CASE PRESENTATION SUBDIVISI BEDAH ONKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Rosda
Tanggal lahir : 29/09/1979
J. Kelamin : Perempuan
RM : 651453
Tgl. MRS : 24/02/2013
Alamat : Jl.Sultan Hasanuddin
Ruangan : Lontara 2 Kamar 4 Bed 1
Jaminan : JKN
II. ANAMNESIS
KU : Benjolan pada leher samping kanan
AT : Disadari oleh pasien sejak sekitar 2 tahun yang lalu, awalnya sebesar
kelereng pada leher sebelah kanan namun lama kelamaan membesar.Tidak
dirasakan nyeri pada benjolan. Tidak ada nyeri menelan. Tidak ada perubahan
suara menjadi serak, tidak sesak nafas, tidak dirasakan jantung berdebar-debar,
tidak ada perasaan mudah lelah maupun sering berkeringat. Pasien tidak pernah
merasa tangannya sering gemetar. Nafsu makan pasien normal dan tidak
mengalami penurunan berat badan.
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada. Riwayat berobat
sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi di daerah leher tidak ada, riwayat
penyinaran radiasi di sekitar leher tidak ada. Riwayat tempat tinggal di daerah
pegunungan. Riwayat keluhan yang sama di lingkungan sekitar rumah tidak ada.
1
III. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Sakit sedang/ Gizi cukup/ Composmentis
Status Vitalis
T : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit,
P : 20 x/menit,
Suhu axilla : 36,8oC
Status Regional
Kepala : Mesocephal, normocephalRambut : Rambut hitam, lurus, sukar dicabut.
Mata : Ikterus (-), Anemis (-), exoftalmus (-)
Telinga : Otore (-), perdarahan (-)
Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-)
Bibir : Tidak tampak sianosis, bibir kering/ terkelupas (-).
Lidah : Kotor (-), candidiasis (-)
Thorax
Inspeksi : Simetris kiri=kanan, ikut gerak nafas, tipe thoracoabdominal
Palpasi : MT (-), NT (-), krepitasi (-), vocal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS V kanan
Auskultasi : BP vesikuler, BT Rh-/- , Wh-/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis sulit dinilai
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan ICS 2 parasternalis kanan, batas
jantung kiri ICS VI 2 jari samping kiri linea midclavicularis
Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)
2
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-),H/L tidak teraba
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem(-) , massa
tumor (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, massa tumor (-)
pembesaran KGB (-)
ROM : Dalam batas normal
Ekstremitas inferior kanan dan kiri
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya,jejas (-), udem(-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada, massa tumor (-)
pembesaran KGB (-)
ROM : Dalam batas normal
Status Lokalis
Colli anterior :
Inspeksi : tampak warna kulit sama dengan sekitarnya, tampak benjolan
pada regio colli dekstra, ikut gerak menelan. Tidak tampak
luka, tidak ada ulkus, tidak tampak scar bekas operasi. Tidak
tampak pembesaran kelenjar getah bening, edema tidak ada,
hematom tidak ada.
Palpasi : teraba benjolan dengan ukuran 5x4x4 cm, konsistensi padat
kenyal, permukaan rata, berbatas tegas, ikut gerakan waktu
menelan, mobile, nyeri tekan tidak ada, pembesaran kelenjar
getah bening tidak ada.
3
IV. RESUME
Seorang perempuan umur 34 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
adanya massa/tumor pada regio colli dekstra yang disadari sejak 2 tahun yang lalu,
dan semakin membesar dalam 1 tahun terakhir. Massa tidak terasa nyeri, tidak ada
disfagia, tidak ada keluhan hoarseness. Tidak ada keluhan yang menandakan toksik,
jantung berdebar tidak ada, tangan tidak gemetar. Nafsu makan baik dan tidak terjadi
penurunan berat badan. Riwayat pernah mengalami penyakit yang sama tidak ada.
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada. Riwayat penyakit yang sama
di lingkungan sekitar rumah tidak ada. Riwayat berobat sebelumnya tidak ada,
riwayat operasi dan terpapar radiasi pada daerah colli tidak ada.
