SKRIPSI
RANCANG BANGUN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT 1 PT BARA
BATIN PRATAMA KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN
BATANG HARI PROVINSI JAMBI
ROYAN DWINDA
F1D114035
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti
tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak
asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jambi, Mei 2021
Yang menyatakan
ROYAN DWINDA
F1D114035
ii
RANCANG BANGUN SISTEM PENYALIRAN PADA PIT 1 PT BARA
BATIN PRATAMA KECAMATAN BATIN XXIV KABUPATEN
BATANG HARI PROVINSI JAMBI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam rangka
penulisan Skripsi pada Program Studi Teknik Pertambangan
ROYAN DWINDA
F1D114035
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul RANCANG BANGUN SISTEM PENYALIRAN PADA
PIT 1 PT BARA BATIN PRATAMA KECAMATAN BATIN XXIV
KABUPATEN BATANG HARI PROVINSI JAMBI yang di susun oleh
ROYAN DWINDA, NIM : F1D114035 telah di pertahankan di depan tim
penguji pada tanggal 8 Januari 2021 dan di nyatakan LULUS.
Susunan Tim Penguji
Ketua : Ir. Gindo Tampubolon, M.S
Sekretaris : M. Ikrar. L, S.T., M. Eng.Sc
Anggota : 1. Ir. Yulia Morsa Said, M.T
2. Wahyudi Zahar, S.T.,M.T
3. Luthfi Wahyudi, S.T.,M.T
Disetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ir. Gindo Tampubolon, M.S M. Ikrar. L, S.T., M. Eng.Sc
NIP. 195901151986031002 NIP. 198902142019031011
Diketahui:
Dekan Ketua Jurusan Teknik Kebumian
Fakultas Sains dan Teknologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi Universitas Jambi
Prof. Drs. Damris, M.Sc., Ph.D Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T.
NIP. 196612311991021005 NIP. 197907062008122002
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, dimana berkat izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Penyaliran pada pit 1 PT Bara
Batin Pratama (BBP) Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari Provinsi
Jambi”. Tujuan Penyusunan laporan skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Teknik
Pertambangan Jurusan Teknik Kebumian Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda
tercinta M. Aliyani dan Ibunda Yusmarni tersayang yang dengan tulus dan ikhlas
telah membesarkan penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang serta
memberikan dukungan perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan Keberkahan di dunia dan
di akhirat atas budi baik yang telah ayah dan ibu berikan kepada penulis.
Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian.
2. Wahyudi Zahar, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
3. Bapak Ir. Gindo Tampubolon, M.S dan bapak M. Ikrar. L, S.T., M. Eng.Sc
selaku pembimbing Utama dan Pembimbing pendamping yang telah memberi
bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi.
4. Ir. Yulia Morsa Said, M.T, Wahyudi Zahar, S.T., M.T dan Luthfi Wahyudi, S.T.,
M.T selaku dosen penguji yang telah membantu dalam perbaikan skripsi.
5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Kebumian khususnya Program Studi Teknik
Pertambangan yang telah memberikan materi kuliah.
6. Fadly Budi Harry,S.T selaku Kepala Teknik Tambang PT Bara Batin Pratama
yang telah memberikan bimbingan selama penelitian.
7. Seluruh Karyawan serta jajaran dari PT Bara Batin Pratama telah membantu
dalam melaksanakan penelitian.
iv
8. Teruntuk Saudara kandung Rio Setiawan, Rehan Triwanda, Rizkola Alfihki
yang telah mendoakan, mendukung dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
9. Terimakasih kepada Tanah 2014 yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat kepada penulis hingga sekarang.
10. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
mendoakan, membantu serta mendukung penulis secara langsung maupun
tidak langsung sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya.
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk merancang dan membangun sistem penyaliran air
yang baik pada area penambangan berdasarkan besarnya air hujan pada PT.
Bara Batin Pratama, Kabupaten BatangHari, Provinsi Jambi. Upaya system
penyaliran ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada
saat musim penghujan. PT. Bara Batin Pratama memiliki curah hujan rata-rata
(2014-2018) sebesar 223,1 mm/bulan dan intensitas hujan yaitu sebesar 1,677
mm/jam. Sedangkan luas pit 1 yaitu 29103,97 m2 dengan Catchment Area
46496,564 m2 atau 0,0464 km2. Koefisien limpasan sebesar 0,9 karena daerah
tersebut termasuk jenis lahan terbuka daerah tambang dengan kemiringan >15%
Debit limpasan dapat di tentukan setelah di ketahui nilai catchment area,
intensitas hujan dan koefisien limpasan yaitu dengan nilai 68,4 m3/jam. volume
air yang terdapat di dalam sump sebesar 2497,968 m3. Pompa yang di gunakan
yaitu pompa Volvo Penta DND200 pada spesifikasinya memenuhi kebutuhan
akan jumlah air yang berada di sump. Dimensi sump yang harus dibuat
berukuran luas sisi atas 28,98 m x 28,98 m dan luas sisi alas dari sump
berukuran 20,98 m x 20,98 m dengan kedalaman 4 meter mampu menampung
air sebanyak 2497,968 m3. Rencana dimensi saluran yang sesuai dengan debit
pompa yaitu lebar dasar saluran 4,16 m, lebar permukaan saluran 8,32 m,
kedalaman saluran 3,61 m, kemiringan dinding saluran 600, panjang sisi miring
saluran 4,14 m . Dan untuk dimensi settling pond berukuran luas sisi alas 17,19
m dan luas sisi atas 23,19 m.
Kata kunci: Curah Hujan, catchment area, debit air.
vi
SUMMARY
This research was conducted to design and build a good water drainage system in
the mining area on the basis of the amount of rainwater at PT. Bara Batin
Pratama, Batang Hari Regency, Jambi Province. This drainage system attempt is
intended to prevent any possible disruption of mining activities due to excessive
amounts of water, mainly during the rainy season. PT. Bara Batin Pratama has
an average rainfall (2014-2018) of 223.1 mm / month and a rain intensity of 1.677
mm / hour. While the area of Pit 1 is 29103.97 m2 with a catchment area of
46496.564 m2 or 0.0464 km2. The runoff coefficient is 0.9 because the area is an
open land type of mine area with a slope of> 15%. The runoff discharge can be
determined after knowing the catchment area value, rain intensity and runoff
coefficient that is with a value of 68.4 m3 / hour. the volume of water contained
in the sump is 2497,968 m3. The pump that used is the Volvo Penta DND200
pump whereby its specification has meet the need for the amount of water in the
sump. The dimension of the sump that must be made is 28.98 m x 28.98 m on
the side of the sump and the width of the base of the sump is 20.98 m x 20.98 m
with a depth of 4 meters which can accommodate 2497.968 m3 of water. The
drain dimension plan which is in accordance with the pump flow rate inter alia:
the width of drain base is 4.16 m, the width of drain surface is 8.32 m, the depth
of drain is 3.61 m, the slope of drain wall is 600, the length of the drain sloping is
4.14 m. And for the dimensions of the settling pond as follows the width of the
base is 17.19 m and the area of the top is 23.19 m.
Key words: rainfall, catchment area, water discharge
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Royan Dwinda, Lahir di Kuala
Kapuas Provinsi Palangkaraya pada tanggal 11 Oktober
1996 merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis lahir dari pasangan suami istri bapak M Aliyani dan
ibu Yusmarni. Penulis sekarang bertempat tinggal di Jalan
Lettu Surachmat no 46 Kelurahan Sungai Putri Kecamatan
Danau Sipin, Kota Jambi Provinsi Jambi
Penulis menyelesaikan pendidikan SD Adhyaksa Kota Jambi, Kel. Sungai Putri
Kec. Danau Sipin lulus tahun 2008, SMP N 17 Kota Jambi lulus pada tahun 2011,
kemudian penuis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Kota Jambi lulus pada
tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Teknik Pertambangan di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi. Penulis
telah menyelesaikan tugas akhir dan menyusun skripsi dengan judul “Rancang
Bangun Sistem Penyaliran pada pit 1 PT Bara Batin Pratama Kecamatan Batin
XXIV Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi”. dibawah bimbingan bapak Ir.
Gindo Tampubolon, M dan bapak M. Ikrar. L, S.T., M. Eng.Sc.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... i
HALAMAN JUDUL SKRIPSI ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. vi
SUMMARY ................................................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................................... 2
1.3 Hipotesis ..................................................................................... 2
1.4 Tujuan......................................................................................... 2
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 3
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
2.1 Siklus Hidrologi ............................................................................ 4
2.2 Sistem Penyaliran Tambang .......................................................... 5
2.3 Faktor Faktor Penting dalam Sistem Penyaliran Tambang ............. 10
2.4 Sumuran (Sump)........................................................................... 15
2.5 Pompa .......................................................................................... 17
2.6 Saluran Terbuka........................................................................... 19
2.7 Kolam Pengendapan ..................................................................... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 25
3.1 Tempat dan Waktu ....................................................................... 25
3.2 Peralatan Penelitian ...................................................................... 25
3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 28
3.4 Alur Kerja Penelitian ..................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 34
4.1 Curah Hujan ................................................................................ 34
4.2 Daerah Tangkapan Hujan ............................................................. 34
4.3 Perhitungan Debit Limpasan ......................................................... 36
4.4 Pompa .......................................................................................... 36
ix
4.5 Evaluasi Kapasitas dan Dimensi Sump .......................................... 37
4.6 Rencana Dimensi Saluran Terbuka ............................................... 38
4.7 Kapasitas dan Rencana Dimensi Settling Pond .............................. 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 43
LAMPIRAN ................................................................................................ 44
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Periode Ulang Hujan Rencana ............................................................... 9
2. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ............................... 10
3. Nilai Koefisien Limpasan ....................................................................... 11
4. Pengukuran Debit Pompa Berdasarkan Panjang X Dengan Sisi Pendek Alat
Ukur 300 mm ....................................................................................... 15
5. Kemiringan Dinding Saluran Berbagai Jenis Bahan .............................. 18
6. Harga Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka ............................ 18
7. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 23
8. Data Curah Hujan Bulian – Muara Tembesia ........................................ 30
9. Rencana Dimensi Saluran Berdasarkan Debit Pompa ............................ 38
10. Rekomendasi dimensi settling pond ....................................................... 40
11. Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Gumbel ................................ 46
12. Perhitungan Koreksi Simpang .............................................................. 47
13. Intensitas Curah Hujan ........................................................................ 50
14. Durasi Jam Hujan ................................................................................ 51
15. Persentase Solid ................................................................................... 62
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi ................................................................................ 4
2. Metode Paritan ................................................................................. 5
3. Metode Kolam Terbuka ..................................................................... 6
4. Metode Adit ...................................................................................... 6
5. Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang ............................. 12
6. Frustum Of A Pyramid And Frustum Of Cone ......................................... 13
7. Pengukuran Debit Pompa dengan Metode Discharge ......................... 14
8. Penampang Saluran Terbuka Bentuk Persegi Panjang ....................... 16
9. Penampang Saluran Terbuka Bentuk Segitiga Panjang ..................... 17
10. Penampang Saluran Terbuka Bentuk Segitiga ................................... 17
11. Aliran Partikel di Kolam Pengendapan .............................................. 20
12. Zona Zona Kolam Pengendapan ........................................................ 21
13. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 29
14. Tracking Catchment Area ....................................................................... 31
15. Luas Daerah Tangkapan Curah Hujan PT Bara Batin Pratama .......... 32
16. Pompa Rakit yang akan di pakai PT Bara Batin Pratama ................... 33
17. Panjang Lemparan air pada Pompa Rakit PT Bara Batin Pratama ...... 34
18. Hasil pengeplotan data panjang kekuatan air dan diameter pipa ....... 34
19. Rekomendasi Pompa oleh peneliti untuk PT Bara Batin Pratama ....... 36
20. Evaluasi Dimensi Saluran Tambang ................................................. 38
21. Rekomendasi dimensi Settling pond ...................................................... 40
22. Spesifikasi Excavator PC200-8 ......................................................... 45
23. Kondisi Catchment Area pada wilayah PT Bara Batin Pratama ........... 52
24. Catchment Area Pit ........................................................................... 53
25. Rekomendasi Pipa oleh peneliti untuk PT Bara Batin Pratama .......... 54
26. Sketsa Desain Sump Rekomendasi ................................................... 57
xii
27. Luas Catchment area saluran .......................................................... 58
28. Rencana Dimensi Saluran Terhadap Debit Air pompa ....................... 60
29. Pengambilan Sampel Solid di Sump .................................................. 61
30. Pengamatan Hasil Pengendapan Solid ............................................... 62
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT Bara Batin Pratama merupakan perusahaan tambang batubara yang
berlokasi di Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.
Dalam kegiatan penambangan batubara, PT Bara Batin Pratama menggunakan
metode penambangan konvensional yang merupakan kombinasi antara
pengoperasian peralatan mekanis seperti excavator untuk pemuatan serta dump
truck untuk pengangkutan.
Dalam operasi penambangan perlu adanya sistem penyaliran yang
berfungsi untuk memastikan bahwa air hujan hingga limbah cair yang keluar
akibat dari proses penambangan dapat di cegah dan di alirkan dengan baik tanpa
menggangu aktivitas penambangan. Air tersebut akan di alirkan menuju ke sump
yang selanjutnya akan di olah di settling pond. Diharapkan air yang keluar dari
daerah penambangan sudah memenuhi baku mutu air yang terdapat dalam
KEPMEN Lingkungan Hidup No 113 Tahun 2003 dan tidak menimbulkan
kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir.
Dengan ini perlu di lakukannya metode sistem penyaliran yang baik agar
tidak mengganggu aktivitas penambangan karena pada saat terjadinya hujan di
lokasi tambang terbuka air limpasan akan masuk ke area kerja penambangan
yang berasal dari sekitar tambang dapat mengakibatkan lantai tambang
tergenang air sehingga memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Sistem
penyaliran tambang merupakan suatu aspek yang harus diperhatikan dengan
baik agar tercapainya target produksi yang sesuai dan memiliki peranan penting
terutama pada musim penghujan. Sistem penyaliran tambang yang tidak baik
akan menghambat tercapainya target produksi.
