Download - Farmakologi - Makalah Peranan Angiotensin Reseptor Bloker Pada Hipertensi.docx

Transcript
  • Peranan Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)

    Pada Hipertensi

    1. Pendahuluan

    Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan

    tekanan darah secara kronis. Hipertensi merupakan salah satu

    penyebab kematian paling sering di dunia. Hampir satu miliar orang di

    dunia berisiko terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke,

    gagal ginjal dan kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika

    volume darah meningkat dan/atau saluran darah menyempit,

    sehingga membuat jantung memompa lebih keras untuk menyuplai

    oksigen dan nutrisi kepada setiap sel di dalam tubuh. Tekanan darah

    diukur berdasarkan tekanannya terhadap dinding pembuluh darah

    (yang besarannya dinyatakan dalam mmHg). Jika tekanan darah

    melebihi tingkat yang normal, maka resiko kerusakan bisa terjadi pada

    organ organ vital di dalam tubuh seperti jantung, ginjal, otak, dan

    mata. Hal ini meningkatkan resiko kejadian yang bisa berakibat fatal

    seperti serangan jantung dan stroke.1

    Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan sering kali

    berbeda-beda pada tiap individu. Penanganan hipertensi sendiri lebih

    ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.

    Dengan pengobatan atau pengontrolan tekanan darah, maka berbagai

    komplikasi yang dapat dipicu oleh hipertensi dapat dicegah. Salah

    satu macam obat yang digunakan untuk mengatasi dan

    mengendalikan hipertensi adalah angiotensin receptro blocker

    (ARB).2

    Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat

    antihipertensi yang bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah

    melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron. ARB mampu

    menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga

    secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi

  • vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara

    bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah.3-6.

    Mengingat pentingnya manfaat ARB terhadap hipertensi, maka

    pada makalah ini akan dipaparkan semua hal yang berkenaan dengan

    hipertensi dan ARB sebagai salah satu obat untuk menanggulanginya.

    2. Hipertensi

    a. Pengertian dan Klasifikasi

    Definisi tekanan darah yang abnormal sebenarnya sulit, karena

    hubungan antara tekanan arteri sistemik dan derajat morbiditas

    lebih bersifat kualitatif dibanding kuantitatif. Level tekanan

    darah haruslah disetujui untuk evaluasi dan terapi pasien

    dengan hipertensi. Mengingat risiko berbagai penyakit dapat

    meningkat akibat hipertensi yang berlangsung terus-menerus,

    maka perlu adanya sistem klasifikasi yang esensial untuk

    dijadikan dasar diagnosis dan terapi hipertensi.7

    Berdasarkan rekomendasi Seventh Report of the Joint National

    Commitee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment

    of High Blood Pressure (JNC VII). Klasifikasi tekanan darah

    pada tabel dimaksudkan setiap tekanan yang terukur (tekanan

    rata-rata) pada dua kali atau lebih pengukuran, dalam posisi

    duduk.

    Keadaan prehipertensi tidak dimasukkan ke dalam kategori

    penyakit, namun perlu diingat bahwa keadaan tersebut berisiko

    tinggi untuk berkembang ke tahap hipertensi. Dengan demikian,

    bila ditemukan pasien dengan prehipertensi, maka perlu segera

    dicari faktor risikonya dan sedapat-dapatnya faktor risiko

    tersebut dimodifikasi. Klasifikasi menurut JNC VII tidak

    menggolongkan deajat hipertensi berdasarkan faktor risiko atau

    kerusakan organ target, namun JNC VII lebih menekankan

    bahwa setiap pasien dengan hipertensi (baik derajat 1 maupun

    2) perlu diterapi, disamping modifikasi gaya hidup.1

  • Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai

    140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90

    mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

    Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan

    dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami

    kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat

    sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat

    sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan

    atau bahkan menurun drastis. Pada pasien dengan diabetes

    mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan

    bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap

    sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.8-10

    b. Etiopatogenesis, Faktor Risiko, dan Gejala klinis

    Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah. Tekanan darah

    arteri merupakan hasil dari cardiac output dan resistensi

    vaskular sistemik. Peningkatan tekanan darah di dalam arteri

    bisa terjadi melalui beberapa cara, antara lain:11-13

    Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan

    lebih banyak cairan pada setiap detiknya

    Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,

    sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat

    jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena

    itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk

    melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

    menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada

    usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan

    kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama,

    tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi

    "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk

  • sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf

    atau hormon di dalam darah

    Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan

    meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat

    kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang

    sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah

    dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga

    meningkat.

    Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri

    mengalami pelebaran, atau banyak cairan keluar dari

    sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun atau menjadi

    lebih kecil.11

    Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut diperankan oleh

    perubahan fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari

    sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara

    otomatis). Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui

    beberapa cara, antara lain jika tekanan darah meningkat,

    maka ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,

    yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan

    mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika tekanan

    darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam

    dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan

    darah kembali ke normal. Ginjal juga dapat meningkatkan

    tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut

    renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang

    selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

    Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan

    tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan

    pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah

    tinggi. Penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal

  • (stenosis arteri renalis) dapat menyebabkan hipertensi.

    Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal

    juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.12,13

    Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf

    otonom, yang untuk sementara waktu akan meningkatkan

    tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh

    terhadap ancaman dari luar). Sistem ini juga meningkatkan

    kecepatan dan kekuatan denyut jantung, mempersempit

    sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di

    daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan

    pasokan darah yang lebih banyak), serta mengurangi

    pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan

    meningkatkan volume darah dalam tubuh. Sistem saraf

    simpatis juga memicu pelepasan hormon epinefrin

    (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang

    merangsang jantung dan pembuluh darah, dan selanjutnya

    akan mencetuskan peningkatan tekanan darah.13,14

    Etiologi Hipertensi. Hipertensi berdasarkan penyebabnya

    dibagi menjadi 2 jenis :1,11

    Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang

    tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada

    kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).

    Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang

    disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.

    Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab.

    Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah

    kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya

    tekanan darah.

    Jika penyebab hipertensi diketahui, maka disebut hipertensi

    sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,

    penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,

  • penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian

    obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya

    yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada

    kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin

    (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan

    (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga),

    stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu

    terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan

    yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan

    tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah

    berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali

    normal.15,16

    Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:15,16 :

    Penyakit Ginjal

    Stenosis arteri renalis

    Pielonefritis

    Glomerulonefritis

    Tumor-tumor ginjal

    Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

    Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

    Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

    Kelainan Hormonal

    Hiperaldosteronisme

    Sindroma Cushing

    Feokromositoma

    Hiperplasia adrenal kongenital

    Hipertiroid

    Hiperparatiroid

    Kontrasepsi

  • Obat-obatan:

    Kortikosteroid

    Obat-obat adrenergik

    Siklosporin

    Eritropoietin

    Kokain

    Penyalahgunaan alkohol

    Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

    Penyebab Lainnya

    Tumor otak

    Koartasio aorta

    Vaskulitis

    Penyakit kolagen

    Preeklamsi pada kehamilan

    Porfiria intermiten akut

    Keracunan timbal akut.

    Faktor risiko dan Patogenesis Terjadinya Hipertensi.

    Patogenesis terjadinya hipertensi esensial (primer) meliputi

    banyak faktor yang beragam. Faktor-faktor tersebut antara

    lain, perfusi jaringan yang adekuat, mediator humoral,

    vaskular, volume darah sirkulasi, viskositas, cardiac output,

    elastisitas pembuluh, dan stimulasi saraf. Selain itu, juga

    terdapat faktor lain, seperti genetik (ras), diet, dan usia.17

    Hipertensi dapat berkembang dengan disertai berbagai

    kerusakan organ target, misalnya aorta dan arteri, jantung,

    ginjal, retina, dan susunan saraf pusat. Progresivitas

    peningkatan tekanan darah dapat berlangsung hingga

    puluhan tahun. Hipertensi stadium awal dapat merupakan

    bentuk awal hipertensi, yang dihasilkan oleh penurunan

    resistensi perifer dan peningkatan stimulasi kardiak oleh

  • hiperaktivitas adrenergik dan homeostasis kalsium. Bila

    hipertensi berlangsung kronis, maka resistensi vaskular akan

    meningkat. Reaktivitas vaskular merupakan faktor penting

    yang menentukan perubahan derajat hipertensi. Reaktivitas

    vaskular secara langsung dipengaruhi senyawa vasoaktif,

    reaktivitas otot polos, dan perubahan struktur dinding

    pembuluh darah.17

    Hipertensi memiliki keterkaitan dengan faktor genetik yang

    beragam. Meskipun seseorang memiliki gen yang

    memberikan kecenderungan hipertensi, keterlibatan faktor

    lingkungan sangat besar. Sedikit sekali studi yang

    mengatakan bahwa hipertensi pada seseorang dapat muncul

    hanya dengan satu gen saja tanpa adanya intervensi faktor

    lingkungan. Beberapa kelainan genetik yang dapat

    menyebabkan hipertensi antara lain, aldosteronisme,

    defisiensi 17-- dan 11-hidroksilase, sindroma Liddle, serta

    kelainan gen yang berkenaan dengan sintesis

    angiotensinogen.17

    Sistem renin-angiotensin-aldosteron berperan pada

    timbulnya hipertensi. Produksi renin dipengaruhi oleh

    berbagai faktor, antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin

    berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi

    angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi. Angiotensin

    II menyebabkan sekresi aldosteron yang selanjutnya akan

    meningkatkan retensi natrium dan air. Sistem ini juga

    meningkatkan vasopresin yang bersifat sebagai

    antidiuretik.16,17

    Gejala Klinis

    Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak

    menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja

    beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

  • berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal

    sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit

    kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

    dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita

    hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah

    yang normal.1

    Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati,

    bisa timbul gejala berikut:1,2 :

    sakit kepala

    kelelahan

    mual

    muntah

    sesak nafas

    gelisah

    pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya

    kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

    Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan

    kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan

    otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

    memerlukan penanganan segera.

