BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT dan LAPORAN KASUS MEI 2012
CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V EC. NEFROPATI DIABETIK
OLEH :
Icha Marissa Sofyan
C 111 08 318
PEMBIMBING
dr. Andri Yosef Panangian
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama : ICHA MARISSA SOFYAN
Stambuk : C 111 08 318
Judul Referat : “CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V ec.
NEFROPATI DIABETIK”
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Mei 2012
Pembimbing
(dr. Andri Yosef Panangian )
Co-Ass
( Icha Marissa Sofyan )
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
II. DEFINISI ……. ............................................................................... 2
III. KLASIFIKASI................................................................................. 3
IV. EPIDEMIOLOGI............................................................................. 4
V. ETIOLOGI …................................................................................... 5
VI. PATOGENESIS................................................................................ 7
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................... 15
VIII. PENATALAKSAAN ....................................................................... 17
LAPORAN KASUS ..................................................................................... 19
DISKUSI .......................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 36
LAMPIRAN .................................................................................................. 38
CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V e.c NEFROPATI DIABETIK
I. PENDAHULUAN
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskuler diabetes melitus.
Pada sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal
terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. Laporan
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, disebutkan bahwa
nefropati diabetik menduduki urutan nomor tiga (16,1%) setelah glomerulonefritis
kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling sering
gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah di Indonesia. Tingginya
prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab gagal ginjal terminal juga menjadi
masalah di negara-negara lain. Mengingat problematik mahalnya pengobatan cuci
darah dan cangkok ginjal, berbagai upaya dilakukan untuk dapat menegakkan
diagnosis nefropati diabetik sedini mungkin sehingga progresivitasnya menjadi
gagal ginjal terminal dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat.1
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, yaitu kronik
dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal
ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pada kedua kasus tersebut,
ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.2
Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.3
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga
dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Meskipun penyebabnya banyak,
gambaran klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu dengan lain karena gagal
ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah
total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat
dielakkan lagi.2
II. DEFINISI
Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.4
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal ( renal damage ) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan ( imaging test)
2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Tabel 1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3
Pada penyakit ginjal kronik, ada 2 hal penting yang harus ditelusuri, yakni:
1. Penyakit dasar yang menyebabkan gagal ginjal
2. Setelah fungsi 3/4 nefron hilang, sisanya akan mengambil alih fungsi
nefron yang rusak, sehingga nantinya akan menyebabkan hilangnya
fungsi ginjal.5
Nefropati Diabetik adalah salah satu manifestasi mikroangiopati diabetik
atau permulaan mikroangiopati diabetik pada ginjal, sebagai penyulit Diabetes
Melitus tipe I maupun tipe II, dengan tanda-tanda : mikroproteinuria intermiten
kemudian persisten dan makroproteinuria yang kemudian disusul dengan
penurunan fungsi ginjal yang bertahap dan hipertensi, yang perjalanannya
progresif menuju ke stadium akhir dari gagal ginjal.
Dalam pengertian patologi anatomi, Nefropati Diabetik merupakan
kumpulan dari bermacam-macam kelainan yang terdiri dari glomerulopati (difus,
noduler, eksudatif dan hialinisasi),arteriolopati (hialinisasi), dan tubulopati.6
Definisi nefropati klinis pada DM tipe2 adalah, bila ekskresi albumin
dalam urin : > 200 μg/menit urin sewaktu, atau > 300 mg/urin tampung 24 jam,
atau > 0,2 rasio albumin/kreatinin urin sewaktu. Mikroalbuminuria, merupakan
istilah untuk ekskresi albumin melalui urin yang melebihi batas normal tetapi
kadarnya tidak terdeteksi oleh metode dipstik konvensional. Mikroalbuminuria
digunakan untuk ujisaring nefropati pada pasien DM tipe2.1
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :3
LFG (ml/mnt/1,73m2)= 140 – umur X berat badan
72 x Kreatinin Plasma
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG (mL/menit/1.73
m²)
1 Kerusakan ginjal disertai LFG
normal atau meninggi
≥ 90
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Derajat Penyakit4
Derajat penyakit ginjal akibat penyakit DM dibagi menjadi 5, yaitu :
Tabel 3. Klasifikasi Neuropati Diabetik1
IV. EPIDEMIOLOGI
Diabetes telah menjadi penyebab utama pada penyakit Gagal Ginjal
Kronis di AS dan Eropa. Hal ini disebabkan fakta bahwa meningkatnya
prevalensi diabetes melitus , terutama tipe 2 , serta pasien diabetes melitus dapat
hidup lebih lama.3
Di AS nefropati diabetik menyumbang sekitar 40% kasus Gagal Ginjal
Terminal (ESRD). Sekitar 20 - 30% pasien dengan tipe 1 atau diabetes tipe 2
akan berkembang menjadi nefropati diabetik.9
Tabel 6. Penyakitt utama penyebab gagal ginjal kronik (Sumber: USRDS 2003, Annual data report; ANZDATA Registry Report 2003; The UK Renal Registry Report 2003; Iseki et al 2002).8
V. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagi penyebab. Angka
perkembangan penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan ESRD
hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun.2
Empat faktor resiko utama dalam perkembangan End Stage Renal Disease
(ESRD) adalah usia, ras , jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insiden gagal
ginjal diabetikum sangat meningkat seiring dengan berjalannya usia. ESRD yang
disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang
Afrika-amerika dari pada orang kaukasia. Secara keseluruhan insidens ESRD
lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%).2
Berdasarkan etiologinya, penyakit gagal ginjal kronik dapat dibedakan atas
3, yaitu penyakit ginjal diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan penyakit ginjal
pada transplantasi.3
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Etiologi
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit ginjal
diabetes
Diabetes Tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non
diabetes
Penyakit Glomerular
(Autoimun, infeksi sistemik, obat-obatan)
Penyakit Vaskuler
(Pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(Ginjal polikistik)
Penyakit pada
transplantasi
Rejeksi kronik
Keracunan obat (Siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent
Transplant glomerulopati
Tabel 7. Etiologi Gagal Ginjal Kronik3
VI. PATOGENESIS
Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus. Glomerulosklerosis adalah lesi yang paling khas dan dapat terjadi secara difus atau
nodular. Glomerulosklerosis diabetik difus merupakan lesi yang paling sering terjadi, terdiri atas penebalan difus matriks mesangial dengan
bahan eosinofilik disertai dengan penebalan membran basalis kapiler. Glomerulosklerosis diabetik nodular lebih jarang terjadi namun sangat
spesifik untuk penyakit ini, terdiri atas bahan eosinofilik noduler yang menumpuk dan terletak dalam perifer glomerulus didalam inti lobus
kapiler. Kelainan non glomerulus dalam nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik, nekrosis papilaris, hialinosis arteri aferen
dan eferen, serta iskemia. Glomerulosklerosis diabetik hampir selalu didahului oleh retinopati diabetik yang ditandai dengan mikroaneurisma
di sekitar makula.2
Stadium Nefropati Diabetikum
Stadium 1 ( Perubahan Fungsional Dini )
Hipertrofi ginjal
Peningkatan daerah permukaan kapiler glomerular
Peningkatan GFR
Stadium 2 ( Perubahan Struktur Dini )
Penebalan membran basalis kapiler glomerulus
GFR normal atau sedikit meningkat
Stadium 3 ( Nefropati Insipien)
Mikroalbuminuria ( 30 – 300 mg /24 jam)
Tekanan darah meningkat
Stadium 4 ( Nefropati Klinis atau Menetap)
Proteinuria( >300 mg/24 jam)
GFR menurun
Stadium 5 ( insufisiensi atau Gagal Ginjal Progresif)
GFR menurun dengan cepat (-1 ml/ bulan)
Ginjal kehilangan fungsinya setiap bulan hingga 3%
Tabel 8. Stadium Nefropati Diabetikum (Sumber: Dunlee TP. The changing management
of diabetic nephropathy Hosp Med 30(5): 45, 1995) 2
Riwayat perjalanan nefropati diabetik dari awitan hingga ESRD dapat
dibagi menjadi 5 fase atau stadium. 2
Stadium 1, atau fase perubahan fungsional dini, ditandai dengan hipertropi
dan hiperfiltrasi ginjal. Stadium 1 sebenarnya ditemukan pada semua pasien yang
didiagnosis diabetes melitus tipe 1 (bergantung insulin), dan berkembang pada
awal penyakit. Sering terjadi peningkatan GFR hingga 40% diatas normal.
Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, dengan faktor yang
memperburuk adalah kadar glukosa darah yang tinggi, glukagon yang abnormal,
hormon pertumbuhan, efek renin, angiotensin I, dan prostaglandin. Ginjal yang
menunjukkan peningkatan GFR ukurannya lebih besar dari normal, dan
glomerulus yang bersangkutan akan lebih besar dengan daerah permukaan yang
meningkat. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulosklerosis fokal.2
Stadium 2, atau fase perubahan struktural dini ditandai dengan penebalan
membran basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit bahan
matriks mesangial. Stadium ini terjadi sekitar 5 tahun setelah awitan diabetes tipe
1 dan kelihatannya akan berkembang pada semua pasien diabetes melitus.
Kerasnya penebalan atau perluasan mesangial yang terlihat pada stadium 2 secara
positif berkaitan dengan perkembangan proteinuria yang akan datang dan
penurunan fungsi ginjal. penumpukan matriks mesangial dapat mengenai lumen
kapiler glomerulus, menyebabkan iskemia dan menurunkan daerah permukaan
filtrasi, namun GFR biasanya tetap dalam kisaran normal yang tinggi. Ekskresi
albumin urine biasanya normal selama stadium 2, kecuali pada mikroalbuminemia
reversibel yang terjadi dalam waktu singkat.2
Hiperglikemia persisten menjadi faktor utama dalam patogenesis
glomerulosklerotik diabetik dan melibatkan beberapa mekanisme, termasuk (1)
vasodilatasi dengan meningkatkan mikrosirkulasi yang menyebabkan peningkatan
kebocoran zat terlarut kedalam pembuluh darah dan jaringan sekitarnya; (2)
pembuangan glukosa melalui jalur polyol (insulin independen), menyebabkan
penimbunan polyol dan penurunan kadar komponen selular utama, termasuk
glomerulus; dan (3) glikosilasi protein struktur glomerulus. Pada hiperglikemia,
glukosa memberikan reaksi dengan mengedarkan protein seluler secara non
enzimatik (misalnya glikosilasi hemoglobin menghasilkan A1C). Glikosilasi
membran basalis dan protein mesangial dapat menjadi faktor utama yang
bertanggung jawab dalam peningkatan matriks mesangial dan perubahan
permeabilitas membran yang menyebabkan proteinuria.2
Stadium 3 nefropati diabetik mengacu pada fase nefropati insipien dan
secara khas berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun setelah awitan diabetes
melitus. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap (30-300
mg/24 jam) yang hanya dapat terdeteksi dengan radioimunoassay atau metode lab
sensitif lainnya. Normalnya urin menyekresi albumin dibawah 30 mg/24 jam.
Mikroalbuminuria yang menetap dibuktikan dengan tiga atau lebih urin nefropati
yang dikumpulkan secara terpisah selama lebih dari 3-6 bulan. Mikroalbuminuria
hanya dapat dideteksi pada 25% hingga 40% pasien, dan besar kemungkinannya
untuk berkembang menjadi stadium 4 dan 5. Kadar GFR normal hingga normal
tinggi dan peningkatan tekanan darah juga merupakan gambaran pada stadium 3.2
Stadium 4, atau fase nefropati diabetik klinis ditandai dengan proteinuria
yang positif dengan carrik celup (>300 mg/24 jam) dan dengan penurunan GFR
yang progresif. Retinopati diabetik, serta hipertensi, hampir selalu ada pada
nefropati diabetik stadium 4. Stadium ini muncul kira-kira 15 tahun setelah awitan
diabetes tipe 1 dan menyebabkan ESRD pada sebagian besar kasus.2
Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif ditandai
dengan azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) disebabkan oleh
penurunan GFR yang cepat, yang pada akhirnya menyebabkan berkembangnya
ESRD dan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yg
dibutuhkan untuk menuju stadium ini adalah 20 tahun.2
Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah 5-8 tahun
pada DM tipe 2. Proses pasti kerusakan ginjal pada diabetes tidak diketahui.