PT Bara Batin Pratama ini baru melakukan kegiatan penambangan akan
tetapi pada perusahaan tersebut belum memiliki dimensi sump yang aktual
hanya saja berbentuk air yang terjebak pada daerah elevasi terendah , serta di
perlukannya saluran terbuka serta settling pond yang efektif untuk menampung
air ketika terjadi hujan. Menurut Syarifuddin dkk (2017) Air limpasan dapat
berpotensi masuk ke dalam area penambangan sehingga dapat mengganggu
aktivitas penambangan. Sistem penyaliran tambang inilah upaya yang akan di
terapkan pada kegiatan penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau
mengalirkan air yang masuk ke bukaan tambang sampai ke settling pond. Upaya
ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat
adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Salah
satu sumber air tambang antara lain air hujan, air limpasan,dan air tanah.
2
Berdasarkan permasalahan ini maka penulis melakukan penelitian dengan
mengevaluasi setiap elemen yang ada. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan informasi kepada perusahaan dalam pengendalian dan
menangani air yang masuk ke dalam tambang sehingga tidak mengganggu
aktifitas penambangan. Adapun topik yang akan penulis bahas yakni “Rancang
Bangun Sistem Penyaliran pada Pit 1 PT Bara Batin Pratama Desa Kotoboyo
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi”.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini yaitu
sistem penyaliran tambang sangat berpengaruh terhadap proses penambangan
untuk itu dibutuhkan kajian teknis penyaliran yang baik dengan kondisi air pada
pit 1 PT Bara Batin Pratama. Oleh sebab itu, peneliti akan mengkaji secara teknis
sistem penyaliran pada area tambang PT Bara Batin Pratama ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa Intensitas curah hujan di PT Bara Batin Pratama
2. Berapa luas Catchment Area pada area Pit 1 PT Bara Batin Pratama
3. Berapa Debit Limpasan pada area Pit 1 di PT Bara Batin Pratama
4. Berapa dimensi sumuran (sump) yang sesuai terhadap debit limpasan Pit 1
PT Bara Batin Pratama
5. Berapa besar debit pompa yang akan digunakan pada PT Bara Batin Pratama
6. Berapa dimensi saluran terbuka yang sesuai terhadap debit pompa PT Bara
Batin Pratama
7. Berapa dimensi settling pond yang sesuai terhadap total volume air yang
masuk ke settling pond PT Bara Batin Pratama
1.3. Hipotesis
Adapun hipotesis awal peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu dengan
mengupayakan sistem penyaliran yang baik pada area penambangan maka air
yang masuk pada area tambang dapat di cegah, di keringkan dan di alirkan
dengan baik tanpa mengganggu aktivitas penambangan pada pit 1 di PT Bara
Batin Pratama.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Intensitas curah hujan di PT Bara Batin Pratama
2. Mengetahui luas catchment area pada area Pit 1
3. Mengetahui debit limpasan pada area Pit 1 di PT Bara Batin Pratama
3
4. Mengetahui Dimensi sumuran (Sump) yang sesuai terhadap debit pompa PT
Bara Batin Pratama
5. Mengetahui Debit pompa terhadap volume air yang ada di sump pada lokasi
penelitian
6. Mengetahui dimensi saluran terbuka yang sesuai terhadap debit pompa PT
Bara Batin Pratama
7. Berapa dimensi settling pond yang sesuai terhadap total volume air yang
masuk ke settling pond PT Bara Batin Pratama
8. Memberikan solusi dan saran untuk mengatasi permasalahan pada
pembuatan settling pond di PT Bara Batin Pratama
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Data Curah hujan yang di gunakan selama kurun waktu 5 tahun terakhir
2. Penelitian di lakukan pada area Pit 1 PT Bara Batin Pratama
3. Penelitian di lakukan dengan mengabaikan aspek ekonomi
4. Penelitian di lakukan dengan mengabaikan air tanah dan sifat fisik tanah
dan head pompa.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya:
1. Bagi Mahasiswa dan Penulis
Meningkatkan kemampuan mahasiswa mengenai kajian teknis sistem
penyaliran pada area tambang untuk memastikan bahwa air yang masuk
pada area tambang dapat di cegah dan di alirkan dengan baik tanpa
mengganggu aktivitas penambangan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat selama menjalankan perkuliahan ke dunia kerja.
2. Bagi Tenaga Pengajar
Hasil analisis kegiatan tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai sumber
referensi bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih detail mengenai kegiatan
teknis pembuatan settlingpond disebuah perusahaan tambang.
3. Bagi Perusahaan
Hasil kegiatan pengamatan dan analisis data yang telah dilakukan dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi perusahaan untuk kegiatan
pertambangan selanjutnya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke
masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang
berlangsung terus–menerus, proses tersebut tidak tahu kapan dan dari mana
berawalnya dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut
dinamakan siklus hidrologi (hydrologic cycle) (Gambar 1) Air menguap dari
permukaan samudera akibat energi panas matahari. Laju dan jumlah
penguapan bervariasi, terbesar terjadi di dekat equator karena radiasi matahari
lebih kuat.
Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sumber : Suripin, 2004)
Tahapan siklus hidrologi (lihat Gambar 1) dimulai dari penguapan air pada
permukaan vegetasi dan tanah, di laut, atau badan–badan air lainnya yang
disebabkan oleh energi panas dari matahari. Uap air sebagai hasil proses
evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun
datar dan apabila keadaan memungkinkan, sebagian dari uap air akan turun
sebagai air hujan. Sebelum mencapai permukaan tanah, air tersebut akan
tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di
permukaan tajuk / daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian
lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela–sela daun (throughfall)
atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon (steamflow). Sebagian
kecil air hujan tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan
terevaporasi kembali ke atmosfer selama dan setelah berlangsungnya hujan.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
meresap ke dalam tanah. Air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan
tertampung sementara dalam cekungan–cekungan permukaan tanah untuk
kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (run
off), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam
5
tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah.
Apabila kelembaban tanah sudah cukup jenuh, maka air hujan yang baru
masuk ke dalam tanah akan bergerak secara horisontal dan akan tetap tinggal
dalam lapisan tanah bagian atas. Selanjutnya, air tanah ini bergerak melalui
batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke permukaan sebagai
sumber mata air atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai, atau laut.
2.2 Sistem Penyaliran Tambang
Sistem penyaliran tambang merupakan suatu upaya yang diterapkan pada
kegiatan penambangan untuk mencegah masuknya air ke dalam bukaan
tambang atau mengeluarkan air yang sudah ada di dalam bukaan tambang
supaya dialirkan ke luar tambang. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang
berlebihan, terutama pada saat musim penghujan.
Adapun upaya penanganan terhadap air yang dapat dilakukan pada
tambang terbuka adalah:
Mine Dewatering System.
Mine Dewatering System merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang
telah masuk ke dalam tambang / penggalian (terutama untuk penanganan air
hujan). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang
telah masuk ke tempat penggalian, yaitu:
Metode Paritan. Penyaliran dengan metode paritan merupakan cara yang paling
mudah yaitu dengan pembuatan paritan (saluran terbuka) pada lokasi
penambangan. Pembuatan paritan ini bertujuan untuk menampung air limpasan
yang menuju lokasi penambangan. Air limpasan akan masuk ke saluran–saluran
yang kemudian dialirkan ke suatu kolam penampungan atau dibuang langsung
ke tempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Gambar 2. Metode Paritan (Sumber : Powers. J.P,1992)
Metode Kolam Terbuka. Metode ini diterapkan untuk membuang air limpasan
yang telah masuk ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada kolam
6
terbuka, kemudian dipompa keluar dan pemasangan jumlah pompa tergantung
kedalaman penggalian.
Gambar 3. Metode Kolam Terbuka (Sumber : Powers. J.P,1992)
Metode Adit. Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang
terbuka yang mempunyai banyak jenjang dengan membuat saluran horisontal
yang menembus ke shaft. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal.
Gambar 4. Metode Adit (Sumber : Powers. J.P,1992)
2.3 Faktor Faktor Penting dalam Sistem Penyaliran Tambang
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap sistem penyaliran pada
tambang terbuka secara garis besar meliputi:
Curah Hujan. Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh pada luasan
wilayah tertentu. Satuan curah hujan adalah mm (millimeter), yang berarti pada
luas 1 m2 jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter. Pengukuran curah hujan
dapat dilakukan dengan menggunakan alat penakar curah hujan.
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar
7
kecilnya debit air tambang yang harus di atasi. Besar curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada area tertentu, oleh karena
itu besarnya curah hujan dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara
umum dinyatakan dalam tinggi air (mm)
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap
air di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem
penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan,
ini karena air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air
hujan.
Air tambang akan ditampung dalam sumuran (sump), selanjutnya
dikeluarkan dengan pompa melalui selang plastik ke kolam pengendapan (Settling
Pond). Air limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi
tambang atau ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow)
dibersihkan secara berkala.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data
curah hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran.
Pengolahan data ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
adalah metode Gumbell, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi
normal (distribusi harga ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi
variabel-variabel hidrologis tidak terbatas, sehingga harus digunakan distribusi
dari harga-harga yang terbesar (harga maksimal).
Periode Ulang Hujan. Curah hujan biasanya terjadi menurut pola
tertentu dimana curah hujan tertentu biasanya akan berulang pada periode
tertentu yang dikenal dengan periode ulang hujan. Periode ulang hujan
didefinisikan sebagai waktu dimana curah hujan dengan besaran tertentu akan
disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tertentu. Misalnya periode
ulang hujan 10 tahun, maka peristiwa yang bersangkutan (hujan, banjir) akan
terjadi rata-rata sekali setiap periode 10 tahun. Terjadinya peristiwa tersebut
tidak harus 10 tahun, melainkan rata-rata sekali setiap periode 10 tahun, misal
10 kali dalam periode 100 tahun, 25 kali dalam periode 250 tahun dan
seterusnya. Menurut Suwandhi (2004) Periode ulang ini memberikan gambaran
bahwa semakin besar periode ulang semakin tinggi curah hujannya. Penetapan
periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah kebijaksanaan
yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Pertimbangan dalam penentuan
periode ulang hujan tersebut adalah risiko yang dapat ditimbulkan bila curah
hujan melebihi curah hujan rencana.
Curah Hujan Rencana. Dalam perancangan sistem penyaliran untuk air
permukaan pada suatu tambang, hujan rencana merupakan suatu kriteria
8
utama. Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama
umur dari sarana penirisan tersebut. Menurut Suwandhi (2004) Hujan rencana
ini ditentukan dari hasil analisa frekuensi data curah hujan, dan dinyatakan
dalam curah hujan dengan periode ulang tertentu. Salah satu metode dalam
analisa frekuensi yang sering digunakan dalam menganalisa data curah hujan
adalah metode distribusi ekstrim, atau juga dikenal dengan metode distribusi
Gumbel
Xt = X + 𝑆
𝑆𝑛 (Yt-Yn)
Dimana :
Xt : Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm)
X : Curah hujan rata-rata (mm)
S : Simpangan Baku (Standar deviation)
Sn : Standar deviasi dari reduksi variate, nilainya tergantung jumlah data
Yt : nilai reduksi variate dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
ulang tertentu
Yn : Koreksi rata-rata (reduced mean)
Simpangan baku dihitung dengan rumus (Sudjana, 1989):
𝑆 = √∑(𝑥 − �̅�)2
𝑛 − 1
Dimana :
S : Standar deviasi
x : Nilai variat
�̅� : Nilai rata-rata hitung variat
N : jumlah data
Nilai reduksi variat dihitung dengan menggunakan rumus
𝑌𝑡 = −𝑙𝑛 [−𝑙𝑛 {𝑇 − 1
𝑇}]
Dimana :
Y : Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode tertentu
T : Periode ulang
Koreksi rata-rata (Reduced mean) dihitung menggunakan rumus :
𝑌𝑛 = −𝑙𝑛 [−𝑙𝑛 {𝑛 + 1 − 𝑚
𝑛 + 1}]
Dimana :
Yn : Koreksi rata-rata (reduced mean)
9
n : Jumlah data
m : Urutan data (1,2,3,......)
Nilai koreksi simpangan (reduced standard deviation) ditentukan dengan
rumus:
𝑆𝑛 = √∑(𝑌𝑛 − 𝑌𝑛̅̅̅̅ )2
𝑛 − 1
Dimana:
Sn : Standar deviasi dari reduksi variate, nilainya tergantung jumlah data
Yn : Koreksi rata-rata (reduced mean)
𝑌𝑛̅̅̅̅ : Nilai rata-rata Yn
n : Jumlah data
Tabel 1. Periode Ulang Hujan Rencana
Keterangan Periode ulang hujan
Daerah terbuka 0,5
Sarana tambang 2 – 5
Lereng – lereng tambang dan
penimbunan 5 – 10
Sumuran utama 10 – 25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100
Intensitas Curah Hujan ( I )
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah
hujan ditentukan berdasarkan rumus mononobe, karena data yang tersedia di
daerah penelitian hanya terdapat data curah hujan harian.
Rumus mononobe :
3/2
24 24
24
t
RI
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum (mm).
10
Keadaan curah hujan dan intensitas menurut Takeda diklasifikasikan
menjadi beberapa keadaan hujan. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2
berikut ini :
Tabel 2. Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Keadaan Curah
Hujan
Intensitas Curah
Hujan (mm ) Kondisi
1 jam 24 jam
Hujan sangat
ringan < 1 < 5
Tanah agak basah atau dibasahi
sedikit
Hujan ringan 1 – 5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan normal 5 -10 20 - 50 Bunyi curah hujan terdengar
Hujan lebat 10 -20 50 - 100
Air tergenang diseluruh
permukaan tanah
dan bunyi keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat
lebat > 20 > 100 Hujan seperti ditumpahkan
Air Limpasan
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran air tersebut terjadi
karena curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi,
baik yang disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya
kelerengan, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.
a. Aspek-aspek yang berpengaruh
1) Curah hujan :curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi
hujan
2) Tanah :jenis dan bentuk toprografi
3) Tutupan :kepadatan, jenis dan macam vegetasi.
4) Luas daerah aliran :luas daerah tangkapan hujan yang mengalirkan
limpasan masuk kebukaan tambang.
b. Perkiraan debit Air Limpasan
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus
rasional, yaitu :
Q = 0,278. C . I . A
Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
11
C = koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)
Pengaruh rumus ini mengasumsikan bahwa hujan merata diseluruh daerah
tangkapan hujan, dengan lama waktu sama dengan waktu konsentrasi (tc).
c. Koefisien limpasan (C)
Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan
besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada
tiap-tiap daerah tangkapan hujan.
Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda. Dalam penentuan koefisien
limpasan faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :
1) Kerapatan vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil, karena
air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi
nilai C yang besar.
2) Tata guna lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil daripada
daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya padi,
air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya
menjadi limpasan permukaan.
3) Kemiringan tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C yang kecil,
dari pada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam untuk
keadaan yang sama.
Tabel 3. Nilai Koefisien Limpasan
Kemiringan Jenis lahan C
< 3% (datar)
Sawah, rawa
Hutan, perkebunan
Perumahan
0,2
0,3
0,4
3% - 15% (sedang)
Hutan, perkebunan
Perumahan
semak-semak agak jarang
Lahan terbuka
0,4
0,5
0,6
0,7
>15% (curam)
Hutan
Perumahan
Semak-semak agak jarang
Lahan terbuka daerah tambang
0,6
0,7
0,8
0,9
12
Catchment Area
Daerah tangkapan hujan (Catchment area) merupakan suatu areal atau
daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari
titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup
yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti
kecenderungan arah gerak air (Suwandhi, 2004).
Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan
yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah pada catchment area
tersebut. Pembatasan catchment area biasa dilakukan pada peta topografi dan
untuk perencanaan sistem penyaliran dianjurkan dengan menggunakan peta
rencana penambangan dan peta situasi tambang.
2.4 Sumuran (Sump)
Sumuran berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa
keluar tambang. Dengan demikian dimensi sumuran ini sangat tergantung dari
jumlah air yang masuk serta keluar dari sumuran. Dalam pelaksanaan kegiatan
penambangan biasanya dibuat sumuran sementara yang disesuaikan dengan
keadaan kemajuan medan kerja (front) penambangan. Jumlah air yang masuk
kedalam sumuran merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran,
jumlah limpasan permukaan yang langsung mengalir kesumuran serta curah
hujan yang langsung jatuh kesumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat
dianggap sebagai yang berhasil dipompa, karena penguapan dianggap tidak
terlalu berarti. Dengan melakukan optimalisasi antara input (masukan) dan
output (keluaran), maka dapat ditentukan volume dari sumuran.
Dimensi sumuran tambang tergantung pada kuantitas (debit) air limpasan,
kapasitas pompa, waktu pemompaan, kondisi lapangan seperti kondisi
penggalian terutama pada lantai tambang (floor) dan lapisan batubara serta jenis
tanah atau batuan di bukaan tambang. Volume sumuran ditentukan dengan
menggabungkan grafik intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe
versus waktu, dan grafik debit pemompaan versus waktu, dapat dilihat pada
gambar 5.
Gambar 5. Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang
Volume
Waktu pemompaan (Jam)
x = selisih vol. Terbesar
= volume sumuran
Vol. pemompaan (m3)
Vol. Air tambang (m3)
13
Setelah ukuran sumuran diketahui tahap berikutnya adalah menentukan
lokasi sumuran pada bukaan tambang (Pit). Pada prinsipnya sumuran diletakkan
pada lantai tambang (Floor) yang paling rendah, jauh dari aktifitas penggalian
batubara, jenjang disekitarnya tidak mudah longsor, dekat dengan kolam
pengendapan, dan mudah untuk dibersihkan.
Volume sump, Kondisi sump dianggap sama seperti kerucut terpancug, sehingga
perhitungan Volume sump dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Volume Inverted Frustum of Cone seperti yang dijelaskan pada gambar 6.
Gambar 6. Frustum Of A Pyramid And Frustum Of Cone
(sumber : Badhurahman, 2017)
Volume sump diibaratkan sama dengan Volume Inverted Frustum of Cone
yang dapat dihitung dengan persamaan (Badhurahman, 2017):
V =(𝑨𝟏+𝑨𝟐+ √𝑨𝟏 𝒙 𝑨𝟐
𝟑 x h
V = Volume Inverted Frustum of Cone (m3)
A1= Luas Alas (m)
A2= Luas Tutup (m)
H = tinggi(m)
2.5 Pompa
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan
prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas:
Reciprocating Pump. Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara
horizontal di dalam silinder. Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas
kecil dan umumnya dapat mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi.
Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa
jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat
rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di
tambang.
14
Centrifugal Pump. Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di
dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal
yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran
pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani
air berlumpur, kapasitasnya besar dan perawatannya lebih muda.
Axial Pump. Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial
(sejajar poros) melalui kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling
kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis
pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.
Untuk memperkirakan debit pemompaan dihitung dengan Metode
Discharge. Langkah kerja metode ini yaitu buat alat ukur berbentuk “L” seperti
terlihat pada gambar. sisi yang pendek berukuran 4 (empat) inchi dan sisi yang
lebih panjang merupakan panjang kekuatan air (X) dinyatakan dalam satuan
mm. ketika air keluar dari pipa, letakan sisi L yang panjang pada bagian atas pipa
yang ditentukan pada saat sisi yang pendek menyentuh aliran air seperti yang
terlihat pada gambar 7, kemudian catat panjang X. Tabel 4 menampilkan
hubungan antara panjang X dan diameter pipa (d) yang menentukan besar debit
pompa.
Gambar 7. Pengukuran Debit Pompa Dengan Metode Discharge
(Sumber : Cassidy, 1973)
Nilai pengukuran debit pompa menggunakan alat ukur dengan panjang
sisi pendek 300 mm ditampilkan pada tabel 4.
15
Tabel 4. Pengukuran Debit Pompa Berdasarkan Panjang X Dengan Sisi
Pendek Alat Ukur 300 mm
X
(mm)
d = 150 mm d = 200 mm d = 250 mm d = 300 mm
Ltr/dtk m3/jam Ltr/dtk m3/jam Ltr/dtk m3/jam Ltr/dtk m3/jam
300 22 80 39 139 61 218 87 313
350 26 93 45 162 71 255 101 364
400 30 107 51 185 81 291 116 418
450 33 120 58 208 91 327 128 461
500 36 131 64 231 101 364 145 522
550 40 144 71 254 111 400 159 572
600 45 160 77 278 121 436 174 626
650 48 173 83 300 131 472 188 677
700 52 186 90 324 141 508 202 727
750 56 200 96 347 151 544 216 778
800 59 213 103 369 162 582 232 835
850 63 226 109 392 172 618 244 878
900 67 240 115 415 182 654 256 922
950 70 251 122 439 192 690 273 983
1000 73 262 128 462 202 727 290 1.044
1050 77 275 135 485 212 763 304 1.094
1100 80 289 141 508 222 799 318 1.145
1150 85 305 148 532 232 835 333 1.199
1200 89 320 154 555 242 871 348 1.253
1250 93 333 161 578 252 907 362 1.303
1300 96 346 167 600 262 943 376 1.354
(Sumber : Cassidy, 1973)
2.6 Saluran Terbuka
Saluran terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air
menuju tempat penampungan (kolam pengendapan). Bentuk saluran terbuka
umumnya dipilih berdasarkan debit air, jenis / tipe material, dan kemudahan
dalam pembuatannya. Sumber air utama pada tambang terbuka adalah air
hujan.
Dalam sistem penyaliran terdapat beberapa bentuk penampang saluran
terbuka yang digunakan. Bentuk penampang saluran terbuka tersebut
diantaranya adalah bentuk persegi panjang, segitiga, dan trapesium. Beberapa
macam penampang saluran terbuka dengan rumus dan dimensinya:
16
1. Bentuk persegi Panjang (lihat Gambar 8)
Luas Penampang basah (A) = 2h2
Lebar dasar saluran (B) = 2h
Keliling basah (P) = B + 2h = 4h
Jari-jari hidrolis (R) = ½ h
Gambar 8. Penampang Saluran Terbuka bentuk Persegi Panjang
(Sumber : Suripin,2004)
2. Bentuk Segitiga (lihat Gambar 9)
Sudut Tengah = 900 (m=1)
Luas Penampang Basah (A) = h2
Keliling basah (P) = 2h √2
Jari-jari hidrolis (R) = 𝐡
𝟐√𝟐
Gambar 9. Penampang Saluran Terbuka bentuk Segitiga Panjang
(Sumber : Suripin,2004)
3. Bentuk Trapesium (lihat Gambar 10)
α=600 (m) = 𝟏
√𝟑
17
Luas Penampang basah (A) = h2√3
Lebar dasar saluran (B) = 2 [ √𝒎𝟐 + 𝟏 − 𝒎 ] h = 𝟐
𝟑 h √𝟑
Keliling basah (P) = 2h √𝟑
Jari-jari hidrolis (R) = ½ h
Lebar Permukaan Saluran (b) = B + 2.m.h
Gambar 10. Penampang Saluran Terbuka bentuk Segitiga
Panjang (Sumber : Suripin,2004)
Dalam merancang bentuk saluran terbuka, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain, dapat mengalirkan debit air yang direncanakan dan
mudah dalam penggalian saluran. Bentuk penampang saluran terbuka yang
paling sering digunakan dan umum dipakai adalah trapesium. Bentuk
trapesium dipilih dengan alasan yaitu mudah dalam pembuatannya, ekonomis,
efisien, mudah dalam perawatannya, dan stabilitas kemiringan dindingnya
dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.
Kemiringan Saluran
Kemiringan memanjang dasar saluran biasanya diatur oleh keadaan
topografi dan tinggi energi yang diperlukan untuk mengalirkan air. Dalam
berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung pada kegunaan saluran.
Misalnya saluran yang digunakan sebagai distribusi air seperti yang dipakai
dalam irigasi, persediaan air minum, penambangan hidrolika dan proyek
pembangkit dengan tenaga air, memerlukan taraf yang tinggi pada titik
penghantar, sebab itu diusahakan kemiringan yang sekecil-kecilnya untuk
menjaga agar kehilangan tinggi tekan akan sekecil-kecilnya. Kemiringan dinding
saluran terutama tergantung pada jenis bahannya. Tabel 5 memuat kemiringan
yang dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan.
18
Tabel 5. Kemiringan Dinding Saluran Berbagai Jenis Bahan
Bahan Kemiringan dinding
Batu Hampir tegak lurus
Tanah gambut (peat), rawang (muck) 1 : ¼ Lempung teguh atau tanah berlapis
beton 1 : ½ sampai 1 : 1
Tanah berlapis batu atau tanah bagi
saluran lebar 1:1
Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil 1 : 1½
Tanah berpasir lepas 1 : 2
Lempung berpasir atau lempung berpori 1 : 3
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang
membentuk tubuh saluran. Harga koefisien kekasaran saluran terbuka menurut
Manning disajikan dalam bentuk tabel 6.
Tabel 6. Harga Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka
Tipe Dinding Saluran n
Semen 0,01 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,02
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,02 – 0,03
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,04
Penentuan debit aliran pada saluran terbuka dihitung menggunakan
rumus Manning, yaitu:
Q = 1
𝑛 . S1/2 . R2/3 . A
Keterangan:
Q = Debit air yang akan dialirkan (m3/s).
n = Koefisien kekasaran dinding saluran menurut Manning.
S = Kemiringan dasar saluran terbuka (%).
R = Jari–jari hidrolik (m).
A = Luas penampang basah saluran (m2).
2.7 Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan berfungsi sebagai tempat menampung air tambang
sekaligus untuk mengendapkan partikel – partikel padatan yang ikut bersama air
19
dari lokasi penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari
suatu daerah penambangan sehingga air akan masuk ke settling pond secara
alami dan selanjutnya di alirkan kesungai melalui saluran pembuangan. Adanya
settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih
dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau
laut sebagai tempat pembuangan akhir (Ardiansyah dan Napitupulu, 2017)
Pada umumnya Settling pond dirancang untuk menjaga agar tidak terjadi
pencemaran air yang disebabkan oleh partikel koloid. Dalam perencanaan kolam
pengendapan terdapat beberapa parameter yang harus dipertimbangkan antara
lain volume limpasan, kecepatan pengendapan, jenis material, dan lain
sebagainya. Dimensi settling pond dipengaruhi oleh debit air limpasan yang
masuk ke dalam settling pond dan juga kecepatan pengendapan (vt). Pada
perencanaan settling pond dibuat menjadi 3 kompartemen, yaitu zona masukan
(Inlet), zona sedimentasi, dan zona keluaran (Outlet) di mana debit akan
terdistribusi merata ke tiga settling pond.
Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan antara lain, debit air tambang, ukuran dan bentuk
butiran padatan yang masuk dan keluar, persen air, dan persen padatan. Hal
ini bertujuan untuk mendapat perhitungan yang optimal dan akurat pada saat
penerapan kolam pengendapan di lapangan.
Penentuan letak kolam pengendapan yang akan dibuat harus
memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
1. Harus berada diluar area penambangan.
2. Harus berada di dalam IUP perusahaan.
3. Terletak di lokasi yang memiliki elevasi lebih rendah.
4. Terletak di daerah yang relatif stabil.
5. Relatif dekat dengan badan-badan air di permukaan tanah, seperti
sungai, rawa, danau, dan laut.
Air yang keluar dari daerah penambangan diharapkan sudah memenuhi
ambang batas yang diijinkan oleh perusahaan karena sudah melewati kolam
pengendapan, sehingga tidak menimbulkan komplain dari masyarakat dan juga
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Perhitungan Persentase Pengendapan
20
Perhitungan persentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui
apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk
mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air tambang .
Gambar 11. Aliran Partikel di Kolam Pengendapan (Sumber :
Currie,John M,1973)
Keterangan :
b = Lebar Kolam Pengendapan (m)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/s)
Vt = Kecepatan Pengendapan (m/s)
H = Kedalaman Kolam Pengendapan (m)
1 = Panjang Kolam Pengendapan (m)
Zona Kolam Pengendapan
Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara
sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk persegi panjang, tetapi sebenarnya
bentuk kolam pengendapan di lapangan dapat bermacam–macam, disesuaikan
dengan keperluan dan keadaaan lapangannya. Walaupun bentuknya
bermacam–macam, namun pada setiap kolam pengendapan akan selalu ada 4
zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan.
Keempat zona tersebut adalah sebagai berikut:
Zona Masukan. Merupakan tempat masuknya aliran air berlumpur ke dalam
kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan
terdistribusi secara merata.
Zona Pengendapan. Merupakan tempat partikel akan mengendap. Material
padat akan mengalami proses pengendapan di sepanjang saluran masing–
21
masing.
Zona Endapan Lumpur. Merupakan tempat dimana partikel padatan dalam
cairan mengalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran
pengendap.
