Download - Case Struma 3

Transcript

BAB I PENDAHULUAN Struma endemik, biasanya dalam bentuk struma nodosa atau struma adenomatosa, terutama ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. Struma endemik dapat dicegah dengan substitusi yodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa dijumpai pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktor. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda, awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.1Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang berinvolusi. 1Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik.1Berbagai keganasan yang dapat dievalusi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakea (dispena), atau esophagus (disfagia), Penanganan struma lama adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Struma nodusa non toksis adalah pembesaran tiroid yang tidak terkait dengan kelebihan produksi hormon tiroid atau keganasan. Tiroid dapat menjadi sangat besar sehingga mudah terlihat sebagai massa di leher. 2Anatomy

Gambar 1 3

Arterial Arterial tiroidea superior, yaitu salah satu cabang arteri karotis eksterna, masuk ke dalam lobus superior kelenjar tiroid, bercabang menjadi cabang anterior dan posterior serta beranastomosis dengan cabang asenden ateri tiroidea inferior. Karena kutub superior tiroid sempit, ligase arteri ini mudah dilakukan. 4Arteri tiroidea inferior merupakan salah satu cabang dari trunkus tiroservikalis, memasuki sisi ke kelenjar dengan bercabang menjadi 4 sampai 5 cabang yang memasuki kelenjar pada level yang berbeda (tidak berna-benar ke kutub inferior). 4 Arteri tiroidea inferior biasanya diligasi berjauhan dari kelenjar untuk menghindari kerusakan nervus laringeus rekuren. Ligase arteri ini pada pangkat kedua sisi dapat menyebabkan hipoparatiroidesme yang menetap. Dengan demikian, praktik terkini adalah untuk mengidentifikasi dan meligasi cabang cabang arteri tiroidea inferior (3 4) secara terpisah. 4Arteri tiroidea ima adalah cabang dari masing-masing trunkus brakiosefalika atau cabang langsung dari aorta dan memasuki bagian bawah isthmus pada sekitar 2 sampai 3% kasus. 4

Gambar 2 3 Venosa Vena tiroidea superior bermuara ke dalam kutub atas dan memasuki vena jurgularis interna. Vena tersebut mengikuti arterinya. 4Vena tiroidea media, yang pendek dan lebar serta bermuara kedalam vena jurgularis interna 4Vena tiroidea inferior membentuk pleksus yang bermuara kedalam vena inominata. Vena-vena ini tidak menyertai arterinya. 3 Vena Kocker jarang ditemukan (vena diantara vena tiroidea media dengan vena tiroidea inferior). 3

Gambar 3 3 Nervus Nervus laringeus superior. Nervus vagus membari cabang menjadi nervus laringeus superior, yang terpisah pada basis kranii dan bercabang menjadi dua cabang. Nervus laringeus interna yang lebih besar bersifat sensorik pada laring supraglotis. Nervus laringeus eksterna yang lebih kecil berjalan berdekatan dengan pembuluh darah tiroidea superior dan menginervasi krikotiroid. 4Saraf ini menjauhi pembuluh darahnya didekat kutub tiroid. Dengan demikian, selama tiroidektomi, pedikel atas sebaliknya diligasi sedekat mungkin dengan tiroid. 4Nervus Laringeus Rekuren (RLN) adalah salah satu cabang vagus, mengelilingi di sekitar limentum arteriosum pada sisi kiri dan arteria subklavia pada sisi kanan serta berjalan pada sulkus trakeoesofagus. 4

Fisiologi Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon mi adalah triiodorironin (T3), yang sebagian besar berasal dan konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. lodida anorganik yang diserap dan saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Sel kelenjar tiroid secara aktif melakukan transportasi yodium ke dalam sitoplasmanya. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Iodida anorganik teroksidasi menjadi bentuk organiknya dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoiodonirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT). Konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atauT4, yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap berada di dalam kelenjar dan kemudian mengalami deiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding prealbumine, TBPA). 5Ketika kebutuhan akan hormon T3 dan T4 meningkat, sel folikel kelenjar tiroid melakukan ingesti koloid secara pirosirosis. Dengan bantuan enzim lisosomal, hormon T3 dan T4 dilepas dan tiroglobulin, berdifusi ke dalam sirkulasi darah, lalu ditransport dalam bentuk kombinasi kimiawi dengan protein dalam plasma. 5Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus. Hormon kelenjar tiroid mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan/organ tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme sel. 5Pada kelenjar tiroid, juga terdapat sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang. 5