Beberapa mekanisme telah diteliti diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi,
peningkatan viskositas darah, peningkatan tekanan glomerular, albumin, protein
kinase C, growth factor, Advanced Glycation End Products (AGEs), oxidative
stress, dan hiperkolesterolemia.1
Kerusakan glomerulus disebabkan oleh minimal dua mekanisme, yaitu:
denaturasi protein akibat kadar glukose yang tinggi dan efek lanjut dari hipertensi
intraglomerular. Perubahan glomerulus ginjal dapat terjadi pada awal menderita
diabetes. Hipertropi glomerulus dan penebalan membrana basalis glomerulus,
menyebabkan glomerulosklerosis interkapiler difus, berkembang selama tahun
tahun pertama penderita diabetes. Nodul Kimmelstiel-Wilson, dengan penebalan
pada pusat lobulus glomerulus dan penebalan membrana basalis perifer pada
individu penderita diabetes berbeda-beda.1
Mikroalbuminuria merupakan manifestasi pertama yang muncul pada
gangguan fungsi ginjal. Mikroalbuminuria, kadar albumin urin 20-200μg/menit
atau 30-300mg/24 jam, merupakan stadium reversibel. Schernthaner G,
melaporkan konsentrasi albumin urin lebih dari 20mg/L dalam urin sewaktu pagi
hari mengindikasikan UAE antara 20-200μg/menit dengan sensitivitas 86 % dan
spesivisitas 98 %, dengan mengukur kreatinin secara simultan dan menghitung
rasio albumin-kreatinin, sensitivitas dan spesifisitas ini tidak dapat ditingkatkan.1
Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin
dalam urin >200 μg/menit, atau >300mg/24 jam, atau >0,2 rasio
albumin/kreatinin, merupakan stadium yang ireversibel. Perkembangan lanjut
proteinuria tanpa terapi, umur harapan hidupnya kurang dari 10 tahun. Albumin
lolos ke filtrat glomerulus disebabkan oleh faktor lain selain peningkatan ukuran
pori-pori membran, meskipun faktor lain ini tidak diketahui dengan pasti. Pada
saat gagal ginjal progresif, terjadi perubahan yang meluas baik vaskuler maupun
ekstravaskuler.1
Tiga jalur metabolik yang merupakan patogenesis nefropati diabetik
adalah sebagai berikut : 1
1. Pembentukan Advanced Glycation End Products (AGEs), merupakan
hasil reaksi non-enzimatik antara prekusor dikarbonil derivat-glukose
intraseluler (glioksal, metilglioksal, dan 3-deoksiglukoson) dengan
kelompok amino dari protein intraseluler dan ekstraseluler.
* Komponen matrik ekstraseluler: matrik & interaksi matrik sel yang
abnormal, cross-linking polipeptip dari protein (kolagen), trapping
protein nonglikasi (LDL, albumin), resisten terhadap enzim proteolitik.
* Intraseluler dan protein plasma: ligasi reseptor AGEs memicu
timbulnya (Reactive Oxygen Species) ROS dan aktifasi NF-κB
terhadap sel target (endotelium, sel mesangial, makrofag) dengan
respons: sekresi sitokin dan growth factor, induksi aktifitas
prokoagulan, peningkatan permeabilitas vaskuler, produksi extra
cellulare matric (ECM) berlebihan.
2. Aktifasi Protein Kinase C (PKC), yang berefek terhadap:
* Produksi molekul proangiogenik vascular endothelial growth factor
(VEGF), yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi, karakteristik
sebagai retinopati diabetik.
* Peningkatan aktivitas vasokonstriktor endotelin-1 dan penurunan
aktivitas vasodilator endothelial nitrit oksid sinthase (eNOS).
* Produksi molekul profibrinogenik serupa transforming growth
factor-β (TGF- β), yang akan memicu deposisi matrik ekstraseluler dan
material membran basal.
* Produksi molekul prokoagulan plasminogen activator inhibitor-1
(PAI-1), memicu penurunan fibrinolisis dan kemungkinan terjadinya
oklusi vaskuler.
* Produksi sitokin pro-inflamasi oleh sel endotel vaskuler. Sering
terjadi efek AGEs dan aktifasi PKC overlapping.
Pembentukan AGE dan aktifasi Protein Kinase-C oleh hiperglikemia
dapat dilihat
Gambar 4 : Pembentukan AGE dan aktifasi Protein Kinase C oleh karena
hiperglikemia.1
3. Hiperglikemia Intraseluler dengan perubahan polyol pathways,
hiperglikemia memicu peningkatan glukosa intraseluler yang
dimetabolisme oleh enzim aldose reductase menjadi sorbitol, poliol.
Dalam proses ini NADPH intraseluler berfungsi sebagai kofaktor.
