CLINICAL SCIENCE SESSION
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Disusun oleh :
Indah Novianty : 1301 1008 0017
Beny Nurjaman : 1301 1008 0035
Saskia Medinawati Soraya : 1301 1008 0079
Preceptor : Dedi Fitri Yadi, dr., SpAn
BAGIAN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2012
BAB I
ABSTRAK
Defisit cairan dapat timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Perubahan dalam
cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume (defisit volume seperti
dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan
komposisi (asidosis dan alkalosis).
Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mengganti defisit cairan akibat
penyakit, defisit cairan pra, selama dan pasca bedah. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi
atau tanda-tanda kelebihan cairan.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit
(Na+,K+,Cl-,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin).
Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan.
Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang
digunakan untuk menggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau
koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan
sesuai dengan kondisi pasien.
1
BAB II
PENDAHULUAN
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar
dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan
tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60%
dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat
makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang, dan
menjalankan fungsinya
Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume
(defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan konsentrasi
(elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis). Tujuan utama terapi
cairan adalah untuk mengganti defisit cairan akibat penyakit, defisit cairan pra,
selama dan pasca bedah. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak
ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan
cairan.
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
mahasiswa program studi profesi dokter mengenai cairan dan penggunaannya.
2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kompartemen Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair, yang distribusinya:
a. Zat padat : 40% dari berat badan
b. Zat cair : 60% dari berat badan, terdiri dari:
- Cairan Intrasel : 40% dari berat badan
- Cairan Ekstrasel : 20% dari berat badan, terdiri dari:
o Cairan Intravaskuler : 5% dari berat badan
o Cairan Interstitial : 15% dari berat badan
- Cairan Transseluler : 1-3% berat badan (cairan serebropinal,
synovial, gastrointestinal, dan intraorbital)
Kandungan zat cair pada saat bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1
bulan 65%, dewasa pria 60% dan wanita 50%, sisanya ialah zat padat seperti
protein, lemak, karbohidrat dan lain-lainnya.
Bayi memiliki cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini
akan berubah sesuai perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel
2 kali cairan ekstrasel.
3
Elektrolit
Natrium dan chloride merupakan elektrolit yang terpenting dalam
ekstrasel, sedangkan elektrolit yang terpenting dalam intrasel ialah kalium,
magnesium dan fosfat.
Komposisi Kompartemen Cairan Tubuh
Extracellular
Gram-Molecular
Weight
Intracellular
(mEq/L)
Intravaskular
(mEq/L)
Interstitial
(mEq/L)
Sodium 23.0 10 145 142
Potassium 39.1 140 4 4
Calcium 40.1 <1 3 3
Magnesium 24.3 50 2 2
Chloride 35.5 4 105 110
Bicarbonate 61.0 10 24 28
Phosporus 31.0 75 2 2
Protein (g/dL) 16 7 2
Cairan Intraselular
Membran luar dari sel berperan penting dalam meregulasi volume intrasel dan
komposisi. Adenosine-triphosphate (ATP)-dependent pump menukar Na+ untuk K+
dalam rasio 3:2. Karena membran sel permeabel terhadap natrium dan sedikit ion kalium,
kalium lebih terkonsentrasi di intraselular, sedangkan natrium terkonsentrasi di
ekstraselular, sehingga kalium merupakan determinan yang penting untuk menentukan
4
tekanan osmotik intraselular, sedangkan natrium merupakan determinan penting untuk
menentukan tekanan osmotik ekstraselular.
Cairan Ekstraselular
Fungsi utama dari cairan ekstraselular adalah untuk menyediakan media
untuk nutrien sel dan elektrolit. Natrium merupakan kation ekstraselular yang
paling penting dan sebagai determinan utama dalam penentuan tekanan osmotik
dan volume ekstraselular.
a. Cairan Interstitial
Tekanan cairan interstitial adalah -5mmHg. Semakin volume cairan
interstitial meningkat, tekanan interstitial meningkat pula dan menjadi
positif. Hal inilah yang dapat membuat edema.
b. Cairan Intravaskular
Cairan intravaskular, atau biasanya disebut plasma, hanya terdapat di
ruang intravaskular yang dikelilingi oleh endotel vaskular.