Pada pemeriksaan fisis pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, compos
mentis. Status vitalis dalam batas normal. Status lokalis pada regio Colli dekstra yaitu
tampak benjolan pada colli sebesar bola golf, ikut gerak menelan, warna kulit sama
dengan sekitarnya. Teraba benjolan pada thyroid ukuran 5x4x4 cm, batas tegas,
permukaan rata, konsistensi padat kenyal, tidak ada pembesaran KGB.
V. DIAGNOSIS
Struma Nodusa Non Toksik Dekstra
VI. ANJURAN
Adapun pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, antara lain:
1. Laboratorium (Darah rutin, fungsi tyroid: FT4, TSHs)
2. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration
3. USG leher
4. Foto cervical
5. Foto thorax
4
VII. RENCANA TERAPI
Isthmolobektomi dekstra
DISKUSI
Pada kasus ini, pasien perempuan 34 tahun datang dengan keluhan utama
benjolan pada leher yang disadari sejak ± 2 tahun yang lalu, awalnya sebesar kelereng
pada leher sebelah kanan namun lama kelamaan membesar seperti sekarang ini
selama 1 tahun terakhir. Melalui pemeriksaan fisis, ditemukan status generalis sakit
sedang, gizi cukup, composmentis, status vitalis dalam batas normal, status regional
dalam batas normal, status lokalis pada regio colli dekstra, inspeksi didapatkan
tampak benjolan sebesar bola golf, ikut gerak menelan, warna kulit sama dengan
sekitarnya. Pada inspeksi, benjolan ikut gerak menelan, menunjukkan benjolan
tersebut berasal dari glandula thyroidea. Dapat disimpulkan bahwa benjolan yang ada
pada leher pasien adalah struma.
Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh isthmus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan
ciri khas kelenjar tiroid
Menurut bentuk pembengkakan pada leher, struma dapat bersifat difus
ataupun nodusa. Pada palpasi teraba satu benjolan pada thyroid ukuran 5 x 4 x 4 cm
ikut gerakan waktu menelan, batas tegas, permukaan rata, konsistensi padat kenyal.
Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada regio Colli. Dapat
disimpulkan bahwa benjolan tersebut adalah Struma noduler.
Pasien tidak sulit menelan, tidak sesak dan suara tidak berubah, ini
menunjukkan tidak terdapat gejala penekanan lokal glandula thyroidea pada struktur
lain di leher, seperti trakea dan esophagus .
5
Struma menurut perubahan fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertyroid
dan hipotyroid dibedakan menjadi struma toksik dan nontoksik. Secara klinis, pasien
datang dengan gejala eutyroid, seperti jantung tidak berdebar-debar, berat badan tidak
mengalami penurunan, dan tidak mudah lelah saat beraktivitas serta tangan tidak
gemetar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pasien ini tidak mengalami
gangguan fungsi glandula thyroid yakni eutyroid, sehingga pasien ini dapat
didiagnosa struma nodusa non toksik.
Dari hasil palpasi, benjolan yang teraba terkesan tumor jinak, karena batas
tumor jelas, permukaan tumor rata, menunjukkan tidak terjadi infiltrasi tumor ke
jaringan sekitarnya, perubahan suara tidak menjadi serak, sehingga struma yang
terbentuk diperkirakan jinak.
Untuk menegakkan diagnosis selain dilakukan anamnesis teliti dan
pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain :
1. pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemerikasaan hormon tiroid dan
TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-
linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah.
2. Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya
deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya
secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral
diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi
anastesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai
memerlukan CT-scan tiroid untuk menilai pembesaran kelenjar, pembesaran
getah bening, adanya gambaran mikrokalsifikasi (nekrosis sentral) dan
infiltrasi jaringan sekitarnya.
3. ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul thyroid , baik yang
teraba pada saat palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul yang tunggal
ataupun multipel padat atau kistik.