NADPH juga diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim glutathion
reductase untuk regenerasi glutathion (GSH). GSH merupakan
antioksidan penting dalam mekanisme intraseluler, sehingga
penurunan kadar GSH meningkatkan kerentanan sel terhadap stres
oksidatif. Hiperglikemia diyakini sebagai penyebab komplikasi
diabetes melalui reaksi glikasi, aktifasi Protein Kinase C, dan polyol
pathway, selanjutnya produksi berlebihan reactive oxygen species dari
mitokondria. Pada kenyataannya mekanisme ini saling mempengaruhi
satu sama lain. Diketahui bahwa 3-Deoxyglucosone (3-DG) terbentuk
dari fruktose melalui polyol pathway sebagai glucose-derived glycated
proteins. Selanjutnya ditemukan bahwa perkembangan komplikasi
diabetes lebih cepat pada pasien dengan kadar serum 3-DG ekstrem
tinggi. Pasien dengan kadar 3-DG yang tinggi menunjukkan tendensi
komplikasi yang berat, pada kondisi dimana kadar HbA1c mereka
tidak tinggi. Sebaliknya pasien dengan kadar 3-DG yang rendah
menunjukkan relatif resisten terhadap berkembangnya komplikasi.
Dilaporkan bahwa, kadar serum 3-DG berperan pada perkembangan
baik nefropati maupun retinopati secara signifikan dibandingkan
dengan lamanya diabetes. Bahkan ada yang berpendapat bahwa, kadar
3-DG serum dapat digunakan sebagai marker untuk prediksi prognosis
mikroangiopati. Hal ini disebabkan potensi cross-linking antara 3-DG
pada polimerisasi protein lebih kuat 10 kali dibandingkan dengan
glukose. Penemuan ini menunjukkan bahwa formasi AGEs
berakselerasi eksponensial ketika glukose dikonversi menjadi 3-DG.
Studi imunohistokimia juga menunjukkan bahwa 3-DG – derived
AGEs seperti pyrraline dan imidazolone terakumulasi pada lesi
angiopati diabetik. Studi terbaru mengatakan bahwa 3-DG berefek
langsung pada fungsi sel. Che, dkk melaporkan highly reactive
dicarbonyls khususnya 3-DG memicu stres oksidatif intraseluler
dengan merusak bagian aktif dari enzim antioksidan. Sehingga paparan
yang lama terhadap kadar 3-DG yang tinggi terhadap sel akan
menyebabkan berbagai gangguan. 8
Hal ini mendukung penemuan pada pasien diabetik dengan kadar 3-
DG relatif tinggi berkembang menjadi komplikasi yang berat.
Peningkatan kadar 3- DG diinduksi oleh hiperglikemia, sehingga pada
pasien diabetik terdapat kadar 3- DG yang tinggi. Hal ini merupakan
harapan baru sebagai target farmakologi untuk pencegahan
progresivitas komplikasi diabetik, dengan menghambat pembentukan
dicarbonyl compounds misal 3-DG.
Gambar 5. Skema Patofisiologi Nepropati Diabetik1
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Sesuai penyakit yang mendasarinya
2. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum kreatinin,
dan penurunan LFG
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.3
Diagnosis stadium klinis nefropati diabetik secara klasik adalah
dengan ditemukannya proteinuria > 0,5 gram/hari. Mengingat bahwa
hampir semua ekskresi protein dalam urin berbentuk albumin,
dihubungkan juga dengan perubahan morfologi membran basal yang
terjadi, telah dibuat konsensus bahwa diagnosis klinis nefropati diabetik
sudah dapat ditegakkan bila didapatkan makroalbuminuria persisten
(albuminuria > 300 mg/urin tampung 24 jam atau >200 μg/menit urin
sewaktu). Disebut persisten (menetap) adalah bila 2 dari 3 kali
pemeriksaan, yang dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan, memberikan
hasil positif. Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi
albumin dalam urin : > 200 μg/menit urin sewaktu, atau > 300 mg/urin
tampung 24 jam, atau > 0,2 rasio albumin/kreatinin urin sewaktu.
Mikroalbuminuria, merupakan istilah untuk ekskresi albumin melalui
urin yang melebihi batas normal tetapi kadarnya tidak terdeteksi oleh
metode dipstik konvensional. Mikroalbuminuria digunakan untuk uji
saring nefropati pada pasien DM tipe2. Mikroalbuminuria menunjukkan
stadium yang reversible pada disfungsi renal, sedangkan proteinuria klinis
menunjukkan penyakit yang irreversible.12
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis pada penyakit ginjal kronik digunakan untuk
menyingkirkan berbagai penyakit penyebab, yaitu antara lain :
1. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radiopak
2. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering
tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yamg sudah mengalami kerusakan
3. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan
indikasi
4. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronephrosis atau
batu ginjal, kista, massa, ataupun kalsifikasi
5. Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi dikerjakan bila
ada indikasi3
VIII. PENATALAKSANAAN
Tanda klinik bagi setiap tahap nefropati diabetik adalah hiperglikemia,
hipertensi, dan selalu dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini
sekaligus merupakan faktor resiko untuk progresifitas ke tahap selanjutnya. Faktor
resiko lainnya ialah konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap
tahapan umumnya sama dan adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk
memperlambat progresivitas program yang dimaksud. Terapi dasar adalah
kendalikan gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah. Di
samping itu perlu dilakukan usaha mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,
menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan
merokok, dll, juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.3
1.) Pengendalian Kadar gula darah
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan
melibatkan ribuan pasien telah menunjukkan bahwa pengendalian
kadar gula darah secara intensif akan mencegah progresifitas dan
mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada pasien DM
tipe 1 maupun DM tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar
ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan
pengendalian secara intensif adalah pencapaian kadar HbA1C <7%,
kadar gula darah preprandial 90 – 130 mg/dl, post prandial < 180
mg/dl
2.) Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek
perlindungan yang besar, baik terhdap ginjal, renoproteksi, maupun
terhadap organ kardiovaskuler. Pada umumnya target adalah tekanan
darah <130/90 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat >1
gram/24 jam maka target perlu lebih rendah, yaitu <125/75 mmHg.
Hal yang paling penting diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah
yang ditargetkan. Tetapi karena ACE Inhibitor dan ARB dikenal
memiliki efek proteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-
obatan ini sebagai obat awal hipertensi pada pasien DM.3
3.) Pengaturan Diet
Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet
rendah protein sangat penting. Umumnya dewasa ini disepakati
pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari,
atau sekitar 10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan Nefropati
Overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun maka pembatasan protein
dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk
memperlambat penurunan LFG selanjutnya.
