PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PENDAMPINGAN
ANAK DENGAN DISABILITAS DAN ORANG TUANYA
PADA YAYASAN SAYAP IBU BANTEN
SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Sosial (S.Sos)
Oleh:
TIO AJIE SEPTIAN
1111054100033
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
i
ABSTRAK
Tio Ajie Septian
1111054100033
Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan
melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunnyai
ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara
pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dari sejak
dini, anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental dan sosial. Dan adapun dalam fenomena
dan realita kehidupan sering kali kita jumpai seorang anak yang kondisi fisiknya tidak
pada kondisi sempurnya. Dan ini menjadi hambatan baginya untuk dapat menjalani
kehidupan dengan sebagaimana mestinya. Untuk itu dirasa perlu untuk membuat
serangkaian kegiatan atau pelayanan guna menolong anak tersebut. Dalam hal ini
kaitannya sangat erat dengan bidang kesejahteraan sosial yaitu usaha kesejahteraan
sosial khususnya kaum disabillitas. Maka dengan dirasa sangat perlunya usaha tersebut
dilaksanakan, dalam kesempatan ini penulis akan mencoba menjabarkan bagaimana
usaha kesejahteraan sosial melaui Peran Pekerja sosial yang dilakukan di Lembaga
disabilitas Yayasan Sayap Ibu Bintaro dalam usaha pendampingan yang dilakukannya
baik itu kepada anak disabilitas maupun orang tuanya.
Adapun metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata yang terrtulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang diamati.
Untuk pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan 7 orang responden, terdiri
dari 2 orang pekerja sosial, 2 orang penerima layanan, dan 3 orang petugas non pekerja
sosial. Dalam pemilihan informan, penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, sedangkan uji validitas data menggunakan triangulasi sumber.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa peran yang pekerja sosial YSIB
melakukan peran diantaranya yaitu fasilitaor, broker (pengubung), Mediator, Pembela,
Pelindung. Adapun untuk peran tambahan yang dilakukan oleh pekerja sosial yaitu
berupa motivator, dalam berbagai kesempatan pekerja sosial kedapatan memberikan
motivasi dalam proses pendampingan, serta peran monitoring yaitu pekerja sosial
mengawasi bagaimana program pelayanan berlangsung dengan baik melalui
pendampingan yang dilakukannya.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya. Sehingga pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Peran Pekerja Sosial dalam pendampingan anak disabilitas dan orang
tuanya di Yayasan Sayap Ibu”.
Pada kesempatan ini pula, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang sangat berperan penting membantu dalam proses
penyusunan skripsi ini, antara lain:
1. Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serta karunianya sehingga penulis
dapat menjalani kehidupan dengan baik walaupun banyak kerikil tajam, akan
tetapi dengan bantuan dan pertolongannya sehingga penulis dapat melalui itu
semua dan menyelesaikan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakulltas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nunung Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku dosen pembimbing bagi peneliti, yang
telah banyak memberikan bantuan, pengarahan, pengetahuan dan bersedia
meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk membantu peneliti dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan
keikhlasan yang telah beliau curahkan.
6. Seluruh Dosen prodi kesejahteraan sosial yang telah banyak membimbing
peneliti untuk terus semangat menjalani studi, yang telah banyak memberikan
banyak bantuan, keilmuan kepada peneliti selama kuliah.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmunya yang cukup banyak kepada peneliti, dan Staf karyawan
yang telah membantu peneliti dalam berbagai prosedur perkuliahan.
iii
8. Yayasan Sayap Ibu Bintaro, yang telah bersedia memberikan kesempatan
kepada peniliti untuk melakukan penelitian terkait dengan Peran Pekerja Sosial.
9. Bapak Zulfahmi, & Bapak Doni Romdoni selaku Pekerja Sosial YSIB yang
selama penelitian berlangsung telah banyak memberikan pengarahan serta
bantuan kepada peneliti sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
10. Kedua orang tua saya, Bapak M. Syahroji & Ibu Suwartini yang telah
memberikan segenap daya upaya yang dimiliki sehingga peneliti bisa sampai
pada tahap ini.
11. Adik yang saya sayangi, Salsya Arsalty & Bella kinanti yang cukup menjadi
inspirasi bagi peneliti untuk tetap terus berjuang selama masa kuliah.
12. Teman-teman keluarga besar mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, khusnya angkatan 2011 yang telah sama-sama berjuang
bersama peneliti selama proses perkuliahan.
13. Terima kasih kepada mba Lianisari yang selama kuliah telah cukup banyak
membantu peneliti.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
mengingat kemampuan dan keterbatasan waktu peneliti. Akhir kata, semoga Allah SWT
melimpahkan keberkahan dan segala bimbingan, bantuan dan jasa semua pihak yang
telah diberikan kepada peneliti.
Jakarta, 28 Mei 2018
Tio Ajie Septian
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 5
1. Pembatasan Masalah .................................................................... 5
2. Perumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 5
1. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
2. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 6
E. Metodologi Penelitian ........................................................................ 7
1. Pendekatan Penelitian ................................................................. 7
2. Jenis Penelitian ............................................................................ 8
3. Sumber Data ................................................................................ 9
4. Teknik Pemilihan Informan ......................................................... 10
5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 10
6. Teknik Analisa Data .................................................................... 11
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................... 12
8. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 12
BAB. II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Peran ................................................................................ 14
B. Profesi Pekerjaan Sosial .................................................................... 14
1. Pengertian Pekerja Sosial ............................................................ 15
C. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial ........................................................ 17
v
D. Peran Pekerja Sosial .......................................................................... 17
E. Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial ........................................................... 19
F. Pengertian Pendampingan ................................................................. 23
G. Pengertian Anak ................................................................................ 24
H. Pengertian Disabilitas ........................................................................ 24
I. Pengertian Orang Tua ........................................................................ 27
J. Kerangka Berpikir ............................................................................. 30
BAB III. GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah lembaga .................................................................................. 31
B. Karakteristik Lembaga Berdasarkan Tipologi Organisasi Pelayanan
Kemanusiaan (Human Service Organizations) .................................. 33
C. Alur dan Prosedur Pelayanan Klien.................................................... 36
D. Struktur Manejemen Lembaga ........................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran Pekerja Sosial dalam Pendampingan Anak Disbilitas Dan
Orang Tuanya Di Yayasan Sayap Ibu Bintaro ................................... 40
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 50
B. Saran ................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak sejatinya adalah sebuah ruh atau jiwa yang dibalut dengan jasad
yang dititipkan oleh Allah SWT kepada para orang tua. Oleh karena titipan
dari Tuhan (Allah SWT) maka secara langsung para orang tua telah diberi
amanah untuk dapat mendidiknnya dengan baik. Sesuai dengan firman Allah
SWT Surrah Al-Mukminun ayat 12-14:
ساىخلق اولقد علقة الط فةخلق اثن (٢١)هكيي قرار فيط فة جعل اثن (٢١)طيي هي ساللة هي اإل
غة ال علقةفخلق ا غةفخلق اهض اال وض اعظاه اال عظامفكسو و اثن لح شأ فتباركآخرخل ق اأ سيللا أح
٢١)ال خالقيي
Artinya :
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
2
Akan tetapi karena Tuhan maha berkehendak pada segala sesuatu dan
makhluknya yaitu manusia. Maka dalam hal ini seorang anak pun tidak luput dari
kuasa Tuhan (takdir) Allah SWT.
Karena itulah tidak jarang pula ita jumpai kondisi anak manusia dalam bentuk
yang kurang sempurna baik itu secara fisik maupun kondisi batinnya. Yang bisa
saja didapati sejak ia lahir atau pun seiring dengan berjalannya waktu kehidupan.
Mungkin dengan kondisi yang terbatas tersebut Tuhan ingin menguji manusia
sebagai makhluknya. Dan sebagai makhluk yang beriman, kita harus menyadari
serta tidak berputus asa dalam menjalani ujian dari Tuhan YME.
Adapun data mengenai jumlah kaum disabilitas di indonesia yaitu :
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, pada 2010
tercatat jumlah penyandang disabilitas mencapai sekira 9.046.000 jiwa dari sekira
237 juta jiwa. Jika dikonversi dalam bentuk persen, jumlahnya sekira 4,74 persen.
Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Teguh Pramono menjelaskan,
jumlah tersebut dibagi ke dalam beberapa kategori.
"Cacat melihat kategori ringan sebanyak 5.313 jiwa dan parah sebanyak 507 jiwa.
Cacat mendengar kategori ringan sebanyak 5.268 jiwa, sementara kategori parah
456 jiwa," kata Teguh kepada Okezone, Kamis (3/11/2015).
Untuk disabilitas yang kesulitan berjalan atau menaiki tangga, kata dia,
kategori ringan berjumlah 2.432 jiwa sementara kategori parah sebanyak 656
jiwa. "Penyandang cacat yang kesulitan mengingat atau konsentrasi, termasuk
seperti autis atau down syndrome, kategori ringan sebanyak 2.126 jiwa sementara
kategori berat sebanyak 616 jiwa," katanya
Ia melanjutkan, penyandang cacat yang kesulitan mengurus diri sendiri dalam
kategori ringan sebanyak 1.511 jiwa sedangkan kategori parah berjumlah 533
jiwa.
3
Teguh menambahkan, pendataan terhadap kaum disabilitas dibatasi dari usia 10
tahun ke atas, karena di usia tersebut masyarakat dinilai sudah bisa
mengidentifikasi dirinya sendiri. Sehingga, pendataan yang dilakukan menjadi
cukup proporsional.1
Pada abad ke dua puluh, hampir di semua masyarakat Barat, disabilitas
telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang
yang pincang, duduk di kursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan,
kekurangan pendengaran, sakit jiwa, dan gangguan jiwa. Orang-orang yang
memiliki kekurangan biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan
pelayanan sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga.2
Sebagian besar dari penyandang cacat tersebut adalah mereka yang masih
dikategorikan anak. Anak-anak butuh perhatian khusus terlebih lagi keadaan
sosial mereka masih sangat rentan mendapatkan diskriminasi dari lingkungan
mereka yang tergolong normal, keluargalah yang berperan penting dalam
perkembangan sosial anak agar menjadi pribadi yang baik di masa depannya.
Setiap anak juga memiliki Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya anak
berkebutuhan khusus, mereka juga diakui oleh masyarakat, Bangsa-bangsa di
dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian di
seluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak
membutuhkan perawatann, perlindungan, yang khusus, serta perlindungan hukum
baik sebelum maupun sesudah lahir.3
Anak-anak disabilitas juga mendapatkan perlindungan khusus. Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat menyebutkan bahwa pada
BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Sebagai berikut: Penyandang cacat adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental, yang dapat mengganggu
1 “Penyandang Disabilitas di Indonesia” https://news.okezone.com/read/2015/12/03/337/1260124/penyandang-disabilitas-di-indonesia-
mencapai-9-juta-jiwa artikel diakses pada 7 Juni 2018 2 Colin Barnes dan Goef Mercer, Disabilitas sebuah Pengantar. Penerjemah Siti Napsiyah dkk
(Jakarta: PIC UIN Jakarta), h. 1-2. 3 Syamsu yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya, Januari 2011), h. 36.
