1
2
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................................
BAB I PEMBANGUNAN MANUSIA.............................................................................7
BAB II PENGEMBANGAN INOVASI..........................................................................27
BAB III PEMBANGUNAN EKONOMI..........................................................................56
BAB IV PEMBANGUNAN WILAYAH..........................................................................68
BAB V PEMBANGUNAN LINGKUNGAN..................................................................91
BAB VI TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN.....................................................118
4
5
KATA PENGANTAR
6
7
Draft Background Study
BAB I LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA
TIM ANALISA KEBIJAKAN
8
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Telaahan
1.3. Ruang Lingkup Telaahan
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.4. Kerangka Fikir Telaahan
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT
4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.2.1. Isu-Isu Strategis
4.2.2. Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis
4.2.3. Usulan Strategi & Arah Kebijakan
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.
9
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan manusia diartikan sebagai ‘proses memperbesar rentang pilihan
masyarakat’. Diusulkan untuk pertama kali pada 1990 oleh UNDP di dalam laporan global
Human Development, konsep ini dikembangan oleh dua ekonom, yaitu Mahbub ul Haq dan
Amartya Sen. Pendekatan pembangunan manusia dikembangkan untuk memberikan respon
terhadap penekanan yang terlalu besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebagai
indikator tunggal kemajuan manusia bagi semua bangsa. Mahbub ul Haq berpendapat bahwa
PDB per kapita yang tinggi belum tentu menunjukan kesejahteraan masyarakat yang juga
tinggi. Kesenjangan, kemiskinan, dan ketidak-adilan yang seolah berdampingan dengan
pendapatan per kapita yang tinggi, membuat pola pertumbuhan dan prioritas pembangunan
pemerintah yang selama ini berlangsung, menjadi patut dipertanyakan.
Amartya Sen memandang pembangunan sebagai suatu kebebasan. Kebebasan adalah
hal penting karena mengandung: a) nilai intrinsik – dinilai penting karena harkatnya dan; b)
nilai keikhtiaran – dinilai penting sebagai ikhtiar untuk mencapai hal-hal lainnya. Ketika
pertumbuhan ekonomi menekankan pendapatan sebagai tujuan akhir, maka pembangunan
manusia menganggap peningkatan pendapatan sebagai ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan.
Para ekonom menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalir pada golongan
masyarakat paling miskin, sementara para penganjur pembangunan manusia meyakini bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak akan secara otomatis mengarah pada penyebaran merata atas
manfaat-manfaat pertumbuhan ekonomi ke semua sektor penduduk. Sehingga, langkah-
langkah spesifik kebijakan publik sangat diperlukan.
Pendekatan pembangunan manusia bersifat lebih luas daripada MDGs dan tujuan-
tujuannya. MDGs mempertajam pendekatan pembangunan manusia dan mengindikasikan
peta jalan penyelenggaraan pembangunan manusia. Pendekatan Pembangunan Manusia lebih
merupakan suatu proses dari pada suatu tujuan, dan ia berlandaskan pada keempat prinsip
dasar pembangunan, yaitu kesetaraan, efisiensi/ produktivitas, partisipasi/ pemberdayaan, dan
keberlanjutan.
• Kesetaraan memadukan konsep distributif dan mengajarkan bahwa mereka yang tidak
mempunyai kesempatan yang sama, mungkin membutuhkan perlakuan istimewa; misal
saja, penyandang cacat, perempuan, minoritas etnis.
10
• Efisiensi/produktivitas, menurut kacamata Pembangunan Manusia, bukan saja berarti
memaksimalkan sumber daya material tapi juga mengoptimalkan penggunaan sumber
daya manusia dan masyarakat.
• Partisipasi/ pemberdayaan yang berarti bahwa masyarakat harus ikut serta dalam setiap
tahap pembuatan kebijakan, pelaksanaan serta pengelolaan, dan tidak dipandang
sebagai penerima manfaat semata dari proses pembangunan.
• Jika ketiga prinsip di atas dijalankan, maka proses pembangunan kemungkinan akan
bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan di sini bukan saja dalam arti lingkungan hidup,
tapi juga dalam arti sosial, politik, dan keuangan.
Pembangunan Manusia adalah suatu paradigma berbasis nilai, yang senantiasa
disesuaikan dengan faktor-faktor imperatif proses pembangunan. Ia bersifat multidimensi,
lintas disiplin, dan pragmatis. Lantaran merupakan pendekatan berbasis nilai dan berwawasan
kerakyatan (people centred), ia mudah diterima sebagai alternatif PDB per kapita dalam
mengukur kemajuan manusia. Pembangunan Manusia berkenaan dengan:
• Aspek ‘bagaimana’ alih-alih ‘apa’ dari pembangunan.
• Pergeseran fokus dari ‘apakah kita bekerja secara benar’ ke ‘apakah kita mengerjakan
hal-hal yang benar’.
Pembangunan manusia melampaui sekadar aspek pendapatan, yaitu agar pertumbuhan
tidak menjadi hampa lapangan kerja, hampa suara, hampa arah, hampa welas asih, dan hampa
masa depan.
Pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2012, di tengah situasi perkembangan
ekonomi global yang penuh ketidakpastian, perekonomian nasional menunjukkan kinerja
yang cukup baik, antara lain ditunjukkan oleh beberapa indikator pembangunan seperti
pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, angka kemiskinan, dan IPM. Pada saat
beberapa negara lain mengalami perlambatan atau bahkan pertumbuhan negatif,
perekonomian nasional masih dapat meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 6,23 persen.
Kinerja pertumbuhan ekonomi sebesar itu terutama karena ditopang oleh permintaan
domestik yang tetap kuat. Daya beli masyarakat Indonesia, dengan kelompok kelas
menengahnya yang semakin besar, terus meningkat, yang selanjutnya mendorong
pertumbuhan konsumsi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat berdasarkan data
produk domestik bruto (PDB) pendapatan per kapita masyarakat Indonesia pada 2012
mencapai Rp33,3 juta atau USD 3.562,6 per tahun. Angka ini mencatatkan kenaikan
dibandingkan dengan tahun 2011.
11
Membaiknya ekonomi juga diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Tingkat kemiskinan terus menurun dari 16,7 persen pada tahun 2004 menjadi 13,3 persen
pada tahun 2009 dan 12,4 persen pada tahun 2011. Pembangunan SDM juga semakin
membaik ditunjukkan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan berbagai
indikator SDM dalam MDG. IPM meningkat dari 0,572 menjadi 0,617. Pembangunan
pendidikan dan kesehatan menempati posisi penting dalam pembangunan nasional yang
diupayakan melalui peningkatan kualitas dan akses terhadap layanan pendidikan dan
kesehatan.
Dibalik semua catatan keberhasilan, dalam kurun RPJMN 2015-2019 tantangan
pembangunan tidaklah semakin ringan. Tantangan terbesar adalah bagaimana
mengalokasikan sumber daya ekonomi secara lebih efisien dan tepat sasaran serta bagaimana
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kapasitas inovasi dan kesiapan teknologi.
Tantangan lainnya adalah integrasi ekonomi global dimana masing-masing orang akan
menjadi masyarakat dunia yang akan kalah jika tidak dapat bersaing. Dalam hubungan ini,
tantangannya adalah bagaimana menciptakan masyarakat ekonomi berbasis knowledge
society untuk menciptakan the critical mass dalam kelas menengah Indonesia sehingga
akselerasi pembangunan ekonomi dapat dilakukan. Untuk itu, efficiency driven economy yang
selama ini dilakukan harus ditingkatkan ke arah innovation driven economy.
Entrepreneurship bersamaan dengan invention adalah inovasi itu sendiri. Dengan demikian,
akan lahir wirausahawan yang dapat mengolah sendiri sumber daya alam yang dimilikinya,
tidak akan ada lagi fenomena barang mentah dijual ke luar negeri.
Di samping tantangan tersebut, Indonesia memiliki banyak peluang untuk menjadi
kekuatan ekonomi dunia. Mengingat Indonesia adalah negara yang baru akan mengalami
double bonus demografi bersamaan dengan banyaknya negara-negara maju mengalami
ageing. Selain akan menjadi peluang pasar yang besar, meningkatnya kelas menengah
Indonesia juga menjadi potensi meningkatnya produktivitas sumber daya. Banyak kalangan
menyebut kedua peluang ini sebagai “megatrend” yang terjadi dalam perekonomian
Indonesia. Pertama adalah revolusi kelas menengah yang dimulai sejak tahun 2010 seiring
terlampauinya pendapatan perkapita kita USD 3.000 pertahun. Kedua adalah adanya
fenomena bonus demografi (demographic bonus) yang terjadi karena membengkaknya
jumlah penduduk produktif yang berpotensi menjadi engine of growth bagi perekonomian
Indonesia. Dua megatrend ini menuntut kita untuk mengambil langkah-langkah strategis dan
cerdas untuk memanfaatkan momentum langka (kejadian seabad sekali) ini. Karena kalau
tidak, kita akan kehilangan peluang yang luar biasa.
12
Hal inilah yang mendorong banyak investor meminati Indonesia sebagai tujuan
investasi. Peluang lainnya, Indonesia sebagai negara akan berhadapan dengan ledakan jumlah
penduduk muda. Ledakan ini dinamakan sebagai bonus demografi “Demographic Bonus”.
Bonus demografi ini akan berlangsung sejak tahun 2010-2040. Menurut seorang demograf,
Profesor Sri Murtiningsih Adiutomo, pada saat periode bonus demografi itu, Indonesia
berada pada “Window of Opportunity” yang nantinya tak akan terulang kembali di masa
depan. Peluang itu dibuktikan ketika Indonesia berada pada titik terendah akan “Beban
Ketergantungan” (Dependency Ratio).
Bangsa Indonesia bertekad teguh, melangkah pasti secara strategis untuk bersama-sama
mengatasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi serta memanfaatkan semua potensi dan
peluang yang ada. Semua ini dilakukan bangsa Indonesia untuk mencapai Visi Pembangunan
Indonesia sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur. Salah satu misi dalam rangka mewujudkan visi tersebut adalah mewujudkan bangsa
yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas,
meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek, pembangunan infrastruktur yang maju,
reformasi di bidang hukum dan aparatur negara, serta memperkuat perekonomian domestik.
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJMN ke-2, RPJM
ke-3 (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di
berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Pembangunan SDM memiliki peran
yang sangat penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga
mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Sumberdaya manusia merupakan salah satu
faktor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas
dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global.
Masa depan suatu bangsa tergantung pada seberapa baik kualitas pendidikan dan
sumber daya manusia bangsa tersebut. Kelanggengan daya saing suatu negara ditentukan oleh
kemampuannya mendayagunakan sumber daya keunggulan yang dimiliki untuk memperkuat
posisi di dalam persaingan global, sehingga negara tersebut dapat menggali potensi yang ada
di negaranya maupun di negara-negara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
memperbaiki tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat, serta melakukan investasi
untuk memperbarui sumber daya keunggulannya secara berkelanjutan. Untuk itu, dimensi
daya saing dalam SDM menjadi faktor penting untuk memacu kualitas SDM terutama
13
melalui peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan, pengembangan, penguasaan, dan
pemanfaatan iptek, serta peningkatan kualitas tenaga kerja.
Dalam konteks pembangunan, berbagai program dalam rangka peningkatan daya saing
telah dilakukan, misalnya dengan meningkatkan dana pendidikan, penelitian, dan
pengembangan iptek, menetapkan enam fokus program riptek (riset iptek) yang terdiri dari
ketahanan pangan, pengembangan energi baru dan terbarukan, pengembangan teknologi dan
manajemen transportasi, pengembangan ICT (information communication technology),
pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, dan pengembangan teknologi kesehatan
dan obat. Namun hasil program tersebut masih dinilai belum maksimal memberikan manfaat
bagi perekonomian dan masyarakat.
Untuk itu, upaya terencana dalam RPJMN 2015-2019 perlu dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era
globalisasi. Background Study ini merupakan sebuah upaya untuk menggali hal‐hal yang
mendasari arah kebijakan dan strategi pembangunan manusia dalam kurun waktu 5 tahun
mendatang. Identifikasi kondisi saat ini dan harapan masa depan akan memberikan gambaran
untuk menentukan arah kebijakan dan program pembangunan yang relevan.
Dari berbagai latar belakang tersebut di atas, background study kebijakan dan strategi
pembangunan manusia RPJMN 2015-2019 dilakukan dengan melibatkan lintas sektor.
Beberapa isu dan permasalahan yang menjadi pertanyaan kajian adalah
a) Bagaimana kondisi pembangunan manusia saat ini?
b) Bagaimana upaya dan kebijakan yang telah dilaksanakan pemerintah dalam
memfasilitasi pembangunan manusia?
c) Bagaimana bentuk kebijakan dan strategi mewujudkan pembangunan manusia yang
berdaya saing dalam RPJMN 2015-2019 dalam bidang pendidikan, kesehatan,
pemberdayaan perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek, ketenagakerjaan, lingkungan
hidup, governance dan kelembagaan, dan pengembangan wilayah.
d) Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu dalam mewujudkan pembangunan
manusia yang berdaya saing dan memperkuat perekonomian domestik.
e) Bagaimana strategi dan program mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya
saing dan memperkuat perekonomian domestik secara terpadu dan lintas sektor.
1.2 Tujuan Telaahan
14
Tujuan umum telaahan ini adalah menyusun kebijakan dan strategi pembangunan
manusia RPJMN 2015-2019 untuk lebih memantapkan pembangunan manusia Indonesia
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif, perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan dan penguasaan ilmu dan
teknologi yang terus meningkat.
Adapun tujuan khususnya adalah merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan
manusia di berbagai bidang pembangunan yaitu bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan
perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek, ketenagakerjaan.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup telaahan adalah :
a. Melakukan telaah kebijakan, program dan kegiatan pembangunan manusia dalam
konteks mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya saing bidang
pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek,
ketenagakerjaan.
b. Melakukan identifikasi faktor-faktor penentu peningkatan daya saing manusia di
berbagai sektor.
c. Penyusunan strategi lintas sektor/bidang dalam peningkatan daya saing manusia
Indonesia.
d. Perumusan kebijakan, program pokok dan indikator kunci peningkatan daya
saing nasional dalam bidang pembangunan manusia.
e. Sosialisasi dan advokasi dalam bentuk seminar/workshop dengan mengundang
nara sumber dan pembahas serta para stakeholders terkait.
1.4 Output
Keluaran (output) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
a. Teridentifikasinya kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan dalam
pembangunan manusia Indonesia .
b. Teridentifikasinya faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembangunan
manusia.
c. Tersusunnya isu-isu strategis pembangunan manusia
d. Tersusunnya rekomendasi kebijakan dan strategi pembangunan manusia yang
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pembangunan manusia RPJMN
15
2015-2019.
16
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konsepsional
Background study ini dibatasi untuk menelaah 7 komponen utama yang mendorong
terwujudnya pembangunan manusia yang berdaya saing, yaitu pertama, kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar dan kompeten (capable) seperti pendidikan yang menjamin
relevansi kualitas lulusan, dan pelayanan kesehatan yang menjamin akses pelayanan bagi
tenaga kerja. Kedua, kemampuan menguasai teknologi dan informasi merupakan sumber
terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya
manusia, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi.
Ketiga, tenaga kerja yang produktif dan memiliki kompetensi dalam upaya meningkatkan
pendapatan, keempat, kemampuan menyusun strategi dan pengelolaan implementasi
pengembangan wilayah sesuai dengan potensi yang tersedia. Kelima, kemampuan
menciptakan lingkungan yang nyaman dan berkelanjutan. Keenam, kemampuan
mendorong/meningkatkan kapasitas governance dan kelembagaan. Ketujuh, pentingnya nilai-
nilai budaya sebagai bagian integral pembangunan antara lain pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan diri, solidaritas bangsa, pemerataan, partisipasi masyarakat, otonomi, keadilan
sosial, keamanan, dan keseimbangan lingkungan.
Ketujuh komponen utama pembangunan manusia tersebut, didukung oleh faktor
determinan seperti teknologi, tenaga, sarana, regulasi dan standar. Seluruh komponen-
komponen tersebut saling berinteraksi untuk yang mendorong peningkatan daya saing sesuai
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) efisiensi, berkaitan dengan biaya/modal (cost) yang dikeluarkan dalam suatu
proses. Makin efisien suatu kegiatan dilakukan, akan memiliki tingkat daya saing
lebih tinggi;
2) rantai nilai (value chain), merupakan nilai tambah yang dibangun pada rangkaian
komponen sistem. Teknologi, pendekatan, inovasi, dan sebagainya menjadi
komponen meningkatkan nilai tambah proses;
3) keterkaitan (linkage), antara satu faktor dengan faktor yang lain sebagai
optimalisasi proses; dan
4) produktivitas.
Bahwa pembangunan manusia merupakan persyaratan utama terhadap suatu negara di
dalam upaya mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang maju dan mandiri. Sejalan dengan
17
hal tersebut, pembangunan manusia harus menjadi perhatian di dalam suatu proses
pembangunan. Oleh karena manusia selain merupakan objek pembangunan, juga merupakan
subjek dari pembangunan itu sendiri. yang mencakup suluruh siklus hidup manusia sejak di
dalam kandungan, hingga akhir hayatnya.
Untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri dan sejahtera maka,
dibutuhkan kemampuan suatu bangsa yang mampu berdaya saing dan mampu memanfaatkan
peluang yang ada di era globalisasi. Untuk memperkuat daya saing bangsa, maka
pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan
pembangunan sumber daya manusiaberkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat
perekonomian domistik berbasis keuanggulandisetiap wilayah menuju keunggulan
komprehensif dan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan
pelayanan di dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan
pengetahuan; dan (d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di
bidang hukum dan aparatur negara.
2.2. Tujuan Negara, Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
2.2.1 Tujuan Negara
Sebagaimana di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1045 disebutkan bahwa tujuan
dari negara Republik Indonsia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2.2.2 Visi RPJPN 2005-2025
“ Indonesia Yang Madiri, Maju, Adil dan Makmur”
2.2.3 Misi RPJPN 2005-2025
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan Pancasila;
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeasilan
18
6. Mewujudkan Indoneia asri dan lestari;
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional;
2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019.
Untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan
menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian dan berdasarkan keunggulan
sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengerahuan
dan teknologi yang terus meningkat.
2.4. Arah Kebijakan RPJM 2005-2009 dan 2010-2014
2.4.1 Arah kebijakan RPJMN 20005-2009 meliputi; (1) Penataan kembali Indonesia,
diarahkan untuk menyelamatkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
semangat, jiwa, nilai, dan konsesnsus dasar yang melandasi berdiriya Negara kebangsaan
Republik Indonesia yang meliputi ; Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara kesatuan Repulik Indonesia
; dan terbangunnya pluralisme dan keragaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. ; (2)
Pembangunan manusia,diarahkan untuk membangun Indonsia disegala bidang yang
merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyak dan penciptaan landasan
pembangunan yang kokoh.
2.4.2. Arah kebijakan RPJMN 2010-2014 meliputi; (1) melanjutkan pembangunan untuk
mencapai Indonesia yang sejahtera, yang tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang
didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan,
pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan dengan bertumpu padaprogram
perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta terjaganya dan
terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan; (2) memperkuat pilar-pilar demokrasi
dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum,
penghausan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta
kebebasan yang bertanggung jawab; (3) memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang
termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan
19
antar daerah (termasuk desa-kota), kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat
diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu.
2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
Berkaitan dengan permasalahan pelaksanaan pembangunan manusia, tidak terlepas dari
pada issu-issu strategis di dalam pembangunan manusia yang meliputi:
1. masih adanya keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan,
papan)
2. masih rendahnya kapabalitas manusia di dalam mendorong kemandirian dan daya
saing
3. masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi dan
informasi dalam rangka meningkatkan daya saing
4. pembangunan manusia belum maksimal untuk kegiatan produkti dalam upaya
meningkatkan pendapatan
5. bagaimana membangun prilaku SDM, berorientasi pada penguatan daya saing
6. bagaimana mewujudkan SDM yang mampu menyusun strategi dan pengelolaan
pengembangan wilayah sesuai dengan potensi yang tersedia
7. perlunya meningkatkan kapasitas SDM dalam pengelolaan wilayah
8. perlunya mewujudkan SDM yang menciptakan lingkungan yang nyaman dan
berkelanjutan
9. perlunya pengembalian budaya peduli lngkungan (soft skill) kepada aparatur dan
masyarakat
10. perlu menggali dan menumbuh kembangkan karifan lokal, dalam pemeliharaan
lingkungan
11. perlunya mewujudkan SDM yang kompeten dan berintegritas yang mampu
mendorong/meningkatkan kapasistas kelembagaan
12. perlunya penguatan kapasitas SDM dalam mewujudkan tata kelola dan penataan
kelembagaan yang efisien.
2.6. Kerangka Fikir Telaahan
Gambar 1:
Kerangka Pikir Pembangunan Manusia Seutuhnya
20
Gambar 2:
Kerangka Pikir Pengertian Pembangunan Manusia
Gambar 3: Kerangka Pikir Investasi dalam Pembangunan Manusia
21
Gambar 4:
Kerangka Pikir Strategi Strategi Investasi dalam Pembangunan Manusia
22
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan
(sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). Kecukupan (sustenance)
adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan,
papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (selfesteem) untuk menjadi manusia seutuhnya,
merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk
merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap
menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini
adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak
sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil dalam kehidupan ini.
Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan inti pembangunan ada tiga, yaitu (1). Peningkatan
ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup; (2). Peningkatan
standar hidup; (3). Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosia
Selanjutnya UNDP (Human Development Report, 1990), pembangunan manusia adalah
suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi setiap orang (”a process of enlarging
peoples’s choices”) untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna. Dari
definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah
penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Definisi pembangunan
manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas, dimana
dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami
dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya. Untuk mengukur
tingkat keberhasilan pembangunan manusia digunakan suatu ukuran yang di namakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).
Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang
merah kesamaan, bahwa “Pembangunan Manusia” adalah upaya meningkatkan
kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga
membuat manusia menjadi lebih sehat, kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan
untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam
kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak.
Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan
ada empat aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu:
(1). Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan dan perolehan
23
pendapatan. Dalam komponen ini, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari
model pembangunan manusia; (2). Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluang-
peluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan
ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus
memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut; (3). Adanya aspek keberlanjutan
(sustainability), yakni bahwa peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat
ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung
lingkungan atau modal alam dan „ruang‟ kebebasan manusia untuk berkreasi. (4).
Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya,
masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan
sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan Emil
Salim (1991)mengemukakan perlunya penekanan terhadap beberapa segi kualitas manusia
yang meliputi
Pertama; kualitas spiritual, yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuahn. Dalam
hubungan ini perlu ditumbuhkan kesadaran mengembangkan segi-segi kehidupan spiritual
yang benar dan menghindari subjektivisme intuisi yang tidak terkontrol oleh dimensi sosial
yang menjurus pada kultur. Segi-segi kehidupan spiritual seperti iman, tagwa dan moralitas
perlu ditingkatkan. Dengan kemudian kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia sebagai
makhluk individu yang bebas akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya
dalam pembentukan kepribadian. Untuk mengembangkan kepribadian manusia memerlukan
cara peribadatan untuk mencapai kualitas spiritual umum yaitu taqwa”.
Kedua; kualitas kemasyarakatan dan kualitas berbangsa. Masyarakat Indonesia bersifat
majemuk, sehingga diperlukan keterikatan lintas kelompok sebagaimana tercermin dalam
kualitas bermasyarakat dan berbangsa. Sebagai indikasi kualitas ini adalah kesetiakawanan
sosial, tanggung jawab dan disiplin sosial. kesetiakawanan sosial akan tumbuh subur bila
diimbangi dengan pertumbuhan keadilan sosial, dimana sermua diperlakukan secara adil dan
mempunyai kesempatan sama. Tanggung jawab dan disiplin sosial tercermin pada kesadaran
meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan. Komitmen ini
harus tumbuh atas dasar pemahaman dan bukan paksaan dari luar.
Ketiga; kualitas kekaryaan yang dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pribadi
(kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman sikap kerja), faktor lingkungan
24
dalam organisasi (situasi kerja, kepemimpinan), dan faktor lingkungan luar organisasi
(nilai-nilai sosial, keadaan ekonomi dan lain-lain).
Sisi lain, Baik faktor internal maupun faktor eksternal dari pada suatu proses
pembangunan itu sendiri, telah memberikan dampak perubahan, seperti yang dikemukakan
oleh Soedjatmoko (1991) yaitu (1) faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (2)
Faktor kependudukan, dan (3) Faktor ekologi atau lingkungan hidup. Dengan adanya
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih memudahkan dan melancarkan berbagai
proses kehidupan manusia. Melalui teknologi komunikasi yang canggih dunia menjadi lebih
sempit setiap saat manusia bisa mengadakan interaksi sesamanya dengan mudah dan cepat,
dapat melakukan perjalanan dengan cepat, memperoleh informasi tentang kejadian di
berbagai tempat pada saat ketepatan dengan kejadiannya, dan masih banyak lagi kemudahan-
kemudahan yang bisa dinikmati sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti yang dipaparkan di atas secara tidak langsung dapat juga berpengaruh
negatif bagi kehidupan masyarakat, misalnya dengan cepatnya arus komunikasi yang tidak
terbendung memungkinkan masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa.
Namun demikian realitas menunjukkan bahwa belum semua pribadi warga negara
sesuai dengan manusia yang diharapkan dan ini merupakan hal berkembang yang wajar
karena sebagian besar warga negara sedang berkembang dalam proses bertumbuh dan
berkembang termasuk Indonesia.
Kemajuan di era Orde Baru telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan
masyarakat seperti peningkatan taraf hidup masyarakat, peningkatan kecerdasan sebagai hasil
dari peningkatan pemerataan pendidikan jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah,
kerukunan hidup beragama, perubahan tingkat kelahiran, peningkatan pengelolaan
sumberdaya alam dan sebagainya.
Perubahan lain yang terjadi dalam masyarakat adalah perubahan tingkat kelahiran.
Dengan berhasilnya KB keadaan penduduk di Indonesia tidak merupakan kurva normal,
artinya usai kanak-kanak lebih kecil dari jumlah usia remaja. Banyak Sekolah Dasar yang
mulai kehabisan siswa, sebaliknya SMP, SMA dan perguruan tinggi makin kebanjiran siswa.
Walaupun KB berhasil nyata secara kuantatif penduduk Indonesia makin bertambah karena
bertambahnya usia subur. Bertambahnya penduduk ini menimbulkan perubahan penyebaran
penduduk tidak hanya dari desa ke kota tetapi juga antara satu pulau ke pulau lain.
Pertambahan penduduk berpengaruh terhadap pelestarian sumberdaya alam. Berhektar-hektar
tanah pertanian berubah fungsi menjadi pemukiman. Udara segar yang semula dinikmati
25
penduduk di dataran tinggi berubah menjadi udara panas, pohon-pohon ditebang, banyak
hutang gundul akibat ulah manusia. Pencemaran lingkungan semakin dirasakan, udara
tercemar oleh asap industri yang terus bertambah, meskipun kemunculan banyak industri
untuk kepentingan hajat hidup pembangunan masyarakat sendiri.