    c. Diagnosis

    Evaluasi penderita, hipertensi mencakup tiga komponen

    utama, yaitu mengidentifikasi penyebab, menilai ada

    tidaknya kerusakan organ target, dan mengidentifikasi

    adanya faktor risiko yang turut menentukan prognosis dan

    keberhasilan pengobatan. Data yang diperlukan untuk

    mengevaluasi pasien hipertensi dapat diperoleh dari

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang.18

    Dari anamnesis dapat diperoleh informasi mengenai faktor

    risiko terjadinya hipertensi, riwayat hipertensi dalam

  • keluarga, serta berbagai gejala yang sering menyertai

    pasien dengan hipertensi. Dari pemeriksaan fisik,

    pemeriksaan yang paling menentukan untuk menegakkan

    diagnosis adalah pengukuran tekanan darah. Pengukuran

    dilakukan dengan 3 kali pembacaan selang 2 menit

    menggunakan manometer raksa. Tekanan darah dapat

    dilakukan pada posisi berdiri atau duduk, menggunakan

    stetoskop Bell, dan pasien harus dalam keadaan rileks

    setidaknya 5 menit sebelum diperiksa. Pemeriksaan fisik

    lainnya disesuaikan dengan ada tidaknya kelainan penyerta,

    misalnya pada organ target.17,19

    Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan imaging

    masih kontroversial, melihat adanya fakta bahwa 90% kasus

    hipertensi merupakan hipertensi primer. Sehingga tidak

    disarankan melakukan semua pemeriksaan penujang,

    kecuali tedapat tanda yang mengarah kepada etiologi

    tertentu. Pemeriksaan laboratorium pada hipertensi

    (terutama hipertensi sekunder) misalnya hitung sel darah,

    serum elektrolit, serum kreatinin, glukosa darah, asam urat,

    dan urinalisis. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan

    untuk mengetahui profil lipid, seperti LDL-C, HDL-C,

    Trigliserida. Teknik imaging yang dapat dilakukan, misalnya

    ekokardiografi untuk mengetahui ada tidaknya kelainan

    jantung dan pembuluh darah besar, arteriografi dan

    pielografi untuk mengetahui hipertensi renal.17,19

    d. Penatalaksanaan

    Pengelolaan pasien dengan hipertensi bertujuan mengurangi

    tingkat morbiditas dan mortalitas pasien. Meskipun etiologi

    hipertensi belum dapat dibuktikan, pengobatan hipertensi

    pada seorang penderita sudah dapat dimulai. JNC VII

    merekomendasikan tata laksana hipertensi berdasarkan

  • deajat hipertensi, adanya kerusakan organ target, dan faktor

    risiko kardiovaskular lainnya (tabel 2 dan 3).18

    Modifikasi gaya hidup bagi penderita hipertensi penting

    untuk dilakukan. Penurunan berat badan sekurang-

    kurangnya 4,5 kg, akan membantu menurunkan atau

    mencegah hipertensi pada orang-orang yang overweight,

    meskipun disarankan agar berat badannya dikembalikan ke

    berat badan ideal. Tekanan darah juga sangat dipengaruhi

    pola makan, misalnya dengan metode DASH (Dietary

    Approaches to Stop Hypertension) yang mengatur

    perencanaan makanan. Metode DASH menganjurkan untuk

    mengonsumsi lebih banyak buah-buahan, sayur-sayuran,

    dan makanan rendah lemak. Diet tinggi garam (natrium)

    harus diturunkan tidak lebih dari 100 mmol (2,4 gram) per

    hari. Setiap orang juga perlu melakukan aktivitas fisik

    aerobik, seperti jalan kaki, sekurang-kurangnya 30 menit per

    hari. Asupan alkohol harus dibatasi setidaknya 30 mL etanol

    atau setara dengan 2 kali minum tiap harinya. Modifikasi

    gaya hidup menurunkan tekanan darah, mencegah atau

    menghambat kejadian hipertensi, dan menurunkan risiko

    penyakit kardiovaskular.1

    Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan

    utama lain adalah dengan menggunakan obat antihipertensi.

    Keputusan menggunakan terapi farmakologi seperti tertera

    pada tabel 3. Prinsip pengobatan hipertensi antara lain1:

    Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan

    pengobatan kausal

    Pengobatan hipertensi primer ditujukan menurunkan

    tekanan darah dengan harapan memperpanjang usia

    dan mengurangi komplikasi

  • Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka

    panjang dan kemungkinan besar seumur hidup

    Upaya menurunkan tekanan darah digunakan obat

    antihipertensi dan modifikasi gaya hidup

    Pengobatan menggunakan algoritma sesuai JNC VII

    (2003) Apabila tekanan darah telah turun dan dosis

    antihipertensi stabil dalam 6 hingga 12 bulan, dosis obat

    dapat di coba diturunkan dengan pengawasan ketat,

    tetapi tidak langsung dihentikan. Oleh karena faktor yang

    mempengaruhi terjadinya hipertensi sangat banyak, obat

    antihipertensi yang digunakan juga sangat bervariasi

    dalam hal titik tangkap kerjanya.1

    3. Angiotensin-Receptor Blocker pada Hipertensi

    a. Angiotensin-Receptor Blocker dan sistem Renin-Angiotensin-

    Aldosteron (RAS)

    Sejak lebih kurang 100 tahun yang lalu, dengan ditemukannya

    renin, Tigerstedt dan Bergman mulai membahas hubungan

    hipertensi dengan ginjal. Percobaan Goldblatt (1934)

    menunjukkan bahwa hipertensi dapat diinduksi dengan

    melakukan unilateral clamp arteri renalis. Tahun 1940 ditemukan

    pressor agent yang sebenarnya berperan dalam rangkaian renin,

    yang kemudian diberi nama Angiotensin. Kemudian berhasil

    diidentifikasi dua bentuk angiotensin yang dikenal, yaitu

    Angiotensin I dan Angiotensin II.20

    Enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II

    disebut dengan Angiotensin Converting Enzyme (ACE).

    Rangkaian dari seluruh sistem renin sampai dengan angiotensin

    II inilah yang dikenal dengan Renin-Angiotensin-Aldosteron

    System (RAS). Para ahli mengatakan bahwa RAS berperan

    penting dalam patogenesis hipertensi baik sebagai salah satu

    penyebab timbulnya hipertensi maupun dalam perjalanan

  • penyakitnya. Sejak tahun 1980 hingga 1990 penelitian tentang

    RAS berkembang sangat pesat, terutama setelah ditemukan

    sistim RAS general (Circulating RAS) dan sistim RAS lokal

    (Tissue RAS), adanya berbagai tipe Reseptor Angiotensin II di

    jaringan beserta segala efeknya, obat-obat penghambat ACE

    yang dikenal dengan ACE Inhibitor dan obat-obat yang

    memblokir efek Angiotensin II pada reseptor Angiotensin II yang

    disebut Angiotensin Receptor Blocker.20

    Timbulnya iskemia general atau lokal akan mengaktivasi kedua

    sistem RAS, baik lokal maupun sistemik. RAS general akan

    berperan dalam regulasi sistem kardiovaskuler/hemodinamik

    dalam jangka waktu singkat dan cepat. Aktivasi RAS sistemik ini

    akan menyebabkan pemulihan tekanan darah dan homeostasis

    kardiovaskuler. Sedangkan aktivasi RAS lokal akan meregulasi

    dalam jangka waktu yang lebih panjang dan homeostasis

    kardiovaskuler lewat aktivasi angiotensin jaringan dan degradasi

    bradikinin.20,21

    Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktor. Secara

    prinsip terjadi akibat peningkatan cardiac output/curah jantung

    atau akibat peningkatan resistensi vaskuler karena efek

    vasokonstriksi yang melebihi efek vasodilatasi. Peningkatan

    vasokonstriksi dapat disebabkan karena efek alpha adrenergik,

    aktivasi berlebihan dari sistim RAS atau karena peningkatan

    sensitivitas arteriole perifer terhadap mekanisme vasokonstriksi

    normal.20

    Pengaturan tonus pembuluh darah (relaksasi & konstriksi)