4
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktivitas
secara selayaknya, yang terdiri dari : (a) penyandang cacat fisik, (b) penyandang
cacat mental, (c) penyandang cacat fisik dan mental.4 Selanjutnya pada BAB III
Hak dan Kewajiban Pasal 5 yaitu setiap penyandang cacat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.5
Kita sebagai mahkluk yang paling berakal diantara makhluk Tuhan
lainnya. Hendaknya dapat tetap terus menjalani kehidupan dengan baik.
Walaupun dengan keterbatasan kondisi yang ada. Maka dalam hal ini dirasa perlu
ada nya serangkaian kegiatan pendampingan dan pemberian keterampilan agar
anak-anak dengan kondisi fisik yang terbatas dapat menjalankan kehidupan
dengan baik
Tentunya para orang tua sudah lebih dimudahkan dengan banyaknya
lembaga sosial yang ada, dan banyaknya perkembangan teknologi. Jadi apabila
terdapat orang tua yang mendapati anaknya pada kondisi yang kurang sempurna.
Dapat segera langsung mendatangi lembaga sosial setempat untuk meminta
pertolongan, guna mendapatkan pendampingan serta keterampilan, agar anak
tersebut lebih mudah menjalani kehidupannya. Salah satu lembaga yang peduli
terhadap anak disabilitas adalah Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan
inovasi pendekatan dalam penanganan anak, yaitu melalui pendekatan
psikososial.6
Oleh karena uraian tersebut dan dalam kaitannya dengan bidang kesejahteraan
sosial dan Pekerjaan sosial, maka pada kesempatan kali ini peneliti, mencoba
untuk meneliti mengenai peran yang dilakukan oleh Pekerja sosial di Lembaga
sosial yang menangani masalah disabilitas. Adapun Judul penelitiannya yaitu
“Peran Pekerja Sosial dalam pendampingan anak disabilitas dan orang tuanya di
Lembaga sosial. Dan untuk setting tempat pada penelitian kali ini penulis
mengambil settinng di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
4 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1 5 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5 BAB 3 6 Departemen Sosial RI, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migram (Jakarta: 2004), h.2
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis
membatasi permasalahan pada: Peran Pekerja Sosial dalam
pendampingan anak dengan disabilitas dan orang tuanya pada Yayasan
Sayap Ibu Bintaro.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah pokok sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Pekerja sosial dalam proses pendampingan anak
dengan disabilitas dan orang tuanya pada Yayasan Sayap Ibu
Bintaro?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penellitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mendeskripsikan peran Pekerja Sosial dalam proses
Pendampingan anak dengan disabilitas dan orang tuanya pada
Yayasan Sayap Ibu Bintaro.
2. Manfaat Penelitian
a. Segi akademis
1.) Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan
dengan konsep dan metodologi dalam penelitian.
2.) Penelitian ini dapat menambah sumbangan pengetahuan
tentang pelayanan anak dan peran Pekerja Sosial dalam proses
pendampingan anak disabilitas
3.) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen
perguruan tinggi yang berguna untuk rujukan bagi siapa saja
yang membacanya
6
b. Segi praktis
1) Bahan masukan bagi instansi atau lembaga yang fokus terhadap
anak berkebutuhan khusus (difable).
2) Memberikan masukan bagi Yayasan Sayap Ibu Jakarta atau
lembaga pelayanan kesejahteraan anak disabilitas dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan bagi penerima manfaat.
3) Memberikan masukan dan saran bagi Pekerja Sosial yang
bergerak dalam pendampingan anak disabilitas.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah
dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, agar terhindar dari kesamaan
judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya.
Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti menemukan skripsi
yang hampir sama dari segi judul yang penulis buat, tetapi peneliti akan
memaparkan sudut perbedaannya, yaitu:
1. Judul : Peran Pekerja Sosial terhadap biopsikososial spiritual
anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”
Bambu Apus Jakarta Timur
Nama : Ika Nurjayanti
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah
Program studi : Kesejahteraan Sosial
Dalam penelitiannya, Ika lebih menekankan pada aspek biopsikososial
spiritual anak tuna rungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara
“Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Walaupun pada variable
pertamanya sama dengan peneliti yaitu peran Pekerja Sosial akan
tetapi terdapat perbedaan pada objek penelitiannya yaitu Anak tuna
rungu, dan adapun setting tempat penelitian yang dilakukan juga
berbeda dengan peneliti.
7
2. Judul : Peran Pekerja Sosial dalam proses Resosialisasi anak yang
berhadapan dengan hukum (Studi Kasus Penerima Manfaat Di Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani Cipayung, Jakarta Timur)
Nama : Sonia Pratiwi
Perguruan tinggi : UIN Syarif Hidayatullah
Program Studi : Kesejahteraan Sosial
Dalam penelititannya, Sonia lebih menekankan pada Peran Pekerja
Sosial dalam bidang tugas Resosialisai anak yang Berhadapan Dengan
Hukum, serta objek penelitiannya yaitu anak dalam penerima manfaat
di sini juga tegolong dalam kondisi normal. Adapun juga latar tempat
yang dijadikan penelitian juga berbeda dengan peneliti, dalam hal ini
Sonia mengambil setting tempat di PSMP Handayani.
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui dalam suatu
penelitian untuk menghasilkan yang diinginkan tercapai. Metode
penelitian ini kemudian dibagi menjadi:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dipilih untuk mendapatkan fakta-fakta dan informasi
mengenai peran-peran Perkerja Sosial dalam Proses Pendampingan
anak disabilitas. Untuk mencapai tujuan penelitian dan
mendapatkan gambaran yang mendalam dari penelitian ini, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang
terrtulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang diamati.7
Menurut Crasswell sebagaimana dikutip oleh Eriyanto,
beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama,
7 Lexi .J. Moeleong. Metode penelitian Kuaalitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)
8
Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses dari pada hasil.
Kedua, penelitian kualitatif lebih memperhatikan interpretasi.
Ketiga, penelitian kualitatif merupakan alat utama dalam
mengumpulkan data dan analisis data serta penelitian kualitatif
harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi
di lapangan. Keempat, penelitian kualitatif menggambarkan bahwa
penelitian terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data dan
pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.8
Pendekatan kualitatif peneliti gunakan dengan beberapa pertimbangan,
yaitu pendekatan kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim dalam
mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-
perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan
bermakna di lapangan.9
Oleh karenaitu pendekatan tersebut dianggap tepat untuk menggambarkan
peran Pekerja Sosial dalam proses Pendampingan dengan tujuan agar penerima
manfaat dapat lebih berfungsi dengan baik di masyarakat.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study), studi
kasus merupakan penelitian tentang suatu “kesatuan sistem”. Kesatuan ini
dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang
terkait oleh tempat, waktu, atau ikatan tertentu. Studi kasus adalah
penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna dan
memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak
mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan
dari populasi. Kesimpulan studi kasus hanya berlaku untuk kasus tersebut.
8 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta : LkiS, 2001)
h.3 9 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2003), Cet
ke-2 , h. 39
9
Tiap kasus bersifat unik atau memiliki karakteristik sendiri yang berbeda
dengan kasus lainnya.10
Studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari
sustu “sistem yang berbatas” (bounded system) pada suatu kasus atau
beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data
secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang
kaya akan konteks. Sesuai dengan salah satu ciri dari model studi
kasus adalah keunikan dari kasus yang diangkat. Dalam studi kasus,
kasus yang diangkat biasanya kasus-kasus yang memiliki keunikan
dapat berupa program, kejadian, aktivitas atau subjek penelitian.11
Peneliti akan mencoba mencari tahu peran Pekerja sosial pada Proses
pendampingan anak dan Orang tua nya di lembaga sosial.
3. Sumber data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi
ini, maka penelitian ini menggunakan penelititan lapangan (field
research). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
dua macam, yaitu data primer dan data sekunder:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian, yakni Pekerja sosial yang melakukan proses
Pendampingan pada anak disabilitas dan orang tuanya di Yayasan
Sayap Ibu Jakarta.
b. Data Ssekunder, yaitu data yang peneliti peroleh baik berupa
dokumen, arsip-arsip, memo atau catatan tertulis lainnya yang
berkaitan dengan penelitian ini.
10 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian kualitatif, Cet. 1.
(Yogyakarta: Ar-ruz media, 2012), h. 61 11 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial, cet 3, ( Jakarta:
Salemba Humanika, 2012 ) h.76
10
4. Teknik pemilihan Informan
Teknik yang diguunakan oleh penulis untuk pemilihan informan dalam
penelitian ini adalah teknik Purposive sampling di mana pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang
apa yang kita harapkan.12
Adapun jumlah informan yang akan penulis wawancarai:
a. Manajer Yayasan Sayap Ibu Bintaro
b. Dua orang Pekerja sosial di Yayasan Sayap Ibu Bintaro.
c. Pada studi kasus ini penulis hanya menggunakan dua orang
penerima manfaat yaitu orang tua anak disabilitas yang
direhabilitasi di Yayasan Sayap Ibu, yang dibimbing oleh Pekerja
Sosial agar lebih fokus dan mendalam.
d. Dua orang pegawai non Pekerja Sosial di Yayasan Sayap Ibu
Bintaro. Guna, menambah informasi terkait dengan peran Pekerja
Sosial di Yayasan Sayap Ibu.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi yaitu pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama, yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah metode penggumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistemik dan berlandaskan
kepada tujuan penyelidik.13
Wawancara juga dapat dikatakan
sebagai percakapan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan
tertentu untuk mendapatkan data serta informasi yang kongkret
dari hasil pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
12 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2013),
Cet.19, h. 85 13 Ibid, h.63
11
b. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi
dokumen merupakan perlengkapan dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Maksud
pengumpulan dokumen ialah untuk memperoleh kejadian nyata
tentang situasi sosial sebagai faktor di sekitar subjek penelitian.14
Adapun studi dokumentasi yang penulis teliti yakni berupa brosur
profil lembaga, draft kepegawaian, dan dokumen lainya.
6. Teknik Analisa Data
Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan
mengurutkannya kedalam pola dan pengelompokan data. Nasir mengemukakan
analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena
dalam analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
memecahkan masalah penelitian.15
Ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis besarnya
dengan langkah-langkah sebagai berikut:16
a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilah data yang
relevan dengan proses pendampingan anak disabilitas dan orang
tuanya yang dilakukan oleh Pekerja sosial Yayasan Sayap Ibu.
b. Penyajian data, setelah data mengenai proses pendampingan anak
dan orang tuanya yang dilakukan oleh pekerja sosial Yayasan
Sayap Ibu diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan
dalam bentuk narasi, visual gambar, bagan, tabel, dan lain
sebagainya.
14 Heribertus B.Sutopo, Metodologi penelitian untuk ilmu-ilmu sosial dan budaya (Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 1996), h.36 15 Moh.Nasir D, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h.405 16 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet.
13, h.103
12
c. Penyimpulan data, pengambilan kesimpulan dengan
menghubungkan dari tema tersebut, sehingga memudahkan untuk
menarik kesimpulan.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi dengan
cara membandingkan dengan sumber-sumber data yang diperoleh
dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian. Adapun ketekunan
pengamatan, yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan
berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau
tentatif.
8. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Sayap Ibu Banten di Jl. Graha
Raya Bintaro no. 33 B Kelurahan Pondok Aren Kecamatan Pondok
kacang Barat Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan waktu penelitian
dilakukan pada bulan Februari s.d Juni 2018.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah
(Skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA Universittas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman skripsi
ini.
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan
dalam penelitian ini, maka penulis membagi dalam lima bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, Berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuann dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, pedoman skripsi, tinjauan pustaka, serta sistematika
penulisan.
13
BAB II Landasan Teori, Yang membahas mengenai pengertian
Peran, Pekerja sosial, pengertian pendampingan, definisi anak disabilitas
dan orang tua nya.
BAB III Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan sejarah
berdirinya Yayasan, landasan hukum, tugas pokok dan fungsi, struktur
lembaga dan divisi-divisi, tahapan pelayanan, manajemen program,
personalia, sarana dan prasarana, serta daya tampung.
BAB IV Pembahasan, menjelaskan atau analisa tentang peran
Pekerja sosial Pada proses pendampingan anak disabilitas dan orang tua
nya di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.
BAB V Penutup, Dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan
dari pemikiran sebelumnya serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari
analisa dalam penelitian penulis.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Peran
Peranan memiliki kata dasar dari kata peran, berbicara mengenai peran,
tentu tidak bisa dilepaskan dengan status kedudukan, kedudukan dan
peranan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, akibat hubungan saling
ketergantungan satu dengan yang lainnya. artinya tidak ada peranan tanpa
kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap individu di
dalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan, mereka
mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam
masyarakat, walaupun kedudukanya itu berbeda antara satu dengan orang
lain tersebut. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan
statusnya. Sedangkan definisi peran dan peranan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan definisi
peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.17
B. Profesi Pekerja Sosial
Pekerja sosial merupakan suatu profesi yang muncul di abad ke-20.
Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang
mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka
pekerja sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi
pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya,
pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan.
Pekerjaan sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan
17 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Balai Pustaka, 1998), Cet 1, h. 667.
15
lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan keadilan sosial
merupakan hal yang fundamental bagi pekerjaan sosial.18
1) Pengertian Pekerja Sosial
Tercatat ada beberapa ahli mengemukakan tentang definisi pekerjaan
sosial seperti:
a) Walter A. Friedlander : Pekerja Sosial merupakan suatu pelayanan
profesional yang prakteknya didasarkan pada pengetahuan dan
keterampilan ilmiah dalam hubungan kemanusiaan yang membantu
individu-individu baik secara perorangan maupun dalam kelompok
untuk mencapai kebebasan sosial dan pribadi.
b) Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah
menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan
lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan
tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan
aspirasi dan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial dalam konteks
ini melihat masalah yang dihadapi orang lain dengan melihat situasi
sosial tempat orang tersebut berada atau terlibat.
c) Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi yang
bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan sosial yang
terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk
memberikan fasilitas dan memperkuat relationship, khususnya
dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling
menguntungkan antara individu dengan lingkungan sosialnya
dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu
maupun masyarakat dapat menjadi lebih baik.19
18 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan sosial ( Depok: Fisip UI
Press, 2005), h. 11-12 19 Istiana Hermawati, Metode dan Teknik dalam Praktek Pekerjaan Sosial, ( Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa, 2001), h. 1-4
16
Di atas telah dikemukakan para ahli terkemuka, beberapa mengenai
pekerjaan sosial pun mendapat perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di
Indonesia, termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja
Sosial yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai
tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi
antara orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas
kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta
mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.20
Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di Negara-
negara maju, masih banyak orang yang menganggap rendah profesi
Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara maju Pekerja Sosial telah
dianggap sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang
pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal
keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja profesional harus
membekali diri mereka dengan keterampilan-keterampilan khusus.
Keberadaan Pekerja Sosial di Indonesia telah mendapat pengakuan
dari Pemerintah Indonesia antara lain melalui penerbitan Surat
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 11/HUK?/ 1989, tanggal 02
Maret 1989 tentang pendelegasian wewenang pengangkatan,
pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan jabatan
pekerja sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu,
definisi perkerja sosial menurut Buku Panduan Pekerjaan Sosial
adalah sebagai berikut: “pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah
maupun badan atau organisasi sosial lainnya.21
20 Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial, ( Bandung: Kopma STKS, 1993), h. 5. 21 HM. Cholis Hasan dan Abdul Malik, Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
10/HUK/2007/ Tentang Pembinaan Teknis Jabatan fungsional Pekerja Sosial Nomor
17
C. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial
Fungsi dan tugas Pekerjaaan Sosial, pekerja sosial bertujuan untuk
membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas
kehidupan, memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi
dengan orang lain maupun sistem sumber, dan mempengaruhi kebijakan
yang ada. Dengan demikian orang tersebut dapat mencapai
kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan fungsi
sebagai berikut:
a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya
secara lebih efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan
memecahkan masalah mereka.
b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber
c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan hubungan baru
antara orang dan sistem sumber kemasyarakatan.
d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar
orang di lingkungan sistem sumber.
e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta
perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.
f. Meratakan sumber-sumber material.
g. Bertindak sebagai pelaksanaan kontrol sosial.22
D. Peran Pekerja Sosial
Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia jalankan, berikut
adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons, Jorgensen,
dan Hernandez:
a. Fasilitator, dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator” sering
disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering
dipertukarkan satu sama lain. Barker juga memberikan definisi
43/HUK/2007 Tentang Pedoman Pendidikan & pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, ( Biro
Organisas & Kepegawaian Depeartemenn Sosial, 2007), h.2. 22 Istiana Hermawati, Metode dan Teknik dalam Praktik Pekerjaan Sosial, h 14-20
18
pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu
klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien
mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati
bersama.
b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai
kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungan menjadi sangat penting
dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh “keuntungan”
maksimal. Peranan sebagai broker mencakup menghubungkan klien
dengan barang-barang dan pelayanan dan mengontrolkualitas barang
dan pelayanan tersebut.
c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam
berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam
paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat
terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara
berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan contoh bahwa pekerja
sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk
menjembatani antara keanggotaan kelompok dan sistem lingkungan
yang menghambatnya.
d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan sistem
politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan
oleh klien manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau
oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela.
e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat
didukung oleh hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi kepada
pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang
lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung
(guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan
korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnya.23
23 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 97-103
19
E. Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial
Dalam teori Midgey untuk ke semua praktik pekerja sosial tersusun dalam
suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan keyakinan filsafat dari sosial
profesi yang menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk bekerja dengan klien-
klien mereka, beberapa prinsip ini menekankan nilai-nilai dan ide-ide dari pada
prosedur praktik.
1. Prinsip Dasar Pekerja Sosial
Adapun prinsip-prinsip dasar Pekerja sosial sebagai berikut:
a. Pengakuan akan Harkat dan Martabat Manusia (Human Worth and
dignity). Martabat adalah harga diri yang paling tinggi bagi setiap
manusia dan merupakan hal yang paling penting dipertaruhkan
keberadaannya. Pekerja sosial adalah suatu kegiatan yang berupaya
agar manusia dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan
martabatnya. Pekerja sosial tidak boleh membedakan antara manusia
satu dengan yang lainnya. Pengakuan bahwa setiap manusia
mempunyai hakikat dan martabat harga diri dan juga pengakuan
bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dikembangkan
sepanjang hidup manusia harus dihormati.
b. Hak untuk menentukan diri sendiri (Self Determination)
Di mana suatu prinsip yang berdasarkan bahwa manusia atau individu
itu mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri. Pekerja sosial juga
percaya bahwa individu-individu, kelompok, dan masyarakat
mempunyai hak untuk menentukan kebutuhan–kebutuhan mereka. Dan
bagaimana hal itu dapat dicapai. Setiap orang bebas mentukan
nasibnya sendiri, keyakinan bahwa setiap orang dan menusia
mengalami penderitaan pribadi ekonomi atau sosial mempunyai hak
untuk menentukan diri sendiri dan bagaimana cara untuk
mengatasinya. Pekerja sosial juga tidak bersifat memerintah, memohon
atau bahkan mempengaruhi klien-klien mereka untuk membuat
keputusan. Sebaliknya, pekerja sosial membantu klien untuk
20
mendapatkan kembali keyakinan akan kemampuan kepada diri sendiri
untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.
c. Kesempatan yang sama bagi semua orang (equal opportunity).
Keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama
yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing, setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama yang dibatasi kemampuan.
d. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility). Pada hakikatnya
manusia itu disamping sebagai makhluk individu juga sebagai
makhluk sosial yang memiliki tanggung jawab sosial, segala
kebutuhan seseorang individu akan terpenuhi oleh pihak lain sehingga
secara langsung dan tidak langsung setiap orang bertanggung jawab
secara sosial terhadap orang lain di lingkungan sosial, ia akan
terpanggil dan dituntut untuk ikut mengatasinya.24
2. Prinsip Khusus Pekerja Sosial
Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai pekerja sosial, dalam
memberikan pelayanan kepada penerima manfaat, terdapat prinsip-prinsip
yang dijalankan oleh pekerja sosial. Selain terdapat prinsip dasar pekerja
sosial, seperti yang telah diunngkapkan di atas, terdapat pula prinsip
khusus pekerja sosial, seperti yang akan diuraikan berikut:
a) Prinsip penerimaan (The Priciple of Acceptance)
Prinsip ini melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha
menerima klien mereka apa adanya, tanpa “menghakimi” klien tersebut.
Kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menerima klien (pihak yang
membutuhkan bantuan) nya dengan sewajarnya akan dapat banyak membantu
perkembangan relasi antara mereka. Maka anda sebagai praktisi kesejahteraan
sosial harus berusaha untuk tidak menghakimi klien tersebut berdasarkan
penampilan fisiknya. Seorang praktisi harus berusaha meredam perasaan suka
24 Chazali H. Situmorang, Mutu Pekerja Sosial di Era Otonomi Daerah, ( Jawa Barat: Cinta
Indonesia, 2013), h. 78-85.
21
atau tidak suka yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena dengan
adanya sikap (Acceptance) maka klien akan dapat merasa lebih percaya diri dan
tidak kaku dalam berbicara dengan praktisi kesejahteraan sosial, sehingga ia dapat
mengungkapkan perasaan yang mengganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini
maka relasi antara praktisi dengan klien dapat dikembangkan.
b) Prinsip komunikasi (The Principle of Communication)
Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan praktisi
kesejahteraan sosial untuk menangkap informasi ataupun pesan yang
dikemukakan oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan
verbal, yang diucapkan klien melalui ucapannya. Atau pesan tersebut dapat
berbentuk non verbal, misalnya dari cara duduk klien cara menggunakan
tangannya, cara klien meletakkan tangannya dan sebagainya. Dari pesan non
verbal tersebut kita bisa menangkap apakah klien sedang merasa gelisah, cemas,
takut, gembira dan berbagai ungkapan lainnya. Bila suatu saat klien tidak dapat
mengungkapkan perasaan apa yang dirasakan, praktisi kesejahteraan sosial
diharapkan dapat membantu klien tersebut untuk mengungkapkan apa yang ia
rasakan. Dengan berkembangnya komunikasi antara praktisi dan klien, maka
praktisi dapat menelaah permasalahan. Kita harus bisa menangkap informasi yang
dilontarkan klien baik verbal maupun non verbal dari si klien.
c) Prinsip kerahasiaan (The Principle of Confidentiality)
Dalam prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial harus menjaga kerahasiaan dari
kasus yang sedang ditanganinya. Sehingga kasus itu tidak dibicarakan dengan
sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut. Dengan
dijaminnya kerahasiaan ini, maka klien akan dapat lebih bebas mengungkapkan
permasalahan yang ia hadapi ataupun perasaan yang ia rasakan. Ia akan merasa
lebih aman mengungkapkan perasaannya karena ia yakin apa yang ia utarakan
dalam relasi dengan praktisi kesejahteraan sosial akan terjaga kerahasiaanya.