Pada pasien DM sendiri cenderung mengalami keadaan dislipidemia
diatasi dengan statin, dengan target LDL Kolesterol <100 mg/dl pada
pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.
4.) Penangan Multifaktoral
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Kopenhagen
mendapatkan bahwa penanganan intensif secara multifaktorial pada
pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria menunjukkan
pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi penanganan sesuai
panduan umum penanganan diabetes nasional. Penangan harus secara
intensif, artinya terapi yang dititrasi sampai mencapai target, baik
tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria,
serta juga disertai pencegahan penyakit kardiovaskuler dengan
pemberian aspirin. Obat-obat ACE inhibitor dan ARB lebih banyak
digunakan. Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak
menggunakan statin.3
LAPORAN KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V e.c NEFROPATI DIABETIK
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AA
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : DSN Sentosa Desa Leko Pancing , Maros
Masuk : 13 Maret 2012
Bangsal/Ruang : Lontara I, Bawah Belakang Kamar 6/II,
RSWS
No. Rekam Medik : 539718
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : Lemah badan
Anamnesis Terpimpin : Lemah badan dialami sejak jam 20.00 wita SMRS,
awalnya pasien selalu terlihat tertidur. Kira-kira jam setengah 20.30 wita
OSI tidak bangun dan hanya berespon bila diberikan rangsang nyeri
Awalnya sehari sebelum OSI mengeluhkan nyeri ulu hati (+) dan keluhan
mual (+) dan muntah (+) dengan frekuensi > 5x sejak 2 hari terakhir..
Demam (-), riwayat demam (-)
Nyeri uluhati (-), mual (-), muntah (+) Nafsu makan menurun
BAB : belum hari ini. Riwayat BAB hitam (-)
BAK : perkateter, volume + 900 cc/hari dlm 8jam, warna kuning.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat DM (+) sejak tahun 1997, terakhir dengan insulin
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Operasi Kaki diabetic 1th yang lalu.
OBJEKTIF
a) Keadaan Umum: Status Presens: SS/GC/CM
b) Tanda Vital dan Antropometri
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, kuat
angkat.
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 36.5 oC
BB : 55kg
TB : 155 cm
IMT : 18,73 kg/m2
c) Pemeriksaan Fisis
Kepala : anemis (+), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : MT (-), NT(-), DVS R +1 cmH20, deviasi trakhea (-)
Thorax I : simetris kiri=kanan
P : MT (-), NT (-), Vocal Fremitus pada paru kanan
P : redup (dullness) pada paru kanan, paru kiri sonor.
A : BP : vesikuler, BT: Rh-/-, Wh-/-
BP kiri dalam batas normal
BP kanan: , setinggi V.Th X - XI
Jantung I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan melebar 1 jari lateral
Hemithorax Sinistra.
A : BJ I/II murni reguler
Abdomen I : cembung, ikut gerak nafas
A : peristaltik (+) kesan normal
P : NT (-), MT (-)
P : undulasi test (+)
Ekstremitas : edema pitting pretibial +/+, edema pitting dorsum pedis +/+
d) Diagnosis Kerja
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin (13 maret 2012)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
WBC 16.89 4.00 – 10.0 [103/uL]
RBC 2.64 4.00 – 6.00 [106/uL]
HGB 7.5 12.0 – 16.0 [g/dL]
HCT 19.0 37.0 – 48.0 [%]
PLT 215 150 – 400 [103/uL]
MCV
MCH
MCHC
72.0
28.4
39.5
80.0 – 97.0
26.5 – 33.5
31.5 – 35.0
[fL]
[pg]
[g/dL]
Laboratorium Elektrolit (13 maret 2012)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
Na 105 136-145 mmol/L
K 2.4 3.5 – 5.1 mmol/L
Cl 79 97-111 mmol/L
Laboratorium Gula Darah Puasa & Kolesterol (13 Februari 2012)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
GDS 242 140 mg/dl
Kolesterol Total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida
Laboratorium koagulasi dan trombosis ( 13 maret 2012)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
BT 7.00 4-10 menit
PT 10.9 control 11.7 10-14 detik
0.91
APTT 25.6 control 26.2 22.0-30.0 detik
Laboratorium Hati ( 13 maret 2012)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN UNIT
GOT 18 < 38 U/L
GPT 12 < 41 U/L
Albumin 2,4 3,5-5,0 Gram/dl
Laboratorium Ureum, kreatinin (13 maret 2012)
Ureum 143 10-50 mg/dLKreatinin 6.86 L (<1.3): (P <1.1) mg/dL
laju filtrasi Glomerulus = ( 140 – umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl) x 0,85
= ( 140- 49 ) x 55
72 x 6.86 x 0,85
= 11.92 ml/mnt/1,73m2
Radiologi :
Foto Thorax (14 maret 2012) :
Kesan : Cord an Pulmo dalam batas normal dan atherosclerosis aortae
USG Abdomen (13 maret 2012) :
Kesan : Efusi pleura dextra dan Ascites
Diagnosis :
1. CKD Stage V ec. Susp Nefropati Diabetik
2. DM tipe 2
3. HT grade 1 on treatment
4. Hipoalbuminemia
e) Penatalaksanaan
I. Terapi non farmakologis
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium
- Diet protein 0,6 gram/kgbb/hari
Terapi farmakologis
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80 mg 1-0-0
- Novorapid 6-6-6 fu/sc
II. Terapi Komplikasi
- Hemodialisis
LEMBAR FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi
Hari ke- 1
13-03-2012
S: lemah badan
O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (+) Shifting dullness (+)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial +/+
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
- Diet DM 1600 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,8
gr/kgbb/hari