    dilakukan melalui keseimbangan dua kelompok vasoaktif, yaitu

    vasoconstriction agent dan vasodilatation agent. Sistem RAS

    mempunyai hubungan yang erat dengan patogenesis timbulnya

    dan perjalanan hipertensi. Angiotensin II yang merupakan

    mediator utama dari RAS berikatan dengan resep-tornya di

  • jaringan reseptor ini dikenal dengan reseptor AT. Ada beberapa

    tipe reseptor, tetapi yang terpenting adalah reseptor AT1 dan

    AT2 .20,21

    Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat

    yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan

    angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1

    secara spesifik. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang

    kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding

    angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1. Akibat

    penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada

    reseptor AT1, yang secara langsung memberikan efek

    vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan penurunan aldosteron,

    selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan

    retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang

    merugikan (misalnya hipertrofi). Sedangkan Angiotensin II yang

    terakumulasi akan bekerja di reseptor AT2 dengan efek berupa

    vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya rangsangan

    reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan

    pada reseptor AT1.20

    b. Macam-macam Angiotensin-Receptor Blocker

    Berbagai obat yang termasuk ke dalam golongan ARB telah

    banyak dipublikasikan dan dipasarkan. Beberapa obat ARB yang

    ada, antara lain:

    Valsartan

    Valsartan merupakan prototipe ARB dan keberadaannya

    cukup mewakili seluruh ARB. Valsartan bekerja pada reseptor

    AT1 secara selektif, sehingga diindikasikan untuk mengatasi

    hipertensi. Valsartan memiliki rumus kimia C24H29N5O3

    dengan berat molekul 435,519 g/mol. Bioavailabilitas valsartan

    adalah sebesar 25% dengan 95% terikat protein. Waktu paruh

  • valsartan adalah 6 jam, dan kemudian diekskresikan 30%

    melalui ginjal dan 70% melalui bilier.22,23

    Valsartan terdapat dalam kemasan tablet 40 mg, 80 mg, 160

    mg, dan 320 mg, menyesuaikan rentang dosis harian yang

    direkomendasikan, yaitu 40 320 mg per hari. Nama dagang

    valsartan, antara lain diovan dan valtan. Pada tahun 2005,

    diovan telah digunakan lebih dari 12 juta orang di Amerika

    Serikat saja. Studi yang dipublikasikan oleh Journal of Clinical

    Investigation menunjukkan adanya efek pencegahan dan

    pengobatan terhadap alzheimer, meskipun hal itu masih

    sebatas penelitian. Obat ini dapat menurun efektivitasnya

    hingga 40% bila diberikan bersama makanan.22-24

    Telmisartan

    Telmisartan merupakan salah satu ARB yang digunakan

    sebagai antihipertensi. Telmisartan dipasarkan dengan nama

    dagang Micardis (Boehringer Ingelheim), Pritor or Kinzal

    (Bayer Schering Pharma), Telma (Glenmark Pharma) dan

    Teleact D by (Ranbaxy). Telmisartan memiliki rumus kimia

    C33H30N4O2 dengan berat molekul 514,617 g/mol.

    Bioavailabilitas telmisartan adalah sebesar 42% hingga 100%

    dengan lebih dari 99,5% berikatan dengan protein. Waktu

    paruh telmisartan adalah 24 jam, dan kemudian diekskresikan

    hampir seluruhnya melalui feses.22,23

    Secara farmakologis, kinerja telmisartan tidak jauh berbeda

    dengan kelompok ARB lainnya, yaitu dengan mengikat

    reseptor AT1. Afinitas telmisartan terhadap reseptor AT1

    cukup tinggi dan merupakan yang tertinggi di kelompoknya.

    Reduksi tekanan darah terjadi akibat relaksasi otot polos

    pembuluh darah, sehingga terjadi vasodilatasi.22,23

    Losartan

    Losartan merupakan salah satu ARB yang diindikasikan untuk

  • hipertensi. Selain itu, losartan juga dapat memperlambat

    progresivitas nefropati diabetik dan kelainan ginjal lain pada

    pasien diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan

    mikroalbuminuria (>30 mg/hari) atau proteinuria (> 900

    mg.hari). Losartan merupakan ARB pertama yang dipasarkan

    secara luas dengan nama dagang Cozaar (Merc & Co).

    Losartan memiliki rumus kimia C22H23ClN6O dengan berat

    molekul 422,91 g/mol. Bioavailabilitas losartan adalah sebesar

    25% hingga 35%. Metabolisme losartan terjadi di hepar

    dengan bantuan enzim sitokrom p450 CYP2C9 dan CYP3A4.