22
d) Prinsip partisipasi (The Principle of Participation)
Praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif
dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari
klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini,
tergambar bahwa ”perbaikan” kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari praktisi
kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang
sungguh dari klien untuk memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci
keberhasilan dari proses pemberian bantuan ini.
e) Prinsip Individualisasi (The Principle of Individualization)
Menganggap bahwa setiap individu itu berbeda antara satu dengan yang
lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial haruslah berusaha
memahami keunikan (uniqueness) dari setiap klien. Karena itu, dalam proses
pemberian bantuan harus berusaha mengembangkan intevensi yang sesuai dengan
kondisi kliennya agar mendapatkan hasil yang optimal. Dengan adanya prinsip
individualisasi ini maka praktisi kesejahteraan sosial diharapkan tidak
menyamaratakan setiap klien. Sehinngga pendekatan dalam melakukan terapi
lebih diutamakan dengan penanganan kasus perkasus.
f) Prinsip Sadar Diri (The Principle of Self A warnes)
Prinsip kesadaran diri (self a warness) ini membuat praktisi kesejahteraan
sosial unntuk bersikap profesional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam
arti bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus mampu mengendalikan dirinya
sehingga tidak terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh
kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap rasional, tetapi harus
mampu menyelami perasaan kliennya secara objektif. Apabila seorang pekerja
23
sosial tidak dapat mengendalikan emosinya maka sebaiknya klien tersebut
dialihkan ke praktisi pekerja sosial yang lain.25
g) Sikap-sikap tidak menghakimi (The Principle of Non Judgement)
Pekerjaan sosial yang menerapkan sikap tidak menghakimi tidak
menimbulkan rasa bersalah, atau derajat tanggung jawab klien atas sebab-sebab
masalah atau kebutuhan-kebutuhan, tetapi meliputi pemberian penilaian-penilaian
evaluatif tentang sikap-sikap, standard-standard, atau tindakan-tindakan klien.
Sikap tidak menghakimi diterapkan ke dalam semua proses pekerjaan sosial.
Akan tetapi, keadan-keadaan tertentu seperti saat-saat ketika klien merasa
terdemoralisasi, terstigmatisasikan, atau disalahkan, menuntut sikap tidak
menghakimi yang sangat sensitif. Pandangan yang tidak menghakimi
mengandung arti sikap-sikap dan perilaku-perilaku pekerja sosial yang tidak
menghakimi. Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain sebagai baik atau buruk,
berharga atau tidak berharga. Akan tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-
penilaian atau keputusan-keputusan profesional setiap hari tentang pendekatan-
pendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Pandangan yang tidak
menghakimi ialah suatu prinsip yang harus diterapkan secara universal. Pekerja
sosial harus menyadari di dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap
menghakimi dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja
sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan pribadi yang dapat
mengakibatkan efek merusak terhadap interaksi dengan klien.26
F. Pengertian Pendampingan
Pendampingan merupakan proses interaksi timbal balik (tidak satu arah)
antara individu / kelompok / komunitas yang mendampingi dan individu /
kelompok / komunitas yang didampingi dengan tujuan memotivasi dan
25 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada
pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), (Depok, Fisip UI Press, 2005), h.80-84 26 Fredi Akbar, “Prinsip-prinsip etik Pekerjaan Sosial”, Artikel diakses pada tanggal 26 Mei 2018,
dari: http://kesejahteraan sosialunpas.wordpress.com/2010/12/05prinsip-prinsip-etik-pekerjaan-
sosial/
24
mengorganisir individu/ kelompok/ komunitas dalam mengembangkan sumber
daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak menimbulkan ketergantungan
terhadap orang yang mendampingi (mendorong kemandirian). (Yayasan Pulih,
2011)27
G. Pengertian Anak
Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan
melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis,
mempunnyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi
bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus
mendapatkan pembinaan dari sejak dini, anak perlu mendapatkan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk dapat tumbbuh dan berkembang secara optimal, baik
fisik, mental dan sosial.28
Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Menjelaskan
bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Adapun pengertian anak dalam
bahasa Arab, anak disebut al-thifl yang berarti lunak atau lembut. Itulah sebabnya
anak dianggap sebagai sesuatu yang sangat rentan, yakni mudah pecah dan patah
kalau berbenturan dengan benda keras.29
H. Pengertian Disabilitas
Disabilitas adalah istilah payung yang meliputi gangguan, keterbatasn
aktivitas dan pembatasan partisipasi. Disabilitas atau cacat (bahasa inggris:
disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional,
perkembangan atas beberapa kombinasi dari ini.30
Peyandang cacat adalah setiap
27 https://kamuspsikososial .wordpress.com/tag/definisi-pendampingan/ diakses pada tanggal 26
Mei 2018. 28 Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen sosial RI, Petunjuk Teknis Penanganan
Anak yang berhadapan dengan Hukum, (Panti sosial Marsudi Putra Handayani, 2007), 29 Maria Ulfah Ansor dan Abdullah Ghalib, Parenting with Love: Panduan Islami Mendidik anak
Penuh Cinta dan Kasih Sayang, (Jakarta: PT Miizania Pustaka, 2010), h.52 30 Wikipedia, diakses pada 21 Juni 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disabilitas
25
orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya.31
Menurut UPIAS (Persatuan Penyandang Cacat Melawan Segregasi)
definisi Kekurang sempurnaan Tubuh, organ dan mekanisme tubuh. Sedangkan
disabilitas adalah terbatasnya aktivitas yang disebabkan oleh organisasi sosial
kontemporer (kekuasaan) yang tidak mempertimbangkan mereka yang memiliki
kekurangan secara fisik dan dengan demikian menghalangi mereka untuk
berpartisipasi dalam aktivitas sosial.32
Menurut DPI (Disable People’s International) definisi Kekurangan fisik
atau (Impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seorang individu yang
disebabkan oleh kekurangan fisik, mental dan sensorik. Sedangkan Disabilitas
adalah hilangnya atau terbatasnya kesempatan untuk mengambil bagian dalam
kehidupan normal di dalam masyarakat dan tingkat yang sama dengan yang lain
dikarenakan halangan fisik dan sosial.33
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 1980 membagi
pengertian penyandang cacat dalam 3 hal, yaitu impairment, disability, handicap
tahun 1980. Pengertian dan klasifikasi kecacatan tersebut sebagai berikut:
a. Impairment: any loss abnormality psychological- psychological,
oranatomical structure or function, diartikan sebagai suatu kehilangan
atau ketidaknormalan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan
struktur atau fungsi anatomis (suatu kehilangan atau ketidaknormalan
baik psikologi), fisiologis merupakan kelainan struktur atau fungsi
anatomis).
b. Disability: any restriction or lack(resulting from an impairment) of
ability to perform an activity in the manner or within the range
31
Departemen Sosial RI, Panduan Kriteria Penyandang Cacat Fisik, (Jakarta: Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Sosial RI, 2006), h.3. 32
Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas: Sebuah Pengantar, Tim Penerjemah, (PIC UIN
Jakarta, 2007), h.18. 33
Ibid, h.105.
26
considered normal for a human being, diartikan sebagai suatu
ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas/kegiatan tertentu
sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi
impairment yang berhubungan dengan usia dan masyarakat dimana
seorang berada.
c. Handicap: adisadvatage for a given individual resulting from or
disability, that limits or prevents the fulfillment or a role that is normal
(depending on age), sex social and cultural factor) for that individual,
diartikan kesulitan/kesukaran dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan
masyarakat, baik di bidang sosial ekonomi maupun psikologi yang
dialami oleh seseorang yang disebabkan oleh ketidaknormalan psikis,
fisiologis maupun tubuh, dan ketidakmampuannya melaksanakan
kegiatan hidup secara normal.34
Dengan demikian impairment mencakup dimensi fisik, Disability
mencakup dimensi aktivitas personal dalam aktivitas sehari-hari, sedangkan
Handicap mencakup dimensi peranan sosial.
Menurut JA Browne mendefinisikan penyandang cacat adalah seseorang
yang karena keterbatasan/ketidakmampuan fisik atau mental mengalami kesulitan
dalam melakukan fungsi pada satu atau lebih aktivitas kehidupan sehari-hari.35
Definisi penyandang cacat menurut Undang-undang RI Nomor 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah
setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
secara selayaknya yang terdiri dari:
a. Penyandang cacat fisik;
b. Penyandang cacat mental;
34 Departemen Sosial RI, Panduan Kriteria Penyandang Cacat Fisik, (Jakarta: Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat, Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial, Direktorat Sosial RI, 2006), h.5. 35 Departemen Sosial RI, Panduan Kriteria Penyandang Cacat Fisik, (Jakarta: Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat, Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial, Direktorat Sosial RI, 2006), h.6.
27
c. Penyandang cacat fisik dan mental.36
2. Ciri-ciri Penyandang Disabilitas
Berikut ini adalah ciri-ciri penyandang disabilitas
a. Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan
kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi tubuuh. Misalnya ganggua penglihatan,
pendengaran, dan gerak.
b. Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan
mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu
tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum
dilakukan orang lain (normal), sehingga menjadi hambatan dalam
melakukan kegitan sehari-hari.
c. Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu yang mengalami
kelainan fisik dan mental sekaligu atau cacat ganda seperti gangguan pada
fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara seta
mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang
bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari selayaknya.37
I. Pengertian Orang Tua
Kartono dan arifin menjelaskan bahwa orang tua adalah pria dan wanita
yang terikat dalam ikatan perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung
jawab bersama sebagai dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Lalu arifin
juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan orang tua adalah orang yang
menjadi pendidik dan membina yang berada di lingkungan keluarga.38
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua
merupakan dua individu berbeda yang telah sepakat dalam membina suatu rumah
36
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997, Tentang Penyandang Disabilitas,
Biro Hukum Departemen Sosial RI Tahun 1997), h.2. 37
Erlina Heria, Penyandang Disabilitas, artikel diakses pada 12 September 2013 dari
http:///erlinaheria.blogspot.com/2012/10/penyandang-disabilitas.html 38
Arifin.hubungan timbal balik pendidikan agama di lingkungan sekolah dan keluarga
(jakarta:bulan bintang, 1997), h.114
28
tangga dan siap untuk memenuhi segala kebutuhan jasmani dan rohani anggota
keluarganya yaitu anak. Siap berarti mampu bertanggung jawab dalam memenuhi
segala pemenuhan hak wajib yang didapat oleh seorang anak, seperti pendidikan,
bimbingan , kasih sayang, dan pengajaran moral dari kedua orang tuanya karena
anak merupakan amanah dari Tuhan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan
apapun.
a) Peran Orang Tua
Setiap orang tua dalam menjalankan kehidupan berumah tangga tentunya
memiliki tugas dan peran yang sangat penting, yakni melahirkan;
mengasuh; membesarkan; mengarahkan sang anak menuju kepada
kedewasaan; serta menanamkan norma dan nilai-nilai yang berlaku. Di
samping itu, orang tua juga harus mampu mengembangkan potensi yang
ada pada diri anak, menjadi teladan yang baik, dan mampu
mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan
kasih sayang.39
Teori lain menjelaskan peran orang tua terhadap anak pada umumnya
adalah teori attachment (kelekatan). Menurut teori ini, hubungan yang hangat dan
penuh rasa percaya dengan orang tua akan membuat anak memiliki rasa aman dan
percaya diri yang baik dalam membangun relasi sosial.40
Dari pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa peran dari
orang tua tidaklah hanya melahirkan anak mereka ke dunia, tetapi juga harus
mampu mendidik hingga menjadikan anak-anak tersebut sebagai suatu pilar yang
dapat berguna untuk orang lain dan menorehkan prestasi di masa depannya.
