriksakan CK-MB, Troponin T dan I, serta Miogloblin. Troponin lebih
sensitive. SKA dapat berkomplikasi menjadi gangguan irama jantung dan
gangguan pompa jantung. Gangguan irama ini dapat bersifat fatal karena dapat
menimbulkan kematian.
Tatalaksana STEMI dan NSTEMI secara umum hampir sama, baik
prehospital maupun saat di rumah sakit. Hanya berbeda dalam stratergi reperfusi,
di mana STEMI lebih ditekankan untuk segera dilakukan reperfusi, baik dengan
medikamentosa (trombolisis) atau intervensi (percutaneous coronary
intervention-PCI).
Terapi reperfusi pada pasien SKA akan mengembalikan aliran koroner pada
daerah yang mengalami infark, mengurangi ukuran infark, dan menurunkan
mortalitas jangka panjang. Terapi reperfusi terdiri atas fibrinolitik
(mengembalikan aliran 50-60%) dan PCI (mengembalikan 90%). Pengobatan
fibribolisis yang tersedia di Indonesia adalah streptokinase dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau D 5%
diberikan selama 30-60 menit. Pemberian fibrinolitik tersebut harus
memperhatikan kontraindikasinya, olehkarena itu dipakailah ceklis fibrinolitik.
PCI efektif untuk pasien syok kardiogenik, STEMI usia >75 tahun dan syok
kardiogenik, dan pasien yang memeiliki kontraindikasi fibrinolitik.
17
Simptom mengarah kepada iskemia atau infark
Penilaian dan tatalaksana EMS dan persiapan RS :Monitor, lakukan ABC, siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasiBerikan aspirin dan jika diperlukan berikan oksigen, nitrogliserin, dan morfinJika ada, pasang EKG 12sadapan; jika ada ST-elevasi : informasikan RS, catat waktu onset dan kontak pertama dengan tim medisRS yang dituju harus memobilisasi sumber daya untuk perawatan STEMIJika akan dilakukan fibrinolisis prehospital, periksa ceklis fibrinolitik
Penilaian ED segera (<10menit):Cek tanda vital; evaluasi saturasi oksigenPasang akses IVAnamnesis dan PF yang singkat dan terarahLengkapi ceklist fibrinolitik; cari kontraindikasiPeriksa cardiac marker, elektrolit dan koagulasiPeriksa chest xray portable (<30 menit)
Tata laksana umum ED segera :Jika saturasi oksigen <94% start pembiaran O2 kanul 4 L/m, titrasiAspirin 160-325 mg (jika belum diberikan EMS)Nitrogliserin SL atau sprayMorfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
Kaji EKG 12 sadapan
ST elevasi atau baru atau curiga LBBB baru; sangat mungkin terjadi lukaST-Elevasi MI (STEMI)
ST depresi atau inverse gelombang T dinamis; sangat mungkin terdapat iskemiAngina tidak stabil risiko tinggi/Non-ST Elevasi MI (UA/NSTEMI)
Normal atau perubahan ST segmen/gelombang T nondiagnostikUA risiko rendah/intermediet
Mulai tatalaksana tambahan sesuai indikasiJangan tunda reperfusi
Onset symptom ≤ 12 jam ?
Strategi reperfusi :pilihan terapi ditentukan keadaan pasien dan centertarget :Target door-to-ballon time (PCI)Target door-to-needle time (fibrinolisis) kurang dari 30 menit
Troponin meningkat atau pasien resiko tinggi Pertimbangkan strategi invasive dini jika :Nyeri dada refrakterDeviasi ST berulang/menetapTerjadi VTHemodinamik tidak stabilTanda-tanda gagal jantung
Mulai terapi tambahan sesuai indikasiNitrogliserinHeparin (UFH atau LMWH)Pertimbangkan: Beta bloker oralPertimbangkan: clopidogrelPertimbangkan: Gp IIb/IIIa inhibitor
Rawat di ruang bermonitor nilai status risikoLanjutkan aspirin, heparin dan terapi lain sesuai indikasi ACE inhibitor/ARBHMG CoA Reduktase inhibitor (statin)
Pertimbangkan admisi ke chest pain unit/tempat perawatan yang sesuai dan lakukan :Pemeriksaan cardiac marker serial (termasuk troponin)Ulangi EKG/monitoring segmen ST kontinyuPertimbangkan test diagnostic noninvasive
Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini :Gambaran klinis risiko tinggiPerubahan EKG dinamik yang sesuai dengan iskemia’Peningkatan troponin
Pemeriksaan pencitraan diagnostic non invasive atau fisiologis memberi hasil abnormal?