- Ceftriaxone 1 amp/24jam/iv
Periksa:
- DR, ur, kreatinin, GOT,
GPT, GDS, elektrolit,
albumin
- USG abdomen
- Foto Thorax PA
Rencana:
- Albumin 1 kolf/hari
Edukasi HD
Hari ke- 2
14-03-2012
T : 150/90
N : 72 x/i
P : 20 x/i
S : 36.5
S : Keluhan (-)
O : O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (-) Shifting dullness (-)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial +/+
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,6
gr/kgbb/hari
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80mg 1-0-0
- Ceftriaxone dexa 1
gr/24jam/iv
Periksa Albumin
Hari ke- 3
15-03-2012
T :150/90
N : 72 x/i
P : 20 x/i
S : 36.5
S : Keluhan (-)
O : O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (-) Shifting dullness (-)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial +/+
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
GH
S : mual (+) muntah (-) nyeri ulu
hati (-)
O : KU :Anemis (-), Ikt (-)
Rh +/+. Wh -/-
Ascites (+)
Udem +/+
A : CKD Stage V ec Nefropati
Diabetik
HT on treatment
Hipoalbuminemia
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,6
gr/kgbb/hari
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80mg 1-0-0
- Ceftriaxone dexa 1
gr/24jam/iv
- Octalbin 20% H1
- Diet rendah garam, rendah
kalium, rendah purin,
rendah protein 0,6
kg/bb/hr
- Connecta
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Irverbal 300mg 1-0-0
- Ondasentron
1amp/12jam/iv
HD sesuai jadwal
Hari ke- 4
16-03-2012
T : 140/70
N : 64 x/i
P : 20 x/i
S : 36.5
S : Keluhan (-)
O : O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (-) Shifting dullness (-)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial +/+
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,6
gr/kgbb/hari
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80mg 1-0-0
- Ceftriaxone dexa 1
gr/24jam/iv
- Octalbin 20% H2
Periksa albumin
Rencana HD hari ini
Hari ke- 5
17-03-2012
T : 130/80
N : 66 x/i
P : 20 x/i
S : 36.5
S : Keluhan (-)
O : O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (-) Shifting dullness (-)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial -/-
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,6
gr/kgbb/hari
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80mg 1-0-0
- Ceftriaxone dexa 1
gr/24jam/iv
- Octalbin 20% H3
Lab terakhir tgl 13-03-
2012
Usul : Kontrol ulang
Ureum, creatinin, Hb sAg,
Anti HCV
Hari ke- 6
18-03-2012
T : 140/80
N : 60 x/i
P : 20 x/i
S : 36.5
S : Keluhan (-)
O : Anemia (+), Ikterus (-)
DVS R +2 cmH2O
BP : Vesikuler, menurun di
kanan, setinggi Th X-XI
BT : Rh -/-, wh -/-
Ascites (-) Shifting dullness (-)
Peristaltik (+) kesan N
Ext : Pitting edema pretibial -/-
A :
CKD Stage V ec. Susp Nefropati DiabetikDM tipe 2HT grade 1 on treatmentHipoalbuminemia
- Diet DM 1900 kkal/hari
- Diet rendah garam, purin,
kalium
- Diet protein 0,6
gr/kgbb/hari
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80mg 1-0-0
- Ceftriaxone dexa 1
gr/24jam/iv
- Octalbin 20% H4
RESUME
Seorang perempuan, 49 tahun datang ke RS Lemah badan dialami sejak jam
20.00 wita SMRS, awalnya pasien selalu terlihat tertidur. Kira-kira jam
setengah 20.30wita OSI tidak bangun dan hanya berespon bila diberikan
rangsang nyeri Awalnya sehari sebelum OSI mengeluhkan nyeri ulu hati (+)
dan keluhan mual (+) dan muntah (+) dengan frekuensi > 5x sejak 2hari
terakhir.. Demam (-), riwayat demam (-). Nyeri uluhati (-), mual (-),
muntah (+) Nafsu makan menurun.
BAB belum hari ini dan BAK perkateter volume + 900 cc/hari dlm 8jam,
warna kuning. Riwayat DM (+) sejak tahun 1997, terakhir dengan insulin.
Riwayat Operasi kaki diabetic 1 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan sakit sedang, gizi cukup,
kompos mentis. BB: 55kg, TB: 155cm, IMT: 22,91 kg/m2. Tekanan darah:
160/100 mmHg, Nadi: 85 kali/menit, Pernafasan : 24 kali/menit. Suhu
: 36.5 oC. Pada pemeriksaan kepala, konjunctiva anemis (+),sklera ikterus
(-), bibir sianosis (-). Leher : MT (-), NT(-), DVS R+2 cmH20 dan tidak
ditemukan adanya deviasi trakea. Pada pemeriksaan thorax, didapatkan
redup (dullness) pada paru kanan saat perkusi, bunyi pernafasan vesikuler
kesan normal pada lobus kiri dan menurun setinggi V.Th X -XI pada lobus
kanan. Didapatkan vocal fremitus juga menurun pada paru kanan, tidak
ditemukan ronki dan wheezing. Jantung dan abdomen kesan normal.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, Anemia Normositik
Normokrom dengan RBC: 2.64, HGB : 7,5 MCV: 72.0, MCH: 28.4,
MCHC:39.5., HCT: 19.0. Leukosit dan trombosit , leukositosi dengan
WBC:16.89. PLT: 215x103.
Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan Na : 105 , K: 2.9, Cl: 74. Pada
pemeriksaan Gula darah puas didapatkan GDS: 242 mg/dL.Pada
pemeriksaan ureum dan kreatinin didapatkan ureum: 143, dan kreatin 6.86.
Pada pemeriksaan foto thorax tampak corakan bronchovaskuler dalam
batas normal. Tidak tampak proses spesifik pada kedua lapangan paru . Cor
dalam batas normal klasifikasi aorta. Kedua sinus dan diafragma baik.
Tulang-tulang yang tervisualisasi intak. Kesan cor dan pulmo dalam batas
normal, atherosclerosis aortae
Pada pemeriksaan USG abdomen tampak densitas cairan bebas pada
cavum pleura kanan dan cavum peritoneum, dengan kesan efusi pleura
dekstra dan ascites.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai Chronic Kidney
Disease ec. Susp Nefropati Diabetik.