Dukungan dan kelekatan dari kedua orang tua tentunya sangat berpengaruh
terhadap kemandirian anak dalam bersosialisasi dan mengaktualisasikan dirinya.
Oleh karena itu, keberfungsian seorang anak berhasil atau tidaknya tergantung
dari bagaimana kedua orang tua mendidiknya.
39 Astrida, S.pd,”Peran dan fungsi orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosional
anak,”h.1. 40
Dra. Nilam Widyani, Buku Psikologi Populer: Relasi Orang Tua & Anak (Elex Media
Komputindo), h. 94.
29
b) Pola Asuh Orangtua-Anak
Menurut Baumrind seperti yang dikutip oleh Santrock menerangkan
bahwa pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang
terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam
keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.
Santrock juga menjelaskan bahwa penelitian Diana Baumrind sangat berpengaruh.
Ia percaya bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh dalam
mengasuh anak mereka. Terdapat 4 jenis gaya pengasuhan yang telah dijelaskan
oleh Baumrind, yaitu:41
a. Pengasuhan Otoritarian
Otoritarian adalah gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum
dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Gaya pengasuhan ini
mengakibatkan anak seringkali tidak bahagia, takut, minder, dan
memiliki komunikasi yang lemah.
b. Pengasuhan Autoritatif (dapat diandalkan)
Gaya ini mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan
batas dan kendali pada tindkan mereka. Tindakan verbal memberi dan
menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan
penyayang terhadap anak. Gaya pengasuhan ini mengakibatkan
perilaku anak menjadi percaya diri dan kompeten secara sosial.
c. Pengasuhan Yang Mengabaikan
Gaya ini mengajarkan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Anak yang memiliki orang tua seperti ini biasanya pengendalian
dirinya buruk, tidak dewasa, dan merasa terasing dari keluarga.
d. Pengasuhan Yang Menuruti
Pola ini mengajarkan bahwa orang tua sangatt terlobat dengan anak
tetapi tidak menaruh banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada
41
John W. Santrock, Child Development 11 edition (University of Texas at Dallas: Erlangga,
2007), h. 167.
30
mereka. Pola pengasuhan orang tua seperti ini biasanya menyebabkan
inkompetensi sosial anak, terutama dalam pengendalian diri.
J. Kerangka Berpikir
PERAN
Pekerja sosial
Pendampingan
Anak dengan disabilitas dan orang tuanya
Yayasan Sayap IBU
Bintaro
31
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
YAYASAN SAYAP IBU BINTARO
A. Sejarah Lembaga
Yayasan Sayap Ibu (YSI) didirikan sejak tanggal 30 September
1955, dilatarbelakangi karena keprihatinan terhadap nasib anak-anak yang
terlantar atau ditelantarkan oleh orang tuanya. Pendirinya adalah Ny.
Sutomo, Ny. Sukardi dan Ny. Gerland Sunaryo. "YAYASAN SAYAP
IBU" diambil dari bahasa belanda "onder moeder's vleugels" yang
menggambarkan sayap induk ayam yang menjadi naungan para anak ayam
yang memerlukan perlindungan bilamana ada bahaya dan juga tempat
untuk mendapatkan rasa aman dan kehangatan. Induk ayam akan membela
matimatian anaknya terhadap binatang lain maupun bahkan manusia yang
mengganggu anak-anaknya.
Dengan kepindahan Ny. Sukardi ke Bandung dan Ny. G. Sunaryo ke
Nederland maka pada tahun 1961, kemudian dilakukan reorganisasi dan
dipilih kepengurusan baru yang yang terdiri antara lain : Ny. Ciptaningsih
Utaryo, Ny. Soekirman, Ny. Soerjadi, Ny. Rae Sita dan Ny.
Moestakimoen. Pada tahun 1968, YSI melakukan restrukturisasi dan
menempatkan diri dibawah pembinaan Badan Pembina Kegiatan
Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta Yang diketuai oleh Ny. J. S. Nasution
dan
Badan Kerjasama Panti Asuhan yang diketuai Ny. Nidia Sumarno
Dasar yang menjadi acuan adalah Undang-Undang No.4 tahun
1997 tentang Penyandang Cacat pada pasal 5 serta Undang-undang 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak, di mana secara tegas disebutkan
bahwa hak-hak anak meliputi asas non diskriminasi, kepentingan yang
terbaik bagi anak, hak dalam keberlangsungan untuk hidup, hak tumbuh
32
kembang secara layak baik fisik, mental, spiritual, hak perlindungan, dan
hak untuk turut serta partisipasi dalam lingkup kehidupan sosial. Yayasan
Sayap Ibu Cabang Provinsi Banten atau dikenal juga dengan nama
Yayasan Sayap Ibu – Bintaro adalah organisasi nirlaba yang merupakan
pengembangan dari Yayasan Sayap Ibu, yang bertujuan untuk melakukan
usaha kesejahteraan sosial kemasyarakatan yang bersifat terbuka dan
bersedia bermitra dengan lembaga, perusahaan atau perorangan baik dari
dalam maupun luar negeri dalam bidang pembangunan kesejahteraan
sosial dengan prinsip kemanfaatan sebesarbesarnya bagi anak cacat ganda
terlantar. Diresmikan oleh Kementerian Sosial pada tanggal 1 Oktober
2005, dengan memegang teguh komitmen terhadap perlindungan dan
perawatan tumbuh kembang anak disabilitas ganda terlantar yang secara
tidak langsung juga berarti membantu pemerintah dalam memenuhi hak-
hak anak akan perlindungan dan perawatan.
Tahun 2009 kami menerima bantuan lahan fasilitas sosial (fasos) dari PT. Jaya
Real Property melalui Pemda Kabupaten Tangerang. Didanai oleh
Bennink Foundation dari Netherlands, berdirilah bangunan permanen YSI
Cabang Prov. Banten yang terletak di Jl. Graha Raya Bintaro No.33B
Pondok Kacang Barat – Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Pengembangan terus dilakukan oleh YSI – Bintaro, pada bulan
maret 2015 diresmikan sebuah Unit Pelayanan Disabilitas (UPD) yang
terletak di Ciputat. UPD adalah upaya untuk meningkatkan pelayanan bagi
anak disabilitas yang masih berada dalam asuhan orangtua atau
keluarganya. Tidak sampai disitu saja upaya untuk meningkatkan
pelayanan bagi anak disabilitas yang berada di masyarakat. Kemudian di
awal tahun 2016, sebuah kerjasama dimulai dengan Paguyuban orang tua
anak disabilitas di daerah Bojongsari Depok atau yang dikenal dengan
Paguyuban Keluarga Disabilitas Mandiri kemudian di Bulan Mei 2018,
YSIB meresmikan UPD di Kota Tangerang yang terletak di Kec. Pinang
Kota Tangerang yang bekerjasama dengan PT. Crown Indonesia.
33
Setelah merubah panti sistem yang awalnya hanya berfokus kepada
pengasuhan anak disabilitas semata, pada tahun 2015 dimulai kegiatan
pendidikan anak disabilitas yang bertujuan untuk kemandirian anak di
masa yang akan datang. Kemudian pada tahun 2018, izin operasional
untuk menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak disabilitas ganda
didapatkan YSI Bintaro dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
Melalui undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, YSI – Bintaro terus berkomitmen untuk memberikan hak-hak
anak penyadang disabilitas yang ada di masyarakat, sehingga tercipta
sebuah masyarakat inklusi yang peduli terhadap para penyandang
disabilitas.
B. Karakteristik Lembaga Berdasarkan Tipologi Organisasi Pelayanan
Kemanusiaan (Human Service Organizations)
Yayasan Sayap Ibu cabang provinsi Banten berusaha untuk
mencapai visi di mana setiap anak yang memiliki disabilitas mendapatkan
akses layanan pendidikan yang berkualitas, dengan guru atau pendamping
profesional dan terlatih. Untuk mencapai visi di atas YSI-Banten pada saat
ini antara lain mengelola “Pendidikan Khusus atau Pendidikan Luar Biasa”.
Dasar yang menjadi tujuan adalah :
• Untuk mengembangkan dan memperluas program pendidikan dan layanan
pendukung untuk anak-anak disabilitas
• Untuk memperluas dan meningkatkan keahlian para guru atau profesional
lain, dari lintas keahlian dan keilmuan.
• Memastikan bahwa semua anak dengan disabilitas memiliki kesempatan
untuk berpartisipasi dalam layanan pendidikan
• Memastikan bahwa semua anak disabilitas mampu menjadi pribadi yang
mandiri di kemudian hari.
Untuk menyelenggarakan pendidikan bagi penyandang disabilitas
dibutuhkan tenagatenaga profesional dan berpengalaman di bidangnya,
34
sehingga anak-anak disabilitas memiliki kehidupan yang berkualitas.
Sebagai upaya rehabilitasi untuk anakanak penyandang disabilitas,
meningkatkan kemampuan motorik anak, mencegah mereka dari kondisi
yang lebih buruk serta mempertahankan kondisi fisik anak, YSIBanten
memberikan pelayanan terapi, antara lain:
• Fisioterapi, sebagai upaya untuk mengembangkan, memelihara, dan
memulihkan gerak dan fungsi anak-anak disabilitas majemuk melalui
aktivitas fisik, gerak dankomunikasi.
• Terapi Wicara, membantu mengendalikan otot-otot mulut dan rahang,
dan membantu meningkatkan komunikasi.
• Hidroterapi, adalah latihan rehabilitasi yang dilakukan di dalam air.
• Okupasi Terapi, untuk meningkatkan kemandirian individu pada area
aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu
luang yang memungkinkan individu untuk berperan serta dalam aktivitas
keseharian.
