i
DAYA PERAKARAN SETEK PANILI (Vanilla planifolia
Andrews) PADA BERBAGAI PERSIAPAN BAHAN SETEK
DAN DOSIS ROOTONE F
Oleh :
IR. I NYOMAN SUTEDJA., MS.
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
RINGKASAN
Usaha budidaya tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) dalam
program perluasan dan peremajaan tanaman tersebut terutama dibatasai oleh
ketersediaan jumlah bahan setek setek panili yang mempunyai daya perakaran
yang baik. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan daya
perakaran setek panili yang paling baik dengan perlakuan waktu pemotongan
pucuk bahan setek sebelum penanaman dengan dosis rotone F .
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pegok Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap dan perlakuannya terdiri atas 2 faktor. Faktor berbagai persiapan bahan
setek terdiri atas 3 taraf, yaitu : pucuk dipotong saat penanaman setek (P1); pucuk
dipotong 4 hari sebelum penanaman setek (P2); pucuk dipotong 8 hari sebelum
penanaman setek (P3). Sedangkan faktor dosis Rootone F terdiri atas 4 taraf,
yaitu: 0 mg/0 ml air (D0); 50 mg/0,5 ml air (D1); 100 mg/1ml air (D2); 150
mg/1,5 ml air (D3). Dengan demikian diperoleh 12 perlakuan kombinasi yang
masing- masing di ulang 3 kali.
Hasil penelitian menunjukan interaksi antara perlakuan waktu pemotongan
pucuk bahan setek dengan dosis Rootone F (P X D) menunjukkan pengaruh yang
tidak nyata (P>0,05), terhadap peubah yang diamati. Perlakuan waktu
pemotongan pucuk bahan setek (P) dan perlakuan dosis Rootone F (D) juga
menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati.
Perlakuan waktu pemotongan pucuk bahan setek , ada kecendrungan waktu
pemotongan pucuk bahan setek 8 hari sebelum penanaman setek memberikan
bobot kering akar tertinggi, yaitu 0,28 g atau mengalami peningkatan berat 40 %
dibandingkan dengan waktu pemotongan pucuk bahan setek saat penanaman.
Perlakuan dosis rootone F 150 mg /1,5 ml air , ada kecendrungan memberikan
berat keringoven akar tertinggi, yaitu 0,27g atau mengalami peningkatan 50%
dibanding dengan tanpa pemberian dosis rootone F.
Untuk memperoleh informasi lebih lengkap, penelitian ini perlu
dilanjutkan terhadap waktu pemotongan pucuk bahan setek yang lebih lama dari
saat penanaman dan dosis rotoone F yang lebih tinggi.
iii
DAFTAR ISI
BAB ISI Halaman
JUDUL .................................................................................................................................. i
RINGKASAN ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
2.1 . Perbanyakan dengan Setek ............................................................................... 7
2.2. Zat Pengatur Tumbuh Rootone F....................................................................... 9
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Panili ...................................................................... 12
III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 18
3.1. Hasil ................................................................................................................ 18
3.2. Pembahasan ...................................................................................................... 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 25
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 25
5.2. Saran ................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 26
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 28
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu
komoditas ekspor yang bernilai ekonomi yang tinggi. Buah tanaman vanili
digunakan untuk bahan pengharum makanan, gula-gula, ice cream,
minuman dan obat-obatan. Bentuk produk yang dijual petani pada
umumnya berbentuk polong basah, sedangkan yang dijual oleh eksportir ke
pasaran internasional berbentuk polong kering.
Masyarakat dunia akhir-akhir ini terjadi perubahan dari
mengkonsumsi panili sintetis ke panili alam yang oleh karenanya
peningkatan konsumsi panili alam diperkirakan 2 % pertahun. Produksi
panili alam dunia 75 % berasal dari Madagaskar, 10 % masing masing
dari Indonesia dan Komoro, sedangkan 5% sisanya dari berbagai Negara
produsen lainnya (Sen,1985).Tanaman panili dapat diperbanyak secara
generatif dengan biji dan vegetatif dengan setek, karena perbanyakan
dengan biji memerlukan waktu untuk berbunga lebih lama, maka
perbanyakan panili untuk komersial dilakukan dengan cara setek.
Kebutuhan bibit/setek panili per tahun sekitar 16 juta bibit, sehingga
diperlukan kebun induk yang sangat luas (Sukarman, 2011).
Harahap (1987) menyatakan hanay sejumlah kecil dari sekian
banyak Negara di dunia yang komdisi lahan dan lingkungannya sesuai bagi
pertumbuhan yang baik dan hasil yang memuaskan dari pertanaman panili.
Oleh karena itu kurang pada tempatnya bila hal ini kita sia-siakan.
2
Permasalahan yang dihadapi dalam perluasan tanaman panili di
Indonesia adalah terbatasnya ketersediaan bahan setek sebagai sumber bibit
sehingga menjadi faktor penghambat dalam perluasan lahan. Keterbatasan
tersebut disebabkan karena perbanyakan tanaman panili pada umumnya
masih menggunakan setek panjang. Rosman dan Tasma (1988)
menyatakan, petani umumnya menanam bibit sepanjang 1 meter yang
terdiri dari 8 – 10 buku tanpa melalui pembibitan. Hal ini dianggap kurang
ekonomis dalam penggunaan bahan tanaman terutama untuk daerah
pengembangan dengan bahan tanaman yang terbatas.
Dalam hal ini, penggunaan setek pendek satu buku diharapkan
dapat mengatasi masalah tersebut. Setek pendek 1-3 buku dapat
digunakan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif (Dwiwarni, 1998).
Setiap buku dari setek panili mempunyai potensi mengeluarkan akar dan
tunas, sehingga dengan potensi tersebut memungkinkan panili dapat
diperbanyak dengan setek satu buku. Namun dalam penggunaan setek
pendek panili masalah yang dihadapi adalah cadangan makanan yang
relatif sedikit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan setek akan kurang
baik.
