ETIKA PELAJAR TERHADAP GURU MENURUT KH.
HASYIM ASY’ARI DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DI ERA GLOBAL
SKRIPSI
RACHMAH SRI RAHAYU
NIM. 201172377
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2021
ii
ETIKA PELAJAR TERHADAP GURU MENURUT KH.
HASYIM ASY’ARI DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DI ERA GLOBAL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
RACHMAH SRI RAHAYU
NIM. 201172377
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2021
iii
iv
v
vi
vii
PERSEMBAHAN
بســــــــــــــــــم الله الرحمن الرحيم
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Alhamdulillah dengan rasa syukur yang mendalam, dengan telah selesainya
skripsi ini Penulis persembahkan kepada:
Ayahanda Agustian Kahar dan ibunda Khamsatun serta Adik tersayang
Rachmat Andika Putra terima kasih atas cinta, kasih sayang, nasihat, doa-doa,
kerja keras dan perjuangannya. Semoga Allah beri kesehatan, rezeki yang
halal dan kebahagiaan dunia-akhirat, serta Allah limpahkan rahmat-Nya.
Alm. KH. Hasyim Asy‟ari selaku tokoh yang diambil pemikirannya terhadap
kajian dalam penelitian penulis, semoga Allah ampunkan dosa beliau,
diberikan tempat yang layak oleh Allah Swt, dilapangkan kuburnya dan
dijauhkan segala keluarga dan kerabat dekat beliau dari segala marabahaya.
dan
Almamaterku,
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
viii
MOTTO
أعصى لك أمرا ء ٱللو صابرا ول إن شا قال ستجدن
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (Surat Al-Kahfi
Ayat 69)
“Didik dan bimbinglah pemuda-pemuda kita, karena mereka pewaris masa depan kita…” (KH. Hasyim Asy’ari)
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, TuhanYang Maha kuasa
atas segala alam semesta baik yang di bumi maupun yang di langit, yang
memberikan ilmu pengetahuan hanya kepada yang Ia kehendaki, atas ridho-Nya
hingga skripsi ini dapat dirampungkan. Sholawat dan salam atas Nabi Saw yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang terang benderang kepada kita, hingga
dapat dirasakan hingga saat ini. Allahummasholli‟alasayyidinamuhammad wa‟ala
alisayyidinamuhammad.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penyelesaian skripsi ini banyak melibatkan pihak yang telah memberikan motivasi
baik moril maupun materil, untuk itu melalui kolom ini Penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi, MA., Ph.D, selaku Rektor UIN Sultan Thaha
Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Hj. Fadlilah M.Pd, selaku Dekan, ibu Dr. Risnita, M.Pd selaku Wakil
Dekan I, bapak Dr. Najmul Hayat, M.Pd selaku Wakil Dekan II serta Dr.
Yusria, M.Ag selaku Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Mukhlis, S.Ag,. M.Pd dan Habib Muhammad, S.Ag., M.Pd selaku
Kaprodi dan Sekprodi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Thaha
Saifuddin Jambi.
4. Bapak Drs. H. Kasful Anwar, M.Ag selaku dosen Pembimbing I dan Ibu Ely
Surayya, S.Ag, M.Pd sebagai Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
x
xi
ABSTRAK
Nama : Rachmah Sri Rahayu
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : Etika Pelajar terhadap Guru Menurut KH. Hasyim Asy‟ari dan
Implementasinya dalam Pendidikan Islam di Era Global
Penelitian ini membahas tentang etika pelajar terhadap guru menurut KH. Hasyim
Asy‟ari dan implementasinya dalam pendidikan Islam di era global. Mengingat
banyaknya kejadian-kejadian yang berkaitan dengan rendahnya etika pelajar
terhadap guru seperti kasus berkata kasar kepada guru. menganiaya hingga
membunuh sang guru, hal-hal seperti ini yang menyebabkan penulis tertarik
mengkaji tentang etika pelajar terhadap guru terkhususnya pemikiran dari KH.
Hasyim Asy‟ari. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui etika pelajar
terhadap guru menurut KH. Hasyim Asy‟ari dan implementasinya dalam
pendidikan Islam di era Global. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi
kepustakaan (library research). Sumber data primer yaitu Etika Pendidikan Islam:
Petuah KH. Hasyim Asy‟ari Untuk Para Guru (Kyai) Dan Murid (Santri): terj.
Mohammad Kholil. Hasil penelitian ini adalah dalam kitab Adabul „Alim wal
Muta‟alim terkait etika pelajar terhadap guru, ada duabelas etika pelajar yang
sepantasnya dilakukan siswa kepada guru. Selain itu, dalam penelitian ini juga
dijelaskan bagaimana implementasi karya KH. Hasyim Asy‟ari (etika pelajar
terhadap guru) dalam pendidikan Islam di era global, bisa melalui peran dari
pemerintah (menambah pelajaran tentang etika dalam materi pelajaran), dari
sekolah, dari guru dan siswa/santri itu sendiri.
Kata Kunci: Etika pelajar terhadap Guru, K.H. Hasyim Asy‟ari, Pendidikan Islam
di era Global
xii
ABSTRACT
Name : Rachmah Sri Rahayu
Study Program/Departement : Islamic Education
Title : Student Ethics to Teachers by KH. Hasyim Asy'ari
and Its Implementation in Islamic Education in the
Global Era
The objective of this study is to discuss “Students Ethics to Teachers by KH.
Hasyim Asy'ari and its Implementation in Islamic Education in the Global Era”. It
was given many incidents related to the ethics of students, such as: mistreating
that make the teachers passed away, things like that cause the author to be
interested in studying the ethics of students towards teachers, especially the
thoughts of KH. Hasyim Asy'ari. The purpose of this study was to know about
“Students Ethics to Teachers by KH. Hasyim Asy'ari and its Implementation in
Islamic Education in the Global Era”. The design of this research was qualitative
research. This study used a type of library research. The data was collected by
primary data from “Etika Pendidikan Islam: Petuah KH. Hasyim Asy‟ari Untuk
Para Guru (Kyai) Dan Murid (Santri): trans. Mohammad Kholil.” There were
twelve ethics thas should be done by the students to the teachers. In addition, this
study also explains how the implementation of KH.Hasyim Asy'ari's thoughts
(student ethics against teachers) in Islamic education in the global era, can be
through the role of the government (adding lessons about ethics in subject matter),
from schools, from teachers and the students.
Keywords: Students ethics to teachers, K.H. Hasyim Asy'ari, Islamic Education in
the Global Era
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... ii
NOTADINAS ....................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
MOTTO .............................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
ABSRACT ............................................................................................................. xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretik
1. Kajian tentang Etika Pelajar
a. Etika ..................................................................................... 10
1) Pengertian Etika ............................................................ 10
2) Teori-teori Etika............................................................ 11
b. Pelajar
1) Pengertian Pelajar ......................................................... 14
2) Tugas dan Kewajiban Pelajar ....................................... 15
3) Etika Pelajar .................................................................. 18
2. Kajian tentang Pendidik/Guru
a. Pengertian Guru ................................................................... 27
b. Syarat-syarat Guru ............................................................... 28
c. Hak dan Kewajiban Guru .................................................... 30
d. Kompetensi Guru ................................................................. 32
3. Kajian tentang Pendidikan Islam di Era Global
a. Pengertian Pendidikan Islam ............................................... 34
b. Pengertian Globalisasi ......................................................... 35
c. Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi .................. 36
d. Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Globalisasi ............ 38
B. Studi Relevan ..................................................................................... 39
xiv
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian .................................................. 41
B. Setting dan Subjek Penelitian .......................................................... 41
C. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 42
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 44
E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 44
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ............................................. 45
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum ............................................................................... 46
1. Latar Belakang Keluarga KH. Hasyim Asy‟ari ......................... 46
2. Riwayat Pendidikan KH. Hasyim Asyari .................................. 47
3. Kiprah dan Perjuangan KH. Hasyim Asyari pada Bidang
Pendidikan ................................................................................. 49
4. Kebiasaan KH. Hasyim Asyari Terhadap Gurunya................... 54
5. Karya-karya KH. Hasyim Asy'ari .............................................. 58
6. Adabul Al-„alim wal muta‟alim ................................................. 59
B. Temuan Khusus dan Pembahasan ................................................... 69
1. Analisis Pemikiran Etika Pelajar Terhadap Guru Menurut KH.
Hasyim Asy‟ari ........................................................................... 71
2. Cara Mengimplementasikan pemikiran Etika Pelajar Terhadap
Guru Menurut KH. Hasyim Asy‟ari dalam Pendidikan Islam di
Era Global ................................................................................... 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 89
B. Saran ................................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Data Primer
Gambar 1.1 : Etika Pendidikan Islam: Petuah KH. Hasyim Asy‟ari Untuk
Para Guru (Kyai) Dan Murid (Santri) karya KH. M. Hasyim
Asy‟ari
Data Sekunder
Gambar 2.1 : Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar terjemahan
Adabul „Alim wal Muta‟allim karya Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy‟ari
Gambar 2.2 : Kode Etik Guru Menurut Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim
Asy‟ari dan Relevansinya dalam Konteks Pendidikan Sekarang
karya Muhammad Kholil
Gambar 2.3 : KH. Hasyim Asy‟ari Sehimpun Cerita, Cinta dan Karya Maha
Guru Ulama Nusantara karya Abdul Hadi
Gambar 2.4 : 99 Kiai Kharismatik Indonesia, Riwayat, Perjuangan, Doa
dan Hizib karya KH. Abdul Aziz Masyhuri
Gambar 2.5 : Aktualisasi Pemikiran dan Kejuangan Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy‟ari karya Tim Pusat Kajian Pemikiran Hasyim
Asy‟ari
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan umumnya bertujuan agar pelajar mendapatkan ilmu yang
diberikan guru kepada mereka. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan,
sikap atau keterampilan dari pelajar. Ilmu pengetahuan dapat membantu
meningkatkan intelektual dan keterampilan mereka, sedangkan hasil
pendidikan dari segi sikap dapat mengubah mereka menjadi manusia yang
berakhlak mulia sesuai atas norma dan adat istiadat yang sedang berlaku.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3, “tujuan pendidikan nasional yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Anonim).
Mendapatkan pengajaran serta pendidikan akan membuat pelajar
memiliki karakteristik yang membedakannya dengan orang yang tidak
mendapat pendidikan. Bisa dilihat dari bahasa dan volume suara yang
digunakan saat berbicara, dari pola pikir dan dari perilaku yang mereka
tunjukan. Pola pikir yang mereka gunakan akan mempengaruhi tindakan dan
sikap yang akan mereka lakukan. Orang yang mendapat pendidikan jika
melakukan sesuatu, mereka akan memikirkan kembali tindakan dan respon
apa yang akan mereka dapatkan. Berbeda dengan orang yang tidak mendapat
pendidikan, mereka akan mudah bertindak tanpa memikirkan respon yang
akan mereka dapatkan nanti. Contohnya pada situasi yang sama, yaitu ketika
menangkap seorang pencuri. Misalnya A seorang yang mendapat pendidikan,
maka A akan berusaha melerai dan menenangkan warga yang emosi karena A
akan memikirkan dampak yang diterima pengeroyok (seperti di tahan dalam
penjara karena kasus kekerasan dan lain sebagainya) atau A juga akan
memikirkan nasib si pencuri (mungkin si pencuri melakukan kejahatannya
untuk memberi makan anaknya yang kelaparan dan alasan mendesak
lainnya yang membuat dia harus mencuri). Akan beda halnya, misalkan B,
orang yang tidak mendapat pendidikan, dia hanya akan mengikuti emosinya
dan menghakimi sang pencuri tanpa sadar dampak yang akan dia terima
nanti. Dari contoh yang dijelaskan tersebut, dapat kita bedakan orang yang
mengenyam pendidikan dengan yang tidak bisa dilihat berdasarkan pola pikir
dan respon dari tindakan mereka. Pada proses pemecahan masalah dan
memutuskan suatu hal, orang yang tidak berpendidikan akan berfikir pendek,
mengambil keputusan secara ceroboh dan melakukan sesuatu seenaknya saja.
Berbeda halnya dengan orang yang berpendidikan akan menyelesaikan
masalah setelah berpikir panjang, berhati-hati dan bersikap sesuai dengan
norma yang berlaku.
Orang yang berpendidikan akan berupaya untuk menunjukkan sikap
hormatnya kepada orang lain, baik kepada yang lebih muda (tidak
merendahkan), kepada temannya apalagi kepada yang lebih tua darinya.
Sikap hormat bisa berdasarkan tata bahasa (tata bicara) dan sikap (respon)
kepada orang lain. Hal itulah salah satu tujuan pendidikan, yaitu agar dapat
menjadikan manusia yang berakhlak mulia dan bertata krama.
Pendidikan terdiri atas beberapa unsur diantaranya guru (pendidik),
siswa (peserta didik), kurikulum, materi pendidikan dan beberapa unsur-unsur
pendukung lainnya. Untuk membentuk insan manusia yang berakhlak mulia
dan bertata krama, maka dibutuhkan seseorang yang ahli dalam bidangnya,
yaitu guru.
Guru merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pendidikan dan
tugasnya adalah untuk mendidik dan membimbing anak didik. Guru
diharapkan sebagai tempat mendapatkan informasi dan memberikan motivasi
kepada pelajar agar mereka mampu mengembangkan bakat dan minat yang
terpendam dalam diri mereka. Meski hanya dilingkungan sekolah saja, peran
guru sangat memiliki pengaruh dalam kehidupan anak didik, sehingga guru
harus mampu memberikan teladan yang elok kepada anak didiknya. Dengan
adanya guru, maka akan terciptanya dokter, astronot, ilmuan, insinyur,
profesor dan manusia-manusia hebat lainnya. Guru mengabdikan dirinya
3
dalam dunia pendidikan ini bertujuan untuk dapat mencerdaskan kehidupan
anak-anak bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu tujuan Bangsa
Indonesia.
Guru merupakan orangtua di lingkup sekolah. Sudah semestinya
sebagai pelajar, kita harus mengikuti perintah yang guru berikan selama tidak
berlawanan dengan ajaran agama yang telah ditetapkan. Oleh karenanya, kita
harus menghormati dan menyayangi mereka seperti kedua orangtua kita di
rumah.
Terkadang pada zaman sekarang sangat berbeda etika murid
terdahap gurunya. Dahulu untuk memandang guru saja murid tidak berani
menatap kedua mata mereka, apalagi untuk berkata kasar dan memukul guru.
Namun, kenyataannya sangat berbeda dengan zaman sekarang. Contohnya,
makan diam-diam dikelas saat guru menerangkan, mendengarkan musik di
dalam jilbab bagi yang perempuan, bermain games, berbicara santai dengan
guru bahkan berkata kasar dan memukul gurunya sendiri. Penyebab
terjadinya hal-hal tersebut dalam dunia pendidikan, dimungkinkan karena
pendidikan hanya memperhatikan tentang ilmu pengetahuan saja tanpa
membentuk atau memperbaiki masalah sikap, etika dan moral peserta
didiknya.
Selain guru, komponen pendidikan yang lain yaitu pelajar. Pelajar
merupakan orang yang akan menerima ilmu. Tanpa adanya pelajar, proses
pendidikan tidak akan berjalan dengan semestinya. Pelajar tidak bisa belajar
hanya bersumber dari buku atau bahan pembelajaran saja, karena
dikhawatirkan akan salah mengartikan dan terjerumus dalam ajaran yang
salah. Oleh sebabnya, pelajar sangat membutuhkan guru dalam proses
pembelajaran. Dalam Alquran Surah Al-Isra‟ ayat 36, Allah berfirman:
ل د ك ؤا ف ل ر وا ص ب ل ع وا م ن الس إ م ل و ع ك ب س ل ي ا ل ف م ق ول ت
ول ئ س و م ن ان ع ك ك ئ ول أ
4
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Anonim, 2002, hlm.
389).
Imam Syafi‟i mengatakan:
من ت فقو من بطون الكتب ضيع الحكام
“Barang siapa mempelajari ilmu pengetahuan yang hanya melalui buku, maka
ia telah menyia-nyiakan hukum.” (KH. Hasyim Asy‟ari, 2007, hlm. 28).
Agar pelajar dapat menerima kesempurnaan ilmu dan manfaat dari
ilmu yang mereka punya, mereka dapat mematuhi perintah dari guru,
memuliakan, menghargai, bertutur kata yang santun serta meyakini derajat
kesempurnaan yang dimiliki oleh gurunya (KH. Hasyim Asy‟ari, 2020, hlm.
25). Diterangkan, jika seseorang ingin memiliki kesuksesan dalam ilmunya
dan mendapatkan manfaat dari ilmu tersebut maka dia harus menaati dan
tidak boleh mengucilkan pendapat guru, selain itu dia juga harus yakin atas
kesempurnaan ilmu gurunya.
Kunci keberhasilan pelajar salah satunya adalah rasa hormat kepada
guru. Dengan rasa hormat kepada guru maka pelajar akan dapat menggapai
ilmu yang dicari dan sebaliknya jika tidak memiliki rasa hormat kepada sang
guru maka akan gagal lah pelajar itu ketika menimba ilmu. Menghormati
guru merupakan integral dari menghargai ilmu pengetahuan.
Mengingat pelajar merupakan unsur pendukung serta unsur utama
dalam proses pembelajaran di dunia pendidikan. Oleh karena itu, pelajar
mestinya memperhatikan akhlak mereka. Pelajar tidak sekedar mengetahui
akhlak yang baik namun juga harus mempelajarinya serta
mempraktekkannya. Individu yang mempunyai etika baik akan dianggap baik
oleh orang sekitarnya, sebaliknya jika mempunyai etika buruk maka
masyarakat sekitar akan memandang buruk terhadap dirinya. Pelajar tidak
berwawasan luas dan menguasai ilmu saja, tetapi mereka juga harus memiliki
etika baik agar dapat menyeimbangkan antara ilmu yang didapat dengan
sikap yang dimiliki. Oleh karenanya, sebagai seorang pelajar, harus dan wajib
5
baginya memperhatikan sikapnya kepada orangtua, guru, teman, dan orang
sekitarnya. Inilah cara agar pelajar tidak hanya mampu dalam bidang
pendidikan dan ilmu saja tetapi juga mempunyai akhlakul karimah.
Kekerasan yang dilakukan anak didik kepada guru sungguh nyata
adanya. Seperti yang termuat dalam berita:
Mulai senin pagi (2/3/2020) saat berlangsung ujian. Ketika itu, YM
masuk ke dalam kelas dan bertanya terkait daftar hadir siswa. Ada
yang belum ditandatangani. Akan tetapi, satu pun siswa tidak ada
yang menjawab. Kemudian guru bertanya hingga ketiga kalinya,
dan dijawab oleh salah satu siswa. Siswa tersebut menyebutkan
nama siswa yang terlambat. Siswa satu siswa itu adalah CYT,
pelaku. YM langsung memperingatkan para siswa untuk mengisi
daftar hadir. Karena merasa tersinggung, para pelajar tersebut
langsung menyerang YM hingga korban terjatuh. 3 pelajar tersebut
juga menginjak kepala korban dan melontarkan kursi serta batu.
Karena penganiayaan itu, korban menderita luka, bengkak dan
cidera di beberapa bagian tubuh.
(Kompas.com. 5 Maret 2020. Kronologi 3 Pelajar SMA di Kupang
Aniaya Guru hingga Babak Belur).
Guru SMP Darrusalam, Kecamatan Pontianak Timur, Nuzul
Kurniawati menjadi korban penganiayaan siswanya yang berinisial
NF, pada Rabu (7/3/2018) sekitar jam 10 pagi. Kejadian ini terjadi
saat proses belajar sedang berjalan. Materi yang diajarkan tentang
Sejarah Kebudayaan Islam. NF (pelaku) sibuk bermain handphone.
Kemudian Nuzul menegur NF yang masih asyik bermain
handphone. Akhirnya Nuzul mengambil handphone dari tangan
pelaku. Karena tidak terima, pelaku memukul Nuzul dengan kursi
plastik hingga Nuzul sempoyongan. Ponsel yang dipegang oleh
Nuzul diambil pelaku dan dilemparkannya kepada Nuzul serta
memukul lehernya. Akibat kecelakaan tersebut, Nuzul (korban)
dirawat di rumah sakit dan masih menjalani perawatan.
(Kompas.com. 8 Maret 2018. Ditegur karena Main Ponsel di
Kelas, Murid Hajar Guru dengan Kursi).
Peristiwa ini terjadi di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Madura,
Kamis (1/2). Budi (korban) sedang mengajar seni rupa sekitar jam
1 siang. Selama proses belajar, MH sibuk mengganggu teman-
temannya dengan merusak lukisan temannya. Kemudian Budi
menegur MH, namun tidak dihiraukan. MH semakin menjadi-jadi.
Akhirnya Budi menegur MH dengan mencoret sedikit bagian pipi
MH dengan cat. Karena tidak terima, MH memukuli Budi. Guru
dan para siswa yang lain berusaha melerai. Kabar buruk diterima
kepala sekolah, bahwa Budi langsung tidur sesampainya dirumah,
6
karena mengeluh sakit dibagian lehernya. Beberapa waktu
kemudian, korban merasa kesakitan dan koma, lalu di pindahkan ke
rumah sakit umum dr Seotomo, Surabaya. Berdasarkan penjelasan
dari para guru yang berada di RSU dr Soetomo, Surabaya, bahwa
korban dalam kondisi kritis dan dokter mendiagnosanya mengalami
mati batang otak serta tidak berfungsinya semua organ. "Sekitar
pukul 21.40 WIB, informasi dari Kadisdik Sampang menyebutkan
korban sudah meninggal dunia di RSU dr Soetomo,"
(detikNews. 2 Februari 2018. Cerita Siswa Aniaya Guru di
Sampang Hingga Meninggal Dunia)
Dari kasus-kasus yang dipaparkan menunjukkan bahwa etika
generasi muda terkhususnya para pelajar sangat rendah. Sikap tersebut
merupakan akhlak tercela dan tidak patut untuk ditiru, bahkan sikap
pelajar yang diluar batas itu menyebabkan gurunya meninggal dunia.
Sudah sepantasnya sebagai pelajar kita wajib menghormati dan
menjunjung tinggi martabat guru kita, karena keberkahaan ilmu yang kita
dapat adalah do‟a dan usaha yang dilakukan guru untuk kita. Apa jadinya
jika kejadian tersebut terus terulang dan menimbulkan banyak korban,
terlebih korban itu adalah orang yang membimbing dan mendidik serta
mentransfer ilmunya, sungguh tak patut sikap pelajar seperti itu kepada
guru.
Selain itu, penyebab banyaknya kasus tersebut adalah kurangnya
pengetahuan pelajar tentang etika yang harus dimilikinya. Oleh karenanya,
para pelajar membutuhkan pengetahuan etika baik dari guru maupun
melalui mempelajari buku atau kitab yang membahas tentang etika. Buku
yang membahas tentang akhlak atau etika siswa yaitu Adabul Alim Wal
Muta‟alim oleh penulis KH. Hasyim Asy‟ari yang bisa dijadikan rujukan
bagi para guru dan pelajar dalam pembelajaran. Meski kitab aslinya
menggunakan bahasa Arab, sekarang kitab itu sudah banyak
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Pada kitab tersebut terdapat 8 bab
pembahasan, diantaranya: Fadhilah Ilmu, Ahli Ilmu (Ulama), fadhilah
mengajarkan dan mempelajari ilmu, etika pelajar, etika pelajar terhadap
guru, etika belajar bagi pelajar, etika bagi ulama/ guru, etika mengajar bagi
ulama/ guru, etika guru terhadap pelajar dan etika terhadap kitab (buku).