26
27
Draft Background Studi
BAB II LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG PENGEMBANGAN INOVASI
TIM ANALISA KEBIJAKAN
28
29
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan Telaahan
I.3. Ruang Lingkup Telaahan
I.4. Keluaran Yang Diharapkan
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019
2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.6. Kerangka Fikir Telaahan
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan
4.2. Hasil Analisis SWOT
4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.3.1. Isu-Isu Strategis dan Perumusan ‘Goals”
4.3.2. Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral
4.3.3. Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan
(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain
30
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai bentuk tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun
2005-20025, khususnya dalam pasal 1, menjelaskan bahwa setiap periode 5 (lima) tahunan
pemerintah harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam RPJMN tahap ketiga, salah satu fokusnya adalah meningkatkan daya saing bangsa
dengan pengembangan inovasi iptek yang berlandaskan SDA yang unggul dan SDM
berkualitas.
Sebagaimana yang tercantum dalam RPJPN 2005-2025, visi nasional akan ditempuh
delapan misi pembangunan nasional, yaitu: (1) mewujudkan masyarakat yang berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya
saing, (3) mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan
Indonesia yang aman, damai, dan bersatu, (5) mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan, (6) mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, (7) mewujudkan Indonesia
menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional,
dan (8) mewujudkan Indonesia yang berperan aktif dalam pergaulan internasional. Dari
delapan misi tersebut di atas, pengembangan inovasi telah menjadi salah satu fokus dari misi
kedua. Misi kedua telah menekankan mengenai pentingnya peningkatan daya saing dengan
mengembangkan inovasi di bidang iptek sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan
perekonomian Indonesia yang dapat meningkatkan keunggulan komparatif maupun
kompetitif SDA yang unggul dan SDM yang berkualitas bagi kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa.
Dengan menelaah inti dari misi di atas, dapat dikatakan bahwa pembangunan Inovasi
Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam mengantarkan bangsa Indonesia
kepada pembangunan jangka panjang yang berorientasi kepada pengembangan inovasi dan
teknologi berbasis pembangunan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang lestari.
Memasuki tahapan ketiga dalam RPJPN 2005-2025, perencanaan pembangunan jangka
menengah nasional (RPJMN) tahap ketiga akan berlandaskan kepada pengembangan inovasi
yang dapat meningkatkan daya saing yang diprioritaskan pada bidang agro industri yang
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
31
Berkaitan dengan pelaksanaan RPJMN 2010-2014, tahun 2013 merupakan tahun
terakhir pemerintahan sekarang untuk melaksanakan kegiatan pembangunan dalam waktu
satu tahun penuh. Selain itu, pada tahun 2013 pemerintah juga harus menyiapkan kajian awal
(backgroud study) untuk penyusunan RPJMN tahun 2015-2019, termasuk untuk bidang
pengembangan inovasi. Dalam perencanaan jangka menengah ketiga (RPJMN 2015-2019)
diharapkan telah tersedia road map (blue print) sistem inovasi nasional yang mempunyai
prioritas dan fokus terhadap pengembangan SDA yang unggul dan SDM berkualitas guna
menuntun pelaksanaan misi nomor dua dalam RPJPN 2005-2025 di atas.
1.2. Tujuan dan Sasaran Telaahan
Tujuan penyusunan kajian Bidang Telaahan (BT) Pembangunan Inovasi RPJMN 2015-
2019 untuk menyiapkan dan menyusun konsep kebijakan perencanaan bidang inovasi yang
akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta
penjabarannya ke dalam program dan kegiatan.
Sasaran dari kegiatan penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 adalah:
1. Teridentifikasinya permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan
bidang inovasi.
2. Teridentifikasinya data dan informasi pencapaian sebagai dasar dan acuan yang
akurat dalam penyusunan Bidang Telaahan Pembangunan Inovasi RPJM periode
2015-2019.
3. Tersusunnya konsep alternatif kebijakan dan strategi pelaksanaan pembangunan
bidang Inovasi periode 2015-2019.
4. Tersusunnya konsep alternatif program dan kegiatan yang mendukung
pelaksanaan pembangunan bidang Inovasi periode tahun 2015-2019.
1..3. Ruang Lingkup Telaahan
Yang menjadi ruang lingkup kegiatan ini adalah:
1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan
Inovasi.
2. Mengidentifikasi data dan informasi sebagai dasar dan acuan yang akurat dalam
penyusunan Bidang Telaahan Pembangunan Inovasi RPJM periode tahun 2015-
2019.
3. Menyusun konsep alternatif kebijakan dan strategi pelaksanaan pembangunan
bidang Inovasi periode tahun 2015-2019.
32
4. Menyusun konsep alternatif program dan kegiatan yang mendukung pelaksanaan
pembangunan bidang Inovasi periode tahun 2015-2019.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya rumusan konsep kebijakan dan strategi, serta
program dan kegiatan pelaksanaan Pembangunan Inovasi periode tahun 2015-2019.
33
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
Secara konsep, Inovasi adalah perubahan. Sehingga perubahan dapat
diimplementasikan pada semua jenjang dan sektor. Untuk mengetahui apakah suatu
perubahan dapat disebut Inovasi maka perubahan tersebut bukan kebetulan dan tidak
sistematis tetapi harus mengandung unsur kesadaran dan perencanaan. Masuknya unsur
perencanaan mengindikasikan bahwa kita harus tahu apa yang ingin kita ubah, mengapa dan
bagaimana caranya. Perubahan harus memiliki sasaran yang telah ditetapkan secara jelas.
Pada tahap ini dapat disederhanakan bahwa inovasi adalah perubahan yang direncanakan.
Bagaimana arah dari perubahan? Pastilah sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga
dapat disimpulkan inovasi adalah perubahan yang direncanakan dan menghasilkan sesuatu
yang lebih baik.
2.1.1 Definisi
Berbagai definisi Inovasi telah dikembangkan sesuai dengan bidang yang direncanakan.
Beberapa definisi mengenai inovasi yaitu:
Inovasi: eksploitasi yang sukses dari ide baru.
Inovasi: ciptaan-ciptaan baru (dalam bentuk wujud ataupun tanwujud) yang memiliki
nilai ekonomi yang berarti (signifikan), yang umumnya dilakukan oleh perusahaan atau
kadang-kadang oleh para individu.
Inovasi: aplikasi komersial yang pertama kali dari suatu produk atau proses yang baru
Inovasi: merupakan suatu proses kreatif dan interaktif yang melibatkan kelembagaan
pasar dan non-pasar
Inovasi: transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru; tindakan
menggunakan sesuatu yang baru
Inovasi: merupakan eksploitasi yang berhasil dari suatu gagasan baru (the successful
exploitation of a new idea), atau dengan kata lain merupakan pemanfaatan/mobilisasi
pengetahuan, keterampilan teknologis dan pengalaman untuk menciptakan produk,
proses dan jasabaru;
Inovasi: kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau
cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam
produk atau proses produksi
34
Dalam tulisan ini Inovasi mempergunakan definisi dalam UU No. 18 tahun 2002, yang
menjelaskan bahwa definisi Inovasi adalah sebagai berikut:
Inovasi: kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau
cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam
produk atau proses produksi.
2.1.2 Tujuan Inovasi adalah:
1. meningkatkan kualitas;
2. menciptakan pasar baru;
3. memperluas jangkauan produk;
4. mengurangi biaya tenaga kerja;
5. meningkatkan proses produksi;
6. mengurangi bahan baku;
7. mengurangi kerusakan lingkungan;
8. mengganti produk atau pelayanan;
9. mengurangi konsumsi energi;
10. menyesuaikan diri dengan undang-undang
Tujuan inovasi menurut Ida Yustina (2013) yaitu mengembangkan kreatifitas inovasi
berbasis keunggulan Sumber Daya Alam lokal dan meningkatkan daya saing, nilai tambah
dan output.
2.1.3 Peran Inovasi
1. Inovasi dapat memainkan peranan penting dalam membantu untuk mengatasi
tantangan sebagai berikut:
- Dapat membantu untuk meningkatkan daya saing, pertumbuhan, dan kesejahteraan.
- Kunci untuk peningkatan produktivitas dan faktor dan penghematan sumber daya
- Memperbaiki teknologi utama yang sangat penting untuk mengatasi pemanasan
global
2. Inovasi sangat kompleks. Ada inovasi yang terdepan (frontier) dan ada inovasi
yang bersifat lokal. Selain itu inovasi juga dapat didefinisikan baru untuk suatu
negara, sektor dan unit.
3. Negara-negara berkembang secara dramatis dapat meningkatkan posisi mereka
dengan melalui perolehan ilmu pengetahuan yang ada:
35
- Sebagian besar itu, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dalam domain
publik
- Banyak hal dapat diperoleh melalui jalur/saluran resmi
- Beberapa juga dapat diperoleh melalui penyalinan informal dan teknik pembalikan
(reverse engineering)
- Tapi dapat juga mengembangkan kemampuan sendiri untuk memperoleh,
menggunakan, menciptakan pengetahuan
b. Salah satu faktor determinan untuk berhasil memenangi kompetisi dalam era globalisasi
adalah peningkatan peran pembangunan melalui pengembangan sains dan teknologi.
Pentingnya sains dan teknologi (Iptek) dan upaya memicu perkembangannya, khususnya
melalui riset dinyatakan oleh Sachs (1995), Toffler (1990), Reich (1991) dan Quinn (1992). c. Salah satu ukuran daya saing dapat dilihat dari Growth Competitive Index (GCI) yakni ukuran
daya kompetisi negara yang menggunakan parameter lingkungan ekonomi makro,
perkembangan lembaga publik, dan inovasi teknologi. World Economic Forum (WEF) dalam
The Global Competitiveness Report tahun 2012-2013 merujuk Indonesia berada pada ranking
50 dengan nilai 4,40 pada skala 1-7. Ranking Indonesia pada tahun 2011-2012 berada pada
urutan 46 atau posisi daya saing tahun ini turun 4 tingkat. Di tingkat Asean maka Indonesia
berada di bawah Singapur yang diurutan ke 2, Malaysia urutan 25 dan Thailand urutan 38.
Menurut Lall (1998), ada lima faktor determinan sebagai penyebab rendahnya pembangunan
sains dan teknologi nasional, yakni (1) sistem insentif, (2) kualitas SDM, (3) informasi
teknologi dan pelayanan pendukung, (4) dana, dan (5) kebijakan sains dan teknologi sendiri.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) beserta beragam kebijakan iptek sangat penting bagi
perkembangan inovasi, namun bukan satu-satunya yang menentukan. Dinamika difusi pengetahuan
dan pembelajaran yang berkembang sangat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam berinovasi.
Namun itupun tidak terjadi serta-merta. Beragam fenomena inovasi juga menunjukkan bahwa inovasi
sebenarnya merupakan suatu proses kreatif, iteratif dan interaktif yang melibatkan lembaga-lembaga
pasar dan non-pasar. Penelitian, pengembangan, dan perekayasaan (litbangyasa) sangat penting bagi
perkembangan inovasi. Tetapi, inovasi membutuhkan lebih dari sekedar litbangyasa. Iklim persaingan
yang sehat sangat diperlukan bagi berkembangnya inovasi. Demikian kompleksnya dimensi dan
elemen terkait perkembangan inovasi menyadarkan banyak pihak bahwa diperlukan cara pandang
sistem untuk memahaminya dan mendorong perkembangannnya. Inilah yang dikenal dewasa ini
dengan istilah system inovasi.
Secara singkat sistem inovasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan [darisehimpunan aktor,
kelembagaan maupun proses produktif] yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan
inovasi dan difusinya (termasuk pengetahuan/teknologi dan praktik baik/terbaik), serta proses
pembelajarannya.
36
Yang tentu saja sangat penting digarisbawahi adalah bahwa penggunaan istilah sistem inovasi
menunjukkan kesadaran kita untuk berpikir sistem, secara holistik dalam pemajuan inovasi, difusi dan
proses pembelajaran. Bagi mereka yang berkecimpung dalam arena kebijakan, cara pandang sistem
inovasi juga membantu dalam memahami, mengevaluasi dan memberikan alternatif solusi kebijakan
atas isu-isu kebijakan beserta tindakan nyatanya yang berpangkal dari “kegagalan sistemik” (systemic
failures). Para aktor perlu bertindak secara sendiri maupun bekerjasama (berkolaborasi) dalam rangka
memperkuat sistem dan memfungsikan elemen (subsistem) serta mendinamiskan sistem sesuai
dengan peran dan kompetensi masing-masing. Ini menyangkut perubahan paradigma. Pemahaman
yang baik tentang ini sangatlah penting. Jika tidak, kita hanyalah sekedar menggunakan “istilah baru“
(istilah sistem inovasi) secara harfiah dan tetap terjebak dalam cara kerja lama dengan “kemasan
baru”.
Penguatan sistem inovasi merupakan pilar penting dalam membawa Indonesia ke era ekonomi
pengetahuan (knowledge-based economy) dan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based
society). Karena itu, pembangunan Indonesia yang progresif perlu menjadikan penguatan sistem
inovasi sebagai kesepakatan bersama dan prioritas dalam peningkatan daya saing dan penguatan
kohesi sosial.
2.1.4 SISTEM INOVASI MELALUI TRIPLE HELIC
Sistem Inovasi berbasis kolaborasi ACADEMIC- BUSINESS-GOVERNMENT.
Triple Helix Research Group Standford University mengembangkan sistem inovasi yang
merupakan menggabungkan atau kolaborasi antara akademisi, pengusaha dan pemerintah.
2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
37
Visi:
Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur
Misi:
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dengan meningkatkan penguasaan dan
pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi
secara berkelanjutan berbasis keunggulamn setiap wilayah menuju keunggulan
kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan
termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
Peran Inovasi
Untuk mempercepat visi dalam mewujudkan misi tersebut di atas
2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019
RPJMN tahap ketiga ini bertujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif
berlandaskan keunggulan sumber daya alam serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus
meningkat.
2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
Daya saing Indonesia semakin kuat dan kompetititf dengan semakin terpadunya
industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumber daya alam lainnya secara
berkelanjutan, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi
dan industri untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktifitas, penguasaan dan
penerapan teknologi oleh masyarakat.
Dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Nasional 2005 – 2025 diungkapkan pada bagian IV ARAH, TAHAPAN DAN PRIORITAS
PJP 2005 - 2025, antara lain pentingnya penguatan sistem inovasi dalam rangka mendorong
pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Sementara itu dalam Peraturan Presiden
Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 –
2014 pada Bab IV dinyatakan bahwa: “Kunci keberhasilan implementasi penguatan sistem
inovasi di suatu negara adalah koherensi kebijakan inovasi dalam dimensi antarsektor dan
lintas sektor; intertemporal (antarwaktu); dan nasional-daerah (interteritorial), daerah-daerah,
dan internasional. Dalam perspektif hubungan nasional-daerah, koherensi kebijakan inovasi
dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional di Indonesia perlu dibangun melalui kerangka
kebijakan inovasi yang sejalan, dengan sasaran dan milestones terukur,serta komitmen
38
sumberdaya yang memadai baik pada tataran pembangunan nasional maupun daerah
sebagai platform bersama.”
Kebijakan inovasi bukanlah kebijakan tunggal, melainkan sehimpunan kebijakan yang
ditujukan untuk mengembangkan/ memperkuat sistem inovasi. Karena itu, kerangka
kebijakan inovasi tersebut seyogyanya membentuk upaya terpadu atas solusi untuk mengatasi
isu-isu sistemik, mewadahi kebijakan-kebijakan sangat penting yang berkontribusi dalam
memperkuat sistem inovasi di Indonesia.
Pengembangan iptek, menetapkan enam fokus program riptek (riset iptek) yang terdiri
dari:
1. Ketahanan pangan,
2. Pengembangan energi baru dan terbarukan,
3. Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi,
4. Pengembangan ICT (information communication technology),
5. Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, dan
6. Pengembangan teknologi kesehatan dan obat.
2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
Untuk membandingkan daya saing suatu negara maka ada berbagai macam ukuran.
Selain Growth Competitive Index (GCI) maka bisa juga dilihat dari sumber daya manusia.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2011 sebesar 0,617 dan Norwegia
berada pada ranking teratas dengan nilai 0,965. Padahal jika dibandingkan dengan sumber
daya alam maka terlihat Indonesia memiliki lebih banyak jenis sumber daya alam
dibandingkan Norwegia. Perlu dicermati permasalahan SDM.
39
Selanjutnya jika dibandingkan hasil sawit Indonesia dan Malaysia pada daratan yang
sama di pulau Kalimantan maka sawit Indonesia masih kalah produktif dari Malaysia.
Diperlukan upaya lebih keras untuk minimal menyamai produktifitas sawit Malaysia. Untuk
itu dikembangkan pusat penelitian kelapa sawit di wilayah Sumatra Utara.
Beberapa kendala dalam pengembangan inovasi yaitu:
1. Sulitnya menembus pasar regional dan internasional. Diperlukan dukungan dalam
(mediasi) perdagangan dari pemerintah.
2. Peran asosiasi harus lebih aktif jangan hanya sebagai “Broker” produk atau menjadi
“Tengkulak”.
3. Para inventor(s) dan innovator(s) masih memerlukan Investor(s) untuk
pengembangan produk.
4. Belum adanya Incentive/reward yang diberikan jika produk berpeluang atau
memiliki potensi untuk diekspor.
5. Belum terjadi sinergi dalam Implementasi pelaksanaan antara Akademisi, Bisnis dan
pemerintah/government (ABG=Triple Helix).
Meskipun demikian pemerintah memiliki komitmen dalam mendorong inovasi.
Beberapa indikator mengindikasikan seperti:
1. Hampir dua kali lipat anggaran keuangan untuk pendidikan
- Pembangunan Iptek Indonesia menggunakan sistem inovasi nasional sebagai
kerangka kerja.
- Indonesia membentuk komite nasional inovasi (KIN)
40
- Indonesia mendirikan Pusat Inovasi UMKM (PI-UMKM).
- Mulai untuk membangun BTCS, Inkubator dan lain-lain.
2. Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% dalam lima tahun ke
depan. Sumber pertumbuhan ekonomi harus berasal dari peningkatan produktivitas.
3. Masih memiliki sumber daya yang berlimpah yang dapat ditingkatkan nilai
tambhanya. Meskipun pada saat ini nilai tambah ekspor masih rendah. Contohnya
ekspor bahan baku, padat karya dengan tenaga terampil yang rendah.
4. Biaya tenaga kerja meningkat. Perlu meningkatkan teknologi sehingga dapat
memperluas rantai nilai (value chain).
5. Dalam pemerintahan rezim orde baru (1976-1998), Indonesia telah mengembangkan
beberapa industri teknologi tinggi di bawah koordinasi Badan Pengembangan
Industri Strategis.
6. Masih dijumpai pengembangan program dan kegiatan tanpa berdasarkan penelitian
atau riset sehingga tingkat keberhasilannya tidak dapat diketahui.
2.6. Kerangka Fikir Telaahan
41
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
Metodologi yang digunakan dalam Kegiatan ini adalah:
1. Pembentukan Tim Analisis Kebijakan. Tim yang dibentuk meliputi Sub Bidang
Kelompok Telaahan, Tim Focus Group Discussion (FGD), dan dipimpin oleh
penanggung jawab kegiatan.
2. Pengumpulan data dan informasi melalui kajian literatur, yang difokuskan kepada
isu dan kondisi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia pada saat ini
serta peluangnya dalam mendukung visi dan misi RPJPN dimasa yang akan
datang.
3. Kunjungan lapangan, dengan lokasi antara lain: Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan, dan Jawa Timur. Adapaun tujuan dari kunjungan lapangan tersebut
adalah untuk mendapatkan masukan dan informasi dari pemerintah daerah,
akademisi, asosiasi, dan LSM terkait dengan Pengembangan Inovasi di Indonesia.
4. Pertemuan/rapat. Melalui mekanisme ini, Tim dan para tenaga ahli akan mampu
mengidentifikasi isu, informasi, dan data yang dibutuhkan sebagai bahan analisis.
5. Analisis berdasarkan data dan informasi yang terkumpul, melalui pendekatan
deskriptif dan kuantitatif.
6. Penyusunan laporan
42
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan
Secara umum Inovasi merupakan pengembangan dan difusi produk baru, praktek baru,
dan baru untuk konteks tertentu. Inovasi dibutuhkan untuk mentransformasi ilmu
pengetahuan menjadi kesejahteraan seperti menciptakan lebih banyak pekerjaan,
memberikan kesehatan yang lebih baik, dan lain-lain.
Sumber dari inovasi terdiri dari: 1) penelitian dan pengembangan, 2) pengembangan
manajemen dan lain-lain, 3) desain produk atau proses sebagai tahapan kunci.
Proses inovasi dapat berasal dari proses yang diluar kebiasaan seperti idea dari
pengusaha yang didukung oleh oleh berbagai aktor seperti: penemu, penguasa, legislatif dan
lain-lain. Selain itu budaya dan lembaga sangat berperan dalam proses inovasi.
Inovasi dapat digambarkan sebagai bagian inti dari pembangunan yang pada akhirnya
akan membentuk sistem sosial.
Sumber: Jean-Eric Aubert
Bank Dunia menyarankan peran pemerintah dalam pengembangan inovasi seperti
berkebun yaitu:
1. Memelihara (menyirami) dengan membiayai dan mndukung proyek-proyek
inovasi.
2. Menghilangkan kendala (gulma) agar terjadi kompetisi dengan cara
mengurangi/deregulasi aturan yang menghambat inovasi.
43
3. Memelihara iklim (tanah/kondisi) penelitian, pendidikan,dan informasi
Di Indonesia, pemerintah memberikan arahan dan melakukan intervensi dengan
membentuk kelembagaan Penelitian dan Pengembangan di pusat dan daerah. Di pusat
dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) di masing-masing Kementerian
dan di daerah di tingkat Provinsi dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi.
Selain itu dibentuk pula Dewan Riset Nasional di tingkat pusat dan di daerah dibentuk Dewan
Riset Daerah. Kementerian Riset dan Teknologi menjadi unsur utama dalam menggerakkan
dan mengkoordinir kegiatan riset di tingkat pusat.
Fungsi dari kebijakan Inovasi yaitu: 1) memelihara basis ilmu pengetahuan, 2)
mendukung inovator, dan 3) memperbaiki kerangka peraturan.
Pemeliharaan basis ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menumbuhkan budaya
teknik sebagai dasar dalam menerima teknologi baru. Kemudian budaya teknik
dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan dalam membuat kegiatan akan menjadi sumber
utama inovasi, produktivitas dan penciptaan lapangan kerja. Langkah lain untuk tetap tidak
tertinggal perkembangan ilmu pengetahuan global adalah melalui perusahaan investasi asing
atau Foreign Direct Investment (FDI), aliansi teknologi, pengembangan kerjasama
laboratorium dengan negara maju, mengikuti pengembangan Information and
Communications Technology (ICT) dan pengembangan kerjasama dengan berbagai
lembaga/negara di dunia. Penelitian merupakan bagian dari proses pembangunan
(berdasarkan kriteria yang sesuai), sumber pengetahuan dari ilmu dasar (kriteria yang
unggul), dan sering inovasi mendahului penelitian (bertentangan dengan pendapat yang
mapan).
Proses inovasi pada tingkat makro dilaksanakan melalui penelitian yang dikembangkan
oleh industri yang mempunyai teknologi tinggi. Tahap selanjutnya akan ditransfer kepada
industri lain setelah secara teknis dapat menerima teknologi baru yang ditemukan.
Untuk mendukung kegiatan inovasi yang berkelanjutan maka para penemu baru atau
inovator memerlukan berbagai dukungan. Pertama, berbagai bentuk dukungan seperti
bantuan teknik, keuangan, perdagangan/komersial, perlindungan hak cipta dan lain-lain.
Kedua, kegiatan penting lainnya seperti pelatihan inovasi, inkubator terutama memelihara
para inovator dengan informasi yang tepat dan sumber daya yang sesuai. Selanjutnya
dukungan keuangan seperti modal dasar (seed money) untuk untuk produksi perdana dan
pengembangan produk, biaya operasional untuk perdagangan. Dana dapat disediakan baik
oleh lembaga keuangan mikro ataupun modal ventura.
44
Pada tahap selanjutnya diperlukan perbaikan kerangka peraturan. Di dalam peraturan
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan semangat berkompetisi agar
tetap terjadi kegiatan inovasi. Selain itu perlu dibuat standar untuk pengembangan agar dapat
menjadi acuan oleh industri lainnya. Untuk menghindari pencurian hasil inovasi maka
diperlukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual. Untuk memudahkan para inovator
mengurus administrasi perlindungan kekayaan intelektual maka birokrasi harus
disederhanakan. Selain itu berbagai kendala peraturan dalam pengembangan inovasi perlu
dihilangkan. Agar proses dapat berjalan berkesinambungan maka dibutuhkan hukum dan
sistem penegakan hukum.
Dalam pelaksanaannya maka fokus dari pemerintah untuk pengembangan inovasi perlu
diarahkan pada:1) program skala besar yang menjadi prioritas pemerintah seperti:
kemiskinan, pertahanan, atau ICT, 2) mempromosikan industri yang kompetitif, 3) membuat
pusat inovasi seperti: techno-parks, kota pendidikan, dan lain-lain, 4) Membina inovasi yang
berpihak kepada orang miskin.
Kebijakan Inovasi secara tradisional adalah bertujuan untuk menjembatani kesenjangan
antara industri (pertanian) dan perguruan tinggi / penelitian struktur. Secara implisit sebagian
besar instansi/departemen pemerintah (contoh Amerika Serikat) mendukung tindakan inovasi
yang diambil, tapi tidak terlihat dalam konteks ideologi non intervensionis. Secara eksplisit
(contoh Finlandia), kebijakan inovasi menjadi strategi pembangunan secara keseluruhan dan
melibatkan kementerian kunci dan kelompok masyarakat sipil (bisnis, serikat buruh, dll),
dengan badan koordinasi yang kuat dipimpin oleh Perdana Menteri.
Dalam pengembangannya kebijakan inovasi sudah menjangkau bidang perdagangan,
pendidikan, keuangan dan lain-lain.
Strategi dan Prioritas Pembangunan
Dalam pengembangan inovasi, yang pertama dilakukan adalah membangun
berdasarkan kekuatan yang ada dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
kemampuan yang ada. Kemudian perhatian diprioritaskan pada aset yang bukan berdasarkan
iptek seperti: kesenian/kebudayaan, peluang di bidang pariwisata, media dan hiburan.
Selanjutnya dikembangkan manufaktur di sektor-sektor tertentu yang berhubungan dan
terkait dengan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI), infrastruktur
teknologi dan pelatihan. Terakhir, membangun sistem inovasi canggih secara bertahap
dengan mendirikan penelitian berbasis ilmu pengetahuan bertaraf internasional.
45
Contoh negara yang berhasil membangun negaranya dari salah satu negara miskin di
Eropa menjadi salah satu negara termaju dan termakmur di dunia yaitu Swedia. Meskipun
jumlah penduduk Swedia hanya sekitar 9,5 juta jiwa, negara ini adalah tempat kelahiran
nama-nama besar industri manufaktur seperti Volvo, Scania, Electrolux, Ericsson, dan
IKEA. Namun demikian Swedia juga tak lupa menelurkan nama-nama masyhur industri
kebudayaan seperti ABBA, Ingrid Bergman, The Cardigans, Stellan Skarsgard, Roxette, dan
Yngwie Malmsteen. Kunci semua itu salah satunya adalah inovasi. Mulai dari penemu
dinamit Alfred Nobel sampai co-founder Skype, Niklas Zennstrom, memperlihatkan Swedia
tidak pernah kehabisan inovator dari jumlah penduduk yang lebih rendah dari Jakarta.