    Waktu paruh telmisartan adalah 1,5 hingga 2 jam, tetapi

    memiliki metabolit aktif asam 5-karboksilat yang dapat bekerja

    dalam 6 hingga 8 jam. Metabolit aktif ini juga memiliki

    efektivitas blocking reseptor AT1 10 hingga 40 kali lebih kuat

    dibanding bahan induknya, losartan. Losartan kemudian

    diekskresikan 13% - 25% melalui ginjal dan 50% - 60%

    melalui bilier.1,25-27

    Meskipun losartan jarang digunakan sebagai terapi first-line

    untuk hipertensi akibat harganya yang relatif lebih mahal

    dibanding diuretik atau beta bloker, losartan ternyata dapat

    dijadikan sebagai terapi first-line untuk hipertensi dengan

    risiko kardiovaskular event. Wiki osa2 Losartan juga terdapat

    dalam kombinasi dengan diuretik tiazid dosis rendah dan

    dipasarkan dengan nama dagang Hyzaar (Merck). Losartan

    akhir-akhir ini diteliti mengenai efektivitasnya dalam menekan

    reseptor TGF- tipe I dan II pada ginjal diabetik, yang

    diasumsikan bertanggung jawab dalam efek proteksi ginjal

    pada pasien diabetes.27

    Irbesartan

    Irbesartan digunakan terutama untuk menangani hipertensi.

    Irbesarta dikembangkan pertama kali melalui riset Sanofi, dan

  • kemudian dipasarkan oleh sanovi-aventis dan Bristol-Myers

    Squibb dengan nama dagang Aprovel, Karvea, dan Avapro.

    Irbesartan memiliki rumus kimia C25H28N6O dengan berat

    molekul 428,53 g/mol. Bioavailabilitas irbesartan adalah

    sebesar 60% hingga 80%. Waktu paruh irbesartan adalah 11-

    15 jam, dan kemudian diekskresikan 20% melalui ginjal dan

    sisanya melalui feses.28

    Selain sebagai antihipertensi, irbesartan juga mampu

    menghambat progresivitas nefropati diabetik,

    mikroalbuminuria, atau proteinuria pada penderita diabetes

    melitus. Irbesartan juga terdapat dalam formula kombinasi

    dengan diuretik tiazid dosis rendah, yang ditujukan untuk

    meningkatkan efek antihipertensinya. Kombinasi ini tersedia

    dalam berbagai nama dagang, seperti CoAprovel, Karvezide,

    Avalide, dan Avapro HCT. 29

    Olmesartan

    Olmesartan (Benicar, Olmetec) merupakan salah satu ARB

    untuk hipertensi. Olmesartan bekerja dengan memblokade

    ikatan angiotensin II dengan reseptor AT1 sehingga akan

    merelaksasi otot polos vaskular. Dengan blokade tersebut,

    olmesartan akan menghambat feedback negatif terhadap

    sekresi renin. Olmisartan memiliki rumus kimia C29H30N6O6

    dengan berat molekul 558,585 g/mol. Bioavailabilitas

    Olmisartan adalah sebesar 26% dengan metabolisme terjadi

    di hepar dan tidak hilang dengan hemodialisis. Waktu paruh

    Olmisartan adalah 13 jam, dan kemudian diekskresikan 40%

    melalui ginjal dan 60% melalui bilier.30

    Olmesartan tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 20 mg, dan 40

    mg. Dosis normal yang dianjurkan untuk dewasa (termasuk

    lanjut usia dan kerusakan hepar dan ginjal ringan) adalah 20

    mg/hari dosis tunggal. Selanjutnya dosis dapat ditingkatkan

  • menjadi 40 mg per hari setelah 2 minggu, bila tekanan darah

    tetap tidak mencapai target.30

    Candesartan

    Candesartan merupakan salah satu ARB yang digunakan

    sebagai antihipertensi. Prodrug candesartan dipasarkan

    dalam bentuk candesartan cileksil, dengan nama Blopress,

    Atacand, Amias, dan Ratacand. Candesartan memiliki rumus

    kimia C243H20N6O3 dengan berat molekul 440,45 g/mol.

    Bioavailabilitas candesartan adalah sebesar 15% hingga 40%

    dengan metabolisme terjadi di dinding intestinal untuk

    candesartan sileksil, dan dihepar untuk candesartan yang

    dikatalisasi enzim sitokrom p450 CYP2C9. Waktu paruh

    candesartan adalah 5,1 sampai 10,5 jam, dan kemudian

    diekskresikan 33% melalui renal dan 67% melalui feses.31

    Selain sebagai obat antihipertensi, candesartan juga

    diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung kongestif.

    Indikasi ini merupakan hasil studi CHARM pada awal tahun

    2000. Disamping itu, candesartan dapat dikombinasikan

    dengan ACE inhibitor untuk memperbaiki morbiditas dan

    mortalitas penderita gagal jantung. Kombinasi dengan diuretik

    tiazid dapat menambah efek antihipertensi.31

    Eprosartan

    Eprosartan merupakan salah satu ARB yang digunakan

    sebagai antihipertensi. Eprosartan dipasarkan dengan nama

    Teveten HCT dan Teveten plus. Kerja obat ini pada sistem

    RAS akan menurunkan resistensi perifer. Obat ini juga

    menghambat produksi norepinefrin simpatetik sehingga juga

    menurunkan tekanan darah. Eprosartan memiliki rumus kimia

    C23H24N2O4S dengan berat molekul 520,625 g/mol.