7
Peneliti mengangkat ide dari KH. Hasyim Asy‟ari sebagai literatur
yang dijadikan acuan bagi guru dan pelajar. Karya beliau salah satunya
yang terkenal adalah kitab Adabul Alim Wal Muta‟alim. Kitab ini
dijadikan kesadaran tentang pentingnya sumber yang membahas etika
mencari ilmu. Menimba ilmu adalah tindakan religious yang mulia, jadi
ketika seseorang benar-benar menimbanya, mereka juga wajib untuk
menunjukkan sikap mulia.
Sumber dalam Adabul Alim Wal Muta‟alim ini diyakini peneliti
bahwa mempraktikkan isinya sangat pentingnya dan akan menambah
persepsi tentang etika dalam pendidikan, terkhusus etika terhadap guru.
Sehingga tidak akan ada lagi masalah yang gaduh dibicarakan seperti
pertengkaran, bullying, kurangnya bijaksana dan hal-hal lainnya yang
membuat cemas. Diantara banyak cerita tentang rendahnya etika pelajar
saat ini, apalagi efek dari negatifnya globalisasi mau tak mau harus
dihadapi oleh agama yang mendidik kepada keadilan, perdamaian dan
kejahteraan hidup manusia. Kita paham bahwa persoalan pendidikan Islam
secara internal itu terdapat pada masalah globalisasi yang muncul
diantaranya nilai-nilai agama yang kabur dan bergeser, kemerosotan
moral, pergaulan remaja yang cenderung bebas, penyalahgunaan obat
terlarang, minum-minuman yang memabukkan dan penyakit sosial
lainnya.
Dari uraian di atas, karena kurangnya pengetahuan pelajar tentang
etika terhadap guru dan juga bagaimana penerapannya pada pendidikan
Islam di masa global membuat peneliti ingin meneliti etika pelajar
terhadap guru dan penerapannya di era global saat ini. Oleh karena itu,
peneliti mengambil judul “Etika Pelajar Terhadap Guru Menurut KH.
Hasyim Asy‟ari dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam di Era
Global”.
8
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, maka penelitian ini
akan dibatasi. Adapun fokus penelitiannya adalah terkait etika pelajar kepada
guru, yang terkhusus pada pemikiran dan ide dari KH. Hasyim Asy‟ari dan
bagaimana nantinya cara mengimplementasikannya dalam pendidikan Islam
di era global.
C. Rumusan Masalah
Melihat dari permasalahan diatas, maka yang akan menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana etika pelajar terhadap guru menurut KH. Hasyim Asy‟ari?
2. Bagaimana cara mengimplementasikan etika pelajar terhadap guru
menurut KH. Hasyim Asy‟ari dalam pendidikan Islam di era global?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui bagaimana seharusnya etika pelajar terhadap guru
menurut KH. Hasyim Asy‟ari
b. Ingin mengetahui bagaimana cara mengimplementasikan etika pelajar
terhadap guru menurut KH. Hasyim Asy‟ari dalam pendidikan Islam
di era global
2. Kegunaan Penelitian
a. Segi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
pemikiran pendidikan Islam mengenai etika pelajar terhadap guru
menurut KH. Hasyim Asy‟ari dan juga implementasinya dalam
pendidikan Islam di era global.
9
b. Segi Praktis
1) Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi dalam
membangun, meningkatkan dan mengubah etika pelajar terhadap
guru menuju arah yang lebih baik.
2) Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
dan wawasan bagi sekolah terkhususnya guru dalam
membangun, meningkatkan dan mengubah etika pelajar di
lingkungan sekolah.
3) Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu siswa dalam
membangun, meningkatkan dan mengubah etika terhadap guru
mereka yang selama ini menyimpang baik dalam lingkungan
sekolah maupun diluar sekolah.
4) Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
wawasan, serta pengalaman bagi peneliti sendiri dan dapat
menjadi bahan pembelajaran untuk siswa-siswa kelak.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kajian tentang Etika Pelajar
a. Etika
1) Pengertian Etika
Etika secara etimologi berasal dari kata „ethos‟. „Ethos‟
merupakan bahasa yang berasal dari Yunani, yang berarti
kebiasaan atau adat. Etika memiliki beberapa istilah lain seperti
moral. Moral berasal dari kata „mores‟ kata jamak dari „mus‟ yang
artinya sama dengan etika, yaitu adat kebiasaan (Ade Imelda
Frimayanti, 2017, hlm. 230-231).
Istilah lain yang bisa disamakan dengan etika yaitu
„Susila‟ yang merupakan Bahasa Sangsekerta, „Su‟ yang berarti
lebih baik dan „Sila‟ yang berarti aturan hidup. Jika digabungkan
maka arti Susila yaitu aturan hidup untuk menjadi yang lebih baik.
Jika dalam Bahasa Arab disebut „Akhlak‟ yang berarti moral dan
etika artinya ilmu akhlak (Madiantius Tanyid, 2014, hlm. 237).
Etika menurut Imam Al-Ghazali ialah tentang 2 pokok
yang harus ada, yaitu perbuatan yang bersifat tetap dan continue
serta perbuatan yang bersifat spontan. Imam Al-Ghazali
mengatakan bahwa pokok-pokok dari etika itu ada empat,
diantaranya 1) Hikmah (keutamaan jiwa dalam mengendalikan
amarah dan nafsu), 2) Syaja‟ah (keberanian dalam melakukan atau
menahan tindakan), 3) „Iffah (keutamaan nafsu yang dapat tunduk
pada hati yaitu antara dua sifat yaitu tenang atau rakus) dan 4) Adli
(keadaan jiwa yang dapat dikendalikan oleh nafsu dan amarah atas
perintah akal dan syari‟at) (Ahmad Ulin Niam dan Nasrudin Zen,
2017, hlm. 101-102).
“Etika menurut Magnis Suseno (1987) merupakan
bentuk usaha manusia untuk memakai akal budi dan
daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia
harus hidup kalau ia mau menjadi baik” (Mutaqin Al-
Zamzami, 2018, hlm. 223).
Pada umumnya etika disamakan dengan moral. Padahal
etika dan moral memiliki pengertian yang berbeda meskipun sama-
sama berhubungan dengan tindakan baik-buruknya manusia.
Singkatnya, etika adalah teori dari tindakan baik dan buruk
sedangkan moral (akhlak) adalah implementasinya dalam
kehidupan (praktek) (M. Amin Abdullah, 2020, hlm. 7).
Etika dan akhlak dari segi pengertian dan makna tidak
memiliki banyak perbedaan. Etika ialah pengetahuan yang
berkaitan dengan perbuatan manusia baik atau buruk. Sedangkan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memikirkan dosa
dan pahala sesuai dalam Alquran dan Sunnah. Jadi, etika itu adalah
sebagian dari akhlak, karena akhlak dapat menentukan mana
perkara yang benar dan perkara yang salah dan diantara keduanya,
etika dan akhlak, saling meling melengkapi (Abdul Muqsith
Ahmad dkk, 2017, hlm. 36).
Pada jabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa etika dan
moral artinya adat kebiasaan. Moral adalah akhlak, sedangkan
etika adalah ilmu akhlak. Etika (ilmu akhlak) adalah teori terkait
baik buruknya perbuatan manusia dan merupakan perbuatan yang
spontan. Sedangkan moral (akhlak) adalah praktek yang
menuntukan benar-salahnya suatu perkara.
2) Teori-teori Etika
Mungkin bagi beberapa orang masih bingung dengan
etika. Apakah ada standar dari etika yang baik itu? atau apa
dasarnya kita dapat mengadili orang lain bahwa etikanya salah atau
menyimpang? Berikut teori-teori (Ambros Leonangung dkk, 2017,
hlm. 14-19) yang bisa membantu kita untuk bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan tesebut:
a) Teori Utilitarisme
David Hume merupakan pelopor dari aliran ini.
Namun, bentuk yang paling komprehensif dan sering ditemui
adalah pemikiran Jeremy Bentham, yaitu Bapak Utilitarisme
Inggris. Paham ini menilai bahwa moral adalah konsekuensi-
konsekuensi dari perbuatan manusiawi. Pendekatan ini
dipercaya sebagai satu-satunya paham yang masuk akal, jelas,
tepat dan objektif. Menurut Bentham dan orang yang meyakini
teori ini, manfaat yang didapatkan dari suatu tindakan harus
bisa dirasakan oleh orang banyak dan bahkan oleh pelaku itu
sendiri. Jika kesenanangan hanya dapat dirasakan oleh pelaku
saja dan merugikan lingkungan sekitar bahkan orang banyak,
maka tindakannya itu tidak bisa diterima dan dibenarkan. Jadi,
utilitarisme merupakan paham menyangkut etika yang dilihat
dari segi keuntungan dan manfaat bagi banyak orang. Teori ini
tentunya bersifat positif, karena kepentingannya lebih
mengutamakan banyak orang dari pada kepentingan individu
saja.
b) Teori Deontologi
Immanuel Kant merupakan pelopor dari aliran ini.
Deontologi artinya adalah kewajiban. Immanuel Kant
mengatakan bahwa moralitas bersifat perintah, perintah
maksudnya adalah perintah tanpa syarat. Suatu tindakan
disebut baik apabila dilakukan karena memang harus
dilakukan. Contohnya, jika A meminjam barang B. Maka A
harus mengembalikan barang yang dipinjam tersebut.
Keharusan bagi A dan hal itu tanpa adanya syarat. Tidak perlu
dibahas apakah jika barang itu tidak dikembalikan maka A
akan dituduh mencuri, didenda, dimarahi pemiliknya, atau
bahkan dipenjara. Intinya, perbuatan baik itu karena adanya
kewajiban dan harus dilakukan.
Immanuel Kant menuturkan bahwa manusia
memilki martabat. Martabat itulah yang dipakai manusia untuk
mempunyai tujuan untuk dirinya. Jika tujuannya bagus, maka
martabatnya akan baik. Namun, jika tujuannya tidak baik, maka
martabatnya akan buruk. Contohnya, A ingin punya uang
namun tidak secara instan dan ia berusaha mendapatkan uang
dengan berbagai cara tanpa memaksakan kehendaknya, maka
martabatnya akan baik. Berbeda jika B ingin mendapatkan
uang dengan cara yang instan tanpa ada usaha dan dengan cara
dipaksakan, maka B akan berusaha mencuri dan martabat B
akan menjadi buruk.
Kehendak dan keinginan baik yang terdapat dalam
diri manusia itulah yang memunculkan hokum umum. Manusia
tidak hanya sarana tetapi juga yang menciptakan hukum. Inilah
dasar hukum moral. Jika, A dilarang untuk membunuh, maka
hukum itu juga berlaku untuk semua manusia, dimanapun dan
siapapun. Hukuman akan diberikan kepada manusia yang
melakukan pelanggaran terhadap martabat dirinya demi
kebenaran dan keadilan.
c) Teori Hak
Deontologi merupakan kewajiban. Dan teori hak ini
merupakan bagian dari teori deontologi, karena sebagaimana
yang kita ketahui bahwa hak dan kewajiban tidak akan dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hanya saja yang paling
diutamakan pada teori ini adalah hak seseorang. Contohnya,
ketika A berjanji memberikan sesuatu kepada B, maka A
berkewajiban menepati janjinya. B berhak menerima yang
menjadi kewajiban A. Sehingga B berhak menerima sesuatu
dari A.
d) Teori Keutamaan
Pada teori ini, yang dilihat yaitu tentang sikap, karakter
atau akhlak seseorang. Hidup yang baik menurut teori ini
adalah hidup berdasarkan keutamaan. Misalnya kebijaksanaan,
ialah suatu keutamaan agar seseorang mengambil keputusan
yang tepat dan benar pada setiap situasi. Selain itu, keadilan
ialah keutamaan lain yang diberikan kepada orang yang
sepantasnya dan memang hak yang patut ia terima. Kerendahan
hati ialah keutamaan yang menjadikan seseorang untuk tidak
berlebihan dan tahu diri sekalipun memang situasi
memungkinkan. Senang bekerja keras ialah keutamaan yang
harus diwujudkan agar menjadi orang yang baik secara moral.
Keutamaan-keutamaan dibutuhkan dimanapun. Jika dalam
lingkup sekolah, maka guru diminta untuk jujur, ulet, disiplin
dan mengabdi tanpa pamrih. Standar moralitas dapat diukur
dari seseorang mendalami dan menghayati keutamaan disetiap
kegiatan, hidup dan pekerjaannya.
b. Pelajar/Peserta Didik
1) Pengertian Pelajar/Peserta Didik
Pelajar ialah manusia yang bisa diajarkan dan
memerlukan pendidikan dalam rangka merealisasikan bakat dan
minat yang ada dalam dirinya serta membutuhkan ilmu untuk dapat
mencukupi kebutuhan hidup dan hal itu sebagai modalnya
beribadah kepada Allah Swt (Ahmad Yusam Thabroni, 2013, hlm.
305).
“Anak didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik
maupun psikis untuk mencapai tujuan pendidikannya
melalui lembaga pendidikan. Definisi tersebut memberi
arti bahwa anak didik merupakan anak yang belum
dewasa yang memerlukan orang lain untuk menjadi
dewasa. Anak kandung adalah anak didik dalam
keluarga, murid adalah anak didik di sekolah, anak-anak
penduduk adalah anak didik masyarakat sekitarnya…”
(Salminawati, 2015, hlm. 1).
Menurut pendapat Toto Suharto (2011), peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki
sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan
(M. Ramli, 2015, hlm. 68).
Dikemukakan oleh Moh. Roqib (2009), bahwa peserta
didik adalah semua manusia, yang mana pada saat yang
sama dapat menjadi pendidik sekaligus peserta didik
(Musaddad Harahap, 2016, hlm. 141-142).
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu (Sumiati, hlm. 88).
Pada jabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa
pelajar/peserta didik adalah salah satu yang berkonstribusi dalam
dunia pendidikan, mereka merupakan insan manusia yang masih
tumbuh dan berkembang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
melalui lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan itu tidak hanya
di sekolah saja tetapi juga bisa didapatkan dilingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat. Tanpa adanya peserta didik maka
proses belajar-mengajar tidak akan terlaksana dan tidak dapat
dirasakan apalagi diimplementasikan dalam keseharian.
2) Tugas dan Tanggungjawab Pelajar/Peserta Didik
Supaya Pendidikan Islam bisa mencapai tujuan yang
diinginkan, maka dalam pelaksanaannya pelajar diharapkan
mengetahui dan menyadari tugas dan tanggungjawabnya.
Dikemukakan oleh Al-Abrasyi sebagaimana dikutip Al Rasyidin
(2012) mengatakan bahwa pelajar memiliki beberapa tugas dan
tanggungjawab, diantaranya (Musaddad Harahap, 2016, hlm. 151-
152):
a) Membersihkan hati dari sifat-sifat yang buruk.
b) Mengisi hati dan jiwanya dengan mendekatkan diri kepada
Allah Swt.
c) Mau mencari ilmu pengetahuan ke tempat yang asing dan jauh
sekalipun.
d) Jangan menukar guru terlalu sering.
e) Hendaklah menghargai, menghormati dan memuliakan guru
f) Jika berjalan dihadapan guru, diharuskan untuk menunduk dan
merendahkan diri. Jika ingin berbicara, diharapkan mendapat
izin darinya terlebih dahulu.
g) Jangan mencoba untuk menipu guru dan hindarilah keinginan
untuk membuka suatu rahasia serta jangan pula meminta guru
untuk membuka rahasia.
h) Tekun dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
i) Saling menghargai dan mencintai sesame pelajar.
j) Harus pelajar yang mengucapkan salam terlebih dahulu dan
mengurangi berbicara tidak penting dihadapan guru.
k) Pelajar hendaknya mengulang-ulang kembali pembelajaran yang
telah ia dapatkan, misalnya saat subuh.
Selain itu seperti dikutif Tafsir, Sa‟id Hawa (2008)
menjelaskan beberapa sifat dan tugas yang syarat-syaratnya harus
dipenuhi pelajar, diantaranya (Musaddad Harahap, 2016, hlm.
152):
a) Terlebih dahulu mensucikan jiwa.
b) Mengurangi kegiatan dan kesibukan duniawi.
c) Tidak merasa sombong dengan orang berilmu dan tidak
bertindak semaunya terhadap guru.
d) Menjauhkan diri dari perdebatan.
e) Menekuni dan memahami ilmu yang menurut pelajar penting
untuk dirinya sendiri.
f) Jangan menekuni banyak ilmu pada waktu yang sama. Mulailah
dari yang dasar lalu menuju ilmu yang tinggi.
g) Tidak terburu-buru dalam menimba ilmu. Jika terburu-buru,
maka nantinya akan sulit untuk fokus memahami ilmu tersebut.
h) Pelajar sudah mampu memilih dan menentukan dimana ilmu
yang mulia dan paling utama.
Dikemukakan oleh Imam Abu Hamid AlGazhali,
sebagaimana terdapat dalam penelitian tesis Asari (2012),
mengemukakan bahwa tugas dan tanggungjawab pelajar yang lebih
terperinci dan tujuannya bisa untuk keberhasilan dalam proses
pendidikan, diantaranya (Musaddad Harahap, 2016, hlm. 152-153):
a) Membersihkan jiwa dan hatinya dari karakter buruk dan sifat
jelek.
b) Fokus terhadap pendidikannya dan jangan terganggu dengan
urusan duniawi.
c) Pelajar harus menghargai dan mematuhi setiap ucapan dan
perintah guru.
d) Harus menjauhi diri dari pertentangan dan kontroversi yang
dirasa tidak ada manfaatnya.
e) Pelajar berupaya untuk mempelajari ilmu secara maksimal dan
mempelajarinya pula cabang-cabang ilmu tersebut serta
mengetahui tujuan dari masing-masingnya.
f) Pelajar mestinya dapat mencermati disiplin-disiplin ilmu.
g) Pelajar mestinya dapat mempelajari pula disiplin-disiplin ilmu
yang sedang dipelajarinya.
h) Pelajar juga harus tau kebaikan apa yang ia dapatkan dari ilmu
yang sedang dipelajarinya.
i) Pelajar harus merumuskan tujuan dari mempelajari ilmu dengan
benar. Hal ini, tentunya harus bertujuan agar dapat mendekatkan
diri kepada Allah Swt.
j) Pelajar harus mempertimbangkan cabang-cabang ilmu yang ia
pelajari dengan sungguh-sungguh terhadap tujuan akhir yang
diinginkannya.
Dalam proses belajar, pelajar tidak hanya
mengandalkan kehadirannya saja secara fisik, tetapi ia juga
harus memiliki kemauan, niat, kesadaran, kesabaran dan
sebagainya. Kepemilikan atas sifat-sifat seperti itu juga
merupakan tanggungjawab dan tugas dari pelajar agar
mempermudahnya dalam proses mencari ilmunya.
3) Etika Pelajar/Peserta Didik
Etika yang harus dimiliki pelajar menurut Ibn Jama‟ah
diantaranya (Ahmad Yusam Thabroni, 2013, hlm. 308-316):
a) Etika terhadap Diri Sendiri
Menurut Ibn Jama‟ah, agar pelajar itu mendapatkan
kedudukan yang tinggi dan kemuliaan dalam belajar, maka dia
harus:
i. Membersihkan hatinya dari sifat-sifat tak pantas. Misalnya,
sifat dengki. Pelajar yang didalam hatinya masih tertanam
sifat dengki terhadap teman-teman maupun orang
disekitarnya akan sulit mendapatkan, menerima,
menghafalkan, ataupun mempraktekkan ilmu tersebut. Oleh
sebabnya, pelajar harus terlebih dahulu membersihkan hati
mereka dari sifat-sifat tercela.
ii. Memiliki niat yang ikhlas dan baik dalam menuntut ilmu.
Sebab, niat merupakan langkah awal atau syarat pokok yang
harus dimiliki dan ditanamkan dalam diri pelajar. Pelajar
harus mulai dari niat baik, yaitu niat menuntut ilmu karena
Allah Swt, mempelajarinya, mengamalkan, menegakkan
syari‟at dan bahkan cara untuk bisa mendekatkan diri dan
mengharap ridho dari Allah Swt.
iii. Menuntut ilmu dari usia muda hingga akhir hayat. Ibn
Jama‟ah menganjurkan agar belajar sedini mungkin, karena
waktu didunia ini terus berjalan dan setiap detik yang telah
terlewat tidak akan kembali. Jika waktu hanya terbuang
begitu saja, nantinya kita akan merugi saat
dipertanggungjawabkan di hari perhitungan kelak.
iv. Menghindari diri dari segala kesibukan dunia dan merasa
puas dengan yang dimiliki. Ibn Jama‟ah mengatakan bahwa
pelajar harus merasa rela, puas dan sabar terhadap cobaan
hidup serta menjahui hal-hal yang bisa mengusik pelajar
dalam menerima ilmu.
v. Mengatur jadwal untuk belajar dan mengajar. Maksudnya
pelajar harus dapat mengatur waktunya dalam menuntut
ilmu namun tidak lupa pula untuk mengatur waktunya
dalam menyebarkan ilmu yang dimilikinya.
vi. Makan secukupnya. Pelajar hendaknya tidak terlalu
berlebihan saat makan, karena dapat menyebabkan kantuk
dan malas saat belajar, selain itu juga tidak baik untuk
kesehatan badan.
vii. Wara‟ merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh
pelajar. Wara‟ atau sikap hati-hati sangat diperlukan oleh
pelajar, seperti berhati-hati dengan sumber belajar yang
didapatkan, berhati-hati dalam hal mengonsumsi makanan,
jangan sampai berlebihan dan lain sebagainya.
viii. Jika pelajar telah mengetahui makanan apa yang dapat
membuat mereka kehilangan hafalan, maka makanan itu
harus dihindari.
ix. Tidur dan istirahat secukupnya. Ibn Jama‟ah mengatakan
bahwa pelajar juga berhak untuk tidur dan mengistirahatkan
badannya selama 8 jam. Meskipun 8 jam, jam tidur itu
disesuaikan dengan kondisi pelajar itu sendiri, jika 5 jam di
rasa sudah cukup, maka tidak harus memaksakan harus
tidur 8 jam seperti yang disarankan tersebut.
x. Menjauh dari lawan jenis dan mencari teman sejenis yang
dapat membawa kepada kesholehan. Teman sangat
mempengaruhi pelajar dan kehidupannya, jika memilih
teman yang sholeh dan rajin, maka kita akan terbawa
kesholehan dan sikap rajin mereka. namun sebaliknya, jika
berteman dengan orang yang malas dan suka bermaksiat,
maka kita akan terbawa ke dalam sikap malas dan
kemaksiatan.
b) Etika terhadap Guru
Ibn Jama‟ah mengatakan, bahwa etika pelajar
terhadap guru diantaranya:
i. Selalu patuh dan tawadldlu‟ dalam segala hal,
ii. Harus mendoakan, memuliakan, dan menghormati,
iii. Mengetahui hak-hak yang harus di terima oleh guru,
iv. Sebelumnya pelajar harus memilih guru yang mampu
mengajar dengan baik, memiliki akhlak yang bisa
diteladani dan selalu bertaqwa kepada Allah Swt.
c) Etika terhadap Pelajaran
Pelajar juga diharapkan mampu menghargai ilmu
yang akan dipelajarinya, agar ia mendapatkan manfaat dan
syafaat dari ilmu tersebut. Adapun etika yang harus dilakukan,
diantaranya:
i. Pelajaran harus pahami dan dikaji dahulu dari sumber
utamanya yaitu Alquran dan Sunnah. Setelah itu barulah
dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
ilmu tersebut. Lalu, dilanjutkan dengan ushul, nahwu dan
shorof.
ii. Pelajar harus berhati-hati jika mendapat perbedaan
pendapat dari beberapa ulama tentang suatu masalah.