Alternatif yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut salah
satunya adalah pemotongan pucuk bahan setek. Perlakuan ini bertujuan
agar bahan pembangun seperti karbohidrat, asam-asam amino, vitamin dan
zat pengatur tumbuh terakumulasi pada bahan setek yang akan ditanam,
sehingga daya tumbuh setek akan lebih baik. Selain itu pemotongan pucuk
3
bahan setek panili juga akan merangsang mata tunas samping untuk
tumbuh atau sering disebut tunas lateral. Tanpa pemotongan pucuk
pertumbuhan tunas lateral akan terhambat hal ini disebabkan auksin yang
didistribusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas
lateral sehingga membuat konsentrasi auksin tinggi serta menghambat
pertumbuhan tunas lateral.
Perlakuan berbagai waktu pemotongan pucuk bahan setek yaitu
pucuk dipotong pada saat penanaman, pucuk dipotong 4 hari sebelum
penanaman dan pucuk dipotong 8 hari sebelum penanaman dilakukan
untuk mengetahui perbedaan masing- masing perlakuan, perbedaan lama
waktu pemotongan akan mempengaruhi jumlah assimilat yang tertimbun
pada bahan setek sehingga pada saat percobaan pembibitan bahan setek
tersebut akan menunjukan hasil yang berbeda. Pada perlakuan pucuk
dipotong 8 hari sebelum penanaman diharapkan belum tumbuhnya tunas
pada bahan setek sehingga bahan setek masih dapat digunakan.
Pembentukan dan pertumbuhan tunas umumnya akan terjadi jika
akar terbentuk dengan baik (Hartman dan Kester, 1978). Upaya untuk
merangsang inisiasi akar yang lebih cepat pada setek pendek sangat
penting untuk memulai pertumbuhan setek. Terangsangnya pembentukan
akar yang lebih cepat dan seragam akan dapat meningkatkan serapan unsur
hara dan air dari dalam tanah. Periode kritis penyemaian setek adalah saat
setek belum berakar dan pembentukan tunas tampaknya memerlukan
adanya pertumbuhan aktif dari akar (Leapold dan Kriedeman, 1975).
4
Upaya dalam merangsang pertumbuhan akar dengan lebih cepat
pada setek pendek maka sangat diperlukan usaha untuk memulai
pertumbuhan setek, walaupun setek relatif mudah mengeluarkan akar
namun perlakuan dengan ZPT tetap dibutuhkan dalam mempercepat
proses fisiologis yang memungkinkan tersedianya bahan pembentuk akar
serta memperoleh keseragaman dalam perkembangan sistem perakaran.
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penggunaan zat pengatur tumbuh
bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar dan tunas setek. Perakaran
yang dihasilkan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh biasanya lebih
baik dari pada setek tanpa pemberian zat pengatur tumbuh.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan pemberian Rootone F dapat
merangsang terbentuknya akar setek tanaman Theobroma cacao dan
Eucalyptus sp pada konsentrasi 100 mg/ml air (Manurung, 1987). Pada
tanaman kopi dengan konsentrasi 250 mg/ml air (Gatut Supridjadji, 1985).
Pada setek cabang buah tanaman lada dengan konsentrasi 100 mg/ml air
(Darliana, 2006) dan pada setek pangkal panili menunjukkan hasil bahwa
konsentrasi yang optimal untk menghasilkan berat total kering oven
tanaman adalah 950,68 mg per liter dengan peningkatan sebesar 58,013
% dibandingkan tanpa Rootone F (Wiraatmaja, 1998).
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan
perlakuan waktu pemotongan pucuk bahan setek panili dan pemberian
berbagai dosis Rootone F sebagai salah satu upaya untuk merangsang
pertumbuhan akar setek pendek panili (Vanilla Planifolia Andrews).
5
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan daya perakaran setek pendek panili yang
paling baik dengan perlakuan berbagai persiapan bahan setek
panili dengan dosis Rootone F
2. Untuk mengetahui waktu pemotongan pucuk bahan setek
beberapa hari dari sebelum penanaman yang dapat memberikan
daya perakaran setek pendek panili yang paling baik
3. Untuk mengetahui dosis Rootone F yang dapat memberikan daya
perakaran setek pendek panili yang maksimal.
1.3. Rumusan Masalah
1. Apakah perlakuan persiapan bahan setek dan dosis Rootone F
mampu memberikan daya perakaran setek panili yang lebih baik?
2. Apakah perlakuan persiapan bahan setek mampu memberikan
daya perakaran setek panili yang lebih baik?
3. Apakah perlakuan berbagai dosis Rootone F mampu memberikan
daya perakaran setek panili yang lebih baik?
6
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :
4. Bahan setek panili yang pucuknya dipotong 8 hari sebelum
penanaman setek dengan dosis 100 mg/1 ml air akan memberikan
daya perakaran setek yang terbaik.
5. Pemotongan pucuk bahan setek panili 8 hari sebelum penanaman
akan memberikan daya perakaran setek yang terbaik.
6. Dosis Rootone F 100 mg/1 ml air akan memberikan daya
perakaran setek yang terbaik.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembiakan dengan Setek
Pembiakan tanaman dengan setek merupakan cara pembiakan
menggunakan potongan bagian vegetative yang apabila ditempatkan pada
keadaan yang sesuai dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru
yang serupa dengan induknya. Setek juga dapat mempersingkat waktu
penyediaan bahan tanaman dan waktu masa tidak produktif. Jenis tanaman
yang berbeda mempunyai kemampuan berakar yang berbeda.