6
Selain itu, untuk membedakan struma toksik dengan nontoksik jika tidak
tersedia alat dan bahan laboratorium ataupun pemeriksaan penunjang lainnya, dapat
dilakukan dengan menghitung basal metabolic rate (BMR). Perhitungan BMR
bertujuan untuk mendeteksi hipertiroid yang tersembunyi. Pengukuran dapat
menggunakan rumus Reed, yaitu :
Keterangan : n : nadi Nilai rujukan :
s : systole Normal BMR (-10%) sampai 10%
d : diastole
Adapun perhitungan Basal metabolic rate pada pasien ini yakni:
% BMR : 0,75 [n + 0,74 (s – d)] – 72%
: 0,75 [80 + 0,74 (110-80)] -72%
: 0,75 [80 + 0,74 (30)] -72%
: 0,75 [102,2] -72%
: 4,65 %
Hasil perhitungan BMR pasien 4,65 % (normal), sehingga dapat disimpulkan bahwa
struma pasien ini tidak bersifat toksik.
Melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya
yang telah dilakukan, maka pasien dididagnosis sebagai Struma Nodusa Non Toksik.
Penatalaksanaan yang dianjurkan berupa subtotal thyroidektomi.
7
% BMR :0,75 [n+0,74 (s−d ) ]−72 %
STRUMA NODUSA NON TOKSIK
Kelenjar tiroid normalnya tidak teraba. Istilah pada goiter (struma) berasal
dari bahasa latin guttur yang berarti tenggorokan dan biasanya digunakan untuk
menggambarkan pembesaran kelenjar tiroid.
Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus
tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang
dewasa berat normalnya antara 10-20 gram.
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui kapsul
fibrosa, sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m.
sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline.
Pada sebelah yang lebih superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli
profunda dan superfisialis yang membungkus m. sternokleidomastoideus dan
8
vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v.
jugularis interna, trunkus simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Posterior dari
sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, n. laringeus rekuren dan
esophagus. Esofagus terletak di belakang trakea dan laring, sedangkan
n.laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagikus.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior berasal
dari a.karotis kommunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari
a.subklavia, dan a.tiroidea ima berasala dari a.brakhiosefalik salah sau cabang
arkus aorta
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit, kira-kira 50
kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Pada
keadaan hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga dengan
stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan
system venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di
lobus medius.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang
tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan
sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar
tiroid.
9
- PTH (parathormon)
mengatur konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraseluler (absorpsi
kalsium dari usus, ekskresi kalsium oleh ginjal, dan pelepasan kalsium dari
tulang)
Histologi Kelenjar Tiroid
Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu
massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner
katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang
berjauhan.
Histologi Kelenjar Tiroid
10
Fisiologi Hormon Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk
aktif ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon
T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida
anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan
tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya
menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin
(MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau
dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid
kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani
daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin
pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback
terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone
(TRH) dari hipotalamus.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin.
Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.
11
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai
status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan
enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT
(monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan
juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada
dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan
dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.
12
13
Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1%
T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa
mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki
akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan
65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik,
termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki
aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar
T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses
pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari
sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan
demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
14
Fungsi hormon tiroid
a. Mengatur metabolisme protein,lemak,karbohidrat dalam sel.
b. Meningkatkan konsumsi oksigen di semua jaringan.
c. Meningkatkan frekuensi dan kontraksi denyut jantung.
d. Mempertahankan tonus otot.
e. Merangsang pemecahan lemakdan sintesa kolesterol.
Mekanisme umpan balik hormone dari kelenjar tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH
(Thyrotropin-Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di
dalam eminansia mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian
diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH
langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.
TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek
spesifik terhadap kelenjar tiroid:
15
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan
hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi
darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses
iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio
konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak
delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel
kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke
dalam folikel.
Metabolisme basal
Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas
jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut
dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme
makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung,
bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan
mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam
ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan
postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benar-benar
basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada
taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot terelaksasi lebih
sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan syarat
standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin,
usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal
16
juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan
keadaan emosi atau stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit
mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang
mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar.
Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak
yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding
dengan orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan
wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih
muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua.
Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding
menghasilkanmetabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi
karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot
meningkat.
Laju Metabolik Basal (Basal Metabolic Rate/BMR) ialah energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat
istirahat.
BMR = kcal/ m2/jam (kilokalori energi yang digunakan per meter persegi
permukaan tubuh per jam)
BMR
Fungsi fisiologis normal tersebut meliputi :
Lingkungan kimia internal tubuh, yaitu
gradient konsentrasi ion antara intrasel
dan ekstrasel
17
Aktivitas elektrokimia sistem saraf
Aktivitas elektromekanik sistem
sirkulasi
Pengaturan suhu
Faktor-faktor yang mempengaruhi BMR
Makanan
Makanan kaya protein akan lebih meningkatkan BMR daripada
makanan kaya lipid atau kaya karbohidrat. Hal ini mungkin terjadi
karena deaminasi asam amino terjadi relatif cepat.
Status hormon tiroid
Hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, sintesis protein, dan
degradasi yang merupakan aktivitas termogenesis. Peningkatan BMR
merupakan hal yang klasik pada hipertiroid, dan menurun pada
penurunan kadar tiroid
Aktivitas saraf simpatis.
Pemberian agonis simpatis b juga meningkatkan BMR. Sistem saraf
simpatis secara langsung melalui nervus vagus ke hati mengaktivasi
pembentukan glukosa dari glikogen. Sehingga aktivitas saraf simpatis
meningkatkan BMR.
Latihan
Latihan membutuhkan kalori ekstra dari makanan. Jika s/ makanan lebih
banyak mengandung energi, maka berat badan akan meningkat. Jika
penggunaan energi lebih banyak dari yg tersedia dlm makanan, maka
tubuh akan memakai simpanan lemak yang ada dan mungkin akan
menurunkan berat badan.
18
Umur & faktor lain
BMR seorang anak umumnya lebih tinggi daripada orang dewasa, krn
anak memerlukan lebih banyak energi selama masa pertumbuhan.
Wanita hamil & menyusui juga memiliki BMR yang lebih tunggu.
Demam meningkatkan BMR. Orang yg berotot memiliki BMR lebih
tinggi daripada orang yg gemuk .
Biosintesis dan metabolisme hormon-hormon tiroid
Biosintesis hormone tyroid merupakan suatu urutan langkah” proses yang
diatur oleh enzim” tertentu. Langkah” tersebut adalah:
1. Penangkapan yodida
2. Oksidasi yodida menjadi yodium
3. Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin
4. Proses penggabungan precursor yang teryodinasi
5. Penyimpanan hormone
6. Pelepasan Hormon
Penangkapan yodida oleh sel” folikel tyroid merupakan suatu proses
aktif dan membutuhkan energi. Energy yang didapat dari metabolisme
oksidatif dalam kelenjar. Yodida yang tersedia untuk tyroid berasal dari
yodida dalam makanan atau air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi
hormone tyroid atau bahan” yang mengalami yodinasi. Tyroid mengambil dan
mengkonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya dalam plasma.
Yodida dirubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksidase.
Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang
dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan diyodo-tirosin
kemudian digabungkan sebagai berikut: dua molekul diyodotirosin
membentuk tirosin (T4) dan satu molekul diyodotirosin dan satu molekul
monoyodotirosin membentuk triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-
19
senyawa ini dan penyimpanan hormone yang dihasilkan berlangsung dalam
tiroglobulin. Pelepasan hormone dari tempat penyimpanan terjadi dengan
masuknya testes-tetes koloid ke dalam sel” folikel dengan proses yang disebut
pinositosis. Di dalam sel” ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormone dilepaskan
ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dilakukan tersebut dirangsang oleh
tirotropin (TSH)
Pengaruh hormone tiroid terhadap metabolisme
Hormon tiroid mempunyai 2 efek utama pada tubuh:1. Meningkatkan
kecepatan metabolism secara keseluruhan dan 2. Pada anak-anak,merangsang
pertumbuhan
Peningkatan umum kecepatan metabolisme
Hormone tiroid meningkatkan aktifitas metabolism hamper semua
jaringan tubuh.kecepatan metabolism basal dapat meningkat sebanyak 60-100
persen diatas normal bila disekrsi hormone dalam jumlah besar. Keceptan
penggunaan makanan untuk energy sangat dipercepat.kecepatan sintesis
protein kadang-kadang meningkat, semnetara pada saat yang sama kecepatan
katabolisme protein juga meningkat. Keceptan pertumbuhan orang muda
sangat dipercepat. Proses mental terangsang, dan aktifitas banyak kelenjar
endokrin lain sering meningkat. Beberapa mekanisme kerja yang mungkin ada
dari hormone teroid dijelaskan dalam bagian berikut
1. Efek hormone tiroid menyebabakan sintesis protein
Hormone tiroid digabung dengan protein”reseptor”didalam nucleus sel
gabungan ini atau produk darinya kemudian mengaktifasi sebagaian besar gen
sel untuk menyebabakan pembentukan RNA dn kemudian pembentukan
protein
20
2. Efek hormone tiroid pada system enzim sel
Dalam 1 minggu atau lebih setelah pemberian hormon tiroid,paling sedikit
100 dan mungkin lebih banyak lagi enzim intra sel meningkat jumlahnya
3. Efek hormone tiroid pada metokondria
Fungsi utama tiroksin mingkin hanya meningkatkan jumlah dan aktifitas
mitokondria, serta peningkatan ini selanjutrnya meningkatkan kecepatan
pembentukan ATP untuk member energy fungsional sel.
4. Efek hormone tiroid dalam meningkatkan transport aktif ion melalui
membrane sel
Salah satu enzim yang meningkat sebgai respon terhadap hormon tiropid
adalah Na-K ATPse yang meningkatkan kecepatan transport natrium dan
kalium melalui membrane sel beberapa jaringan
Definisi Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
21
a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya:
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan
bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus
menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
22
Klasifikasi
a. Berdasarkan Fisiologisnya
1) Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak
menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
2) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang.
Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang
cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai
kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid
akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme
adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,
dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan
penurunan kemampuan bicara.
3) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat
timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon
yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
23
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas.
Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada
tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
b. Berdasarkan Klinisnya
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah
kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan
menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah
diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH
beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi
hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk
menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya.
Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala
24
klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin,
pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
2) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai
rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium
urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam
tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah
endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan
prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 %
dan endemik berat di atas 30 %.
25
Tanda dan Gejala
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala
pasien struma adalah :
a. Status Generalis (umum)
1) Tekanan darah meningkat (systole)
2) Nadi meningkat
3) Mata : Exophtalamus
a) Stellwag sign : jarang berkedip
b) Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat
ke bawah.
c) Morbius sign : sukar konvergensi
d) Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi.
e) Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup.
4) Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor
5) Jantung : takikardi
b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior
1) Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan
2) Palpasi : permukaan, suhu
a) Batas atas—– kartilago tiroid
b) Batas bawah — incisura jugularis
c) Batas medial — garis tengah leher
d) Batas lateral — m.sternokleidomastoid
c. Gejala Khusus
1) Struma kistik
a) Mengenai 1 lobus
b) Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
c) Kadang multilobularis
d) Fluktuasi (+)
26
2) Struma Nodusa
a) Batas jelas
b) Konsistensi : kenyal sampai keras
c) Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma
tiroidea
3) Struma Difusa
a) Batas tidak jelas
b) Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.
4) Struma vaskulosa
a) Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut
b) Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
c) Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein.
Komplikasi Struma
a. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada
jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontraktilitas jantung
meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika
menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih
cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
b. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat
mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien
terganggu.
c. Dermopati Graves
27
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas
tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan
glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
28
29
Top Related