Zona Keluaran. Merupakan tempat keluarnya buangan cairan yang relatif bersih,
zona ini terletak pada akhir saluran.
Bentuk dari kolam pengendapan agar dapat berfungsi lebih efektif harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, antara lain:
1. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok–kelok (zig–zag),
agar kecepatan aliran air relatif rendah sehingga partikel padatan cepat
mengendap.
2. Geometri kolam pengendapan biasanya disesuaikan dengan ukuran alat
berat yang digunakan untuk membuat atau melakukan perawatan kolam
pengendapan.
Gambar 12. Zona Zona Kolam Pengendapan (Sumber :Partanto
Prodjosumarto)
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di PT Bara Batin Pratama yang terletak di Desa
Kotoboyo, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.
Lokasi penelitian dapat dicapai dengan menempuh jalur darat melalui jalan
provinsi yang berjarak ±96 Km dengan waktu tempuh sekitar ±3 jam
menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Jambi. Adapun waktu
pelaksanaan kegiatan penelitian ini dlakukan selama satu bulan (1 bulan) yaitu
pada 16 September 2019 sampai dengan 18 Oktober 2019 di PT Bara Batin
Pratama.
3.2 Peralatan Penelitian
Adapun alat yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data
sebagai berikut :
1. Kamera, digunakan untuk mengumpulkan foto-foto sebagai data pendukung.
2. GPS, di gunakan untuk menghitung luasan, elevasi dan catchment area pada
PT Bara Batin Pratama
3. Alat tulis, meliputi pena, pensil 2B, penggaris untuk mencatat data-data dan
membuat tabel sederhana untuk mencatat data pengukuran yang diambil dan
didapatkan dilapangan.
4. Kayu berbentuk L, Kayu ini dibuat dari papan berbentuk huruf L yang alat ini
digunakan sebagai alat ukur penentu kapasitas pompa secara aktual.
5. Botol air mineral dengan diameter 8 cm, yang digunakan untuk mengukur
volume endapan lumpur.
6. Helm safety, safety shoes dan safety vest, yang digunakan untuk melindungi
dari bahaya.
7. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data.
23
Tabel 7. Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Keterangan 1 2 3 4 5
1 Konsultasi
Diskusi semua hal mengenai penelitian mulai dari
penyusunan Proposal, revisi proposal, pegambilan dan
pengolahan data, penyusunan skripsi hingga sidang
dengan pembimbing 1 dan pembimbing 2
2 Penyusunan
Proposal
Penelitian
Penyusunan proposal penelitian yang dibimbimbing
oleh pembimbing dan pembimbing 2 tugas akhir
3 Seminar
Proposal
Penelitian
Evaluasi proposal penelitian sebelum dilakukan pengambilan data yang dibahas oleh pembimbing dan
penguji tugas akhir
4 Revisi
Proposal
Penelitian
Memperbaiki proposal penelitian berdasarkan saran
dari pembimbing dan penguji
5 Pengambilan
Data
Pengambilan data Debit Air limpasan,Dimensi Sump,
Debit Pompa
6 Pengolahan
Data
Pengolahan data, menghitung debit air limpasan
,Dimensi Sump,Intensitas curah hujan, mengetahui
luasan daerah tangkapan curah hujan dan dimensi
settling pond
7 Penyusunan
Skripsi
Menyusun Bab IV hingga lampiran yang dibimbing oleh
pembimbing 1 dan pembimbing 2 tugas akhir
8 Seminar
Hasil
Penelitian
Evaluasi data dan draf tugas akhir yang telah disusun
kepada pembimbing dan penguji tugas akhir
9 Revisi Hasil
Penelitian
Memperbaiki draf tugas akhir berdasarkan saran dan
masukan setelah dilakukan seminar hasil penelitian
10 Sidang
Mempresentasikan hasil akhir tugas akhir yang telah
diperbaiki didepan pembimbing dan penguji tugas
akhir
24
3.3 Metode Penelitian
Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif, merupakan metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Berdasarkan teori tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif, merupakan
data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan
metode statistik yang digunakan. penelitian deskriptif dalam penelitian tugas
akhir ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan-
keterangan mengenai kondisi keadaan lapangan secara langsung yang dijadikan
sebagai landasan dalam analisis dan pengolahan data penelitian yang diambil
pada Pit 1 PT Bara Batin Pratama Kegiatan penelitian secara umum dilakukan
mengikuti langkah-langkah berikut :
Observasi Lapangan
Tahap observasi lapangan adalah melakukan pengamatan secara
langsung terhadap masalah yang dialami PT Bara Batin Pratama, observasi
dilakukan yaitu luasan catchment area, kondisi sump dan settling pond.
Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan untuk memperoleh dan mengumpulkan
informasi umum mengenai kegiatan sistem penyaliran tambang dengan merujuk
pada beberapa buku, penelitian tugas akhir serta jurnal yang berkaitan.
Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dilakukan sebelum dan saat penelitian. Data
yang dibutuhkan berupa data yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir
penyaliran tambang, yang mana terdapat dua data yang diambil oleh penulis,
yaitu:
Data Sekunder. Merupakan data pendukung dari data primer ataupun data yang
telah tersedia yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menguatkan data
primer yang didapatkan. Data sekunder yang dikumpulkan seperti:
1. Data curah hujan digunakan untuk menghitung curah hujan rencana dan
intensitas hujan yang nantinya akan berhubungan dengan debit air yang
masuk ke dalam Sump. Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah
hujan periode 5 tahun yang didapatkan dari Pt Bara Batin Pratama.
2. Peta kontur adalah peta yang mempresentasikan elevasi tinggi rendahnya
suatu daerah tertentu. Peta kontur didapatkan dari citra satelit yang
kemudian di olah dengan peneliti dengan software global mapper.
25
3. Spesifikasi pompa digunakan sebagai data tambahan dalam pelaporan, yang
meliputi jenis pompa yang digunakan, Selanjutnya data-data yang didapatkan
ini digunakan sebagai data pendukung dari kapasitas pompa yang akan
digunakan pada proses pemompaan.
Data Primer. Merupakan data yang dikumpulkan dengan melakukan
pengamatan langsung dilapangan dengan bimbingan pembimbing lapangan
beserta karyawan yang terkait. Data primer yang akan diambil oleh penulis
seperti:
1. Menghitung besar intensitas curah hujan dengan metode Monobe
3/2
24 24
24
t
RI
2. Menghitung luas Daerah Tangkapan Curah Hujan (Catchment Area) pada pit 1
dengan menggunakan GPS
3. Perhitungan Debit Limpasan dengan menggunakan rumus :
Q = 0,278 . C . I . A
4. Dimensi Sump. Dilakukan perhitungan dimensi sump yang sesuai terhadap
debit air limpasan pit 1 serta dapat mengetahui volume air yang tertampung
di dalam sump
5. Kapasitas pompa. Kapasitas pompa merupakan kemampuan pompa untuk
memompakan air yang ada di dalam sump dan dipindahkan ke dalam settling
pond dalam satuan waktu. Kapasitas pompa diukur dengan menggunakan
metode discharge. Prinsip kerja yang digunakan adalah dengan membuat kayu
pengukuran berbentuk L, dengan panjang sisi pendek vertikal adalah 350 mm
dan panjang sisi horizontal adalah 2000 mm. Selanjutnya pengambilan data
dilakukan pada outlet pipa dan diukur jangkauan air yang keluar dari outet
pipa dengan meletakkan kayu pengukuran tepat pada ujung sisi pendek kayu
dan bersentuhan dengan posisi air yang telah keluar dari outlet pipa.
6. Menentukan dimensi saluran terbuka. Perhitungan dimensi saluran terbuka
di dapatkan dari hasil perhitungan luasan Catchment Area saluran terbuka
dan debit pompa.
7. Perhitungan volume endapan lumpur atau persentase solid yang masuk
kedalam settling pond
8. Menentukan dimensi settling pond. Perhitungan dimensi settling pond di
dapatkan dari hasil perhitungan debit pompa dan debit limpasan saluran
terbuka.
26
Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder yang diperoleh kemudian diolah dengan
perhitungan menggunakan berbagai rumus seperti beberapa perhitungan secara
teoritis yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan rangkaian
perhitungan untuk penyelesaian masalah yang ada.
1. Data curah hujan diolah menggunakan microsoft excel. Curah hujan rencana
ditentukan dari hasil analisa data curah hujan selama 5 tahun terakhir, yang
diperoleh dari PT Bara Batin Pratama. Curah hujan yang sudah didapatkan
selanjutnya ditentukan rata-rata curah hujannya, simpangan baku data curah
hujan, nilai reduksi variat dan nilai koreksi simpangan menggunakan
microsoft excel, kemudian untuk nilai curah hujan rencana ditentukan dengan
menggunakan persamaan Gumbel .
Xt = X + 𝑺
𝑺𝒏 (Yt-Yn)
Dimana :
Xt : Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm)
X : Curah hujan rata-rata (mm)
S : Simpangan Baku (Standar deviation)
Sn : Standar deviasi dari reduksi variate, nilainya tergantung jumlah
data
Yt : nilai reduksi variate dari variabel yang diharapkan terjadi pada
periode ulang tertentu
Yn : Koreksi rata-rata (reduced mean)
2. Intensitas curah hujan yang digunakan adalah 5 tahun terakhir yang
diperoleh dari PT Bara Batin Pratama. Dari data tersebut dapat ditentukan
intensitas curah hujan dengan menggunakan persamaan Monobe:
𝑰 =𝑹𝟐𝟒
𝟐𝟒(
𝟐𝟒
𝒕)
𝟐𝟑
Dimana :
R24 : Curah hujan maksimum harian (mm/hari)
t : Durasi hujan rencana (jam)
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
3. Debit limpasan air hujan, didapat dari hasil perhitungan intensitas curah
hujan dan luas catchment area, kemudian ditentukan koefisien limpasan
berdasarkan kondisi catchment area sehingga dapat diperoleh debit limpasan
dengan menggunakan persamaan rasional seperti dibawah ini:
Q = 0,278 x C x I x A
27
dimana :
Q = Debit limpasan (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas catchment area (km2)
Luas Catchment area di dapat dari peta topografi yang mana peneliti melihat
daerah yang memiliki elevasi tertinggi, sehingga peneliti dapat melihat arah air
mengalir dari daerah tertinggi menuju daerah terendah dari wilayah penelitian
tersebut. Awalnya peneliti mengukur luasan pit 1 menggunakan alat ukur GPS
dengan cara memplotting dengan berpindah jarak per 10 meter dan untuk
tikungan/belokan di ploting per 5 meter sehingga saat di tampilkan pada
perangkat lunak hasil yang di dapatkan lebih rapi dan akurat. Tujuan dari
perhitungan luasan pit tersebut yaitu untuk memudahkan peneliti dalam
mencari lokasi/daerah pasti pada penelitian tersebut. Setelah menghitung
luasan pit dengan menggunakan GPS, peneliti mengolah data GPS tersebut
dengan mencari original koordinat dari pit ke data citra satelit daerah
sarolangun. Selanjutnya peneliti dapat melihat elevasi tertinggi dan terendah
pada PT Bara Batin Pratama serta peneliti memploting catchment area pada
pit 1 dengan melihat daerah tertinggi dari pit tersebut.
4. Bentuk sump yang direkomendasikan oleh peneliti adalah berbentuk
trapesium. Bentuk trapesium ini memiliki penampang alas dan permukaan
berbentuk persegi dengan luas permukaan lebih besar dibandingkan luas alas
dan membentuk sudut 450
5. Debit pompa Aktual. Debit pompa diukur dengan menggunakan metode
discharge. Prinsip kerja yang digunakan adalah dengan membuat kayu
pengukuran berbentuk L, dengan panjang horizontal dari kayu tersebut
adalah 2000 mm dan panjang sisi vertikal adalah 350 mm. Pada saat air keluar
dari outlet pipa dan diukur jangkauan air yang keluar dari outet pipa dengan
meletakkan kayu pengukuran tepat pada ujung sisi pendek kayu dan
bersentuhan dengan posisi air yang telah keluar dari outlet pipa. Pengukuran
dilakukan sebanyak sepuluh kali pengukuran. Sedangkan perhitungan head
pompa dilakukan dengan mengukur panjang pipa dari sisi inlet sampai dengan
outlet menggunakan meteran.
6. Perencanaan saluran terbuka. Perencanaan saluran terbuka dihitung dengan
analisis parameter-parameter yang meliputi : kemiringan dinding saluran (m)
= 1/tan α , panjang bawah (b) = 𝟐{(𝟏 + 𝒎𝟐)𝟎.𝟓 − 𝒎} , jari-jari hidrolis (R) = 0.5 .
d, panjang atas (B) = b + 2m . d, panjang sisi luar saluran (a) = d/sin α, dan
28
luas penampang saluran (A) = (b + m.d). selanjutnya akan diperoleh dimensi
saluran terbuka yang sesuai dengan debit air yang masuk ke dalam saluran
terbuka tersebut.
7. Volume endapan lumpur atau persentase solid yang masuk kedalam settling
pond, didapatkan dengan cara mengambil sampel air di sump dengan cara
mengaduk (blending) sehingga lumpur dan air tercampur menjadi satu.
peneliti menggunakan botol air mineral 600cc sebanyak 5 sampel dan
kemudian diendapkan selama 1 hari sampai material solid terlihat jelas dan
hitung tebal solid dan tebal air kemudian dihitung persentasi solid dan
persentasi air.
8. Perencanaan dimensi settling pond berdasarkan dengan debit air yang masuk
ke lokasi penambangan tepatnya yaitu debit air saluran terbuka dan debit air
pompa.
Analisis Data
Analisis hasil pengolahan data lebih lanjut dilakukan dengan
pertimbangan teoritis dan praktis untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Analisis data dilakukan pada semua data primer dan data sekunder yang telah
diambil dan diolah, sehingga data tersebut dapat dijadikan sebagai data yang
valid dalam penelitian tugas akhir ini.