Keberhasilan Swedia didukung oleh demokrasi yang stabil, dukungan pemerintah kepada
masyarakat dengan pendidikan yang bermutu tinggi dan gratis, dan budaya mekanik yang
dikembangkan dengan sangat baik. Selain itu juga posisi netral pada perang dunia I, II yang
memungkinkan tidak harus membangun lagi seperti negara yang terlibat perang. Dana yang
dilakoasikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (riset) yakni sekitar 3,6 persen dari
GNP (produk nasional bruto).
Berbeda dengan Swedia, maka India menghadapi tantangan untuk mengembangkan
inovasi Inklusif. Melalui inovasi diharapkan dapat diraih lebih dari kurang untuk lebih.
Perusahaan industri di India bertujuan untuk memperoleh kinerja yang lebih dari biaya yang
rendah untuk memperoleh lebih banyak keuntungan sehingga memberikan nilai manfaat
kepada pemegang saham. Dengan penduduk India sebanyak 1,2 juta orang dan pendapatan
yang kurang dari US$ 2 maka yang tantangan yang dihadapi untuk pengembangan penelitian
adalah bukan biaya yang rendah tetapi solusi dengan biaya sangat rendah sehingga
memerlukan kebutuhan tidak hanya 'keterjangkauan' tapi 'keterjangkauan yang ekstrim’. Ada
empat tantangan yang dihadapi India yaitu: 1) skala/besaran penduduk dan wilayah, 2)
kelangkaan sumber daya alam, 3) keragaman etnis dan bahasa, 4) kemiskinan penduduk yang
hanya berpenghasilan kurang dari US$2. Beberapa hasil inovasi India dikembangkan dengan
biaya sangat rendah sebagai perbandingan hasil pengembangan inovasi vaksin hepatitis B di
negara lain memerlukan biaya US$ 18 maka di India biaya yang diperlukan hanya US$ 0,4.
Demikian juga untuk operasi katarak di negara lain memerlukan biaya sebesar US$ 3,000
maka di India hanya memerlukan biaya US$ 30. Penggerak inovasi inklusif di India yaitu: a)
70 persen dari populasi penduduk India miskin dan tinggal di pedesaan, b) Perusahaan India
secara historis mengerti bahwa cakupan pasar mereka hanya melayani penduduk dengan
kekayaannya yang terbatas, c) Mereka harus menemukan cara untuk berlaku adil dan tidak
memihak pada suatu lapisan ekonomi tertentu, d) Fokusnya adalah bagaimana dapat
46
menurunkan/mengubah harga yang sesuai dengan kinerja, e) tidak ada akses terhadap
teknologi dan modal dari negara maju/barat, f) perusahaan Inda mulai ukuran yang sangat
kecil. Sebagai contoh perusahaan Shanta Biotech menghadapi permasalahan 340.000 orang
meninggal karena hepatitis B di India setiap tahun sejak tahun 1991. Penyebabnya adalah
biaya vaksin per dosis US$ 18. Varaprasad Reddy bersumpah untuk mengubah kondisi ini.
Akhirnya Shantha Biotech berhasil menurunkan biaya sampai 40 sen per dosis dan
membuatnya terjangkau bagi kaum miskin.
Besaran alokasi dana dapat representasi perhatian dan prioritas dalam persaingan
global.
Saat ini, investasi litbang Indonesia hanya berkisar 0.08 persen PDB, jauh dibawah
negara-negara tetangga seperti: China 1.47 persen, Malaysia 0.6 persen dan Thailand 0.26
persen. Meskipun demikian, alokasi dana yang rendah untuk penelitian dan pengembangan
mungkin bukan permasalahan inovasi tetapi apabila terakumulasi dapat menjadi penyebab
umum permasalahan inovasi.
47
48
Kunci permasalahan kinerja inovasi di Indonesia
1. Alokasi dana Penelitian dan Pengembangan (R & D) sebagai % PDB masih rendah
(0,05%).
2. Kurangnya insentif untuk berinovasi di samping tidak ada tradisi untuk melakukan
inovasi.
3. Budaya paternalistik sehingga perlu Presiden untuk memimpin segalanya.
4. Kurangnya koordinasi dan kurangnya sinergi dalam hal kebijakan antar instansi
terkait.
5. Permintaan untuk produk R & D tidak cocok dengan yang diproduksi oleh lembaga
litbang (termasuk Perguruan Tinggi).
6. Ketergantungan tinggi industri nasional pada teknologi impor dan rendahnya
kontribusi perusahaan swasta dalam investasi R & D
Prasyarat Daya Saing
(10 golden rules of competiteveness)
1. Menciptakan lingkungan legislatif yang stabil dan terprediksi.
2. Mengusahakan struktur ekonomi yang flexibel dan berdaya tahan tinggi.
3. Investasi di infrastruktur dan juga teknologi.
49
4. Mempromosikan investasi lokal.
5. Menciptakan daya tarik tinggi bagi investor asing dan aktif mengundang mereka.
6. Fokus pada kualitas, kecepatan, dan transparansi dalam bidang administrasi dan
pemerintahan.
7. Menciptakan relasi seimbang antara upah, produktifitas, dan perpajakan.
8. Memperkuat jaringan sosial dengan memperbanyak kelas menegah.
9. Investasi yang memadai di bidang pendidikan, terutama di level SMA.
10. Menyeimbangkan penciptaan kemakmuran bagi rakyat tanpa melupakan
kebudayaan tradisional dan norma hidup ideal yang dianut oleh masyarakat.
(Kasyful Mahalli, dosen Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013)
4.2 Hasil Analisis SWOT
4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.3.1. Isu-Isu Strategis dan Perumusan ‘Goals”
1. Belum dianggap pentingnya pengembangan inovasi oleh masyarakat. Ini terlihat
dari alokasi dana untuk kegiatan inovasi masih rendah baik di lembaga litbang
pemeritahan maupu di swasta.
2. Kurangnya insentif dalam pengembangan inovasi. Sistem paten kurang mendukung
karena tidak memungkinkan pembagian royalti kepada penemunya.
3. Berkembangnya pendapat yang merugikan tentang pengembangan inovasi yang
dianggap merupakan investasi yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama
untuk memberikan hasil akhirnya.
4. Resiko pengembangan inovasi lebih besar jika gagal dibandingkan dengan
pembelian paten inovasi dari luar yang sudah berhasil.
5. Perlindungan negara terhadap temuan atau paten hasil inovasi tidak mudah dan
mahal. Paten kurang memberikan kontribusi bagi inovasi industri dan
menimbulkan beban biaya bagi institusi riset.
6. Banyak paten yang tidak bisa dikomersialkan berasal dari institusi pemerintah.
7. Oleh karena itu sistem paten belum mampu mendorong kreatifitas dan
mendatangkan dampak ekonomi dari langkah komersialisasi. Sebuah produk yang
dipatenkan sebaiknya bisa dikomersialkan karena ada beban biaya pemeliharaan.
50
4.3.2. Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral
1. Sektor jasa dalam perekonomian nasional
Tahun 20130, sektor jasa diproyeksikan menggantikan sektor pertanian dan industri.
Jasa dipergunakan secara intensif dalam produksi barang dan jasa. Jasa infrastruktur seperti
jasa keuangan/perbankan, telekomunikasi, transportasi dan logistik , dan jasa informasi
teknologi(IT), memainkan peran yang penting bagi perdagangan dan ekonomi nasional.
Sumber: Proyeksi Yayasan Indonesia Forum, 2007
2. Sub bidang Pertanian
Pengembangan inovasi bidang pertanian dalam jangka menengah dan panjang adalah
berbasis pada kondisi potensi wilayah di Indonesia, seperti Sumetera yaitu komoditi padi,
jagung,kelapa sawit, karet, kakao, tebu dan jeruk; Jawa yaitu komoditi padi, jagung, kedele
kentang, karet, dan tebu; Sulawesi yaitu komoditi padi, kelapa dan kentang; Kalimantan yaitu
komoditi padi, jagung, kedele dan ubi kayu; Maluku dan Papua yaitu komoditi jagung dan
51
sagu. ( ‘Membangun Kemampuan Inovasi berbasis potensi wilayah’. Badan Penelitian
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian, tahun 2012).
Sasaran progran pengembangan inovasi pertanian yaitu perlu dipenuhinya peta
kesesuaian lahan pertanian dalam mengembangkan inovasi pertanian tersebut. Seperti temuan
inovasi padi varietas impara yang bisa ditanam pada daerah rawan lebak dangkal/ tadah hujan
dan daerah sawah rawan banjir, padi varietas inpari yang bisa ditanam sawah beririgasi, dan
System of Rice Intensification (SRI) yang bisa ditanam disawah beririgasi dengan irit air
(water efficiency), dengan sebagian besar menggunakan pupuk organik dan menggunakan
hama penyakit terpadu dalam penanamannya. ( ‘300 Teknologi Inovasi Pertanian’. Badan
Penelitian Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian, tahun 2012).
Infrastruktur pertanian merupakan kendala yang dihadapi dalam pengembangan inovasi
pertanian. Transportasi belum effisien, pengembangan moda transportasi (udara, darat , dan
laur) masih belum terintegrasi seperti halnya pengembangan armada kapal rakyat, persiapan
infrastuktur, dorongan terhadap ketersediaan transportasi, pengembangan jaringan jalan dan
pelabuhan yang mencakup sentra-sentra produksi. Sehingga inovasi pertanian masih belum
berkembang. Kedepannya pengembangan dan peningkatan mutu inftastruktur pertanian harus
dibenahi dahulu agar inovasi bidang pertanian bisa berkembang (Prof Taslim Arifin,
Universita Hasanudin, Makasar, tahun 2013).
1. Bidang Infrastruktur Berbasis Daya Saing Nasional
Ketersediaan enerji dalam jumlah dan harga yang terjangkau baik terhadap kalangan
bisnis maupun masyarakat luas.
Transportasi, pengembangan Moda Transportasi (udara, darat, dan laut) yang
terintegrasi terdapat beberapa hal yang memerlukan perhatian:
- Pengembangan armada kapal rakyat termasuk aspek kelembagaan, aspek manajerial,
fianansial, asuransi, serta teknologi terkait (work-shop).
- Pengembangan dan persiapan infrastruktur Transportasi.
- Dorongan terhadap ketersediaan Transportasi Publik yang murah.
- Pengembangan jaringan jalan dan pelabuhan yang mencakup sentra-sentra produksi.
- Penyimpanan/Pergudangan dan Prosessing.
- Pengembangan dan peningkatan mutu Infrastruktur pertanian.
- Komunikasi
2. Bidang Pengembangan Wilayah
Koridor ekonomi MP3EI:
Sumatera : kelapa sawit, karet, batubara, besi-baja
52
Jawa: industri makanan-minman, tekstil, permesinan tranportasi, perkapalan,
alustista, telematika
Kalimantan : kelapa sawit, batubara, alumina/bauksit, migs, perkayuan, besi-baja
Sulawesi: pertanian pangan, kakao, perikanan, nikel, migas
Bali-NT: pariwisata, peternakan, perikanan
Papua- Kep Maluku: food estate, tembaga, perternakan, migas, nikel
3. Penentu Keunggulan Suatu Negara
Faktor Peranan (%)
Innovation & Creativity 45
Networking 25
Technology 20
Natural Resources 10
IV.3.3. Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan
53
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan
Kebijakan Inovasi pada masa yang akan datang (abad 21)
Untuk menghadapi era mendatang maka perlu disiapkan kebijakan Inovasi di berbagai
tingkatan yaitu:
1. Pada tingkat nasional, para pembuat kebijakan harus dihadapkan dengan tantangan
batas kemampuan tindakan mereka, inersia kelembagaan, skenario yang berulang-
ulang dengan melakukan evaluasi yang tepat, penilaian kritis terhadap diri sendiri,
dan pembuatan skema pelatihan baru, dan lain-lain.
2. Pada mesolevel: eksperimen sosial, "laboratorium hidup", pusat masa depan, dan
lain-lain harus membuka jalur baru yang inovatif dalam melibatkan semua pelaku
utama.
3. Pada tingkat individu: manajer, pengusaha, dan terutama pemuda harus secara luas
menghadapi tantangan sosial dalam rangka meningkatkan secara besar-besaran
jumlah inovator yang potensial.
4. Pada tingkat global: program inovasi global harus dibentuk untuk menangani isu-isu
global dalam menemukan cara untuk melibatkan sektor bisnis, dan juga untuk
memastikan mobilisasi yang tepat dari tingkat pemerintahan yang berbeda (lokal,
nasional, regional) dengan menghargai tanggung jawab alamiah mereka.
54
(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain
55
56
Draft Background Study
BAB III LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN EKONOMI
TIM ANALISA KEBIJAKAN
57
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan Telaahan
I.3. Ruang Lingkup Telaahan
I.4. Keluaran Yang Diharapkan
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019
2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.6. Kerangka Fikir Telaahan
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan
4.2. Hasil Analisis SWOT
4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.3.1. Isu-Isu Strategis dan Perumusan ‘Goals”
4.3.2. Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral
4.3.3. Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan
(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.
58
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komitmen Pemerintah Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat menuntut adanya perbaikan di segmen pelayanan
publik, dimana APBN dan APBD memiliki andil yang tidak kecil dalam upaya tersebut.
Penguatan fiskal dalam kerangka regulasi maupun investasi, kiranya dapat mengimbangi
kebijakan moneter yang didorong perbankan untuk menciptakan iklim investasi yang
kondusif bagi dunia usaha. Dipahami bahwa setidaknya ada tiga elemen penggerak (driven)
ekonomi, yaitu: (1) tabungan masyarakat, (2) belanja masyarakat, dan (3) investasi.
Tabungan dan belanja masyarakat tidak secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi,
sedangkan investasi memberi pengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Membangun eknomi yang berdaya saing tinggi seperti yang diagendakan Undang-
undang 17/ 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025, akan menjadi tema
utama rencana kerja presiden terpilih masa bakti 2015-2019. Tantangannya adalah
mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan,
ditengah gejolak dan tekanan global. Indonesia ditantang untuk menghasilkan produk-produk
unggulan yang bernilai tambah tinggi, berkualitas, dan berdaya saing global, yang lebih
mengandalkan Iptek. Untuk itu, di era 2015-2019 tampaknya sektor Iptek perlu
didayagunakan hingga ada kesamaan frekuensi (tune in) dari para pembuat kebijakan dengan
masyarakat penggunanya, khususnya para pelaku usaha dalam menghasilkan produk-produk
unggulan seperti yang tersebut di atas.
Terkait dengan mandat UU 17/ 2007, untuk era (RPJMN) 2015-2019 pembangunan
akan terfokus pada tiga aspek, yakni: manusia, alam (wilayah) dan pembangunan
berkelanjutan. RPJMN kiranya dapat dipandang tidak hanya sebagai produk kebijakan yang
bersifat reactive driven, melainkan juga sebagai produk kebijakan yang bersifat proaktif
untuk dapat memenangkan kompetisi global. Investasi sebagai bagian dari intervensi
langsung dalam membangun perekonomian, harus tetap dalam pengarahan pemerintah.
Kebijakan ekonomi fokus pada bagaimana memperbaiki kapasitas SDM, kapasitas pelayanan
publik (infrastruktur), dan kapasitas unit-unit usaha sehingga tahan dalam menghadapi
berbagai krisis/ gejolak ekonomi. Hal ini menguatkan peran pemerintah dalam melakukan
harmonisasi pembangunan melalui perangkat fiskalnya (APBN dan APBD) dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
59
Di sisi lain, pasar global akan terus memengaruhi perekonomian nasional, oleh
karenanya penting diketahui posisi Indonesia secara tepat dan benar sehingga keunggulan
komparatif Indonesia bisa menjadi keunggulan yang berdaya saing dan memiliki kekuatan
sebagai pengendali pasar global. Setidaknya Indonesia memiliki global product mapping dan
trend perkembangannya ke depan, yakni dengan mencermati resiko dan gap yang perlu
ditangani, jaringan seperti apa yang cenderung terbentuk (dibentuk) dan produktifitas serta
pola redistribusi produk seperti apa yang sebaiknya dibangun. Dari sini dapat dikembangkan
intervensi pemerintah, baik dalam kerangka regulasi maupun investasi.
Secara tegas dikemukakan dalam UU 17/ 2007 bahwa RPJM ke 3 (2015-2019)
ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu
dan teknologi yang terus meningkat. Untuk itu, intervensi di bidang perekonomian diarahkan
untuk dapat meningkatkan keterpaduan industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan
sumberdaya lainnya secara berkelanjutan. Hal ini didukung oleh terpenuhinya ketersediaan
infrastruktur melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha, dan akademisi. Kerjasama tersebut
diharapkan dapat menyelaraskan pembangunan pendidikan, iptek, industri, dan penataan
kelembagaan ekonomi, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi, produktifitas,
penguasaan iptek oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian mereka.
1.2. Tujuan Telaahan
Menyongsong era kepemimpinan negara yang baru yang akan menjalankan mandat
pembangunan 2015-2019, pada saatnya Bappenas harus menyusun RPJM 2015-2019
berdasarkan visi dan misi dari presiden terpilih kelak. Pembangunan adalah proses perubahan
yang memfasilitasi kepentingan masyarakat luas sebagai intervensi yang terstruktur, dalam
hal mana perencanaan menjadi penting untuk dapat mengorkestrasi berbagai fokus
pembangunan yang timbul dari beragamnya kepentingan masyarakat ke pencapaian tujuan
pembangunan. Penyusun RPJMN 2015-2019 merupakan pekerjaan yang akan melibatkan
para pemangku kepentingan, termasuk presiden terpilih. RPJMN merupakan komitmen
Presiden terpilih kepada masyarakat, yang menguraikan bagaimana visi dan misi yang
dijanjikan dapat dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpinnya beserta seluruh aparaturnya.
Sesuai dengan tupoksinya, Bappenas diharuskan menyusun draft RPJMN dan
memrosesnya hingga menjadi dokumen legal, untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi
pelaksanaan pembangunan lima tahun ke depan, khususnya untuk melaksanakan pencapaian
60
visi dan misi presiden terpilih. Ada 4 (empat) pendekatan dalam proses perencanaan yang
harus dilalui Bappenas dalam menyusun RPJMN, yakni: (1) proses teknokratis, (2) proses
politik, (3) proses partisipatif, dan (4) proses top-down dan bottom-up. Dalam perencanaan
pembangunan itu sendiri ada 4 (empat) tahapan yang juga harus dilalui oleh Bappenas, yaitu:
(1) penyusunan rencana, (2) penetapan rencana, (3) pengendalian pelaksanaan rencana, dan
(4) evaluasi pelaksanaan rencana. Masing-masing tahapan akan memerlukan semacam
petunjuk pelaksanaan dalam memfasilitasi empat pendekatan perencanaan tersebut di atas.
TAK telah mengidentifikasi setidaknya ada 6 (enam) isu penting yang akan dihadapi
negara dalam kurun 2015-2019, yakni: (1) bagaimana mendorong pembangunan ekonomi
yang berdaya saing tinggi secara berkelanjutan, (2) bagaimana mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas, (3) bagaimana menciptakan kehidupan politik yang cerdas dan
demokratis, (4) bagaimana membangun ruang hidup yang nyaman, (5) bagaimana
mengembangkan sistem dan mekanisme pembangunan di setiap tahap perencanaan yang
memfasilitias keempat pendekatan perencanaan, dan (6) bagaimana mendorong masyarakat
sehingga menjadi masyarakat yang inovatif, kreatif, dan produktif.
Tujuan telaahan bidang ekonomi adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
bagaimana pemerintah dapat mendorong pembangunan ekonomi yang berdaya saing tinggi
secara berkelanjutan, sebagai bagian dari pendekatan teknokratis. Produk yang dihasilkan
akan merupakan rencana teknokratis (dari sisi ekonomi) yang akan terus disempurnakan
(diproses) hingga menjadi bagian dari dokumen RPJMN.
1.3. Ruang Lingkup Telaahan
Sudut pandang pembangunan ekonomi akan bertumpu pada para pelaku kegiatan
ekonomi, dimana untuk dapat berdaya saing pembangunan manusia sebagai human dan
social capital harus dapat menjadi agenda publik, khususnya terkati dengan pendayagunaan
“bonus demografi” yang kita miliki. Keahlian sumber daya manusia yang dibutuhkan dunia
ke depan untuk memenangkan kompetisi global patut dipetakan, sejalan dengan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dan seharus dikuasai, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pendorong perekonomian secara berdaya saing dan berkelanjutan.
Persoalannya, bagaimana agenda global atau kecenderungan dunia dapat memengaruhi
perekonomian nasional, seperti halnya “green economy” dengan memperhatikan perubahan
iklim? Bagaimana sektor industri disiapkan dalam rangka mendukung ketahanan nasional di
bidang enerji, pangan, kesehatan, komunikasi, dan lingkungan? Seberapa penting inovasi,
kreatifitas, kearifan lokal (leverage local culture), perlindungan lingkungan (environment
61
protection), dan peningkatan produktifitas diposisikan dalam pembangunan, khususnya
terkait dengan penciptaan lapangan kerja? Bagaimana menguraikan pengamatan dan
pandangan para pemangku kepentingan dari berbagai disiplin dan memrosesnya, sehingga
ada kebijakan pembangunan perekonomian yang bisa disikapi bersama oleh seluruh unsur
masyarakat? Pemerintahan selama ini bergerak di atas gelombang kepentingan dan sulit
menentukan sikap yang dapat mengakomodir kepentingan yang tidak didukung mayoritas.
Pekerjaan (telaahan) ini merupakan bagian dari background studies yang akan
menghasilkan rencana teknokratik dari aspek perekonomian. Hingga saat ini, tema utama
RPJMN 2015-2019 belum terumuskan, namun dari telaahan ini diharapkan dapat
ditemukenali beberapa sub-tema yang dapat memfasilitasi/ mengakomodir sudut-sudut
pandang dan fase pembangunan yang berbeda untuk suatu isu strategis pembangunan
perekonomian nasional, termasuk alternatif mendekatkan sektor keuangan dan sektor riil
yang digarap oleh ekonomi syariah.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
Tertatanya kembali kebijakan-kebijakan pembangunan di bidang ekonomi dengan
dipahaminya mana yang perlu dan penting disikapi terlebih dahulu dan mana yang kemudian
(dalam kurun waktu lima tahun). Setidaknya melalui telaahan TAK diperoleh gambaran
terkait instrumen pembangunan mana yang efektif (dan efisien), yang mana diterapkan secara
top-down dan mana yang bottom-up. Alternatif-alternatif kebijakan yang efektif (dan efisien)
tersebut terumuskan dengan tetap menjaga netralitas dan obyektifitas hasil telaahan.
Sebagai kelengkapan, TAK menyusun laporan (rencana teknokratis) dan mengusulkan
mekanisme pendesiminasiannya ke para pemangku kepentingan terkait (misal ke KPU).
62
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019
2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.6. Kerangka Pikir Telaahan
63
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
Untuk menghasilkan suatu background paper beberapa kegiatan yang dapat
diidentifikasi yang perlu dilakukan tim yang menangani bidang perekonomian diantaranya
adalah:
1. Melakukan studi literatur dan pengumpulan data serta informasi terkait
perencanaan pembangunan bidang ekonomi yang berdaya saing dan berkelanjutan
2. Melakukan kontak/ kerjasama dengan akademisi (universitas) untuk
mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan perencanaan pembangunan bidang
ekonomi yang teruji secara akademis, guna pembahasan selanjutnya dalam forum-
forum diskusi
3. Menyelenggarakan forum-forum diskusi/ dialog bersama dengan stakeholders
terkait/ lintas lembaga sebagai uji publik terhadap mengidentifikasi alternatif-
alternatif kebijakan yang dirumuskan, dan sebagai bagian dari pelaksanaan
pendekatan partisipatif.
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
64
IV. PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), secara tersirat
(implisit) telah mengakomodasi kepentingan pembangunan yang bersifat “green ekonomi”
dengan dimasukannya perencanaan pembangunan berdasarkan tata ruang, menerapkan
Amdal, dan melaksanakan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis). Namun, hal tersebut
masih sebatas persyaratan administrasi dan belum dipahami oleh seluruh stakeholders karena
kurangnya sosialisasi.
Pembangunan ekonomi kedepan, juga tetap perlu mempertimbangkan pertanian dalam
rangka menjaga ketahanan/ kemandirian pangan daerah, dimana sangat perlu disiapkan
peraturan/ perundangan terkait lahan abadi agar dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk
kepentingan pertanian. Beberapa tantangan kedepan agar pembangunan ekonomi dapat
membentuk daya saing yang tinggi diantaranya adalah:
a) Pertumbuhan harus inklusif yaitu melalui perumusan: 1) kebijakan fiskal yang efisien;
dimana pengeluaran yang besar untuk pendidikan, kesehatan, dan pengentasan
kemiskinan dapat tetap dipertahankan setidaknya untuk lima tahun mendatang, sejalan
dengan perluasan basis pajak dan perbaikan administrasi perpajakan; 2) kebijakan
pembangunan daerah perbatasan, yakni dengan meningkatkan konektifitas regional,
mengembangkan pertumbuhan daerah baru di daerah tertinggal, dan memperkuat
akses ke sumber-sumber keuangan, serta perbaikan pelayanan publik; 3) kebijakan
pertumbuhan yang ramah kepada tenaga kerja, yakni dengan memfasilitasi
transformasi struktural, pengembangan usaha kecil dan menengah, menghapus
distorsi pasar, dan mengeliminasi kantong-kantong pengangguran/ setengah
pengangguran.
b) Peningkatan daya saing perlu ditekankan pada: peningkatan kinerja ekonomi, efisiensi
pemerintahan, efisiensi bisnis, dan pengembangan infrastruktur. Karena itu, hingga
tahun 2030 perlu disiapkan kebijakan-kebijakan strategis transformasi struktural
sektor pertanian kepada sektor-sektor jasa (keuangan, telekomunikasi, transportasi
dan logistik, jasa informasi dan teknologi). Hal ini memerlukan dukungan
kemampuan SDM dalam berinovasi baik di sektor produksi maupun di sektor Iptek.
Keunggulan suatu negara ke depan akan didukung oleh peran inovasi dan kreativitas
sebesar 45% sedangkan peran sumberdaya alam hanya sebesar 10%. Selebihnya
65
adalah peran networking dan teknologi masing-masing perlu dikembangkan hingga
sebesar 20-25%.
c) Daya saing di tingkat nasional kiranya dapat dibangun berdasarkan kepada kinerja
produktif didukung oeh kemampuan ekonomi untuk merubah sektor riil agar dapat
mencapai tingkat produktifitas tertinggi dalam menghasilkan output dengan nilai
tambah maksimal dan diminati pasar. Sebagai gantinya, dapat dihasilkan (generate)
masyarakat berpenghasilan tinggi dan peningkatkan standar kehidupan. Kesempatan
kerja juga melebar dan semakin luas, dan kemampuan perekonomianpun meningkat,
khususnya dalam memenuhi berbagai kewajiban internasional yang telah disepakati.
Strategi perencanaan pembangunan akan merujuk pada sinerjitas tiga strategi
pendekatan sektoral (berdasarkan potensi), spasial (pengembangan kawasan dan kluster
dimana kecamatan sebagai basis), dan manusia (peningkatan kualitas SDM dan IPM).