Pelajar yang pemula perlu mempunyai kitab pedoman
yang mencakup suatu permasalahan atau bisa
menggunakan beberapa sumber kitab lainnya yang
berkaitan dengan masalah tersebut jika telah mendapat
persetujuan dari sang guru.
iii. Pelajar diharapkan harus menelaah dan mengkaji lebih
dalam setiap mata pelajaran sebelum mereka
menghafalkannya, karena dikhawatirkan timbulnya
pengkaburan makna dan penyimpangan.
iv. Pelajar diharapkan mempelajari tentang hadist secara
keseluruhannya, termasuk tentang sanad, hukum-hukum
serta sejarah-sejarah hadits.
v. Jika pelajar telah mempelajari suatu ilmu, maka lanjutkan
lagi dengan ilmu yang lain. Karena pelajar tidak akan
merasa puas dengan sedikit ilmu.
d) Etika terhadap Halaqah dan temannya
i. Pelajar juga diharapkan dapat ikut serta dalam ber-halaqah
bersama guru dan teman-temannya. Karena dengan ber-
halaqah akan memperoleh kebaikan dan keberkahan.
ii. Ketika pelajar ikut serta dalam suatu majelis, maka ia
hendaknya sopan dan santun, mengucapkan salam,
menghormati dan menghargai guru dan teman-temannya.
iii. Pelajar diharapkan tidak malu atau takut jika merasa
bingung, ia bisa bertanya kepada guru jika belum
memahami masalah yang tengah dibahas. Hendaknya
ketika ingin bertanya, pelajar diharapkan untuk
mendapatkan izin terlebih dahulu dari guru.
iv. Ketika memulai untuk belajar, pelajar diharapkan untuk
membaca doa terlebih dahulu dibarengi dengan ta‟awudz,
basmalah, shalawat doa untuk guru serta pengarang kitab
yang sedang ia pelajari.
v. Merasa senang dalam menggapai kesuksesan dan
keberhasilan.
Menurut Imam Al-Ghazali (Ahmad Ulin Niam dan
Nasrudin Zen, 2017, hlm. 103-106) tentang etika pelajar ketika
pembelajaran, diantaranya:
a) Seorang pelajar harus mensucikan hatinya terlebih dahulu dari
sifat-sifat buruk dan tercela. Karena Imam Al-Ghazali
berpendapat bahwa ilmu itu merupakan ibadahnya hati untuk
mendapatkan ridho dari Allah Swt.
b) Seorang pelajar handaknya meminimalisir urusan dunia karena
urusan dunia sangat mempengaruhi hati dan pikiran pelajar saat
mencari ilmu. Contohnya, mengurangi memikirkan keluarga
dirumah, memikirkan harta, memikirkan teman lawan jenis dan
lain sebagainya. Jika, pelajar dapat menjahui pikiran-pikiran
tersebut saat ia mencari ilmu, maka dapat menjadikannya fokus
terhadap ilmu saja.
c) Seperti poin yang pertama, pelajar harus menghilangkan sifat-
sifat tercela. Salah satunya adalah sifat sombong dan menentang
guru. Jika, memilki sifat-sifat tersebut, maka sia-sia saja pelajar
itu mengharapkan pahala dan barokah dari gurunya.
Menyerahkan semuanya, merasa yakin dan patuh dengan
nasehat guru, maka pelajar itu akan dapat pahala dan kemuliaan.
d) Pelajar hendaknya dapat berhati-hati dan menjaga dirinya dari
pertantangan-pertentangan yang ada, misalnya pertentangan
dengan pengetahuan tentang dunia dan pengetahuan tentang
akhirat, karena jika tidak berhati-hati maka pelajar bisa saja
menjadi ragu, lemah, heran bahkan putus asa dalam mendalami
ilmu pengetahuan.
e) Pelajar hendaknya jangan berpindah dari suatu ilmu ke ilmu
lainnya (dari satu cabang-kecabang lain) kecuali ia telah
memahami dan mendalami ilmu sebelumnya. Ilmu pengetahuan
itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
f) Pelajar hendaknya jangan terpaku pada satu bidang ilmu saja
secara bersamaan, tetapi bisa dilakukan dengan sistematis
dengan memulainya dari ilmu yang lebih perlu dan penting
untuk dipelajari terlebih dahulu.
g) Pelajar diharapkan menyelesaikan terlebih dahulu ilmu yang
dipelajari sebelumnya dan jangan mengikutsertakan pokok
bahasan yang lain sebelum menyempurnakan ilmu yang
sebelumnya itu.
h) Pelajar hendaknya sebelum belajar suatu bidang ilmu tertentu,
harus mengetahui terlebih dahulu manfaat dan kegunaan
mempelajari ilmu tersebut. Jika telah diketahui manfaat dan
kegunaannya, maka pelajar harus bersungguh-sungguh dalam
proses belajar agar manfaatnya dapat dirasakan.
i) Pelajar harus memperindah dan meyakinkan hatinya bahwa
dalam mencari ilmu, ia akan mendapat berbagai keutamaan
diantaranya mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Jika pelajar
mampu melakukan hal tersebut, maka dia tak akan memilki sifat
sombong, menindas orang lemah dan meremehkan orang bodoh.
j) Pelajar harus dapat membedakan ilmu yang rendah dan ilmu
yang tinggi. Maksudnya dari ilmu tersebut dapat dipilih dan
diprioritaskan mana yang lebih penting untuk dunia dan akhirat.
Etika pelajar terhadap guru juga bisa diambil dari kisah
Nabi Musa As dan Nabi Khidir As yang terdapat dalam Surah Al-
Kahfi ayat 60-82. Adapun beberapa etika pelajar terhadap guru,
diantaranya (Mutaqin Al-Zamzami, 2018, hlm. 223-225):
a) Pelajar tidak mudah putus asa dan selalu semangat saat mencari
ilmu, meski jarak tempuh ketempat tersebut jauh dan
memerlukan waktu yang banyak dalam perjalanannya. Hal ini
terkandung dalam Surah Al-Kahfi ayat 60-64 yang menceritakan
tentang perjuangan Nabi Musa As saat mencari Nabi Khidir As.
(٠٦وإذ قال موسى لفتاه ل أب رح حت أب لغ ممع البحرين أو أمضي حقبا )
(٠٦ف لما ب لغا ممع ب ينهما نسيا حوت هما فاتذ سبيلو ف البحر سربا )
(٠٦لما جاوزا قال لفتاه آتنا غداءنا لقد لقينا من سفرنا ىذا نصبا )ف
قال أرأيت إذ أوي نا إل الصخرة فإني نسيت الوت وما أنسانيو إل الشيطان
(٠٦لبحر عجبا )أن أذكره واتذ سبيلو ف ا
ا على آثارها قصصا (٠٦) قال ذلك ما كنا ن بغ فارتد
[60]. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya,
“Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke
pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai)
bertahun-tahun.” [61]. Maka ketika mereka sampai ke
pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikannya, lalu (ikan) itu
melompat mengambil jalannya ke laut itu. [62]. Maka ketika
mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada
muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah
merasa letih karena perjalanan kita ini.” [63]. Muridnya
menjawab, “Tahukah engkau ketika kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang)
ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk
mengingatnya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya
ke laut dengan cara yang aneh sekali.” [64]. Musa berkata,
“Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. (Anonim, 2002: 411-412)
b) Pelajar harus memiliki sifat sopan kepada siapapun, terutama
kepada orangtua dan gurunya. Pada cerita tersebut, Nabi Musa
As bersikap santun kepada gurunya (Nabi Khidir As) yaitu
ketika Nabi Musa As terlebih dahulu meminta izin untuk
mengikuti Nabi Khidir As, hal itu sesuai dalam Surah Al-Kahfi
ayat 66.
من ما عليمت رشداقال لو موسى ىل أتبعك على أن ت علي
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (Anonim, 2002:
412)
c) Pelajar harus bersangka baik kepada gurunya dan meyakini
bahwa guru memang lebih pandai darinya. Hal ini agar tidak
menimbulkan sifat sombong. Hal itu sesuai dalam Surah Al-
Kahfi ayat 71, ayat 74, dan ayat 77.
فينة خرق ها ق أىلها لقد قال أخرق ت ها لت غر ففانطلقا حت إذا ركبا ف الس
جئت شيئا إمرا
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki
perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa
kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan
penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar. (Anonim, 2002: 412)
ما ف قت لو فٱنطلقا حت بغي ن فس لقد قال أق ت لت ن فسا زكية ۥإذا لقيا غل
ا نكرا جئت شي
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa
dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa
berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan
karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah
melakukan suatu yang mungkar". (Anonim, 2002: 413)
أن يضي يفوها أىلها فأب وا ل ق رية ٱستطعماأى أت يا إذا فٱنطلقا حت
قال لو شئت لتخذت عليو أجرا ۥف وجدا فيها جدارا يريد أن ينقض فأقامو
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai
kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada
penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam
negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr
menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (Anonim, 2002: 413)
d) Pelajar jangan tersinggung bila sang guru merendahkan atau
meremehkan dengan perkataannya. Hal itu sesuai dalam Surah
Al-Kahfi ayat 67:
را قال إنك لن تستطيع معى صب
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersama aku. (Anonim, 2002: 412)
e) Pelajar harus bertekat bahwa akan menjalankan perintah-
perintah yang akan diberikan guru. Hal itu sesuai dalam Surah
Al-Kahfi ayat 69:
أعصى لك أمرا للو صابرا ول ء ٱ إن شا قال ستجدن
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai
orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam
sesuatu urusanpun". (Anonim, 2002: 412)
f) Jika pelajar tidak paham tentang sesuatu, maka dianjurkan untuk
bertanya kepada sang guru, namun sesuaikan pula dengan
kondisi guru dan dapatkan terlebih dahulu izin darinya. Hal itu
sesuai dalam Surah Al-Kahfi ayat 70:
اأحدث لك منو ذكر قال فإن ٱت ب عتن فل تس لن عن شىء حت
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku
sendiri menerangkannya kepadamu". (Anonim, 2002: 412)
g) Jika pelajar melakukan kesalahan dan kekhilafan, maka pelajar
harus meminta maaf kepada sang guru. Hal itu sesuai dalam
Surah Al-Kahfi ayat 73:
قال ل ت ؤاخذن با نسيت ول ت رىقن من أمرى عسرا
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku". (Anonim, 2002: 413)
h) Jika membuat kesalahan, maka pelajar juga harus mampu dan
siap untuk mendapatkan hukuman atas kesalahan yang ia
perbuat. Hal itu sesuai dalam Surah Al-Kahfi ayat 78:
ذا فراق ب ين وب ينك را سأن بيئك قال ى بتأويل ما ل تستطع عليو صب
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu;
kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Anonim, 2002: 413)
2. Kajian tentang Pendidik/Guru
a. Pengertian Guru/Pendidik
Kata pendidik berasal dari didik, artinya memelihara,
merawat dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu
pengetahuan seperti yang diharapkan (tentang sopan santun,
akal budi, akhlak, dan sebagainya) selanjutnya dengan
menambahkan awalan pe- hingga menjadi pendidik, artinya
orang yang mendidik. (M. Ramli, 2015, hlm. 62).
Pendidik dapat diartikan menjadi dua yaitu pendidik yang
kodrati, pendidik dalam lingkup keluarga, yang disebut orangtua dan
pendidik secara profesi, dalam lingkup sekolah, yang disebut guru.
Pendidik dalam dua artian ini adalah orang yang bertanggungjawab
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi anak didik.
(Sumiati, hlm. 83).
Pendidik atau guru merupakan orangtua kedua dalam
lingkup sekolah, orangtua kandung telah menyerahkan anak mereka
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah. Berhasil, kurang berhasil
atau tidak berhasilnya peserta didik dalam menjalankan
pendidikannya, disebabkan guru juga mengambil andil dan ikut serta
bertanggungjawab dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki
peserta didik, baik potensi ilmu pengetahuan (kognitif), potensi sikap
(afektif) maupun potensi keterampilan (psikomotor). (Ahmad Ulin
Niam dan Nasrudin Zen, 2017, hlm. 98).
Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal
dalam Idris (2008) adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam
hal perkembangan jasmani dan ruhaniah untuk mencapai
tingkat kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai makhluk
Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan makhluk sosial.
(M. Shabir U, 2015, hlm. 223).
Umumnya Guru diartikan dari segi fungsi, ialah
menggambarkan tentang tugas dan fungsinya sebagai pendidik,
pengajar, pelatih dan beberapa fungsi lainnya. dalam pengertian itu,
dapat diartikan bahwa guru merupakan seseorang yang tugasnya
adalah mengajar. Guru sebagai orang yang mengajar, harus memiliki
kepandaian dan kecapakan pada bidang tertentu, menguasi praktek
maupun teori dalam bidang tersebut agar ilmu yang didapatkannya itu
dapat diajarkan dan diamalkan kepada anak didiknya dengan rasa
percaya diri, sehingga ia akan mendapatkan pengakuan dari orang
banyak (Ambros Leonangung dkk, 2017, hlm. 52-53).
Pada jabaran yang telah diuraikan di atas dapat disimpukan
bahwa pendidik ialah orang dewasa yang dituntut untuk dapat
membimbing dan mengembangkan potensi diri dari anak didik.
Pendidik tidak hanya ada disekolah saja, dilingkungan keluarga juga
ada hanya saja sebutan pada masing-masing lembaga berbeda. Dalam
ruang lingkup pendidikan, terkhususnya pada proses pendidikan,
pendidik/guru yang disekolah sangat berpengaruh dan memiliki peran
penting, mereka sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan
mutu pendidikan.
b. Syarat-syarat Guru
Jenis guru berdasarkan tingkatan peserta didiknya,
diantaranya ada guru TK, PIAUD, SD. SMP ataupun SMA. Setiap
jenjang pendidikan tentunya materi yang diajarkan sangat berbeda.
Karenanya, guru diharuskan untuk dapat mengetahui dan mendalami
tentang materi yang akan diajarkannya, jangan membuat peserta didik
jenjang rendah memahami dan mempelajari materi tingkatan atas.
Atau sebaliknya, peserta didik yang jenjang tinggi mempelajari materi
tingkatan rendah yang tentunya tidak sesuai dengan kemampuan dan
potensi yang akan dikembangkan. Oleh sebabnya, guru harus
memahami hal itu.
Edi Suardi dalam Sadulloh (2010) mengatakan bahwa ada
lima syarat untuk guru yang harus dipenuhi, diantaranya (Ambros
Leonangung dkk, 2017, hlm. 56):
1) Guru harus mengetahui tujuan dari lembaga pendidikan.
2) Mengenal dan memahami peserta didik yang diajarkannya.
3) Mengetahui metode-metode dan alat pendidikan yang bisa
digunakan dalam proses pembelajaran.
4) Mempunyai sikap dan sifat suka menolong peserta didik.
5) Dapat menyatu dan berbaur dengan peserta didiknya.
Adapun beberapa syarat agar dapat menjadi guru yang baik,
diantaranya (Sumiati, hlm. 85-86):
1) Guru harus memiliki ijazah. Maksudnya ijazah ialah seorang guru
sudah diberi wewenang untuk melakukan tugasnya disuatu sekolah.
2) Guru harus memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik. Hal itu
sangat penting karena jika seorang guru tidak sehat secara fisik dan
mentalnya maka ia tidak akan dapat melakukan tugasnya dengan
benar dan tentunya akan mempengaruhi peserta didiknya.
3) Guru harus bertakwa kepada Allah Swt dan berkelakuan yang baik.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka sudah
seharusnya guru dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya dalam
melakukan ibadah dan berkepribadian yang baik.
4) Guru harus menjadi orang yang bisa bertanggungjawab. Karena
sebagai seorang pendidik dan pembimbing, guru telah diberikan
kepercayaan oleh orangtua sepenuhnya dalam mendidik dan
membimbing anak mereka. selain itu, guru juga harus dapat
bertanggungjawab terhadap lingkungan sekitarnya.
5) Guru di Indonesia harus memiliki jiwa nasional. Hal itu
dikarenakan, Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku, bahasa
dan adat istiadat yang beragam. Syarat guru yang satu ini yaitu
harus dapat menanamkan jiwa kebangsaan ke dalam diri peserta
didiknya.
Selain lima syarat diatas, ada beberapa syarat lain yang
memiliki hubungan erat dengan tugas guru di sekolah, diantaranya
(Sumiati, hlm. 86):
1) Guru harus memiliki sifat dapat dipercaya dan adil kepada peserta
didiknya.
2) Guru harus memiliki sifat sabar, rasa saying dan rela berkorban.
3) Guru harus memiliki sifat wibawa dan tanggungjawab.
4) Tidak hanya kepada anak didik, guru juga harus dapat berbaur dan
berteman dengan siapapun dilingkungan sekolah, baik dengan guru
lain, staff ataupun masyarakat setempat.
5) Guru harus memilki ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam
serta menguasai materi yang diajarkannya.
6) Guru harus dapat melihat kelemahan dan kekurangannya dan siap
untuk dikritik siapapun.
7) Guru harus bisa meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
c. Hak dan Kewajiban Guru
Guru dituntut memiliki keahlian khusus atas jabatan
keprofesionalannya. Guru diharapkan benar-benar dapat mengarahkan
perhatian terhadap tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Untuk itu,
guru diberikan hak-hak tertentu yang dapat memenuhi dan
menjalankan tugasnya dengan baik.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab IV (empat)
pasal 14 ayat 1, “Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berhak: a. memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c.
memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan
hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi; e. memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; f. memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi
kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode
etik guru, dan peraturan perundangundangan; g.
memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas; h. memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi; i. memiliki kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; j.
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan
profesi dalam bidangnya.” (Anonim)
Setelah mendapatkan hak-haknya, maka guru harus
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Kewajiban-kewajiban itu terdapat dalam:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 20 tentang guru dan dosen, “Dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: a. merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran; b. meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni; c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas
dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; d.
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan e.
memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.”
(Anonim)
Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut, guru
juga harus mampu eksis ditengah-tengah perkembangan teknologi
yang canggih dan ilmu pengetahuan yang pesat, karena hal itu juga
menjadi nilai dalam proses pembelajaran.
d. Kompetensi Guru
Tugas dan peran guru tidak hanya dalam mengusai ilmu dan
mentransfernya ke peserta didik saja. Selama berjalannya waktu, tugas
guru semakin berat dan kompleks. Sekarang tugas guru juga harus
melakukan persiapan sebelum memulai pembelajaran, persiapan yang
dilakukan adalah menganalisis dan menilai tentang karakteristik
peserta didik, menganalisis dan menilai kelas, menganalisis
kompetensi dasar serta merumuskan bagaimana proses pembelajaran
yang direncanakan. Zaman sekarang guru juga harus bisa
menggunakan bermacam-macam metode yang dikira efektif dan
variatif dalam proses pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik
dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bahkan, dituntut untuk
mampu mengerti tentang media berbasis elektronik seperti komputer,
laptop, penggunaan email dan internet.
Kompetensi guru diatur dalam:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 1 ayat 10 tentang guru dan dosen, “Kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”
(Anonim)
BAB IV pasal 10 ayat 1, “Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”
(Anonim)
Keempat kompetensi yang disebutkan diatas, secara teoritis
bisa dipisah-pisahkan namun secara praktis dan implementasinya
keempat kompetensi itu tidak mungkin terpisah. Berikut penjelasnnya
(M. Yusuf Seknun, 2012, hlm. 127-128):
1) Kompetensi Pedagogis
Maksud dari kompetensi ini ialah seperangkat kemampuan dan
keterampilan (skill) yang ada kaitannya dengan interaksi
pembelajaran antara peserta didik dan gurunya didalam kelas.
Kompetensi ini meliputi tentang kemampuan guru saat
menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberi
pertanyaan ke peserta didik, bagaimana mengelola kelas dan
melakukan evaluasi setelah pembelajaran.
2) Kompetensi Kepribadian
Maksud dari kompetensi ini adalah seperangkat kemampuan dan
karakteristik yang dimilki seorang guru yang mencerminkan akan
perilaku dan sikap guru dalam melakukan tugasnya pada kehidupan
sehari-hari. Kompetensi ini dapat menciptakan beberapa ciri guru
yang sabar, bertanggungjawab, tenang, ikhlas, demokratis, cerdas
dan menghormati orang lain, ramah, stabil, berani, tegas, kreatif,
dan yang lainnya.
3) Kompetensi Sosial
Maksud dari kompetensi ini adalah seperangkat kemampuan dan
keterampilan yang memiliki hubungan dengan interaksi sosial.
Guru dituntut harus bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
yaitu masyarakat, khususnya saat mengidentifikasi, menganalisis
dan menyelesaikan masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat.
4) Kompetensi Profesional
Maksud dari kompetensi ini adalah seperangkat kemampuan dan
keterampilan guru dalam mengusai materi secara mendalam, utuh
dan komprehensif. Tetapi itu saja tidak cukup membuat guru
menjadi orang yang profesional. Guru juga harus mampu menguasa
pokok bahasan yang terkait dengan materi yang diajarkan.
3. Kajian tentang Pendidikan Islam di Era Globalisasi
a. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah pendidikan formal dalam Bahasa Inggris dikenal
dengan kata education berasal dari kata to educate yaitu
mengasuh, mendidik. Dalam Dictionary of Education
(1992), arti education adalah sekumpulan dari semua proses
yang memungkinkan seseorang mengembangkan
kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan bentuk-bentuk
pola perilaku yang bernilai positif di dalam kehidupan
sosial tempat dia hidup (Agung Ibrahim Setiawan dan M Al
Qautsar Pratama,2018, hlm 130).
Ahmad D. Marimba (1989), mendefinisikan Pendidikan
Islam adalah “bimbingan jasmani-rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam”
(Kompri, 2019, hlm. 1).
Pendidikan Agama Islam termuat di dalamnya nilai-nilai
keIslaman. Maksud dari keIslaman adalah bersifat menyeluruh, yang
dapat menjadikan manusia menjadi makhluk sempurna (Insan Kamil)
yang sesuai dengan syati‟at Islam (Ade Imelda Frimayanti , 2017,
hlm. 239).
Berdasarkan hasil dari seminar Pendidikan Islam di
Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Kerjasama Perguruan
Tinggi Islam Swasta (BKS-PTAIS) di Jakarta pada tahun 1979 (2006),
dirumuskan bahwa pengertian pendidikan Islam merupakan usaha dan
upaya yang dilakukan berlandaskan Islam dalam membantu manusia
untuk mendewasakan dan mengembangkan kepribadiannya, baik
secara rohaniah maupun jasmaniah untuk memikul tanggungjawab
dalam memenuhi tuntutan zaman dan masa depannya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam itu berlandaskan pada Islam itu
sendiri dan tidak terlepas dari Nabi Muhammad sebagai tokoh yang
mengaktualisasikan pendidikan yang bersumber dari Alquran dan
Sunnah, sebagai seorang Nabi dan Rasul Allah yang mengajak
manusia ke dalam ajaran Islam secara utuh (Lina Mayasari Siregar,
2016, hlm. 106).
b. Pengertian Globalisasi
Globalisasi pada dasarnya diambil dari kata global yang
artinya dunia. Yang maksudnya adalah proses dimana masuknya
keruang lingkup dunia. Globalisasi menyentuh semua aspek penting
dalam kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai masalah dan
tantangan baru yang wajib untuk dipecahkan untuk kepentingan
kehidupan. Proses awal perkembangan globalisasi ditandai dengan
kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi. Bidang inilah yang
menjadi penggerak globalisasi. Lalu mengalami kemajuan dan
perluasan yang mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan
seperti politik, ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya. Contoh
sederhana dari teknologi, diantaranya TV dan parabola, orang negara
manapun dapat mengakses berita secara cepat (Nurhaidah dan M.
Insya Musa, 2015, hlm. 1-2).