29
3.4 Alur Kerja Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan-tahapan untuk
menunjang kelancaran dari penelitian seperti ditunjukkan pada bagan dibawah
ini:
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
Rancang Bangun Sistem Penyaliran pada Pit 1 PT
Bara Batin Pratama
Studi literatur
Pengumpulan data
Observasi Lapangan
Ait Tanah
Kesimpulan
Analisis data
Pengolahan data
Data primer
1. Catchment Area
2. Debit Limpasan Air
3. Kapasitas pompa
4. Dimensi Sump 5. Dimensi saluran terbuka 6. Dimensi settling pond
Data sekunder
1. Data Curah Hujan 2. Keadaan umum daerah
penelitian
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Curah Hujan
Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan PT Bara Batin
Pratama adalah air hujan. Sehingga besar kecilnya curah hujan yang terjadi di
sekitar lokasi penambangan akan mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang
yang harus dikendalikan. Data hujan di peroleh dari stasiun pengukur curah
hujan terdekat yaitu PT Inti Indosawit Subur Kebun Bulian yang di nyatakan
dalam satuan millimeter (mm). Dalam penelitian ini pengolahan data curah hujan
di lakukan untuk mendapatkan besarnya nilai curah hujan rencana dan
intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan yang di dapat pada daerah PT
Bara Batin Pratama ini yaitu 1,677 mm/jam. Hujan rencana di tentukan dari
hasil analisis frekuensi data curah hujan 5 tahun terakhir yang tersedia, yaitu
dengan mengambil/mencatat curah hujan rata rata pada periode 2014-2018.
Berdasarkan data curah hujan, di peroleh data curah hujan rata-rata 223,1
mm/bulan.
Tabel 8. Data Curah Hujan PT Indosawit Subur Kebun Bulian
Bulan 2014 2015 2016 2017 2018
Januari 151 292 311 182 143
Februari 3 50 319 229 324
Maret 89 224 391 362 354
April 283 484 172 305 554
Mei 218 108 102 281 269
Juni 165 244 157 129 75
Juli 337 17 223 148 108
Agustus 130 64 153 281 59
September 37 8 101 256 128
Oktober 241 79 229 322 177
November 410 305 229 393 596
Desember 325 354 229 185 294
Total 2389 2229 2616 3073 3081
rata-rata 199.083333 185.75 218 256.0833 256.75
Rata-rata curah hujan 5 tahun terakhir 223.1
4.2 Daerah Tangkapan Hujan
Penentuan luas daerah tangkapan hujan dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan langsung di lapangan dengan mengukur luas daerah
menggunakan GPS (tracking) dan hasil tersebut akan di analisa dengan perangkat
lunak (software) Autocad 2016. Pada penelitian ini peneliti tidak mendapatkan
peta topografi dari perusahaan, akan tetapi peta tersebut di dapat dengan cara
31
pengukuran luas daerah menggunakan GPS serta dengan melihat citra satelit
pada daerah PT Bara Batin Pratama yang mana peta tersebut merupakan data
sekunder pada penelitian ini. Awalnya peneliti mengukur luasan pit 1
menggunakan alat ukur GPS dengan cara memplotting dengan berpindah jarak
per 10 meter dan untuk tikungan/belokan di ploting per 5 meter sehingga saat di
tampilkan pada perangkat lunak hasil yang di dapatkan lebih rapi dan akurat.
Tujuan dari perhitungan luasan pit tersebut yaitu untuk memudahkan peneliti
dalam mencari lokasi/daerah pasti pada penelitian tersebut. Setelah menghitung
luasan pit dengan menggunakan GPS, peneliti mengolah data GPS tersebut
dengan mencari original koordinat dari pit ke data citra satelit daerah
Sarolangun. Selanjutnya peneliti dapat melihat elevasi tertinggi dan terendah
pada PT Bara Batin Pratama serta dilakukan ploting catchment area pada pit 1
dengan melihat daerah tertinggi dari pit tersebut. Luas Cathcment area Pit 1
adalah 46496,564 m2 atau 0,0464 km2 (gambar 15).
Gambar 14. Tracking Luasan Pit 1 (sumber : dokumentasi peneliti)
Catchment area hujan pada Pit 1 memiliki nilai koefisien limpasan 0,9,
disebabkan karena catchment area hujan termasuk ke dalam daerah yang curam
serta kemiringan dari area tersebut termasuk ke dalam lahan daerah tambang
yaitu >15% (Tabel 3) dan koefisien limpasan 0,9 dapat dikatakan air yang
melimpas di permukaan atau air limpasan sebesar 90% dan 10% sisanya dapat
diserap oleh tumbuhan-tumbuhan kecil yang ada disekitar catchment area.
32
Gambar 15. Luas Daerah Tangkapan Curah Hujan PT Bara Batin Pratama
(sumber : Software Autocad 2007)
4.3 Perhitungan Debit Limpasan
Dalam menentukan debit limpasan air hujan, terlebih dahulu ditentukan
curah hujan rencana dan intensitas curah hujan. Curah hujan rencana
ditentukan dengan menggunakan metode Gumbel. Metode Gumbel ini digunakan
karena metode ini merupakan metode umum yang sering digunakan dalam
merencanakan curah hujan yang akan terjadi pada daerah penelitian.
Perhitungan debit air limpasan dapat di tentukan setelah di ketahui nilai
koefisien limpasan, luasan daerah tangkapan hujan dan intensitas curah hujan,
nilai intensitas curah hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus monobe
sebagai berikut :
3/2
24 24
24
t
RI
Pada perhitungannya Intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah
penambangan pit 1 PT Bara Batin Pratama adalah sebagai berikut :
I = 𝑅24
24(
24
𝑡𝑐)
2/3
= 10,91
24(
24
3,32)
2/3
= 0,4545 (7,23)2/3
= 1,677 mm/jam
33
Dan pada perhitungan debit limpasannya di hitungan dengan
menggunakan rumus rasional :
Q = 0,278 x C x I x A
Pada perhitungan debit limpasan, nilai koefisien limpasan pada pit 1 PT
Bara Batin Pratama adalah 0,9 karena daerah tersebut termasuk jenis lahan
terbuka daerah tambang dengan kemiringan >15%. Sehingga didapat nilai dari
debit limpasan air 68,4 m3/jam. dengan perhitungan sebagai berikut :
Q = C x I x A
= 0,9 x 1,677 mm/jam x 0,0464 km2
= 0,278 x 0,9 x 1,677 m/detik x 0,0464 m2
= 0.019 m3/detik
= 68,4 m3/jam
Berdasarkan perhitungan debit air limpasan tersebut dapat di tentukan
volume air yang terdapat di dalam sump sebesar 2497,968 m3, dengan
perhitungannya :
V = Q . t
= 68,4 m3/jam x 3,32 jam/hari
= 227,088 m3/hari
= 277,088 m3/hari x 11 hari = 2497,968 m3
4.4 Pompa
Gambar 16. Pompa Rakit yang akan di gunakan PT Bara Batin Pratama
Pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air dari sump pada pit 1 PT
Bara Batin Pratama ini menggunakan pompa rakit yang bertenaga dari mesin
truk. Ketika peneliti melakukan penelitian debit pompa air yang didapatkan oleh
peneliti dengan cara melakukan pengukuran menggunakan metode discharge
debit air yang dialirkan oleh pompa adalah 560,75 m3/jam). Dari hasil
34
pengamatan dan pengukuran debit air pompa dapat dilihat bahwa panjang
kekuatan air (X) adalah 1210 mm. Namun pada tabel untuk panjang kekuatan
air 1210 tidak ada sehingga penulis memutuskan untuk melakukan interpolasi
terhadap nilai tersebut.
Gambar 17. Panjang Lemparan air pada Pompa Rakit PT Bara Batin Pratama
(Sumber : pengolahan peneliti)
Gambar 18. Hasil pengeplotan data panjang kekuatan air dan diameter pipa
(Sumber : pengolahan peneliti)
Berdasarkan gambar diatas dapat dilakukan interpolasi seperti berikut :
Q1210 = Q1200 + {(𝟏𝟐𝟏𝟎−𝟏𝟐𝟎𝟎
𝟏𝟐𝟓𝟎−𝟏𝟐𝟏𝟎) 𝒙 (𝑸𝟏𝟐𝟓𝟎 − 𝑸𝟏𝟐𝟎𝟎}
= 555 + {(𝟏𝟎
𝟒𝟎) 𝒙 (𝟓𝟕𝟖 − 𝟓𝟓𝟓)}
= 555 + (0,25 x 23)
35
= 555 + 5,75
= 560,75 m3/jam
Jadi dari hasil interpolasi panjang lemparan air maka diperoleh debit pompa
pada PT Bara Batin Pratama adalah 560,75 m3/jam. Dari debit air yang
diperoleh diatas peneliti dapat menghitung kecepatan alir air didalam pipa
dengan cara seperti dibawah ini:
Q = 560,75 m3/jam = 0,1557 m3/detik
d = 220 mm = 0,22 m
r = 0,11
A = 𝝅 r2
= 3,14 . (0,11)2
= 3,14 . 0,0121
= 0,038 m2
Q = v . A
v = 𝑸
𝑨
= 𝟎,𝟏𝟓𝟓𝟕
𝟎,𝟎𝟑𝟖
= 4,097 m/s
Pada penelitian ini, peneliti menyarankan kepada perusahaan dengan
menggunakan pompa yang dapat mengeluarkan jumlah air yang terdapat di
dalam sump yaitu Pompa Volvo Penta DND 200 dan mengalir pada pipa HDPE
yang ukurannya berdiameter 200 mm :
Gambar 19. Rekomendasi pompa oleh peneliti untuk PT Bara Batin Pratama
36
Menurut peneliti dengan memikirkan efek berkelanjutan aktivitas
penambangan hal ini tidak selamanya perusahaan memakai pompa rakit dari
mesin truk tersebut maka peneliti menyarankan kepada perusahaan untuk
menggunakan pompa Volvo Penta DND200 yang mana pada spesifikasinya
memenuhi kebutuhan akan jumlah air yang berada di sump. Akan tetapi debit
yang di ambil dari spesifikasi pompa Volvo Penta DND200 ini hanya 75% dari
debit aliran maksimal pada pompa, hal ini disebabkan karena banyak terjadi
gangguan dan kenyataannya di lapangan kinerja alat tidak 100% bekerja
maksimal. Pada pemompaan fluida yang dipompakan tidak berupa air murni,
akan tetapi mengandung partikel bawaan air pada saat mengalir menuju sump.
Ini dibuktikan dengan kondisi sump juga sudah pasti banyak terendapkan oleh
lumpur, sehingga banyak kejadiannya pompa terkadang dihentikan operasinya
karena inlet pipa dekat dengan lumpur. Berdasarkan debit air yang di peroleh
dari pompa tersebut di dapat nilai kecepatan alir air sebesar 5,493 m/s. Dan pada
pemilihan pipa peneliti menyarankan untuk menggunakan pipa HDPE yang
berukuran 200 mm (Lampiran 6).
4.5 Evaluasi Kapasitas dan Dimensi Sump
Pada kondisi pit 1 ini tidak memiliki dimensi yang pasti atau tidak
direncanakan sebelumnya karena dimensi sump mengikuti volume air yang
masuk ke dalam sump walaupun pada kondisi sekarang tidak begitu banyak air
yang berada di sump yang mana bulan September - Oktober merupakan kondisi
jarang hujan (kemarau). Kondisi sump yang tidak dilakukan perencanaan
sebelumnya akan menyebabkan air dan lumpur pada sump tidak terkontrol, hal
tersebut juga menghambat proses pemompaan apabila kondisi sump sudah
banyak terdapat lumpur. Jadi menurut peneliti sebaiknya sump yang ada pada
saat ini dilakukan perawatan seperti proses pengambilan lumpur yang
terendapkan di sump menggunakan excavator long-arms dengan cara mencampur
lumpur dengan overburden agar lumpur yang digali bisa maksimal dan tidak
terlalu lengket. Kemudian dilakukan pemompaan sehingga air pada sump
tersebut habis dan dilakukan perubahan dimensi sump dan letak sump. Letak
sump tidak berubah melainkan mengikuti elevasi terendah dari pit sedangkan
dimensinya yang harus dilakukan evaluasi berdasarkan debit air yang masuk ke
dalam pit dan kapasitas pompa yang digunakan agar kegiatan penambangan
dapat berjalan dengan baik.
Kapasitas dan dimensi sump yang baru dibuat dengan menganggap bahwa
dalam satu bulan tidak dilakukan pemompaan, pemompaan dilakukan ketika
dimensi tersebut sudah penuh. Parameter penentu kapasitas dan dimensi sump
yang baru adalah debit air yang masuk ke dalam sump selama 1 bulan, dimana
37
debit air yang masuk ke dalam sump tersebut berasal dari debit limpasan air,
debit limpasan air selama satu bulan menghasilkan volume air sebesar 2497,968
m3 (Lampiran 5). Sehingga dari volume air tersebutlah yang peneliti gunakan
untuk menentukan dimensi sump yang baru yang ditempatkan pada elevasi yang
disesuakan dengan elevasi teredah pada pit dan dimensinya dilakukan evaluasi
berdasarkan kapasitas pompa dan debit air yang masuk.
Bentuk sump yang direkomendasikan oleh peneliti adalah berbentuk
trapesium, karena bentuk ini umum digunakan untuk sump. Yang mana untuk
bentuk trapesium ini memiliki penampang alas dan permukaan berbentuk
persegi dengan luas permukaan lebih besar dibandingkan luas alas dan
membentuk sudut 450. Kedalaman sump ditentukan berdasarkan kemudahan
jangkauan maksimum excavator yang digunakan pada pit 1 dalam proses
penambangan yaitu 4 m.
Berdasarkan perhitungannya (Lampiran 7) didapatkan dimensi sump
yang harus dibuat berukuran luas sisi atas 28,98 m x 28,98 m dan luas sisi alas
dari sump berukuran 20,98 m x 20,98 m dengan kedalaman 4 meter mampu
menampung air sebanyak 2497,968 m3. Dari jumlah air yang masuk ke dalam
sump baru yang diperhitungkan diatas yaitu 2560 m3 yang mana jumlah air ini
terkumpul ketika pompa tidak dioperasikan selama satu bulan dan air hanya
berasal dari limpasan air hujan saja.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi sump tidak
dilakukan perencanaan terlebih dahulu, sehingga peneliti menyarankan untuk
melakukan rancang bangun dimensi sump. Dimensi sump dilakukan perbaikan
dengan cara menganggap bahwa air yang masuk ke dalam sump berupa limpasan
air hujan selama satu bulan tanpa dilakukan pemompaan. Limpasan air hujan
tersebut yang menjadi patokan untuk volume sump. Dimensi sump yang baru
tersebut tiga kali lebih kecil dari dimensi sump sebelumnya sehingga area
penambangan akan semakin luas dan perawatan sump juga dapat dilakukan
lebih baik lagi, sehingga proses pemompaan tidak lagi tergantung terhadap
lumpur . Jadi pada evaluasi sump ini penulis hanya menyarankan untuk
melakukan perbaikan terhadap dimensi dan kapasitas sump saja, sedangkan
untuk letak sump bisa disesuaikan dengan elevasi terendah dari daerah tersebut.