Paradigma yang mendasari ketiga strategi tersebut merujuk kepada pemahaman bersama
terhadap munculnya “kebangkitan daerah” dalam arti tidak ada pembangunan nasional tanpa
pembangunan daerah. Perubahan ekonomi yang tercipta kiranya merupakan hasil kebijakan
Industrialisasi yang fokus kepada pengembangan pola/ kebijakan subsitusi impor, kebijakan
melaksanakan promosi ekspor produk Indonesia, dan kebijakan spasial (land use) perlu
diikuti dengan kebijakan distribusi lahan (land distribution).
4.2. Hasil Analisis
4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.3.1. Isu-Isu Strategis dan Perumusan ‘Goals”
4.3.2. Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral
4.3.3. Usulan Strategi Kebijakan dan program lintasektor/Pengarusutamaan
66
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan
(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain
67
68
Draft Background Study
BAB IV LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN WILAYAH DAN INFRASTRUKTUR
TIM ANALISA KEBIJAKAN
69
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Telaahan
1.3. Ruang Lingkup Telaahan
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.4. Kerangka Fikir Telaahan
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT
4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.2.1. Isu-Isu Strategis
4.2.2. Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis
4.2.3. Usulan Strategi & Arah Kebijakan
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.
70
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyiapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019, dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2024, perlu disiapkan dengan matang untuk
mengantisipasi permasalahan yang perlu dipecahkan pada saat ini dan ke depan, dalam
rangka mencapai tujuan bernegara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dalam rangka mencapai tujuan bernegara diperlukan penguatan peran negara untuk
memantapkan ‘tindakan perencanaan’ yang mampu menciptakan struktur dan dinamika
politik, ekonomi, dan sosial, serta pemerintahan & kelembagaan yang mendukung.
Dengan mempertimbangkan 4 (empat) prasyarat dasar, yakni: (1) proses pengelolaan
politik dan peran pemerintah negara, yang demokratis, (2) proses pengelolaan ekonomi
makro dan peran pasar, yang mampu menciptakan distribusi kemakmuran (wealth), (3)
proses pengembangan ekonomi mikro (produksi) dan peran dunia swasta, yang mampu
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan, dan (4) proses peningkatan kemampuan
masyarakat dan peran rumah tangga (masyarakat sipil), yang mampu menciptakan
keswadayaan, kreatifitas, dan produktifitas masyarakat.
Padahal proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan selalu terjadi di dalam
ruang wilayah & kawasan, yang dapat dilihat sebagai ‘lokasi’ dan ‘sumberdaya’ yang
dibutuhkan oleh manusia untuk menjamin kelangsungan hidup dan mengembangkan
kehidupan yang sejahtera. Interaksi kegiatan sosial-ekonomi dapat bersifat dalam wilayah
dan antar wilayah, dalam konteks lokal, regional, dan global.
Terdapat kecenderungan proses kebijakan yang dilaksanakan pemerintah kurang
mempertimbangkan ‘perspektif ruang’ (spatial perspective) yang mendampingi aspek
pengembangan sumberdaya daya manusia & sosial, ekonomi, lingkungan, pengembangan
inovasi, dan pemerintahan & kelembagaan, yang berakibat menimbulkan masalah
ketidakmerataan antar wilayah.
Pada dasarnya, perspektif ruang ini “menjembatani” masalah kebijakan ekonomi
makro-mikro dan sektoral-daerah, yang sangat erat dampaknya dengan pemerataan
kesejahteraan rakyat.
71
Dalam pada era reformasi ini, seharusnya demokratisasi dan desentralisasi dapat lebih
merespon terhadap otonomi daerah yang dapat memperkuat pengembangan wilayah
berdasarkan ‘nilai-nilai’ kerjasama antar wilayah dan partisipasi masyarakat & swasta.
Oleh karena itu, konsep dan nilai-nilai pengembangan wilayah memuat nilai-nilai dan
prinsip kebijaksanaan tersebut akan sangat mempengaruhi pola pengembangan wilayah dan
infrastruktur di berbagai daerah.
1.2. Tujuan Telaahan
Dalam rangka pembangunan wilayah dan infrastuktur, perlu ditelaah apa yang menjadi
permasalahan saat ini dan ke depan untuk merasionalkan tujuan dan sasaran rencana
pembangunan jangka menengah 2014-2019, dalam rangka mewujutkan rencana
pembangunan jangka panjang sampai 2025 dan seterusnya.
Apa yang menjadi penyebab utama permasalahan kesenjangan antar wilayah yang
sebenarnya? Apakah faktor urbanisasi (kehidupan), pengembangan kawasan, dan integrasi
wilayah berpengaruh ? Apakah faktor politik-pemerintahan dan kelembagaan berpengaruh?
Jadi, tujuan penelaahan ini adalah untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat
dilaksanakan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah itu, dan strategi apa yang paling
mungkin untuk merubah kesenjangan antar wilayah yang tentunya mengikuti kondisi
ekonomi dan politik-pemerintahan yang disepakati pada masa depan?
72
1.3 Ruang Lingkup Telaahan
Dengan melihat permasalahan yang dihadapi, maka ruang lingkup telaahan kajian
bidang pembangunan wilayah dan infrastuktur ini akan mencakup seluruh wilayah Indonesia,
yang dipengaruhi oleh fenomena perubahan stuktur demografis (SDM & sosial), ekonomi,
lingkungan, disertai dengan perkembangan inovasi dan pemerintahan & kelembagaan.
Seperti diketahui pembangunan diletakkan pada upaya untuk meningatkan
kesejahteraan masyarakat, dimana faktor pembangunan ekonomi dan lingkungan merupakan
faktor yang paling mempengaruhi kesejahteraan rakyat, ditambah dengan faktor
perkembangan inovasi dan kepemerintahan & kelembagaan sebagai faktor penentunya.
Dengan itu diharapkan mampu untuk menciptakan strategi dan arah kebijakan
pembangunan ke depan, sesuai tujuan dan sasaran rencana pembangunan 2015-2019.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan dari telaahan ini adalah pola pengembangan wilayah dan
infrastuktur yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan tehadap tingkat pemerataan
kesejahteraan rakyat antar wilayah, termasuk mekanisme pelaksanaan RPJMN 2015-2019.
73
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
Pada hakekatnya kebijakan pengembangan wilayah berkenaan dengan proses
transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan, yang
kenyataannya dapat dilihat dari dimensi: (i) kepadatan ekonomi ruang (density), (ii) jarak
ruang (distance), dan (iii) pembagian fungsi ruang (division).
Ketiga dimensi tersebut dapat menciptakan fenomena ketidakmerataan kesejahteraan
rakyat antar wilayah, namun juga fenomena perkembangan inklusif yang menciptakan
integrasi wilayah dan kemajuan masyarakat di suatu wilayah, yang dapat dianalisis dari
fenomena: (i) agglomerasi, (ii) migrasi, dan (iii) spesialisasi.
Dengan demikian, kebijakan pengembangan wilayah diperlukan untuk merespon
pemecahan problematik yang dihadapi masyarakat sebagai dampak internal dan eksternal dari
proses transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan di dalam ruang itu sendiri, pada
dasarnya adalah melalui kebijakan: (i) urbanisasi (kehidupan), (ii) pengembangan kawasan,
dan (iii) integrasi regional. Lokasi sangat berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.
Urbanisasi
• Di wilayah yang sebagian besar merupakan daerah perdesaan, pemerintah harus
memantapkan kelembagaan untuk meningkatkan ‘urbanisasi’ (pengembangan
74
kehidupan). Kebijaksanaan pertanahan yang tepat merupakan hal yang penting untuk
menyediakan ‘pelayanan dasar” kepada semua penduduk.
• Di wilayah yang pertumbuhan ‘urbanisasi’ cepat, pemerintah harus meletakkan
penyediaan infrastruktur, sebagai tambahan terhadap pemantapan kelembagaan, yang
dapat memberikan keuntungan ekonomi ke daerah lain.
• Di wilayah yang pertumbuhan ‘urbanisasi’ sangat tinggi, pemerintah harus lebih
memantapkan intervensi tertarget kepada masalah kemiskinan (slum area), sebagai
tambahan terhadap pengembangan kelembagaan dan penyediaan infrastuktur. Tetapi,
intervensi ini tidak akan bekerja baik, kecuali adanya intervensi kebijaksanaan
pertanahan, penyediaan pelayanan dasar, serta penyediaan infrastuktur (transportasi)
yang efektif.
Pengembangan Kawasan
• Di wilayah yang merupakan daerah tertinggal, pemerintah harus mengembangkan
‘pelayanan dasar’ secara merata agar mobilitas masyarakat lebih baik, yang
merupakan upaya mempercepat integrasi ekonomi antar wilayah.
• Di wilayah berkembang, tetapi masyarakatnya banyak yang miskin, pemerintah harus
menyediakan infrastruktur transportasi ke daerah yang maju untuk memberikan akses
pasar yang dinamis.
• Di wilayah yang maju, masalah pengembangan wilayah sangat kompleks, antara
mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi (high urbanization
economy and equitable manner), pemerintah perlu menyediakan insentif yang tepat
untuk menyeimbangkan keduanya.
Integrasi Regional
• Di wilayah yang jauh dari pasar dan densitas ekonomi kurang memadai, pemerintah
perlu menyediakan 3 instrumen, yaitu: kelembagaan sosial-ekonomi, infrastruktur
wilayah, dan insentif ekonomi sebagai persyaratan untuk memantapkan ‘ekonomi
lokal’ yang mampu menyediakan akses pasar yang dinamis.
• Di wilayah yang dekat dengan pasar dan densitas ekonomi tinggi, pemerintah perlu
menjaga efektifitas integrasi regional dan memantapkan perluasan pasar domestik,
sekaligus mendorong keterkaitan dengan pasar global.
75
2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2024 menetapkan isu kebijakan
penataan kembali NKRI sebagai skala prioritas nasional dan strategi pembangunan pada
RPJMN 2005-2009 dan RPJMN 2010-2014, sebagai landasan pembangunan yang
dilaksanakan pada tahap selanjutnya untuk mewujudkan kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.
Pada RPJMN 2005-2009, strategi: menata kembali NKRI untuk membangun
Indonesia yang aman & damai, yang adil & demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang
lebih baik.
Pada RPJMN 2010-2014, strategi: memantapkan penataan kembali NKRI dengan
menekankan pada upaya untuk meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan ilmu
pengetahuan & teknologi, serta penguatan daya saing ekonomi.
Dalam RPJMN 2010-2014, upaya memantapkan penataan kembali NKRI (strategi)
dilakukan dengan menetapkan 5 (lima) agenda utama (kebijakan): (1) pembangunan ekonomi
& peningkatan kesejahteraan rakyat, (2) perbaikan tata kelola pemerintahan, (3) penegakkan
pilar demokrasi, (4) penegakkan hukum & pemberantasan korupsi, dan (5) pembangunan
yang inklusif & berkeadilan.
Berdasarkan pada ke -5 agenda utama tersebut, sebagian besar sumberdaya negara dan
kebijakan publik akan diarahkan untuk menjamin implementasi 11 prioritas nasional, yaitu:
(1) reformasi birokrasi & tata kelola pemerintahan, (2) pendidikan, (4) kesehatan, (5)
penanggulangan kemiskinan, (6) infrastruktur, (7) iklim investasi dan usaha, (8) energi, (9)
lingkungan hidup dan bencana, (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik,
serta (11) kebudayaan, kreatifitas, dan inovasi teknologi.
Dalam Mengacu pada Rencana Tata Ruang Nasional (dimensi perencanaan
pembangunan jangka panjang), pada periode 2010-2014 dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah disusun suatu rencana Pengembangan Wilayah
Pulau-Pulau Besar.
Dalam RPJMN 2010-2014, perencanaan pengembangan wilayah pulau-pulau besar
tersebut ditujukan untuk mendukung sasaran nasional, dengan strategi pengembangan
wilayah sebagai berikut: (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa
dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa Bali dan
Sumatera, (2) meningkatkan keterkaitan antar wilayah melalui peningkatan perdagangan
antar pulau untuk mendukung perekonomian domestik, (3) meningkatkan daya saing daerah
melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap daerah, (4) mendorong percepatan
76
pembangunan daerah tertinggal, kawasan stategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan,
kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana, dan (5) mendorong
pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
2.3 Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan
Kesejahteraan rakyat meningkat, terutama kelompok menengah, tetapi masih terjadi
kesenjangan sosial-ekonomi antar golongan masyarakat dan antar wilayah, akibat kurangnya
pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan perumahan (pelayanan
sosial dasar). Perbedaan kualitas lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan
merupakan akibat kenjangan kemampuan antar individu antar wilayah (Jawa dan luar Jawa),
dan antara penduduk perkotaan dan perdesaan.
Oleh karena itu penyadiaan pelayanan dasar bagi masyarakat perlu dilakukan oleh
pemerintah ke semua wilayah secara merata.
Kuantitas penduduk terus meningkat, tetapi kualitas penduduk kurang memadai,
disertai dengan pengangguran, kemiskinan, dan ketidakberdayaan masyarakat, disebabkan
oleh kualitas pertumbuhan ekonomi kurang terkendali atau kurang berkualitas. Meskipun
pada saat ini tingkat pertumbuhan cukup memadai, yang diakibatkan oleh masalah
pengelolaan investasi, kebijakan fiskal, penyediaan infrastuktur & energi, dan pengelolaan
sumberdaya alam.
Secara khusus, yang mempengaruhi pengembangan wilayah adalah tidak adanya
pemerataan investasi dan infrastuktur untuk membantu pembentukan nilai tambah dan
kesempatan kerja, terutama disektor pertanian. Hal ini menimbulkan ketimpangan
pembangunan antar wilayah dan tekanan pengembangan kesempatan kerja di perkotaan.
Peningkatan pemerataan daya saing memerlukan perspektif pengembangan antar
wilayah terkait dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penguatan kemitraan dalam
rangka investasi pemerintah, dunia swasta, dan masyarakat, termasuk penguatan produksi,
pasar domestik, dan ekspor, serta penguatan jasa keuangan.
Dengan demikian, pengembangan yang terintegrasi dan terstuktur antar industri
(pertanian, manufaktur, dan pertambangan & energi) di suatu wilayah dan antar wilayah
(antar pulau) sangat penting, yang didukung oleh pengembangan infrastuktur dan logistik &
perdagangan.
Masalah pokok penanganan lingkungan yang mempengaruhi pengembangan wilayah
adalah menurunya degradasi lingungan akiabat kemiskinan, keperdulian, dan mal praktek
dalam pengeloaan lingkungan. Hal tersebut disebababkan lemahnya dalam penegakan norma,
77
aturan, dan regulasi dalam pengelolaan wilayah, termasuk pengeloalaan ruang dan
pertanahan.
Meskipun aspek inovasi cukup mempengaruhi keberhasilan dalam bidang ekonomi
dengan berkembangnya sektor sekunder dan tersier, tetapi belum mampu menyentuh sektor
primer (pertanian) yang mampu menyerap tenaga kerja dan kegiatan ekonomi masyarakat
yang luas.
Kurangnya jaminan rasa aman, rasa damai, dan rasa adil & sejahtera, akibat dari
ketidakefektifan pengelolaan sistem pemerintahan dan birokrasi, serta penanganan ketertiban
dan keamanan, disatu sisi kesremawutan sistem hukum dan keadilan hukum, termasuk
hambatan pelaksanaan penghapusan tindakan korupsi.
Proses demokratisasi meningkat, tetapi praktek demokrasi politik diwarnai oleh
kesemrawutan peran partai politik & perilaku elit partai politik bias kekuasaan. Proses
desentralisasi dan otonomi daerah menguat, tetapi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh
aparat daerah.
Khusus dalam pelaksanaan pembangunan wilayah dan infrastuktur, terdapat kegagalan
dalam mengelola pemanfaatan ruang, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup,
yang tidak mengarah ke pemerataan kesejahteraan rakyat & pembangunan berkelanjutan. Hal
ini ditunjukan dengan adanya masalah kesenjangan perkembangan antar wilayah & antara
desa-kota, keterbatasan pelayanan infrastruktur antar wilayah dan kawasan, serta
ketidakteraturan perkembangan lingkungan kawasan permukiman perkotaan & perdesaan.
Masalah efektifitas mekanisme pemerintahan dan kelembagaan tentu akan berpengaruh
terhadap pola pengembangan wilayah dan infrastruktur yang ada, oleh karena itu perbaikan
dan penjempurnaan pemerintahan dan kelembagaan kan sangat penting untuk mengarahkan
pola pengembangan wilayah dan infrasruktur yang kita inginkan.
78
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
3.1 Studi Literatur
Soegijanto Soegijoko (1982) mengatakan bahwa perkembangan suatu wilayah dapat
dilihat dari (i) tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah (urbanisasi), (ii) intensitas hubungan
ekonomi antar wilayah, (iii) perkembangan sistem kota-kota antar wilayah, dan (iiv)
ketersediaan pelayanan infrastruktur antar wilayah dan kawasan. Disamping itu, tingkat
kekotaan suatu wilayah (urbanization level) tergantung dari (i) proporsi penduduk perkotaan
dan perdesaan, (ii) proporsi kegiatan sektor primer terhadap sektor sekunder dan tersier, (ii)
intensitas kegiatan ekonomi antar wilayah, (iii) tingkat ketersediaan jaringan transportasi
antar wilayah, dan (iv) tingkat pelayanan prasarana dan sarana perkotaan.
Dijelaskan bahwa wilayah yang ‘maju’ pada umumnya memiliki komposisi dan hirarki
kota-kota yang lengkap, dengan tingkat pelayanan infrastruktur yang maju, terdiri dari kota
metro, besar, sedang, dan kecil, serta dengan kawasan perdesaan yang maju. Sedangkan
wilayah yang ‘kurang maju’ atau ‘tertinggal’ memiliki komposisi dan hirarki kota-kota yang
terbatas, hanya terdiri kota sedang dan kecil, serta kawasan perdesaan yang kurang maju.
Menurut Emil Salim (1985) bahwa proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan
di dalam ruang yang berlangsung secara akumulatif dari waktu ke waktu, baik direncanakan
atau tidak, yang menghasilkan suatu tingkat kemajuan atau perkembangan suatu daerah.
Secara normatif, pemerintah harus dapat mengarahkan proses transformasi tersebut secara
terintegrasi agar dapat menciptakan peningkatan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat, keselarasan pemanfaatan ruang dan lingkungan hidup,
keseimbangan perkembangan antar wilayah, dan keserasian struktur dan fungsi kawasan
permukiman.
Dilihat dari mekanisme pasar, bahwa proses perkembangan wilayah dapat dilihat dari
(i) adanya agregat kegiatan ekonomi lokal yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi
nasional atau pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yang menjalar ke tempat lain, dan (ii)
pola ruang kegiatan ekonomi yang menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional yang
dipengaruhi oleh insentif ekonomis, dis-ekonomis eksternal, propensitas melakukan inovasi
dan investasi, serta variabel biaya angkutan orang dan produk. Besarnya pengaruh pola ruang
kegiatan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah tergantung dari
bekerjanya mekanisme pasar yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, transportasi, dan
komunikasi.
79
Disisi lain, bahwa keluarga (household) dan perusahaan (corporation) dapat berperan
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan distribusi pendapatan di suatu
daerah, jika memiliki mereka kapasitas dan peluang kesempatan (propensity) untuk
mendapatkan akses ke masukan sumberdaya produksi. Dengan adanya masukan sumberdaya
produksi tersebut, keluarga dan perusahaan dapat melakukan proses akumulasi kapital yang
didapat dari sklus investasi, produksi, pendapatan, konsumsi, menabung, dan reinvestasi
secara membumbung (cyclonic) (Todaro, 1994).
Dilihat dari tahapan proses perkembangan wilayah, terdapat suatu fenomena
berkembangnya suatu wilayah yang diawali dari tahapan polarisasi, dispersi, dan
dekonsentrasi.
Pada tahapan ’polarisasi’ terjadi kondisi ’dikotomis’ antara daerah maju dan daerah
tertinggal, dimana kapital dari luar negeri masuk ke daerah maju, migrasi penduduk dari
daerah tertinggal ke daerah maju, daerah tertinggal menjadi pasar produk sebagai akibat
ketiadaan aliran investasi dan tenaga kerja, sumberdaya lahan tidak terolah jadi, daerah
tertinggal hanya memproduksi produk primer, dan sumberdaya alam keluar dari daerah
tertinggal tanpa terolah ke daerah maju (backwash effect). Disamping itu, untuk
menghasilkan produk tertentu yang dapat meningkatkan ekonomi lokal.
Pada tahapan ’dispersi’, sebagai akibat dari tekanan politik, melalui mekanisme politik
atau kebijakan pemihakan, terjadi proses penyebaran kegiatan ekonomi dari daerah maju ke
daerah transisi. Kondisi dispersi terlhat dari adanya aliran investasi dan tenaga kerja trampil
yang mendorong perkembangan ekonomi lokal dan pembukaan lahan pertanian atau
perkebunan, serta mengakibatkan perkembangan pusat-pusat pertumbuhan pelayanan
perdesaan.
Selanjutnya, melalui proses akumulasi perkembangan di daerah transisi, terjadi proses
transmisi perkembangan berlanjut ke daerah tertinggal, yang disebut dengan tahapan
’dekonsentrasi’, yang ditunjukkan dengan meningkatnya lairan investasi, pemanfaatan lahan,
pengembangan ekonomi lokal, pertambahan penduduk, dan selanjutnya mendorong
bekerjanya mekanisme pasar secara lebih efektif untuk menggerakkan kegiatan produksi di
daerah tertinggal (lihat gambar dibawah ini).
80
Lepas dari bekerjanya mekanisme pasar, pada kondisi tertentu pihak pemerintah dan
masyarakat melakukan ’trade-off’ terhadap dampak eksternalitas yang menimbulkan
kerawanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di suatu wilayah.
81
Pada dasarnya pemerintah bertanggungjawab melakukan tindakan pengaturan dan
pengelolaan penyediaan pelayanan publik, melalui mekanisme politik, merespon kebutuhan
dan aspirasi masyarakat, maupun mengatasi kegagalan mekanisme pasar agar dapat bekerja
lebih sempurna menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan,
dengan menggunakan instrumen anggaran, regulasi, dan investasi.
Sementara itu, masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan sosial bertindak secara
individual dan kolektif untuk merespon mekanisme pasar dan mekanisme politik. Pada saat
terjadi kegagalan mekanisme pasar dan mekanisme politik yang menimbulkan
ketidakseimbangan kehidupan sosial masyarakat, maka mekanisme keswadayaan masyarakat
tampil sebagai penyelamat terakhir (the last resort to save).
Kesemuanya itu menunjukkan bahwa perkembangan wilayah merupakan suatu proses
transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan
sebagai ’resultante’ dari bekerjanya mekanisme pasar, mekanisme politik, dan mekanisme
keswadayaan masyarakat. Namun demikian, apapun yang mempengaruhi proses
perkembangan wilayah, pada hakekatnya individu manusia dan keluarganya itu sendiri yang
melakukan pengambilan keputusan untuk bertempat tinggal, melangsungkan kehidupannya,
dan melakukan proses kegiatan sosial-ekonomi sesuai dengan rasionalitasnya.
Permasalahannya adalah bagaimana kebijakan publik mampu memberikan pilihan
peluang dan kesempatan bagi individu manusia dan keluarganya untuk bertempat tinggal di
dalam wilayah dan kawasan permukiman yang memiliki sumberdaya yang mendukung
berkembangnya kehidupannya yang bermartabat dan sejahtera. Jadi, lokasi mempengaruhi
tingkat kesejahteraan rakyat.
3.2 Focus Group Discussion
Proses peningkatan kesejahteraan masyarakat tergantung dari kemampuan masyarakat,
yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya negara dalam arti politik, ekonomi,
dan sosial-budaya, yang terdiri dari bagaimana masyarakat memperoleh akses kebijakan
publik dan regulasi, pelayanan publik dan sosial dasar, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kapital-produksi-kesempatan kerja, pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, keadilan dan
keamanan, dll-nya.
Sebagai prasyarat yang memungkinkan masyarakat memperoleh sumberdaya tersebut
adalah adanya sistem politik negara, sistem ekonomi negara, dan sistem sosial-budaya.
Namun, hal itu tergantung dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang dijalankan
berdasarkan demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan kedaulatan rakyat secara benar.
82
Artinya, hak warga negara dapat dipenuhi oleh negara atau tidak, sehingga kondisi
kualitas manusia dan inovasi, kreatifitas dan produktifitas, pendapatan dan daya beli, serta
akumulasi kapital dan kemakmuran dapat terpenuhi atau tidak.
Dengan demikian, mekanisme politik, ekonomi, dan sosial dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat yang ditunjukkan dari tingkat pencapaiannya terhadap
kemakmuran masyarakatnya (kesejahteraan rakyat antar wilayah).
3.3 Evaluasi Kebijakan
Proses pembangunan kurang mampu mengarahkan proses transformasi sosial-ekonomi
dan lingkungan secara terpadu diberbagai tempat secara merata antar wilayah, dengan
indikasi:
1. Meskipun pengelolaan perekonomian mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
tetapi kurang mampu mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan antar golongan
masyarakat, antara masyarakat kota dan desa, dan tingkat kesenjangan ekonomi
antar wilayah, sebagai akibat ’kemampuan masyarakat’ yang berbeda antar wilayah.
2. Pemanfaatan ruang dan penggunaan tanah kurang mampu mendukung kehidupan
sosial–ekonomi masyarakat banyak dan kurang mempertimbangkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
83
3. Pengelolaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam antar wilayah kurang mampu
menciptakan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan kelestarian
lingkungan hidup.
4. Penyediaan pelayanan infrastuktur kurang mampu mendukung pemerataan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas kehidupan sosial-ekonomi masyarakat,
dan perkembangan wilayah dan kawasan.
5. Pola perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan kurang teratur
dan fungsional.
6. Pola kepemerintahan dan kelembagaan di daerah kurang mampu mendukung
dinamika perkembangan wilayah, sebagai akibat sistem politik yang berkembang
pada saat ini.
84
IV. PEMBAHASAN
4.1. Isu-Isu Strategis
Permasalahan pokok yang dihadapi dalam bidang pengembangan wilayah adalah
kesenjangan kesejahteraan rakyat antar wilayah, yang disebabkan dimensi: (i) kepadatan
ekonomi ruang (density), (ii) jarak ruang (distance), dan (iii) pembagian fungsi ruang
(division).
Untuk menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi diperlukan upaya nyata melalui
kebijaksanan urbanisasi, pengembangan kawasan, dan integrasi wilayah. Hal tersebut
dilakukan dengan cara mengarahkan pemerataan kegiatan investasi, penyediaan infrastuktur,
dan kelembagaan yang menciptakan ‘ruang’ bagi masyarakat dalam kegiatan produksi dan
kesempatan kerja (place, folk, work).
Untuk itu diperlukan kebijakan penguatan kelembagaan pemerintahan, kerjasama
kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka kegiatan investasi,
pengelolaan potensi wilayah, penataan ruang & pertanahan, dan pengembangan kawasan
permukiman (perkotaan dan perdesaan).
Disamping itu diperlukan pula menerapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah sebagai ‘mekanisme’ pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah (transformasi
ekonomi-sosial-fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan).