Globalisasi adalah sebuah gerakan dunia yang menciptakan
dua sisi yang berbeda. Namun, perbedaan ini saling keterkaitan dan
terhubung. Disatu sisi, globalisasi menghadirkan ide-ide yang
mengarahkan dunia menjadi semakin heterogen dan memiliki standar
yang disesuaikan dengan kebudayaan, perdagangan dan teknologi dari
Barat. Namun di sisi lainnya, globalisasi meningkatkan kesensitifan
dari perbedaan budaya yang ada. Globalisasi sangat berkaitan dengan
modernisasi, dalam perkembangannya menghasilkan pengaruh yang
positif, misalnya rasionalisasi dan yang lainnya. Namun, tidak
dipungkiri juga ada pengaruh negatifnya juga, diantaranya
ketidakpuasan dan perubahan yang terjadi secara berkelanjutan. Suka
atau tidak, Sadar atau tidak, kekuatan globalisasi itu telah menembus
sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat, dimanapun dan termasuk
salah satunya adalah Indonesia (Moh. Miftachul Choiri dan Aries
Fitriani, 2011,hlm. 318-319).
Globalisasi jika dikaitkan dengan budaya. Maka akan
terpikirkan tentang budaya-budaya yang berasal dari Barat. Namun,
Westernisasi sebenarnya salah satu produk dari globalisasi yang
dilakukan negara-negara Barat dalam ekspansi produk dan pengaruh
termasuk didalamnya pada bidang kebudayaan. Hal ini juga sama
dengan Asia (Korean Wave), yang mana pola penyebarannya dapat
berdasarkan film, musik (kpop), drama, cara berpakaian, makanan
bahkan Bahasa. Dapat diutarakan bahwa terdapat dua budaya yang
menguasai kebudayaan global, yaitu westernisasi dan Korean wave
(Dinda Larasati, 2018 ,hlm. 111).
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, dapat
disimpulkan bahwa globalisasi dapat terjadi dalam bidang apapun,
termasuk didalamnya dalam bidang ekonomi, politik, budaya dan
bahkan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi nantinya
akan menyebabkan munculnya suatu standar tertentu. Apalagi dalam
lingkup pendidikan, contohnya ketika orang menonton sebuah drama
luar negeri dan didalamnya adegannya terdapat sikap buruk pelajar
kepada guru, sehingga orang yang menonton bisa mencontoh perilaku
dari yang dilihatnya itu.
c. Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi
Masalah mendasar yang dihadapi oleh umat Islam di
negara-negara berkembang yaitu ketinggalan ekonomi sebagai akibat
dari rendahnya kualitas pendidikan. Masalah pendidikan sangat pelik
dan didominasi oleh peradaban barat yang semakin menjadi-jadi.
Pendidikan Islam menghadapi masalah yang cukup serius dan mudah
terjadinya krisis nilai, karenanya Islam merupakan perpaduan antara
kepentingan antara dunia dan akhirat. Hingga saat ini konsep
pendidikan Islam masih berpaya menemukan jati diri, disatu sisi harus
bisa mempertahankan Ilmu keIslamannya dan disisi yang lain harus
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Dalam perkembangan pengetahuan dan teknologinya, Islam
masih tertinggal dengan bangsa Barat. Padahal bangsa-bangsa barat
itu menghasilkan teori-teori dan konsep mereka terinspirasi dari
tokoh-tokoh ilmuan muslim (Kompri, 2019, hlm. 39-40).
Pada era global ini, suatu hal yang tidak bisa dihindari
adalah tantangan budaya. Islam harus mampu menghargai perbedaan-
perbedaan budaya yang ada dan mampu hidup di dalam
lingkungannya, namun tetap harus berkaitan dengan nilai-nilai Islam.
Niam (2011) mengatakan bahwa multikultural dan pluralisme
merupakan bagian penting dari masyarakat global, yang perlu
dipahami, dimana masyarakat dengan semua unsurnya dituntut untuk
dapat saling bergantung dan menanggung nasib secara bersama-sama
demi terciptanya perdamaian abadi. Islam tidak menolak budaya
pluralisme dan bahkan memberikan rancangan yang bersifat positif
dan etis dan menganggapnya sebagai Sunnatullah. Pendidikan Agama
sangat penting dalam menanamkan kesiapan peserta didik dalam
menghadapi keragaman. Pendidikan Agama harus mampu
mengajarkan tentang budaya global yang beragam, yaitu tentang
keyakinan agamanya sendiri dan prinsip-prinsip agama dan budaya
lain dengan cara menghormati serta mampu memahami dalam
bertoleransi (Sofa Muthohar, 2014, hlm. 439-440).
Abuddin Nata (2012), menyatakan bahwa hambatan atau
ancaman terberat yang dihadapi di era globalisasi adalah
adanya lima kecenderungan yang membawa dampak bagi
kehidupan yang luas. Yaitu (1) kecenderungan untuk
berintegrasi dalam kehidupan ekonomi; (2) kecenderungan
untuk berpecah belah (fragmentasi) dalam kehidupan
politik; (3) kecenderungan interdepensi
(kesalingtergantungan) antara satu negara dengan negara
lain; (4) kecenderungan semakin meningkatnya kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
selanjutnya mengubah secara radikal situasi pasar kerja; dan
(5) kecenderungan semakin tergesernya kebudayaan lama
oleh tradisi baru yang seringkali menimbulkan penjajahan
baru dalam bidang kebudayaan (new colonization in
culture) (Rahendra Maya, 2016, hlm. 1175).
Efek dari negatifnya globalisasi mau tak mau harus
dihadapi oleh agama yang mendidik kepada keadilan, perdamaian dan
kejahteraan hidup manusia. Kita paham bahwa persoalan pendidikan
Islam secara internal itu terdapat pada lembaganya (kualitas pesantren
dan madrasah jauh dari harapan) maupun keilmuannya. Masih banyak
masalah-masalah yang belum ada solusinya, mulai dari kurikulum,
sumber dana, ketenagakerjaan dan manajemennya, yang menyebabkan
mutu pendidikan Islam sangat rendah dibarengi juga dari
pengelolanya yang tidak mampu mengantisipasi tantangan globalisasi
yang ada. Efek negatif yang harus dihadapi pendidikan Islam dari
masalah globalisasi yang muncul diantaranya nilai-nilai agama yang
kabur dan bergeser, kemerosotan moral, pergaulan remaja yang
cenderung bebas, penyalahgunaan obat, minum-minuman keras dan
penyakit sosial lainnya.
d. Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Globalisasi
Menghadapi masalah yang semakin pelik, pendidikan Islam
tidak bisa menghadapinya hanya dengan model pembelajaran yang
seperti sekarang ini. Pendidikan Islam harus mampu melakukan
inovasi dan pembenahan-pembenahan serta bekerja keras dalam
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan melakukan
langkah-langkah yang dapat mengarah kepada kemajuan terkhususnya
pada Sumber Daya Manusia (SDM) (Kompri, 2019, hlm. 46).
Selain itu, mampu melakukan perubahan dalam proses
pendidikan, dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih
fleksibel dan komprehensif, sehingga para lulusan bisa melaksanakan
tugasnya secara efektif dalam kehidupan masyarakat global. Itu
sebabnya, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang
memungkinkan para peserta didik bisa secara alami mengembangkan
potensi yang dimiliki dan kreatif dalam suasana penuh kebersamaan,
kebebasan, dan tanggung jawab. Selain itu, program pendidikan harus
diperbaharui, dibangun kembali atau dimoderenisasi sehingga dapat
memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya. Berbagai
macam tantangan tersebut menuntut para penglola lembaga
pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam untuk melakukan
nazhar atau perenungan dan penelitian kembali apa yang harus
diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model
pendidikan Islam seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan,
yang sekiranya mampu mencegah dan atau mengatasi tantangan
tersebut. Melakukan nazhar dapat berarti at-taammul wa al-fahsh,
yakni melakukan perenungan atau menguji dan memeriksanya secara
cermat dan mendalam, dan bias berarti taqlib al-bashar wa al-
bashirah li idrak al-syai‟ wa ru‟yatihi, yakni melakukan perubahan
pandangan (cara pandang) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk
menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di dalamnya adalah
berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan
rencana kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna
mengantisipasi masa depan yang lebih baik (Nur Hidayat, 2015, hlm.
140-141).
B. Studi Relevan
Studi relevan merupakan kajian mengenai penelitian-penelitian
terdahulu yang terkait (review of related literature). Penelitian ini mengenai
pandangan KH. Hasyim Asy‟ari mengenai etika pelajar terhadap gurunya dan
bagaimana implementasinya pada pendidikan Islam di era global.
Berdasarkan penelusuran hasil penelitian yang ada ditemukan beberapa
skripsi yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Durrotun Nafi‟ah (NIM. 143111317),
Program Studi Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di
Institut Agama Islam Negeri Surakarta tahun 2018. Dengan judul “Etika
Pelajar Terhadap Guru Menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan
Relevansinya dengan Pendidikan Karakter”. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian saya adalah sama-sama meneliti tentang pendapat KH.
Hasyim Asy‟ari tentang etika pelajar terhadap guru. Sedangkan
perbedaannya terletak pada kaitannya, penelitian saya menghubungkan
pendapat KH. Hasyim Asy‟ari dengan era globalisasi, sedangkan saudari
Durrotun Nafi‟ah menghubungkan pendapat KH. Hasyim Asy‟ari dengan
Pendidikan Karakter.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Tabi‟in (NIM. 04110018),
Program Studi Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di
Universitas Islam Negeri Malang tahun 2008. Dengan judul “Konsep
Etika Peserta Didik dalam Pendidikan Islam Menurut K.H.M.
Hasyim Asy’ari (Studi Kitab Adab Al-‘Alim Wa Al-Muta’allim).
Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama
meneliti tentang kitab Adab Al-„Alim Wa Al-Muta‟allim karya KH.
Hasyim Asy‟ari tentang etika peserta didik. Sedangkan perbedaannya
terletak pada kaitannya, penelitian saya hanya memfokuskan tentang etika
pelajar terhadap guru dan menghubungkan pendapat KH. Hasyim Asy‟ari
dengan era globalisasi, sedangkan saudara Ahmad Tabi‟in memfokuskan
konsep etika pelajar dalam pendidikan Islam.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Berdasarkan penelitian ini, pendekatan yang dipilih adalah
pendekatan kualitatif. Kualitatif sering disebut dengan metode baru, artistic,
interpretive research dan postposotivistik. Disebut artistic karena penelitian
kurang berpola. Disebut interpretive research karena data yang ditemukan
berdasarkan kesan dan pandangan yang ditemukan dilapangan. Sedangkan
disebut postposotivistik karena berdasarkan pada filsafat postpositivisme
kebenaran berlandaskan pada fakta yang diberikan objek dan kebenarannya
bersifat menyeluruh dan saling berkaitan. (Sugiyono, 2018, hlm. 7-8).
Jenis Penelitian yang dipilih adalah penelitian kepustakaan (library
research).
Mirzaqon. T dan Purwoko dalam Mardalis (2017), mengemukakan
“Penelitian kepustakaan merupakan suatu studi yang digunakan
dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai
macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku,
majalah, kisah-kisah sejarah, dsb” (Milya Sari dan Asmendri, 2020,
hlm. 43)
Oleh karena itu, penulis menggunakan penelitian kualitatif dan jenis
penelitian kepustakaan (library research) karena dianggap cepat mengamati
secara langsung objek (buku rujukan) yang dijadikan penelitian. Dan berusaha
memahami secara mendalam tentang etika pelajar terhadap guru menurut KH.
Hasyim Asy‟ari dan juga implementasinya dalam pendidikan Islam di era
global.
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Peneliti memilih pendapat dan pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari
tentunya menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang mendukung untuk
diteliti, diantaranya:
a. Beliau memimpin para ulama untuk mengeluarkan fatwa resolusi
jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, yang mendukung para pemuda
Muslim saat itu untuk ikut bertempur melawan tentara sekutu pada
tanggal 10 November 1945. Hal ini bersifat kebangsaan.
b. Selain bersifat kebangsaan beliau juga terkait pada keIslaman. Salah
satu pemikiran dan perjuangan beliau yaitu sebagai pendiri
Nahdathul Ulama di Indonesia. Tentunya kita sebagai rakyat
Indonesia tidak asing lagi dengan NU. NU merupakan salah satu
bukti KH. Hasyim Asy‟ari merupakan seorang tokoh yang dapat
dijadikan patokan yang dapat diteladani oleh ulama-ulama dan
rakyat Indonesia.
c. Selain itu, KH. Hasyim Asy‟ari juga menuangkan pemikiran-
pemikiran beliau tentang jihad, nasionalisme, pendidikan dan politik
ke dalam karya-karya beliau yang sangat membantu dalam khazanah
ilmu pengetahuan sekarang ini.
2. Subjek Penelitian
Subjek yang akan diteliti adalah pemikiran dari KH. Hasyim
Asy‟ari tentang etika pelajar terhadap guru dan juga implementasinya
dalam pendidikan Islam di era global. Informan didapatkan dari sumber-
sumber (buku, jurnal, internet, majalah dan sebagainya) yang terkait
dalam penelitian ini.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Menurut Lofland and Lofland (1984) sumber data utama (Data
Primer) pada penelitian kualitatif adalah dari perkataan dan tindakan,
sisanya merupakan data tambahan (Data Sekunder). Perkataan dan
tindakan yang diamati dapat dicatat melalui film, audio, catatan tertulis
maupun foto. Sedangkan untuk data tambahan bisa berupa sumber
tertulis seperti buku, artikel ilmiah, arsip, dokumen resmi dan dokumen
pribadi (Lexy J Moleong, 2018, hlm. 157). Berikut jabarannya:
a. Data Primer
Data Primer akan diambil dari karya yang ditulis oleh KH. M.
Hasyim Asy‟ari dengan judul “Etika Pendidikan Islam: Petuah KH.
Hasyim Asy‟ari Untuk Para Guru (Kyai) Dan Murid (Santri)”
terjemahan Mohammad Kholil,
b. Data Sekunder
Data sekunder akan diambil dari publikasi ilmiah terdiri atas buku,
jurnal, artikel, dan juga hasil penelitian lain yang ada kaitannya
dengan yang peneliti kaji seperti etika, pelajar, pendidik dan
pendidikan Islam di era global. Beberapa akan diambil dari buku
seperti karya yang ditulis oleh KH. M. Hasyim Asy‟ari dengan judul
“Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar” terjemahan Tim
Dosen Ma‟had Aly Hasyim Asy‟ari, Pesantren Tebuireng,
“Aktualisasi Pemikiran dan Kejuangan Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy‟ari” Karya pusat kajian pemikiran Hasyim Asy‟ari
Tebuireng,“KH. Hasyim Asy‟ari Sehimpun Cerita, Cinta dan Karya
Maha Guru Ulama Nusantara” karya Drs. Abdul Hadi, S.Pd., S.H.,
M.M., “Kode Etik Guru Menurut Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim
Asy‟ari dan Relevansinya dalam Konteks Pendidikan Sekarang”
karya Muhammad Kholil dan “99 Kiai Kharismatik Indonesia,
Riwayat, Perjuangan, Doa dan Hizib” karya KH. Abdul Aziz
Masyhuri.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan asal data yang didapatkan oleh
peneliti. Jika peneliti menggunakan data dari dokumentasi, maka tulis
dan catatlah yang menjadi sumber data (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm.
172). Berikut sumber datanya:
a. Buku,
b. Jurnal,
c. Web (Internet), dan
d. Artikel ilmiah, arsip dan dokumentasi (jika ada)
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang akan
dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Dalam proses
pengumpulan data, terdiri atas beberapa langkah diantaranya melalui
observasi atau wawancara, dokumentasi, materi visual serta usaha untuk
mencatat/merekam informasi (John W. Craswell, 2018, hlm. 253).
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan dokumentasi,
mengidentifikasikan secara menyeluruh data dari buku-buku terutama dalam
buku “KH.M. Hasyim Asy‟ari Etika Pendidikan Islam: Petuah KH. Hasyim
Asy‟ari Untuk Para Guru (Kyai) Dan Murid (Santri)” terjemahan
Mohammad Kholil serta karya-karya buku lainnya yang berhubungan dan
berkaitan dengan penelitian ini, seperti jurnal, web (internet), artikel dan
sebagainya yang terkait dengan kajian tentang etika pelajar terhadap guru
menurut KH. Hasyim Asy‟ari dan implementasinya dalam pendidikan Islam
di era global.
E. Teknik Analisis Data
Teknik untuk menganalisis data memiliki langkah-langkah, berikut
diantaranya:
1. Reduksi Data
Mereduksi data maksudnya adalah merangkum, mengambil hal-hal yang
dasar (pokok), memusatkan pada hal-hal yang berguna, dicari tema dan
polanya (Sugiyono, 2018, hlm. 247).
2. Penyajian Data
Setelah melakakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah
menyajikan data tersebut. Data dapat disajikan dalam bentuk hubungan
antar kategori, uraian singkat, flowchart, bagan dan sejenisnya
(Sugiyono, 2018, hlm. 249).
3. Penarikan Kesimpulan
Setelah semua data disajikan dan dikumpulkan maka akan dapat ditarik
kesimpulan mengenai hal yang diteliti.
Karena jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah dalam
bentuk kajian kepustakaan (library research) dan teknik pengumpulan
datanya menggunakan metode dokumentasi, maka teknik analisis data yang
digunakan adalah kajian isi atau analisis konten (content analysis). Weber
(1985) mengatakan bahwa analisis konten adalah teknik penelitian yang
memerlukan beberapa langkah untuk mendapatkan kesimpulan yang sah
(benar, sempurna) dari sebuah buku maupun dokumen (Lexy J. Moleong,
2018, hlm. 220).
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam Creswell & Miller (2002), keabsahan data (validity) adalah
usaha dalam memeriksa data apakah data tersebut telah akurat atau tidak dari
sudut pandang peneliti atau pembaca (John W.Creswell, 2018, hlm. 269).
Untuk memastikan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan
diantaranya seperti triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi, analisis
kasus negatif, pengecekan anggota, uraian rinci dan auditing (Lexy
J.Moleong, 2018, hlm. 327-338).
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti dalam
pemeriksaan keabsahan data adalah teknik triangulasi. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan menggunakan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
kebutuhan pengecekan atau sebagai pembanding. Pada penelitian ini
pemeriksaan keabsahan data diambil dari karya yang ditulis oleh KH. M.
Hasyim Asy‟ari dengan judul “Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan
Pelajar” terjemahan Tim Dosen Ma‟had Aly Hasyim Asy‟ari, Pesantren
Tebuireng,
46
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Latar Belakang Keluarga KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy'ari merupakan seorang ulama terkenal
Indonesia. Banyak perjuangan dan karya-karyanya yang digunakan
sebagai pedoman oleh ulama-ulama masa kini dan masyarakat umumnya.
Beliau lahir di Gedang, Jombang, Jawa Timur pada 14 Februari 1871.
KH. Hasyim Asy'ari lahir dari pasangan Kiai Asy'ari (Ayah) dan
Halimah (Ibu). Asy'ari merupakan nama ayahnya yang di nisbatkan
kepadanya. Kiai Asy'ari merupakan keturunan ke-8 Sultan Hadiwijaya
(Jaka Tingkir) dan beliau merupakan seorang ulama di Jawa Tengah,
khususnya Demak. Jika di kaji lebih lanjut, Sultan Hadiwijaya adalah
keturunan ke-6 Raja Brawijaya (penguasa Majapahit seperempat abad
XIV) di Jawa. Sedangkan ibunya, Halimah (Winih), merupakan putri dari
salah satu ulama di Jombang, Jawa Timur. Putri dari pasangan Kiai
Utsman (Ayah Halimah) dan Layyinah (Ibu Halimah) yang merupakan
pengurus pesantren Gedang, Jombang, Jawa Timur. Kiai Asy'ari berasal
dari Demak yang merupakan murid kiai Utsman. Beliau belajar di
pesantren Gedang serta menikahi salah satu putri gurunya yaitu Halimah
(Mohamad Kholil, 2013, hlm. 39-42).
Saat masa kehamilan, Halimah mengandung KH. Hasyim
Asy'ari, ada sesuatu yang tidak biasa. Halimah mengandung selama 14
bulan, berbeda dengan ibu hamil pada umumnya yang hanya
mengandung kurang lebih selama 12 bulan. Pada masa itu, di yakini oleh
masyarakat Jawa bahwa kehamilan yang tidak biasa ini merupakan tanda
bahwa bayi yang di kandung memiliki kecemerlangan. Namun, Halimah
dan Kiai Asy'ari lebih meyakini tanda yang lain, yaitu ketika Halimah
bermimpi bahwa sesuatu menimpa perutnya yang jatuh dari langit yaitu
bulan Purnama. Hal itu diyakini bahwa KH. Hasyim Asy'ari nantinya
akan memiliki kecemerlangan. Ternyata keyakinan itu terbukti ketika
KH. Hasyim Asy'ari masih kecil. Setiap kawan-kawannya yang
menyalahi aturan permainan, maka KH. Hasyim Asy'ari akan
mengingatkan dan menegur agar bermain dengan adil. Pada masa itu,
beliau sudah memiliki jiwa pemimpin dan menjadi penengah (Abdul
Hadi, 2018, hlm. 19-20).
2. Riwayat Pendidikan KH. Hasyim Asyari
Dilihat dari lingkup keluarga KH. Hasyim Asy'ari, hidup di
lingkungan pesantren, tentunya KH. Hasyim Asy'ari telah banyak
mempelajari ilmu-ilmu agama. Pada tahun 1876, saat KH. Hasyim
Asy'ari berumur 6 tahun, beliau hijrah bersama orangtuanya pergi ke
Desa Keras, bagian Selatan dari Jombang. Ilmu-ilmu agama banyak
didapatkannya dari ayahnya, kiai Asy'ari, mulai dari membaca dan
menghafal alquran, dasar-dasar pendidikan Islam dan bahkan menguasai
kitab-kitab yang belum diajarkan oleh gurunya. Pada 1882, ketika KH.
Hasyim Asy'ari berusia 12 tahun, beliau sudah menguasai Bahasa Arab
dan diberi wewenang untuk mengajar santri yang lain. Ilmu yang dimiliki
itu tidak membuat KH. Hasyim Asy'ari puas dengannya. Beliau dikenal
suka mengembara dalam menuntut ilmu. Pada 1885, saat umur KH.
Hasyim Asy'ari berusia 15 tahun, beliau banyak mengunjungi pesantren
untuk menuntut ilmu. Beliau mengembara hingga Bangkalan, Pulau
Madura dan belajar dari KH. Abdullah Khalil. Pengembaraan yang beliau
lakukan ini dikarenakan beliau ingin mendapatkan disiplin ilmu dari
setiap pesantren yang berbeda. Karena setiap pesantren memiliki
karakteristik dan ciri khas tersendiri terutama dalam pelajaran yang
diajarkan (Abdul Hadi, 2018, hlm. 20-21). Contohnya, Pesantren di
Pacitan Jawa Timur, Termas, dikenal dengan spesialis ilmu 'alat (ilmu
tentang literatur Arab, struktur dan tata bahasa) dan berbeda dengan
pesantren di Kediri ,Jampes, dikenal sebagai pesantren Tasawuf. Pada
tahun 1891, setelah selesai menuntut ilmu di Bangkalan, KH. Hasyim
Asy'ari melanjutkan pengembaraannya di Pesantren Sidoarjo, Siwalan.
Kiai Ya'qub adalah Kiai yang memimpin Pesantren Siwalan tersebut.
Beliau merupakan guru besar yang ahli agama dan memiliki pandangan
luas. Selama belajar di Pesantren Siwalan, Kiai Ya'qub sering
memperhatikan KH. Hasyim Asy'ari. Kiai Ya'qub melihat KH. Hasyim
Asy'ari mempunyai potensi dan cukup dalam ilmu agamanya. Pada tahun
1892, KH. Hasyim Asy'ari dijodohkan dengan anak Kiai Ya'qub, Nafisah
(Mohamad Kholil, 2013, hlm. 45).