Epidemiologi Di Amerika Setikat prevalensi nodul tiroidsoliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Nodul akan ditemukan lebih banyak lagi pada waktu operasi, autopsi, dan dan hasil pemeriksaan ultrasonografi yang luput atau tidak terdeteksi secara klinik. 5Struma koloid, difus, nontoksik merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. 6Patogenesis Etilogi Struma thyroid nontoksi antara lain adalah defesiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid yang disebabkan oleh berbagai factor. Akibat gangguan ini kapasitas kelenjar tiroid untuk menyekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hiperlasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. 6Lingkungan, genetik dan proses autoimun dianggap merupakan faktor-faktor penting dalam patogenesis nodul tiroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan sel-sel folikel tiroid menjadi nodul. Konsep yang selama ini dianut bahwa (hormon perangsang tiroid) TSH secara sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin-like growth factor I dan memegang peranan penting dalam pengaturan pertumbuhan sel-sel tiroid perlu ditinjau kembali. 5Adenoma tiroid merupakan pertumbuhan baru monokional yang terbentuk sebagai respons terhadap suatu rangsangan. Faktor herediter tampaknya tidak memegang peranan penting. Nodul tiroid ditemukan 4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria, walaupun tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel. 5Tanda dan Gejala Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang atau berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. 1DiagnosisDewasa ini tersedia berbagai modalitas diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid seperti biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH; Fine Needle Aspiration Biopsy = FNAB), ultrasonografi, sidik tiroid (sintigrafi; thyroid scan), dan CT (Computed Tomography) scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging), serta penentuan status fungsi melalui pemeriksaan kadar TSHs dan hormon tiroid. Langkah-langkah diagnostik yang akan diambil dalam pengelolaan nodul tiroid tergantung pada fasilitas yang tersedia dan pengalaman klinik. 5Gambaran ultrasonogram atau CT scan dan suatu nodul dapat diklasifikasikan menjadi nodul padat, kistik atau campuran padat-kistik. Sedangkan pada penyidikan isotopik, berdasarkan kemampuannya menangkap (uptake) radiofarmaka, suatu nodul dapat berupa nodul hangat (warm nodule), panas (hot nodule), atau dingin (cold nodule). 5Walaupun ada upaya untuk mencirikan proses keganasan dan suatu nodul, narnun sampai sekarang belum ada teknik pencitraan yang secara spesifik dan akurat dapat memastikan adanya proses keganasan tersebut.5Pengobatan KonservatifPada struma karena kekurangan yodium dapat diberikan garam beryodium dengan kadar yodium 40 ppm atau pemberian hormone tiroid (l-tiroksin) dengan dosis supresi yaitu 2ug/kgBB.5Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodul tiroid autonom atau nodul yang terjadi karena fungsional baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi. 5Dari penelitian yang dilakukan oleh american endocrinenology, penurunan volume nodul diperoleh dengan terapi levothyroxine minoritas pasien terjadi. Pengurangan bintil Volume dengan levothyroxine tampaknya lebih efektif dalam tiroid nodul kecil dengan fitur koloid di FNA biopsi dan di wilayah geografis dengan defisiensi yodium, obat untuk mengsupresi TSH jangka panjang juga dapat mencegah terjadinya peningkatan ukuran nodul tiroid dan kelenjar tiroid sendiri , tapi nodul pertumbuhan kembali terjadi setelah penghentian terapi; dengan demikian, komitmen untuk terapi jangka panjang tampaknya tak terelakkan. Terapi levothyroxine supresif tidak berguna untuk pencegahan gondok kekambuhan setelah lobektomi Pengobatan levothyroxine rutin pada pasien dengan nodular penyakit tiroid tidak dianjurkan. Levothyroxine terapi atau suplementasi yodium dapat dianggap pada pasien muda yang tinggal di daerah yang kekurangan yodium, penggunaan levothyroxine harus dihindari pada pasien dengan nodul tiroid besar atau lama. 8Operatif Pembedahan struma dapat dibagi manjdi pembedahan diagnostic (biopsy) terapeutik. Pembedajan diagnostik yang berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi sangat jarang dilakukan dan telah ditinggalkan, terutama dengan semakin akuratnya biopsi jarum halus. Biopsi diagnostic tidak hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat dikeluarkan, seperti karsionoma anaplastik. Pembedahan terapeutik dapat berupa lobektomi total, lobektomi subtotal, istmo-lobektomi, dan tiroidektomi total. Tiroidektomi total dilakukan pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, atau karinoma medularis, dengan atau tanpa diseksi leher radikal.. Pada struma monondular nontoksik dan nonmaligna, istmolobektomi. 1Penyulit pembedahan di antaranya adalah perdarahan, cedar nervus laringeus rekurens unilateral atau bilateral, kerusakan cabang eksternus nervus laringeus superior, cedera trakea, atau esophagus, Penyulit pascabedah lain yang berbahaya adalah adanya hematom di lapangan operasi menimbulkan penekanan, terutama terhadap trakea dan obstruksi napas, Obstruksi napas juga dapat terjadi akibat edema laring. 1