    Bioavailabilitas eprosartan adalah sebesar 15% tanpa

    dimetabolisme. Waktu paruh eprosartan adalah 5 hingga 9

  • jam, dan kemudian diekskresikan 10% melalui ginjal dan 90%

    melalui bilier.32,33

    c. Penggunaan Angiotensin-Receptor Blocker

    Golongan sartan atau ARB digunakan untuk menangani pasien

    dengan hipertensi, terutama terhadap pasien yang intoleransi

    dengan terapi ACE inhibitor. Keunggulan ARB dibanding ACE

    inhibitor adalah ARB tidak menghambat penguraian bradikinin

    dan kinin lain, sehingga tidak menimbulkan batuk atau

    angioedem yang dipicu bradikinin. Akhir-akhir ini, mulai

    dikembangkan penggunaan ARB pada gagal jantung bila terapi

    menggunakan ACE inhibitor menemui kegagalan, terutama

    dengan Candesartan. Irbesartan dan losartan juga menunjukkan

    keuntungan pada pasien hipertensi dengan diabetes tipe II, dan

    terbukti menghambat secara bermakna progresivitas nefropati

    diabetik. Candesartan juga telah diuji coba secara klinis dalam

    mencegah dan mengatasi migrain.1

    Spesifikasi penggunaan ARB berdasarkan efektivitasnya dalam

    menghambat ikatan angiotensin II dan reseptornya dapat

    dijadikan sebagai ukuran untuk mempertimbangkan golongan

    mana yang dapat dipilih. Terdapat 3 parameter penggunaan

    ARB, yaitu menurut efek inhibisi dalam 24 jam, tingkat

    afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2, dan waktu

    paruh obat.1

    Efek inhibisi selama 24 jam merupakan ukuran penting

    terkait dengan jumlah atau besar angiotensin II yang

    dihambat selama 24 jam. Berdasarkan FDA USA, beberapa

    ARB dan efek penghambatan terhadap angiotensin, yaitu:

    Valsartan 80 mg 30%

    Telmisartan 80 mg 40%

    Losartan 100 mg 25-40%

    Irbesartan 150 mg 40%

  • Irbesartan 300 mg 60%

    Olmesartan 20 mg 61 %

    Olmesartan 40 mg 74%

    Afinitas ARB terhadap reseptor AT1 dibanding AT2

    merupakan pertimbangan penting, karena kedua reseptor ini

    memiliki kerja yang saling berlawanan. Semakin kuat afinitas

    ARB terhadap AT1 dibanding AT2, maka efek antihipertensi

    juga akan semakin meningkat. Berdasarkan FDA US,

    beberapa ARB dan afinitasnya terhadap reseptor AT1

    dibanding AT2, yaitu:

    Losartan 1000 kali

    Telmisartan 3000 kali

    Irbesartan 8500 kali

    Olmesartan 12500 kali

    Valsartan 20000 kali

    Waktu paruh ARB juga penting dipertimbangkan sebagai

    dasar terapi. Waktu paruh merupakan indikator seberapa

    lama obat memiliki efek yang signifikan di dalam tubuh.

    Beberapa ARB dan waktu paruhnya, yaitu:

    Valsartan 6 jam

    Losartan 6-9 jam

    Irbesartan 11-15 jam

    Olmesartan 13 jam

    Telmisartan 24 jam

    Sebagai obat antihipertensi terbaru, Angiotensin receptor blocker

    (ARB) atau penyekat reseptor angiotensin perlu dianalisis. ARB

    merupakan antihipertensi yang banyak digunakan di Asia,

    terutama Jepang. Losartan Intervention For Endpoint reduction in

    hypertension (LIFE) membuktikan bahwa ARB terbukti lebih

    superior dibandingkan atenolol dalam mengurangi morbiditas

  • kardiovaskular atau stroke (tetapi tidak untuk infark miokard).

    Manfaat ini didapat di luar efek penurunan tekanan darah. Hasil

    studi LIFE menujukkan bahwa ARB menjadi pilihan lebih baik

    dibandingkan beta bloker bagi pasien hipertensi sitolik yang

    terisolasi berusia > 70 tahun.25-27

    Studi lain, yakni VALUE, membuktikan tidak ada perbedaan

    signifikan pada morbiditas dan mortalitas kardiovakular pada

    pasien risiko tinggi, baik pada penerima valsartan maupun

    amlodipine, meskipun ada perbedaan penurunan tekanan darah.

    Amlodipine lebih besar menurunkan tekanan darah dengan

    perbedaan 3,2/1,6 mmHg. Hanya penurunan fatal dan non-fatal

    infark miokard yang berkaitan langsung dengan penurunan

    tekanan darah. Studi SCOPE, yakni studi pada pasien hipertensi

    usia lanjut (> 70 tahun), menunjukkan bahwa penurunan tekanan

    darah lebih baik dengan pemberian ARB candesartan

    dibandingkan plasebo (perbedaan 3,2/1,6 mmHg). Namun

    perbedaan ini secara statistik dianggap tidak bermakna.

    Demikian pula dalam hal kematian kardiovaskular dan MI non-

    fatal.31

    Hasil-hasil studi ELITE II (losartan vs captopril), OPTIMAAL

    (losartan vs captopril), VALIANT (valsartan vs captopril), dan

    VaL-HeFT (valsartan vs ACE-inhibitor atau placebo)

    menunjukkan bahwa ARB sama efektif dengan ACE-inhibitor.

    Namun kombinasi keduanya lebih superior dibandingkan ACE-

    inhibitor saja dalam memperbaiki hasil akhir kejadian

    kardiovaskular. Meski dalam penurunan mortalitas dan kejadian

    kardiovaskular ARB setara dengan ACE-inhibitor, namun ada

    kecenderungan ARB lebih superior untuk gagal jantung dan

    proteksi terhadap ginjal. Efek ARB dalam proteksi ginjal sudah

    banyak diketahui terutama pada pasien diabetes. Dalam hal

    mencegah progresivitas mikroalbuminuria dan meningkatkan

  • hasil akhir terhadap ginjal, beberapa studi komparatif

    menunjukkan, ARB superior dibandingkan plasebo atau CCB,

    dan juga ACE-inhibitor. Efek ini bersifat independen dari efek

    penurunan tekanan darah.34

    Untuk kasus gagal jantung, ARB adalah antihipertensi terbaru

    yang paling efektif. Hal ini dibuktikan oleh candesartan dan

    valsartan melalui dua studi besar, yakni ValHeFT dan CHARM.