Perbanyakan tanaman dengan cara setek merupakan salah satu cara
pembiakan vegetatif yang sekarang ini sering dilakukan. Setek merupakan
pemisahan atau pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun,
dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk suatu tanaman
yang utuh yang memiliki akar, batang, daun, dan bunga (Wudianti, 2004).
Perbanyakan dengan cara setek banyak dipilih orang karena
memiliki banyak keuntungan seperti penggunaan bahan yang hanya sedikit
tetapi dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam
waktu yang singkat. Selain itu,
perbanyakan dengan setek mempunyai sifat dan mutu yang sama dengan
induknya (ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, rasa buah,
warna dan keindahan bunga, dan sebagainya).
Bahan tanaman yang akan digunakan sebagai bibit, diambil dari
pohon induk terpilih (produksi tinggi dan bebas hama penyakit). Pada
8
tanaman panili, sulur yang dijadikan setek adalah sulur yang belum pernah
berbunga dan berbuah, sehat dan kuat, serta mempunyai ruas yang relatif
pendek (Rismunandar, 1985).
Persayratan bahan setek panili yang baik diambil dari batang muda,
sehat, kuat, dan belum pernah berbunga atau berbuah (Dharmaputra, 1973),
pucuknya sepanjang 20 cm dihilangkan (Dirdjopranoto, 1970), warna
kehiau-hijauan menandakan mengandung karbohidrat dan nitrogen yang
cukup untuk memproduksi akar dan tunas (Rochiman dan Haryadi, 1973),
mempunyai akar udara baru keluar dari mata pangkal batang (Direktorat
Jendral Perkebunan, 1986), dan daunnya tidak perlu dibuang kecuali pada
batang yang akan ditanam.
Menurut Bowman (1950) pengambilan bahan setek dari pohon
induk dianjurkan pagi hari, agar persediaan nutrisi dan auksin sedang
banyak. Mengambil setek siang hari saat panas sedang terik harus
dihindarkan agar setek tidak cepat layu.
Hartman dan Kester (1978) menyatakan untuk tanaman yang
mudah dibiakkan secara vegetative dengan setek , umur bahan setek tidak
berpengaruh terhadap keberhasilan pembentukan akar. Umumnya setek
yang berasal dari bahan tanaman lebih muda lebih mudah membentuk akar
dibandingkan bahan tanaman yang lebih tua karena kegiatan pembelahan,
pemanjangan , dan defrensiasi sel lebih aktif.
9
2.2. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Rootone F
Zat Pengatur tumbuh adalah senyawa organic selain hara yang
memiliki sifat-sifat seperti hormone tanaman yang dala jumlah yang kecil
dapat mendorong atau menghambat atau memodifikasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Moore, 1979). Secara fisiologi zat pengatur
tumbuh dapat bertindak sebagao ko-enzim yang mendukung beberapa
enzim dalam tanaman itu sendiri untuk mengaktifkan plasma sel dengan
membentuk semacam jembatan yang menghubungkan protein enzim
dengan plasma sel (Suseno, 1974).
Senyawa yang terkandung dalam rootone F meliputi : 1-Naftaline
asetamida (N-AD), 2 – Methil-1-Naftalen asetamida (Me-NAd), asam 2
2-Metil-1-Naftalen asetat(Me-NAA), asam Indole-3-asetat (IBA), Thiram
dan Talc (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1987).
Hasil penelitian tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan
sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan tekanan osmotic dan
permeabelitas sel terhadap air. Akibatnya terjadi pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein dan plastisitas serta
pengembangan diding sel (Moore, 1979). Setelah volume sel meningkat
dan dicapai keseimbngan baru, didin sel dijalin kembali di bawah kendali
IAA, yaitu melalui peningkatan aktivitas enzim selulase sintetasa
(Goodwin dan Mercer,1983)
Senyawa auksin merangsang biosintesa m-RNA khususnya dalam
sel yang memanjang, yang selanjutnya mempercepat sintesis baru, enzim
10
pembentuk diding sel akhirnya menyebabkan pemanjangan sel (Patel et al
.,1978) RNA yang terbentuk terlibat dalam inisiasi primordial akar
(Hartman dan Kester, 1978). Auksin juga dikatakan oleh Audus (1963)
merangsang pembentukan, pemunculan,dan deferensiasi primordial akar
dan pengaturan sel-sel akar.
IBA bersifat lebih baik dan efektif karena kandungan kimia IBA
lebih stabil, daya kerjanya lebih lama dan kemungkinan berhasil lebih
besar dalam pembentukan akar. IBA yang diberikan pada setek akan tetap
ada pada tempat pemberian sehingga dapat diharapkan respon yang baiak
terhadap pembentukan akar. NAA mempunyai sifat memperkecil batas
konsentrasi optimal perakaran (Rochiman dan Haryadi,1973). NAA juga
diketahui oleh Audus (1963) bersifat merangsang pembentukan akardengan
stabilitas kimia yang lebih besar dan mobilitas rendah. Tetapi batas
konsentrasi optimalnya sangat kecil sehingga dapat menimbulkan kerugian
besar bila belum diketahui konsentrasi yang sebenarnya bagi suatu
tanaman.
Menrut audus (1963) IBA atau auksin dapat menyebabakan
pembentukan akar lebih panjang, lebih cepat, dan membentuk system
perakaran yang lebih kompak, kuat, serta menyerabut. IBA juga dikatakan
oleh Patel et al (1978) dapat mempercepat penggunaan karbohidrat akibat
peningkatan kegiatan enzim amylase. Pada minggu ketiga, setek yang
diberi IBA terbukti telah berakar, sedangkan control masih berkalus.
Zat pengatur tumbuh IBA dan NAA merupakan auksin sintetis yang
11
efektif sehingga lazim dipergunakan untuk mendorong perakaran setek.
Campurab zat pengatur tumbuh IBA dan NAA atau IAA dengan NAA
untuk tujuan tertentu sering digunakan.