Komplikasi Setelah tiroidektomi subtotal bilateral, semua pasien memerlukan terapi penggantian hormon tiroid. Terapi penggantian penuh harus mulai segera setelah operasi, dengan tingkat TSH diperiksa 3-4 minggu pasca operasi. Menyesuaikan terapi hormon tiroid, seperti T4, untuk mempertahankan tingkat TSH dalam kisaran referensi. Beberapa bukti menunjukkan bahwa terapi penggantian hormon tiroid mencegah terulangnya gondok beracun setelah operasi pengangkatan. 7

BAB IIILAPORAN KASUS I. Identitas Nama : Ny.MUmur: 43 Tahun Jenis Kelamin: Perempuan Tanggal Masuk : 25.8.2015Ruangan : Garuda Atas Rumah Sakit: Anutapura

II. Auto Anamnesis Keluhan Utama : Benjolan pada leher Anamnesis Terpimpin: Benjolan didapatkan sejak 3 tahun yang lalu, benjolan awalnya hanya sebesar 1 cm yang lama kelamaan membesar, sampai sekarang benjolan berukuran 4 cm x 3 cm, pasien tinggal didaerah pengunungan yaitu sekitaran Napu, pasien bekerja sebagai petani padi yang sering mengkonsumsi Sawi, Kol, Telur, dan Ikan Segar.Riwayat penyakit : Tidak ada Sebelumnya Riwayat penyakit : Tidak ada Keluarga Riwayat pengobatan: Tidak ada III.Pemeriksaan FisisKeadaan Umum : Nampak Tidak SakitStatus Gizi : gizi cukup menurut perhitungan IMT ( 20.8 ) Tinggi Badan : 155 cm Berat Badan : 50 kgKesadaran : Compos Mentis Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi: 86 x/Menit Pernafasan : 19 x/Menit Suhu Aksilla: 37 C Kepala Konjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik -/-Edema Palpebra -/- Leher Limfadenopati -/-Terjadi pembesaran pada kelenjar thyoid, Massa berbatas tegas, tidak mengalami perubahan warna kulit, teraba lunak dengan Ukuran Lebar 3 cm, Panjang 4 Cm, permukaan licin, mobile, dan benjolan tidak nyeri Thorax Inspeksi: Simetris Palpasi : Vocal fremitus +/+ , Ictus Cordis teraba Perkusi : Sonor pada perkusi paru Pekak Pada perkusi Jantung Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-, Bj I/II murni Reguler Abdomen Inspeksi: Datar Auskultasi : Peristaltik + kesan Normal Perkusi : Timpani Palpasi : Nyeri Tekan -, Hepatomengaly -, Spleenomegaly Genitalia Tidak dilakukan Pemeriksaan Ekstremitas Superior : Tidak ada deformitas, tidak sianosisInferior : Tidak ada deformitas, tidak udemROM: Dalam Batas Normal NVD : < 2 Detik Status Lokalis Regio : Colli Anterior Inspeksi: Terdapat 1 Massa pada regio Colli anterior dekstra, massa berbatas tegas, tidak nampak perubahan warna, massa ikut bergerak saat pasien menelan Palpasi : Massa teraba Lunak, permukaan massa teraba licin dan berbatas tegas dengan ukuran lebar 3 cm, panjang 4 cm, massa tidak nyeri pada saat perabaan IV. Resume Wanita 43 tahun masuk dengan keluhan benjolan pada leher yang didapatkan sejak 3 tahun lalu,awalnya hanya sebesar 1 cm, pasien bekerja sebagai petani padi yang sering mengkonsumsi Sawi, Kol, Telur, dan Ikan Segar, lama kelamaan semakin membesar dan menjadi 4 cm x 3 cm, pada pemeriksaan Fisis di dapatkan massa pada regio Colli anterior dekstra, massa berbatas tegas dan tidak nampak perubahan warna, massa teraba Lunak dan bergerak saat pasien menelan, permukaan massa teraba licin dan berbatas tegas dengan ukuran lebar 3 cm, panjang 4 cm, dan massa tidak nyeri saat dilakukan perabaan.V. Diagnosis Kerja Struma Thyroid Nodular NontoksikVI. Rencana Penatalaksanaan Laboratorium: Leukosit : 7.1 ribu/uL Eritrosit : 4.81 juta/uL Hb : 12.5 g/dl Hct : 38.5 % Plt : 279 ribu/Ul CT : 7 menit BT : 2 menitKimia Darah: GDS : 128 mg/dl SGOT : 32 u/L SGPT : 11 u/L Ureum : 12 mg/dl Creatinin : 0.66 mg/dl Asam Urat : 3.02 mg/flEndokrinologi: FT4 : 1.210 ng/dl TSHs : 0.894 ulU/mLPenatalaksanaan : Operasi Isthmolobectomy