Berkat dukungan donatur, YSIB memiliki program layanan “Bantuan Operasi,
Assistensi Kesehatan dan Alat Bantu”, bagi anak penyandang disabilitas
yang memerlukan bantuan. YSIB telah bekerja untuk anak-anak disabilitas
dari berbagai provinsi, bekerja sama dengan pemerintah setempat. Kami
memberikan bantuan akomodasi, transportasi hingga pendampingan ke
rumah sakit dan pemenuhan kebutuhan obat serta alat bantu medis sesuai
kebutuhan anak. Upaya lain untuk memenuhi kebutuhan alat bantu khusus
yang diperlukan oleh anak disabilitas seperti, hearing aids, alat orthotic dan
prostetic serta alat bantu lainnya. Dengan pemberian alat bantu ini kami
berharap dapat memudahkan anak disabilitas dalam melakukan aktivitas
harian mereka.
Keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas sangat
berpotensi mengalami kerentanan menjadi miskin karena memiliki
pengeluaran lebih tinggi dibandingkan keluarga lainnya untuk biaya
35
perawatan anak disabilitas.Untuk mengatasi permasalahan ekonomi
keluarga dengan anak disabilitas, kami memiliki program Usaha Ekonomi
Kreatif (UEK) bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan dukungan dari
beberapa Lembaga/Instansi terkait.
Melalui program UEK, kami mengucurkan dana bantuan kepada
keluargakeluarga terpilih serta melakukan monitoring dan evaluasi sehingga
program ini berjalan sesuai harapan dan tepat sasaran. Tujuan akhir dari
program UEK adalah memberdayakan keluarga untuk melakukan wirausaha
yang dapat dijalankan di rumah tanpa harus meninggalkan anak disabilitas
mereka. Dengan program ini harapan kami akan memberikan dampak pada
penguatan ekonomi keluarga sekaligus penguatan pendampingan keluarga
untuk anak dengan disabilitas.
Landasan Hukum Yayasan Sayap Ibu Cabang Provinsi Banten, izin operasional :
AD/RT : C-1051.HT.01.02.TH.TH 2004
Akte Notaris : No.7 / tgl. 13 Agustus 2004
Terdaftar pada : Notaris Wenda Taurusita Amidjaja, SH
NPWP : 01.325.091.5-542.000
36
C. Alur dan Prosedur Pelayanan Klien
Untuk penerimaan anak binaan dan tinggal di panti :
• Tahap pertama : laporan dari masyarakat, laporan dari masyarakat
tentang bagaimana dan dimana ditemukan anak tersebut.
• Tahap kedua : lapor kepada polisi, laporan tersebut lalu
dilanjutkan kepada kepolisian, dari pihak YSI juga bisa langsung
menerima laporan tersebutdari kepolisian.
• Tahap Ketiga : Dinas Sosial, dari kepolisian tempat kejadian
perkara lansung di serahkan kepada dinas sosial dan dinas sosial
membuat berita acara tentang sang anak ditemukan
• Tahap Keempat : YSI cabang Banten, kemudian langsung kepada
pihak YSI setelah di assessment oleh pihak Dinas Sosial lalu pihak
YSI mulai bisa mengasuh sang anak.
37
Untuk penerimaan anak binaan non-panti :
• Tahap pertama : keluarga/masyarkat menghubungi pihak YSI
terlebih dahulu
• Tahap kedua : kemudian pihak YSI melakukan survey kepada
calon binaan non-panti mengenai kondisi anak dan keluarganya
baru kemudian dilakukan validasi penerimaan.
• Tahap Ketiga : lalu anak tersebut menjadi anak binaan non-panti.
D. Struktur Manejemen Lembaga
Yayasan Sayap Ibu Bintaro memiliki struktur organisasi
kepegawaian untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Tercapainya
tujuan secara maksimal dan mengatur peranan sesuai fungsinya. Dalam
struktur organisasi ada pembagian kerja, fungsi dan koordinasi dari setiap
kegiatan.
Ketua Umum : Renowati Hardjusubroto
Ketua : M. E. Arifandi
Sekretaris : Rini Tjokrosoeseno
38
Bendahara Umum : Tea Iskandar
Bendahara : Sutan Adrin
Kabid. Logistik & Rumah Tangga : Tati Sapto
Kabid. Pendidikan & Kesehatan : Astrida Daulay
Manager Pelaksana : Tuti Hendrawati
39
Zulfahmi
Ketua : Magfirah
Sekretaris : Supriyanti
Bendahara : Evi Arista
40
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peran Pekerja Sosial dalam Pendampingan Anak dengan Disbilitas Dan
Orang Tuanya pada Yayasan Sayap Ibu Bintaro
Berdasarkan uraian pada Bab II mengenai Peran Pekerja Sosial
dalam Pendampingan Anak Disabilitas Dan Orang Tuanya Di Yayasan
Sayap Ibu Bintaro. Pekerja Sosial yang dimaksud di sini yaitu sebagai
fasilitator, broker, mediator, pembela, pelindung untuk penerima manfaat di
YSI Bintaro. Peran peksos ini mempunyai peran yang sangat penting bagi
penerima manfaat baik itu yang tinggal di asrama YSI Bintaro maupun yang
tinggal bersama dengan orang tuanya. Karena dengan adanya peran peksos
para penerima manfaat dari YSI Bintaro mendapatkan pendampingan untuk
aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek sosial dan ekonominya.
Karena selain anak disabilitas yang didampingi secara intensif, para orang
tua yang berasal dari keluarga pra Sejahtera juga diberikan berupa Usaha
Ekonomi Kreatif (UEK).
Pekerja sosial di YSI Bintaro juga mempunyai tugas untuk
melakukan rehabilitasi sosial terhadap para anak disabilitas penerima
manfaat. Adapun kegiatannya meliputi: 1. Identifikasi dan verifikasi 2.
Assesment 3. Intervensi / pelayanan 4. Evaluasi, terminasi (bina lanjut) atau
rujukan.
1. Identifikasi dan verifikasi
Identifikasi dan verifikasi merupakan tugas yang dilakukan oleh pekerja
sosial yaitu: melakukan suatu mekanisme penerimaan calon Penerima
Manfaat dari hasil laporan keluarga atau masyarakat yang melaporkan
anak disabilitas untuk tujuan mendapat pelayanan di YSI Bintaro.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Bapak Zulfahmi, yang menjabat
sebagai Pekerja Sosial YSI Bintaro, menjabarkan bahwa tugas pekerja
sosial di sini salah satunya adalah melakukan identifikasi dan verifikasi
41
terhadap calon Penerima Manfaat terkait memenuhi kriteria atau tidak
nantinya. Dan setelah memenuhi kriteria barulah dilakukan assesment
kepada penerima manfaat, dan berdasar pada asssesment itulah
diberikan pelayanan yang dibutuhkan.
“Anak disabilitas yang ada di YSIB berasal dari seluruh Indonesia,
untuk anak dalam panti biasanya dinas sosial yang berperan aktiv
dalam hal merujuk anak tersebut untuk menjalani rehabilitasi anak
dalam panti YSIB, jika data kami terima kemudian akan kami lakukan
visit untuk melihat kondisi anak sambil menjelaskan proses-proses yang
akan ditempuh seperti adanya NIK dan BPJs. Kemudian untuk anak
luar panti jika kami mendapatkan data, kami akan melakukan home visit
ke rumah untuk melakukan verifikasi dan validasi data tersebut, setelah
itu baru dapat diputuskan apakah anak tersebut mendapatkan layanan
seeprti apa. Jika anak tersebut dari anak keluarga yang mampu, kami
hanya akan memberikan berbagai informasi tentang pengasuhan dan
disabilitas, namun jika anak tersebut dari keluarga kurang mampu
maka akan kami berikan tambahan gizi dan memfasilitasi berbagai
kebutuhan anak tersebut.”42
Selain itu juga berdasarkan keterangan dari Bapak Doni Romdoni
selaku Pekerja Sosial di YSIB, yaitu “pertama-tama pelayanan yang
pekerja sosial lakukan di sini yaitu penggolongan yah. Karena anak
binaan di YSIB itu terbagi 2 (dua) yaitu panti dan non panti. Untuk
panti kita biasanya ada prosedur tersendiri seperti laporan dari
masyaraka mengenai ketelantaran, terus dilanjut ke kepolisian, dinas
sosial setempat baru kemudian dirujuk untuk dilakukan pembinaan di
YSIB. Dan untuk yang non panti kita juga ada identifikasi seperti
bagaimana keadaan ekonomi, rumah, penghasilan dari orang tua dari
si anak disbilitas, kemudian bagaimana kondisi disabilitas klien itu
sendiri. Dan setelah dilakukan identifikasi barulah kita terima untuk
kita kasih pelayanan yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan layanan
YSIB.”43
2. Assesment
Setelah kegiatan identifikasi dan verifikasi dilakukan, tahap selanjutnya
dari proses rehabilitasi anak disabilitas di YSI Bintaro adalah assesment
yaitu kegiatan menganalisa kondisi atau permasalahan penerima untuk
kemudian mendapat pelayanan yang dibutuhkan.
42 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 43 Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 juni 2018
42
“Tahapannya adalah seperti tahapan pekerja sosial pada umumnya,
setelah data masuk dilakulan verifikasi dan validasi kemudian jika
kasusnya agak rumit diadakan case conference kumudian baru
diputuskan pelayanan yang diberikan kemudian.”44
Selain itu Bapak Doni Romdoni selaku Pekerja sosial di YSIB juga
menambahkan bahwa “iya sebenarnya proses atau tahapan alur dari
antara indentifikasi dan assesment itu ga begitu jauh yah mas, jadi
setelah kita identifikasi mengenai kondisi klien untuk anak yang di
panti, terus kondisi anak disabilitas dan kondisi orang tua nya yang non
panti baik dari segi ekonomi, penghasilan, serta keadaan rumahnya.
Berdasarkan kriteria dan kemudian kita assesment untuk kemudian
ditentukan klien mendapatkan pelayanan yang bagaimana.”45
Tahap assesment adalah tahap yang cukup menentukan untuk
perkembangan penerima manfaat nantinya. Karena kondisi disabilitas
antara penerima manfaat satu dengan yang lainnya berbeda-beda, dan
latar kondisi kesehatan ataupun kejiwaannya serta emosionalnya juga
berbeda. Maka diperlukanlah proses penanganan yang berbeda pula.
3. Intervensi atau pelayanan
Pelayanan yang diberikan pada tahap intervensi ini ialah merupakan
tahap lanjutan dari assesment penerima manfaat. Karena berdasar
assesment itu lah penerima manfaat mendapat layanan sesuai
kebutuhannya. Seperti penuturan Bapak zulfahmi yaitu:
“Pelayanan yang didapat adalah bantuan tambahan gizi setiap
bulan, terapi, pemeriksaan kesehatan, forum keluarga, parenting skill,
alat bantu disabilitas, pendidikan.”46
Bapak Doni Romdoni juga memaparkan bahwa, “jadi gini mas,
anak disabilitas itu kan berbeda-beda jenisnya, ada downsyndrome,
autisme, dan ada juga hydro cepalus yang semuanya itu juga berbeda
penanganan atau treatmentnya, gizi yang diberikan juga berbeda. Jadi
ya dalam intervensi ini kita berikan layanan sesuai porsi disabilitas
mereka masing-masing.”47
44 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 45 Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 juni 2018 46 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 47
Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 juni 2018
43
Adapun karena anak binaan YSI Bintaro terbagi menjadi dua macam
yaitu panti dan non panti maka pelayanan yang diberikan juga berbeda.