Tahun 1892, KH. Hasyim Asyari menunaikan Haji dengan
istrinya (Nafisah) dan Kiai Ya'qub (ayah mertuanya) di Makkah. Namun,
tidak hanya menunaikan Haji saja, di Makkah KH. Hasyim Asy'ari juga
menuntut ilmu disana. 7 bulan setelahnya, berita duka didapatkannya,
Nafisah (istrinya) dan Abdullah (anaknya) meninggal dunia. Walaupun
beliau mendapat duka yang mendalam karena kehilangan orang-orang
yang dicintai, tidak menyurutkan semangat dan tekat beliau dalam
menimba ilmu. Beliau dengan lapang dada menerima semua takdir yang
sudah ditetapkan Allah kepadanya dan menghibur dirinya dengan
mendatangi tempat yang suci di Baitullah. Setelah beberapa bulan, beliau
kembali ke Indonesia bersama ayah mertuanya (Kiai Ya'qub) sekaligus
mengunjungi keluarganya yang ada di Jawa (Mohamad Kholil, 2013,
hlm. 47).
Tahun 1893, KH. Hasyim Asy'ari ke Makkah lagi bersama
Kiai Anis (adik kandungnya). Ketika di Makkah, beliau belajar kepada
Syeikh Mahfudz at-Tarmasi. Beliau merupakan putra Kiai Abdullah,
pemimpin pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Beliau dikenal
sebagai orang yang sangat ahli ilmu hadits yang di riwayatkan Imam
Bukhari. Setelah menyelesaikan pelajaran haditsnya dari Syeikh
Mahfudz at-Tarmasi, KH. Hasyim Asy'ari mendapat Ijazah untuk bisa
mengajar kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Hal itu merupakan
kesempurnaan ilmu yang dimilikinya, karena ilmu Fiqh telah di dapatkan
di Jawa ditambah dengan Ilmu Hadits serta Alquran beserta tafsirnya.
Selain Syeikh Mahfudz at-Tarmasi, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau
juga merupakan guru KH. Hasyim Asy'ari. Syeikh Ahmad Khatib
merupakan seorang guru besar dan ulama terkenal di Makkah dan
menjadi salah seorang imam di Masjidil Haram dengan menganut
Mahdzab Syafi'i. Syeikh Khatib juga merupakan seorang Sufi (Aziz
Masyhuri, 2017, hlm. 194-195).
Pada tahun 1899, tahun ke-7 KH. Hasyim Asy'ari tinggal di
Makkah, datanglah kelompok jamaah Haji dari Indonesia. Salah satu
kelompok itu adalah dari Desa Karangkates, Kediri, Jawa Timur,
kelompok Kiai Romli dengan putrinya Khadijah. Kiai Romli sangat
menyukai KH. Hasyim Asy'ari dan menjodohkannya dengan putrinya,
Khadijah. Pernikahan akhirnya terlaksana di tanah suci. Setelah
pernikahan, mereka kembali ke tanah air dan tinggal beberapa bulan di
Kediri. Menurut sumber lain, dikatakan bahwa mereka langsung menuju
Pesantren Gedang, tempat kakeknya, Kiai Utsman, setelah itu mengajar
di Pesantren Keras membantu ayahnya, Kiai Asy'ari (Mohamad Kholil,
2013, hlm. 49-50).
3. Kiprah dan Perjuangan KH. Hasyim Asyari pada Bidang
Pendidikan
Setelah kembali dari Makkah, KH. Hasyim Asy'ari langsung
menekuni lingkup pendidikan untuk kepentingan agama. Perjuangan KH.
Hasyim Asy'ari salah satunya adalah pesantren, beliau ingin mendirikan
sebuah pesantren di daerah Tebuireng. (Aziz Masyhuri, 2017, hlm. 197)
Pesantren Tebuireng didirikan agak jauh dari Kota Jombang.
Tebuireng merupakan nama dusun kecil di Jawa Timur, Kabupaten
Jombang, Kecamatan Diwek, di Desa Cukir. Masyarakat setempat
menuturkan bahwa Tebuireng awalnya berasal dari kata 'kebo ireng' yang
artinya kerbau berwarna hitam. kabarnya, ada salah satu penduduk yang
mempunyai kerbau berwarna kuning. Suatu ketika kerbau kuning itu
hilang. Dan ketika dicari ternyata kerbau tersebut ditemukan hampir mati
dirawa-rawa serta sekujur tubuhnya dipenuhi lintah. Kerbau yang
awalnya kuning, berubah menjadi kerbau hitam. Kejadian itu membuat
sang pemilik kerbau berteriak 'Kebo ireng...! Kebo ireng...!'. Sejak itu,
desa tersebut diberi nama Kebo Ireng. Desa tersebut semakin ramai,
nama Kebo Ireng berubah nama menjadi Tebuireng. Tidak diketahui
mengapa nama tersebut sedikit berubah, mungkin ada kaitannya dengan
hadirnya pabrik gula di bagian selatan desa. Tempat itu memotivasi
warga untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula dan mungkin tebu
yang di taman berwarna hitam, sehingga dusun tersebut berubah nama
menjadi Tebuireng (Tim Pusat Kajian, 2018, hlm. 210-211).
Upaya KH. Hasyim Asy'ari membangun Pesantren Tebuireng
tidak semua mendapat dukungan dari teman-temannya. Hal itu
disebabkan, daerah tersebut rawan kejahatan dan maksiat bahkan ada
masyarakatnya yang tidak beragama dan adat istiadatnya tidak selaras
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, hal itu tidak menyurutkan
semangat KH. Hasyim Asy'ari menyebarluaskan ajaran Islam di daerah
tersebut. Beliau ingin menyiarkan ajaran agama di daerah tersebut untuk
memperbaiki moral masyarakatnya. Keputusan mendirikan Pesantren di
daerah itu bertujuan untuk mengamalkan ilmu dan berdakwah sehingga
ilmu yang telah didapatkan bisa digunakan di pesantren sebagai wadah
perubahan sosial masyarakat. Berdasarkan tujuan tersebut, KH. Hasyim
Asy'ari diberi julukan orang 'ahli strategi' dalam mengubah struktur
masyarakat (Aziz Masyhuri, 2017, hlm. 198).
Berjarak 200 meter dari Pesantren yang bangun oleh KH.
Hasyim Asy'ari terdapat sebuah pabrik gula, Pabrik Gula Cukir.
Didirikan tahun 1853 dan pada saat itu gula adalah sumber yang penting
untuk perdagangan di luar negeri bagi kaum kolonial. Pabrik ini
dijadikan simbol modernisasi bagi kaum kolonial. Pada konteks ini,
Pesantren Tebuireng dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap
kekuasaan Belanda. Jika ini benar, maka strategi KH. Hasyim Asy'ari
mendirikan Pesantren Tebuireng di daerah itu didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan matang untuk tetap menjaga orientasi
keagamaan dalam misi pejuangannya. Dan faktanya, rangkaian ini
disertai pula aksi penolakan kepada kolonial baik dari dirinya maupun
para santrinya (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 58).
Pesantren Tebuireng dibangun pada 3 Agustus 1899 M.
Pembangunannya menggunakan sebidang tanah dengan ukuran 6 x 8
meter. Dibuatlah sebuah bangunan kecil menjadi 2 bagian dari anyaman
bambu (dalam bahasa Jawa disebut Tratak). Di sisi belakang menjadi
tempat tinggal KH. Hasyim Asy'ari dengan istrinya. Sedangkan sisi
depan dijadikan Mushola (tempat sholat). Masyarakat setempat tidak
langsung menerima kehadiran KH. Hasyim Asy'ari di Tebuireng.
Beberapa kali gangguan, ancaman bahkan fitnah kerap di terima olehnya
dan santrinya. Gangguan-gangguan itu berupa pelemparan kayu dan batu,
dan bahkan penusukan senjata ke dinding tratak. Para santri seringkali
tidur di bagian tengah ruangan agar tidak tertusuk senjata tajam.
Gangguan-gangguan itu berlangsung selama 2,5 tahun dan bahkan santri
di minta secara bergiliran untuk berjaga. Gangguan semakin meresahkan
dan membahayakan, KH. Hasyim Asy'ari meminta para santri untuk
menemui Kyai Abdullah Penguragan, Kyai Samsuri Wanantara, Kyai
Saleh Benda dan Kyai Abdul Jamal Buntet di Cerebon, Jawa Barat.
Keempat kyai tersebut merupakan sahabat karib KH. Hasyim Asy'ari dan
meminta mereka untuk melatih pencak silat para santri di Tebuireng
selama 8 bulan. Bekal pencak silat inilah yang membuat KH. Hasyim
Asy'ari dan para santri tidak risau lagi terhadap gangguan dari luar.
Bahkan KH. Hasyim Asy'ari sering sendirian ronda malam. Para
pengganggu sering kalah ketika beradu fisik dengan KH. Hasyim Asy'ari.
Banyak diantara mereka yang ingin menjadi murid KH. Hasyim Asy'ari
dan belajar pencak silat. Sejak saat itu, KH. Hasyim Asy'ari diakui
sebagai bapak, guru sekaligus pemimpin masyarakat. Pengakuan
masyarakat itulah yang menyebabkan bertambahnya jumlah santri di
Pesantren Tebuireng, pada awalnya, tahun 1899 28 orang, 200 orang
pada tahun 1910 dan semakin banyak menjadi 2000-an orang, sebagian
berasal dari Singapura dan Malaysia. Pembangunan Pesantren juga
ditingkatkan, termasuk kegiatan pendidikannya yaitu menguasai kitab
kuning (Tim Pusat Kajian, 2018, hlm. 212-214).
Dalam kesehariannya, KH. Hasyim Asy'ari menggunakan
waktunya untuk mengajar. Materi yang beliau ajarkan yaitu kajian ilmu
Hadits. Ilmu hadits beliau ajarkan secara rinci dan mendalam. Tidak
hanya ilmu Hadits saja, beliau juga mengajarkan ilmu Fiqh dan Tafsir.
Beliau membacakan materi-materi berbahasa Arab dengan lugas dan
menterjemahkan serta menjelaskannya dengan cara yang mudah
dipahami. Beliau juga selalu sabar dan ramah menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan santri kepadanya (Mohamad Kholil, 2013, hlm.
61).
Dari tahun awal berdirinya pesantren hingga tahun 1916,
Pesantren Tebuireng memakai sistem pengajaran bandongan dan
sorogan. Kenaikan kelas ditentukan dari kitab yang telah dipelajari.
Materi yang diajarkan meliputi Bahasa Arab dan pengetahuan Agama
dengan pengantarnya menggunakan bahasa Jawa serta ketika menulis
menggunakan huruf Pegon (tulisan Arab berbahasa Jawa). Jika sudah
khatam mempelajari kitab maka bisa lanjut ke jenjang kelas lebih tinggi.
Seiring berjalannya waktu, suatu kelas ditambahkan dalam pembelajaran.
Kelas itu dinamakan 'kelas musyawarah' dan merupakan kelas tertinggi.
Karena kelas tersebut merupakan kelas tertinggi, maka untuk masuk
dalam kelas tersebut, para santri harus berusaha dengan giat melewati
seleksi ketat. Pada 20 tahun perkembangan pesantren Tebuireng, Kiai
Alwi, Saudara Ipar KH. Hasyim Asy'ari banyak membantu
perkembangan pesantren. Menantu KH. Hasyim Asy'ari yang pertama
dari putrinya Khairiyah, Kiai Ma'sum Ali, pada tahun 1916 mengenalkan
sistem klasikal (Madrasah) yang diambil dan dilihat dari sistem
pendidikan di Makkah. Pada tahun 1919, Tebuireng khususnya bagian
Madrasah membuka 7 tingkatan yang terbagi dari tingkatan tahun
pertama (sifir awal) dan tahun kedua (sifir tsani) yang merupakan masa
persiapan untuk bisa masuk madrasah 5 tahun berikutnya. Pada jenjang
kelas sifir awal dan sifir tsani, santri diajarkan bahasa Arab sebagai
landasan untuk 5 tahun berikutnya. Pada 1919 madrasah Tebuireng resmi
diberi nama Madrasah Salafiyah Syafi'iyah. Mata pelajarannya ditambah
Bahasa Melayu, Geografi dan Matematika. Tahun 1926, mata
pelajarannya ditambah Sejarah dan Bahasa Belanda oleh Kiai Ilyas. Pada
1928, KH. Hasyim Asy'ari sebagai kepala Madrasah mengganti Kiai
Ilyas menggantikan Kiai Ma'sum, lalu Kiai Ma'sum diminta untuk
mendirikan Pesantren Seblak yang tidak jauh dari Madrasah Salafiyah
Syafi'iyah (sekitar 200 m arah barat). Materi-materi yang diajarkan
termasuk juga diantaranya materi non-agama, sehingga mendapat
penolakan dan kritik dari para ulama serta orangtua santri. Para orangtua
melarang anaknya untuk masuk ke Madrasah tersebut. Namun, pada
tahun 1940-an, ilmu-ilmu itu sangat berguna saat Jepang mengharuskan
orang pribumi untuk menulis dan berbicara menggunakan huruf-huruf
alfabet. Selain itu banyak dari alumni Madrasah yang menjadi anggota
Lembaga Perwakilan Distrik (Sanakai) berkat kemampuan mereka
terhadap ilmu-ilmu umum (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 66-68).
Pada tahun 1942, saat pemerintahan Jepang, Sambu Beppang
(Gestopo Jepang), mendata jumlah ulama di Pulau Jawa. Saat itu
berjumlah 25.000-an orang dan rata-rata pernah belajar di Tebuireng.
Karena kemampuan KH. Hasyim Asy'ari mengembangkan ajaran Islam
dan perjuangan yang beliau lakukan, para ulama di pulau Jawa
memberikan beliau gelar 'Hadratusy Syeikh' artinya 'Tuan Guru Besar'.
Sejarahnya, Pesantren Tebuireng hingga kini sudah mengalami 7 kali
periode kepemimpinan. Berikut periodisasi kepemimpinan Tebuireng:
a. Pada 1899-1947, Periode Pertama: KH. M. Hasyim Asyari
b. Pada 1947-1950, Periode Kedua: KH. Abdul Wahid Hasyim
c. Pada 1950-1951, Periode Ketiga: KH. Abdul Karim Hasyim
d. Pada 1951-1952, Periode Keempat: KH. Achmad Baidhawi
e. Pada 1953-1965, Periode Kelima: KH. Abdul Kholik Hasyim
f. Pada 1965-2006, Periode Keenam: KH. M. Yusuf Hasyim
g. Pada 2006-kini, Periode Ketujuh: KH. Salahuddin Wahid (Tim Pusat
Kajian, 2018, hlm. 214-215).
Perjuangan KH. Hasyim Asy'ari terkait pendidikan tidak saja
mendirikan pesantren, tetapi beliau juga menciptakan karya berdasarkan
pemikirannya. Karya beliau salah satunya ialah Adabul Alim wal
Muta'alim. Dalam karyanya itu terlihat bahwa KH. Hasyim Asy'ari
banyak dipengaruhi oleh tradisi Pendidikan Islam bernuansa Klasik yang
lebih mengedepankan etika dan aspek normatif ketika mengajar serta
dipengaruhi pula dari pemikiran Imam al-Ghazali dan Az-Zarnuji dimasa
klasik. (Abdul Hadi, 2018, hlm. 25-26).
4. Kebiasaan KH. Hasyim Asyari Terhadap Gurunya
KH. Hasyim Asy‟ari adalah ulama yang sangat berpengaruh.
Beliau mempunyai kehidupan yang bisa menjadi contoh dan teladan bagi
semua orang. Salah satunya adalah kebiasaan-kebiasaannya kepada
keluarga, guru, teman, atau bahkan santrinya. Pada bagian ini, penulis
hanya membahas kebiasaan-kebiasaan KH. Hasyim Asy‟ari kepada
gurunya (Abdul Hadi, 2018, hlm. 33-40), berikut jabarannya:
a. Mencari guru yang ahli dibidangnya
Sejak muda KH. Hasyim Asy‟ari tidak pernah puas dengan
ilmu yang dimilikinya. Beliau mengembara mencari ilmu dari satu
pesantren ke tempat lainnya bahkan mencari ilmu hingga Makkah
dengan mencari dan belajar kepada guru yang ahli dibidangnya.
Beliau mengembara karena setiap pesantren memiliki karakteristik
yang berbeda dalam disiplin ilmu.
Dalam bukunya, Syamsul A. Hasan (2003) menuliskan
bahwa kebiasaan para ulama terdahulu adalah mencari guru yang
memang benar-benar ahli di bidangnya, termasuk KH. Hasyim
Asy'ari. Ketika mencari guru, pertimbangan mereka ialah keshalihan
para guru-guru, penguasaan dan keahlian dalam keilmuan, serta
kedekatan gurunya kepada Rasulullah Saw., baik dalam hal sanad
keilmuan, akhlak, maupun secara spiritual.
Kebiasaan KH. Hasyim Asy‟ari tidak berbeda dengan
ulama terdahulu. Mencari guru yang sangat kompeten, shahih baik
perkataan maupun perbuatan (akhlak) kepada orang lain. contoh
kebiasaan itu seperti mencari ke-shahih-an suatu hadits, maka para
ulama (ahli ilmu) mendatangi ulama-ulama lain bahkan ulama yang
berada di negara berbeda untuk memverifikasi bahwa ilmu yang
mereka terima benar-benar dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan
kebenarannya.
b. Mencari Guru yang Teguh Menjalankan Syariat
Selain mencari guru yang ahli dibidangnya, KH. Hasyim
Asy‟ari juga mencari guru yang teguh menjalankan syari‟at. Tentunya,
guru yang teguh menjalankan syari‟at yang diperintahkan Allah Swt,
maka guru tersbut akan memberikan ilmu yang sesuai dan berpegang
teguh dengan Alquran, Sunnah Rasulullah serta sesuai dengan
kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat ulama sebelumnya (Ijma‟).
c. Tunduk dan Patuh kepada Guru
Kebiasaan lain yang dimiliki KH. Hasyim Asy‟ari ialah
akhlak selalu patuh dan tunduk terhadap perintah-perintah yang
diberikan kepadanya. Beliau menganggap dirinya tidak sebagai murid,
melainkan sebagai seorang pelayan yang bersikap rendah hati kepada
gurunya.
Dalam situs MWC NU Situbondo, diceritakan sebuah kisah
tentang KH. Hasyim Asy'ari, di mana kisah ini memang
sudah sedemikian populer beredar di kalangan masyarakat
NU. Kisah tersebut berkaitan dengan pengabdian KH.
Hasyim Asy'ari kepada gurunya, KH. Muhammad Khalil
Bangkalan. Suatu saat, seperti rutinitas biasanya KH.
Hasyim Asy'ari setelah menempatkan ternak ke kandang,
beliau langsung mandi dan shalat Ashar. Namun saat itu,
belum sempat mandi, ia melihat sang guru, KH.
Muhammad Khalil merenung sendiri. Penasaran melihat
gurunya, KH. Hasyim Asy'ari memberanikan diri bertanya
dan ternyata cincin yang diberikan oleh istri gurunya jatuh
ke toilet. Mendengar perkataan guru itu, KH. Hasyim
Asyari langsung ingin membantu mencari cincin yang jatuh
itu. Setelah didapatkan izin, KH. Hasyim Asy'ari masuk dan
membongkar kakus. Demi ketaatan, rasa hormat, dan
sayangnya kepada sang guru. Kemudian dia masuk ke
dalam toilet dan mengeluarkan isinya hingga cincin sang
guru ditemukan. Alangkah bahagianya KH, Muhammad
Khalil melihat muridnya berhasil menemukannya. Hingga
terucaplah doa untuk KH. Hasyim Asy‟ari “Aku ridha
padamu, Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan
ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi
orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta
kepadamu." (Abdul Hadi, 2018, hlm. 37-38)
Do‟a yang keluar dari mulut sang guru, KH. Muhammad
Khalil, membuktikan jika KH. Hasyim Asy‟ari sangat di Ridhoi oleh
sang guru dan bahkan dido‟akan menjadi tokoh panutan serta orang
besar oleh sang guru. Hal itu terbukti kebenarannya, KH. Hasyim
Asy‟ari tidak dikenal sebagai Kiai saja tetapi dikenal juga sebagai
ulama besar yang memiliki pengaruh besar terhadap Bangsa.
d. Menata Sandal Kiai/Gurunya
Didunia pesantren, salah satu tradisi yang ada dibeberapa
pesantren adalah menata sandal Kiai. Hal itu dilakukan sebagai
penghormatan agar sandal Kiai tidak terinjak-injak atau tercampur
dengan sandal para santri, selain itu juga untuk mendapatkan berkah
darinya. Kebiasaan itu juga dilakukan KH. Hasyim Asy‟ari kepada
Kiai-kiai yang menjadi gurunya saat ia masih menjadi santri. Adapun
salah satunya yaitu Kiai Sholeh Darat, KH. Hasyim Asy‟ari bersama
Muhammad Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan, yang mendirikan
Muhammadiyah), sering berlomba merapikan sandal Kiai Sholeh
Darat setiap selesai Sholat atau selesai mengaji. Tidak heran mereka
menjadi santri yang istimewa dimata Kiai Sholeh Darat.
Karya M. Sanusi (2013) dengan judul Kebiasaan-Kebiasaan
Inspiratif KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari dijelaskan
bahwasanya sedikitnya ada sepuluh hal pokok yang terbiasa dilakukan
oleh KH. Hasyim Asyari ketika berhubungan dengan gurunya (Abdul
Hadi, 2018, hlm. 40-43), antara lain:
a. Mencari guru yang alim. Artinya KH. Hasyim Asy'ari tidak
sembarangan memilih guru. Ia selalu berusaha menemukan guru yang
penuh kasih sayang, ahli dalam bidangnya, memiliki harga diri dan
dikenal sebagai orang yang terjaga dari maksiat.
b. KH. Hasyim Asy'ari memilih guru yang memiliki kompetensi
sempurna dalam ilmu syariat melalui guru-guru sebelumnya.
c. KH. Hasyim Asy'ari senantiasa menunjukkan kepatuhannya kepada
gurunya tentang hal-hal yang harus dikerjakan, KH. Hasyim Asy'ari
juga senantiasa menunjukkan kerendahhatiannya dan menjadikan
sikap tersebut sebagai kemuliaan bagi seorang santri.
d. KH. Hasyim Asy'ari tidak pernah meremehkan gurunya, baik dalam
tutur kata, sikap maupun tindakan.
e. KH. Hasyim Asy'ari senantiasa menghargai hak-hak yang diterima
guru dan keutamaannya serta selalu mengingat sang guru ketika
masih hidup atau sudah wafat. Bahkan KH. Hasyim Asyari selalu
berusaha membina hubungan silaturahmi dengan keluarga guru-
gurunya, menziarahi makam gurunya, dan sebagainya.
f. KH. Hasyim Asy'ari sangat memahami watak dan karakter masing-
masing gurunya. KH. Hasyim Asy'ari selalu sabar berhadapan dengan
watak para guru yang bermacam-macam itu.
g. KH. Hasyim Asy'ari selalu duduk di depan guru dengan adab yang
baik dan tidak menilik kecuali jika dibutuhkan.
h. Ketika guru menjelaskan suatu materi yang sudah ia ketahui
sebelumnya, KH. Hasyim Asy'ari tetap bersikap seolah-olah ia baru
mendengar pertama kali, sehingga di hadapan gurunya ia senantiasa
menunjukkan sikap hormat dan penghargaan dengan cara
memerhatikan apa yang disampaikan gurunya.
i. Ketika menyampaikan sesuatu, KH. Hasyim Asy'ari tidak pernah
memotong pembicaraan dan mendahului gurunya, beliau bersabar
hingga gurunya selesai berbicara.
j. Ketika menerima sesuatu dari guru, KH. Hasyim Asy'ari selalu
menerima dengan tangan kanannya. Begitu pula saat KH. Hasyim
Asy'ari memberikan kitab atau buku ia membukanya sehingga
gurunya sudah langsung dalam keadaan siap membaca.