    Hasil kedua studi mennjukkan, angka perawatan rumah sakit

    akibat gagal jantung berkurang, adanya kenaikan kriteria NYHA

    dan perbaikan kualitas hidup. Studi lanjutan CHARM, yakni

    CHARM Alternative dan CHARM-Added menunjukkan

    candesartan mampu mengurangi kematian karena berbagai

    sebab. Untuk pasien yang intoleran dengan ACE-inhibitor,

    candesartan bisa menurunkan risiko kematian akibat

    kardiovakular atau perawatan rumah sakit akibat gagal jantung,

    menurunkan risiko gagal jantung yang membutuhkan perawatan

    rumah sakit dan kenaikan kelas NYHA. Penemuan berkaitan

    dengan gagal jantung ini memperkuat studi lain, yakni VALIANT,

    di mana valasartan sama efektif dengan ACE-inhibitor (captopril)

    dalam mengurangi kematian dan morbiditas

    kardiovakular.31,34,35

    Panduan dari American College of Cardiolody dan American

    Heart Association (ACC/AHA) tentang diagnosis dan manajemen

    gagal jantung kronis pasien dewasa merekomendasikan ARB

    sebagai alternatif ACE-inhibitor. Dalam guideline dinyatakan,

    ARB reasonable untuk digunakan sebagai alternatif ACE-

    inhibitor sebagai terapi lini pertama pasien dengan gagal jantung

    ringan sedang dan mengurangi LVEF, khususnya pada pasien

    yang sudah menggunakan ARB untuk indikasi. Terapi kombinasi

    valsartan dengan hidroklorotiazid (HCT) menunjukkan

    penurunan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik lebih

  • baik dengan kombinasi valsartan + HCT daripada valsartan saja.

    Studi Mailion menunjukkan, kombinasi valsartan 160 mg + HCT

    25 mg mampu menurunkan rata-rata tekanan sistolik sebanyak

    21,7 mmHg dan diastolik 14,2 mmHg dibandingkan dengan

    valsartan 160 mg saja.1,34,36,37

    Kombinasi lain adalah ARB + CCB. Dasar pemikiran kombinasi

    CCB + ARB adalah untuk mendapatkan efek sinergis dari

    mekanisme kerja yang berlawanan. Kekurangan CCB seperti

    merangsang SRAA dan tidak bermanfaat pada kasus gagal

    jantung dapat ditutupi dengan kelebihan ARB, yaitu menghambat

    SRAA dan bermanfaat pada gagal jantung. ARB kurang

    bermanfaat pada penderita iskemia jantung, sebaliknya CCB

    justru mengurangi risiko iskemia jantung. CCB menyebabkan

    arteriodilatasi tanpa disertai venodilatasi sehingga memicu

    kebocoran plasma lalu edema perifer. Dengan adanya ARB yang

    menyebabkan venodilatasi maka tekanan vena dan arteri akan

    sama sehingga edema perifer tidak terjadi.36

    Pada penderita hipertensi ringan-sedang yang ditandai dengan

    tekanan diastolik 95-110 mmHg, kombinasi valsartan 160 mg +

    amlodipine 10 mg menurunkan tekanan darah sistolik lebih besar

    daripada amlodipine 10 mg saja (p

  • + amlodipine daripada 157,4/92,5 mmHg pada lisinopril +

    HCT.36 Selain menurunkan tekanan darah, kombinasi ARB dan

    CCB juga berhasil mengurangi efek samping. Edema perifer

    pada pemberian valsartan + amlodipine lebih rendah 38%

    daripada amlodipine saja. Selain itu, angka insiden rekurensi

    atrial fibrilasi selama observasi 1 tahun hanya ditemukan 13%

    pada pasien yang mengkonsumsi valsartan 160 mg + amlodipine

    10 mg dibandingkan 33% pada pasien dengan atenolol 100 mg +

    amlodipine 10 mg (p

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA,

    Izzo JL Jr, et al. The Seventh Report of the Joint National

    Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of

    High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May 21

    2003;289(19):2560-72

    2. Alderman MH. JNC 7: brief summary and critique. Clin Exp

    Hypertens. Oct-Nov 2004;26(7-8):753-61

    3. Tronvik E, Stovner LJ, Helde G, Sand T, Bovim G. Prophylactic

    treatment of migraine with an angiotensin II receptor blocker: a

    randomized controlled trial. JAMA 2003;1(289 Pt 1): 65-9

    4. Verma S, Strauss M .Angiotensin receptor blockers and myocardial

    infarction. BMJ 2004;329(7477):12489

    5. Strauss MH, Hall AS. Angiotensin receptor blockers may increase

    risk of myocardial infarction: unraveling the ARB-MI paradox.

    Circulation 2006:114(8):83854

    6. Tsuyuki RT, McDonald MA. Angiotensin receptor blockers do not

    increase risk of myocardial infarction". Circulation 2006;114(8):855

    60

    7. Cornoni-Huntley J, LaCroix AZ, Havlik RJ. Race and sex

    differentials in the impact of hypertension in the United States. The

    National Health and Nutrition Examination Survey I Epidemiologic

    Follow-up Study. Arch Intern Med. 1989;149(4):780-8

    8. Kassler-Taub K, Littlejohn T, Elliott W, Ruddy T, Adler E.

    Comparative efficacy of two angiotensin II receptor antagonists,

    irbesartan and losartan in mild-to-moderate hypertension.

    Irbesartan/Losartan Study Investigators. Am J Hypertens 1998;11(4

    Pt 1): 445-53

    9. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA,

    Izzo JL Jr, et al. Seventh report of the Joint National Committee on

  • Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

    Pressure. Hypertension. 2003;42(6):1206-52.