Penggolongan pelayanan nya meliputi:
a. Panti:
Mendapat program pendidikan & pengasuhan yaitu;
a. Latihan kemandirian
b. Keterampilan
c. Orientasi dan mobilisasi
d. Cara komunikasi
e. Kemampuan sosialisasi
f. Aktivitas rutin harian/aktivitas fungsional
Terapi
a. Fisioterapi, sebagai upaya untuk mengembangkan,
memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi anak-anak
disabilitas majemuk melalui aktivitas fisik, gerak
dankomunikasi.
b. Terapi Wicara, membantu mengendalikan otot-otot mulut
dan rahang, dan membantu meningkatkan komunikasi.
c. Hidroterapi, adalah latihan rehabilitasi yang dilakukan di
dalam air.
d. Okupasi Terapi, untuk meningkatkan kemandirian individu
pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas
dan pemanfaatan waktu luang yang memungkinkan
individu untuk berperan serta dalam aktivitas keseharian.
b. Non-Panti
Unit pelayanan Disabilitas ( UPD )
a. Penyuluhan deteksi dini disabilitas
b. Family development session (FDS)
c. Parenting skill
d. Pelatihan terapi bagi orang tua
44
e. Terapi anak (fisio)
f. Pemeriksaan kesehatan
g. Pendidikan anak disabilitas
h. Konseling disabilitas
i. Publikasi dan sosialisasi
Usaha ekonomi Kreatif
Pembagian nutrisi
Pelayanan medis: Operasi, pemberian alat bantu disabilitas
4. Evaluasi, terminasi, atau rujukan
Setelah dilakukan rehabilitasi dan mendapatkan berbagai layanan
yang dibutuhkan. Maka tahap selanjutnya ialah evaluasi guna melihat
perkembangan penerima manfaat setelah dilakukan rehabilitasi ataukah
sudah cukup perkembangannya untuk kemudian dilakukan terminasi
atau rujukan kepada lembaga terkait. Seperti penuturan yang dikatakan
oleh Bapak Zulfahmi yaitu:
“Proses terminasi memiliki beberapa kriteria yaitu : anak sudah
meninggal, orang tua sudah mandiri (dari segi ekonomi). Anak juga
sudah mandiri dalam arti anak sudah tumbuh dewasa (usia 18 tahun),
cukup mandiri dan bisa bekerja. Ataupun bila usianya sudah memasuki
tahap dewasa dan ada lembaga yang memungkinkan ia untuk
mendapatkan layanan lanjutan maka dilakukanlah rujukan ke lembaga tersebut.”
48
Mengenai proses terminasi, Bapak Doni Romdoni juga
menambahkan bahwa, “sebetulnya memang sesuai dengan yang
dikatakan oleh Pak Zulfahmi ya mas secara formalitas prosedur
terminasi yaitu anak binaan kita sudah mencapai usia 18 tahun atau
tumbuh dewasa, terus juga orang tuanya sudah mampu. Tetapi tidak
menutup kemungkinan juga jika dalam usia tersebut, atau orang tuanya
belum mampu dari sisi ekonominya yaa masih tetap kita bantu dan bina
mas. Akan tetapi lebih kepada proses bina lanjut mereka sudah masuk
usia menuju tahap dewasa.”49
48 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 49
Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 juni 2018
45
Selain tugas yang telah dijelaskan di atas, Pekerja Sosial YSI
Bintaro juga mempunyai Peran pada poses pendampingan Anak
Disabilitas dan orang tuanya sesuai dengan teori menurut Parsons,
Jorgesnen, dan Hernandez, sebagai : 1. Fasilitator, 2. Broker, 3.
Mediator, 4. Pembela, 5. Pelindung kepada Penerima Manfaat.
1. Fasilitator
Fasilitator adalah salah satu Peran yang diemban oleh Pekerja Sosial
di YSI Bintaro. Dalam hal ini peran fasilitator yaitu bertanggung jawab
untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional
atau transisional. Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau
memungkinkan penerima manfaat mampu melakukan perubahan yang
telah ditetapkan dan disepakati bersama. Sesuai dengan penuturan
Bapak Zulfahmi yang menjabat sebagai Pekerja Sosial, yaitu:
“Peksos YSI Bintaro juga melakukan peran sebagai fasilitator yang
mana peksos berperan memfasilitasi klien dengan sistem sumber berupa
layanan kesehatan, pendidikan, sosialisasi, & lain sebagainya. Seperti
halnya dalam aspek pendidikan, pada umumnya anak disabilitas yang
sudah memasuki usia sekolah pekerja sosial memfasilitasi untuk supaya
mendapatkan pendidikan di Panti YSIB. Atau ditempatkan di UPD (
unit pelayanan Disabilitas )”50
Menurut Doni Romdoni juga berkata bahwa “iya kita juga di sini
mencari bantuan mas, terutama ke sumber-sumber bantuan lain di luar
dari YSIB. Contohnya seperti waktu itu kita pernah mendapatkan info
mengenai dana puhresos kemudia terus follow up oleh bagian
fundrising, setelah melewati beberapa proses maka diperolehlah dana
puhresos yang kemudian dana tersebut digunakan untuk usaha ekonomi
kreatif (UEK) para orang tua anak disabilitas.”51
Dan menurut keterangan dari salah satu staff ahli gizi dari YSIB
yaitu Ibu Murtikanti menjelaskan bahwa “yang setau saya sih ya mas
peran beliaucukup banyak salah satu yang saya ketahui sih beliau
menjadi fasilitator yaitu menghubungkan anak-anak kami dengan
sumber bantuan seperti contoh nya yaitu mejembatani antara pihak
YSIB dengan WAFCAI (Wheelchair and Friendships Center of Asia
Indonesia ) dalam hal penyediaan Kursi roda untuk anak disabilitas
sesuai dengan kebutuhan fisiknya.”52
50 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 51
Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 Juni 2018 52 Ibu Murtikanti P, Staff ahli gizi, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 7 Juni 2018
46
Di Yayasan Sayap Ibu Bintaro Pekerja Sosial berperan sebagai
fasilitator yaitu menghubungkan penerima manfaat dengan sumber
bantuan yang dibutuhkan yaitu mengenai aspek kesehatan, pendidikan,
sosial dan ekonominya. Seperti contohnya pekerja sosial di sini
menghubungkan penerima manfaat dengan para donatur atau lembaga
sosial yang dapat membantu penerima manfaat untuk melakukan operasi
di Rumah sakit. Dan juga dengan WAFCAI (Wheelchair and
Friendships Center of Asia Indonesia) Yang telah memberikan kursi
roda khusus kepada anak-anak binaan Yayasan Sayap Ibu.
2. Broker
Peranan sebagai broker mencakup menghubungkan klien dengan
barang-barang dan pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan
pelayanan tersebut. Sesuai dengan penuturan Bapak Zulfahmi Peranan
pekerja sosial YSI Bintaro dalam hal ini yaitu berperan sebagai:
“Peksos melakukan peran sebagai broker untuk klien kepada sistem
sumber selain ysib. Seperti halnya YSI Bintaro menghubungkan
penerima manfaat dengan program beasiswa pendidikan dari
pemerintah, agar Penerima manfaat yang masih berusia produktif dapat
bersekolah mengikuti jenjang pendidikan formal pada umumnya.”53
Selain itu berdasarkan keterangan dari Bapak Doni Romdoni,
“peran peksos untuk broker yang saya lakukan ialah mengontrol atau
memonitoring pelayanan yang telah berjalan seperti pada program
UPD (Unit Pelayanan Disabilitas) seperti menjadi mensupervisi pekerja
sosial yang bertugas di sana, juga memonitoring program tersebut
apakah sudah berjalan dengan baik antara orang tua anak disabilitas
dengan petugas UPD dan menjadi penghubung antar ke dua nya.”54
Dan juga keterangan tersebut diperkuat oleh pernyataan dari salah
satu orang tua anak binaan dari YSIB yaitu Ibu .... orang tua dari ananda
Rieke puspita yang berkata bahwa “jadi gini mas, menurut saya sih iya
petugas atau yang mas sebut peksos yaitu Pak Zulfahmi sudah cukup
memerankan perannya sebagai Penghubung soalnya pernah
menghubungkan kami dengan bantuan pendidikan berupa beasiswa dari
Pemerintah katanya senilai satu juta pertahun, untuk biaya sekolah
anak saya. Lumayan kan tuh meringankan saya banget sebagai orang
tua.”55
53 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 54
Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 juni 2018 55 Ibunda Rieke Puuspita sari, anak binaan YSIB non Panti, 11 Juni 2018
47
Contoh peran broker dalam bidang pendidikan pekerja sosial telah
menghubungkan penerima manfat dengan sumber bantuan yang ada,
dalam hal ini mengenai aspek pendidikan. Yang mana pekerja sosial
YSIB telah menghubungkan penerima manfaat dengan dinas pendidikan
Tangerang Selatan yang telah bersedia memberikan uang beasiswa
kepada anak binaan YSIB yang berada pada usia sekolah.
3. Mediator
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan
yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Peran
Pekerja Sosial sebagai mediator Lee dan Swanson memberikan contoh
bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan
ketiga” untuk menjembatani antara keanggotaan kelompok dan sistem
lingkungan yang menghambatnya.
“Beberapa kali peksos YSIB melakukan peran sebagai mediator
antara orangtua anak disabilitas yang sedang konflik dalam rumah
tangganya akibat dari salah satu orangtua tidak mengingkan anaknya
yang disabilitas tinggal dengannya.”56
Selain itu menurut penuturan dari Bapak Doni Romdoni, “peran
peksos sebagai mediator itu sebenernya tidak melulu harus jika ada
kasus masalah aja mas, sebenernya juga bisa dalam keadaan yang
biasa-biasa saja. Seperti saya pernah melakukan mediasi antara
Paguyuban Keluarga Disabilitas daerah Tangerang sini dengan suatu
profesi yaitu profesi fisio terapi 57
Dan juga Ibunda dari Rieke Puspitasari menambahkan, “Kalo yang
seperti mas maksud yaa pernah sih mas Fahmi kaya nengahin kita gitu,
waktu kesulitan berobat di Rumah sakit mas, antara saya pasien (Rieke)
dengan pihak Rumah Sakit waktu itu RS. Fatmawati Jakarta.”58
Dalam banyak kasus pekerja sosial YSIB telah melakukan mediasi
antara orang tua dan anak disabilitas, dalam upaya pencegahan tindak
atau perlakuan yang tidak diinginkan, seperti misalnya orang tua anak
ingin menelantarkan anak disabilitias tersebut begitu saja, dikarenakan
tidak sanggup menerima keadaan bahwa anaknya memiliki kekurangan.
56 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 57
Bapak Doni Romdoni, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 Juni 58
Ibunda Rieke Puspita sari, anak binaan YSIB non Panti, Kediaman Rieke, 11 Juni 2018
48
Akan tetapi setelah telah melalui jalan mediasi dengan pekerja sosial,
maka niat orang tua tersebut tidak jadi untuk dilakukan,
4. Pembela
Sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan sistem politik
dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh
klien manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh
klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela.
“Dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2016, tentang penyandang
disabilitas, pekerja sosial melakukan pembelaaan terhadap hak-hak
anak disabilitas. misalnya anak tersebut yang dilanggar untuk hak
mendapat pendidikan, maka peksos akan melakukan pembelaan untuk
anak tersebut agar memperoleh pendidikan. Apabila terdapat
penolakan dari pihak sekolah dalam hal penerimaan anak binaan YSIB
untuk bersekolah di sekolah tersebut”59
Selain itu juga Ibunda dari Rieke puspitasari menambahkan bahwa,
“iya waktu itu saya pernah juga mencari sekolah SLB mas untuk si
Rieke dibantu juga oleh Pak Fahmi waktu itu kami mencari sekolah SLB
di daerah Jakarta Selatan tapi yaa karena domisili saya dan Rieke ada
di Tangerang Selatan, jadi agak sulit mas, soalnyakan beda rayon, terus
juga memang kuota untuk siswa di sana tidak begitu banyak mas. Jadi
ya kami mencari alternatif sekolah lain, dan akhirnya dapat di sini
daerah karang tengah lebak bulus, itu juga berdasar relasi dari Pak
Fahmi yang alhamdulillah Rieke bisa bersekolah sampai sekarang.”60
Hal ini juga dikarenakan bahwa anak disabilitas juga mempunyai
hak yang sama untuk dapat hidup selayaknya manusia normal lainnya,
tanpa melihat kondisi fisik yang dideritanya. Selain pada aspek
pendidikan pekerja sosial juga melakukan pembelaan pada bidang
lainnya. Seperti dalam bidang kesehatan apabila anak binaan YSIB
mengalami penolakan untuk berobat di rumah sakit atau puskesmas
setempat maka pekerja sosial akan maju untuk membela haknya
tersebut.
5. Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh
hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial
59 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 60 Ibunda Rieke Puspita sari, anak binaan YSIB non Panti, Kediaman Rieke, 11 Juni 2018
49
untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan.
Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja
sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan
populasi beresiko lainnya.
“Peksos ysib juga melindungi anak disabilitas dari ketelantaran,
karena banyak orangtua yang bingung dalam pengasuhan anak
disabilitas, nanum setelah dilakukan pemberian pengertian orangtua
akan mengurungkan niatnya untuk menelantarkan anaknya tsb. Dan
juga membimbing orang tua untuk dapat mendidik anaknya yang
disabilitas dengan baik serta, memberikan pengetahuan apabila anak
mengalami tindakan yang kurang mengenakkan dari lingkungan
sekitar.”61
Selain itu menurut salah satu staff ahli gizi yaitu Ibu Murtikanti S,.
mengatakan bahwa “ada juga soalnya mas pernah kasus ditangani
YSIB. Seperti tadinya normal namun karena si suami berlaku kasar
kepada anak tersebut yang menyebabkan luka cukup serius di bagian
kepala. Karena mengalami disabilitas akibat kejadian tersebut akhirnya
anak itu di rehap di YSIB. Selain itu juga karena untuk menghindari
eksploitasi anak mengingat ibu klien sedang sakit. Ditambah lagi
khawatir malah suami berlaku kasar lagi dan cenderung mengeksloitasi
maka Pak Fahmi maengambil tindakan untuk melindungi anak tersebut
dengan cara menjadikan anak tersebut anak binaan panti.”62
Karena seperti banyak kasus pula kita jumpai seseorang dengan
keterbatasan sering mengalami tindak perilaku yang kurang
menyenangkan, yang bahkan tindak seperti itu juga tidak jarang
dilakukan oleh orang terdekat oleh karena kurang pemahaman. Dalam
hal ini pekerja sosial melakukan perlindungan kepada anak disabilitas
binaan YSIB ataupun keluarganya apabila mengalami tindakan yang
kurang mengenakkan dari lingkungan sosialnya.
61 Bapak Zulfahmi, Pekerja sosial, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 6 Juni 2018 62 Ibu Murthikanti p, Staff gizi YSIB, Wawancara Pribadi, YSI Bintaro, 8 Juni 2018
50
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan data serta pembahasan yang telah dilakukan. Adapun untuk
peran pekerja sosial yang dilakukan oleh Pekerja sosial Yayasan Sayap Ibu Bintaro
sudah cukup melakukan perannya dengan cukup baik. Dan peran yang dilakukan
diantaranya adalah Fasilitator, Broker, Mediator, Pembela, Pelindung.
1. Fasilitator
Pekerja sosial dapat menjadi orang yang dapat memfasilitasi penerima manfaat
dengan sumber bantuan yang dibutuhkan, hal ini karena pekerja sosial melakukan
perannya dengan cukup baik memberikan bantuan yang telah diberikan oleh pihak
sumber bantuan kepada penerima manfaat.
2. Broker
Pekerja sosial telah menjadi penghubung antara pihak pemberi Bantuan
(sumber bantuan) kepada penerima manfaat dari Yayasan Sayap Ibu Bintaro.
Karena setiap keluhan ataupun kurangnya pelayanan yang diterima oleh penerima
manfaat selalu disampaikan kepada pihak sumber bantuan
3. Mediator
Pekerja sosial menjadi pihak yang baik dalam hal memediasi apabila terjadi konflik
atau ketidak sesuaian antara penerima manfaat dan sumber bantuan, serta dapat
menjadi penengah konflik jika terjadi pada salah satu pihak. Seperti contoh
penerima manfaat (orang tua) mengalami konflik akibat salah satu orang tua
disabilitas tidak mengiinginkan anaknya tinggal bersamanya.
4. Pembela
Pekerja sosial dapat menjadi pembela yang baik untuk penerima manfaat karena
jika ada pelanggaran hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh penerima manfaat
tapi tidak diberikan oleh pihak sumber bantuan maka pekerja sosial langsung
memainkan perannya agar penerima manfaat mendapatkan bantuan yang
dibutuhkannya.
51
5. Pelindung
Pekerja sosial menjadi pelindung yang baik apabila terjadi tindak perilaku yang
tidak baik terhadap anak disabilitas, maupun orang tua serta keluarganya. Seperti
contoh pekerja sosial melakukan perlindungan terhadap anak disabilitas dari
penelantaran karena pihak orang tua tidak mengerti bagaimana cara mendidiknya.
Kemudian setelah itu pekerja sosial melakukan pelatihan parenting skill kepada
orang tuanya tersebut.
Adapun tambahan peran yang setidaknya dilakukan oleh pekerja sosial di
Yayasan Sayap Ibu yaitu peran motivator. Karena dalam berbagai kesempatan
pekerja sosial YSIB dalam sela-sela kegiatan tersebut hampir selalu memberikan
motivasi kepada para orang tua anak disabilitas, keluarga, maupun anak disabilitas
itu sendiri agar mereka tetap teguh dan kuat untuk menjalani kehidupan, serta
memberikan dorongan semangat untuk tetap berjuang untuk perkembangan
anaknya.
B. Saran
Saran untuk pekerja sosial yang melakukan perannya di lembaga sosial, ialah
supaya jangan terlalu terpaku dengan teori yang ada, soalnya berbagai macam
pelayanan sosial yang dilakukan terkadang menuntut kita untuk dapat berperan
lebih aktif dari teori yang ada, sehubungan dengan layanan sosial yang kita
lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Depok:
Fisip UI Press, 2005
Arifin.hubungan timbal balik pendidikan agama di lingkungan sekolah dan
keluarga (jakarta:bulan bintang, 1997)
Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerja
Sosial, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011.
Astrida, S.pd,”Peran dan fungsi orang tua dalam mengembangkan kecerdasan
emosional anak,”
Barnes, Colin dan Mercer, Geof. Disabilitas sebuah Pengantar. Penerjemah Siti
Napsiyah dkk, Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2003),
Chataria Rusmiyati, dkk, efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti sosial
Petirahan Anak Satria Baturaden, (Yogyakarta: Balai Pendidikan dan
Penelitian Kesejahteraan sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Palayanan Kesejahteraan sosial, 2013
Chayoo, wawa. “Pengertian, Fungsi dan Peran Pekerja Sosial”, Artikel diakses
pada tanggal 25 Mei 2018, dari :
http://wawanchayoo.blogspot.com/2012/07pengertian fungsi dan peran
pekerja sosial
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Kamus Pusat Pembinaan
dan pengembangan Bahasa Balai Pustaka, 1998
Departemen Sosial RI, Panduan Kriteria Penyandang Cacat Fisik, (Jakarta:
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Sosial RI, 2006)
Departemen Sosial RI, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migram
(Jakarta: 2004)
Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen sosial RI, Petunjuk Teknis
Penanganan Anak yang berhadapan dengan Hukum, (Panti sosial Marsudi
Putra Handayani, 2007),
Dra. Nilam Widyani, Buku Psikologi Populer: Relasi Orang Tua & Anak (Elex
Media Komputindo
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta :
LkiS, 2001) h.3
Fredi Akbar, “Prinsip-prinsip etik Pekerjaan Sosial”, Artikel diakses pada tanggal
26Mei2018,dari:http://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/0
5prinsip-prinsip-etik-pekerjaan-sosial/
Ghoniy, M. Djunaidi & Almansyur, Fauzan, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Depok: Ar-Ruz Media, 2012
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial, cet 3, (
Jakarta: Salemba Humanika, 2012 )
Hasan, HM. Cholis dan Malik, Abdul. Keputusan Menteri Sosial repuplik
Indonesia Nomor 10/HUK/2007 tentang Pembinaan teknis Jabatan
Fungsional Pekerja Sosial Nomor 43/HUK/2007 Tentang Pedoman
Pendidikan & Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Biro organisasi
& kepegawaian Departemen Sosial, 2007
Heribertus B.Sutopo, Metodologi penelitian untuk ilmu-ilmu sosial dan budaya
(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1996)
Hermawati, Istiana. Metode dan Praktek Dalam Pekerjaan Sosial, Jogjakarta: Adi
Cipta Karya Nusa, 2001.
John W. Santrock, Child Development edition (University of Texas at Dallas:
Erlangga, 2007
Lexi .J. Moeleong. Metode penelitian Kuaalitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007)
Maria Ulfah Ansor dan Abdullah Ghalib, Parenting with Love: Panduan Islami
Mendidik anak Penuh Cinta dan Kasih Sayang, (Jakarta: PT Miizania
Pustaka, 2010), h.52
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian kualitatif, Cet.
1. (Yogyakarta: Ar-ruz media, 2012)
Moh.Nasir D, Metode Penelitian ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993),
Soetarjo. Praktek Pekerja Sosial, Bandung: Kopma STKS, 1993
Syamsu yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit
PT. Remaja Rosdakarya, Januari 2011)
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2013)
Tristiasi Ardi, Observasi dan Wawancara, ( Malang : Banyumedia Publising,
2003)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997, Tentang Penyandang
Disabilitas, Biro Hukum Departemen Sosial RI Tahun 1997), h.2.
Wikipedia, diakses pada 21 Juni 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disabilitas
LAMPIRAN
1. Foto Bersama Pekerja Sosial
2. Foto bersama Manager YSIB
3. Foto bersama Ahli Gizi YSIB
4. Foto bersama Kepala Unit Pengembangan
5. Foto bersama Anak disabilitas dan Orang tuanya
Top Related