5. Karya-karya KH. Hasyim Asy'ari
Selain kegiatan mengajar dan berdakwah. KH. Hasyim Asy‟ari
adalah ulama yang aktif dalam menulis. Karya-karya beliau terdiri dari
berbagai kategori, diantaranya pemikiran dalam konteks ke-Islam-an dan
ke-Indonesia-an, tentang Aswaja dan aktualisasinya dalam kebhinekaan
berbangsa, pembentukan rumah tangga sakinah, sistem pendidikan
futuristic, resolusi jihad, etika pendidikan Islam dan karya-karya beliau
lainnya. Berikut beberapa karya yang ditulis oleh KH. Hasyim Asy‟ari,
diantaranya:
a. Adab al-'Alim wa al-Muta'allim Fima yahtaj ilail Al-Muta‟alim fi
Ahwal Ta‟alum wa ma Yatawaqaf „alaih al-Mu‟alim fi Maqamat
Ta‟limih, kitab ini membahas tentang etika yang bagaimana
seharusnya dimiliki pelajar dan guru. Kitab ini sudah banyak
diterjemahkan salah satunya dengan judul Etika Pendidikan Islam
pada tahun 2007 oleh Penerbit Titian Wacana Press Yogyakarta
(Mohamad Kholil, 2013, hlm. 89-90).
b. Ar-Risalah al-Jam'iah, Sharh fiha Ahwal al-Mauta wa Asyrath as-
Sa‟at Ma‟a bayan Mafhum as-Sunnah wa al-Bid‟ah, kitab ini
membahas tentang tanda-tanda hari kiamat, konsep Sunnah, konsep
bid‟ah dan kematian. (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 90).
c. At-Tibyan fi al-Nahy an Muqatha‟at al-Arham wa al-Aqarib wa Al-
Ikhwan, kitab ini membahas tentang bahayanya memutuskan tali
silaturahmi dan persaudaraan serta menjelaskan tentang pentingnya
membangun persaudaraan (Abdul Hadi, 2018, hlm. 28).
d. Dhau-ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah, kitab ini membahas
tentang pernikahan terkait rukun, syarat, hokum dan tata cara nikah
yang syar‟i. (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 91).
e. Arba'ina Haditsan Tata'allaqu bi Mabadi' Jam'iyyat Nahdlatul
Ulama, kitab ini berisi empat puluh hadits pilihan yang sangat tepat
dijadikan pedoman oleh warga NU. (Abdul Hadi, 2018, hlm. 30).
f. Mugaddimah al-Qanun al-Asasi Ii Jam'iyyat Nahdlatul Ulama, kitab
ini berkaitan dengan NU membahas tentang beberapa ayat Alquran
dan hadits yang dijadikan sebagai landasannya mendirikan NU.
(Abdul Hadi, 2018, hlm. 28-29).
g. Risalah fi Ta'kid al-Akhdz bi Madzhab al-Aimmah al-Arba'ah, kitab
ini membahas tentang pentingnya berpedoman kepada imam
madzhab. (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 92).
h. Al-Qalaid fi Bayani ma Yajibu min al-'Aqaid, kitab ini menjelaskan
tentang akidah-akidah wajib dalam Islam. (Mohamad Kholil, 2013,
hlm. 91).
6. Adabul Al-‘alim wal muta’alim
Kitab Adab al-'Alim wa al-Muta'allim adalah ringkasan dari
karya Syekh Muhammad bin Sahnun kitab Adab al-Mu'allim (w. 256
H/871 M), kitab Ta'lim al-Muta'allim fi Thariq at-Ta'allum karya Syeikh
Burhanuddin al-Zarnuji (w. 591 H), dan kitab Tadzkirat al-Saml wa al-
Mutakallim fi Adab al-'Alim wa al Muta'allim karya Syeikh Ibn Jama'ah.
Kitab ini ditulis menggunakan bahasa Arab. Judul lengkapnya ialah
Adab alAlim wa al-Muta'allim: fii maa yahtaaju ilaihi a-muta'allimu fii
ahwaali ta'limihi wa maa yatawaqqafu 'alathi a-mu'allilmu fii
maqaamaati ta'limihi diterbitkan pada tahun 1415 H oleh Maktabah at-
Turats al-Islamiy Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan
diterjemahkan penulis ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
terjemahan Etika Pendidikan Islam pada tahun 2007 oleh penerbit Titian
Wacana Press Yogyakarta (Mohamad Kholil, 2013, hlm. 97).
Kitab ini terdiri atas 8 bab pembahasan yang meliputi BAB I:
Fadhilah Ilmu Pengetahuan dan Ahli Ilmu (Ulama), serta Fadhilah
Mengajarkan dan Mempelajari Ilmu Pengetahuan, BAB II: Etika bagi
Pencari Ilmu (Pelajar), BAB III: Etika Pelajar Terhadap Guru, BAB IV:
Etika Belajar bagi Pencari Ilmu (Pelajar), BAB V: Etika bagi „Alim
(Ulama/Guru), BAB VI: Etika Mengajar bagi „Alim (Ulama/Guru), BAB
VII: Etika Guru terhadap Pelajar dan BAB VIII: Etika terhadap Kitab
(Buku) (KH. Hasyim Asy‟ari, 2007, hlm. 1-99), berikut jabarannya:
a. Fadhilah Ilmu Pengetahuan dan Ahli Ilmu (Ulama), serta Fadhilah
Mengajarkan dan Mempelajari Ilmu Pengetahuan
1) Allah Swt akan meninggikan derajat para guru yang mampu
mengamalkan ilmu yang dimiliki.
2) Allah Swt mengutamakan dan memuliakan para ahli ilmu
dengan menetapkannya setelah penyebutan nama Allah Swt dan
malaikat.
3) Para ahli ilmu ialah orang-orang yang takut kepada Allah Swt
sehingga disebut Khairul Bariyah (makhluk Allah Swt yang
paling baik).
4) Kedudukan para ahli ilmu adalah sebagai pewaris para Nabi.
5) Dapat dengan baik mengamalkan ilmu, maka sungguh
beruntunglah. Sebaliknya, jika tidak, maka ia termasuk orang
yang merugi.
6) Seorang ahli ilmu sejatinya tidak akan pernah bosan dan merasa
cukup dengan ilmunya itu. Karena jika ia telah menganggap
dirinya sebagai ahli ilmu dan merasa bosan, maka sesungguhnya
ia telah menjadi orang yang sangat bodoh.
b. Etika bagi Pencari Ilmu (Pelajar)
1) Sebelum mencari ilmu, pelajar harus membersihkan hatinya dari
sifat dengki, bohong, prasangka buruk dan sikap-sikap yang
tidak terpuji lainnya.
2) Pelajar harus memiliki niat yang suci. Percaya jika menimba
ilmu itu semata-mata hanya untuk mencari ridhi Allah Swt dan
jika telah mendapatkannya akan bertekad mengamalkannya
untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mengembangkan
syariat Islam.
3) Tidak bermalas-malasan dan menyegerakan diri untuk mencari
ilmu.
4) Pelajar harus sabar, rela dan menerima apa adanya (qana'ah)
baik dalam hal pakaian, makanan dan yang lainnya.
5) Mampu memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin dan
mengetahui waktu terbaik saat beraktifitas. Misalnya, menghafal
ketika menjelang subuh, dan sebagainya.
6) Tidak berlebihan ketika makan, karena hal itu akan menghambat
seseorang beribadah. Menyedikitkan makanan agar tubuh
terhindar dari penyakit.
7) Bersikap hati-hati dalam setiap tindakan dan selalu waspada
terhadap apapun.
8) Menjauhkan diri dari makanan yang dapat melemahkan organ
tubuh dan memicu kebodohan. Contohnya, air susu dan ikan
terlalu banyak yang dapat menyebabkan kolesterol.
9) Tidak tidur lebih dari 8 jam, karena akan berdampak negatif
bagi tubuh baik jasmani maupun rohani.
10) Mencari lingkungan yang sehat dan jauhi pergaulan yang tidak
baik, karena dari pergaulan itu dapat mengubah seseorang.
Misalnya, kita disekelilingi oleh orang-orang yang mabuk,
mencuri, berzina dan lainnya, maka bisa saja kita terjerat dalam
lingkup tersebut. Pilihlah teman-teman yang taat kepada Allah
Swt, agar kita dapat merasakan efek positif darinya.
c. Etika Pelajar Terhadap Guru
1) Memohon petunjuk dari Allah guru yang bagaimana yang paling
baik. Cari guru yang ahli dibidangnya, baik akhlak dan tutur
katanya, hati-hati dalam bertindak serta memiliki wibawa.
2) Mencari guru dengan sungguh-sungguh dan meyakini
pendalaman ilmu agama sang guru serta diakui oleh rekan-
rekannya sesame guru lainnya, sering melakukan penelitian,
diskusi dan sebagainya.
3) Pelajar harus patuh apapun perintah yang diberikan guru
kepadanya dan menjahui segala larangan yang dilarang.
4) Memandang guru sebagai orang yang mulia dan meyakini
kesempurnaan ilmu yang dimilikinya.
5) Paham akan hak-hak, keutamaan guru dan selalu ingat akan
jasa-jasanya. Hendaklah selalu mendo'akan, menghormati
keluarga dan orang-orang terdekatnya.
6) Bersabar jika perilakunya kurang menyenangkan. Jangan
beranggapan bahwa itu kesalahan. Tetaplah hormat padanya.
Bila perlu minta maaflah terlebih dahulu.
7) Meminta izin setiap hendak memasuki ruangan pribadinya
dengan mengetuk pintu maksimal 3 kali dan tidak dengan
ketukan yang keras. Apabila guru mengizinkan, maka yang
lebih tua terlebih dahulu masuk kemudian disusul yang lain
secara tertib. Hendaklah menyempurnakan perilaku, pakaian
serta jika guru sedang berbicara dengan orang lain maka
diamlah (tidak menyela percakapan mereka).
8) Hendaklah pelajar duduk dengan sopan dan santun. Bentuk
duduk yang baik dengan cara duduk tasyahud (tanpa meletakkan
kedua tangan diatas paha), bertumpu diatas kedua lutut
(bersimpuh), duduk bersila dan sebagainya. Kemudian, fokus
dan jangan tengak-tengok (sering memalingkan wajah).
9) Berbicara dengan guru jangan bernada ragu. Misalnya,
"mengapa?" atau "Fulan tidak mengatakan seperti yang engkau
katakan". Jika, guru melakukan kesalahan, maka jaga raut wajah
dari ketidaksetujuan, tetap tenang dan jagalah perasaan guru.
10) Ketika materi yang dijelaskan sudah pernah diketahui
sebelumnya, maka tetaplah menyimak seakan-akan sama sekali
belum pernah mendengarnya. Kemudian, jika pelajar diminta
menjelaskan suatu hal, meskipun sebenarnya mampu. Maka,
jawablah „saya akan lebih senang mendengar penjelasan
tersebut langsung dari guru‟.
11) Tidak mendahului penjelasan guru atau menjawab pertanyaan
pelajar lain dengan maksud pamer.
12) Jika pelajar diminta untuk membacakan sebuah kitab, maka
hendaklah ia menerimanya dengan tangan kanan lalu
memegangnya dengan kedua tangan. Setelah membaca,
hendaklah mengembalikan kepada guru tanpa meninggalkan
lipatan sedikitpun disetiap lembarnya.
d. Etika Belajar bagi Pencari Ilmu (Pelajar)
1) Hendaklah belajar ilmu-ilmu ini terlebih dahulu, sebelum belajar
ilmu:
a) Ilmu pengetahuan tentang Allah Swt (Zat Al-'Aliyah);
b) Ilmu pengetahuan terkait sifat-sifat Allah Swt
c) Ilmu hukum-hukum Allah Swt (Fiqh);
d) Ilmu terkait perilaku, masalah spiritual dan penghayatan
dalam beribadah kepada Allah (Tasawuf).
2) Mempelajari ilmu-ilmu terkit kitab suci Alquran seperti Ilmu
Hadits, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Nahwu dan
Shorof secara mendalam.
3) Bagi pemula, hindari mempelajari materi yang terdapat
pembahasannya terjadi pertentangan dikalangan ulama (karena
itu dapat membingungkan pikiran).
4) Memastikan kebenaran teks terlebih dahulu (meng-tashih)
sebelum menghafalkan bacaan agar terhindar dari kesalahan-
kesalahan secara substansial ataupun redaksional yang bisa
merusak makna bacaan.
5) Bersegera mempelajari cabang-cabang ilmu, terlebih terkait
Hadits misalnya sanad, matan, rawi, sejarah Hadits dan
sebagainya.
6) Jika pelajar telah selesai menyelesaikan pelajaran yang ringan,
maka lanjutkan ke pelajaran yang lebih rinci.
7) Selalu aktif mendatangi halaqoh (pengajian) dan melakukan
muzakarah (mengingat pelajaran) terkait halaqoh saat itu.
8) Setiap kali mendatangi halaqoh, hendaklah bersuara lantang saat
mengucapkan salam agar dapat didengar oleh majelis dan
memberikan penghormatan kepada guru. Begitu juga jika keluar
dari majelis.
9) Perlu diketahui, pelajar hendaknya tidak menanyakan
pertanyaan yang tidak pantas untuk ditanyakan. Selain itu,
jangan mendesak jawaban dari guru dan tidak membantah jika
guru keliru menjawab pertanyaannya.
10) Jika ingin bertanya, maka tunggulah sesuai gilirannya.
11) Duduk dihadapan guru dengan sopan santun.
12) Fokus dan sungguh-sungguh mempelajari suatu kitab dan tidak
tergesa-gesa mempelajari materi lain sebelum menguasai
sebelumnya secara penuh.
13) Mendukung teman-teman ketika menimba ilmu, mengurangi
kesulitan mereka, membantu mereka menggapai prestasi dan
mengajak dalam meraih kemashlahatan.
e. Etika bagi „Alim (Ulama/Guru)
1) Mendekatkan diri kepada Allah Swt dalam kondisi dan situasi
apapun.
2) Memiliki rasa takut kepada Allah Swt terkait ucapan dan
tindakan.
3) Memiliki sikap yang tenang.
4) Bersikap wara' (dalam setiap ucapan dan tindakan).
5) Bersikap tawadhu'.
6) Penuh penyerahan dan kebulatan hati (khusyuk) kepada Allah
Swt.
7) Setiap mendapat suatu persoalan, senantiasa kembali kepada
hukum Allah Swt.
8) Tidak membuat ilmu yang dimiliki untuk mencari keuntungan
duniawi seperti jabatan, kekayaan dan sebagainya.
9) Tidak merendahkan diri dihadapan para penguasa (yang
memiliki harta benda dan kedudukan). Tidak mengagung-
agungkan mereka. Tetap menjaga kemuliaan diri, wibawa dan
ilmu pengetahuan.
10) Tidak berlebihan mencintai dunia (zuhud) dan rela hidup dalam
kesederhanaan.
11) Menghindari diri dari profesi yang dianggap hina menurut adat
dan agama.
12) Menjauhkan diri dari tempat yang dapat menimbulkan fitnah,
meskipun tidak ada larangan syari'at. Hal itu agar martabat pada
ahli ilmu tetap terjaga.
13) Menghidupkan ajaran-ajaran Islam seperti Sholat berjamaah di
Masjid, belajar mengaji dan sebagainya. Selalu sabar dan
menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran.
14) Menegakkan Sunnah-sunnah Nabi dan melawan bid'ah.
15) Mengamalkan syari'at Islam misalnya bersholawat, berpuasa,
dan lainnya.
16) Bersikap baik dan terpuji kepada orang lain.
17) Membersihkan diri (jiwa dan raga) dari sikap tercela dan
menanamkan sikap mulia.
18) Semangat menambah wawasan ilmu pengetahuan dengan tekad
yang kuat. Salah satunya dengan cara membuat catatan-catatan
menggunakan bahasa sendiri.
19) Tidak segan mengambil ilmu yang memang tidak di ketahui dari
orang lain tanpa memandang perbedaan umur, keturunan atau
status orang tersebut.
20) Memberikan diri sedikit waktu untuk melakukan kegiatan
menulis atau mengarang. Hal itu untuk mengasah ketajaman dan
kematangan intelektualnya.
f. Etika Mengajar bagi „Alim (Ulama/Guru)
1) Sebelum datang ke majelis ilmu, ahli ilmu hendaknya
mensucikan diri terlebih dahulu (dengan mandi jenabah atau
berwudhu) dan menggunakan pakaian yang layak untuk
memuliakan ilmu dan mengagungkan syari'at Allah Swt.
2) Saat keluar rumah, hendaklah berdo'a dan berzikir kepada Allah
Swt.
3) Ketika tiba di majelis, hendaklah guru mengucapkan salam lalu
duduk dengan khusyuk dan tawadhu'.
4) Menghadap seluruh anggota majelis dan memuliakan mereka.
Meminta yang berusia lebih tua untuk duduk dibarisan depan.
5) Sebelum dimulai, hendaklah guru membaca beberapa ayat
Alquran dan berdoa untuk dirinya, para hadirin, seluruh umat
Muslim dan orang yang mewaqafkan hartanya ditempat belajar
saat itu.
6) Jika guru ingin membahas beberapa materi, sebaiknya mulai
dari materi paling penting.
7) Mengatur keras-pelannya suara saat berbicara agar semua
anggota di majelis dapat mendengarnya dengan jelas.
8) Menjaga majelis dari segala bentuk gangguan dan kebisingan
agar para anggota majelis bisa lebih fokus menerima ilmu.
9) Mengingatkan para anggota di majelis terhadap pentingnya
persaudaraan dan kebersamaan umat Muslim.
10) Memberi teguran tegas terhadap pelajar yang beretika diluar
batas, seperti mengobrol, tidur, bercanda dan sebagainya.
11) Jika guru tidak tahu tentang suatu persoalan, hendaklah ia
mengakui ketidaktahuannya itu.
12) Jika dalam majelis ada seseorang yang hadir tidak dari
kelompok mereka, hendaklah guru menyambutnya dengan baik
dan membuatnya nyaman.
13) mengikutsertakan Asma Allah Swt saat membuka atau menutup
pelajaran serta sebelum beranjak meninggalkan majelis, guru
hendaknya membaca doa Kaffaratul Majelis (pelebur dosa atas
semua peserta majelis).
14) Mengajar dengan profesional sesuai bidang keahliannya.
g. Etika Guru terhadap Pelajar (Peserta Didik)
1) Guru harus membangun niat tulus dan tujuan yang luhur untuk
mendapatkan ridha Allah swt, menjelaskan yang hak dan yang
batil, menghidupkan syari'at Islam dan sebagainya.
2) Guru harus lebih sabar jika menemukan pelajar pemula yang
kurang serius dalam balajar. Diharapkan guru memberikan
nasihat-nasihat yang membangun serta memunculkan niat
mereka dalam belajar.
3) Memberikan para pelajar cinta dan kasih seperti guru mencintai
dirinya sendiri dan memperlakukan pelajar seperti anaknya
sendiri.
4) Memberikan materi yang mudah dimengerti yang sesuai
kemampuan mereka.
5) Ketika menyampaikan materi, guru hendaknya bersungguh-
sungguh dan menggunakan matode yang efektif untuk dapat
mempercepat pemahaman para pelajar.
6) Ketika materi telah disampaikan, mintalah para pelajar
mengulang kembali materi tersebut atau berikan beberapa
pertanyaan. Bagi pelajar yang mampu menjawab, berikan
penghargaan atas jawabannya.
7) Jika ada pelajar yang tinggal ditempat yang jauh dari sekolah,
maka jika terlambat, maklumi-lah keadaannya.
8) Tidak membeda-bedakan para pelajar. Jangan hanya memberi
perlakuan khusus kepada pelajar tertentu saja. Hal itu akan
menyebabkan kecemburuan pelajar lain.
9) Memberikan perhatian kepada para pelajar. Bentuk perhatian itu
bisa dari mengenal latar belakangnya, kepribadiannya dan
mendo'akan keberhasilannya.
10) Guru harus menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Dicontoh
dari perbuatan, perkataan dan gestur tubuhnya.
11) Jika mempunyai kemampuan baik dalam hal materi, tenaga, jasa
dan sebagainya. Guru bisa membantu dengan meringankan
masalah yang dialami pelajar.
12) Apabila ada siswa yang diluar kebiasaannya tidak hadir,
hendaknya guru lebih peduli dengan bertanya kepada pelajar
lainnya. Jika tidak ada yang tahu keberadaannya, maka utuslah
seseorang mengunjungi rumahnya. Jika pelajar itu sakit, maka
jenguklah. Jika ia ada masalah maka bantulah meringankan
masalahnya.
13) Hendaklah tetap tawadhu' meskipun sebagai guru berhak
mendapatkan penghormatan.
14) Memperlakukan para pelajar dengan baik, menyebut namanya
dengan sebutan yang baik dan ramah dengan mereka.
h. Etika terhadap Kitab (Buku)
1) Ketika mempelajari suatu kitab/buku, hendaklah memilikinya
baik dengan cara dibeli, meminjam milik orang lain atau bahkan
menyewanya.
2) Ketika telah selesai dengan suatu kitab/buku, jika meminjam
milik orang lain, segeralah kembalikan kepada pemiliknya dan
ucapkan terima kasih.
3) Ketika mengutip dan menulis suatu buku hendaklah letakkan
ditempat yang tinggi dan terhormat, misalnya diatas meja.
4) Ketika membeli atau meminjam suatu buku, hendaklah
memeriksa dan mamastikan kesempurnaan buku tersebut, baik
dari segi susunannya maupun isinya.
5) Ketika mengutip atau mencatat sesuatu dari kitab/buku yang
berkaitan dengan syari'at agama, hendaklah melakukannya
dalam keadaan suci, pakaian yang sopan dan menghadap kiblat.
B. Temuan Khusus
KH.Hasyim Asy‟ri merupakan ulama yang banyak menulis buku,
karya beliau juga terkait tentang pendidikan. Kitab Adabul alim wa al-
Muta‟allim merupakan salah satu karya terpopuler beliau. Kitab ini sebagai
pedoman dan panutan bagi pengajar dan pelajar. Pembahasannya terkait
pentingnya ilmu pengetahuan, mengapa harus mengimplementasikan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, bagiamana pelajar bersikap kepada
guru, guru bersikap kepada pelajar, bersikap kepada kitab dan pembahasan
penting lainnya yang perlu kita pelajari. Kitab ini berfungsi agar pendidik dan
peserta didik dapat belajar dengan baik, dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan dan meningkatkan sikap kearah yang lebih baik sesuai
perintah Alquran dan Sunnah. Kitab Adabul alim wa al-Muta‟allim ini
digunakan penulis sebagai sumber primer untuk mengetahui ide pemikiran
KH.Hasyim Asy‟ari terkait etika pelajar terhadap guru dan implementasinya
dalam pendidikan Islam di Era Global.
Kitab ini secara keseluruhan berisi delapan bab, diantaranya:
BAB I: Fadhilah Ilmu Pengetahuan dan Ahli Ilmu (Ulama), serta Fadhilah
Mengajarkan dan Mempelajari Ilmu Pengetahuan,
BAB II: Etika bagi Pencari Ilmu (Pelajar),
BAB III: Etika Pelajar Terhadap Guru,
BAB IV: Etika Belajar bagi Pencari Ilmu (Pelajar),
BAB V: Etika bagi „Alim (Ulama/Guru),
BAB VI: Etika Mengajar bagi „Alim (Ulama/Guru),
BAB VII: Etika Guru terhadap Pelajar (Peserta Didik), dan
BAB VIII: Etika terhadap Kitab (Buku).