Kebanyakan elektrolit dapat melewati plasma dan interstitium. Tetapi,
tight-cellular juntion antar sel endotel mencegah pergerakan plasma
protein keluar dari komponen intravaskular. Junction ini disebut
dengan membran semipermeabel, karena dapat dilalui air tetapi tidak
dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
5
Pergerakan Air
Tekanan osmotik ialah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah
perembesan (difusi) cairan melalui membran semipermeabel ke dalam cairan lain
yang konsentrasinya lebih tinggi. Tekanan osmotik darah: 285±5 mOsm/L.
Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut dengan isotonik (NaCl
0.9%, Dextrosa 5%, Ringer-laktat), lebih rendah disebut hipotonik (akuades) dan
lebih tinggi disebut hipertonik.
Jenis Cairan
Terdapat tiga jenis cairan, yaitu:
1. Cairan Kristaloid
Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 3000 Dalton) dengan
atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi
ke seluruh ruangan ekstraseluler.
2. Cairan Koloid
Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (>8000 Dalton), misalnya
protein. Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap
tinggal di ruang intravaskuler.
3. Cairan Khusus
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti: NaCl 3%, bic-
nat, mannitol
6
Terdapat kontroversi mengenai penggunaan koloid dengan kristaloid, maka dibuat
generalisasi:
1. Kristaloid ketika diberikan pada jumlah yang cukup, sama efektifnya
dengan koloid dalam mengembalikan volume intravaskuler.
2. Dalam mengganti kekurangan volume intravaskuler, diperlukan 3 atau 4
kali lebih banyak cairan kristaloid dibandingkan koloid.
3. Kebanyakan pasien yang dioperasi juga mengalami kekurangan cairan
ekstraseluler.
4. Kekurangan cairan intravaskuler yang parah dapat diperbaiki lebih cepat
dengan menggunakan koloid.
5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar dalam waktu cepat (>4-5
L) berhubungan dengan edema jaringan.
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:
1. Cairan Rumatan (maintenance)
Cairan hipotonis: D5%, D5%+1/4NS dan D5%+1/2NS
2. Cairan Pengganti
Cairan isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid
3. Cairan Khusus
Cairan hipertonik: NaCl 3%, mannitol 20%, bic-nat
Cairan Kristaloid
7
Pemberian cairan kristaloid direkomendasikan sebagai cairan resusitasi
pertama pada syok septic dan hemoragik, pasien luka bakar, dan pada pasien
dengan luka di kepala. Jika 3-4 liter kristaloid sudah diberikan dan respon
hemodinamik tidak memadai, maka diberikan koloid.
Terdapat beberapa jenis cairan kristaloid yang tersedia. Cairan dipilih
berdasarkan jenis cairan yang hilang yang harus diganti.
Untuk kehilangan cairan yang melibatkan kebanyakan air, maka diganti
dengan cairan hipotonik maintenance-type solutions.
Jika kehilangan melibatkan air dan elektrolit, maka diganti dengan cairan
elektrolit isotonic replacement-type solutions.
Glukosa diberikan pada beberapa cairan untuk mempertahankan tonicity
atau untuk mencegah ketosis dan hipoglikemi akibat puasa.
Komposisi cairan kristaloid
a. Ringer Laktat
8
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan
Banyak dipergunakan sebagai replacement therapy, seperti pada:
syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Laktat pada RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat
untuk memperbaiki keadaan seperti metabolic asidosis.
Kalium yang terdapat pada RL tidak cukup untuk maintenance
sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium.