4.6 Rencana Dimensi Saluran Tambang
Berdasarkan kondisi aktual saluran tambang pada saat ini, tidak mampu
menampung air jika di lakukannya pemompaan karena pada saat proses
pemompaan dilakukan outlet settling pond yang menghubungkan settling pond
dengan perairan bebas ditutup terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan bertujuan
agar air yang dikeluarkan menuju perairan bebas sebaiknya dilakukan penaatan
38
terlebih dahulu sebelum dikeluarkan. Sehingga dengan ditutupnya outlet settling
pond maka pada saat settling pond penuh maka air pada saluran tambang tidak
dapat mengair dengan sempurna dan menyebabkannya melimpas. Dari uraian
tersebut maka peneliti melakukan evaluasi terhadap saluran tambang tersebut.
Peneliti mengevaluasi saluran tambang dengan bentuk trapesium karena
debit yang masuk ke dalam saluran tambang pada PT Bara Batin Pratama berasal
dari debit pompa. Debit pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air dan
mengalirkan air ke saluran tambang cukup besar yaitu 621 m3/jam. Bentuk
penampang saluran trapesium adalah paling sering digunakan dan umum
dipakai, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien dan mudah dalam
perawatannya serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut
keadaan daerah dan cocok digunakan pada debit air yang besar. Berdasarkan
kondisi lapangan debit pompa yang digunakan untuk mengalirkan air ke saluran
tambang cukup besar, sehingga peneliti memilih bentuk saluran tambang
berbentuk trapesium karena cocok digunakan pada debit yang besar, selain itu
juga mudah dalam pembuatannya dan perawatannya, efisien dan murah.
Berikut hasil rencana dimensi saluran tambang berdasarkan waktu
pengoperasian pompa :
Tabel 8. Rencana dimensi saluran berdasarkan debit pompa
Parameter dimensi saluran pada saat
pompa dihidupkan 8 jam Rekomendasi
Lebar dasar saluran (b) 4,16 m
Lebar permukaan saluran (B) 8,32 m
Kedalaman saluran (d) 3,61 m
Kemiringan dinding saluran (α) 60°
Panjang sisi miring saluran terbuka (a) 4,14 m
(sumber: pengolahan data peneliti)
Gambar 20. Evaluasi Dimensi Saluran Tambang (sumber:pengolahan data
peneliti)
39
Pada gambar 20 dapat dilihat evaluasi dimensi saluran tambang, yang
mana dimensi tersebut di dapat berdasarkan besarnya volume air yang akan di
alirkan pada saluran tambang. Dari uraian diatas dapat dilihat dan disimpulkan
bahwa kondisi dimensi saluran tambang tersebut dapat menampung air dengan
maksimal selama pemompaan 8 jam/hari, sehingga direncanakan dimensi
saluran tambang berdasarkan debit air yang masuk ke dalam saluran tambang.
4.7 Kapasitas dan Rencana Dimensi Settling Pond
Pada PT Bara Batin Pratama ini perlu di lakukannya pembuatan settling
pond, karena pada perusahaan tersebut belum memiliki settling pond untuk
aliran air dari Pit 1 . Dari kondisi tersebut harus di upayakan pembuatan settling
pond yang mana air dari pit 1 tersebut sebelumnya jika tidak dialirkan kesungai
pasti akan menggangu dan menghambat proses penambangan tersebut maka
peneliti menyarankan untuk merencanakan dimensi seerta waktu perawatan
atau pengerukan settling pond sehingga kapasitas setlling pond nantinya tidak
menurun.
Pada kapasitas settling pond ditentukan dari berapa banyaknya material
solid yang terlarut dalam air hasil pemompaan dan juga disesuaikan dengan
rencana perawatan dari settling pond itu sendiri. Pada settling pond di PT Bara
Batin Pratama ini memiliki kadar solid yaitu 1,82% (lampiran 9). Kadar solid
tersebut didapatkan dari hasil pengambilan sampel peneliti di inlet settling pond
sebanyak 5 sampel yang diambil menggunakan botol minum mineral 600 cc.
Kapasitas settling pond juga ditentukan dengan jumlah debit air yang
masuk ke settling pond yang disesuaikan dengan kapasitas pompa, pada
penelitian ini dirancang dimensi settling pond berdasarkan debit pompa
maksimum yang masuk ke dalam settling pond jika dilakukan pemompaan
maksimal 8 jam perharinya. Lampiran 9 menunjukkan jumlah debit air yang
masuk, dimensi settling pond, kadar solid dan air serta waktu perawatan settling
pond.
40
Tabel 10. Rekomendasi dimensi settling pond
Data dimensi settling pond rekomendasi
Debit pompa 8 jam 4968 m3/hari
Debit limpasan saluran 31,07 m3/hari
Total debit air yang masuk 4999,07 m3/hari
Debit solid 90,98 m3/hari
Debit air 4908,08 m3/hari
Dimensi settling pond Luas alas : 17,19 m x 17,19 m
Luas atas : 23,19 m x 23,19 m
Kapasitas setting pond
Tinggi : 3 m
1249,90 m3 /kolam
Waktu perawatan 55 hari
(sumber : pengolahan data peneliti)
Gambar 21. Rekomendasi Dimensi Settling pond
(sumber: pengolahan data peneliti)
Gambar 21 menunjukkan rencana dimensi settling pond yang
direncanakan oleh peneliti, dimana dimensi tersebut digunakan pada setiap
kolam yang terdapat pada settling pond yang ada pada saat ini dapat menampung
air dengan kapasitas 4999,6 m3. Air yang masuk ke dalam settling pond berasal
dari debit pompa dan debit limpasan hujan. Pada setiap air dipompakan
maksimal 8 jam/hari dapat memompa air sebesar 4968 m3/hari dengan debit
limpasan sebesar 31,07 m3/hari, sehingga debit total air yang masuk ke dalam
settling pond sebesar 4999,07 m3/hari. Maka dari itu dengan rancangan dimensi
tersebut air yang masuk ke dalam settling pond dapat mengalir dengan baik.
Debit air yang masuk kedalam settling pond bukan hanya air saja karna lumpur
41
juga ikut terbawa masuk ke dalam settling pond. Persentasi lumpur yang terbawa
sudah dijelaskan diatas, dengan persentasi tersebut dapat diperoleh debit lumpur
atau solidnya adalah 90,98 m3/hari, sehingga di dapat waktu perawatan atau
pengerukan settling pond adalah 55 hari sekali (lampiran 9).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan dimensi settling pond yang
direkomendasikan berdasarkan jumlah debit air yang masuk ke dalam settling
pond dan juga ditentukan berdasarkan kadar solid yang ikut masuk ke dalam
settling pond yang nantinya akan berpengaruh terhadap kapasitas setting pond.
Dengan adanya solid yang terendapkan dalam settling pond tersebut maka perlu
dilakukan perawatan, yaitu proses penggalian lumpur yang terendapkan di dalam
settling pond sehingga kapasitas settling pond tidak menurun seperti yang sudah
direncanakan oleh penulis.
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian Rencana Sistem Penyaliran pada pit 1
PT Bara Batin Pratama :
1. Besarnya Intensitas curah hujan yang di dapat pada daerah PT Bara Batin
Pratama ini yaitu 1,677 mm/jam. Pada hujan rencana di tentukan dari hasil
analisis frekuensi data curah hujan 5 tahun terakhir yang tersedia, yaitu
dengan mengambil/mencatat curah hujan rata rata pada periode 2014-2018.
Berdasarkan data curah hujan, di peroleh data curah hujan rata-rata
menggunakan metode gumbel yaitu 223,1 mm/tahun.
2. Kondisi daerah Sistem penyaliran tambang pada pit 1 PT Bara Batin Pratama
memiliki luas catchment area sebesar 46496,564 m2 atau 0,0464 km2.
3. Pada perhitungan debit limpasan, nilai koefisien limpasan pada pit 1 PT Bara
Batin Pratama adalah 0,9 karena daerah tersebut termasuk jenis lahan
terbuka daerah tambang dengan kemiringan >15%. Sehingga didapat nilai
dari debit limpasan air sebesar 68,4 m3/jam.
4. Pit 1 memiliki dimensi sump yang cukup besar sehingga dimensi sump
dievaluasi dengan menggunakan parameter total debit limpasan dalam satu
bulan yang menghasilkan volume air 2497,968 m3. Dari data tersebut dapat
dibuat dimensi sump ideal dengan membuat tinggi jagaan 50%, sehingga
dapat menghasilkan dimensi berukuran luas sisi atas 28,98 m x 28,98 m dan
luas sisi alas dari sump berukuran 20,98 m x 20,98 m dengan kedalaman 4
meter mampu menampung air sebanyak 2560 m3.
5. Pompa yang di rekomendasikan pada PT Bara Batin Pratama adalah pompa
Volvo Penta DND200 dengan debit 75% dari total debit aliran maksimum
pompa yaitu 621 m3/jam sudah mampu menangani jumlah debit air yang
masuk ke dalam sump, sehingga tidak perlu lagi diganti dengan pompa yang
lain.
6. Pada dimensi Saluran Tambang terlebih dahulu di ketahui debit air yang
masuk kedalam saluran tambang ada 2 yaitu debit pompa dan debit limpasan
dari saluran tambang. Debit pompa yang didapatkan 75% dari total debit
aliran maksimum pompa yaitu 621 m3/jam atau 0,1725 m3/detik. Sedangkan
untuk debit limpasan saluran tambang 0,0026 m3/detik atau 9,36 m3/jam.
Jadi total debit air maksimum saluran tambang adalah 0,1751 m3/detik atau
630,36 m3/jam. Dari data tersebut dapat dibuat dimensi saluran tambang
ideal, yaitu:
1. Lebar dasar saluran (b) = 4,16 m
2. Luas penampang basah saluran (A) = 22,56 m2
43
3. Lebar permukaan saluran (B) = 8,32 m
4. Kedalaman saluran (d) = 3,61 m
5. Kemiringan dinding saluran (α) = 60°
6. Panjang sisi miring saluran terbuka (a) = 4,14 m
7. Berdasarkan pengamatan peneliti, air pada settling pond akan dilakukan
rencana pemompaan yaitu maksimal 8 jam/hari. Maka diperoleh dimensi
settling pond yang dibutuhkan adalah berukuran luas sisi atas 23,19 m x
23,19 m, ukuran luas sisi alas 17,19 m x 17,19 m dengan tinggi 3 m dengan
kapasitas 1249,76 m3/kolam dengan jumlah kolamnya ada 4. Kapasitas
settling pond mampu menampung air yang dipompa sebesar 4999,6 m3/hari
dengan kapasitas solid yang terbawa adalah 90,98 m3/hari , sehingga waktu
pengerukan direncana setiap 55 hari sekali.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
1. Dalam penelitian ini tidak melakukan pengukuran debit infiltrasi secara
langsung, sehingga untuk penelitian selanjutnya dilakukannya pengukuran
debit infiltrasi atau studi hidrogeologi.
2. Dalam penelitian ini tidak di dapatkannya peta topografi daerah penelitian dari
perusahaan sehingga peneliti tidak dapat menampilkan lokasi posisi daerah
yang di teliti.
3. Dalam penentuan bentuk saluran tambang peneliti tidak memperhatikan tipe
material, sehingga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dalam penentuan
bentuk saluran tambang diperhatikan tipe material yang terdapat pada daerah
tersebut.
44
DAFTAR PUSTAKA
Badhurahman, abie. 2017. Materi Praktikum Sistem Dewatering Tambang Terbuka
(Pemompaan dan Sumuran). Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Cassidy. 1973. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, P.O. Box 14 Bulaksumur Yogyakarta 55281, hal. 7 – 8;
151 - 161.
Currie, John M. 1973, Unit Operations in Miineral Processing. Department of
Chemical and Metalurgical Technology. British Columbia. hal. 10-5 – 10-11;
11-1 – 11-2
Kurnia D, R Har, H Prabowo .2018. Evaluasi Kondisi Aktual Dan Perencanaan
Sistem Penyaliran Tambang Emas Di Pit Durian Site Bakan Pt J Resources
Bolaang Mongodow Kecamatan Lolayan Kotamobagu Sulawesi Utara.
Partanto Prodjosumarto. 1994. Rancangan Kolam Pengendapan sebagai
Pelengkap Sistem Penirisan Tambang. Presentasi Konggres Perhapi
Bandung.
Powers, J. Patrick. 1992. Construction Dewatering: New Methods and
Applications, Jhon Wiley and Sons. New York. hal 177-188; 253-256
Setiyadi, S Lourentius, E Ariella W. Menentukan Persamaan Kecepatan
Pengendapan pada Sedimentasi. Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya
Mandala
Sudjana. 1989. Metode Statistika. Tarsito, Bandung
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset.
Jalan Beo 38 – 40 Yogyakarta 55281, hal. 20 – 21; 50 – 53; 67-68; 77; 79
– 81; 147 – 151
Suwandhi, A., 2004. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang. Diklat
Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba.
Syarifuddin, W Sri, N Arif. 2017. Kajian Sistem Penyaliran Pada Tambang Terbuka
Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Geomine Vol
5 : 84-89.