Yang akan menjadi fokus pada penelitian ini ialah 1 bab saja, yang
membahas tentang etika pelajar terhadap guru. Selain itu penelitian ini akan
diimplementasikan dengan pendidikan Islam di era Global sehingga dari
pemikiran KH.Hasyim Asy‟ari tentang etika pelajar terhadap guru dicari cara
bagaimana mengimplementasikannya dalam pendidikan Islam di era Global
saat ini. Berikut adalah penjabaran dari Bab III tentang etika pelajar terhadap
guru. Pembahasan pada bab ini ada 12, diantaranya sebagai berikut:
13) Memohon petunjuk Allah, guru yang bagaimana yang paling baik. Cari
guru yang ahli dibidangnya, baik akhlak dan tutur katanya, hati-hati
dalam bertindak serta memiliki wibawa.
14) Mencari guru dengan sungguh-sungguh dan meyakini pendalaman ilmu
agama sang guru serta diakui oleh rekan-rekannya sesame guru lainnya,
sering melakukan penelitian, diskusi dan sebagainya.
15) Pelajar harus patuh apapun perintah yang diberikan guru kepadanya dan
menjahui segala larangan.
16) Memandang guru sebagai orang yang mulia dan meyakini kesempurnaan
ilmu yang dimilikinya.
17) Paham akan hak-hak, keutamaan guru dan selalu ingat akan jasa-jasanya.
Hendaklah selalu mendo'akan, menghormati keluarga dan orang-orang
terdekatnya.
18) Bersabar jika perilakunya kurang menyenangkan. Jangan beranggapan
bahwa itu kesalahan. Tetaplah hormat padanya. Minta maaflah terlebih
dahulu.
19) Meminta izin setiap hendak memasuki ruangan pribadinya dengan
mengetuk pintu maksimal 3 kali dan tidak dengan ketukan yang keras.
Apabila guru mengizinkan, maka yang lebih tua terlebih dahulu masuk
kemudian disusul yang lain secara tertib. Hendaklah menyempurnakan
perilaku, pakaian serta jika guru sedang berbicara dengan orang lain
maka diamlah (tidak menyela percakapan mereka).
20) Hendaklah pelajar duduk dengan sopan dan santun. Bentuk duduk yang
baik dengan cara duduk tasyahud (tanpa meletakkan kedua tangan diatas
paha), bertumpu diatas kedua lutut (bersimpuh), duduk bersila dan
sebagainya. Kemudian, fokus dan jangan tengak-tengok (sering
memalingkan wajah).
21) Berbicara dengan guru jangan bernada ragu. Misalnya, "mengapa?" atau
"Fulan tidak mengatakan seperti yang engkau katakan". Jika, guru
melakukan kesalahan, maka jaga raut wajah dari ketidaksetujuan, tetap
tenang dan jagalah perasaan guru.
22) Ketika materi yang dijelaskan sudah pernah diketahui sebelumnya, maka
tetaplah menyimak seakan-akan sama sekali belum pernah
mendengarnya. Kemudian, jika pelajar diminta menjelaskan suatu hal,
meskipun sebenarnya mampu. Maka, jawablah „saya akan lebih senang
mendengar penjelasan tersebut langsung dari guru‟.
23) Tidak mendahului penjelasan guru atau menjawab pertanyaan pelajar lain
dengan maksud pamer.
24) Jika pelajar diminta untuk membacakan sebuah kitab, maka hendaklah ia
menerimanya dengan tangan kanan lalu memegangnya dengan kedua
tangan. Setelah membaca, hendaklah mengembalikan kepada guru tanpa
meninggalkan lipatan sedikitpun disetiap lembarnya
1. Analisis Pemikiran Etika Pelajar Terhadap Guru Menurut KH.
Hasyim Asy’ari
Berikut adalah analisis pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari dalam
Kitab Adabul alim wa al-Muta‟allim (etika pelajar terhadap guru) dan
implementasinya dalam pendidikan Islam di Era Global, antara lain:
a. Memohon petunjuk dari Allah guru yang bagaimana yang paling
baik. Cari guru yang ahli dibidangnya, baik akhlak dan tutur katanya,
hati-hati dalam bertindak serta memiliki wibawa.
Imam Syafi‟i mengatakan:
من ت فقو من بطون الكتب ضيع الحكام
“Barang siapa mempelajari ilmu pengetahuan yang hanya melalui
buku, maka ia telah menyia-nyiakan hukum.” (KH. Hasyim Asy‟ari,
2007, hlm. 28)
Oleh sebab itu, pelajar harus terlebih dahulu mencari
orang yang akan mendidiknya. Pendidik seperti apa yang harus
dipertimbangkan? Tentunya pelajar mencari pendidik yang memiliki
ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam, sesuai bidangnya,
berhati-hati dalam berkata dan bertindak, dapat mengajarkan tata
krama (perbuatan maupun perkataan) serta bisa membimbing
menuju akhlak mulia. Sebagian ulama Salaf mengatakan:
ىذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دي نكم
“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah
baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (KH. Hasyim
Asy‟ari, 2007, hlm. 28)
Ketika kita mencari guru yang dapat mengarahkan diri ke
arah yang positif dan dapat mengubah kita menjadi orang yang
berpribadiaan sesuai dengan Alquran dan As-sunnah, maka
keberkahan ilmu yang diberikan guru kepada kita adalah atas
kehendak Allah dan atas Ridho-Nya. Selanjutnya, mencari guru yang
memiliki pengetahuan yang mendalam dan luas, akan membuat kita
tidak salah arah atau bingung akan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
di ketahui. Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 43:
أىل ٱلذيكر إن كنتم ل ت علمون ا فس لو ……
“…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui,” (Anonim, 2002, hlm. 370)
Kemudian, mencari guru yang dikenal dengan
keshohihannya dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, maka tidak
akan diragukan ilmunya dan diyakini kebenarannya.
قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم طلب العلم فريضة على كلي مسلم وواضع
العلم عند غي أىلو كمقليد النازير الوىر واللؤلؤ والذىب
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu
adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan
ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan
mutiara, intan dan emas ke leher babi." (Hadits Sunan Ibnu Majah
No. 220, Kitab: Mukadimah, Bab: Keutamaan ulama dan dorongan
untuk menuntut ilmu)
Selain itu, mencari guru juga harus baik akhlaknya, karena
guru akan menjadi teladan dan contoh bagi pelajar, dengan tutur kata
yang lembut dan halus, sikap yang terpuji dan bahkan memiliki
wibawa akan membuat pelajar kagum dan berharap keilmuan yang
dimiliki sang guru dapat dimilikinya pula.
b. Mencari guru dengan sungguh-sungguh dan meyakini pendalaman
ilmu agama sang guru serta diakui oleh rekan-rekannya sesama guru
lainnya, sering melakukan penelitian, diskusi dan sebagainya.
Memilih guru dilihat dari pemahaman ilmu yang
mendalam. Jangan sampai terkecoh dari penyampaiannya yang fasih
dan indah kata-katanya, karena bisa saja itu merupakan seorang
pendusta, orang yang tidak pandai ilmu agama namun lancang
berbicara masalah ilmu agama, tidak paham masalah halal-haram,
tidak paham kaidah-kaidah ushuliyyah, tidak paham Alquran dan
Sunnah, tidak pandai Bahasa Arab dan sebagainya, orang seperti
inilah merupakan orang bodoh dan hina seakan-akan ahli dalam
bidangnya. Allah berfirman dalam Surat An-Nahl Ayat 116:
ذا حرام ذا حلل وى لت فت روا ول ت قولوا لما تصف ألسنتكم الكذب ى
إن الذين ي فت رون على اللو الكذب ل ي فلحون على اللو الكذب
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-
adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah
beruntung. (Anonim, 2002, hlm. 381)
Bagi penuntut ilmu hendaklah ia menimba ilmu
pengetahuan kepada guru yang memiliki pengalaman yang banyak,
memiliki ruang lingkup banyak ahli ilmu, sering melakukan diskusi,
kajian dan penelitian dengan para ahli ilmu yang sempurna ilmu nya
karena berkumpul dengan para pakar ilmu membuktikan bahwa ilmu
tersebut diyakini kebenarannya. Jangan menuntut ilmu dengan guru
yang hanya mengambil ilmu dari buku saja tanpa memasuki lingkup
para ahli (belajar otodidak). Imam Syafi‟i mengatakan:
من ت فقو من بطون الكتب ضيع الحكام
“Barang siapa mempelajari ilmu pengetahuan yang hanya melalui
buku, maka ia telah menyia-nyiakan hukum.” (KH. Hasyim Asy‟ari,
2007, hlm. 28)
c. Pelajar harus patuh apapun perintah yang diberikan guru kepadanya
dan menjahui segala larangan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi Ayat 69
أعصى لك أمرا ء ٱللو صابرا ول إن شا قال ستجدن
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai
orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu
urusanpun." (Anonim, 2002, hlm. 412)
Dijelaskan bahwa sebagai seorang pelajar yang menerima
ilmu pengetahuan dari guru, maka sikap pelajar adalah mengikuti
semua perintah yang diberikan guru kepadanya sekaligus tidak
melanggar aturan yang telah ditentukan guru.
Menurut Al-Ghazali, etika pelajar terhadap guru salah
satunya yaitu “Seorang murid jangan bersifat angkuh
dengan ilmunya dan jangan menentang gurunya. Tetapi
menyerah seluruhnya kepada guru dengan keyakinan
kepada segala nasihatnya, sebagaimana seorang sakit yang
bodoh yakin kepada dokternya yang ahli berpengalaman.”
(Tri Indriyani dkk, Hlm. 138)
Penjalasan diatas, menerangkan bahwa pelajar di ibaratkan
sebagai pasien yang sedng sakit dan guru menjadi dokternya. Jadi,
jika seorang pasien yang pergi kerumah sakit dan mendapatkan obat
atas penyakitnya, maka semua obat-obat yang diberikan dokter
kepadanya harus diterima tanpa mempermasalhkan jenis obat yang
diberikan. Jika di masukan dalam ruang lingkup pendidikan. Setiap
ilmu yang diberikan guru kepada pelajar harus diterima tanpa banyak
bantahan dan mengikuti semua yang diperintahkan. Terkadang, pada
era global ini khususnya, banyak pelajar yang tidak mengikuti
perintah dari gurunya. Contoh hal kecil saja yaitu tidak
mengumpulkan tugas tepat waktu atau bahkan tidak mengerjakan
tugas yang diperintahkan. Hal itu termasuk problematika yang terjadi
dalam proses belajar-mengajar. Langkah seharusnya yang dilakukan
pelajar adalah mengikuti semua yang diperintahkan karena sikap taat
itu termasuk sikap menghargai dan menghormati kita kepada guru.
Dengan menghargai dan menghormati guru maka ilmu yang diterima
nanti akan mendapatkan keberkahan dan ridho dari Allah Swt.
d. Memandang guru sebagai orang yang mulia dan meyakini
kesempurnaan ilmu yang dimilikinya.
Diriwayatkan dari Abu Yusuf bahwa sebagian ulama salaf
pernah berkata:
من ل ي عتقد جل لة أ ستا ذ ه ل ي فلحا
“Barang siapa tidak memiliki tekad memuliakan guru, maka ia
termasuk orang yang tidak beruntung.” (KH. Hasyim Asy‟ari, 2007,
hlm. 29)
Penuntut ilmu hendaknya memandang guru sebagai orang
yang mulia dan sepatutnya untuk dimuliakan. Pelajar harus meyakini
bahwa guru memiliki kesempurnaan ilmu dan selalu menjadi pelajar
yang haus ilmu sehingga ilmu yang diberikan guru kepadanya
dirasakan sebagai suatu nikmat yang tidak didapatkannya dari
siapapun dan dimanapun. Rasa nikmat yang didapatkan saat
menuntut ilmu akan membuat seseorang ikhlas dalam melakukan
kegiatan tersebut.
قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من سلك طريقا ي لتمس فيو علما سهل اللو لو
قال أبو عيسى ىذا حديث حسن طريقا إل النة
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga." Abu Isa berkata; 'Ini adalah
hadits hasan.' (Hadits Sunan Tirmidzi No. 2570, Kitab: Ilmu,
Bab: Memburu ilmu)
e. Paham akan hak-hak, keutamaan guru dan selalu ingat akan jasa-
jasanya. Hendaklah selalu mendo'akan, menghormati keluarga dan
orang-orang terdekatnya.
ى اللو عليو وسلم ليس منا من ل ي رحم صغينا وي وق ير كبيناف قال النب صل
قال وف الباب عن عبد اللو بن عمرو وأب ىري رة وابن عباس وأب أمامة قال أبو
لو أحاديث مناكي عن أنس بن مالك وغيه عيسى ىذا حديث غريب وزرب
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bukan termasuk dari
golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan
tidak menghormati orang tua (orang dewasa) kami." Hadits semakna
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan
Abu Umamah. Berkata Abu 'Isa: Ini merupakan hadits gharib dan
Zarbi memiliki hadits-hadits munkar dari Anas bin Malik dan
selainnya. (Hadits Sunan Tirmidzi No. 1842, Kitab: Berbakti dan
menyambung silaturrahim, Bab: Kasih sayang terhadap anak kecil)
Guru adalah orang yang berjasa dalam penyampaian ilmu.
Menyebarkan ilmu, apalagi ilmu agama merupakan tugas yang
paling mulia. Oleh sebabnya, pelajar wajib menghormati dan
memuliakan para guru serta memahami hak-hak mereka. Melupakan
hak-hak guru akan menyebabkan hilangnya keberkahan ilmu yang
didapatkan. Kemudian, sudah sepantasnya pelajar mendo‟akan
gurunya termasuk pula keluarga, teman, keturunannya dan orang
tercintanya. Berdo‟a tidak hanya ketika sang guru masih hidup saja,
tetapi juga setelah wafatnya. Jika telah wafat, maka hendaklah
berziarah ke kuburnya, meminta ampun kepada Allah untuknya,
dilapangkan kuburnya, bersedekah atas namanya serta tetaplah
menjalin silaturahmi dengan keluarga beliau.
f. Bersabar jika perilakunya kurang menyenangkan. Jangan
beranggapan bahwa itu kesalahan. Tetaplah hormat padanya. Minta
maaflah terlebih dahulu.
Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 28:
ول ت عد غداة والعشيي يريدون وجهو واصب ن فسك مع الذين يدعون رب هم بال
ن يا هم تريد زينة الياة الد ناك عن ول تطع من أغفلنا ق لبو عن ذكرنا وات بع ىواه عي
وكان أمره ف رطا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (Anonim, 2002, hlm. 406)
Sebagai pelajar hendaknya bersabar atas kerasnya sikap
guru. Buruknya sikap pengajar jangan membuat pelajar memandang
rendah guru, atau meragukan kesempurnaan ilmu yang dimilikinya
atau bahkan tidak mau belajar lagi dan membenci guru tersebut.
Sikap pelajar sepantasnya adalah terlebih dahulu meminta maaf,
mengaku telah berbuat salah dan memohon keridhoan guru. Semua
yang dilakukan guru dilihat dari sisi positifnya saja dan yakinlah
bahwa itu merupakan nikmat yang diberikan Allah Swt dalam
bentuk pengawasan dan perhatian guru kepada pelajar. Pelajar harus
bersyukur atas teguran yang diberikan guru kepadanya dan yakin
dalam setiap teguran itu terdapat bimbingan dan kebaikan di dunia
saat ini atau di akhirat kelak.
g. Meminta izin setiap hendak memasuki ruangan pribadinya dengan
mengetuk pintu maksimal 3 kali dan tidak dengan ketukan yang
keras. Apabila guru mengizinkan, maka yang lebih tua terlebih
dahulu masuk kemudian disusul yang lain secara tertib. Hendaklah
menyempurnakan perilaku, pakaian serta jika guru sedang berbicara
dengan orang lain maka diamlah (tidak menyela percakapan
mereka).
Jika pelajar hendak pergi ke ruang pribadi guru, maka
pelajar harus bersikap sopan dan santun. Mulai dari mengetuk pintu,
jika dirasa tidak terdengar, maka ketuklah menggunakan kuku atau
jika masih tidak ada tanggapan boleh ketuk lagi menggunakan jari-
jari tangan, maksimal ketukan hanya 3 kali saja. Jika tidak di
izinkan, maka tinggalkanlah tempat tersebut dengan sopan. Jika
diizinkan, maka bukalah pintu dimulai dari orang yang lebih tua
umurnya (jika rombongan) dan disusul dengan orang lain secara
tertib. Jika didalam ruangan guru ada tamu, maka diamlah hingga
percakapan selesai, jangan menyela percakapan mereka. Jika
dipersilahkan untuk berbicara, maka sampaikanlah dengan jelas
maksud kedatangannya agar tidak mengganggu aktivitas sang guru,
kecuali sang guru bersedia untuk berbicara lebih lama.
h. Hendaklah pelajar duduk dengan sopan dan santun. Bentuk duduk
yang baik dengan cara duduk tasyahud (tanpa meletakkan kedua
tangan diatas paha), bertumpu diatas kedua lutut (bersimpuh), duduk
bersila dan sebagainya. Kemudian, fokus dan jangan tengak-tengok
(sering memalingkan wajah).
Beberapa sikap sopan santun pelajar yang dianjurkan
seperti, tidak bermain-main tangan dan anggota tubuh lainnya, tidak
membuarkan mulut terbuka (menganga), tidak menyandarkan kepala
ke dinding, tidak tertawa apalagi sampai terbahak-bahak, tidak
membuang ingus atau dahak kalau harus dilakukan maka lap saja
dengan tisu atau sapu tangan, menutup mulut ketika menguap, serta
ketika bersin tutup lah wajah agar tidak timbul suara terlalu keras
(KH. Hasyim Asy‟ari, hlm. 34-36). Anjuran-anjuran tersebut
dilakukan pelajar untuk mengagungkan gurunya sebagai bentuk
penghormatan kepadanya.
i. Berbicara dengan guru jangan bernada ragu. Misalnya, "mengapa?"
atau "Fulan tidak mengatakan seperti yang engkau katakan". Jika,
guru melakukan kesalahan, maka jaga raut wajah dari
ketidaksetujuan, tetap tenang dan jagalah perasaan guru.
Jika guru sedang mengajar atau menyampaikan ilmu
pengetahuan, maka pelajar harus mendengarkannya dengan baik
tanpa banyak menyela, tanpa banyak bertanya, tidak menampakkan
ilmu yang dimilikinya, tidak menyalahkan atau menolak ilmu yang
disampaikan guru kepadanya. Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi
ayat 70:
أحدث لك منو ذكرا قال فإن ٱت ب عتن فل تس لن عن شىء حت
Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu". (Anonim, 2002, hlm. 412)
Pelajar harus siap dengan wajah penuh kegembiraan
menerima ilmu yang diberikan guru. Jangan menyanyakan kenapa
ilmu yang disampaikan guru tersebut berbeda dengan yang
disampaikan yang lain dan menolak ilmu yang diberikan. Jika
terdapat kesalahan pada guru maka tetaplah berfikiran positif,
ingatkan dengan mimik wajah yang berseri-seri (tidak dengan wajah
merendahkan), yakinkan diri bahwa guru hanyalah manusia biasa
yang tidak luput dari kesalahan. Allah berfirman dalam Surat Az-
Zumar Ayat 53:
إن ٱللو من رحة ٱللو أنفسهم ل ت قنطوا على قل يعبادى ٱلذين أسرفوا
يعا ي غفر ىو ٱلغفور ٱلرحيم ۥإنو ٱلذنوب ج
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Anonim, 2002, hlm. 666)
j. Ketika materi yang dijelaskan sudah pernah diketahui sebelumnya,
maka tetaplah menyimak seakan-akan sama sekali belum pernah
mendengarnya. Kemudian, jika pelajar diminta menjelaskan suatu
hal, meskipun sebenarnya mampu. Maka, jawablah „saya akan lebih
senang mendengar penjelasan tersebut langsung dari guru‟.
Saat guru menyampaikan materi pembelajaran dan
ternyata materi tersebut merupakan materi yang sudah diketahui
pelajar sebelumnya, maka sikap pelajar seharusnya adalah
mendengarkan dengan baik penjelasan guru tanpa menampakkan
bahwa pelajar sudah mengetahui materi tersebut sebelumnya. Pelajar
harus bersikap bahwa ilmu yang disampaikan guru kepadanya
merupakan ilmu yang baru, tidak pernah didengar dan tidak pernah
dipelajari sebelumnya. Jika guru menanyakan suatu terkait materi
dan ternyata materi itu sudah diketahui dan pelajar mampu
menjelaskannya, maka pelajar tidak boleh menjawab “ia” karena hal
itu menunjukkan bahwa seakan-akan pelajar tidak lagi membutuhkan
guru untuk menjelaskannya. Tetapi, jika dijawab tidak, maka pelajar
akan berbohong. Maka jawaban terbaiknya adalah "saya akan lebih
senang mendengar penjelasan tersebut langsung dari guru", sehingga
pelajar tidak pamer terhadap ilmu yang dimilikinya dan juga tidak
berbohong bahwa ilmu yang diajarkan sudah diketahuinya
sebelumnya.
عتو ق بل أن إن ب عض الشبان ليتحدث بديث فأستمع لو كأ ني ل أسعو ولقد س ي ولد
“Seorang pemuda pernah membicarakan suatu hadits kepadaku. Aku
menyimkaknya dengan seksama layaknya aku belum pernah
mendengarkan hadits tersebut meskipun sebenarnya aku telah
mengetahui hadits itu jauh sebelum pemuda itu dilahirkan.” (KH.
Hasyim Asy‟ari. 2007, hlm. 39)
k. Tidak mendahului penjelasan guru atau menjawab pertanyaan pelajar
lain dengan maksud pamer.
Dalam suatu majelis, pelajar harus diam mendengarkan
penjelasan sang guru. Jika tidak memahami suatu materi maka
bertanyalah dengan guru terkait materi yang belum dimengerti. Allah
berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 43:
أىل ٱلذيكر إن كنتم ل ت علمون ا فس لو ……
“…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui,” (Anonim, 2002, hlm. 370)
Jika ingin bertanya maka tunggulah sampai giliran tiba,
jangan memotong penjelasan guru, apalagi menjawab pertanyaan
pelajar lain dengan niat untuk pamer. Hendaklah pelajar tidak
menampakkan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Lalu, jika guru sedang menjelaskan, jangan pula pelajar mengobrol
dengan yang lain dan tidak memperhatikan penjelasan yang
diberikan guru, dan jangan menganggap bahwa pertanyaan itu tidak
bermanfaat untuknya atau tidak ada hubungannya dengan pertanyaan
yang akan ia tanyakan nanti. Semua paserta majelis diharapkan tetap
tertib dan selalu fokus terhadap materi yang dijelaskan guru.
Kemudian, pelajar juga harus tanggap bila guru menyuruhnya
mengerjakan sasuatu tanpa harus mengulang kembali perintah yang
disampaikan sebelumnya.
l. Jika pelajar diminta untuk membacakan sebuah kitab, maka
hendaklah ia menerimanya dengan tangan kanan lalu memegangnya
dengan kedua tangan. Setelah membaca, hendaklah mengembalikan
kepada guru tanpa meninggalkan lipatan sedikitpun disetiap
lembarnya.
Kemudian hal lain yang harus perhatikan pelajar adalah
ketika memberikan sebuah buku/kitab kepada guru maka pelajar
harus membuka dan mempersiapkan halaman berapa kitab itu akan
dibaca. Apabila jarak antara pelajar dengan guru dirasa telalu jauh,
maka pelajar diharapkan untuk mengulurkan tangannya agar sang
guru tidak kesulitan dalam menggapai kitab atau bahkan sampai
berdiri dari tempatnya untuk menggapai kitab tersebut. Namun,
dalam keadaan yang demikian, pelajar tidak boleh terlalu berlebihan
misalnya mengantarkan sebuah kitab kepada guru dengan cara
merangkak.