Jika tidak ada bukti iskemia atau infark, dapat dipulangkan dengan follow-up
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Gambar 9. Penanganan SKA
18
2.8. Hipotensi, syok dan edema paru akut
Seringkali kita menjumpai pasien dengan tekanan darah yang rendah atau
hipotensi (sistolik <100mmHg), ketika berhadapan dengan pasien seperti ini
segera tentukan adanya tanda-tanda penurunan perfusi ke jaringan yang berlanjut
ke arah kegagalan perfusi jaringan, seberapa berat kondisi penderita, serta usaha
yang tepat untuk mengatasinya. Jika tanda kegagalan perfusi jaringan vital sudah
muncul berarti pasien dalam kondisi syok. Syok adalah kumpulan gejala akibat
perfusi selular tidak mencukupi dan asupan oksigen tidak cukup memenuhi
kebutuhan metabolic yang dapat disebabkan oleh beberapa hal dengan gambaran
klinis yang bervariasi. Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh
darah dan parenkim paru yang pada sebagian besar kasus disebabkan oleh gagal
jantung akut. Gagal jantung akut adalah penurunan fungsi jantung yang
mendadak dengan atau tanpa didahuli kelainan jantung.
Tanda dan gejala syok tergantung penyakit dasar dan mekanisme
kompensasi yang terjadi, misalnya:
- Peningkatan tahanan vascular perifer : kulit pucat dan dingin, oliguri
- Tonus saraf adrenergic meningkat menyebabkan takikardi untuk
meningkatkan curah jantung, keringat banyak, cemas, mual, muntah atau
diare
- Hipoperfusi organ vital, berupa iskemia miokardium ditandai nyeri dada dan
atau sesak napas, insufisensi serebral ditandai perubahan status mental.
Penyebab syok berdasarkan kategori adalah:
1. Syok kardiogenik
Disebabkan olehkarena gangguan kinerja jantung yang ditentukan oleh
a. Kemampuan sel miokard untuk memompa dengan cara memanjang pada
fase diastolic dan memendek pada fase sistolik.
b. Volume darah dan tekanan yang dialami ventrikel pada fase akhir
pengisian/preload
c. Tahanan yang harus dilawan ventrikel untuk pengosongan/afterload
d. Frekuensi kontraksi; menentukan jumlah darah yang dapat dipompa
dalam semenit.
19
2. Syok hipovolemik
Disebabkan karena kekurangan cairan absolute (muntah, diare atau
perdarahan) atau ekstravasasi (syok dengue)
3. Syok distributive
Total cairan tubuh tidak berkurang, tapi volume intravascular relative tidak
seimbang dengan kapasitas vascular, misalnya pada anafilaksis, sepsis, dan
neurogenik.
4. Obstruksi aliran
Misalnya pada emboli paru, tamponade, stenosis katup
Tanda dan gejala edema paru akut bergantung pada berat ringannya gagal
jantung. Gejala sesak terutama saat aktifitas, batuk dengan riak berbuih
kemerahan, sesak bila berbaring disertai kardiomegali, iktus bergeser ke lateral,
bradi-takiaritmia, gallop, bising, ronki basah basal bilateral paru, wheezing
(asthma cardiale), akral dingin dan basah, saturasi oksigen <90% sebelum
pemberian oksigen, foto polos dada tampak bendungan batwing appearance.