Dalam kebijakan spatial, yakni penerapan pengembangan wilayah dapat dilakukan
secara berjenjang (nasional, per-pulau besar, per-wilayah propinsi, per-kota/kabupaten,
dengan memperhatikan karakteristik masyarakat lokal, potensi sumberdaya wilayah, dan
integrasi antar wilayah.
Di tingkat Nasional penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui penentuan
strategi pengembangan wilayah yang meliputi: distribusi penduduk, struktur ekonomi, sistem
kota-kota dan kota-desa, sistem infrastruktur antar dan dalam pulau, kawasan lindung dan
hutan, kawasan budidaya pertanian, perkebunan, kelautan & perikanan, pertambangan, dsb-
nya, dan kawasan strategis nasional.
Tingkat Propinsi penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui penentuan
kebijaksanaan pembangunan wilayah, meliputi distribusi penduduk, stuktur ekonomi
wilayah, fungsi kawasan perkotaan, jaringan infrastuktur wilayah, dan pusat kawasan
perdesaan (non budidaya, budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan & perikanan,
pertambangan, dsb-nya).
85
Tingkat Kota dan Kabupaten penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui
penentuan kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan, yang meliputi distribusi penduduk,
stuktur ekonomi, fungsi kawasan kota dan perdesaan, termasuk kegiatan produksi, kawasan
hunian, dan infrastuktur.
Dalam hal tertentu, dapat ditentukan cakupan pengembangan wilayah yang meliputi 2
atau lebih propinsi maupun 2 atau lebih kota/kabupaten berdasarkan tingkat kepentingan dari
pengembangan wilayah yang ada.
4.2 Usulan Strategi Pembangunan Wilayah & Infrastuktur
Berdasarkan karakteristik perkembangan wilayah di Indonesia, dalam jangka panjang
diperlukan ‘tindakan publik’ yang bertujuan untuk: mendukung terwujutnya Indonesia yang
berdaya saing, merata, asri dan lestari, dan sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dengan menekankan keunggulan SDA dan SDA
yang berkualitas, serta kemampuan iptek.
Perencanaan pembangunan wilayah mengarahkan proses transformasi ekonomi, sosial,
dan lingkungan ke dalam ruang wilayah dan kawasan (transformasi ruang) yang dipengaruhi
oleh sistem pemerintahan dan kelembagaan. Artinya strategi pembangunan seharusnya dapat
mempengaruhi tatanan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta kapasitas pemerintahan dan
kemampuan masyarakat dalam merekayasa pengembangan wilayah, termasuk kemampuan
inovasi.
Kapasitas pemerintahan dan kemampuan masyarakat ini adalah kekuatan sosial-politik
untuk mendorong pemerataan ekonomi & kesejahteraan rakyat, kelestarian pemanfataan
lingkungan hidup dan sumberdaya alam, keseimbangan perkembangan antar wilayah,
keserasian perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, melalui kegiatan
penataan ruang & pertanahan dan didukung oleh pengembangan wilayah & infrastuktur.
Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan daya
tampung lingkungan dalam pengalokasian dan pemanfaatan sumberdaya manusia,
pengetahuan & teknologi, sumber daya alam & lingkungan hidup, serta sumber daya
manajemen, kelembagaan, dan pendanaan.
86
Pemerataan kesejahteraan rakyat antar wilayah dapat dicapai melalu kebijakan yang
pengembangan wilayah dan infrastuktur yang bertujuan untuk memanfaatkan ruang wilayah
dann kawasan (spatial), sebagai ’wadah’ dan ’sumberdaya’, yang diperuntukkan bagi
kesejahteraan rakyat. Dalam hubungan ini kegiatan penataan ruang meliputi: perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan
permukiman, termasuk kegiatan penataan pertanahan sebagai bagian yang sangat esensial.
Sasaran pengembangan wilayah: meratanya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat, lestarinya LH dan pemanfaaatan SDA, seimbangnya perkembangan antar wilayah,
serta serasinya perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan (proses
transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan ke dalam ruang wilayah dan kawasan).
Untuk itu kebijakan pengembangan wilayah dalam jangka menengah adalah:
Pertama, pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, yang dilakukan melalui
pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan penyebaran kegiatan investasi (urbanisasi), (ii)
peningkatan pengembangan kawasan, dan (iii) penguatan keterkaitan antar wilayah;
Kedua, penyelarasan pemanfaatan ruang, pengelolaan pertanahan, dan pelestarian
lingkungan hidup, yang dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kapasitas
pengaturan & pengelolaan tata ruang dan pertanahan, (ii) peningkatan kapasitas pengaturan
daya dukung dan daya tampung lingkungan, (iii) peningkatan kapasitas pengaturan dan
pengelolaan sumberdaya alam, dan (iv) peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan
permukiman perkotaan dan perdesaan;
87
Ketiga, optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah, yang dilakukan melalui
pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kegiatan inventarisasi potensi sumberdaya alam dan
rencana pemanfaatannya, (ii) pengembangan paket investasi dalam pemanfaatan potensi
wilayah, (iii) pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah,
(iv) pengembangan kawasan produksi berbasis pertanian, kelautan, dan pertambangan
(agriculture, marine, and mining based industry), (v) peningkatan penyiapan lahan siap
bangun untuk mendukung pembangunan kawasan permukiman, pembangunan jaringan
infrastruktur, dan pengembangan kawasan produksi perdesaan, dan (vi) pengembangan
kelembagaan pengelolaan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah.
Keempat, penyeimbangan perkembangan antar wilayah, yang dilakukan melalui
pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kemampuan masyarakat dan kemandirian daerah di
daerah tertinggal, (ii) optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah di daerah tertinggal, (iii)
integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan maju, dan (iv) peningkatan penanganan daerah
yang terpencil, terluar, terdepan (perbatasan), serta daerah pasca konflik dan bencana;
Kelima, penyerasian perkembangan kawasan permukiman (perkotaan dan perdesaan),
yang dilakukan melalui kebijakan: (i) pengembangan kehidupan ekonomi dan sosial-budaya,
(ii) penataan ruang, penataan lahan, dan penataan bangunan & lingkungan kawasan, (iii)
penyediaan infrastruktur kawasan perkotaan, (iv) peningkatan penyediaan pelayanan sosial
dasar, pelayanan utilitas, dan pengembangan kawasan perumahan, (v) pengelolaan kawasan
kota-kota metro dan besar, dan (vi) pengelolaan kawasan kota kecil-sedang dan
pengembangan kawasan perdesaan secara terpadu.
Dalam rangka penerapan kebijaksanaan pengembangan wilayah dan infrastuktur per
pulau besar, maka beberapa kebijakan sebagai berikut:
Dalam RPJMN 2015-2019, perencanaan pengembangan wilayah pulau-pulau besar
tersebut ditujukan untuk mendukung sasaran nasional, dengan lebih menekankan strategi
pengembangan wilayah sebagai berikut: (1) terus mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah
potensial di luar Jawa dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di
wilayah Jawa Bali dan Sumatera, (2) terus ditingkatkan keterkaitan antar wilayah melalui
peningkatan perdagangan antar pulau untuk mendukung perekonomian domestik, (3) terus
ditingkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap daerah,
(4) terus mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan stategis dan cepat
tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana,
dan (5) terus mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
88
Sumatera.
Jawa-Bali.
Kalimantan.
Sulawesi.
NTT-NTB.
Kepulauan Maluku.
Papua
Untuk dapat melaksanakan kebijakan pengembangan wilayah dan infrastuktur tersebut
diatas, diperlukan adanya pengaturan ‘kelembagaan’ pelaksanaan kebijakan pengembangan
wilayah yang meliputi:
• pengaturan kewenangan dalam perumusan kebijakan dan penyusunan rencana
tata ruang daerah, rencana pengembangan wilayah atau investasi daerah, dan rencana
pembangunan daerah;
• penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/dan pemerintah
daerah, serta rencana pengerahan sumber pembiayaan APBN/APBD dan investasi
swasta;
• pengaturan pembagian tugas dan alokasi dana dalam pelaksanaan kegiatan:
penataan ruang, pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan pertanahan,
pengembangan ekonomi lokal, pengelolaan kawasan permukiman perkotaan dan
perdesaan, penataan bangunan dan lingkungan kawasan, penyediaan pelayanan sosial
dasar, pelayanan utilitas, penyediaan pelayanan perumahan, penyediaan jaringan
infrastruktur antar wilayah, dll-nya;
• pengaturan mekanisme perencanaan pengembangan wilayah yang dapat
dilakukan oleh: pemerintah pusat, dalam penyusunan rencana pengembangan
wilayah nasional, yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah nasional, (2)
rencana pembangunan nasional, (3) rencana pengembangan wilayah dan infrastuktur
(investasi), dan (4) rencana alokasi bantuan sektoral dan investasi berbasis pada
pengembangan wilayah; pemerintah provinsi, dalam penyusunan rencana
pengembangan wilayah propinsi, yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah
propinsi; (2) rencana pembangunan daerah provinsi, serta (3) rencana investasi
daerah berbasis pada pengembangan wilayah potensial; pemerintah kabupaten/kota,
dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah kabupaten dan kawasan kota,
yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kawasan kota; (2)
89
rencana pembangunan daerah kabupaten/kota, serta (3) rencana investasi daerah
berbasis pada pengembangan kawasan;
• pengaturan mekanisme pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah sesuai
dengan tugas dan fungsi organisasi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota yang dilakukan melalui: (1) pembuatan instrumen pelaksanaan
kebijakan (penetapan skema program, penetapan sasaran kelompok pemanfaat skema
program, perencanaan dan penganggaran pelaksanaan skema program, penerapan
mekanisme pelaksanaan skema program), (2) penyiapan kapasitas pelaku
berkepentingan dalam pelaksanaan skema program, (3) penyiapan organisasi dan
manajemen pelaksanaan skema program, (4) proses pengendalian pelaksanaan skema
program, serta (5) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan skema
program.
90
91
Draft Background Study
BAB V LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN LINGKUNGAN
TIM ANALISA KEBIJAKAN
92
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Telaahan
1.3. Ruang Lingkup dan Metodologi
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Strategi dan Arah Kebijakan RPJP dan RPJMN 2015 – 2019
2.2. Konsep Pembangunan Lingkungan
2.3. Urgensi Permasalahan Lingkungan
III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Rekomendasi Strategi dan Arah kebijakan
3.2. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.
93
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang berkelanjutan merupakan visi pembangunan Indonesia dalam
jangka panjang yang diupayakan dalam setiap tahapan pembangunan lima tahunan.
Pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan sumber daya untuk memenuhi kesejahteraan generasi sekarang tanpa
mengorbankan kemampuan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pembangunan yang berkelanjutan dilakukan dengan memadukan dimensi sosial, ekonomi
dan lingkungan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan semakin mendesak untuk secara konkrit dilaksanakan
dalam berbagai kebijakan dan program pembangunan baik nasional maupun sub-nasional.
Laju perubahan iklim dan degradasi lingkungan telah berada dalam tingkat yang urgen dan
memburuk dan menjadi ancaman keberlangsungan peradaban umat manusia. Hanya dengan
mobilisasi langkah-langkah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan secara
bersama-sama kita dapat mencapai visi pembangunan bangsa untuk dapat mencapai tingkat
kehidupan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur yang berkelanjutan.
Tiga dimensi dalam pembangunan lingkungan yang berkelanjutan adalah ekonomi,
sosial dan lingkungan. Dimensi ekonomi yang berkelanjutan adalah perekonomian yang
berkembang dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan baik dari aspek sumber
daya pendukung produksi (finansial dan sumber daya alam) maupun aspek kelembagaan
ekonominya (good corporate governances). Aspek sosial yang berkelanjutan adalah
pembangunan yang berkeadilan dengan didukung oleh kapasitas kelembagaan yang
transparan dan akuntabel serta mengikuti prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
termasuk didalamnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.
Dimensi pembangunan lingkungan yang berkelanjutan adalah terjaminnya kualitas
ekosistem dan lingkungan sebagai pendukung pembangunan dan kesejahteraan
perikehidupan masyarakat yang berkelanjutan dalam periode panjang generasi selanjutnya.
Ketiga dimensi tersebut berkaitan satu sama lain. Kehidupan sosial dan ekonomi yang
ramah lingkungan akan menjamin fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem sebagai
pendukung aktivitas untuk pertumbuhan ekonomi. Demikian juga ekosistem dan lingkungan
yang harmonis akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan menarik
pertumbuhan investasi dan kegiatan ekonomi yang juga semakin kuat. Pada gilirannya,
94
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan dampak positif dan dapat mendukung
upaya konservasi dan perbaikan kualitas lingkungan dan pembangunan kesejahteraan sosial
yang semakin tinggi.
Sumber daya alam dan lingkungan bukanlah tak terbatas baik dari segi kuantitatif dan
kualitatif. Sehingga, merupakan kewajiban semua komponen bangsa untuk dapat
mengelolanya dengan baik bagi kesejahteraan masyarakat yang merata. Jumlah populasi
yang semakin meningkat sepanjang sejarah peradaban ini tentunya membawa banyak
konsekuensi disamping berbagai peluang yang tersedia. Kebutuhan terhadap berbagai
sumber daya (resources) termasuk didalamnya adalah ruang (space) akan semakin tinggi,
sementara sumber daya adalah terbatas terutama untuk sumber daya alam yang tidak
terperbaharui.
Bahkan peningkatan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang tidak terkelola
dengan baik, juga dapat menjadi beban yang akan mendegradasi dan merusak kualitas
sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan. Pada sisi lain, kemampuan
dan kapasitas pengelolaan sumber daya pendukung (yang seharusnya meningkat untuk
mengimbangi berbagai permasalahan yang timbul) cenderung mengalami hambatan,
hambatan secara baik teknis, struktural maupun politik. Dampak krusial dari masalah tersebut
diantaranya adalah terjadi ketidak-seimbangan antara kapasitas pemenuhan kebutuhan
(supply) dengan peningkatan kebutuhan (demand). Sehingga, kondisi ketidak-seimbangna ini
menyebabkan timbulnya krisis baik dalam bentuk kelangkaan (scarcity) maupun dalam
disparitas biaya (cost disparity) untuk memperoleh sumber daya tersebut. Kelangkaan pada
akhirnya akan melahirkan kecenderungan munculnya berbagai potensi konflik baik yang
bersifat politik maupun sosial.
Sejalan dengan kecenderungan peningkatan beban populasi baik di level global maupun
nasional pada khususnya, jika tidak ada upaya bersama untuk mengelolanya, peradaban akan
senantiasa dihadapkan pada 3 (tiga) persoalan besar menyangkut ketahanan air, pangan dan
energi (water, food, and energy security). Diperburuk oleh kondisi iklim dan cuaca yang
dalam beberapa tahun terakhir menunjukan pola yang tidak beraturan (anomali) dan bersifat
ektrim, banyak kawasan atau wilayah di muka Bumi yang dihadapkan pada kondisi ekstrim
(extremes hot and cold) yang memperburuk tingkat ketahanan air, pangan, dan energi baik
secara lokal, regional, maupun global.
Penyediakan berbagai kebutuhan sumber daya untuk kehidupan yang berkualitas
(misalnya, air, energi dan lahan) bagi seluruh penduduk, baik di pedesaan dan terutama
perkotaan merupakan tantangan besar. Hal ini terutama dalam mengantisipasi dampak
95
urbanisasi dan peningkatan daya-saing bangsa dalam kompetisi ekonomi global. Untuk
dapat memastikan ekosistem dapat berfungsi secara berkelanjutan agar dapat mendukung
kehidupan yang berkualitas dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka perlu
dilakukan upaya untuk memastikan bahwa perilaku kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi
masyarakat, pemerintah dan swasta berada dalam kapasitas daya tampung dan daya dukung
lingkungan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan telaah bidang pembangunan lingkungan ini adalah untuk
menganalisa dan merumuskan aspek-aspek strategis dalam lingkup lingkungan, sosial,
ekonomi, dan kelembagaan terkait upaya yang dapat dilakukan dalam 5 tahun ke depan
untuk dapat mendukung pada peningkatan fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem dengan
melakukan upaya pembangunan kehidupan sosial dan ekonomi yang berada dalam kapasitas
daya tampung dan daya dukung lingkungan. Fokus dari analisa dan rekomendasi khususnya
akan terfokus pada isu dan strategi terhadap pengelolaan sumber daya air dan energi dalam
mendukung pembangunan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Hasil analisa
telaahan akan dirumuskan menjadi rekomendasi bagi kebijakan pembangunan lingkungan
yang akan dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) periode ke-3 2015-2019.
1.3 Ruang Lingkup dan Metodologi
Ruang Lingkup:
Yang menjadi ruang lingkup kegiatan ini adalah:
5. Penelusuran konsep mengenai pembangunan lingkungan dengan fokus pada upaya
membangun kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pemerintah dan swasta yang
berdasarkan pada daya-dukung dan daya tampung lingkungan untuk memastikan
fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem sebagai pendukung kehidupan;
6. Sintesa isu, penggalian data dan informasi yang relevan melalui dialog, diskusi
terbatas, dan penyusunan rekomendasi kebijakan untuk RPJMN periode 2015-2019;
7. Seminar terbatas terhadap konsep yang disampaikan dalam laporan awal;
8. Penyusunan laporan final hasil kajian bidang telaahan Pembangunan Lingkungan.
Metodologi:
(Penggunaan metode analisa ANP yang disederhanakan)
96
1.4. Keluaran yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari perumusan telaah ini adalah tersusunnya suatu
rekomendasi konsep dan strategi terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan,
khususnya terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air dan energi. Rekomendasi
yang dirumuskan diharapkan akan menjadi masukan bagi kebijakan/program pembangunan
lingkungan yang akan masuk dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
periode tahun 2015-2019.
97
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
2.1 Strategi dan Arah Kebijakan RPJP dan RPJMN 2015 – 2019
a. Visi dan Misi RPJPN 2005 – 2025
Sebagai bentuk konkret dari tujuan bernegara, RPJP memuat visi pembangunan
nasional periode tahun 2005-2025 yaitu mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur. Visi tersebut dijabarkan dalam delapan misi pembangunan nasional yang memuat
aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya adalah bidang Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. Arah dalam pembangunan sumber daya alam dan lingkungan
dijabarkan dalam misi nomor enam yang berbunyi "Mewujudkan Indonesia yang asri dan
lestari".
Sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi pembangunan
ekonomi maupun sebagai pendukung sistem kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Namun
demikian, pemanfaatan terhadap sumber daya alam dan lingkungan perlu dilakukan dengan
arif dan sesuai tata-aturan yang memperhitungkan kapasitas daya dukung dan daya tampung
dari ekosistemnya. Pemanfaatan dan pengelolaan dengan berorientasi pada jangka panjang
masa depan generasi yang akan dating, dan dengan dampak yang sekecil mungkin.
Sehingga keberadaan dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan untuk terus mendukung peri
kehidupan masyarakat dan memberikan kualitas hidup yang tinggi.
UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025
menyatakan bahwa untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya
alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan nasional. RPJP juga mengemukakan bahwa penerapan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan menjadi prasyarat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan. Terkait dengan mandat perencanaan jangka panjang tersebut, pada periode
RPJMN 2015-2019 pembangunan akan terfokus pada tiga aspek, yakni: manusia, alam
(wilayah) dan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan jangka panjang di Indonesia haruslah mengikuti prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Menjaga sumber daya alam yang terbarukan, (2)
Mengelola sumber daya alam yang tidak terbarukan, (3) Menjaga keamanan ketersediaan
energi, (4) Menjaga dan melestarikan sumber daya air, (5) Mengembangkan potensi sumber
98
daya kelautan, (6) Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan sumber daya tropis yang
unik, (7) Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis sumber daya alam yang ada di
setiap wilayah, (8) Mitigasi bencana alam yang sesuai dengan kondisi geologi Indonesia, (9)
Mengendalilkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, (10) Meningkatkan kapasitas
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta (11) Meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup.
Khususnya pada periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
2015-2019, UU 17/2007 mengamanatkan pentingnya terjaganya daya dukung lingkungan dan
kemampuan pemulihan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga dapat terus
mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari. Serta
pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang semakin ditingkatkan kualitasnya,
yang didukung oleh meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat, serta
mantapnya kelembagaan dan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang di
seluruh wilayah Indonesia.
b. RPJMN 2015-2019 dan Tujuan Pembangunan Lingkungan
Berdasarkan tahapan dan skala prioritasnya, pada RPJM tahap ke-3 tahun 2015-2019
pencapaian sasaran prioritas utama yaitu, ditujukan untuk lebih memantapkan
pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang, dengan menekankan pada pencapaian
daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan Sumber Daya ALam
dan Sumber Daya Manusia berkualitas, serta peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dari aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa peranan Sumber Daya Alam
dan Sumber Daya Manusia sebagai input bagi terwujudnya daya saing bangsa merupakan
aspek yang penting. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya diperlukan pengelolaan yang
bijaksana demi memastikan tercapainya pemanfaatan sumber daya alam tanpa mengurangi
stabilitas dan kualitas lingkungan. Dengan didukung oleh infrastruktur dan inovasi serta
daya kreasi ilmu pengetahuan manusia Indonesia dalam mengelola sumber daya yang ada
secara berkelanjutan.
Dua buah sasaran yang ingin dicapai dalam bidang lingkungan sebagaiman termuat
dalam sasaran RPJM tahap ke-3 adalah:
1. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang semakin mantap dicerminkan oleh
terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan untuk
mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan
lestari;
99
2. Meningkatnya kualitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang
diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup, didukung oleh
meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat, serta semakin
mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah
Indonesia.
Tujuan pembangunan lingkungan dalam periode 2015-2020 yang diusulkan :
“Memastikan fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem dengan membangun kehidupan
sosial dan ekonomi yang berada dalam kapasitas daya tampung dan daya dukung
lingkungan”.
2.2 Konsep Pembangunan Lingkungan
Konsep Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berdasarkan Daya Dukung
dan Daya Tampung Lingkungan
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai kemakmuran yang dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat secara berkelanjutan. Sehingga
manfaat pembangunan bisa terus berlanjut serta tidak mengorbankan kesejahteraan anak-cucu
kita generasi selanjutnya. Sumber daya alam dan lingkungan merupakan modal
pembangunan nasional dan sebagai pendukung kualitas kehidupan masyarakat yang sejahtera
dan beradab. Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari, sebagaimana arah pembangunan
lingkungan dalam RPJP 2005-2025 memberikan arti terjaminnya keberadaan sumber daya
alam dan lingkungan yang lestari, sehingga dapat menjamin tersedianya sumber daya
pendukung pembangunan dan aktivitas kehidupan dan kualitas hidup seluruh masyarakat
yang hidup di dalam wilayah Indonesia. Oleh karena itu, segala aktivitas ekonomi dan
kehidupan sosial kemasyarakatan haruslah dilakukan secara lestari dan berada dalam daya
tampung dan daya dukung lingkungan agar tidak memberikan dampak yang merusak dan
mengganggu keberlanjutan fungsi dari ekosistem sebagai pendukung pembangunan dan
kehidupan masyarakat.
Daya dukung lingkungan secara umum dapat terbagi 2 komponen, yaitu kapasitas
penyediaan sumber daya (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assismilative
capacity), oleh karena itu sering diartikan sebagai Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan. Daya dukung adalah kemampuan sistem lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pelestarian Daya Dukung Lingkungan
adalah upaya untuk melindungi lingkungan terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan
100
manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan Daya Tampung Lingkungan adalah kemampuan
lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya. Pengelolaan Daya Tampung Lingkungan adalah rangkaian upaya
untuk melindungi (konservasi/pelestarian) dan meningkatkan kemampuan lingkungan untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang dan masuk ke dalam suatu
komponen ekosistem.
Pembangunan berkelanjutan haruslah mendukung pada pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang inklusif dan memperhatikan perlindungan lingkungan. Artinya manfaat yang
dihasilkan oleh pembangunan dapat terdistribusi secara merata sehingga dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat, dan memastikan pertumbuhan tersebut tidak melampaui daya
dukung sumber daya alam yang penting. Untuk itu perlu adanya penyesuaian dari
pengelolan sistem ekonomi yg baru. Arti dari pertumbuhan itu sendiri tidak hanya dalam
perspektif "short-term economic gain" atau hanya untuk kepentingan keuntungan ekonomi
yang jangka pendek saja. Tetapi melihat dalam jangka panjang untuk memastikan semua
strata ekonomi-sosial masyarakat ikut sejahtera, dan dalam prosesnya memperhatikan
kapasitas daya dukung lingkungan tidak terlampaui sehingga tetap dapat memberikan
keadilan pada generasi yang akan datang.
Pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya berkepentingan terhadap pertumbuhan
ekonomi saja, tetapi juga mengikuti pertumbuhan ekosistem sebagai pendukung kehidupan
manusia yang ada didalamnya. Pertumbuhan berkelanjutan yang berkeadilan harus
didukung oleh ekonomi hijau atau tepatnya adalah pembangunan yang hijau. Untuk itu
haruslah didukung oleh perspektif baru dalam pengelolaan ekonomi dalam porsinya sebagai
penggerak pertumbuhan kehidupan manusia yang ada didalamnya. Proses produksi dan
konsumsi yang lebih ramah lingkungan membutuhkan cara berproduksi dan gaya hidup yang
mendukung pada emisi yang rendah karbon dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien.
Ekonomi haruslah menyesuaikan pada kepentingan lingkungan dan bukan sebaliknya.
Di dalam era “Pertumbuhan yang Berkelanjutan” hendaknya ukuran terhadap
pertumbuhan (Growth Rate) tidaklah diukur dari total jumlah pertumbuhan lapangan kerja
dan produktivitas pekerja saja seperti pada umumnya sistem ekonomi klasik, tetapi juga
produktivitas lingkungan dalam mendukung pada kualitas hidup manusia yang ada di
dalamnya. Misalnya, mempertimbangkan produktivitas air (contoh: jumlah produksi gabah
yang dihasilkan per-unit kuantitas air yang dikonsumsi adalah sekitar 2,5 m3 air/1 kg beras.
Sumber: WaterFootprint network) dalam menyumbang terhadap hasil lahan pertanian akan
101
membuat pengambil kebijakan pembangunan pada langkah-langkah yang berpihak pada
manajemen dan penggunaan sumber daya air yang lebih efisien dan efektif.
Untuk itu pula, gaya hidup masyarakat haruslah disesuaikan dalam nilai yang sama.
Gaya hidup yang tidak lagi berlebihan, tetapi dibatasi oleh produktivitas lingkungan. Yaitu,
limitasi dari sumber daya yang terbatas dan emisi buangan sehingga menuntut pengekangan
diri dari konsumsi berlebihan dari barang-barang yang bukan kebutuhan untuk hidup layak
manusia. Nilai ini perlu dimotivasikan pada masyarakat untuk kembali pada hidup yang
lebih simpel namun berkualitas dan bernilai etika komitmen tinggi pada lingkungan. Hal ini
juga yang akan dapat mendorong gap kesenjangan antar masyarakat semakin mengecil,
karena kemakmuran yang diterima melebihi kebutuhan di bagikan dengan semangat
kebersamaan.