Ada tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian ZPT
yaitu : 1.) Commercial Powder Preparation (pasta); 2.) Dilute Solution
Soaking Method (perendaman); 3.) Concentrated Solution Dip Method
(pencelupan cepat). Pada pencelupan cepat konsentrasi yag digunakan
adalah 500-10000 ppm, pangkal batang dicelupkan dalan larutan ZPT selama
lima detik. Cara perendaman menggunakan konsentrasi 20-200 ppm, pangkal
batang direndam dalam larutan selama 24 jam. Kedua cara ini menggunakan
bahan pelarut alkohol. Bila menggunakan cara serbuk, konsentrasi yang
digunakan adalah 200-1000 ppm untuk setek berbatang lunak sedangkan setek
berbatang keras membutuhkan konsentrasi lima kali lebih tinggi (Weaver, 1972).
Metode perendaman adalah metode praktis yang paling awal ditemukan dan
sampai saat ini masih dipandang paling efektif. Pada setek yang berkayu lembut
(sotwood, herbaceus) jumlah larutan yang diabsorbsi akan tergantung pada jumlah
air yang diabsorbsi, karena itu metode perendaman sangat sesuai digunakan untuk
tanaman herbaceus guna mencegah terjadinya keracunan pada tanaman (Audus,
1963). Menurut Leopold (1963), biasanya konsentrasi auksin yang digunakan
berkisar antara 25-100 ppm, kemudian Hartmann dan Kester (1978),
menambahkan pada umumnya konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara
20 untuk spesies yang mudah berakar dan 200 ppm untuk spesies yang sulit
berakar.
Penggunaan metode tepung atau bubuk merupakan metode yang
paling sederhana, tidak memerlukan perendaman dan jumlah auksin yang
12
diaplikasikan relatif konstan tetapi sifat fisik zat pembawa (carrier)
berpengaruh besar terhadap bahan aktif dan zat pembawa yang berbeda
dapat menyebabakan respon tanamanyang sangat berbeda walaupun pada
konsentrasi yang sama (Audus, 1963). Disamping itu, hasil yang seragam
sulit diperoleh mengingat adanya keragaman dalam jumlah tepung
atau bubuk yang dilekatkan pada setek (Weaver, 1972). Penggunaan
metode celup cepat memungkinkan aplikasi auksin dalam jumlah yang
konstan, kurang dipengaruhi kondisi lingkungan dan larutan yang sama
dapat digunakan berulang kali, namun karena metode celup cepat
menggunakan konsentrasi tinggi, sehingga apabila konsentrasinya tidak
tepat maka akan menimbulkan penghambatan tunas, daun menguning dan
jatuh ataupun kematian setek (Weaver, 1972).
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Panili
Tanaman panili dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asalkan
tanah tersebut memiliki sifat fisik yang baik seperti mempunyai drainase
yang baik, bertekstur ringan, dan kaya bahan organik (Purseglove, 1981
dalam Zaubin dan Wahid, 1995). Tanah dengan bahan organik yang tinggi
sangat baik untuk tanaman panili karena sifat perakarannya yang dangkal
dan peka terhadap kemarau panjang. Bahan organik penting untuk
meningkatkan daya menahan air dan memperbaiki sifat fisik tanah. pH
tanah yang cocok untuk tanaman panili yaitu pH netral ( pH 6,5-7,0)
karena pada pH
ini mengandung hara dan aktivitas mikroba tanah yang optimal dan tanaman
13
panili kurang terserang penyakit.
Panili dapat tumbuh dan berproduksi mulai dari daerah dengan
ketinggian 0- 1200 m dpl. Untuk tujuan komersial, tanaman panili
sebaiknya diusahakan pada ketinggian 0 – 600 m dpl ( Ruhnayat, 2003).
Tanaman panili merupakan tanaman yang peka terhadap sinar
matahari secara langsung, oleh karena itu diperlukan pohon naungan.
Pohon naungan yang dipakai sebaiknya pertumbuhannya cepat dan rimbun,
mempunyai perakaran yang dalam sehingga tidak bersaing dengan panili,
dan yang paling penting yaitu pohon yang daunnya tidak gugur pada
musim kemarau (Ruhnayat, 2003).
Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman panili
berkisar 1500-2000 mm/tahun. Bulan basah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman panili, yaitu selama enam sampai tujuh bulan (Zaubin dan Wahid,
1995). Kelembaban udara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
panili yaitu 65 – 75 %.
14
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Percobaan pot yang ditempatkan di lapangan dilaksanakan di
Kebun Penelitian Fakultas Universitas Udayana selama tiga bulan (90
hari), yang terletak pada ketinggian 6-10 meter di atas permukaan laut.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini mencakup bahan setek
yang diambil dari tanaman yang telah dipersiapkan agardiperoleh setek
yang sehat dan sergam. Zat yang digunakan adalah Rootone F. Untuk
pengendalian penyakit digunakan fungisida Dhitane M-45. Sebagai
medium tumbuh digunakan tanah dicampur dengan pasir dan kompos
dengan perbandingan 3:1:1.
Alat yang digunakan meliputi : Polybag berukuran 30 x 12 cm,
gembor, jangka sorong, gunting potong, timbangan, cangkul, ember,
ayakan dengan diameter ayakan 2 mm, oven , paranet, bambu dan alat tulis.