Untuk penatalaksanaan hipotensi/syok dalam waktu singkat kita harus
mengerti konsep cardiovascular triad, yaitu irama denyut jantung (rate),
kemampuan miokardium untuk memompa (pump) dan volume. Yang paling
mudah kita periksa adalah masalah rate/irama denyut jantung, oleh karena itu
yang perlu kita nilai pertama kali adalah apakah pasien memiliki frekuensi
CEPAT atau LAMBAT dengan cara meraba nadi atau melihat monitor, lalu
tentukan jenis irama. Jika ditemukan masalah dengan irama, lakukan tatalaksana
sesuai dengan algoritma takikardia atau bradikardia.
Jika ada tanda jelas kehilangan cairan tubuh, berarti pasien mengalami
masalah volum, maka pilihan pertama adalah memenuhi cairan vascular, bila
sudah penuh baru berikan vasopressor, diantaranya :
1. Syok sepsis : dopamine, norepinefrin, fenilefrin, dobutamin
2. Syok spinal : dopamine, feniefrin, dobutamin
3. Syok anafilaksis : epinefrin, dopamine, norepinefrin, fenilefrin
4. Keracunan beta-blocker: epinefrin, atropine, glucagon, dopamine, isoproterenol
5. Keracunan alfablocker : epinefrin, norepinefrin
20
Untuk permasalahan pump/pompa biasanya terjadi pada pasien dengan syok
kardiogenik. Akantetapi sulit untuk membedakan apakah masalah yang terjadi
karena pompa atau volume. Olehkarena itu, pada kasus gawat kita dapat
melakukan fluid challenge yaitu dengan cara memberikan normal saline 2-4
mL/kgBB (diawali 150mL), jika didapatkan perbaikan (peningkatan tekanan
darah dan menurunya curah jantung) maka pemberian cairan dapat diulang lagi.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg disertai gejala dan tanda syok
sangat jelas angka kematiannya tinggi. Berikan fluid challenge normal saline 150
mL dapat diulangi bila ada perbaikan samapai 500mL. berikan simpatomimetik
bila tidak ada respon. Berikan norepinefrin sampai tekanan darah naik antara 70-
100mmHg, setelah itu segera ganti dengan dopamine.
Tekanan darah sistolik 70-100 mmHg disertai gejala dan tanda syok,
cobalah pemberian cairan diikuti dopamine 2-20 mcg/kgBB/menit, boleh
dikombinasikan dengan dobutamin. Tapi dobutamin tidak boleh diberikan sebagai
obat tunggal untuk hipotensi dengan syok.
Tekanan darah sistolik 70-100 mmHg tanpa gejala dan tanda syok,
cobalah pemberian cairan. Dobutamin adalah inotropik dan vasoaktif yang baik.
Untuk tatalaksana edema paru akut dibagi menjadi tiga tindakan
1. Tindakan pertama
a. Letakkan pasien dalam kondisi duduk sehingga dapat meningkatkan
volume dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernapasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
b. Sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15L/menit (targer saturasi
>90%) berikan bersamaan dengan pemasangan jalur IV dan monitor EKG
c. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan analisis gas darah
d. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end-expiratory pressure) dapat
diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
e. CPAP diberikan bila pasien bernapas spontan dengan sungkup muka atau
ETT
21
f. Nitrogliserin/Nitrat SL diberikan untuk menurunkan preload, dapat
diberikan dalam bentuk tablet atay spray sublingual. Dapat diulangi setiap
5-10 menit bila TD >90-100 mmHg.
g. Furosemid 0,5-1 mg/kgBB IV. Memiliki efek vasodilatasi dan diuretic.
h. Morfin sulfate diencerkan dengan NaCl 0,9% berikan 24 mg IV bila
TD>100 mmHg, dianjurkan pemberian obat ini dilakukan di RS.
2. Tindakan kedua
a. Jika respon pasien baik setelah tindakan pertama, maka tidak diperlukan
pemeriksaan tambahan. Dilanjutkan pemberian nitrogliserin IV 10-20
mcg/menit dengan tetap memantau TD
b. Dapat diberikan dopamine jika TD 70-100 mmHg dengan syok, jika tanpa
syok dapat diberikan dobutamin.
3. Tindakan ketiga
a. Bila tindakan pertama dan kedua tidak memberikan hasil yang memadai
atau terdapat komplikasi spesifik
b. Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasive dengan fasilitas spesialistik
c. Pertimbangkan IABP, dilanjutkan PCI atau bedah pintas koroner.