Tidak mengandung glukosa, sehingga bila dipakai sebagai cairan
maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya
ketosis.
b. Ringer Asetat
Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan
dengan RL ada beberapa kekurangan:
- Kadar Cl terlalu tinggi, sehingga pemberian cairan dalam
jumlah besar dapat menyebabkan acidosis dilutional, acidosis
hyperchloremia
- Tidak mengandung laktat
c. NaCl 0,9% (Normal Saline)
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy), terutama
untuk kasus:
- Kadar Na+ rendah
- Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti
pada: alkalosis, retensi kalium
9
- Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
- Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum
transfuse
Memiliki beberapa kekurangan
- Tidak mengandung HCO3-
- Tidak mengandung K+
- Kadar Na+ dan Cl- relative tinggi sehingga dapat terjadi
acidosis hyperchloremia, acisosis dilutional, dan
hypernatremia.
d. Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan
pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water
deficit.
Penggunaan perioperatif untuk:
- Berlangsungnya metabolism
- Menyediakan kebutuhan air
- Mencegah hipoglikemia
- Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g
KH untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh.
- Menurunkan level asam lemak bebas dan ketone
- Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g KH
Cairan infusa yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5%,
tidak boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). 10
Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas kedalam sel otak
edema otak.
e. Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan harian
kalium yang banyak terbuang (diare, diabetik asidosis)
Cairan Koloid
Cairan dengan partikel besar, yang sulit menembus membran
semipermeabel/dinding pembuluh darah. Tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Half-lives koloid di dalam intravaskular yaitu 3-6 jam.
Indikasi untuk penggunaan koloid:
1. Resusitasi cairan pada pasien dengan kehilangan cairan intravascular berat,
sebelum kedatangan darah untuk transfuse.
2. Resusitasi cairan pada hipoalbunemia berat atau kondisi yang
berhubungan dengan kehilangan protein besar (luka bakar).
Pada luka bakar, pemberian koloid harus dipertimbangkan pada luka bakar
>30% permukaan tubuh.
3. ketika sudah diberikan 3-4 L kristaloid sebelumnya.
Yang termasuk golongan ini:
a. Albumin
11
b. Blood product: RBC
c. Plasma protein fraction: plasmanat
d. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Perbandingan antara cairan kristalloid dan koloid:
12
Kristaloid Koloid
Keuntungan Murah ↑volume intravaskuler dipilih untuk penanganan
awal resusitasi cairan pada trauma atau perdarahan
Mengisi volume intravascular dengan cepat
Mengisi kekosongan ruang ke3
Bertahan lebih lama di intravaskuler
Mempertahankan/↑tekanan onkotik plasma
Memerlukan volume yang lebih sedikit
Edema perifer minimal Menurunkan TIK
Kerugian Menurunkan tekanan osmotic
Menimbulkan edema perifer
Kejadian edema pulmonal meningkat
Memerlukan volume yang lebih banyak
Efeknya sementara
Mahal Dapat menimbulkan
koagulopati Pada kebocoran kapiler,
cairan pindah ke interstitium Mengencerkan factor
pembekuan dan trombosit ↓adhesive trombosit biasa menimbulkan reaksi
anafilaktik dengan dextran dapat menyumbat tubulus
renal dan RES di hepar
Transfusi
Menurut kamus Dorland, transfusi adalah tindakan pemasukan darah lengkap atai
komponen-komponen darah secara langsung ke dalam aliran darah atau sirkulasi
WHO mengemukakan beberapa prinsip terkait transfusi, diantara lain :
Transfusi hanyalah salah satu tindakan manjemen dalam menangani
kondisi pasien
Kehilangan darah akut harus ditanggulangi terlebih dahulu oleh
penggantian cairan intravena
Klinisi harus cermat menilai resiko transmisi penyakit perantaraan
transfusi
13
Transfusi dilakukan jika keuntungannya lebih besar dari kerugian