3.3. Rancangan Percobaan
Pada percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial, dengan faktor pertama berbagai persiapan bahan setek panili
terdiri dari 3 taraf, yaitu
P1 : Pucuk panili dipotong saat penanaman setek
P2 : Pucuk dipotong 4 hari sebelum penanaman setek
P3 : Pucuk dipotong 8 hari sebelum penanaman setek
15
Faktor kedua adalah faktor pemberian dosis Rootone F per setek yang
terdiri dari 4 taraf , yaitu :
D0 : 0 mg/0 ml air
D1 : 50 mg/0,5 ml air D2 : 100 mg/1 ml air
D3 : 150 mg/1,5 ml air
Kedua faktor tersebut menghasilkan 12 kombinasi
perlakuan yaitu: P1D0 P2D0 P3D0
P1D1 P2D1 P3D1
P1D2 P2D2 P3D2
P1D3 P2D3 P3D3
Masing-masing kombinasi diulang tiga kali, sehingga diperlukan 36
kantong pelastik . Setiap unit perlakuan terdiri dari 3 setek, maka
seluruhnya diperlukan 108 kantong pelastik , dengan ditanamai 3 tanaman
dalam tiap perlakuan, dipanen pada umur 90 hst.
3.4. Metode Pelaksanaan
3.4.1. Pembuatan Bedengan
Tanah dicangkul dan dibersihkan dari gulma serta diratakan,
kemudian dibuat bedengan. Bedengan dibuat sebanyak 3 dengan arah utara
– selatan dengan ukuran panjang 750 cm, lebar 100 cm, dan tingginya 25
cm. Tiang naungan dibuat dari bambu dengan tinggi 175 cm dibagian timur
dan 150 cm dibagian barat.
16
3.4.2. Persiapan Medium Tumbuh
Medium tumbuh yang digunakan berupa campuran tanah, pasir dan
kompos yang masing-masing telah diayak dengan diameter ayakan 2 mm.
Perbandingan tanah, pasir dan kompos berturut-turut 3:1:1. Tiap kantong
pelastik diisi sebanyak 3 kg medium tumbuh. Untuk mencegah serangan
ulat tanah,semut dan rayap maka medium tumbuh diberikan Furadan 3 G
sebanyak 5 gram per polybag.
3.4.3. Perlakuan dan Penanaman Setek
Sebelum percobaan dilaksanakan , setek panili dibuat seragam atas
dasar nomor ruas ke 3 dari pucuk, jumlah 2 ruas, jumlah 3 buku, jumlah 2
daun dan bobot basah setek dengan penyimpangan maksimal 15% dsn
pengsmbilsn setek dilakuak pagi hari. Setek yang akan ditanam disesuaikan
dengan perlakuan waktu pemotongan setek dan diberi perlakuan dosis
Rootone F sesuai dengan perlakuan. Setek ditanam secara tegak dengan
posisi daun hampir meyentuh tanah.
3.4.4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman selama percobaan berlangsung meliputi
penyiraman, penyiangan tanaman serta pencegahan hama dan penyakit.
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor halus pada pagi hari.
Penyiangan dilakukan seminggu sekali, untuk mencegah dan
memberantas serangan semut, rayap, dan ulat tanah, diberikan Furudan 3 G
sebanyak 1g/bulan disekitar kantong pelastik bila diperlukan, Sedangkan
17
untuk mencegah dan memberantas serangan cendawan dilakukan
penyemprotan dengan Dhithane M-45
3.4.5. Peubah Pengamatan
Peubah pengamatan yang diamati, jumlah akar, panjang akar, berat
kering oven akar per tanaman.
1.Jumlah akar utama (buah)
2. Panjang akar (cm)
3. Berat kering oven akar tanah per tanaman (g)
Berat kering oven akar merupakan berat akar setelah dikeringkan
dengan oven pada suhu 800C sampai beratnya konstan.
3.4.6. Analisis Statistika
Data yang didapat kemudian dianalisis dengan analisis varian
sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila perlakuan berpengaruh
nyata terhadap variabel yang di amati maka dilanjutkan dengan uji BNT 5
%.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1. Jumlah Akar Utama (buah)
Hasil analisis statistik pada perlakuan waktu pemotongan pucuk
bahan setek (P), dosis Rootone F (D) dan interaksi antara perlakuan waktu
pemotongan pucuk bahan setek dengan dosis Rootone F ( P X D )
menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap variabel jumlah
akar utama (Tabel 4.1)
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa perlakuan waktu pemotongan pucuk
bahan setek tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan namun ada
kecenderungan nilai rata-rata jumlah akar tertinggi pada perlakuan pucuk
dipotong saat penanaman setek (P1), yaitu sebesar 1,58 buah yang berbeda
tidak nyata dengan nilai rata-rata pada pucuk dipotong 4 hari sebelum
penanaman setek dan pucuk dipotong 8 hari sebelum penanaman setek
yang besarnya sama-sama 1,33 buah. Sedangkan pada perlakuan dosis
Rootone F menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan
dosis namun ada kecenderungan nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan dosis 50 mg/ 0,5 ml air (D1) yaitu sebesar 1,66 buah yang
berbeda tidak nyata dengan dosis 50 mg/0,5 ml air, 100 mg/1 ml air dan
150 mg/ 1,5 ml air yang besarnya berturut-turut 1,33 buah, 1,44 buah dan
1,22 buah.