    10. Schmieder RE, Martus P, Klingbeil A. Reversal of left ventricular

    hypertrophy in essential hypertension. A meta-analysis of

    randomized double-blind studies. JAMA. 275(19):1507-13

    11. Brown MJ. Hypertension and ethnic group. BMJ. Apr 8

    2006;332(7545):833-6

    12. Kaplan NM, Gifford RW Jr. Choice of initial therapy for

    hypertension. JAMA. 1996;275(20):1577-80

    13. Khan NA, McAlister FA, Lewanczuk RZ, Touyz RM, Padwal R,

    Rabkin SW, et al. The 2005 Canadian Hypertension Education

    Program recommendations for the management of hypertension:

    part II - therapy. Can J Cardiol. 2005;21(8):657-72

    14. Qureshi AI, Suri MF, Kirmani JF, Divani AA. Prevalence and trends

    of prehypertension and hypertension in United States: National

    Health and Nutrition Examination Surveys 1976 to 2000. Med Sci

    Monit. Sep 2005;11(9):CR403-9

    15. Svetkey LP, Moore TJ, Simons-Morton DG, Appel LJ, Bray GA,

    Sacks FM, et al. Angiotensinogen genotype and blood pressure

    response in the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)

    study. J Hypertens. 2001;19(11):1949-56

    16. Duprez DA. Role of the renin-angiotensin-aldosterone system in

    vascular remodeling and inflammation: a clinical review. J

    Hypertens 2006;24(6):983-91

    17. MRFIT. Mortality after 10 1/2 years for hypertensive participants in

    the Multiple Risk Factor Intervention Trial. Circulation. 82(5):1616-

    28

    18. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer. Dalam Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Editor Slamet S, Waspadji

    S, Lesmana L, dkk. Balai Penerbit FK UI: Jakarta, 2001

  • 19. Narkiewicz K. Diagnosis and management of hypertension in

    obesity. Obes Rev. May 2006;7(2):155-62

    20. Ismahun P. Peranan angiotensin II receptor antagonist pada

    penyakit jantung hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran

    2001;132:21-3

    21. Goodfriend TL, Elliot ME, Gatt KJ. Angiotensin receptors and their

    antagonist. N Eng J Med 1996;334(25):1649-54

    22. Verma S, Strauss M. Angiotensin receptor blockers and myocardial

    infarction. Br Med J 2004 27;329(7477):1248-9

    23. Strauss MH, Hall AS. Angiotensin receptor blockers may increase

    the risk of myocardial infarction: unravelling the ARB-MI paradox.

    Circulation 2006;114(8):838-54

    24. Tsuyuki RT, McDonald MA. Angiotensin receptor blockers do not

    increase the risk of myocardial infarction. Circulation

    2006;114(8):855-60

    25. Dahlof B, Devereux RB, Kjeldsen SE, et al. Cardiovascular

    morbidity and mortality in the Losartan Intervention For Endpoint

    reduction in hypertension study (LIFE): a randomised trial against

    atenolol. Lancet 2002;359(9311):995-1003

    26. Guo ZX, Qiu MC. [Losartan downregulates the expression of

    transforming growth factor beta type I and type II receptors in

    kidney of diabetic rat] Zhonghua Nei Ke Za Zhi 2003;42(6):403-8

    27. Habashi JP, Judge DP, Holm TM, Cohn RD, Loeys BL, Cooper TK,

    et al. Losartan, an AT1 antagonist, prevents aortic aneurysm in a

    mouse model of Marfan syndrome, and preserves muscle tissue

    architecture in DMD mouse models. Science 2006;312(5770):117-

    21

    28. Lewis EJ, Hunsicker LG, Clarke WR, et al. Renoprotective effect of

    the angiotensin-receptor antagonist irbesartan in patients with

    nephropathy due to type 2 diabetes. N Engl J Med 2001;345(12):

    851-60

  • 29. Rossi S, editor. Australian Medicines Handbook 2006. Adelaide:

    Australian Medicines Handbook; 2006

    30. Strauss MH, Hall AS. Angiotensin receptor blockers may increase

    risk of myocardial infarction: unraveling the ARB-MI paradox.

    Circulation 2006;8(114): 855

    31. Pfeffer M, Swedberg K, Granger C, Held P, McMurray J, Michelson

    E, Olofsson B, Ostergren J, Yusuf S, Pocock S. Effects of

    candesartan on mortality and morbidity in patients with chronic

    heart failure: the CHARM-Overall programme. Lancet

    2003;62(9386):75966

    32. Hollenberg NK. Potential of the angiotensin II receptor 1 blocker

    eprosartan in the management of patient with hypertension or heart

    failure. Cur Hyper Rep 2001;3(1):25-8

    33. Ruilope L, Jger B, Prichard B. Eprosartan versus enalapril in

    elderly patients with hypertension: a double-blind, randomized trial.

    Blood Press 2001;10(4): 223-9

    34. Van de Wal RMA, van Veldhuisen DJ, van Gilst WH, Voors AA.

    Addition of an angiotensin receptor blocker to full dose ACE-

    inhibition: Controversial or common sense?. Eur Heart J

    2005;454:1-7

    35. Hudson M, Humphries K, Tu JV, et al. Angiotensin II receptor

    blockers for treatment of heart failure: A class effect?.

    Pharmacotherapy 2007;24(7):526-34

    36. Yeo WW. The role of angiotensin receptor blockers in hypertension.

    Br J Cardiol 2003;10(suppl3):8-15

    37. Terra SG. Angiotensin receptor blockers. Circulation 2003;107:215-

    6

    38. Levy BI. How to explain the differences between renin angiotensin

    system modulators". Am. J. Hypertens. 2005;18(9 Pt 2):134S

    141S.

  • 39. Lvy BI. Can angiotensin II type 2 receptors have deleterious

    effects in cardiovascular disease Implications for therapeutic

    blockade of the renin-angiotensin system". Circulation

    2004;109(1):81