Kaitan antara air dan pangan sangat kuat; krisisnya ketersediaan air tawar di musim
kemarau akan sangat mengganggu produktivitas pertanian, Sebagai perbandingan, untuk
konsumsi rumah-tangga perkapita kira-kira dibutuhkan sekitar 90 – 150 liter air /hari, namun
untuk memproduksi beras dibutuhkan 2.5 M3 air/Kg beras atau secara total untuk
memproduksi kebutuhan pangan manusia setiap harinya kira-kira dibutuhkan 2,000 liter air
(sumber: Lester Brown, 2008), atau sekitar 13 kali kebutuhan minum. Dengan adanya
peningkatan kebutuhan antara kebutuhan dasar rumah-tangga, industri, dan pertanian,
kompetisi penggunaannya terus semakin tinggi dan keperluan pertanian biasanya dinomor-
duakan.
Demikian juga air dan energi mempunyai saling keterkaitan (water-energy nexus),
sehingga pengelolaan berkelanjutan dari keduanya perlu dilakukan serempak. Di satu pihak
didalam memproduksi energi baik renewable maupun non-renewable dibutuhkan jumlah air
yang berlimpah. Sebaliknya infrastruktur air juga membutuhkan jumlah energi yang banyak
untuk mendapatkan air baku, mengolah dan mendistribusikannya. Untuk itu perlu
dikembangkan insentif untuk manajemen penggunaan kembali air bekas pakai (used water
reclaimed ) untuk menuju pada keberlanjutan pengelolaan air, efisiensi energy, dan
pencegahan pencemaran oleh limbah.
102
Pengendalian Pemanfaatan Lahan
Rencana tata ruang berperan sebagai instrumen untuk memandu pembangunan dengan
mengatur penggunaan ruang untuk keperluan saat ini dan kedepan. Perencanaan tata ruang
melalui rencana tata-guna lahan yang dilakukan untuk dapat menyediakan ruang hunian
yang berkualitas dengan layanan kebutuhan dasar kehidupan masyarakat seperti, prasarana
dan sarana pendidikan, kesehatan dan sosial yang mudah diakses, ruang berusaha untuk
melakukan kegiatan produktif, dengan didukung oleh infrastruktur yang dapat memperlancar
pergerakan; serta ruang rekreasi dan ruang publik (termasuk kawasan bernilai budaya tinggi)
serta cadangan ruang untuk kebutuhan generasi yang akan datang.
Namun rencana tata ruang hanya salah satu alat untuk pengelolaan lingkungan. Tahap
yang terpenting adalah menegakkan pelaksanaannya dalam tata guna lahan. Dimana
pemanfaatan lahan dilakukan sesuai dengan peruntukkannya, tidak hanya mengambil
keputusan pemanfaatan lahan berdasarkan kepentingan jangka pendek ekonomi, tetapi juga
jangka panjang untuk keberlanjutan lingkungan dan nilai peradaban yang berkualitas.
Penegakkan hukum yang menyangkut pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
(dalam hal ini lahan) merupakan aspek penting dalam pengelolaan lingkungan.
Lahan terbuka hijau sebagai kawasan resapan air perlu dipertahankan untuk menjamin
terjadinya siklus hidrologis yang dapat memastikan kuantitas dan kualitas sumber daya air
pendukung kehidupan, dan menghindari terjadinya bencana ekologis seperti banjir dan
longsor. Ruang terbuka hijau baik di kawasan hutan tropis lindung dan kawasan perkotaan
merupakan komponen lingkungan untuk mempertahankan daya dukung lingkungan. Alih
fungsi lahan yang tidak terkendali (dari kawasan lindung menjadi kawasan budi-
daya:pertanian, industri, dan permukaman), kebakaran hutan, dan penjarahan serta
penggundulan hutan merupakan ancaman terhadap kapasitas daya dukung lahan.
Konsep Produksi Ramah Lingkungan
Ekonomi produksi yang ramah lingkungan terdiri dari proses pemanfaatan sumber daya
alam dan teknologi yang berorientasi pada menjaga kualitas sumber daya dan kelestarian
alam. Yaitu, proses produksi yang diikuti dengan tujuan untuk mendapat manfaat dalam
pengurangan biaya produksi dan konsumsi, serta peningkatan kualitas hidup manusia, dengan
mengefisiensikan penggunaan sumber daya alam sebagai input, substitusi input produksi
yang lebih ramah lingkungan, dan proses produksi yang menghasilkan limbah minimum.
Dengan demikian proses penambahan nilai tidak hanya berorientasi komersil atau
103
peningkatan keuntungan finansial saja, namun didukung adanya aktivitas yang berorientasi
pada pengurangan risiko lingkungan hidup demi mempertahankan harmonisasi kehidupan
alam dan manusia.
Lebih lanjut lagi digunakan konsep ekonomi biru, yaitu tidak hanya kebijakan ekonomi
produksi yang menghindari dampak buruk pada lingkungan, tetapi juga bagaimana
memanfaatkan hasil dari suatu prores produksi yang sudah ramah lingkungan menjadi barang
ekonomi yang bernilai-tambah baru. Sebagai contoh, proses produksi yang tidak hanya
efisien dalam menghasilkan limbah dan mengolah limbah menjadi ramah pada lingkungan,
tetapi juga dapat memanfaatkan limbah tersebut menjadi barang komoditas dengan nilai
tambah baru. Misalnya, limbah buah nanas yang keseluruhannya bisa dirubah menjadi
barang produksi yang bernilai tambah ekonomi antara lain, pakan ternak dan biogas.
2.3 Urgensi Permasalahan Lingkungan
Terjadinya banyak kerusakan ekologi dan polusi (udara, air dan lahan) dan deplesi
sumber-daya alam, didukung dengan fakta fenomena perubahan iklim merupakan indikasi
bahwa pembangunan selama ini berjalan tidak sesuai dengan carrying capacity (daya-dukung
dan daya-tampung) dari alam ini sehingga akan mengancam keberlanjutannya. Saat ini dan
periode pembangunan ke depan kita masih akan terus menghadapi berbagai permasalahan
lingkungan baik di tingkatan lokal, nasional, maupun global. Permasalahan lingkungan yang
secara umum masih kita hadapi adalah:
a. Terganggunya keanekaragaman hayati pendukung kehidupan yang disebabkan oleh
pemanasan global dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan.
Ancaman pemanasan global yang akan merusak keseimbangan ekosistem darat dan laut.
Misalnya, terumbu karang di perairan yang rusak oleh pencemaran pantai;
b. Sumber daya air sebagai sumber daya pendukung inti pendukung kehidupan terus
mengalami degradasi karena meningkatnya pencemaran, kerusakan dan daya rusak air
(menyebabkan longsor dan banjir). Meningkatnya krisis air ini terutama karena tata-
kelola dan meningkatkan dampak negative perubahan iklim sehingga menimbulkan
kondisi ekstrem yang disebabkan karena defisit dan surplus air, dimana prasarana
infrastruktur air belum terbangun secara memadai (misal waduk dan embung). Selain
dari pada itu juga terjadi pemanfaatan sumber air tanah yang melebihi daya dukung
terutama di perkotaan, yang umumnya disebabkan masih rendahnya cakupan prasarana
pelayanan air minum dengan sumber air permukaan tidak mencukupi. Degradasi
104
kualitas air terutama disebabkan oleh pencemaran badan air baik oleh limbah cair
maupun padat (persampahan) baik dari rumah-tangga maupun komersil/industri karena
masih rendahnya manajemen pengelolaan limbah di setiap kawasan;
c. Masih tingginya ketergantungan pada penggunaan energi fosil akan memberikan dampak
yang buruk pada lingkungan karena merupakan penghasil gas rumah kaca (GRK) dan
pencemar partikulat. Sementara itu penggunaan energy terbarukan (Renewable energy),
seperti solar, angin, dan bio-fuels, yang dipandang lebih ramah lingkungan masih rendah
karena belum dapat diproduksi dalam kapasitas yang cukup sehingga harganya dapat
terjangkau masyarakat secara umum dan dengan supply yang handal;
d. Masih lemahnya upaya penerapan kawasan pemukiman hijau, misalnya dengan
penerapan efisiensi dalam pemakaian air dan energi suatu kawasan permukiman,
penerapan kode bangunan untuk “green-building”, penyediaan sistem transportasi umum
masal yang memadai sehinga lebih ramah lingkungan, penyediaan lahan terbuka hijau
(lahan penyerapan dan recharging air tanah) dan lahan terbuka biru (badan-badan air
seperti situ, sungai, waduk), jaringan drainase dan sanitasi yang memadai untuk
pengelolaan limbah dan menekan daya rusak air.
Urbanisasi Dan Tantangan Degradasi Lingkungan
Laju urbanisasi semakin meningkat karena migrasi penduduk perdesaan ke wilayah
urban karena faktor ekonomi yang lebih menjanjikan, ataupun perubahan fungsi lahan dari
kawasan perdesaan atau lahan terbuka hijau menjadi kawasan perkotaan atau kawasan budi-
daya: permukiman, industri, dan komersil. Namun demikian, densitas yang tinggi populasi di
kawasan urban tidak diimbangi dengan pertumbuhan prasarana dan infrastruktur fasilitas
dasar untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (seperti air bersih, sanitasi, jalan, lahan
permukiman) sehingga menyebabkan beban populasi melampaui daya dukung dan daya
tampung wilayah perkotaan.
Akibatnya adalah kualitas hidup yang menurun di wilayah perkotaan baik dalam bentuk
wilayah perkotaan yang kumuh dan kehidupan masyarakat dengan kualitas hidup yang
rendah. Selain terjadi kerusakan dan degradasi lingkungan, misanya dalam bentuk kerusakan
badan air, penurunan muka air tanah, juga masalah terjadinya wilayah kumuh perkotaan yang
menjadi masalah umum di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini terjadi akibat urbanisasi yang
tidak terkendali serta tata kelola pemerintah yang tidak mampu mengantisipasi dampak dan
penyebab urbanisasi. Dimana pemerintah dan masyarakat tidak mampu menyediakan lahan
permukiman yang cukup disertai fasilitas infrastruktur kebutuhan hidup yang mendasar
105
seperti air bersih, sanitasi, ruang terbuka publik, dan fasilitas pelayanan umum lainnya yang
dapat mendukung kegiatan sosial dan ekonomi yang produktif.
Wilayah permukiman kumuh diperkotaan meluas, dimana di Indonesia mencapai
57.800 hektar dan menyebar lebih di 100 perkotaan. Penduduk perkotaan sendiri di tahun
2010 mencapai 118,8 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan urban sebesar 4,4%. Dari jumlah
penduduk miskin perkotaan sebesar 11,1 juta jiwa (4,7%), 20% nya tinggal pada wilayah
kawasan kumuh perkotaan. Kawasan kumuh dan keterbatasan fasilitas dasar kehidupan dan
pelayanan umum akan menyebabkan berbagai penyakit fisik dan sosial yang pada akhirnya
akan mengganggu produktifitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kota dan nasional
secara umum.
Permasalahan Ketahanan Air
Planet Bumi yang sebagian besar permukaannya diliputi oleh air, saat ini semakin
dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber air tawar. Karena dari total 1,4 milyar km3 air
yang ada, 97,6% adalah sumber daya air yang tidak dapat dimanfaatkan langsung sebagai
sumber air bersih karena merupakan air yang memiliki tingkat salinitas tinggi (asin). Jika
ditotal, hanya sekitar 0,01% yang merupakan sumber air tawar yang selama ini dimanfaatkan
oleh peradaban ini.
Jika melihat potensi cadangan air nasional secara keseluruhan, secara teoritis
seharusnya Indonesia tidak mengalami masalah dengan isu strategis global terkait dengan
ketahanan air yang menjadi salah satu faktor penentu penting ketahanan pangan nasional.
Namun pada kenyataannya Indonesia senantiasa dihadapkan pada permasalahan krusial
terkait dengan ketahanan air dan pangan tersebut. Pertumbuhan populasi dan aktivitas
ekonomi yang terus bertambah tanpa pengelolaan yang berkelanjutan dan berkeadilan akan
mengancam ketahanan air, pangan dan energi kita.
Ketiganya: air, pangan, dan energi (Food-Energy-Water), merupakan permasalahan
pembangunan yang saling terkait, semakin kritis dan prioritas untuk ditangani secara
bersamaan. Walaupun dibandingkan banyak negara lain di dunia Indonesia dianugerahi
potensi cadangan air tawar yg relatif tinggi di atas rata-tata dunia yaitu dalam perkiraan
kurang-lebih 1.957 Milyar m3/Tahun (Firdaus Ali, 2012) atau sama dengan sekitar ∞8.232
m3/kapita/tahun (dimana angka batas kerawanan potensi air adalah 1,700 m3/kapita/tahun),
dan diatas rata-rata potensi air dunia sekitar 7.176 m3/kapita/tahun, (sumber: Hou and Hunter,
1998), namun dengan pola penyebaran penduduk yang terkonsentrasi di P.Jawa (luas 7%
luas wilayah Indonesia; memikul beban populasi 58% dari penduduk Indonesia; hanya
106
memiliki 4.5% dari total cadangan air tawar dari total di Indonesia. Sumber: Dirjen SDA,
Kementerian PU) dan kebutuhan air yang semakin berlipat kuantitasnya, Indonesia terutama
P. Jawa akan semakin dihadapkan pada realitas kelangkaan ketersediaan air tawar untuk
memenuhi berbagai kebutuhan aktivitas hidup masyarakatnya ditahun-tahun kedepan.
Dengan 65% (148 Juta Jiwa) penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa kebutuhan air
nasional terkonsentrasi di Pulau Jawa, total kebutuhan air P. Jawa pada musim kemarau
adalah 38,4 Milyar m3/th, dan hanya dapat tercukupi sekitar 66%.
Jejak air rata-rata Indonesia berdasarkan perkiraan potensi air pada tahun 2001 dan
jumlah penduduk tahun 2007 adalah sebesar 1.317 m3/kapita/tahun yang sepenuhnya
didominasi oleh penggunaan air untuk kebutuhan pertanian melahirkan perkiraan kebutuhan
air nasional sebesar 313,97 km3/tahun (14,61% dari potensi cadangan nasional). Namun
Pulau Jawa yang dihuni oleh hampir 58% (± 138 juta jiwa) dari total penduduk Indonesia (SP
2010) berada dalam kondisi defisit air tahunan yang sangat tinggi yaitu sekitar 50% dari total
kebutuhan sesungguhnya. Pulau-pulau lainnya (kecuali Nusa Tenggara) berada dalam kondisi
surplus yang sangat tinggi namun belum didukung dengan ketersedian infrastruktur dan SDM
yang memadai untuk mengelola potensi sumber daya air tersebut untuk sepenuhnya dapat
menjamin ketahanan pangan nasional.
Ketahanan air nasional (national water security) yang dapat menjadi faktor penghabat
pertumbuhan dan pembangunan nasional telah terbukti secara signifikan mempengaruhi
tingkat ketahanan pangan (food security) Indonesia. Kaitan antara air dan pangan sangat kuat;
krisisnya ketersediaan air tawar di musim kemarau akan sangat mengganggu produktivitas
pertanian, Sebagai perbandingan, untuk konsumsi rumah-tangga perkapita kira-kira
dibutuhkan sekitar 90 – 150 liter air /hari, namun untuk memproduksi beras dibutuhkan 2.5
M3 air/Kg beras atau secara total untuk memproduksi kebutuhan pangan manusia setiap
harinya kira-kira dibutuhkan 2,000 liter air (sumber: Lester Brown, 2008), atau sekitar 13 kali
kebutuhan minum. Perbandingan lain, jumlah konsumsi air rata-rata (water footprint) untuk
menghasilkan 1 ton kopi adalah yang terbesar (22.907 m3) dan jejak air untuk 1 ton beras
adalah sebesar 3.473 m3, namun karena pola dan tingkat konsumsi beras di Indonesia relatif
sangat tinggi (± 139 kg/kapita/tahun) sehingga total kebutuhan beras nasional saat ini
mencapai 33,36 juta ton/tahun. Dengan jumlah populasi Indonesia mencapai kurang-lebih
240 juta jiwa saat ini, penyediaan kecukupan pangan yang memenuhi standar kualitas dan
mampu dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia merupakan tantangan
ditengah berbagai kendala yang dihadapi.
107
Ketahanan pangan (food security) berdasarkan UU 7/1996 tentang Pangan didefinisikan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau
(Hariyadi, 2011). Kapasitas penyediaan pangan nasional dikaitkan dengan peningkatan
kebutuhan pangan nasional yang ditentukan oleh besaran tingkat konsumsi rata-rata nasional
yang relatif besar dan terus meningkat merupakan tantangan bagi Indonesia. Kebutuhan yang
sangat besar ini memerlukan pengelolaan sumber daya input dan pendukung yang terencana
dan optimum. Diantaranya, diperlukan ketersediaan air sebagai faktor penentu produksi
bahan pangan adalah faktor penentu dan kendala yang harus dihadapi untuk menjamin
ketersedian pangan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Kebutuhan air untuk produksi pangan di Indonesia yang mencapai 91% menempati
peringkat yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 70% (the Atlas of
Water, 2009). Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan ketahanan air dan pangan juga
tidak bisa dilepaskan dari adanya pengaruh signifikan dari dampak dari perubahan iklim
(climate change) dan anomali cuaca ekstrim yang semakin memburuk. Pengamanan jaminan
pasokan air untuk menjamin ketersediaan sumber karbohidrat utama bangsa Indonesia ini
haruslah menjadi salah satu prioritas dalam pengelolaan sumber daya air saat ini dan ke
depan
Dengan adanya peningkatan kebutuhan antara kebutuhan dasar rumah-tangga, industri,
dan pertanian, kompetisi penggunaannya terus semakin tinggi dan keperluan pertanian
biasanya dinomor-duakan. Salah satu indikatornya terganggunya aliran irigasi dengan
adanya krisis suplai air bersih untuk keperluan rumah tangga, adalah terjadinya transfer
pengalihan air irigasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan (baca:
“Irigasi dialihkan ke rumah tangga: Air tidak dialirkan ke sawah” Kompas 24/9/2012).
Kelangkaan air berarti juga kelangkaan pangan di masa-depan.
Penyediaan air minum masyarakat tergantung dari sumber air baku yang tersedia. Dari
segi investasi sistem penyediaan air minum, kualitas dan kuantitas air baku akan
mempengaruhi biaya operasi dan pemeliharaan dari sistem. Tentunya biaya ini akan
ditanggung oleh masyarakat konsumen dalam tariff air bersih yang meningkat. Apabila
sumber air baku adalah air permukaan (sungai atau waduk) maka permasalahan pencemaran
sumber air baku akibat akivitas sosial ekonomi masyarakat memberikan beban yang pada
akhirnya akan ditanggung oleh masyarakat sendiri karena meningkatnya harga produksi air
minum.
108
Meluasnya krisis ketersediaan air tawar untuk kepentingan air minum/domestik karena
adanya kompetisi kebutuhan dan pemanfaatan air (bahkan tidak jarang juga memicu
terjadinya konflik) untuk pertanian dan kegiatan produktivitas lainnya. Hal ini semakin
menekan ketersediaan air untuk keperluan air minum masyarakat sebagaimana di amanahkan
oleh Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sementara itu, di wilayah
perkotaan dengan beban populasi tinggi seperti Jakarta misalnya, apabila air tawar dalam
bentuk air permukaan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, maka
alternative lain adalah ekstrasi atau pengambilan air tanah baik dangkal maupun dalam (deep
groundwater).
Hal ini akan menyebabkan permasalahan kelangkaan dan bencana ekologi lain yang
disebabkan oleh ekstraksi atau pengambilan air tanah berlebihan sementara kapasitas
pengisian kembali (recharge) semakin berkurang (baik alamiah maupun artifisial). Yaitu
akan menyebabkan kota-kota besar terutama di pinggir pantai terancaman resiko bencana
ekologi perkotaan berupa penurunan muka tanah (land-subsidence). Penurunan muka tanah
dapat terjadi dengan laju yang sangat tinggi dari tahun ke tahun, terutama terjadi ketika muka
air laut rata-rata meningkat sebagai dampak dari pemanasan global. Land subsidence ini
akan menyebabkan kerusakan bangunan dan infrastruktur, serta mengganggu berfungsinya
jaringan distribusi pelayanan utilitas dasar perkotaan (utamanya air bersih dan drainase).
Demikian juga air dan energi mempunyai saling keterkaitan (water-energy nexus),
sehingga pengelolaan berkelanjutan dari keduanya perlu dilakukan serempak. Di satu pihak
didalam memproduksi energi baik renewable maupun non-renewable dibutuhkan jumlah air
yang berlimpah. Sebaliknya infrastruktur air juga membutuhkan jumlah energi yang banyak
untuk mendapatkan air baku, mengolah dan mendistribusikannya. Untuk itu perlu
dikembangkan insentif untuk manajemen penggunaan kembali air bekas pakai (used water
reclaimed ) untuk menuju pada keberlanjutan pengelolaan air, efisiensi energy, dan
pencegahan pencemaran oleh limbah.
Secara keseluruhan kita dihadapkan dengan beberapa faktor penyebab relatif rentannya
ketahanan air Indonesia. Diantaranya adalah, kapasitas pengelolaan sumber daya air yang
masih relatif rendah dan tidak berkelanjutan diantaranya adalah menyangkut gangguan
terhadap sumber daya air itu sendiri seperti tingginya laju peningkatan alih fungsi lahan di
daerah hulu maupun hilir; kerusakan dan gangguan daerah aliran sungai (DAS); dan
tingginya tingkat pencemaran terhadap badan-badan air yang ada. Kondisi ini diperburuk lagi
oleh kondisi masih minimnya infrastruktur SDA. Selain dari pada itu juga kondisi ketidak-
seimbangan antara peningkatan kebutuhan dan konsumsi dengan kemampuan menyediakan
109
antar waktu dan tempat; dan pola pertumbuhan dan penyebaran penduduk yang tidak
berdasarkan daya dukung dan daya tampung spasial kawasan.
Kerusakan dan degradasi sumber-daya air antara lain selain masifnya permasalahan
daya-rusak air (banjir, longsor), permasalahan kerusakan yang dialami oleh air dan sumber
daya air (kualitas dan kuantitas) baik dalam bentuk pencemaran dan gangguan sikus
hidrologis perlu mendapat perhatian yang prioritas. Yaitu, menyediakan air pada saat
dibutuhkan sepanjang tahun/musim dan mengendalikan air limpasan (run off) yang semakin
besar pada saat musim hujan. Permasalahan kerusakan wilayah tangkapan air (catchment
areas) yang disebabkan oleh deforestasi, juga alih-fungsi lahan yang memperbesar kecepatan
limpasan air (terganggunya recharge air tanah) telah mengganggu siklus hidrologis air tawar.
Pengelolaan sumber daya air perlu diimbangi dengan kapasitas penyimpanan dan
pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai bagian terintegrasi dari pengelolaan
SDA berkelanjutan untuk mengatasi bencana kekeringan dan banjir.
Bersamaan dengan kondisi ekologis dari wilayah tangkapan yang berubah, anomali
cuaca serta fenomena perubahan iklim juga mempengaruhi suplai air tawar yang tersedia.
Kondisi cuaca bumi juga sangat mempengaruhi siklus hidrologis. Peningkatan temperatur
mendorong tingkat evaporasi dan merubah pola dan curah hujan, sehingga variasi fluktuasi
debit air tawar di musim hujan dan musim kering menjadi semakin ekstrim pada DAS yang
tidak sehat. Hal ini tentunya akan mengganggu ketahanan air nasional dan mempengaruhi
ketahanan pangan dengan adanya banjir besar pada musim hujan dan krisis kekeringan yang
parah di musim kering/kemarau.
Peran teknologi dan rekayasa perlu dikembangkan untuk kreativitas dan inovasi dalam
mencari solusi terkait pengelolaan beban aktivitas manusia terhadap daya-dukung dan daya
tampung dari ekosistem. Water reuse juga semakin penting mengingat air dalam bentuk
tawar sangatlah sedikit dibandingkan keseluruhan total air yang ada di bumi. Water reuse
merupakan bentuk pengelolaan air berkelanjutan untuk menahan air tawar terus berada dalam
lingkungan dan ekosistem tawar untuk preservasi dan terus dimanfaatkan di masa depan, dan
menahan selama mungkin air untuk tidak dalam bentuk aliran buangan menuju ke laut.
Pengelolaan sumber daya air terkait dengan wilayah tangkapan air (watershed) untuk
memenuhi berbagai kebutuhan untuk tata-guna/pemanfaatan multi-sektoral, yaitu air bersih
domestik, perkotaan, industri, dan pengairan pertanian. Satu wilayah pengelolaan sungai
bisa melewati lintas wilayah administrasi yang mempunyai tarik-menarik kepentingan.
Sehingga membutuhkan kualitas koordinasi yang baik, dimana hal ini masih merupakan
permasalahan utama walaupun berbagai institusi sudah terbentuk. Oleh karena itu
110
dibutuhkan pula pembenahan aspek kelembagaan terkait tata-kelola dari sumber daya air dan
pola koordinasi pengelolaannya yang lebih terintegrasi. Hal ini karena permasalahan air
bersih memerlukan juga penanganan yang menyeluruh secara sistematik, karena air bersih
terkait dengan kondisi sumber daya air dari hulu ke hilir, dan membutuhkan penanganan baik
secara regulasi, teknologi, dan pembiayaan.
Energi Dan Lingkungan (Ketahanan Energi)
Energi adalah mesin petumbuhan ekonomi, karena itu keandalan pasokannya sangat
penting untuk dijaga, terutama untuk memastikan bahwa sumber energi yang ada cukup
untuk digunakan mendukung pertumbuhan ekonomi yang direncanakan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan intensitas penggunaan energi,
kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat.
Di samping berkaitan erat dengan masalah ekonomi, energi juga berkaitan erat dengan
masalah lingkungan. Kegiatan di bidang energi, dimulai dari eksplorasi, eksploitasi hingga
pemakaian oleh konsumen energi menghasilkan limbah padat/cair, hingga emisi gas yang
seluruhannya adalah masalah lingkungan.
Pembangunan ekonomi yang baik membutuhkan sejumlah energi tertentu dan
menghasilkan sejumlah emisi. Mencari keseimbangan antara “energi, ekonomi, dan
lingkungan” merupakan upaya yang perlu terus dilakukan.
Pembangunan lingkungan dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti rusaknya
tanah, produksi limbah yang berbahaya, serta pencemaran air dan udara. Kualitas
lingkungan yang rendah berakibat pada kualitas kehidupan sosial-ekonomi yang rendah.
Energi di dalam RPJP 2005-2025 disebutkan dalam amanat untuk “Mewujudkan
Indonesia yang Asri dan Lestari”, dengan pokok amanat untuk “menjaga keamanan
ketersediaan energi”. Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan
energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan
tingkat kebutuhan masyarakat.
Permasalahan lingkungan terkait energi dapat dilihat mulai dari sisi hulu hingga hilir,
dari eksplorasi hingga pemakaian akhir. Isu masalah lingkungan yang terkait dengan energi
dimulai dari kerusakan lingkungan sekitar karena kegiatan eksplorasi, masalah limbah pada
kegiatan produksi energi, hingga perubahan iklim global yang disebabkan konsumsi bahan
bakar fosil.
Eksplorasi sumberdaya energi dari sumber-sumber energi tak terbarukan, terutama
bahan bakar fosil membawa konsekuensi pada kerusakan alam. Eksplorasi minyak bumi
111
mengakibatkan kerusakan pada tanah/ perairan di sekitarnya, di samping masalah limbah.
Eksploitasi batu bara menyebabkan permasalahan lingkungan yang besar.