19
Tabel 4.1
Perlakuan Waktu Pemotongan Pucuk Bahan Setek (P) dan Dosis Rootone F (D)
terhadap Jumlah Akar (buah) dan Panjang Akar (cm)
Perlakuan Jumlah akar (buah) Panjang akar (cm)
Waktu pemotongan
pucuk bahan setek (P) :
P1 1,58 a 25,20 a
P2 1,33 a 27,06 a
P3 1,33 a 33,70 a
BNT 5%
Dosis Rootone F :
D0 1,33 a 27,11 a
D1 1,66 a 24,30 a
D2 1,44 a 28,58 a
D3 1,22 a 34,63 a
BNT 5%
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
berdasarkan uji BNT 5%
4.2. Panjang Akar (cm)
Hasil analisis statistik pada perlakuan waktu pemotongan
pucuk bahan setek (P), dosis Rootone F (D) dan interaksi antara
perlakuan waktu pemotongan pucuk bahan setek dengan dosis
Rootone F ( P X D ) menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05)
terhadap variabel panjang akar (Tabel 4.1)
Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa perlakuan waktu pemotongan
pucuk bahan setek tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan namun
ada kecenderungan nilai rata-rata panjang akar tertinggi pada
perlakuan pucuk dipotong 8 hari sebelum penanaman setek (P3),
20
yaitu sebesar 3,77 cm yang berbeda tidak nyata dengan nilai rata-rata
pada perlakuan pucuk dipotong saat penanaman dan pucuk dipotong
4 hari sebelum penanaman setek yang besarnya berturut-turut 25,20
cm dan 27,06 cm. Sedangkan pada perlakuan dosis Rootone F
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan dosis
namun ada kecenderungan nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada
perlakuan dosis 150 mg/ 1,5 ml air (D3) yaitu sebesar 34,63 cm yang
berbeda tidak nyata dengan dosis 0 mg/0 ml air, 50 mg/0,5 ml air dan
100 mg/ 1 ml air yang besarnya berturut-turut 27,11 cm, 24,3 cm dan
28,58 cm.
4.3. Berat Kering Oven Akar Pertanaman (g)
Hasil analisis statistik pada perlakuan waktu pemotongan pucuk
bahan setek (P), dosis Rootone F (D) dan interaksi antara perlakuan
waktu pemotongan pucuk bahan setek dengan dosis Rootone F ( P X D )
menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap variabel berat
kering oven akar pertanaman (Tabel 4.2).
21
Tabel 4.2
Perlakuan Waktu Pemotongan Pucuk Bahan Setek (P) dan Dosis Rootone F (D)
terhadap Berat Kering Oven Akar (g)
Perlakuan Berat kering oven akar (g)
Waktu pemotongan
pucuk bahan setek (P) :
P1 0,20 a
P2 0,20 a
P3 0,28 a
BNT 5%
Dosis Rootone F (D) :
D0 0.18 a
D1 0,21 a
D2 0,26 a
D3 0,27 a
BNT 5%
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan
uji BNT 5%
Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemotongan
pucuk bahan setek tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan namun ada
kecenderungan rata-rata berat kering oven akar pertanaman tertinggi
diperoleh pada perlakuan pucuk dipotong 8 hari sebelum penanaman setek
(P3) yaitu 0,28 g yang berbeda tidak nyata dengan nilai rata-rata pada
perlakuan pucuk dipotong saat penanaman setek dan pucuk dipotong 4 hari
sebelum penanaman setek dan dipotong pada sat nanam setek yang besarnya
sma- sama 0,20 g.
Sedangkan pada perlakuan dosis Rootone F (D) menunjukkan hasil
22
tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan dosis namun ada kecenderungan
nilai rata- rata berat kering oven akar pertanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan dosis 150 mg/1,5 ml air (D3) yaitu sebesar 0,27 g yang berbeda
tidak nyata dengan nilai rata-rata pada dosis 0 mg/ 0 ml, 50 mg/ 0,5 ml dan
100 mg/ 1ml yang besarnya berturut-turut 0,18 g, 0,21 g dan 0,26 g.
4.2 Pembahasan
Berat kering oven akar ditentukan oleh jumlah akar dan panjang
akar. Menurut Deinum (1949) bahwa setek panili mulai berakar 2 sampai 3
minggu setelah tanam. Perlakuan dosis rootone F 150 mg/1,5 ml air
menghasil berat kering oven akar tertinggi. Berakarnya setek panili dapat
pula dipermudah karena pembibitan panili dengan setek mempunyai daun.
Hal ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1983) yang mengatakan
bahwa daun menghasilkan auksin yang diperlukan untuk inisiasi akar.
Harman dan Kester (1978) menyatakan auksin yang dihasilkan oleh daun
dialirkan ke bawah ke ujung setek tempat terjadinya inisiasi akar. Inisiasi
akar dan semua aktivitas pertumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh auksin
, akan tetapi diengaruhi pula oleh interaksi diantara berbagai zat pengatur
tumbuh yang terdapat dalam tanaman tersebut dan yang berasal dari luar
tanaman itu meskipun auksin mempunyai pengaruh terbesar dalam
pembentukan akar setek. Menurut Heddy (1986) senyawa auksin sangat
penting dalam proses pembentukan akar stump. Hormon tersebut bekerja
secara sinergis membentuk kelompok rizokalin yaitu kompleks antara auksin
23
dengan kofaktor, untuk selanjutnya terlibat langsung dalam proses inisiasi
akar. Selain itu auksin juga dapat melonggarkan dinding sel korteks sehingga
mudah ditembus akar. Hal itu menunjukkan pemberian dosis Rootone F
mempengaruhi berat kering oven total dengan kata lain pemberian dosis
Rootone F mempengaruhi keberhasilan pembibitan tanaman dengan setek,
yaitu dapat meningkatkan persentase setek berakar, sehingga setek dapat
lebih cepat dipindahkan ke lapangan.
Bertambahnya umur tanaman sampai 90 hari setelah tanam
mengakibatkan pertambahan akar baru tertunda hal ini dikarenakan media
tumbuh bibit tersebut terbatas sehingga tidak dapat mengimbangi kecepatan
pertumbuhan akar pada bibit sehingga pada akhirnya kebutuhan bibit
terhadap unsur hara terus berkurang, faktor media tumbuh juga semakin tidak
seimbang dengan faktor lainnya seperti matahari, suhu, air dan udara
sehingga menyebabkan pertumbuhan bibit tidak maksimal. Namun tetap
terjadi perkembangan sel menjadi sel dewasa pada bagian- bagian vegetatif
seperti akar, batang dan tunas terus meningkat dikarenakan akumulasi dari
fotosintat.