DISKUSI
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis didapatkan :
5. Subjektif
a. Lemah badan yang dirasakan pada pasien.
b. Mual (+), muntah (+), Nyeri ulu hati (+)
c. bengkak pada kedua kaki.
bengkak pada kedua kaki disebut edema. edema terjadi akibat proses
ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga
terjadi penumpukan cairan di jaringan interstisial.
d. BAK perkateter volume + 900 cc/hari dlm 8jam, warna kuning.
e. Riwayat DM (+) sejak tahun 1997, terakhir dengan suntik
f. Riwayat operasi kaki diabetic 1tahun yang lalu.
6. Objektif
a. sakit sedang, gizi cukup, kompos mentis.
b. BB: 55kg, dan TB: 155cm, IMT: 22,91 k2.
IMT = BB/TB= 55/1,552 = 22.91 kg/m2
Jadi, status gizi pasien ialah gizi cukup.
c. Tekanan darah: 160/100 mmHg, Nadi: 85 kali/menit, Pernafasan :24
kali/menit. Suhu: 36.5 oC.
Tekanan darah 200/100 mmHg termasuk dalam Hipertensi grade II
Nadi, pernapasan, dan suhu dalam batas normal.
d. Pada pemeriksaan kepala, konjunctiva anemis (+),sklera ikterus (-), bibir
sianosis (-).
Leher : MT (-), NT(-), DVS R+2 cmH20 dan tidak ditemukan adanya
deviasi trakea.
Pada pemeriksaan thorax, didapatkan redup (dullness) pada paru kanan
saat perkusi, bunyi pernafasan vesikuler kesan normal pada lobus kiri dan
menurun setinggi V.Th X -XI pada lobus kanan. Didapatkan vocal
fremitus juga menurun pada paru kanan, tidak ditemukan ronki dan
wheezing. Redup (dullness) pada paru kanan saat perkusi bisa
menandakan adanya proses konsolidasi, fibrosis, cairan, dan efusi dalam
rongga thorax.
Jantung dan abdomen kesan normal.
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, Anemia Normositik
Normokrom dengan RBC: 2.64, HGB : 7,5 MCV: 72.0, MCH: 28.4,
MCHC:39.5., HCT: 19.0. Leukosit dan trombosit , leukositosi dengan
WBC:16.89 x103. PLT: 215x103.
f. Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan Na : 105 , K: 2.9, Cl: 74. Pada
pemeriksaan Gula darah puas didapatkan GDS: 242 mg/dL.Pada
pemeriksaan ureum dan kreatinin didapatkan ureum: 143, dan kreatin
6.86.
g. pada pemeriksaan foto thorax tampak corakan bronchovaskuler dalam
batas normal. Tidak tampak proses spesifik pada kedua lapangan paru .
Cor dalam batas normal klasifikasi aorta. Kedua sinus dan diafragma
baik. Tulang-tulang yang tervisualisasi intak. Kesan cor dan pulmo dalam
batas normal, atherosclerosis aortae
h. Pada pemeriksaan USG abdomen tampak densitas cairan bebas pada
cavum pleura kanan dan cavum peritoneum, dengan kesan efusi pleura
dekstra dan ascites.
.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai Chronic Kidney
Disease Stadium V ec. Susp Nefropati Diabetik.
Pada pasien ini, berdasarkan hasil pemeriksaan ureum 143, dan kreatinin
6 ,86 maka laju filtrasi Glomerulus = ( 140 – umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl) x 0,85
= ( 140- 49 ) x 55
72 x 4.7 x 0,85
= 11.92 ml/mnt/1,73m2
Jadi, klasifikasi atas dasar derajat penyakit pada pasien ini,
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, dengan hasil Chronic Kidney Disease
Stage V, dengan LFG < 15 ml/mnt/1,73m2..
Pada stadium dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
neuron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan terjadi penurunan berat
badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan elektrolit natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau tranplantasi
ginjal. pada keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal ginjal.
Pada pasien ini sudah masuk ke tahap V, dimana gejala klinis yang tampak
pada pasien ini adalah anemia, hipertensi, mual, muntah, nyeri uluhati, oligouria,
proteinuria, edema masif, yaitu ascites dan edema pretibial.
Fungsi ginjal salah satunya ialah mensekresikan eritropoietin, suatu
hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah. Sehingga pada pasien
dengan gagal ginjal kronis, eritropoietin tidak dapat dihasilkan sehingga sel darah
merah tidak dapat terbentuk, sehingga pada pasien ini didapatkan pemeriksaan
RBC: 2.64, HGB : 7,5 MCV: 72.0, MCH: 28.4, MCHC:39.5., HCT: 19.0. dengan
kesan Anemia normositik normokrom.
Pada pasien dengan LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan elektrolit natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau tranplantasi
ginjal. pada keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal ginjal2
Pada pasien ini LFG 11,92, artinya sudah termasuk gagal ginjal stadium
akhir. Penurunan LFG <15% dengan kadar ureum 143 pada pasien ini telah
memperlihatkan gejala-gejala sindrom uremia, seperti mual, muntah, nyeri ulu
hati, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia).
Gejala-gejala yang timbul dari Chronic Kidney Disease stage V, selain
sindrom uremia, terdapat pula gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit
penyebab CKD.
Berdasarkan gejala klinis pasien ini, didapatkan Riwayat DM, sejak tahun
1997, dan proteinuria, berdasarkan pemeriksaan urinalisis sehingga Penyebab
utama dari gagal ginjal kronik pada pasien ini ialah akibat DM tipe 2.
Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di
bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu
tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.
Adapun klasifikasi nefropati diabtetik adalah sbb :
Pada pasien ini nefropati diabetik sudah sampai pada tahap V, karena telah
menunjukkan tanda-tanda sindroma uremia sehingga memerlukan terapi
pengganti.
Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif ditandai
dengan azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) disebabkan oleh
penurunan GFR yang cepat, yang pada akhirnya menyebabkan berkembangnya
ESRD dan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yg
dibutuhkan untuk menuju stadium ini adalah 20 tahun.2
Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah 5-8 tahun
pada DM tipe2. Proses pasti kerusakan ginjal pada diabetes tidak diketahui.
Beberapa mekanisme telah diteliti diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi,
peningkatan viskositas darah, peningkatan tekanan glomerular, albumin, protein
kinase C, growth factor, Advanced Glycation End Products (AGEs), oxidative
stress, dan hiperkolesterolemia.
Kerusakan glomerulus disebabkan oleh minimal dua mekanisme, yaitu:
denaturasi protein oleh kadar glukose yang tinggi dan efek lanjut dari hipertensi
intraglomerular. Perubahan glomerulus ginjal dapat terjadi pada awal menderita
diabetes. Hipertropi glomerulus dan penebalan membrana basalis glomerulus,
menyebabkan glomerulosklerosis interkapiler difus, berkembang selama tahun
tahun pertama penderita diabetes. Nodul Kimmelstiel-Wilson, dengan penebalan
pada pusat lobulus glomerulus dan penebalan membrana basalis perifer pada
individu penderita diabetes berbeda-beda.
Mikroalbuminuria merupakan manifestasi pertama yang muncul pada
gangguan fungsi ginjal. Mikroalbuminuria, kadar albumin urin 20-200μg/menit
atau 30-300mg/24 jam, merupakan stadium reversibel. Schernthaner G,
melaporkan konsentrasi albumin urin lebih dari 20mg/L dalam urin sewaktu pagi
hari mengindikasikan UAE antara 20-200μg/menit dengan sensitivitas 86 % dan
spesivisitas 98 %, dengan mengukur kreatinin secara simultan dan menghitung
rasio albumin-kreatinin, sensitivitas dan spesivisitas ini tidak dapat ditingkatkan.
Definisi nefropati klinis pada DM tipe 2 adalah, bila ekskresi albumin
dalam urin >200 μg/menit, atau >300mg/24 jam, atau >0,2 rasio
albumin/kreatinin, merupakan stadium yang ireversibel. Perkembangan lanjut
proteinuria tanpa terapi, umur harapan hidupnya kurang dari 10 tahun. Albumin
lolos ke filtrat glomerulus disebabkan oleh faktor lain selain peningkatan ukuran
pori-pori membran, meskipun faktor lain ini tidak diketahui dengan pasti. Pada
saat gagal ginjal progresif, terjadi perubahan yang meluas baik vaskuler maupun
ekstravaskuler.
Pada pasien ini kadar albumin 2.6, dengan kesan hipoalbuminemia,
menandakan peningkatan Albumin yang lolos ke filtrat glomerulus. Dengan
menurunnya kadar albumin dalam serum menyebabkan terjadinya penurunan
onkotik intravaskuler yang menyebabkan terjadinya edema, sehingga pada pasien
ini didapatkan ascites dengan tes shifting dullness (+), dan pitting edema pretibial
(+).
Pada pemeriksaan foto thorax tampak corakan bronchovaskuler dalam batas
normal. Tidak tampak proses spesifik pada kedua lapangan paru . Cor dalam batas
normal klasifikasi aorta. Kedua sinus dan diafragma baik. Tulang-tulang yang
tervisualisasi intak. Kesan cor dan pulmo dalam batas normal, atherosclerosis
aortae
Pada pemeriksaan USG abdomen tampak densitas cairan bebas pada cavum
pleura kanan dan cavum peritoneum, dengan kesan efusi pleura dekstra dan
ascites.
Terapi non farmakologis pada pasien ini berupaDiet DM 1600 kkal/hari,
Diet rendah garam, rendah purin, rendah kalium, Diet protein 0,6 gram/kgbb/hari.
Terapi farmakologis berupa amlodipine 10 mg 1x1, valsartan 80mg 1x1 dan
novorapid 6-6-6 fu/sc. Dan Terapi Komplikasi pada pasien ini adalah
Hemodialisis/ terapi pengganti ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto, Edi. Korelasi Jumlah Netrofil, Limfosit, dan Monosit Dengan
Kadar Albumin Urin pada Pasien DM Tipe-2.Patologi Klinik Universitas
Diponegoro, 2007.
2. Sylvia A. Price, Lorraine Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Volume 2. Jakarta: EGC. 2005.
3. Aziz Rani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006.
4. DENNIS L. KASPER, ANTHONY S. FAUCI, et al1. 16th Edition
Harrison’s Principles of Internal. 2005.
5. Hannaman A. Internal Medicine Review Core Curiculum. Nephrology
Advisor. 2007.
6. Bidaya Eny, Tjokroprawiro Askandar. Nefropati Diabetik. Cermin Dunia
Kedokteran No. 43, 1987.
7. Compendium Of Indonesian Medicine, IPD’s CIM First Edition. PT
Medinfocom Indonesia. 2009.
8. Walter Siegenthaler. Differential Diagnosis in Internal Medicine From
Symptom to Diagnosis. Georg Thieme Verlag, Rüdigerstrasse 14, 70469
Stuttgart, Germany. 2007.
9. Mark E. Molitch, MD (chair); Ralph A. DeFronzo, MD; Marion J. Franz, et
all. Nephropathy in Diabetes. American Diabetes Association. Diabetes Care,
Volume 27, Supplement 1, Januari 2004.
10.Laurelle Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2001.
11.Guyton, Arthur C. Text Book of Medical Physiology, Elevent Edition.
Department of Physiology and Biophysics University of Mississippi Medical
Center Jackson, Mississippi. 2006.
12.Setyo Raharjo. Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kadar TNF α dan
Prokalsitonin pada Pasie Nefropati Diabetik Stadium V. Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UNS. 2010.
Top Related