22
Gambar 10. Algoritme penangan Hipotensi/Syok dan Edema Paru Akut
2.9. Obat-obatan yang digunakan dalam Bantuan Hidup Jantung Lanjutan
Dikelompokkan menjadi :
a. Obat-obatan untuk mengoptimalkan curah jantung dan tekanan darah
b. Obat-obatan anti-aritmia
c. Obat-obatan lainnya
23
Obat Indikasi Kontraindikasi Pemberian Perhatian Epinefrin - Henti jantung : VF, VT tanpa
nadi, asistol, PEA- Bradikardi simtomatis; setelah
pemeberian SA; alternative dopamine
- Hipotensi berat; pada hipotensi berat dengan bradikardi setelah gagal pacing dan SA atau pada hipotensi karena penggunaan phosphodieterase enxyme inhibitor
- Anafilaksis
Dapat diberikan secara secara IV/ETT.Henti jantung :- IV/IO: 1 mg (10 ml dari
1:10.000) diberikan tiap 3-5 menit selama resusitasi diikuti flush Nacl 0,9% 20 cc dan menaikkan lengan 10-20 detik
- Dosis tinggi (0,2 mg/kg) pada keadaan spesifik seperti overdosis betablocker atau chalcium channel blocker
- Infuse kontinyu: dosis inisial 0,1-0,5 mcg/kg/menit
- Rute endotrakeal :2-2,5 mg diencerkan dengan 10 ml normal saline
Bradikardi/hipotensi berat :- Infuse: 2-10 mcg/menit
dititrasi
- Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dapat mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard iskemia
- Dosis tinggi tidak meningkatkan survival
- Dosis tinggi dapat digunakan untuk mengobati syok akibat obat/racun
Kalsium Pasien dengan hiperkalemia, hipokalsemia, dan keracunan preparat calcium channel blocker
2-4 mg/kgBB-10% CaCl2 dapat diulang setiap 10 menit
Vasopressin Obat alternative selain epinefrin pada pasien dengan syok, VF refrakter, asistole, PEA
Henti jantung : 40 IU dosis tunggal IVSyok : 0,02-0,04 IU/menit
Nitrogliserin Gagal jantung kongestif, hipertensi emergensi, dan obat anti angina awal pada SKA
- Hipotensi (TDS <90 mmHg)
- TIK yang meningkat
- Infark ventrikel kanan
- Pengguna
- Spray 1-2 semprot 0,5-1 detik dengan interval 5 menit, max: 3x dalam 15 menit
- Tablet (0,3-0,4 mg) SL, dapat diulang hingga 3 dosis interval 5 menit
- Bolus 12,5-25 mcg IV
Pada hipertensi emergency target maksimal penurunan tekanan darah adalah 25% dari MAP awal
24
Tabel 4. Obat-obatan yang mengoptimalkan curah jantung dan tekanan darah
Viagra dalam 24 jam terakhir
- Hipovolemia, tamponade
- Bolus maintenance mulai dari 10 mcg/menit dititrasi tiap 10 menit, max: 200mcg/menit
Norepinefrin Syok kardiogenik berat dengan TDS <70 mmHg
Hipovolemia - BB < 70 kg : 0,1-0,5 mcg/kg/menit
- BB > 70 kg : 7-35 mcg/menit
Jangan diberikan bersamaan dengan larutan alkali
Sodium Nitroprusside
-Hipertensi emergensi dengan targer organ damage non kardiak
-Mengurangi afterload pada edema paru akut, mitral regugirtasi akut dan aorta regugirtasi akut
Pasien yang mengguanakan sildenafil/viagra
Intravena :- Dosis 0,1 mcg/kg/menit
dinaikkan tiap 3-5 menit, max 5-10 mcg/kg/menit
- Dapat menyebabkan hipotensi, keracunan sianida, vasokonstriksi pulmoner, hipoksia pada penyakit paru, eksaserbasi pintas intra pulmoner
- ES : sakit kepala, mual dan muntah, kram abdomen