Klinisi harus mencatat alasan transfuse dan memonitor pasien setelah
infuse diberikan
Indikasi umum pelaksanaan transfusi apabila terjadi pendarahan sampai Hb <8 gr
% atau Ht < 30% atau bedah mayor kehilangan darah >20% volume darah
Komponen:
1. Whole blood
Darah lengkap atau whole blood adalah darah yang tidak terpisah
yang dikoleksi dalam suatu kontainer antikoagulan. Adapun beberapa
larutan yang digunakan untuk mengawetkan darah, seperti pada tabel
dibawah berikut :
Tindakan pengawetan tersebut akan mempengaruhi beberapa aspek
biokimia pada darah, seperti pada table dibawah berikut :
14
Adapun beberapa penjelasan dari whole blood, seperti yang terlihat pada
table dibawah berikut :
2. Komponen darah
Berikut komponen darah yang bisa digunakan transfusi :
a. Konsentrat sel darah merah
15
Konsentrat sel darah merah disebut juga packed red cell atau
plasma-reduced blood. Komponen ini terbentuk dari hasil sentrifugasi
atau disimpan pada suhu 2°C-6°C dibawah pengaruh gravitasi selama
semalam.
o Indikasi
Pengganti sel darah merah pada pasien anemia
Digunakan bersama pada pengganti cairan pada kehilangan
darah akut
b. Konsentrat platelet
Konsentrat platelet dihasilkan dari sentrifugasi plasma dimana
diharuskan mengandung sekurang-kurangnya 240 x 109 platelet/L dan
disimpan pada suhu 20° - 24°C.
o Indikasi
Pendarahan : trombositopenia, Defisit fungsi platelet
o Kontraindikasi
TTP dan DIC
o Dosis
1 unit konsentrat/10 kg berat badan
o Komplikasi
Non hemolitik febris dan urtikaria alergik
c. Fresh frozen plasma (FFP)
FFP dipisahkan dari whole blood dengan sentrifugasi dan
disimpan dibawah suhu < -25°C selama 6—8 jam.
16
o Indikasi
Pengganti kekurangan factor pembekuan yang berganda
Dissemanited intravascular coagulation (DIC)
Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
o Dosis
Diawali 15 ml/kg
d. Cryoprecipitated
Kriopresipitasi dibentuk dari fresh frozen plasma yang
dibekukan yang mengandung 50% faktor VIII, 20-40% fibrinogen, von
Willebrand factor (vWF) dan factor XIII. Cryoprecipitated harus
disimpan dibawah suhu -25°C
o Indikasi
Untuk menanggulangi kekurangan factor VII, XIII dan vWF
Untuk menanggulangi kekurangan fibrinogen pada kasus
koagulopati, seperti Disseminated intravascular coagulation
(DIC)
Adapun komponen darah lainnya yang bisa digunakan untuk transfusi dan
merupakan turunan dari plasma, diantara lain :
Human albumin solution
Konsentrat factor VIII
Konsentrat factor IX
Konsentrat protrombin
Immunoglobulin
17
Uji pre-transfusi
Tentukan tipe golongan darah (sistem ABO dan Rh)
Lakukan uji kompatibilitas (crossmatch) berdasarkan sistem ABO dan Rh
Efek samping
Transfusi darah dapat menimbulkan beberapa reaksi, baik itu reaksi
cepat (acute) atau reaksi lambat (delayed). Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
a. Acute
Reaksi akut terjadi dalam waktu sekitar 24 jam setelah transfusi
dilakukan. Berdasarkan tingkat keparahannya, reaksi akut dapat dibagi
menjadi 3 kategori seperti yang dilihat di tabel berikut :
Secara umum, penanggulangan reaksi akut tersebut sebagai berikut :
Hentikan transfusi
Jika ada hipotensi, berikan larutan normal saline dan inotrop
18
Berikan antihistamin dan prasetamol
Beri kortikosteroid IV jika terdapat tanda anafilaktoid
Beri diuretic (furosemide)
Jika ada tanda bakteremia, beri antibiotic spectrum luas
b. Delayed
Reaksi lambat kemungkinan besar disebabkan penularan agen
infeksi, seperti dibawah berikut :
HIV
Hepatitis B dan C
Sifilis
Penyakit Chagas
Malaria
Cytomegalo vrus
Toxoplasmosis
Infectious mononucleosis
Perhitungan Penggantian Darah
Dalam prosedur operasi perlu diestimasi kehilangan darah yang diijinkan
untuk diperbolehkan dilakukan transfuse dan memperkirakan volume darah yang
akan diberikan. Adapun rumus Allowed blood loss (ABL) yaitu:
19
Ketidakseimbangan Elektrolit
1. Natrium
Ion natrium berperan dalam membentuk osmolaritas darah ( normal =
280-295 mOsm/kgH2O. Kadar normal natriuam yaitu 135-145 mg/L.