Pertumbuhan akar setiap tanaman dengan perlakuan yang
berbeda menghasilkan berat kering oven akar yang sama. Hal ini di duga
karena jarak waktu pemotongan pucuk bahan setek cukup singkat sehingga
penimbunan asimilat pada setek yang akan digunakan tidak jauh berbeda.
Disamping itu juga yang menjadi penyebabnya adalah pemotongan pucuk
bahan setek dilakukan pada musim penghujan dimana tanaman induk panili
24
tidak mendapatkan cahaya yang cukup sebagai sumber energi dalam proses
fotosintsis sehingga pembentukan asimilat tidak cukup maksimal dalam
kurun waktu itu, karena intensitas cahaya yang sedikit, akan mampu
menghambat pertumbuhan tanaman dan proses fotosintesis (Fachrurrozie,
2012).
Setek yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat
setek yang baik yaitu setek diambil dari pohon induk terpilih (produksi
tinggi dan bebas hama penyakit), sulur yang dijadikan setek adalah sulur
yang belum pernah berbunga dan berbuah, sehat dan kuat, serta mempunyai
ruas yang relatif pendek (Rismunandar, 1985) sehingga diharapkan pada
penelitian ini setek yang memiliki sifat yang baik tersebut akan
menghasilkan pertumbuhan akar setek dan daun tunas yang lebih baik jika di
berikan perlakuan waktu pemotongan pucuk bahan setek dan dosis Rootone
F, akan tetapi hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan akar setek dan
daun tunas yang diberikan perlakuan atau pun tidak semuanya menunjukkan
hasil nilai rata-rata pertumbuhan akar setek yang sama-sama baik.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di muka ternyata :
1. Perlakuan dosis rootone F menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Tetapi dosis rootone F 150 mg/1,5 ml air cendrung memberikan berat
kering oven akar tertinggi, yaitu 0,27 g atau mengalami peningkatan
50% dibandingkan dengan tanpa pemberian rootone F.
2. Perlakuan berbagai persiapan bahan setek memberikan pengaruh tidak
nyata. Tetapi perlakuan waktu pemotongan pucuk bahan setek 8 hari
sebelum tanam memberikan daya perakaran yang cendrung paling baik
dicirikan oleh berat kering oven akar tertinggi ,yaitu 0,28 g atau
mengalami peningkatan 40% dibandingkan pemotongan pucuk bahan
setek saat tanam.
5.2. Saran
Untuk memperoleh informasi lebih lengkap, terutama dalam
usaha peningkatan daya perakaran setek panili, penelitian ini perlu
dilanjutkan dengan interval waktu pemotongan pucuk bahan setek yang
lebih lama dan dosis rotone F yang lebih tinggi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Darliana. I(2006).Pengaruh Konsentrasi Rootone F terhadap Pertumbuhan Stek
Cabang Buah Tanaman Lada (Piper Nigrum L.) Kultivar Bulok
Belantung.Fakultas Pertanian Unbar, Bandung.
Dharmaputra,T.S. 1973. Vanillarakyat di Kabupaten Malang dan Kemungkinan
Pengembangannya. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (Tidak
dipublikasikan). 65 hal.
Direktonat Jenderal Perkebunan. 1986. Pedoman bercocok tanam panili.
Direktorat Jenderal Perkebunan bekerjasama dengan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan .1987. Pestisida untuk pertanian dan
Kehutanan. 206 hal.
Dwiwarni, I. 1989. Pengaruh Penggunaan Urin Sapi dan Pupuk Daun Terhadap
Pertumbuhan Setek Panili. Pemberitaan Litri Bogor. Vol. XV, No. 3, Hal
79 -988.
Gatut Supridjadji, 1985. Pengaruh ZPT Rootone F Terhadap Pertumbuhan Stek
Tanaman Kopi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Goodwin ,T.W. and E.I. Mercer. 1983. Introduction to Plant Biochemestry.
Pergamon Press, Ofxford: 677 p.
Harahap,H. 1987. Potensi Pengembangan Panili di Indonesia. Seminar
Pengembangan PaniliMelalui Pola PIR di Denpasar, Bali. Paper.14 hal.
Hartman ,H.T., and D.E. Kester. 1978. Plant Propogation: Principel and Practice.
Prentice Hall of India Private, Ltd.New Delhi. 662p.
Koesriningrum, R. Harjadi, S.S. 1973. Pembiakan Vegetatif, Pengantar
Agronomi Fakultas Pertanian IPB.
Leopold, A.C.1963. Auxin and Plant Growth. University of California Press.
Berkeley and Los Angales. 358 p.
Leopold,A.C.and P.E.Kriedmann .1975. Plant Growth and Development.MC
Graw Hill, Inc.New York.545 p.
Manurung S. O., 1987. Status dan Potensi ZPT serta Prospek
PenggunaanRootone F dalam Perbanyakan Tanaman. Dirjen Reboisasi
27
dan RehabilitasiLahan, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Moore,T.C. 1979. Biochemestry and Physiology of Plant Hormone. Springer-
Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. 274 p.
Rismunandar. 1992. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
58 hal.
Rochiman, K. Dan S. S. Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 1 -8.
Rosman , R dan M. Tasma. 1988. Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk Kandang
Terhadap Pertumbuhan Setek Panili. Pemberitaan Litri Bogor. Vol. XIII,
No. 3 – 4. Hal 65 – 68.
Ruhnayat, A. 2003. Bertanam Vanili Si Emas Hijau nan Wangi. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Sen,L.K. 1985. Development Prospect and Export Potential of Indoinesian
Vanilla. Sudy in Gobal Context Harvard Institute for International
development. 185 hal.
Sukarman.2011.Pertumbuhan Empat Klon Harapan Panili (Vanilla planifolia
Andrews) pada Umur Fisiologis dan Posisi Ruas yang Berbeda. Littri
17(1):1–5.