45
Lampiran 1. Spesifikasi Alat
Gambar 22. Spesifikasi Excavator PC200-8
46
Lampiran 2. Curah Hujan
Tabel 11. Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Gumbel
no curah hujan X
Xi-X (Xi-X)² mm/bulan mm
1 596 223.1 372.9 139054.4
2 554 223.1 330.9 109494.8
3 484 223.1 260.9 68068.81
4 410 223.1 186.9 34931.61
5 393 223.1 169.9 28866.01
6 391 223.1 167.9 28190.41
7 362 223.1 138.9 19293.21
8 354 223.1 130.9 17134.81
9 354 223.1 130.9 17134.81
10 337 223.1 113.9 12973.21
11 325 223.1 101.9 10383.61
12 324 223.1 100.9 10180.81
13 322 223.1 98.9 9781.21
14 319 223.1 95.9 9196.81
15 311 223.1 87.9 7726.41
16 305 223.1 81.9 6707.61
17 305 223.1 81.9 6707.61
18 294 223.1 70.9 5026.81
19 292 223.1 68.9 4747.21
20 283 223.1 59.9 3588.01
21 281 223.1 57.9 3352.41
22 281 223.1 57.9 3352.41
23 269 223.1 45.9 2106.81
24 256 223.1 32.9 1082.41
25 244 223.1 20.9 436.81
26 241 223.1 17.9 320.41
27 229 223.1 5.9 34.81
28 229 223.1 5.9 34.81
29 229 223.1 5.9 34.81
30 229 223.1 5.9 34.81
31 224 223.1 0.9 0.81
32 223 223.1 -0.1 0.01
33 218 223.1 -5.1 26.01
34 185 223.1 -38.1 1451.61
47
35 182 223.1 -41.1 1689.21
36 177 223.1 -46.1 2125.21
37 172 223.1 -51.1 2611.21
38 165 223.1 -58.1 3375.61
39 157 223.1 -66.1 4369.21
40 153 223.1 -70.1 4914.01
41 151 223.1 -72.1 5198.41
42 148 223.1 -75.1 5640.01
43 143 223.1 -80.1 6416.01
44 130 223.1 -93.1 8667.61
45 129 223.1 -94.1 8854.81
46 128 223.1 -95.1 9044.01
47 108 223.1 -115.1 13248.01
48 108 223.1 -115.1 13248.01
49 102 223.1 -121.1 14665.21
50 101 223.1 -122.1 14908.41
51 89 223.1 -134.1 17982.81
52 79 223.1 -144.1 20764.81
53 75 223.1 -148.1 21933.61
54 64 223.1 -159.1 25312.81
55 59 223.1 -164.1 26928.81
56 50 223.1 -173.1 29963.61
57 37 223.1 -186.1 34633.21
58 17 223.1 -206.1 42477.21
59 8 223.1 -215.1 46268.01
60 3 223.1 -220.1 48444.01
total 13388 995141
rata-rata 223.13333
max 596
min 3
(Sumber : Pengolahan Data Peneliti)
Tabel 12. Perhitungan Koreksi Simpang
no urutan sampel Yn 𝑌𝑛̅̅̅̅ Yn-𝑌𝑛̅̅̅̅ (Yn-𝑌𝑛̅̅̅̅ )2
1 1 4.1026 0.5521 3.5505 12.6062
2 2 3.4011 0.5521 2.8490 8.1168
48
3 3 2.9872 0.5521 2.4351 5.9295
4 4 2.6909 0.5521 2.1388 4.5743
5 5 2.4590 0.5521 1.9069 3.6362
6 6 2.2678 0.5521 1.7157 2.9436
7 7 2.1046 0.5521 1.5525 2.4104
8 8 1.9620 0.5521 1.4099 1.9877
9 9 1.8349 0.5521 1.2828 1.6456
10 10 1.7201 0.5521 1.1680 1.3642
11 11 1.6152 0.5521 1.0631 1.1302
12 12 1.5184 0.5521 0.9663 0.9338
13 13 1.4285 0.5521 0.8764 0.7680
14 14 1.3443 0.5521 0.7922 0.6276
15 15 1.2650 0.5521 0.7129 0.5083
16 16 1.1900 0.5521 0.6379 0.4070
17 17 1.1188 0.5521 0.5667 0.3211
18 18 1.0508 0.5521 0.4987 0.2487
19 19 0.985629433 0.5521 0.4335 0.1879
20 20 0.923059092 0.5521 0.3710 0.1376
21 21 0.862763211 0.5521 0.3107 0.0965
22 22 0.804498454 0.5521 0.2524 0.0637
23 23 0.748051821 0.5521 0.1960 0.0384
24 24 0.693235281 0.5521 0.1411 0.0199
25 25 0.639881474 0.5521 0.0878 0.0077
26 26 0.587840222 0.5521 0.0357 0.0013
27 27 0.536975676 0.5521 -0.0151 0.0002
28 28 0.487163945 0.5521 -0.0649 0.0042
29 29 0.438291091 0.5521 -0.1138 0.0130
30 30 0.390251436 0.5521 -0.1618 0.0262
31 31 0.342946071 0.5521 -0.2092 0.0437
32 32 0.296281563 0.5521 -0.2558 0.0654
33 33 0.250168773 0.5521 -0.3019 0.0912
34 34 0.20452177 0.5521 -0.3476 0.1208
35 35 0.159256813 0.5521 -0.3928 0.1543
36 36 0.114291344 0.5521 -0.4378 0.1917
37 37 0.069542987 0.5521 -0.4826 0.2329
38 38 0.024928501 0.5521 -0.5272 0.2779
39 39 -0.01963733 0.5521 -0.5717 0.3269
40 40 -0.06424294 0.5521 -0.6163 0.3799
49
41 41 -0.108981384 0.5521 -0.6611 0.4370
42 42 -0.15395199 0.5521 -0.7061 0.4985
43 43 -0.199262337 0.5521 -0.7514 0.5645
44 44 -0.245030687 0.5521 -0.7971 0.6354
45 45 -0.29138905 0.5521 -0.8435 0.7115
46 46 -0.338487108 0.5521 -0.8906 0.7931
47 47 -0.386497376 0.5521 -0.9386 0.8810
48 48 -0.435622118 0.5521 -0.9877 0.9756
49 49 -0.486102848 0.5521 -1.0382 1.0779
50 50 -0.538233722 0.5521 -1.0903 1.1888
51 51 -0.592380968 0.5521 -1.1445 1.3098
52 52 -0.649012041 0.5521 -1.2011 1.4427
53 53 -0.708741122 0.5521 -1.2608 1.5897
54 54 -0.772403602 0.5521 -1.3245 1.7543
55 55 -0.841185386 0.5521 -1.3933 1.9412
56 56 -0.9169 0.5521 -1.4690 2.1579
57 57 -1.0023 0.5521 -1.5544 2.4162
58 58 -1.1027 0.5521 -1.6548 2.7383
59 59 -1.228975618 0.5521 -1.7811 3.1722
60 60 -1.413635625 0.5521 -1.9657 3.8641
Total 33.1250 82.7903
rata-rata 0.5521 1.3798
(Sumber : Pengolahan Data Peneliti)
Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Gumbel
Metode yang digunakan dalam perhitungan data curah hujan adalah
metode distribusi Gumbel yang terdiri dari beberapa tahap dibawah ini:
Penentuan Simpangan Baku. Penentuan simpangan baku didapat dari
jumlah data curah hujan (n) yaitu 60 dan sigma dari hasil pengurangan curah
hujan dengan curah hujan rata-rata ((Xi-X)²) yaitu : 995141 mm/bulan (tabel 2)
𝑆 = √∑(𝑥 − �̅�)2
𝑛 − 1
=√995141
60−1 = 129,87 mm/bulan
Perhitungan Koreksi Variansi. Periode ulang yang digunakan adalah
lima tahun maka T = 5, sehingga koreksi variansi adalah sebagai berikut:
50
𝑌𝑡 = −𝑙𝑛 [−𝑙𝑛 {𝑇 − 1
𝑇}]
= −𝑙𝑛 [−𝑙𝑛 {5−1
5}]
= 1,49994
Perhitungan Koreksi Simpang. Koreksi simpang diperoleh dari jumlah
data curah hujan (n) yaitu 60, jumlah urutan data (m) yaitu 1 sampai 60, sehingga
dapat diperoleh koreksi rata-rata (Yn) dan 𝑌𝑛̅̅̅̅ , diketahui nilai (Yn-𝑌𝑛̅̅̅̅ )2 adalah
82.7903 (Tabel 3) sehingga dapat ditentukan nilai koreksi simpang sebagai
berikut:
𝑆𝑛 = √∑(𝑌𝑛 − 𝑌𝑛̅̅̅̅ )2
𝑛 − 1
= √𝟖𝟐.𝟕𝟗𝟎𝟑
60−1 = 1,18
Sehingga dari data diatas dapat ditentukan nilai curah hujan rencana
sebagai berikut:
Xt = X + 𝑆
𝑆𝑛 (Yt-Yn)
Xt = 223,1 + 129,87
1,18 (1,49994-0,5521)
Xt = 223,1 + 110,05 (0,94784)
Xt = 223,1 + 104,309792
Xt = 327,409792 mm/bulan
Xt= 327,409792 / 30 = 10,91 mm/hari
Lampiran 3. Intensitas Curah Hujan
Tabel 13. Durasi Hari Hujan
Daftar Hari Hujan
Bulan
Tahun
2014 2015 2016
HH HH HH
1 13 8 17
2 1 4 13
3 7 16 17
4 18 20 12
5 15 5 9
6 9 8 8
7 10 2 6
51
8 12 5 11
9 4 1 9
10 10 4 20
11 20 19 17
12 18 12 10
Total 137 104 149 Rata Rata Hari Hujan 10.83333333
(Sumber : PT Bara Batin Pratama)
Tabel 14. Durasi Jam Hujan
Daftar Jam Hujan
Bulan
Tahun
2014 2015 2016
JH (menit) JH (menit) JH (menit)
1 2496 1536 2754
2 132 864 2808
3 1008 3072 4386
4 3132 4080 2664
5 2430 1110 1188
6 1728 1680 1392
7 1440 444 1152
8 1584 1170 1914
9 696 222 1836
10 1740 816 4440
11 2640 4902 4998
12 3996 2952 2340
Total 23022 22848 31872
Rata Rata Jam Hujan 2159.5
(Sumber : PT Bara Batin Pratama)
52
Berdasarkan tabel 4 dan 5 yang menunjukkan hari hujan dan jam hujan
harian selama satu bulan sehingga dari data diatas dapat ditentukan intensitas
curah hujan sebagai berikut:
Diketahui : R24 : 10,91 mm/hari (Curah Hujan
Rencana)
Jam hujan rata-rata : 2159,5 menit = 35,992 jam
Hari hujan rata-rata : 10,83 hari
tc = 𝑗𝑎𝑚 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
= 35,992
10,83
= 3,32 jam/hari
Intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah penambangan pit 1 PT Bara
Batin Pratama adalah sebagai berikut :
I = 𝑅24
24(
24
𝑡𝑐)
2/3
= 10,91
24(
24
3,32)
2/3
= 0,4545 (7,23)2/3
= 1,677 mm/jam
Lampiran 4. Luas Catchment Area
Gambar 23. Kondisi Cathment pada wilayah PT Bara Batin Pratama
53
Gambar 24. Catchment Area Pit
Lampiran 5. Debit Air Limpasan dan Volume Limpasan
1. Debit Air Limpasan dan Volume Limpasan di Pit
Debit limpasan permukaan yang terakumulasi pada sump dan harus
dipompakan dapat dihitung dengan rumus rasional sebagai berikut :
Q = 0,278 x C x I x A
dimana :
Q = Debit limpasan (m3/jam)
C = Koefesien limpasan (Curam > Lahan Terbuka Daerah Tambang) = 0,9
I = Intensitas curah hujan (m/jam) = 1,677 mm/jam
A = Luas catchment area (m2) = 46496,564 m2 = 0,0464 km2
Q = C x I x A
= 0,9 x 1,677 mm/jam x 0,0464 km2
= 0,278 x 0,9 x 1,677 m/detik x 0,0464 m2
= 0.019 m3/detik
= 68,4 m3/jam
Jadi dari debit air limpasan dapat ditentukan volume air yang terdapat didalam
sump yaitu :
Durasi hujan total (t) = 3,32 jam/hari
Hari hujan rata-rata = 10,83 hari = 11 hari
54
Debit air limpasan (Q) = 68,4 m3/jam
Q = 𝑉
𝑡
V = Q . t
= 68,4 m3/jam x 3,32 jam/hari
= 227,088 m3/hari
= 277,088 m3/hari x 11 hari = 2497,968 m3
Lampiran 6. Pompa
Gambar 25. Rekomendasi pipa oleh peneliti untuk PT Bara Batin Pratama
Dari hasil spesifikasi perhitungan di lihat debit aliran maksimum yang di
peroleh oleh pompa Volvo Penta DND 200 yaitu 828 m3/jam. Akan tetapi peneliti
hanya mengambil 75% saja yaitu 621 m3/jam. Dari debit air yang diperoleh diatas
peneliti dapat menghitung kecepatan alir air didalam pipa dengan cara seperti
dibawah ini:
Q = 621 m3/jam = 0,1725 m3/detik
d = 200 mm = 0,2 m
r = 0,1
A = 𝝅 r2
= 3,14 . (0,1)2
= 3,14 . 0,01
= 0,0314 m2
Q = v . A
v = 𝑸
𝑨
55
= 𝟎,𝟏𝟕𝟐𝟓
𝟎,𝟎𝟑𝟏𝟒
= 5,493 m/s
Lampiran 7. Evaluasi Kapasitas dan Dimensi Sump
Kapasitas dan dimensi sump ditentukan dari jumlah debit air yang masuk
ke dalam sump selama 1 bulan tanpa dilakukan pemompaan. Debit yang masuk
ke dalam sump berasal dari debit limpasan air hujan selama satu bulan yang
sudah dijelaskan pada lampiran di atas yaitu sebesar 2497,968 m3.