Eksploitasi sumberdaya energi membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan
tahap eksplorasi, karena skala operasnya yang lebih besar. Kegiatan konversi energi primer
menjadi produk energi, yang dilakukan terutama di kilang-kilang minyak dan pembangkitan
tenaga listrik, membutuhkan energi besar. Kebutuhan energi yang besar yang dilakukan
dalam proses konversi ini mengakibatkan pula pada kerusakan lingkungan.
Bermacam-macam sumber energi yang tersedia dapat dikelompokkan sebagai “energi
hitam” (bahan bakar fosil) serta “energi hijau”. Sumber energi hitam misalnya minyak,
batubara dan gas bumi, sedangkan energi hijau terdiri sumber-sumber energi yang berasal
dari sumber-sumber energi terbarukan, serta konservai energi. Ke depan, sangat penting
untuk mengembangkan “energi hijau” di Indonesia dengan pertimbangan Indonesia memiliki
sumberdaya energi hijau yang besar, misalnya panas bumi.
Dengan mempertimbangkan makin pentingnya pembangunan lingkungan, serta
peningkatan kebutuhan energi yang tinggi dalam RPJM 2014-2019, kami pemandang perlu
untuk memberikan prioritas yang tinggi pada masalah lingkungan yang terkait dengan
kegiatan di bidang energi yang mencakup eksplorasi, produksi, distribusi, dan konsumsinya.
Sampai saat ini, pelayanan energi belum dapat menjangkau sebagian masyarat
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan rasio elektrifikasi yang masih rendah (72 %), serta
sulitnya mendapatkan BBM di daerah/wilayah terpencil. Pelayanan energi masih terdistribusi
tidak merata, sebagian besar berada di pulau Jawa-Madura-Bali.
Salah satu tantangan besar Indonesia dalam menyediakan sumberdaya energi adalah di
bidang lingkungan: bagaimana melakukan pekerjaan dalam rantai penyediaan energi dengan
memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan yang baik. “Kajian Lingkungan Hidup
Strategis” (KLHS) sangat penting untuk diterapkan dalam proyek-proyek pembangunan
bidang energi.
Di samping memperluas akses bagi pelayanan energi yang mesti dilakukan di seluruh
Indonesia, Indonesia perlu meningkatkan konsumsi energi per kapita yang sekarang relatif
masih rendah. Hal ini berarti Indonesai harus mengamankan sumberdaya energinya serta
mengamankan cadangan energi.
Kegiatan eksplorasi, khususnya yang berada di lahan luas, berpotensi merusak lahan
setempat, merusak sumber air di sekitar, namun juga wilayah yang menjadi kawasan
margasatwa dan flora.
112
Penentuan mengenai blok yang akan ditawarkan bagi kegiatan eksplorasi khususnya
minyak, gas bumi, dan batubara perlu disiapkan dengan baik sebelumnya sehingga tidak
menimbulkan permasahan lingkungan di kemudian hari. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup
Strategis) perlu dilakukan sejak sebelum penentuan pemenang blok pertambangan dilakukan.
Kegiatan eksploitasi energi perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah “penambangan
yang baik” (good mining practice). Pemerintah perlu mengawasi pelaksanaan pertambangan
ini, terutama untuk yang berskala skala besar dan terletak di permukaan.
Distribusi energi dapat dilakukan dalam berbagai cara, termasuk melalui pipa atau
kapal yang menghubungan lapangan produksi dengan konsumennya, yang seringkali terletak
dalam jarak yang jauh. Sebagai halnya dalam kegiatan eksplorasi dan ekspolitasi, distribusi
energi perlu mentaati kaidah-kaidah keteknikan yang menjadi rujukan.
Konsumen perlu didorong untuk mengkonsumsi energi secara lebih bijaksana, yaitu
untuk melakukannya dengan lebih efisien. Sudah saatnya konsumen didorong untuk memilih
jenis energi yang tepat, misalnya menggunakan BBG daripada BBM.
Penggunaan energi terbarukan, termasuk panas bumi, perlu dipercepat. Panas bumi
sebagai sumber energi terbarukan, tersedia setempat (tidak dapat diekspor), memiliki
keunggulan dibanding bahan bakar fossil, antara lain karena harganya yang tidak berfluktuasi
seperti halnya harga BBM. Demikian pula, penggunaan tenaga surya perlu diperbanyak, baik
di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan aliran listrik, maupun di perkotaan,
misalnya dengan mewajibkan rumah-rumah mewah menggunakan tenaga surya.
Pemanfaatan energi nuklir, yang diamanatkan oleh RPJP 2005-2025, hingga saat ini
belum dapat dilakukan, karena kesepakatan untuk pembangunannya pun belum dicapai.
Dalam RPJP III, rencana pembangunan PLTN perlu disiapkan lebih baik, termasuk untuk
aspek penerimaan masyarakat dan rencana pembiayaan/pembangunan.
Penggunaan energi terbarukan, baik yang berasal dari tetumbuhan maupun hewan,
perlu ditingkatkan dengan mengajak langsung masyarakat dan Pemerintah Daerah.
Upaya lain, seperti konservasi energi, peningkatan efisiensi dalam penyediaan BBM,
perlu diteruskan dengan target pencapaian yang semakin, tidak saja di kalangan pemerintah
dan perguruan tinggi, namun juga di kalangan rakyat umum.
Pengalaman dari RPJM sebelumnya mengajarkan bahwa target-target kuantitatif dari
pembangunan energi, misalnya untuk lifting migas dan peningkatan kapasitas pembangkit
listrik panas bumi sukar dicapai. Dalam RPJP III perlu dipelajari faktor-faktor yang
menghalangi pencapaian target-target kuantitatif dari rencana pembangunan di bidang energi-
lingkungan.
113
114
III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
3.1 Rekomendasi Strategis dan Arah kebijakan
Pemerintah yang berkomitmen terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan tidak
memberikan dampak yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, perlu
terus meningkatkan prioritas kebijakan aggaran dan menyediakan insentif sehingga perilaku
dan tata-cara kehidupan (life-style) dan perilaku produksi dari bisnis dan masyarakat
mendukung ke arah itu.
1. Perlunya instrumen ekonomi masuk dengan insentif yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi hijau, misalnya: struktur upah dan pajak yang lebih
berpihak pada distribusi kemakmuran pada semua, dan reorientasi subsidi anggaran
publik untuk kepentingan pemberian insentif untuk kegiatan yang ramah
lingkungan. Yaitu insentif untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dengan pola
produksi yang lebih ramah lingkungan, yaitu efisien dalam penggunaan sumber daya
alam sebagai input, dan menghasilkan bahan pencemar/by-produk yang semakin
sedikit. Serta, mengembangkan sistem insentif-disinsentif yang mendukung pada
pola konsumsi dan produksi yang lebih ramah lingkungan;
2. Kebijakan anggaran dan insentif ditingkatkan untuk penggunaan sumber energi
terbarukan. Salah satunya, melalui beragam inovasi dan R&D sehingga
terealisasikan dengan inovasi teknologi yang tepat-guna dan harga yang terjangkau;
3. Pengadaan sarana/prasara dan teknologi lingkungan dengan tujuan rekayasa pada
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
4. Pemerataan akses kepada kebutuhan dasar seperti air bersih dan sanitasi dapat
dinikmati dengan kualitas yang sama untuk semua strata sosial, misalnya melalui
reorientasi subsidi baik subsidi harga maupun investasi infrastruktur, yang lebih
tepat sektor dan tepat sasaran;
5. Menggerakkan sistem loop siklus ekonomi yang lebih beorientasi lokal, sehingga
prertukaran barang dan jasa dapat dilakukan selokal mungkin, menekan biaya
transaksi yang mendorong pada kehidupan yang lebih simpel tetapi berkualitas;
6. Insentif yang mendorong pada investasi yang tidak terpusat di kota-kota besar tetapi
lebih pada mendorong pembangunan wilayah Perdesaan dan wilayah pusat-pusat
115
pertumbuhan baru untuk pemerataan kesejahteraan sehingga gap kesenjangan kota-
desa bisa ditanggulangi. Dalam waktu yang sama juga menyelesaikan permasalahan
urbanisasi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan karena daya dukung dan
daya tampung yang terlampaui di wilayah urban.
7. Tantangan untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan membutuhkan peran-
serta semua pihak baik komponen masyarakat, pemerintah dan swasta untuk terlibat
secara inklusif dan aktif dalam pengelolaan lingkungan yang memberikan dampak
dalam skala yang luas;
8. Swasta dan perusahaan perlu terus didorong (misalnya dengan menciptakan
perangkat insentif) untuk masuk ke dalam transformasi menuju ekonomi-hijau
(green economy) yang tidak hanya menggunakan sumber daya alam sebagai input
produksi dengan lebih efisien dan tata-cara yang ramah lingkungan serta
menghasilkan limbah sekecil mungkin. Tetapi juga terus meningkatkan kemampuan
untuk dapat memanfaatkan dan memberi nilai tambah untuk by-produk atau limbah
yang dihasilkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai barang komiditas ekonomi.
9. Penelitian (litbang) untuk inovasi teknologi yang ramah lingkungan baik untuk
kepentingan produksi maupun pengelolaan lingkungan. Pengembangan dan adopsi
teknologi baru atau inovasi dibutuhkan untuk dapat menurunkan tingkat konsumsi
yang lebih berkelanjutan, dan produksi yang efisien serta ramah lingkungan. Serta
pengembangan inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan akses pada
prasarana lingkungan yang terjangkau, yang didukung oleh pemerintah dalam
kebijakan dan anggaran. Juga melalui pengembangan
10. Masyarakat perlu terus dimotivasi kesadaran dan peran-serta masyarakat dan pelaku
kegiatan ekonomi terhadap perlindungan lingkungan, terutama untuk menekan pola
konsumsi penduduk yang tidak efisien dan menghasilkan limbah berlebihan.
Dimana perlu disertai dengan pemahaman mengenai perhitungan jejak-ekologi
dalam kegiatan di level masyarakat dan industri.
3.2 Penutup
116
DAFTAR PUSTAKA
1. Emil Salim. 2013. “Greening the National Development Plan”. Key Notes Speech
pada Konsultasi Nasional Greening the National Development Plan. UKP4. Juni
2013.
2. Falkenmark M. Rockstron. 2004. Balancing Water for Humans and Nature: The New
Approach in Ecohydrology. Earthscan, London.
3. Firdaus Ali, Ph.D. 2012. “Permasalahan dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air untuk Ketahanan Pangan Nasional”. Makalah Seminar Nasional Hari Air
Dunia XI. Kementerian Pekerjaan Umum.
4. Hariyadi Purwiyatno, 2011. “Tantangan Ketahanan Pangan Nasional”. Makalah
Seminar dan Sosialisasi Program Indofood Riset Nugraha. UGM Jogyakarta. 2011.
5. Kenneth Arrow, et all. 1995. “Economic Growth, Carrying Capacity, and the
Environment”. Journal of Science, Vol. 268, 28 April 1995.
6. Penny K. Lukito. 2013. “Kebijakan Subsidi untuk Pelayanan Air Minum yang
Berkeadilan Bagi Masyarakat Miskin Di Perkotaan. Policy Paper untuk Penjenjangan
Perencana Utama. Bappenas-LPEM UI.
7. Maika Nurhayati. 2009. “Strategi Optimasi Daya Dukung Lingkungan”. Thesis
Program Pasca Sarjana UI.
117
118
Draft Background Study
BAB VI LAPORAN TELAAHAN
KELOMPOK BIDANG TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN
TIM ANALISA KEBIJAKAN
119
DAFTAR ISI
IV. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Telaahan
1.3. Ruang Lingkup Telaahan
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
V. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
2.1. Tinjauan Konseptual
2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
2.4. Kerangka Fikir Telaahan
VI. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)
VII. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT
4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis
4.2.1. Isu-Isu Strategis
4.2.2. Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis
4.2.3. Usulan Strategi & Arah Kebijakan
VIII. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.
120
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu hasil studi Bank Dunia (2000) menunjukkan bahwa kualitas pemerintahan
menentukan kemampuan negara itu untuk mewujudkan hasil pembangunan. Sementara itu,
yang memutar roda pemerintah adalah birokrasi. Hubungan di antara presiden dan birokrasi
bagaikan pengemudi dan mesinnya (Wapres Budiono, 2013). Pengemudi harus mampu
menjalankan mesin secara efisien. Mesin juga mestinya memiliki standar kinerja yang dapat
melakukan fungsinya secara tepat dan efektif. Oleh karena itu, pengemudi mesti menjamin
fungsi mesin mampu berjalan sesuai standar, bebas dari pengaruh faktor-faktor lain yang
tidak sehat.
Saat ini birokrasi di Indonesia belum berfungsi sesuai standar yang diharapkan karena
masih ditandai dengan korupsi, buruknya pelayanan, dan inefisiensi. Birokrasi di Indonesia
masih mudah diintervensi oleh pengaruh politik dan kekuasaan. Hal ini menyebabkan
birokrasi di Indonesia cenderung melayani penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya
sebagai pelayan masyarakat. Dengan bahasa yang lugas, birokrasi kita masih menjadi
“problems” daripada “solution”, masih menjadi penghambat daripada memfasilitasi. Global
Competitiveness Report (2012) misalnya, masih menempatkan korupsi, inefisiensi birokrasi,
dan ketersediaan infrastruktur sebagai tiga besar the most problematic factors dalam berbisnis
di Indonesia.
Dalam tatanan negara yang lebih makro, interaksi antar pemerintah, bisnis swasta, dan
civil society sangat menentukan berhasilnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa. Kualitas birokrasi yang mendukung pemerintah yang baik (good governance) akan
menjadi penentu daya saing bangsa melalui peningkatan iklim investasi yang merangsang
inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, birokrasi yang buruk akan menjadikan iklim
investasi menjadi tidak kondusif. Buruknya birokrasi dan pemerintah yang tidak efisein (bad
governance) dapat melipatgandakan biaya usaha dalam bentuk: (1) biaya korupsi; (2) biaya
kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang membebani (business-unfriendly regulations);
(3) biaya keterlambatan dalam mengurus perijinan dan yang diperlukan; dan (4) biaya dan
resiko bisnis akibat ketidakpastian hukum.
Memperbaiki reformasi birokrasi melelaui aspek kelembagaan adalah hal yang kritikal
dalam RPJMN 2015-2019. Hal ini didasari oleh reformasi besar-besaran yang dilakukan di
berbagai bidang pada tahun 1998. Namun, banyak proses pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah yang tidak berjalan optimal. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan
121
upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Berbagai
permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak
berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui.
Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance).
Berbagai masalah kelembagaan -- secara garis besar antara lain kelembagaan politik,
kelembagaan ekonomi dan kelembagaan hukum -- saling berkaitan dan mempengaruhi
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Membangun kelembagaan yang efektif sangat
berperan dalam kelangsungan negara dan pemerintahan yang ideal. Salah satu bukti nyatanya
adalah bagaimana pemerintah men-delivery program kerjanya dan kegiatannya sangat erat
dengan membangun kelembagaan. Singapura sukses karena program dideliver dan dapat
berjalan dengan baik. Apapun yang diprogramkan selalu mampu dilaksanakan. Hal ini tentu
terkait dengan kelembagaan yang efektif dan efisien.
Berdasarkan best practise negara maju, kemajuan pesat Singapura ternyata ditentukan
oleh insitutional setting-nya. Hal ini juga menentukan daya tahan suatu negara dan mencapai
program-program kerjanya secara modern, murah, cepat dan tepat. Saat ini di Indonesia
konsep dan pelaksanaan Institusional Setting sampai saat ini belum digarap secara sistematis.
Oleh karena itu, diperlukan telaahan yang mampu menjawab pertanyaan : Bagaimanakah
rumusan strategi yang dapat mencapai tujuan “Terwujudnya tata kelola yang baik dan
kelembagaan yang efektif, setiap sistem yang medukung pembanguan daya saing bangsa?”
1.2. Tujuan Telaahan
Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan “Mewujudkan kelembagaan yang efektif
dan (melalui) tata kelola yang baik pada setiap sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik,
hokum, budaya, media) yang medukung pembanguan daya saing bangsa”
1.3. Ruang Lingkup Telaahan
Telaahan ini akan meliputi perumusan isu-isu strategis dan strategi kebijakan untuk
mencapai tujuan “Mewujudkan kelembagaan yang efektif dan (melalui) tata kelola yang baik
pada setiap sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik, hokum, budaya, media) yang
medukung pembanguan daya saing bangsa ?”
122
Oleh karena itu, cakupan lingkup tata kelola yang baik meliputi : (a) penerapan prinsip
transparansi, taat azas, responsif, inklusif, partisipasi, efektif dan efisien.; dan (b) pada setiap
sistem : pemerintah, politik, ekonomi, media, sosial dan budaya. Sedangkan kelembagaan
yang efektif mencakup bagaimana peningkatan efektitas aturan main, dan organisasi pada
setiap sistem tersebut.
I.4. Keluaran Yang Diharapkan
Terumuskannya isu-isu strategis dan strategi kebijakan untuk mencapai tujuan
“Mewujudkan kelembagaan yang efektif dan (melalui) tata kelola yang baik pada setiap
sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, media) yang medukung
pembangunan daya saing bangsa ?”
123
II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI
II.1. Tinjauan Konseptual
Perkembangan pemikiran dan paradigma governance menunjukkan suatu paradigma
tata kelola negara yang lebih dinamis dan lebih modern. Tata kelola negara diarahkan kepada
pencapaian sinergi diantara pemerintah dan masyarakat, dan otoritas politik dan administrasi
negara, dalam memberikan pelayanan publik yang diperlukan dan merupakan hak dari setiap
warga negara.
Tata kelola mencakup mekanisme, proses dan kelembagan yang digunakan pemerintah,
terkait dengan penjelasan fungsi, struktur, budaya, aturan, dan jejaring kerjasama institusi
publik, dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat, dan mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.
Governance refers to the exercise of political and administrative authority at all levels
to manage a country’s affairs. It comprises the mechanisms, processes and institutions,
through which citizens and groups articulate their interests, exercise their legal rights,
meet their obligations and mediate their differences. Specific reference is made to
democratic governance as “a process of creating and sustaining an environment for
inclusive and responsive political processes and settlements. The institutional and
human capacities for governance determine the way in which the effectiveness of public
policies and strategies is attained, especially in service delivery. (UNDESA, UNDP,
UNESCO, 2012).
Governance is associated with how the processes and systems used by Governments
(function, structure, culture, rules and networking of public institutions) to formulate
and implement public policy, in order to achieve national and state goals (Neo & Chen,
2007).
Tata kelola juga diarahkan kepada penguatan kelembagaan. Apapun fokus dan cakupan
wilayah kewenangannya, pengelolaan yang baik harus meliputi : transparansi dan akuntabel,
kompeten pada bidang keahlian yang cocok, dan mempunyai intensi (maksud) untuk selalu
melakukan hal yang baik dan benar.
In the last half-century we have developed a better understanding of what helps
governments function effectively and achieve economic progress. In the development
community, we have a phrase for it. We call it good governance. It is essentially the
combination of transparent and accountable institutions, strong skills and competence,
124
and a fundamental willingness to do the right thing. Those are the things that enable a
government to deliver services to its people efficiently . . . An independent judiciary, a
free press, and a vibrant civil society and important components of good governance.
They balance the power of governments, and they hold them accountable for delivering
better services, creating jobs, and improving living standards. (Paul Wolfowitz in
Baland et al., 2009).
Untuk memahami governance lebih jauh, maka perlu untuk dipahami tentang prinsip-
prinsip kerja yang mendasarinya. Beberapa lembaga donor memberikan penekanan yang
berbeda meski pada prinsipnya sama. Bank Dunia mengembangkan governance indicators
yaitu : kebebasan dan akuntabilitas, efektivitas, kualitas regulasi, penegakan hukum, stabilitas
politik dan tidak adanya kekerasan negara terhadap masyarakat termasuk terorisme dan
kontrol terhadap korupsi. Sementara UNDP (2009) menyatakan 10 prinsip good governance
adalah : partisipasi, transparansi, akuntalitas, kesetaraan atau inklusivitas, efisensi dan
efektivitas, responsivitas, visi strategis, penegakan hukum, profesionalisme dan supervisi
melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Menurut United Nations Economic and
Social Commision for Asia and The Pasific (2010) merumuskan 8 prinsip good governance
yang meliputi : akuntabilitas, transparansi, partisipasi, responsivitas, efektivitas dan efisiensi,
penegakan hukum, kesetaraan dan inklusivitas dan berorientasi pada konsensus. Jadi ‘tata
kelola’ mengandung pengertian : merupakan bagian dari setiap sistem dan ‘kelembagaan”
yang menghendaki proses keteraturan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Governance is best thought of a sub-set of ‘institutions’ and as such emphasis on
governance is consistent with much recent academic work. Nevertheless, governance is
a quite vague rubric which it is difficult to unbundle. The governance of a society is the
outcome of a political process and as such is closely related to the literature on the
political economy of development. Improving governance necessitates understanding
the nature of the entire political equilibrium. Finally, an important research frontier is
understanding the forces that create or impeded endogenous changes in governance.
Institutions refers to social rules and legal framework. Institutions as a rules (formal
and informal) and as players : Institutions are the kinds of structures that matter most
in the social realm: they make up the stuff of social life.... we may define institutions as
systems of established and prevalent social rules that structure social interactions.
Language, money, law, systems of weights and measures, table manners, and firms
125
(and other organizations) are thus all institutions. (Hodgson. G.M., What are
Institutions?. 2006).
Dynamic Governance and Institutional Culture : (1) The essence of dynamism in
governance is continuous learning, new thinking and new ideas that lead to continuous
modifications of institutions — rules, incentives, structures and enforcement
mechanisms — as problems evolve and new issues emerge and (2) The cultural
foundations of governance are derived from how leaders perceive the strengths and
vulnerabilities of a country’s position in the world, which then influence the intended
purposes of the governance systems and institutions that are created. (Neo & Chen,
2007).
Kelembagaan memiki dua dimensi, yaitu aturan main dan organisasi. Jika instutusi
diartikan sebagai aturan main, maka organisasi akan mengelola pemain dan aturan main
tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.
An institution is any collectively accepted system of rules (procedures, practices) that
enable us to create institutional facts (Searle. J.R., 2005). Institutions are the rules of
the game in society or, more formally, are the humanly devised constraints that shape
human interaction. In consequence they structure incentives in human exchange,
whether political, social, or economic. . . . Conceptually, what must be clearly
differentiated are the rules from the players. The purpose of the rules is to define the
way the game is played. But the objective of the team within that set of rules is to win
the game. . . . Modeling the strategies and skills of the team as it develops is a separate
process from modeling the creation, evolution, and consequences of the rules.
(Hodgson. G.M., 2006)
It is the interaction between institutions and organizations that shapes the institutional
evolution of an economy. If institutions are the rules of the game, organizations and
their entrepreneurs are the players. Organizations are made up of groups of
individuals bound together by some common purpose to achieve certain objectives.
Hodgson. G.M., 2006)
An institution is self-sustaining, salient patterns of social interactions, as represented
by meaningful rules that every agent knows and incorporated as agents’ shared beliefs
about the ways how the game is to be played. (Aoki. M. 2005).
126
Regulatory oversight bodies are as strong as the political leadership behind them. The
success of these institutions is dependent on underlying political forces and external
drivers of the policy. In addition to the obvious ―political will‖ required, some
oversight bodies have performed better thanks to their efforts to coordinate and ensure
coherence with other policies and reform institutions. (Cordova-Novion, C. and S.
Jacobzone (OECD. 2011)
II.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 – 2014 (dua periode)
II.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems)
a. Tumpang tindih fungsi menyebabkan tumpang program dan kegiatan antar K/L, dan
antar pusat-daerah.
Masalah ini diduga disebabkan antara lain : (a) oleh ketidaktegasan dalam
menerapkan structure/strategies follows functions dalam berbagai tatanan (negara,
pemerintah/ kabinet, dan K/L, serta pemerintah daerah); dan (b) kesulitan untuk
memprediksi dan membangun situasi politik yang kondusif untuk membangun
pemerintah yang kuat.
b. Bagaimanakah tata kelola (pembangunan) yang ideal dan mampu mendukung
kerangka kelembagaan ideal efektif?
Masalahnya : (a) Bagaimanakah aturan main?: (b) Siapakah saja pemain; dan (c)
Siapakah Wasitnya?
c. Aturan main tumpang-tindih dan tidak konsisten
Masalahnya : (1) Pemahaman kerangka regulasi sebagai bagian kualitas kebijakan;
dan (2) apakah diperlukan regulatory oversight body? Siapa dan Bagaimana
caranya?
d. Konektivitas Nasional yang tidak sempurna :
Masalahnya : (1) Postur organisasi K/L yang gemuk meski sudah desentralisasi dan
otonomi daerah; dan (2) Perencanaan dan penganggaran yang tidak nyambung
II.4. Kerangka Fikir Telaahan
Hasil tinjauan konseptual digunakan untuk mendekati permasalahan dan menemukan
solusi terbaik, dan dapat memberikan masukan kepada draf teknokratis RPJM Nasional 2015
– 2019. Oleh karena itu, kajian ini didasarkan kepada kerangka fikir sebagai berikut :
127
Sistem yang dapat mendukung meningkatnya daya saing bangsa meliputi : pemerintah,
hukum, politik, budaya, ekonomi, sosial dan media. Di dalam setiap sistem terdapat empat
komponen yang dapat menopang terbangunnya kelembagaan yang efektif, yaitu : pemimpin
yang berkarakter, regulasi yang sikron, organisasi yang dinamis, dan tata kelola yang baik.
TataKelola
yangbaik
Kelembagaanyang efektif
Regulasi yang
s inkron
Pemimpinyang
berkarakteris
Organisasi yangdinamis
PEMERINTAH
HUKUM POLITIK
BUDAYA
SOSIAL MEDIA
EKONOMIHUKUM
DAYASAING
BANGSA
128
III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN
Kajian ini akan dilakukan melalui studi literature, evaluasi kebijakan, diskusi internal di
Bappenas, dan Focus Group Discussion (FGD) atau Round-table Discussion (RTD) di
beberapa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
129
IV. PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan
Catatan Diskusi di Medan :
• Infrastructure, government efficiency. Terjadi juga ego-provinsi. Sebetulnya otonomi
daerah yang paling penting adalah net-working. (misalnya musrenbang prov, provinsi
lain juga hadir).
• One village one product tidak bisa jalan, karena petani hidupnya dari divertifikasi
(Slide strategi perencanaan – kebangkitan ekonomi daerah). Sebenarnya siapapun
presidennya ekonomi tetap jalan (contohnya di Sumut).
• Sebetulnya kita belum siap “berdemokrasi”. Indonesia itu harus dipimpin oleh
pemimpin otoriter. Demikian pula dengan otonomi daerah, birokrasinya memang
belum siap. Kita juga terlalu miskin. Wah kita bukan hanya miskin harta, tapi juga
miskin nilai dan miskin intelektual. Soal how to, sudah ada tapi “berani tidak”. Nilai
musyawarah tapi demokratis. Jadi antara filosofis dan pelaksanaannya tidak sinkron.