VII. PrognosisBonam

BAB IV PEMBAHASAN Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosis dengan struma nodosa non toksik, hal ini dikarenakan dari anamnesis didapatkan pasien masuk dengan keluhan benjolan dileher sejak 3 tahun yang lalu benjolan awalnya hanya sebesar 1 cm yang lama kelamaan membesar sampai berukuran 3cm x 4 cm, pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sebuah nodul soliter dengan ukuran 4cm x 3 cm, dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, berbatas tegas, nyeri tekan tidak ada pada perabaan, massa ikut bergerak pada saat pasien menelan dan warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, hal ini sesuai dengan teori struma nodosa non toksik, yaitu keluhan benjolan tunggal atau multi tanpa ada keluhan apa-apa, benjolan pada struma nodosa non toksik sendiri biasanya berkembang lambat,tidak disertai demam, tidak terjadi perubahan suara, tidak terjadi sesak, tidak nyeri, berbatas tegas, benjolan rata, konsistensi lunak, serta lebih sering terjadi pada orang-orang usia muda.Dari hasil pemeriksaan fungsi tiroid dan darah lengkap didapatkan hasil pemeriksaan yang menunjukan fungsi tiroid yang masih normal, dan dari pemeriksaan darah lengkap tidak ditemukan perubahan, hal ini sesuai dengan teori bahwa struma nodosa non toksik yaitu terjadi pembesaran diffuse atau nodular dari kelenjar tiroid yang tidak berhubungan dengan fungsi tiroid yang abnormal. Pada pasien ini didiagnosis dengan struma nodosa non toksik dan dilakukan penatalakasanaan operatif dengan tindakan ishmolobektomy, hal ini sesuai dengan teori pentalaksanaan struma nodosa non toksik yaitu ishmolobektomi, karena tindakan ini adalah tindakan yang sering dilakukan pada pasien struma nodosa non toksik mononodular dan nonmaligna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Samsuhidajat R, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Ed3th. EGC; Jakarta: 2010. 2. Norman J.Thyroid Goiter Treatment. Endocrine Web. 2013 3. Hennessen.D. Sobotta Atlas Human Anatomy. Volume 1. Ed14th ; Elsevier.Germany. 2006 4. Abdul Majeed. Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi berwarna. Ed3th. EGC; Jakarta: 2005 5. Idrus Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed4th. EGC; Jakarta: 2006 6. Sylvia A.P. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit. Ed6th. EGC; Jakarta: 20067. Lee SL. Nontoxic Goiter.Boston University School Of Medicine.American Collage of Endocrinenology. Medscape; 2013. 8. Gharib H. Thyroid Nodules. American Assosiation of Clinical Endocrinenology. 2010

Struma Nodosa Nontoksik Page 15