Dopamine -Pilihan kedua untuk bradikardi simtomatis setelah SA
-Hipotensi (TDS 70-100 mmHg) dengan tanda-tanda syok
Infuse : 2-20 mcg/kgBB/menit dititrasi
- Koreksi volume terlebih dahulu- Hati-hati pada pasien syok
kardiogenik dengan gagal jantung kongestif
- Dapat menyebabkan takiaritmia, vasokonstriksi ekstensif
- Jangan dikombinasikan dengan alkali/natrium bikarbonat
Sodium bikarbonat
Asidosis jaringan 1mg/kgBB/bolus
Dobutamin Hipotensi (TDS 70-100 mmHg) dan tanpa tanda-tanda syok
- Syok yang dicurigai karena obat/racun
- Hipotensi dengan syok
- Infuse: 2-20 mcg/KgBB/menit dititrasi. Jaga nadi tidak meningkat >10% nadi awal
- Dapat menyebabkan takiaritmia, TD yang fluktuatif, sakit kepala, dan mual
- Jangan dikombinasikan dengan larutan alkali
Furosemide - Edema paru akut dengan TDS >90-100 mmHg (tanpa tanda dan gejala syok)
- Hipertensi emergensi
TDS <90-100 mmHg
0,5-1 mg/kgBB diberikan selama 1-2 menit, jika tidak ada respon, dosis dinaikkan hingga 2 mg/kgBB, berikan perlahan selama 1-2 menit
Dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, hipokalemia, dan gangguan keseimbangan elektrolit
25
Obat Indikasi Kontraindikasi Pemakaian Perhatian Adenosine Takikardia dengan QRS
sempit, PSVT (Paroxysmal Supraventricular Tachycardia)
- Blok AV derajat 2 atau 3- Takikardia yang
disebabkan karena obat- Pasien yang
mengkonsumsi dipiridamol
Bolus 6 mg adenosine (10 mg ATP) IV cepat dalam 1-3 detik diikuti bolus saline normal 20 cc kemudian angkat lengan. Bila diperlukan, dosis kedua adenosine (20 mg ATP) IV, 1-2 menit setelah pemberian pertama
- Kurang efektif pada pasien yang mengkonsumsi teofilin
- Pasien dengan takikardia QRS lebar, polimorfikk dan tidak teratur memburuk dan hipotensi
- Dapat terjadi transient sinus bradicardia dan ventrikel ektopik
Amiodaron - Atrial fibrilasi - VF atau VT tanpa nadi
yang refrakter- VT polimorfik dan
takikardi dengan QRS lebar yang tidak jelas sumbernya/unknown origin
- Pengobatan pendukung pada kardioversi elektrik SVT dan VT
- Multifocal Atrial Tachycardia dengan fungsi ventrikel kiri yang baik
- Penurunan fungsi ventricular kiri yang menurun jika pemberian digoksin sudah tidak efektif
- Henti jantung : 300 mg IV cepat (diencerkan dengan 20-30ml dekstrose 5%), pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV selang 3-5 menit
- Takikardia kompleks QRS lebar yang stabil: 150 mg IV dalam 5-10 menit dapat diulang 150 mg IV setiap 10 menit jika diperlukan, max 2,2 gram IV/24 jam. Dengan dosis pemeliharaan 360 mg IV selama 6 jam (1mg/menit) lalu 540 mg IV dalam 18 jam berikutnya (0,5 mg/menit)
Bisa menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi, memiliki efek inotropik negative dan dapat memperpanjang interval QT
Sulfas Atropin
Sinus bradikardia (kec. AV blok derajat 2 tipe 2
Bradikardia hipotermi 0,5 mg IV setiap 3-5 menit dengan dosis maksimal 3 mg. pemberian
Hati-hati pada hipoksia dan iskemia
26
Tabel 5. Obat-obatan antiaritmia
danAV Blok total) melalui trakea memerlukan dosis 2-3 x dosis IV diencerkan dalam 10 ml saline normal