Bentuk sump yang direkomendasikan oleh peneliti adalah berbentuk
trapesium. Bentuk trapesium ini memiliki penampang alas dan permukaan
berbentuk persegi dengan luas permukaan lebih besar dibandingkan luas alas
dan membentuk sudut 450. Untuk mendapatkan ukuran sisi permukaan sump
maka dapat digunakan persamaan matematika berikut ini dimana untuk
kedalaman di sump peneliti menentukan kedalaman 4 meter, yaitu dengan
melihat dari kemampuan excavator yang digunakan yaitu dapat menjangkau
dengan kedalaman lebih dari 4 meter, maka:
Luas atas = X2 m
Luas bawah = Y2 m
Tinggi = Z m
Volume total dari sump dapat dihitung dengan rumus:
Volume = (X2 + Y2 ) 0,5 Z.....................................................................(1)
X = 2W + Y
Tan 45° = Z/W
1 = 4/W
W = 4 meter
Maka X = 2W + Y
X = 2(4) + Y
X = 8 + Y..............................................................................(2)
Substitusikan nilai X pada persamaan 2 ke persamaan 1
56
Volume = (X2 + Y2 ) 0,5 Z
= ((8+Y)2 + Y2 ) 0,5 (4)
= (Y2 + 16 Y + 64 + Y2) (2)
= (2Y2 + 16 Y + 64) (2)
Volume = 4Y2 + 32Y + 128
2497,968 = 4Y2 + 32Y + 128
0 = 4 Y2 + 32 Y + (128 – 2497,968).............................................(3)
Dari persamaan diatas dapat digunakan untuk mencari Y dengan memasukkan
nilai a, b dan c dari persamaan 3 dimana a = 4 ; b = 32 ; c = (128 – 2497,968) ke
rumus berikut ini :
Y12 = −b ± √𝑏2− 4𝑎𝑐
2𝑎
Y1 = −b+ √𝑏2− 4𝑎𝑐
2𝑎
= −32 + √322− 4 . 4 (128 – 2497,968 )
2 𝑥 4
= −32 + √1024− 4 . 4.(−2369,968)
8
= −32 + √1024+38919,488
8
= −32 + √ 39943,488
8
= −32 + 199,858
8
= 167,858
8
= 20,98 m
Substitusikan Y1 ke persamaan 2
X = 8 + Y
= 8 + 20,98
= 28,98 m
Kemudian dilanjutkan dengan menguji nilai x dan y yang didapatkan dari
perhitungan diatas :
Volume = (28,98 2 + 20,98 2 ) 0,5 (4)
= (839,84 + 440,16) (2)
= 1280 (2)
= 2560 m3
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan dimensi sump yang harus dibuat
berukuran luas sisi atas 28,98 m x 28,98 m dan luas sisi alas dari sump
berukuran 20,98 m x 20,98 m dengan kedalaman 4 meter mampu menampung
2560 m3
57
Gambar 26. Sketsa Desain Sump Rekomendasi Tampak Samping (sumber :
pengolahan data peneliti)
Lampiran 8. Saluran Terbuka
Rencana Dimensi Saluran
Rencana dimensi saluran yang buat dengan bentuk trapesium. Untuk
dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas penampang
optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding saluran sebesar 600, maka:
m = 1
tan 𝛼
= 1
tan 60
= 1
1,73205 = 0,5774
Sehingga harga b/d dapat dihitung dengan rumus :
b/d = 2{(1 + 𝑚2)0.5 − 𝑚}
b = 2{(1 + 𝑚2)0.5 − 𝑚} d
= 2{(1 + 0,57742)0.5 − 0,5774} d
= 2{(1 + 0,3334 )0.5 − 0,5774} d
= 2{(1,3334)0.5 − 0,5774} d
= 2 (1,1547 – 0,5774) d
= 2 (0,5773) d
= 1,1546 d
Dari persamaan diatas maka A dapat dihitung dengan rumus):
58
A = (b + m.d) . d
= (1,1546 d + 0,5774 d) d
= 1,1546 d2 + 0,5774 d2
= 1,732 d2
Debit air yang masuk kedalam saluran tambang ada 2 yaitu : debit pompa dan
debit limpasan dari saluran tambang. Debit pompa yang didapatkan 75% dari
total debit aliran maksimum pompa yaitu 621 m3/jam atau 0,1725 m3/detik.
Sedangkan untuk debit limpasan saluran tambang dihitung dengan cara
menentukan luas catchment area dan intensitas curah hujan serta koefisien
limpasan, berikut perhitunganya :
Gambar 27. Luas Catchment area saluran (sumber : pengolahan data peneliti)
Debit Limpasan Saluran Tambang
Diketahui : luas catchment area (A) = 9364,50 m2 = 0,0093 km2
intensitas curah hujan (I) =1,677 mm/jam
koefisien limpasan (C) = 0,6
Qlimpasan = C x I x A
= 0,278 x 0,6 x 1,677 m3/jam x 0,0093 m2
= 0,0026 m3/detik = 9,36 m3/jam
Jadi total debit air maksimum saluran tambang adalah
Qtotal = Qpompa + Qlimpasan
= 0,1725 m3/detik + 0,0026 m3/detik
= 0,1751 m3/detik = 630,36 m3/jam
59
Jadi dari perhitungan diatas dapat dikatakan debit yang harus dialirkan pada
saluran tambang adalah 0,1751 m3/detik atau 630,36 m3/jam, Kemiringan dasar
saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengalir
secara alamiah S = 0.25 – 0.5% yang merupakan syarat agar tidak terjadi erosi
yang berlebihan dan pengendapan parikel padatan. Dalam perhitungan
menggunakan kemiringan dasar saluran sebesar 0.5 % dan koefisien kekerasan
dinding saluran manning untuk tanah ditanami adalah 0,025-0,040 sehingga
nilai n nya sebagai berikut :
n = (0,025 + 0,040) / 2
= 0,065 / 2
= 0,03
R = 0,5 d
Q = 1
n∙ A. √S ∙ R
23⁄
630,36 = 1
0,03∙ 1,732 𝑑2. √0,5 ∙ 0,5𝑑
23⁄
630,36 = 1×1.732×0.71×0.5×𝑑
83
0,03
18,91 = 1,732 x 0,71 x 0,5 x 𝑑8
3⁄
18,91 = 0,61486 x 𝑑8
3⁄
𝑑8/3 = 18,91
0,61486
𝑑 = 30,7543/8
=3,61 m
Besar tinggi jagaan (Z) adalah 15% dari 3,5 m sehingga tinggi jagaan saluran
adalah sebagai berikut :
Tinggi jagaan (F) = 15% x 3,5
= 0,53 m
b = 1,1546 x d
= 1,1546 x 3,61
60
= 4,16 m
A = 1,732 x 3,612
= 1,732 x 13,03
= 22,56 m2
B = b + (2.m x d)
= 4.16 + ( 2 . 0,5774 x 3,61)
= 4,16 + (4,16)
= 8,32 m
a = d/ sin 𝛼
= d/ sin 60
= 3,61 / 0,87
= 4,14 m
Maka, dimensi saluran rencana, yaitu:
7. Lebar dasar saluran (b) = 4,16 m
8. Luas penampang basah saluran (A) = 22,56 m2
9. Lebar permukaan saluran (B) = 8,32 m
10. Kedalaman saluran (d) = 3,61 m
11. Kemiringan dinding saluran (α) = 60°
12. Panjang sisi miring saluran terbuka (a) = 4,14 m
Gambar 28. Rencana Dimensi Saluran terhadap Debit Air Pompa
(sumber : pengolahan data peneliti)
61
Lampiran 9. Rencana Dimensi Settling Pond
Debit Air yang Masuk kedalam Settling Pond
Adapun debit air yang masuk kedalam settling pond terdiri dari debit pompa dan
debit air limpasan pada saluran
Debit Pompa. Debit pompa yang digunakan adalah pompa Volvo Penta
DND200 dengan debit yaitu 621 m3/jam
Debit Limpasan Saluran Tambang. debit limpasan tambang dilihat dari
parameter catchment area dan intensitas curah hujan, debit air limpasan pada
saluran tambang adalah 0,0026 m3/detik atau 9,36 m3/jam, untuk debit air
limpasan saluran dalam satu hari hujan dapat ditentukan dengan cara
mengkalikan debit limpasan air dengan waktu hujan rata-rata perhari yaitu 3,32
jam/hari sehingga debit limpasan perhari adalah 31,07 m3/hari
Sehingga debit yang masuk kedalam settling pond adalah:
Qtotal = Qpompa + Qlimpasan
= 0,1725 m3/detik + 0,0026 m3/detik
= 0,1751 m3/detik = 630,36 m3/jam
Persentasi Solid yang Masuk kedalam Settling Pond
Pada penelitian ini dikarenakan belum adanya settling pond kadar solid
ditentukan dengan cara pengambilan sampel di sump menggunakan botol air
mineral 600 cc sebanyak 5 sampel. Dari 5 sampel tersebut dihitung diameter
botol, tebal solid dan tebal larutan (air), kemudian untuk volume solid dan larutan
dihitung menggunakan rumus volume botol yaitu 𝜋r2t.
Gambar 29. Pengambilan Sampel Solid di Sump
(sumber : pengolahan data peneliti)
62
Gambar 30. Pengamatan Hasil Pengendapan Solid
(Sumber : Pengolahan data peneliti)
Tabel 15. Persentase solid
no
diameter
botol (cm)
jari-
jari botol
(cm)
tebal
solid (cm)
tebal
larutan (cm)
volume
larutan (air) (cc)
volum
e solid (cc)
persen solid (%)
1 6 3 0,2 14 395,64 5,65 1,42857
2 6 3 0,25 13,5 381,51 7,07 1,85185
3 6 3 0,3 14 395,64 8,48 2,14286
4 6 3 0,2 13,5 381,51 5,65 1,48148
5 6 3 0,3 13,5 381,51 8,48 2,22222
rata-
rata
6 3 0,25 13,7 387,16
2 7,065
1,825396825
(Sumber : Pengolahan data peneliti)
Berikut perhitungan persentasi solid :
Diketahui : jari-jari botol = 3 cm
tebal solid = 0,25 cm
tebal larutan = 13,7 cm
Vlarutan = 𝜋r2t
= 3,14 x 32 x 13,7
= 387,16 cm3 = 387,16 cc
Vsolid = 𝜋r2t
= 3,14 x 32 x 0,25
= 7,06 cm3 = 7,06 cc
63
% solid =𝑉𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑
𝑉𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 x 100%
= 7,06
387,16 x 100%
= 1,82 %
Settling Pond dibuat pada ujung saluran tambang. Settling Pond ini befungsi
sebagai tempat mengendapkan lumpur yang terdapat pada air sebelum air
tersebut dibuang ke sungai. Pada PT Bara Batin Pratama peneliti merencanakan
terdapat 4 kolam settling pond dengan dimensi tiap kolamnya sesuai terhadap
besarnya volume yang masuk dari saluran tambang. Kadar lumpur yang terdapat
pada air yang dipompakan dan dialirkan oleh saluran tambang ke settling pond
adalah 1,82 %, pada penelitian ini peneliti menyarankan bahwa kinerja pompa
pada PT Bara Batin Pratama yaitu 8 jam/hari. sehingga jumlah lumpur yang
terendapkan jika pompa dihidupkan maksimal 8 jam/hari:
Debit air selama jam kerja pompa 8 jam/hari
Q = Qpompa x 8 jam
= 621 m3/jam x 8 jam
= 4968 m3/hari
Debit total air yang masuk kedalam settling pond
Qtotal = Qpompa + Qsaluran
= 4968 m3/hari + 31,07 m3/hari
= 4999,07 m3/hari
Debit air dan solid
Qsolid = 1,82 % x Qtotal
= 1,82
100 x 4999,07 m3/hari
= 0,0182 x 4999,07 m3/hari = 90,98 m3/hari
Qair = (100% - 1,82%) x Qtotal
= 98,18% x 4999,07 m3/hari
= 98,18
100 x 4999,07 m3/hari
= 0,9818 x 4999,07 m3/hari
= 4908,08 m3/hari
64
Debit total air yang masuk kedalam settling pond dengan kapasitas pompa
621 m3/jam dan waktu operasi pompa selama 8 jam serta ditambah dengan debit
air limpasan yang masuk kedalam saluran maka debit air yang masuk kedalam
settling pond adalah 4999,07m3/hari, settling pond dirancang menjadi 4 kolam
sehingga debit air yang masuk dibagi 4 maka debit air yang masuk ke dalam 1
settling pond adalah 1249,76 m3/hari. Sehingga untuk mendapatkan dimensi
settling pond dengan bentuk trapesium dengan kedalaman 3 m dan dengan sudut
trapesiumnya adalah 45° maka dapat digunakan persamaan matematika berikut
ini dengan kedalaman :
Luas atas = X2 m
Luas bawah = Y2 m
Tinggi = Z m
Volume total dari settling pond dapat dihitung dengan rumus:
Volume = (X2 + Y2 ) 0,5 Z.....................................................................(1)
X = 2W + Y
Tan 45° = Z/W
1 = 3/W
W = 3 meter
Maka X = 2W + Y
X = 2(3) + Y
X = 6 + Y..............................................................................(2)
Substitusikan nilai X pada persamaan 2 ke persamaan 1
Volume = (X2 + Y2 ) 0,5 Z
= ((6+Y)2 + Y2 ) 0,5 (3)
= (Y2 + 12 Y + 36 + Y2) (1,5)
= (2Y2 + 12 Y + 36) (1,5)
Volume = 3 Y2 + 18 Y + 54
1249,76 = 3 Y2 + 18 Y + 54
0 = 3 Y2 + 18Y + (54 – 1249,76)..............................................(3)
65
Dari persamaan diatas dapat digunakan untuk mencari Y dengan memasukkan
nilai a, b dan c dari persamaan 3 dimana a = 3 ; b = 18 ; c = (54-1249,76) ke
rumus berikut ini :
Y12 = −b ± √𝑏2− 4𝑎𝑐
2𝑎
Y1 = −b+ √𝑏2− 4𝑎𝑐
2𝑎
= −18 + √182− 4 . 3 .(54− 1249,76 )
2 .3
= −18 + √182− 4 . 3 .(−1195,76)
6
= −18 + √182+14349,12
6
= −18 + √324+14349,12
6
= −18 + √14673,12
6
= −18+121,13
6
= 103,13
6
= 17,19 m
Substitusikan Y1 ke persamaan 2
X = 6 + Y
= 6 + 17,19
= 23,19 m
Kemudian dilanjutkan dengan menguji nilai x dan y yang didapatkan dari
perhitungan diatas :
Volume = (23,182 + 17,182) 0,5 (3)
= (537,31+295,15) (1,5)
= 832,46 (1,5)
= 1249,90 m3
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan dimensi settling pond yang harus
dibuat berukuran sisi atas 23,18 m x 23,18 m dan sisi alas dari sump berukuran
17,18 m x 17,18 m dengan kedalaman 3 meter mampu menampung air sebanyak
1249,90 m3 untuk 1 kolam settling pond.
Sehingga dari volume yang mampu ditampung oleh settling pond baru
maka dapat dihitung waktu perawatan settling pond dengan rumus berikut ini :
Waktu pengerukan = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑡𝑡𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑛𝑑
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑑𝑖𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛
= 4 𝑥 1249,90 m3
90,98 m3/hari
= 4999,6 m3
90,98 m3/hari
66
= 54,95 hari = 55 hari
Jadi setiap 55 hari sekali settling pond harus dikeruk untuk membuang lumpur
yang telah mengendap di dalam settling pond.
Top Related