Kemudian menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan atau pusat
pembangunan. Sektor yang paling potensial di Sumut mestinya pariwisata. Ini
pendapat saya, ga tahu yang lain. Selain wisata alam, ada juga wisata budaya, wisata
sejarah, dan wisata kuliner. Seperti halnya penang menjual “medical tourism”. Lagi-
lagi soal manajemen. Aging society : soal produktivitas, tergantung levelnya. Seperti
suami saya sudah 56 terpaksa pensiun, padahal masih produktif. Jadi SDM yang
bagus pun, tapi kalo sistemnya tidak bagus. Berarti yang penegakan hukumlah yang
harus menjadi panglimanya (Prof. Ida. USU)
• Karena maunya jalan pintas, lembaga-lembaga litbang tidak dapat berkembang. Jadi
penelitian bukan ujung tombak. Mestinya kebijakan itu harusnya didahului dengan
riset. Ini yang harus dikembangkan. Untuk pa Dedi, ini bukan dikotomi ekonom dan
teknokrat. Ini juga peran media yang mengdikotomikan. Strategi menumbuhkan
nasionalisme dan kreatifitas. Misalnya carefour semua merk carefour. Indomaret
semua merk Indomaret untuk cabe merahpun. Sehingga inovasi itu, kreatifitas di
setiap daerah pun tidak muncul. Tidak menghargai ownership. Kreatifitas lokal tidak
muncul. Agak susah regulasinya. Jadi banyak sekali yang harus diselesaikan dalam
lima tahun. Kata kunci : good bye China, hello Indonesia. Syaratnya satu : strong
leadership. Plan, Planning, and Planner. Apapun yang direncanakan kalo tidak ada
strong leadership, maka tidak akan terlaksana (Prof. Kasyful)
130
• Kita semakin terperangkap pada mekanik. Tapi tetap kita harus melakukan prediksi-
prediksi. Tapi paling tidak dalam pembangunan manusia ada empat dimensi : fisik,
psikologi, spiritual, social. Selain itu, intergrasi pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
“Menciptakan iklim yang memberdayakan”. People Center.
• Kelembagaan di Kemenristek harus dikembangkan lagi, untuk memperkuat teknologi
permesinan. Mekanisme yang terlalu birokratis dapat menghambat inovasi.
Mekanisme riset dianggap sama dengan realisasi fisik. Hampir semua pemprov sudah
punya pusat inovasi di bawah balitbang. Hanya belum efektif menjalankannya.
Otonomi daerah juga kebablasan : mestinya di tingkat provinsi bukan di kabupaten
kita. Inovasi itu basicnya kreatif. Orang-orang kreatif memang susah diatur. Jadi
perlu manajemen inovasi. Tanpa iptek inovasi tidak jalan. (Prof. Harmen. USU)
• Salah satu kendala lagi adalah “mengurus paten” yang memakan waktu 3-5 tahun.
Inovasi bisa tumbuh kalo ada kemudahan dalam mengurus paten tersebut. Dirjen
HAKI dibandingkan ke Jepang dalam 3 bulan sudah keluar. Sebenarnya dari sawit itu
akan ribuan HAKI. Di Malaysia sudah diproduksi besar-besaran. Kalo produksi skala
kecil sudah dilakukan oleh penduduk. Jadi harus ada penguatan SDM di Dirjen
HAKI. Jadi salah satu hal untuk memperkuat inovasi adalah memperkuat Dirjen
HAKI (jumlah dan kualitan SDM). Sebenarnya ada pusat-pusat HAKI di daerah.
Harus juga punya link ke luar negeri.
• Siapa yang paling bertanggungjawab kalo sistem inovasi tidak jalan? Mestinya
innovation award yang Kementerian Ristek. Ini salah satu contoh mengatasi masalah
dengan membentuk lembaga baru (misalnya KIN, Dewan Riset, Pusat Riset di
daerah), malah menimbulkan masalah lain.
• Sebenarnya antara DPRD dan pemerintah daerah itu harus dibangun suatu mekanisme
check and balances. Jadi DPRD tugasnya melakukan fungsi check and balances
dengan menganut prinsip-prinsip demokratis. Tapi kan kenyataannya, terutama sejak
belakangan ini yang muncul persoalan-persoalan relasi di antara kedua lembaga ini –
eksekutif dan legislatif – masih naik-turun berkaitan dengan berbagai agenda. Banyak
sekali agenda-agenda tertentu dari DPRD. Meskipun mereka anggota DPRD tapi
mereka lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang misalnya untuk membangun
aspirasi rakyat. Jadi relasi dengan pemerintah daerah, seringkali terjadi tarik menarik
kepentingan sehingga “mengganggu” kinerja pemerintah kota.
• Nah itu kan mestinya Demokrat menjadi “leading” di dalam permainan politik di
Medan, tapi ternyata itu tidak terjadi, karena di dalam fraksi Demokrat sendiri
131
terpecah lagi menjadi fraksi-fraksi. Karena yang 50 orang anggota ini juga punya
kepentingan. Hal ini memperlemah posisi mereka, yang juga memperlemah fungsi
pengawasan. Nah ini yang menyebabkan pengaruh terhadap efektifitas pemerintah.
Pemerintah kota juga ... bagaimana ya karena ini perangainya Walikotanya juga yang
tidak mampu menunjukkan kinerja yang baik, yang juga punya kepentingan dan
agenda sendiri. Mereka melakukan tawar-penawar di tengah situasi seperti ini.
• Tentang netralitas birokrasi bagaimana pa? Berjalan tidak pa? BA : Oh tidak berjalan.
Kalau kita lihat pilkada-pilkada, soal pelayanan publik pun birokrasi tetap memihak
kepada partai tertentu atau pihak yang memiliki kedekatan dengan pihak tertentu.
Kedua pengertia memihak itu misalnya pilkada di manapun, birokrasi di republik ini
tidak pernah netral.
• Sepanjang birokrasi itu dapat melayani masyarakat dengan baik. Apa yang rakyat
rasakan adalah melalui pelayanan masyarakat ini. Jadi harapannya akan muncul
melalui perbaikan pelayanan publik. Apabila pelayanan publik ini lebih baik, lalu
memperhatikan aspirasi raktat, tidak berbelit-belit, dan masyarakat mudah
mendapatkan “akses” terhadap pelayanan publik, maka harapan itu ada.
• Jadi masyarakat tidak peduli mau netral atau tidak ... yang paling penting adalah
pelayanan publik itu. Bagaimana meningkatkan kepercayaan masyarakat.
• Sejak pelaksanaan otonomi daerah 1998, kabupaten/ kota sulit dikontrol. Bahkan
Gubernur pun seringkali diabaikan oleh mereka-mereka ini. Karena juga mereka tahu
“legalitas” atau keabsahan dia lebih kuat (misalnya sumber daya alam atau sumber
daya politik) dibandingkan dengan Gubernur. Misalnya di Mandailing, punya
tambang itu kan bukan milik provinsi, tapi dimiliki oleh kabupaten. Jadi dengan
penguasaan seperti itu kan bagi mereka lebih mudah untuk melakukan peng-kaplingan
atau distribusi lahan kepada siapapun. Kewenangan seperti ini yang sangat sulit untuk
dikontrol oleh siapapun.
• Saat ini untuk meraih suara partai lebih banyak melakukan politik “belas kasihan”.
Tidak ada waktu dan dana yang cukup untuk melakukan pendidikan politik. Mereka
mendatangi konstituen hanya untuk “mempopulerkan diri” dan berkumpul-kumpul
dalam rangkan memenangkan salah satu calon. Tidak ada kegiatan yang
mencerdaskan rakyat, sadar politk, atau melakukan pembangunan melalui kader-kader
politik yang militan. Pada saat ini anggota DPRD tingkat kota/kabupaten masih
“mencari pekerjaan” sebagai anggota DPRD. Tidak ada idealisme. Ada OKB yang
semula pekerjaannya tidak jelas. Bos-bos lokal, yang sedikit preman. Setelah menjadi
132
anggota DPRD malah menjadi kontraktor hasil membangun jaringan nepotistik.
Jaringan ekonomi dengan bos-bos lokal. Mereka menjadi aktor ekonomi baru setelah
menjadi elit lokal. Mereka menjadi “punya pekerjaan” setelah menjadi anggota DPRD
terutama yang terkait dengan bisnis-bisnis perijinan. Hal ini juga terkait dengan
kemampuan analisis mereka. Selama ini saya yang menyiapkan pidato atau bahan-
bahan talk-show mereka. Oleh karena itu, ke depan semestinya pendidikan minimal
anggota DPRD adalah S1. Paling tidak ada perantauan intelektual yang cukup.
Catatan Wawancara dengan Walikota Surabaya
Selamat datang di Kota Surabaya, sebetulnya kami mencoba melihat bagaimana
Surabaya ini lebih nyaman dan menjadi rumah bagi masyarakat Surabaya itu sendiri, artinya
bukan cuman rumah tapi memilki ruang, seluruh aktivitas mulai dari sekolah, bekerja, tempat
rekreasi itu terakomodasi, makanya pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA bersifat gratis
bahkan pendidikan swasta pun di berikan kebijakan yang sama. Dalam bidang kesehatan pun
di berikan bukan hanya kepada orang miskin saja yang memiliki kartu jamkesmas, bahkan
yang tidak memiliki kartu pun tetap diberikan kebijaksanaan. Anak yatim diberi makanan
setiap hari bahkan lansia pun diberi makan 4 kali dalam seminggu dan itu semua free. RT dan
RW di fasilitasi internet secara gratis agar supaya komunikasi dengan pemerintah kota bisa
lancar, dalam 2 tahun ini kota Surabaya sudah tidak banjir. Luas Surabaya ini ½ dari kota
Jakarta, penduduknya pun 1/5 dari kota Jakarta , tapi uang Surabaya itu 1/10 dari kota Jakarta
karena Jakarta itu provinsi sedangkan Surabaya cuman kota. Dalam setahun pemkot itu
menggelontorkan 500-600M untuk penggangguran di kota Surabaya (padat karya),
pemberlakuan jam malam untuk anak kecil. Ambulance dan mobil jenazah itu berlaku 24 jam
untuk masyarakat kota Surabaya.
Diskusi
• Dalam penerapan awal bagaimana pengaruhnya dengan APBD?
Tidak ada masalah dengan APBD, awalnya dicoba di pendidikan dan ternyata
mencapai 30% dan memang tidak menjadi kendala ,ada pendekatan yang dilakukan
dengan cara pengecilan struktur organisasi pemerintahan. Tidak ada transaksi kas
yang dilakukan di Surabaya semuanya melalui media eletronik bahkan transaksi
keuangan pun diterapkan metode yang sama (paper-less). Tenaga yang dibutuhkan
pun menyusut. Kebutuhan warga kalo bisa dipenuhi semua, semua ide tentang
perubahan Surabaya memang tercipta dari Ibu walikota sendiri dengan di bantu
dengan aparat yang menjalankannya.
133
• Apakah ada batasan waktu?
Ada batasan waktu untuk satu program, sebagai contoh Surabaya single window/
masalah perizinan yang akan launching pada hari ulang tahun kota Surabaya,
pembatasan waktu ini agar semua pekerjaan bisa efektif, jadi dalam leadership
(kepemimpinan) keras kepala itu perlu. Demokratis itu sebenarnya apa? Sepanjang
masyarakat itu kebutuhanya terpenuhi maka itu yang di anggap demokratis. harus ada
partisipatif dalam suatu kepemimpinan.
• Bagaimana dengan DPRD?
Awalnya DPRD menolak, tetapi setelah melihat hasilnya maka DPRD pun simpati
karna masyarakat banyak yang merasakan betul program yang jalan.
• Dalam rangka reformasi birokrasi, pak Wapres pernah menyatakan bahwa birokrasi
itu mesti netral jadi bebas dari intervensi politik?
Kami tidak pernah bicara politik dalam menjalankan program, dalam artian kalo
masyarakat senanag dengan apa yang kita capai maka tidak perlu kampanye lagi
untuk melanjutkan pilwalkot kedepan. Kalo masyarakat itu diperhatikan maka dia
akan memberikan yang lebih buat pemerintah.
• Mengenai pengelolaan birokrasinya, ketika ibu walikota melontarkan ide awal
mungkin ada keraguan, bagaimana mengatasi keraguan itu?
Karena kita berangkat dari birokrat, maka para staf ini sudah mengerti track record
saya jadi mereka ini nda pernah merasa ragu apalagi bertanya. Dari awal saya
menjabat pun kami tidak pernah rapat staf karna mereka tahu akan maksud saya untuk
menjadikan Surabaya ini sebagai rumah yang nyaman bagi masyarakat
• Usaha ibu walikota untuk melakukan perubahan-perubahan pada kota Surabaya ini,
apakah itu di sertai dengan perubahan mindset?
Pasti, karna yang paling utama itu adalah contoh, artinya dalam pelayanan kita harus
turun lansung ke lapangan, jadi dengan menunjukkan peran besar buat masyarakat
• Menyangkut perencanaan, perencana itu dimensinya panjang dan menengah nah itu
diperkuat dengan proses transformasi fisik, ekonomi, social dan lingkungan dalam
artian bagaimana bisa bertranformasi sehingga itu tidak menghasilkan masalah?
Kita melakukan analisa dahulu setelah mendapatkan laporan, setelah di analisa maka
kami akan memberikan pelayanan. Kita punya data kemiskinan di kota Surabaya ini
dalam artian apabila dalam sebuah keluarga ada warga yang tidak kerja di usia kerja,
maka kami akan berikan fasilitas pekerjaan yang layak dengan kemampuannya. Jadi
treatmentnya nda bisa ditangani UKK dalam pengentasan kemiskinan, kita harus
134
fokuskan dulu dalam kemiskinan harus detail. Adapun pembiayaannya diambil dari
APBD, pedekatannya apa yang dilakukan dengan DPRD?
• Menurut ibu walikota, apakah pengetahuan pemerintahan dibutuhkan untuk seorang
kepala daerah?
Perlu, tapi tidak hanya pemerintaham tapi perencanaan juga diperlukan, bagaimana
pengembangan wilayah kota itu sebenarnya, bagaimana cara mensejahterakan
masyarakat, bagaimana pelayanan yang baik itu semua di perlukan dalam memimpin
suatu daerah.
• Perencanaan jangka panjang itu dituangkan dalam implementasi DTUD, perencanaan
jangka menengah itu dituangkam dalam visi
• Tentang pembagian urusan Pusat, Provinsi dan Kota? Komentar ibu walikota
bagaimana?
Harusnya pemerintah pusat melakukan pekerjaan yang detail dan full, jangan stengah-
stengah, harus ada konsistensi sesuai dengan RPJM yang telah ada, agak beratnya
yaitu anggaran disedot provinsi tapi pekerjaan diberikan kepada pemerintah kota.
• Untuk dimensi kedepan, masalah transportasi kedepan itu bagaimana dalam hal
jangka panjang apakah akan ada perubahan pemikiran?
Itu sudah kami fikirkan semua, kita telah memikirkan dalam hal 3 dimensi, yaitu
bukan cuman satu hal saja yang akan menjadi masalah
• Angkutan massal untuk kota Surabaya itu apakah sudah mutlak?
Sudah,mengenai rel kereta api yang dulunya di hapus sekarang sudah dibangun lagi
,monorel sudah kami siapkan untuk kota Surabaya.
• Mengenai Governance (tata kelola) dan kelembagaan, tentang presiden yang terpilih
nanti, apakah layak untuk di kerjakan dalam artian untuk membenahi maslah tata
kelola dan kelembagaan itu sendiri?
Terlalu besar lembaga yang akan kita rubah, kita jangan menambah lembaga lagi kalo
bisa kita rampingkan saja untuk efektifitas kinerja pemerintahan,yang jadi masalah
dalam kelembagaan itu tentang pembagian urusan karena dalam kelembagaan itu
selalu saja sektoral,bagaimana membongkar masalah-masalah itu sendiri,cuman satu
caranya yaitu dalam pasal menyatakan mengerjakan suatu masalah sesuai dengan
tugas dari pimpinan.
• Bagaimana menjalankan visi- misi yang telah ada?
• Mengatur APBD dan mensinkronkan dengan APBN, bagaimana ibu walikota bisa
menyesuaikan dengan kota Surabaya?
135
Dalam musrembangda itu semua dibahas, karena dalam tatanan kota Surabaya saya
harus keras bahkan DPRD pun saya ajak berdiskusi untuk menjelaskan semua
mainstreaming yang telah saya lakukan di kota Surabaya.
• Anggaran APBD 5,9 Triliun, sedangkan untuk belanja pegawai 35% itupun ada
bantuan hibah
• Jadi penentuan hal-hal dasar dulu yang perlu di tangani, dan itu menjadi issu
bagaimana menjadikan kelembagaan berdasarkan pemikiran dasar. Harus ada
keberanian untuk membangun daerah itu sendiri. Kebih baik kita di benci sekali sama
masyarakat asalkan kita punya arti buat daerah kita sendiri. Di awal reformasi dalam
hal Otonomi di Bappenas itu sendiri kita kalah, karena menurut kami di Bappenas ada
perbedaan antara penyususn dengan Tim dari Bappenas itu sendiri dalam artian kita
bukan butuh kebebasan tapi kita harus bersikap realistis dulu. Tidak cuman fisik tapi
perubahan budaya, dalam RPJMN itu ada pendekatan budaya yang sangat kuat.
Bagaimana memasukkan aspek budaya kedalam maslah-masalah itu sehingga tercipta
kerjasama dan mungki itulah yang diharapkan dalam Otonomi daerah itu.
Kasus Pengembangan Panas Bumi
Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, permintaan akan energi di
Indonesia tumbuh dengan pesat. Kebutuhan energi tersebut, listrik di antaranya, belum dapat
dipenuhi dengan baik, ditunjukkan di antaranya dengan rasio elektrifikasi nasional yang
masih rendah (79 persen). Di sisi lain, Indonesia memiliki berbagai macam sumber energi,
baik dari bahan bakar fosil maupun sumber energi terbarukan, termasuk panas bumi.
Cadangan panas bumi Indonesia cukup besar, diperkirakan sekitar 40 persen dari cadangan
panas bumi dunia. Sebagai bahan bakar pembangkitan listrik, panas bumi memiliki
keunggulan karena ketersediaan bahan bakarnya yang stabil (dan murah), dan layak
dimanfaatkan sebagai pemikul beban dasar (base load). Panas bumi tersedia setempat, tidak
dapat diekspor. Panas bumi menghasilkan emisi karbondioksida yang rendah dibandingkan
bahan bakar fosil.
Mempertimbangkan potensi dan keunggulan panas bumi di satu sisi dan kebutuhan listrik
yang sangat besar di Tanah Air, menjadi pertanyaan: mengapa pemasokan listrik dari sumber
panas bumi di Indonesia selama ini masih sangat rendah? Mengapa target-target penambahan
kapasitas pembangkit listrik panas bumi belum dapat tercapai? Bagaimanakah hal ini dapat
ditinjau dari aspek institusi?
136
Pendirian PLTP pertama di Indonesia (PLTP Kamojang, mulai beroperasi tahun 1983)
diawali dengan 2 buah Keppres: Kepres No. 16/1974 yang memerintahkan Pertamina
melakukan eksplorasi), serta Kepres No. 22/1981 memerintahkan PLN membangun PLTP.
Kepres tersebut juga telah menjadi dasar bagi penambahan kapasitas panas bumi setelahnya.
Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi, yang diikuti dengan reformasi di bidang
politik. Hal ini ditandai antara lain dengan keputusan pemilihan Presiden langsung oleh
rakyat, ditingkatkannya peran partai politik, dan digulirkannya otonomi daerah. Seiring
dengan “reformasi” yang dilakukan, sejumlah undang-undang baru juga telah diterbitkan,
termasuk yang berkaitan dengan sektor energi.
Tahun 2003 diterbitkan UU mengenai Panas Bumi (UU No. 27/2003). Selain UU
Panas Bumi, di sektor energi juga diterbitkan UU 22/2001 mengenai Minyak & Gas Bumi,
UU Kelistrikan 20/2002 (diubah menjadi 30/2010), UU Energi (30/2007), UU Pertambangan,
Mineral & Batubara. Sebelum dan sesudahnya juga telah diterbitkan berbagai UU mengenai
Otonomi Daerah. Di samping itu juga diterbitkan berbagai UU Sektor, seperti UU
Kehutanan, dan pengaturan seperti UU BUMN (19/2003), UU Persaingan Usaha, UU
Lingkungan, dsb.
Diterbitkannya berbagai macam UU tersebut, memiliki dampak yang besar bagi
pengembangan panas bumi. Kewenangan pemberian WKP (Wilayah Kerja Penambangan
Panas Bumi) yang semula terpusat kini di distribusikan ke Pemerintah Pusat,
Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Penggunaan lahan untuk pengusahaan panas bumi kini
membutuhkan perizinan yang ketat dari sektor Kehutanan. Seringkali proses perijinan
tersebut memakan waktu lebih dari 8 tahun. Kesepakatan mengenai tarif (PPA: power
puchase agreement) tidak lagi mudah dicapai karena BUMN yang terlibat (baik sebagai
pemasok maupun penampung) harus sangat ketat mempertimbangkan motif keuntungan.
Perubahan kewenangan membawa masalah karena institusi yang mendapat tugas baru tidak
siap untuk melakukannya, karena langkanya pengalaman dan kepemilikan sumberdaya
manusia.
IV.2. Hasil Analisis
• Otonomi Daerah. Di dalam berbagai pelaksanaan program pembangunan tercermin
ketidaksiapan pemerintah. Misalnya pelaksanaan otonomi daerah. terjadi salah
pemahaman yang menyebabkan kerancuan dalam hubungan antar provinsi, atau
antar kabupaten/ kota di dalam provinsi. Terjadinya ego-provinsi atau persaingan
antar daerah yang tidak sehat, padahal sebetulnya tujuan adanya kebijakan otonomi
137
daerah adalah terciptanya net-working dan sinergi antar pemerintah daerah. Selain
itu, otonomi daerah telah mengungkap adanya ketidaksiapan birokrasi menjadi
perangkat daerah yang kompeten dan siap bersaing. Jadi dua isu strategis otonomi
daerah yang perlu dicarikan solusinya adalah : (1) kejelasan dan kepastian aturan
pembagian fungsi dan urusan, serta struktur organisasi pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten/ kota; dan (2) evaluasi dan kontrol terhadap pelaksanaan pemekaran
daerah yang tidak berhasil memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat.
• Demokratisasi. Pemilihan langsung telah membawa konsekwensi demokratisasi
yang kurang tepat pada beberapa hal, karena tidak diikuti dengan ‘kedewasaan”
berpolitik yang seharusnya dimiliki para aktor politik dan pendidikan politik bagi
masyarakat. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan dan status pekerjaan asal para
aktor politik lokal, menyebabkan terjadinya politik kotor, tidak beradab dan “saling
menjatuhkan”. Apabila kedua pihak yang berlawanan berada pada posisi yang
sama-sama memiliki kewenangan, maka hal ini akan mengganggu sistem yang
seharusnya dibangun bersama-sama secara objektif. Ilustrasi ini sering terjadi di
dalam perseteruan antara partai mayoritas di DPRD dan Kepala Daerah terpilih.
Implikasi terpilihnya anggota DPRD yang semula pengangguran, sering menjadi
pengganggu objektifitas pelaksanaan sistem pengadaan barang/ jasa termasuk e-
procurement, karena yang bersangkutan sudah berubah menjadi pengusaha yang
ikut dalam suatu tender.
• Kelembagan Riset. Isu-isu dalam hal kelembagaan riset antara lain adalah : (1)
belum jelasnya fungsi dan hubungan di antara lembaga-lembaga riset di berbagai
intansi pemerintah dan di perguruan tinggi; (2) hubungan dengan dunia industri;
(3) pengelolaan hak paten dan HAKI; dan (4) keterkaitan antara research to policy.
Isu-isu tersebut di atas menyebabkan dorongan bagi peneliti di dalam negeri untuk
mengembangkan berbagai inovasi dan Iptek menurun dan kurang memberikan
insentif terutama apabila dibandingkan dengan mekanisme pengelolaan inovasi dan
pengelolaan riset di negara lain.
• Pelayanan Publik. Bagi masyarakat yang paling penting itu adalah terpenuhinya
pelayanan dasar. Siapapun pemimpinnnya, apapun partainya, selama masyarakat
puas dan memiliki akses yang sama, maka kehadiran pemerintah akan dirasakan.
Hal ini menegaskan kehendak masyarakat yang menyatakan bahwa pemerintah
138
yang efektif adalah pemerintah yang dipercaya oleh rakyatnya, karena dianggap
mampu memenuhi kebutuhan dasar.
• Netralitas Birokrasi. Pengertian birokrasi yang netral menurut Wapres Budiono
adalah mesin birokrasi yang bersih dari intervensi politik dan kepentingan bisnis
tertentu. Temuan yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa hal ini sangat
ditentukan oleh karakteristik pemimpinnya. Seorang Kepala daerah yang terlihat
oleh warganya “sangat membela dan berpihak” kepada rakyat, “nothing to lose”,
tegas dan mampu memberikan kepastian (hukum), sedikit-demi-sedikit mampu
“memukul” mundur para pihak yang semula berniat untuk melakukan intervensi
politik maupun intervensi bisnis. Hubungan dengan legislatif-pun menjadi semakin
mudah karena proses dan hasilnya secara transparan dapat terlihat langsung oleh
seluruh warga. Dalam hal ini peran Pemimpin yang berkarakter dan forum media
yang transparan sangat menentukan efektifitas proses.
• Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran. Komponen paling lemah dalam sistem
perencanaan adalah : (1) sumber-daya manusia tidak kompeten; (2) data tidak
akurat dan tidak up-date; dan (3) pedoman yang sering berubah-ubah.
Kelemahan sumber daya manusia bukan hanya berkenaan dengan birokrasi, tapi
juga dengan para legislator, mulai dari pemahaman siklus perencanaan, perumusan
kebijakan, sampai kepada menggunakan data, angka statistik, peta, hasil-hasil riset
dan evaluasi kebijakan sebelumnya. Ketersediaan data yang akurat dan up-date
juga sering menjadi kendala, karena faktor kemalasan dan keterbatasan alokasi
anggaran. Dalam hal pedoman penyusunan rencana dan anggaran, selain sering
berubah-ubah, juga membingungkan karena berbeda instansi berbeda pula petunjuk
(misalnya Bappenas dan Kemendagri bagi perencana di daerah).
• Sikronisasi regulasi antar-sektor dan Konsistensi regulasi inter-sektor. Bercermin
dari kasus panas bumi di atas, ketidak-konsistenan regulasi inter-sektor energi
(panas bumi) menyebabkan ketidak-sikronan regulasi dengan sektor kehutanan.
Berbagai aturan mulai dari Kepres sampai dengan UU Energi dan UU Baminerba,
serta keterkaitannya dengan UU Kehutanan, Persaingan usaha dan Lingkungan,
perlu dikaji ulang untuk menelusur dan memastikan pengelolaan panas bumi, sejak
dari hulu sampai hilir yang efektif dan bermanfaat. Selain itu, hal penting yang
perlu dirumuskan antara lain perumusan peningkatan kapasitas instansi pelaksana
139
dan sumber daya manusia, serta penguatan kapasitas institusi pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan energi panas bumi.
• Dengan menggunakan aplikasi Analytical Network Process (ANP) isu-isu strategis
yang semula dirumuskan ke dalam empat isu : (1) belum meratanya kapasitas tata
kelola yang baik dalam mendukung kelembagaan yang efektif; (2) tumpang-tindih
fungsi organisasi; (3) regulasi yang tidak singkron dan tidak konsisten; dan (4)
konektivitas nasional yang tidak nyambung; setelah dianalisis maka mengerucut
menjadi dua isu strategis pokok, yaitu
140
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
V.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan
(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain
Top Related