Verapamil Alternative adenosine untuk PSVT dengan QRS sempit dan tekanan darah adekuat dan fungsi ventrikel kiri yang baik
- Takikardi dengan QRS kompleks yang lebar dengan sumber yang tidak diketahui
- WPW dan atrial fibrilasi, sick sinus syndrome, atau AV Block serajat 2 atau 3
- 2,5-5 mg IV bolus selama lebih dari2 menit. Dosis selanjutnya 5-10 mg IV jika diperlukan dengan interval 15-30 menit. Max 20 mg IV
- Aternatif : 5 mg bolus tiap 15 menit dengan dosis total 30 mg. pada usia lanjut pemberian diberikan selama 3 menit
Dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan kontraktilitas miokard hipotensi
Diltiazem Atrial fibrilasi dan Atrial flutter. PSVT setelah adenosine diberikan
Untuk mengontrol nadi: 15-20 mg (0,25 mg/kgBB) IV selama lebih dari 2 menit. Dapat diulangi 15 menit kemudian dengan dosis 20-25 mg (0,35 mg/kgBB) selama 2 menit. Dosis pemeliharaan : 5-15 mg/jam dititrasi
Jangan gunakan penghambat kanal kalsium dan perhatiakn tekanan darah
Lidokain Henti jantung dengan VF/VT. VT Stabil dengan kompleks QRS lebar dengan tipe yang tidak jelas.
- Awal: 1-1,5 mg/kgBB IV bolus- VF/VT refrakter: 0,5-0,75 mg/kg
IV diulangi 5-10 menit. Max 3ml/kgBB
- Henti jantung: 1,5 mg/kgbb IV - Pemberian via ETT 2-4 mg/kgBB- VT stabil 0,5-0,75 mg/kgbb IV
sampai 1-1,5 mg/kgBB IV diulangi setiap 5-10 menit dengan total dosis 3 mg/kgbb dengan dosis pemeliharaan 1-4 mg/menit IV diencerkan dalam D5% atau normal saline
Jika berlebihan tanda toksisitas, kurangi dosis pada pasien dengan fungsi hati dan ventrikel kiri yang menurun
Penghambat β
- Angina pectoris tidak stabil, IMA
Tidak boleh bersamaan dengan obat penghambat
- Metoprolol : awal 5 mg IV secara lambat, diulang 5 menit kemudian
27
- Pilihan setelah derivate adenosine, diltiazem atau digitalis
kanal kalsium, bronkospasme, gangguan konduksi dan gagal jantung, nadi < 60x/menit, TD<100mmHG, AV blok derajat 2 atau 3
sampai total 5 mg oabat oral 2x50 mgdapat ditingkatkan menjadi 2x100 mg
- Atenolol: awal 5 mgIV selama lebih dari 5 menit, tunggu 10 menit dosis ke-2 5 mg IV lambat lebih dari 5 menit jika baikperoral 50 mg dan dapat ditingkatkan 100 mg/hari
- Propanolol: total dosis 0,1 mg/kgbb IV lambat dibagi dalam 3 dosis dengan interval 2-3 menit. Jangan melebihi 1 mg/menit
Isoproterenol
Bradikardia simtomatis, torsade de pointes yang refrakter atau tidak berespon dengan magnesium sulfat, keracunan obat penghambat B
Henti jantung dan jangan diberikan bersamaan dengan epinefrin
2-10 mcg/menit IV secara infuse dititrasi, caranya masukkan 1 mg dalam 250 ml normal saline, RL atau D5%
Magnesium Sulfat
Torsade de pointes dengan henti jantung atau hipomagnesia, VF refrakter setelah pemberian lidokain, torsade de pintes dengan nadi, ventrikel aritmia karena intoksikasi digitalis
Henti jantung karena hipogmanesia atau torsade de pointes: 1-2 gram dencerkan dalam 10 ml D 5% IV/IOTorsade de pontes dengan nadi: loading dose 1-2 gram diencerkan dalam 50-100 cc D5% diberikan selama 5-60 menit IV, diikuti dengan 0,5-1 gram perjam IV dititrasi.