Suseno, H. 1974. Fisiologi Tumbuhan: Metabolisme Dasar dan Beberapa
Aspeknya . Departemen Botani Fakulyas Pertanian IPB. Bogor. 277 hal.
Weaver, R.J. (1972). Planth Growth Substances in Agricultural. Wh. Freeman
and Co. San Francisco.
Wiraatmaja, I Wayan. 1998. Pengaruh Konsentrasi Rootone F terhadap
Pertumbuhan Setek Pangkal Panili (Vanilla planifolia Andrews) Majalah
Ilmiah Fakultas Pertanian Unud. Vol No 32 tahun 1998. Hal 1-6
Zaubin, R. dan P. Wahid.1995 Kesesuaian lingkungan tanaman panili. Prosiding
Temu Tugas Pemantapan Budidaya dan Pengolahan Panili di Lampung.
Bogor. Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat & Departemen
Perdagangan RI.
28
Lampiran 1. Tabel Pengamatan dan Analisis Sidik Ragam Jumlah Akar Utama (buah)
Perlakuan Jumlah Akar Utama (buah)
Jumlah Rataan I II III
P1D0 4 3 1 8 2.67
P1D1 1 2 1 4 1.33
P1D2 2 1 1 4 1.33
P1D3 1 1 1 3 1
P2D0 1 1 2 4 1.33
P2D1 1 1 1 3 1
P2D2 1 2 1 4 1.33
P2D3 3 1 1 5 1.67
P3D0 1 1 1 3 1
P3D1 1 2 2 5 1.67
P3D2 2 1 2 5 1.67
P3D3 1 1 1 3 1
Jumlah 19 17 15 51
Rataan 1.58 1.42 1.25 1.42
SK JK DB KT F hit F Tabel
5% 1%
Ulangan 0,66 2 0,33 0,68 ns 3.443357 5.719022
Perlakuan
P 0,5 2 0,25 0,51 ns 3.443357 5.719022
D 0,97 3 0,32 0,66 ns 3.049125 4.816606
P X D 5,94 6 0,99 2,04 ns 2.549061 3.758301
Acak 10,66 22 0,48
Total 18,75 35
FK 72,25
KK 48,59 %
Keterangan
ns = non-significant
* = berbeda nyata
** = berbeda sangat nyata
29
Lampiran 2. Tabel Pengamatan dan Analisis Sidik Ragam Panjang akar (cm)
Perlakuan Panjang Akar (cm)
Jumlah Rataan I II III
P1D0 19.4 13.5 23.5 56.4 18.80
P1D1 43.5 15.3 33.8 92.6 30.87
P1D2 23.9 11.6 19.7 55.2 18.40
P1D3 33.2 25.6 39.5 98.3 32.77
P2D0 46.4 30 14.7 91.1 30.37
P2D1 30.1 9.6 22.1 61.8 20.60
P2D2 30.5 29.1 8.7 68.3 22.77
P2D3 37.9 30.8 34.9 103.6 34.53
P3D0 13.9 51.7 30.9 96.5 32.17
P3D1 17 11.1 36.2 64.3 21.43
P3D2 59.9 39 34.9 133.8 44.60
P3D3 48.6 30.5 30.7 109.8 36.60
Jumlah 404.3 297.8 329.6 1031.7
Rataan 33.69 24.82 27.47 28.66
SK JK DB KT F hit
F Tabel
5% 1%
Ulangan 498.15 2 249.07 1.94 ns 3.44 5.72
Perlakuan
P 478 2 239.12 1.86 ns 3.44 5.72
D 513.84 3 171.28 1.33 ns 3.05 4.82
P X D 1236.81 6 206.13 1.61 ns 2.55 3.76
Acak 2841.19 22 127.91
Total 5541.26 35
FK 29.566,80
KK 39,42 %
Keterangan
ns = non-significant
* = berbeda nyata
** = berbeda sangat nyata
30
Lampiran 3. Tabel Pengamatan dan Analisis Sidik Ragam Berat Kering Oven Akar (g)
Perlakuan Berat kering oven akar (g)
Jumlah Rataan I II III
P1D0 0.1 0.15 0.14 0.39 0.13
P1D1 0.28 0.14 0.27 0.69 0.23
P1D2 0.39 0.05 0.04 0.48 0.16
P1D3 0.14 0.42 0.38 0.94 0.31
P2D0 0.24 0.22 0.07 0.53 0.18
P2D1 0.29 0.02 0.12 0.43 0.14
P2D2 0.3 0.2 0.03 0.53 0.18
P2D3 0.41 0.22 0.37 1 0.33
P3D0 0.17 0.37 0.23 0.77 0.26
P3D1 0.25 0.17 0.36 0.78 0.26
P3D2 0.52 0.28 0.53 1.33 0.44
P3D3 0.29 0.1 0.15 0.54 0.18
Jumlah 3.38 2.34 2.69 8.41
Rataan 0.28 0.20 0.22 0.23
SK JK DB KT F hit
F Tabel
5% 1%
Ulangan 0.04 2 0.02 1.69 ns 3.44 5.72
Perlakuan
P 0.04 2 0.02 1.72 ns 3.44 5.72
D 0.04 3 0.01 1.10 ns 3.05 4.82
P X D 0.19 6 0.03 2.33 ns 2.55 3.76
Acak 0.3 22 0.01
Total 0.63 35
FK 1,96
KK 43,47 %
Keterangan
ns = non-significant
* = berbeda nyata
** = berbeda sangat nyata
31
Lampiran 4. Bahan setek panili yang akan ditanam
32
Lampiran 5. Pemberian dosis Rootone F pada setek panili
33
Lampiran 6. Lahan percobaan
34
Lampiran 7. Akar panili umur 90 hs
Top Related