2. Cara Mengimplementasikan pemikiran Etika Pelajar Terhadap
Guru Menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam Pendidikan Islam di Era
Global
Cara Mengimplementasikan pemikiran Etika Pelajar Terhadap
Guru Menurut KH. Hasyim Asy‟ari dalam Pendidikan Islam di Era
Global akan dijabarkan sebagai berikut:
Sebagaimana yang dijelaskan pada bab II dan diuraikan dalam
bab IV bahwa etika pelajar menurt KH. Hasyim ada 12 poin, diantaranya
memohon petunjuk dari Allah dalam mencari guru, mencari guru yang
ahli dibidangnya, pelajar harus patuh terhadap semua yang diperintahkan,
memuliakan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya, mendoakan dan
menghormatinya serta keluarga dan orang-orang terdekatnya, pelajar
harus memiliki sifat sabar, selalu meminta izin guru jika ingin melakukan
sesuatu, duduk sopan santun didepan guru, tidak ragu sedikitpun dengan
ilmu guru, menyimak materi dengan baik meskipun materi itu sudah
dipelajari sebelumnya, tidak menjelaskan materi mendahului guru atau
menjawab pertanyaan siswa lain dengan maksud pamer, harus tahu sikap
yang bagaimana menyerahkan atau mengambil kitab dari guru.
Poin dari pemikiran KH. Hasyim adalah mengutamakan Ridho
dari Allah Swt. Selanjutnya kerucutkan menjadi beberapa hal, yaitu
selalu mengingat Allah, memurnikan niat, membersihkan hati dari
prasangka buruk, berani dalam bertanya namun dengan adab yang baik
dan sebagainya. Jika di kaitkan dengan pendidikan Islam di Era global
saat ini dimana terdapat melemahanya etika pelajar terhadap guru, maka
kitab yang ditulis KH. Hasyim Asy‟ari tersebut sangat berguna
penerapannya dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai yang terkandung
dalam kitab tersebut bisa digunakan sebagai pedoman kurikulum dalam
lingkungan sekolah atau madrasah.
Kita lihat sekarang ini, banyak dari pelajar-pelajar
terkhususnya pelajar Indonesia yang suka menonton serial film
Hollywood, Bollywood, drama Korea, drama China, mendengarkan
musik KPOP (Korean Pop) dan beberapa budaya dari negara lainnya.
Hal-hal itu tentunya dapat menggeser budaya Indonesia terkhususnya
menggeser syariat Islam. Kenapa? Karena dari negara-negara itu, agama
mereka lebih mayoritas non-Islam, sehingga dari segi pemahamaan
terhadap Tuhan saja sudah berbeda, apalagi tentang budayanya. Misalnya
saja dalam drama korea, terdapat di dalamnya adegan bersentuhan kulit
antara laki-laki dan perempuan, atau bahkan ada adegan berpelukan,
berciuman hingga adegan yang tak sepatutnya untuk ditonton oleh
generasi muda Indonesia. Tidak hanya itu, lihat saja dari hal sepele,
misalnya dari pakaian mereka, tidak menggunakan penutut kepala
(hijab), hal inilah yang nantinya bisa menghilangkan ciri khas seorang
muslim, agamanya Islam namun gaya berpakaian dan etikanya mengikuti
budaya negara lain, sehingga ciri khas Islam tersebut hilang dari pemeluk
agama Islam sendiri.
Kemudian, dalam bidang film dan tontonan. Meskipun ada
beberapa drama yang ber-genre sekolah, tetap saja di dalamnya terdapat
etika-etika siswa terhadap guru yang tidak patut dicontoh. Misalnya
dalam drama Class Of Lies (17 Juli 2019) pada episode 2 menit 15.23-
18.51. Dalam adegan tersebut ada sekumpulan pelajar yang ingin
merokok di jalan, hal itu dilihat oleh seorang guru. Karena guru tersebut
bukan guru dari sekolah mereka, para pelajar itu bersikap kasar dan
berbicara tidak sopan kepada guru yang menegur. Akhirnya, karena tidak
ada yang mengalah, terjadilah pertengakaran antara sang guru dengan
salah satu pelajar. Seorang pelajar mendorong guru tersebut, tapi
untungnya guru itu bisa menangkap tangan pelajar dan membantingnya.
Karena kesal dan tidak terima, pelajar itu meminta teman-temannya
untuk menelepon polisi. Untungnya ada seorang pria yang menolong
guru tersebut dan mendapatkan bukti bahwa anak-anak itulah yang
memulai pertengkaran dan tidak mau mendengar perkataan dari seorang
guru. Karena adanya bukti, sekumpulan pelajar itu diminta mengeluarkan
semua rokok yang mereka miliki dan laki-laki tersebut meminta mereka
untuk kembali ke sekolah.
Dari adegan yang dijelaskan diatas, maka dapat kita perhatikan
poin-poin pentingnya. Pertama, rombongan pelajar itu merokok. Kedua,
mereka ditegur oleh seorang guru namun mereka tidak mengindahkan
perkataannya karena menganggap guru tersebut bukan guru dari sekolah
mereka. Ketiga, karena mereka tidak menghargai guru itu, sang ketua
pelajar itu ingin memukul guru namun karena guru bisa membela dirinya
maka sang ketua pelajar lah yang merasakan akibatnya (badannya
terbanting karena jurus dari sang guru). Keempat, karena terjadi
kekerasan maka sang ketua rombongan itu meminta teman-temannya
menelpon polisi padahal kita tahu bahwa yang memulai pertengakaran
adalah para pelajar tersebut. Kelima, karena adanya bukti mau tidak mau
pelajar itu menuruti perintah laki-laki yang menolong sang guru untuk
membuang rokok-rokok dan meminta pelajar untuk kembali ke sekolah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, dari tontonan yang seperti ini, apalagi
tidak diawasi oleh orang dewasa, akan menyebabkan kesalahpahaman
dan contoh yang buruk bagi para pelajar. Contohnya merokok, bertutur
kata yang kasar, bersikap tidak sopan kepada guru, dan menganggap
remeh guru yang bukan dari sekolahnya untuk bisa mengatur hidupnya.
Tontonan seperti bisa mengubah sikap seseorang, yang mereka lihat
itulah yang bisa menjadi contoh bagi mereka. Oleh sebabnya, dalam
pergaulan, tontonan dan sebagainya orangtua harus lebih waspada dan
mengawasi anak-anaknya agar tidak menuju ke arah yang negatif karena
dampak globalisasi tidak dapat kita tolak dan tidak dapat dihindari.
Dalam kitab Adabul alim wa Muta‟alim pelajar diminta tetap bersabar
terhadap sikap guru dan diminta untuk tidak meragukan ilmu yang
dimiliki guru tersebut. Hal ini sudah sangat jelas bahwa pemikiran KH.
Hasyim Asy‟ari sangat berguna untuk meningkatkan kualitas pelajar di
era global saat ini, bahkan bisa meningkatkan kualitas pendidikan
Indonesia.
Sekarang perkembangan globalisasi dan teknologi semakin
pesat tanpa bisa dicegah dan ditolak keberadaannya. Oleh sebab itu, kitab
ini sangat perlu diajarkan dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya guru yang harus mempunyai kitab ini,
melainkan siswa juga harus memilikinya. Dengan berpedoman pada kitab
tersebut, guru dapat memantau sikap anak. Orangtua merupakan aspek
penting dalam mengajarkan etika kepada pelajar, karena pelajar lebih
banyak waktunya dihabiskan bersama orangtua di rumah dibandingkan
dengan guru di sekolah yang kurang lebih 8 jam saja. Oleh karenanya,
tidak hanya guru yang mengajarkan seperti apa etika yang baik itu di
sekolah, orangtua di rumah juga memiliki peran penting.
Lalu bagaimana cara mengimplementasikan etika pelajar
menurut KH. Hasyim dalam pendidikan Islam di era global saat ini:
a. Dimulai dari pemerintah. Pemerintahan merupakan sebuah lembaga.
Dalam pendidikan lembaga yang berwenang adalah lembaga
pendidikan. Tentunya, ketentuan-ketentuan yang dibuat pemerintah
merupakan hal penting dalam dunia pendidikan. Ketentuan-
ketentuan itulah yang nantinya akan dijalankan oleh sekolah baik
bagi kepala sekolah ataupun guru-guru. Jika pemerintah
menambahkan suatu materi khusus terkait etika pelajar
(menambahkannya dalam kurikulum), maka akan mempermudah
guru dalam penerapannya di sekolah karena semua guru dan siswa
pasti tahu jika materi yang diajarkan itu benar adanya, dan
diharapkan untuk siswa dan guru menerapkannya di lingkungan
sekolah. Mungkin ini merupakan hal yang sulit, menambah suatu
materi khusus, namun jika sudah dilakukan, maka nantinya akan
terbiasa. Jika sudah terbiasa dalam ruang lingkup sekolah, maka guru
dan pelajar akan menerapkannya di lingkungan sekitar mereka,
sehingga etika pelajar terhadap guru dapat berubah dengan pesat jika
itu terjadi.
b. Selanjutnya dari segi sekolah. Dengan adanya ketentuan-ketentuan
yang dibuat pemerintah, maka sekolah-sekolah akan memberlakukan
dan menerapkannya. Jika pemerintah telah menentukan bahwa etika
pelajar terhadap guru dapat diajarkan disekolah-sekolah dan
dimasukkan dalam salah satu materi pembelajaran, maka sekolah
akan menambah materi etika pelajar terhadap guru sebagai materi
pembelajaran. Materi etika ini tidak hanya diberlakukan di madrasah
saja tetapi juga dilakukan di sekolah umum. Jika sekolah umum,
maka materi etika bisa dirangkum dalam pelajaran Agama Islam.
Jika ketentuan itu ditambahkan, maka para pelajar akan minim
melakukan kekerasaan terhadap guru, karena mereka tahu harus
bersikap seperti apa kepada guru mereka.
c. Selanjutnya dari segi guru. Guru merupakan orang yang mentrasfer
ilmu pengetahuan kepada pelajar. Jika guru saja tidak mampu
beretika baik kepada pelajar, bagaimana ia akan menjadi teladan
yang baik untuk anak didiknya. Adapun sikap yang harus dimiliki
guru kepada pelajar diantaranya menjelaskan mana yang baik dan
buruk, menghidupkan syariat Islam, lebih sabar jika pelajar ada yang
kurang serius dalam belajar, memberikan perhatian kepada pelajar
dengan setara tanpa membeda-bedakan, menjelaskan materi dengan
metode yang tepat agar mudah dimengerti, memaklumi jika pelajar
ada yang terlambat datang ke sekolah, harus menjadi teladan yang
baik, memberikan perhatian kepada pelajar yang tidak hadir tidak
seperti kebiasaannya, misalnya dengan menjenguk jika sakit atau
membantu masalah yang ia alami, mengingat nama siswa dan
menyebutkannya dengan ramah serta tidak menjadi guru yang gila
kehormatan dari siswanya. Jika hal-hal ini telah dilakukan guru,
maka antara guru dan pelajar tidak akan terjadi pertengakaran dan
hal-hal yang tidak diinginkan lainnya karena terkadang yang
membuat pelajar berani kepada gurunya, disebabkan sang guru yang
tidak paham etika-etika seperti apa yang harus diterapkannya. Selain
itu, dampak globalisasi juga tidak bisa kita hindari di sekolah. Hal
yang dapat dilakukan guru ketika belajar adalah guru bisa
menyimpan terlebih dahulu handphone para siswa agar tidak ada
yang sibuk bermain handphone dikarenakan jika handphone
dipegang pelajar saat proses pembelajaran, maka adakalanya guru
kecolongan dan tidak tahu bahwa siswanya sedang bermain
handphone. Namun, jika handphone diperlukan dalam proses
belajar-mengajar, guru bisa memberi wewenang untuk menggunakan
handphone dan menghimbau para siswa hanya fokus pada materi
terkait dan tidak membuka aplikasi lain yang tidak diperlukan.
d. Selanjutnya dari sisi Pelajar itu sendiri. Jika dari segi pemerintah,
sekolah dan guru sudah di implementasikan, maka selanjutnya dari
sisi pelajar. Untuk mencapai tujuan agar pelajar tidak lancang
melakukan kekerasan kepada guru, maka pelajar harus memahami
dan mengerti isi dari Kitab ini, terkhususnya terkait Etika Pelajar
terhadap guru. Pelajar harus memahami hak-hak apa saja yang harus
diterima guru, yang telah dijelaskan dalam Kitab ini diantaranya
memohon petunjuk dari Allah, bersungguh-sungguh dalam mencari
guru, harus patuh apapun perintah yang diberikan, memandang guru
sebagai orang yang mulia dan meyakini kesempurnaan ilmu yang
dimilikinya, dan sebagainya. Jika telah paham, maka akan mudah
bagi pelajar untuk menerapkannya di lingkungan sekitarnya baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, pelajar diharapkan
memiliki kesadaran mencari dan bergaul dengan teman yang bisa
membawanya ke arah yang lebih baik dan positif. Diharapkan
pelajar untuk menanamkan syariat Islam yang kuat dalam dirinya
dan bisa membedakan mana sikap yang baik dan yang buruk.
Setelah membaca dan mempelajari Kitab Adabul „Alim Wal
Muta‟aalim, maka diharapkan para pelajar mengimplementasikan
etika terhadap guru dan menjadikan diri sebagai orang yang sopan,
santun, menghormati dan menghargai guru, berbicara lemah lembut
serta mendengarkan pelajaran dengan seksama dan meyakini
kesempurnaan ilmu yang dimiliki sang guru.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengadakan kajian yang mendalam, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Menurut KH. Hasyim Asy‟ari etika pelajar terhadap guru adalah siswa
harus memohon petunjuk dari Allah dalam mencari guru, mencari guru
yang ahli dibidangnya, pelajar harus patuh terhadap semua yang
diperintahkan, memuliakan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya,
mendoakan dan menghormatinya serta keluarga dan orang-orang
terdekatnya, pelajar harus memiliki sifat sabar, selalu meminta izin guru
jika ingin melakukan sesuatu, duduk dengan sopan santun dihadapan
guru, tidak ragu sedikitpun dengan ilmu guru, menyimak materi dengan
baik meskipun materi itu sudah diketahui sebelumnya, tidak mendahului
guru dalam menjelaskan materi atau menjawab pertanyaan pelajar lain,
harus tahu sikap yang bagaimana menyerahkan atau mengambil kitab
dari guru.
2. Adapun yang seharusnya mengimplementasikan etika pelajar terhadap
guru adalah dimulai dari pemerintah, lalu dilanjutkan oleh pihak sekolah
dan guru serta pelajar itu sendiri.
B. Saran
Setelah peneliti melakukan analisis secara menyeluruh tentang etika pelajar
terhadap guru menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adabul Alim Wa Al-
Muta‟alim yang juga dicari bagaimana implementasinya dalam pendidikan
Islam di era global, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi para pelajar perlu untuk mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan
etika pelajar terhadap guru supaya mengetahui bagaimana beretika
terhadap guru.
2. Bagi para peneliti selanjutnya kitab Adabul Alim Wa Al-Muta‟alim karya
K.H. Hasyim Asy‟ari masih banyak bab-bab dengan materi yang berbeda
namun tetap terkait dengan etika, sehingga peneliti selanjutnya bisa
mengkaji materi lain yang masih terkait pendidikan.
3. Menjadikan karya K.H. Hasyim Asy‟ari terkait etika pelajar dan guru
sebagai pedoman dan referensi utama dalam pembelajaran di sekolah-
sekolah formal tidak hanya terkhusus pada pesantren saja.
91
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Alquran Terjemah. 2002. Departemen Agama RI. Jakarta: Mahkota
Surabaya
______, UU RI Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Dapartemen Pendidikan
Nasional: Jakarta
______, UU RI Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Dapartemen Pendidikan
Nasional: Jakarta
Abdullah, M. Amin. 2020. Antara Al-Ghazali dan Kant Filsafat Islam.
Yogyakarta: Diva Press
Ahmad, Abdul Muqsith, dkk. 2017. Masalah Etika dan Akhlak Pelajar
Kemahiran Kejuruteraan: Analisis Keperluan
Al-Zamzami, Mutaqin. 2018. Etika Menuntut Ilmu dalam QS. Al-Kahfi ayat 60-82
berinterpretasi Kisah Nabi Musa dalam Upaya Menghadapi Dekadensi
Moral Pelajar. Jurnal eL-Tarbawi, 11 (1)
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta
Asy‟ari, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim. 2020. Pendidikan Akhlak untuk
Pengajar dan Pelajar terjemahan Adabul „Alim wal Muta‟allim. Jawa
Timur: Pustaka Tebuireng
Asy‟ari, KH. Hasyim. 2007. Etika Pendidikan Islam Petuah KH. Hasyim Asy‟ari
untuk para guru (kyai) dan murid (santri). Penerjemah Mohamad Kholil
dari kitab Adabul „Alim wal Muta‟allim. Yogyakarta: Penerbit Titian
Wacana
Choiri, Moh. Miftachul dan Aries Fitriani. 2011. Problematika Pendidikan Islam
Sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional di Era Global. Al-Tahrir, 11 (2)
Creswell, John W. 2018. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif dan Campuran. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
92
Edu, Ambros Leonangung, dkk. 2017. Etika dan Tantangan Profesionalisme
Guru. Bandung: Penerbit Alfabeta
Frimayanti, Ade Imelda. 2017. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan
Agama Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 8 (2)
Hadi, Abdul. 2018. KH. Hasyim Asy‟ari Sehimpun Cerita, Cinta dan Karya Maha
Guru Ulama Nusantara. Yogyakarta: Diva Press
Hadits Sunan Ibnu Majah (online)
Hadits Sunan Tirmidzi (online)
Harahap, Musaddad. 2016. Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan
Islam. Jurnal Al-Thariqah, 1 (2)
Hidayat, Nur. 2015. Peran dan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era
Global. Jurnal eL-Tarbawi, 8 (2)
Kholil, Muhammad. 2013. Kode Etik Guru Menurut Hadhratus Syaikh KH. M.
Hasyim Asy‟ari dan Relevansinya dalam Konteks Pendidikan Sekarang.
Yogyakarta : Penerbit Deepublish
Kompri. 2019. Pendidikan Islam di Era Kontemporer. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Larasati, Dinda. 2018. Globalisasi Budaya dan Identitas: Pengaruh dan
Eksistensi Hallyu (KoreanWave) versus Westernisasi di Indonesia. Jurnal
Hubungan Internasional, (1)
Masyhuri, KH. Abdul Aziz. 2017. 99 Kiai Kharismatik Indonesia, Riwayat,
Perjuangan, Doa dan Hizib. Depok: Keira Publishing
Maya, Rahendra. 2016. Revitalisasi Keteladanan dalam Pendidikan Islam: Upaya
Menjawab Peluang dan Tantangan Pendidikan Islam di Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, 5
Moleong, Lexy J. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
93
Muthohar, Sofa. 2014. Fenomena Spiritualitas Terapan dan Tantangan
Pendidikan Agama Islam di Era Global. Jurnal at-Taqaddum, 6 (2)
Niam, Ahmad Ulin dan Nasrudin Zen. 2017. Etika Murid dan Guru dalam
Kegiatan Pembelajaran Menurut Imam Al-Ghazali (Kajian Teoritik Kitab
Ihya Ulumuddin Juz I Karya Imam Al-Ghazali). Jurnal Pendidikan Islam
Al I‟tibar, 4 (1)
Nurhaidah dan M. Insya Musa. 2015. Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi
Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar, 3 (3)
Ramli, M. 2015. Hakikat Pendidik dan Peserta Didik. Tarbiyah Islamiyah, 5 (1)
Rois Jajeli. (2 Februari 2018). “Cerita Siswa Aniaya Guru di Sampang Hingga
Meninggal Dunia”. DetikNews. Dari https://news.detik.com/berita/d-
3845912/cerita-siswa-aniaya-guru-di-sampang-hingga-meninggal-dunia
Salminawati. 2015. Etika Peserta Didik Perspektif Islam. Jurnal Tarbiyah, 22 (1)
Seknun, M. Yusuf. tt. Kedudukan Guru Sebagai Pendidik. Lentera Pendidikan, 15
(1)
Setiawan, Agung Ibrahim dan M Al Qautsar Pratama. 2018. Karakteristik
Pendidikan Islam Periode Nabi Muhammad Di Makkah dan Madinah.
Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam, 2 (2)
Sigiranus Marutho Bere. (5 Maret 2020). "Kronologi 3 Pelajar SMA di Kupang
Aniaya Guru hingga Babak Belur". Kompas.com. Dari
https://regional.kompas.com/read/2020/03/05/07000021/kronologi-3-
pelajar-sma-di-kupang-aniaya-guru-hingga-babak-belur?page=all
Siregar, Lina Mayasari. 2016. Upaya Pendidikan Islam pada Masa Awal Nabi
Muhammad SAW. Jurnal Al-Thariqah, 1 (1)
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Penerbit Alfabeta
Sumiati. tt. Menjadi Pendidik yang Terdidik. Jurnal Tarbawi, 2 (1)
Tanyid, Maidiantius. 2014. Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis tentang Krisis
94
Moral Berdampak pada Pendidikan. Jurnal Jaffray, 12 (2)
Thabroni, Ahmad Yusam. 2013. Etika Pelajar dalam Perspektif Ibn Jama‟ah.
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2 (2)
Tim Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy‟ari. 2018. Aktualisasi Pemikiran dan
Kejuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy‟ari. Jawa Timur: Pustaka
Tebuireng
U, M. Shabir. 2015. Kedudukan Guru sebagai Pendidik (Tugas dan Tanggung
Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru). Auladuna, 2 (2)
Yohanes Kurnia Irawan. (8 Maret 2018). "Ditegur karena Main Ponsel di Kelas,
Murid Hajar Guru dengan Kursi". Kompas.com. Dari
https://regional.kompas.com/read/2018/03/08/12274191/ditegur-karena-
main-ponsel-di-kelas-murid-hajar-guru-dengan-kursi?page=all
95
LAMPIRAN
Data Primer
Gambar 1.1
96
Data Sekunder
Gambar 2.1
Gambar 2.2
97
Gambar 2.3
Gambar 2.4
98
Gambar 2.5
99
DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)
Nama : Rachmah Sri Rahayu
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Padang/3 April 1999
Alamat (asal/sekarang) : Jalan Batam Perumahan Mega Indah No.
16, RT. 35, Kel. Lebak Bandung, Kec. Jelutung, Kota Jambi
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat Email : [email protected]
No Kontak : 082177199493
Pengalaman - Pengalaman Pendidikan Formal
1. SD/MI,tahun tamat : SD Negeri 4 Pasar Gadang Padang, Tahun (2006-2008)
: SD Negeri 2 Kota Jambi, Tahun (2008-2011)
2. SMP/MTs,tahun tamat : SMP Negeri 5 Kota Jambi, Tahun 2014
3. SMU/MA, tahun tamat : SMA Negeri 3 Kota Jambi, Tahun 2017
Pendidikan Non Formal: (Pelatihan, kursus, dll)
1. Belajar agama di Madrasah Muhammadiyah (2008-2011)
2. Kursus Bahasa Inggris di MEI (2013-2016)
3. Kursus Bahasa Inggris di Unit Pengembangan Bahasa (UPB) UIN jambi (2018-
2020)
Pengalaman Organisasi
1. Rohani Islam di sekolah SMA Negeri 3 Kota Jambi (2014-2017)
Motto hidup: Lakukan sebaik-baiknya, hasil serahkan kepada Allah Swt
Top Related