Hiponatremia
Definisi
Kadar serum natrium < 135 mEq/L
Gejala/tanda
Disorientasi, gangguan mental, kejang
Letargi, iritabilitas, lemah
Penyebab
20
Euvolemia : SIADH, hipotiroid, insufisiensi adrenal
Hipovolemia : diare, muntah, penggunaan diuretic,
Hipervolemia : cirrhosis, nephrosis
Terapi
Hipovolemia
Beri NaCl 3%
Formula Adrogue-Madilas
Na : (140 – x ) 0,6 x BB = …
Euvolemia dan hipervolemia
Restriksi cairan 800-1000 ml/hari
Hipernatremia
Definisi
Kadar serum natrium > 145 mEq/L
Gejala/tanda
Letargi, koma, iritabilitas, kejang,
Penyebab
Defisit air murni
Kurang asupan air
Renal loss : Diabetes insipidus
Defisit air dan natrium
Extrarenal loss : kulit terbakar, keringat, muntah, diare
Renal loss : diuretika, osmotic diuresis
Terapi
21
Defisit cairan : Total body water x (serum Na/ 140-1) =
2. Kalium
Kalium merupakan kation yang paling banyak dalam tubuh yang
berperan untuk meregulasi fungsi enzim intraseluler dan eksitabilitas jaringan
neuromuscular. Kadar serum normal = 3.5 – 5.5 mEq/L.
Hipokalemia
Definisi
Kadar serum K < 3.5 mEq/L
Gejala dan tanda
Mild ( K : 3 – 3,5 mEq/L)
asimtomatik
Moderate ( K : 2.5 – 3 mEq/L)
Malaise, weakness, keram, konstipasi, ileus, paralisis, aritmia
Severe ( < 2.5 mEq/L )
Hipertensi, interstitial nephritis, paralisis, aritmia
Penyebab
Pergeseran transeluler : alkalosis, hiperventilasi, beta-adrenergik
agonis
Renal loss : diuretika, metabolic alkalosis, diebtik ketoasidosis
Extrarenal loss : diare, keringat
Terapi
K = ( K1 – K2) x 0,25 BB
Suplemen kalium : KCl = oral, NGT, drip with normal saline
22
High K food : alpukat, kacang, bayam, pisang
Sembuhkan penyakit/kondisi yang mendasari
Hiperkalemia
Definisi
Kadar serum K > 5 mEq/L
Gejala dan tanda
K > 6 mEq/L : Aritmia, bradikardia, heart block, lemah otot,
pralisis, prasthesia, reflek hipoaktif, abnormal EKG ( PR dan
QRS memanjang, P mendatar )
K > 7 mEq/L : Fatal
Penyebab
Diuretika K-sparring, ACE inhibitor, hipoaldosteronisme,
disfungsi ginjal, rhabdomiolosis
Terapi
Furosemide
Hiperventilasi
Calcium glukonat
Insulin 10 U dan 5% dextrose atau albuterol
3. Kalsium
23
Kalsium berperan dalam kontraksi otot, transmisi impuls saraf,
pembekuan darah dan sekresi hormone. Kadar serum normal kalsium : 1 –
1,25 mmol/L
Hipokalsemia
Definisi
Kadar kalsium < 1 mmol/L
Gejala dan tanda
Hipotensi, bradikardi, aritmia, gagal jantung, henti jantung
Abnormal EKG ( QT dan ST memanjang)
Spasme otot, lemah, hiperrefleks, tetani, parastesia
Penyebab
Hipoparatiroid, pancreatitis, rhabdomiolosis, penyakit hepar dan
renal