Pada pemberian cepat dapat menyebabkan hipotensi, dan hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal
28
Obat Indikasi Kontraindikasi Pemberian Perhatian Morfin sulfat Angina pada SKA yang
tidak respon dengan nitrat dan edem paru tanpa tanda syok
2-4 mg IV dinaikkan maksimal 10 mg dengan interval 5-15 menit
Berikan perlahan, karena dapat menyebabkan depresi pernapasan, hipovolume, hipotensi dan siapkan antidotum naloksone 0,04-0,2 mg IV
Unfractioned Heparin (UFH)
Terapi adjuvant pada AMI
Sama dengan kontraindikasi terapi fibrinolitik
Awal: 60 IU/kgBB (max 4000 IU) dilanjutkan 12 IU/kgBB/jam dibulatkan ke 50 unit terdekat (max 1000 IU/jam). Pertahankan Aptt 1,5-2x nilai control selama 48 jam atau hingga angiografi
Jangan digunakan jika trombosit <100.000/ada riwayat trombositopenia yang diinduksi heparin
Low molecular weight heparin (LMWH)
SKA, spesifik UA/NSTEMI
STEMI: Enoxaparin-Usia< 75 th, CCT normal : bolus 30 mg IV dengan bolus kedua 1mg/kgBB SC 15 menit kemudian ulangi tiap 12 jam (max 100mg/dosis utk 2 dosis pertama)
-Usia>75 th, tidak diberi bolus, berikan 0,75mg/kgbb SC/12 jam (max 75mg/kgbb untuk 2 dosis pertama)
-CCT <30 ml/menit
Sama dengan UFH
29
Tabel 4. Obatan-obatan lain
berikan 1mg/kgbb SC/24 jam
UA/NSTEMI- Enoxaparin: bolus
inisial 30 mgIV dosis pemeliharaan 1mg/kgbb SC/12 ja, jika CCT<30 ml/menit tiap 24 jam
- Bivalirudin:bolus 0,1 mg/kgbb, lalu mulai infuse 0,25 mg/kg/jam
30
BAB III
KESIMPULAN
Dalam melakukan Bantuan hidup dasar yang perlu diperhatikan adalah
pengenalan keadaan serta aktivasi system gawat darurat segera, RJP segera dan
defibrilasi segera. Pendekatan sistematis menjadi kunci utama penanganan kasus
gawat. Pada setiap kasus gawat yang perlu kita perhatikan adalah A-B-C (Airway,
Breathing, Circulation), O-I-M (Oksigen, IV line, Monitor),
nadi/pernapasan/tekanan darah, dan tentukan apakah ada masalah
irama/pompa/volume. Dengan adanya pendekatan yang sistematis kita dapat
mengenali gangguan-gangguan jantung yang bias membahayakan nyawa pasien
dan dapat melakukan tatalaksana yang tepat.
Pengobatan pasien dengan bradikardia atau takikardia yang perlu kita
perhatikan apakah irama tersebut menimbulkan gejala pada pasien, jika iya maka
kita harus menatalaksana sesuai dengan algoritma yang ada.
Pengobatan pasien dengan SKA harus diawali dengan anamnesis gejala
klasik nyeri dada karena SKA, setelah criteria nyeri dada klasik SKA
teridentifikasi kita harus segera memberikan aspirin, setelah itu baru kita masuk
dalam algoritma SKA
Pengobatan hipotensi tidak hanya dipandang dari tekanan darah, tetap
gejala-gejala dan tanda klinis lebih berharga yang meliputi keadaan umum,
gangguan kesadaran, perfusi perifer pada ujung-ujung ekstremitas, pengisian
kapiler, gejala syok, dan produksi urin. Untuk penatalaksanaannya kita harus
menggunakan triad kardiovaskular yaitu irama, pompa, dan volume-resistensi
pembuluh darah. Karena yang paling mudah dinilai adalah irama, maka ketika
mendapatkan pasien dengan hipotensi kita harus menentukan apakah pasien ini
bradikardi atau takikardia, jika karena masalah pompa kita harus menentukan
apakah penyebabnya primer dari jantung atau dari luar jantung. Jika yang menjadi
masalah adalah volume, tentukan apakah penurunan volume yang terjadi absolute
atau relative.
31
Top Related