Terapi
CaCl2 10% : 3-4 ml atau CaGlukonat 10% : 10 ml
Hiperkalsemia
Definisi
Kadar kalsium > 1,3 mmol/L
Gejala dan tanda
Hipertensi, aritmia, lemah, depresi mental, mual-muntah,
konstipasi, kejang, koma
Penyebab
Hiperparatioid, keganasan, imobilisasi, overdosis vitamin A atau D
24
Terapi
NaCl 0,9% + loop diuretic
4. Magnesium
Magnesium berperan dalam transfer energy dan stabilitas elektrik biologis.
Penyebab
Kehilangan lewat ginjal : diuretic, disfungsi ginjal, obat
(aminoglikosida)
Kehilangan lewat grastrointesitinal : diare, malabsorbsi
Asupan kurang, malnutrisi, alkoholisme
Gejala dan tanda
Hipomagnesemia, aritmia, vasospasme, tetani, tremor, kejang,
lemah, koma
Terapi
MgSO4 10% → 0,2 ml/Kg IV
5. Fosfat
Fosfat berperan dalam metabolism energy sel
Penyebab
Kehilangan lewat ginjal : diuretic, steroid, hipokalemia
Kehilangan lewat gastrointestinal : diare, antasida, malabsorbsi
Asupan kurang, malnutrisi
Gejala/tanda
Otot lemah, letargi, parastesia, kejang, koma
25
Gangguan fungsi platelet, disfungsi imunitas, disfungsi hepar,
hemolisis
Terapi
> 1mg/dL → enteral
< 1mg/dL → potasiium phosphate : 0,6 – 0,9 mg/kg/jam IV
26
BAB IV
KESIMPULAN
1. Cairan dalam tubuh manusia dewasa tersusun sebanyak 60% dari berat
badan
2. Terdapat tiga jenis cairan yang dapat diberikan, yaitu: cairan kristalloid,
koloid dan khusus.
3. Cairan kristalloid didistribusikan ke intraseluler, dan hanya sekitar 20%
menetap di intravaskular.
4. Pemberian cairan kristalloid direkomendasikan sebagai cairan resusitasi
pertama pada syok septic dan hemoragik, pasien luka bakar, dan pada
pasien dengan luka di kepala
5. Cairan kristalloid merupakan cairan dengan partikel besar, yang sulit
menembus membran semipermeabel/dinding pembuluh darah dan tetap
berada dalam pembuluh darah.
27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif
FK UNDIP Semarang.
2. Widya W. Hartanto. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik. Fakultas kedokteran Universitas
padjadjaran.
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2006. Clinical Anesthesiology. Fluid
Management & Transfusion. McGraw-Hill.
4. Agrawal V, Agarwal M, Shashank RJ dan Ghosh AK. 2008. Hyponatremia
and Hypernatremia : Disorders of Water Balance. JAPI; vol 56; 2008.
5. Fredrick VO, Stuart LL. 2010. Disorders of Potassium Metabolism; Chapter 3.
6. Emmanuel JC. The Clinical Use of Blood. World Health Organization (WHO)
7. McPherson RA, Pincus MR. 2007. Henry’s Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods. Saunders: Elseviers
28
Top Related