LAPORAN KASUS
ENSEFALITIS
DISUSUN OLEH
Elsya Aprilia
110.2010.088
PEMBIMBING :
dr. Ellen R Sianipar, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO JAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK PERIODE
12 OKTOBER – 19 DESEMBER 2015
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. MAL
TTL / Umur : 12 April 2014 / 1 Tahun 6 bulan
BB : 12 kg
TB : 72 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Blok Dukuh No.29 RT 13 RW 10 Kel. Cibubur Jakarta
Masuk RS : 27 Oktober 2015 05:06:02
Keluar RS : 27 Oktober 2015
Tgl.Pemeriksaan : 27 Oktober 2015
No. RM : 2014 – 5500XX
B. Identitas Orang Tua Ayah Ibu
Nama : Tn. L Ny. T
Umur : 38 tahun 36 tahun
Pendidikan : S1 D3
Pekerjaan : Karyawan IRT
Agama : Islam Islam
C. Anamnesa
Alloanamnesa dengan orangtua pasien tanggal 27 Oktober 2015 di IGD RSUD Pasar Rebo
• Keluhan utama : Penurunan kesadaran.
• Keluhan Tambahan : Kejang, demam, batuk, pilek.
• Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD Pasar Rebo membawa rujukan dari Puskesmas
Ciracas dengan penurunan kesadaran setelah kejang sejak 3 jam SMRS. Keluhan lain
adalah demam, batuk dan pilek.
Orang tua pasien mengatakan sudah terdapat peningkatan suhu pada tubuh
anaknya sejak 1 minggu yang lalu. Namun peningkatan suhu dirasakan tidak terlalu
tinggi. Selain itu pasien sering mengalami batuk pilek berulang. Dikatakan oleh ibu
pasien bahwa anaknya sudah satu bulan ini lebih sulit makan. Selain itu, pasien
menjadi lebih terlihat gelisah dan rewel. Pada tengah malam pasien tiba-tiba
terbangun dan menangis.
Pada jam 2 pagi hari orang tua pasien mengatakan anaknya demam disertai
kejang saat sedang tidur dan tiba-tiba badan anaknya bergetar dan memuntahkan susu
yang baru diminumnya. Ketika kejang tubuh anaknya menjadi kaku, matanya
mendelik ke atas dan mulutnya seperti menggigit. Lama kejang dirasakan antara 2-3
menit. Setelah itu orang tua pasien membawa pasien ke puskesmas dan diberikan
infus NaCl serta obat penurun panas dan obat anti kejang. Karena tidak sadarkan diri,
pasien dibawa ke IGD RSUD Pasar Rebo.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sering batuk sejak usia enam bulan namun sembuh ketika berobat ke dokter.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit Jantung -
Cacingan - Diare 1
bulan
lalu
Penyakit Ginjal
(Sindroma Nefrotik)
-
Demam berdarah - Kejang - Penyakit Darah -
Demam Typhoid - Kecelakaan - Radang Paru
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
Parotitis - Varicella - Bronchitis -
Riwayat penyakit keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakak pasien pernah mengalami
kejang yang disertai demam namun langsung sadarkan diri. Orang tua serta kakek
nenek juga tidak ada memiliki riwayat TB atau pengobatan 6 bulan. Ayah pasien
merupakan seorang perokok.
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Kehamilan Morbiditas kehamilan Anemia, infeksi paru (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol
Kelahiran Tempat kelahiran RSUD Pasar Rebo
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Normal dengan vakum
Masa gestasi 38 minggu
Keadaan bayi o Berat lahir : 2800 gr
o Panjang : 46 cm
o Lingkar kepala : Lupa
o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR : Tidak tahu
o Kelainan bawaan : -
Riwayat tumbuh kembang
Usia Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial
4 bulan
6 bulan
9 bulan
Mengangkat kepala
sambil tengkurap
bolak balik
Duduk dibantu
Berdiri
berpegangan
-
-
-
-
-
Kata-kata namun
belum jelas
Bereaksi thd suara
Tertawa saat
bermain
Komunikasi
Riwayat Makan
Pasien tidak mendapatkan ASI sejak lahir dan diganti oleh susu formula sampai saat
ini. Bubur susu instan diberikan usia 6 bulan. Buah sudah diberikan sejak usia 6
bulan, nasi tim dan bubur bayi pada usia 9 bulan. Usia 1 tahun pasien memakan menu
makanan keluarga. Nafsu makan pasien dirasakan cukup baik apabila pasien tidak
sakit. Pasien selalu minum susu formula 6 botol susu perhari, pasien makan 3 kali
sehari 1 piring dengan lauk yang bervariasi. Pasien sudah memakan sayur, telur, ayam
dan daging. Sejak satu bulan ini pasien makan sehari dua kali dengan memakan
setengah porsi yang biasanya dimakan oleh pasien.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan menurun selama pasien sakit.
Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 1 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan -
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 6 bulan -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi
Sosial Ekonomi:
Jumlah penghasilan ayah Rp. 5.000.000,- per bulan, yang dirasa cukup untuk
menghidupi kebutuhan sehari-hari. Seluruh anggota keluarga pasien sudah mengikuti
program BPJS.
Lingkungan:
Pasien tinggal bersama orang tua dan kakanya sendiri di rumah kontrakan. Pasien saat
ini tinggal di Cibubur. Rumah tidak berdekatan dengan pabrik besar ataupun pusat
listrik bertegangan tinggi. Rumah berukuran kurang lebih 90 m2, udara dan
pencahayaan rumah dirasa cukup, sarana prasarana tempat pembuangan sampah
cukup baik. Sarana air bersih berasal dari pompa air tanah dan listrik berasal dari
PLN. Hubungan dengan tetangga cukup baik. Tetangga tidak ada yang sedang
pengobatan TB atau batuk lama.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : Sopor GCS 6 (E1M31V2)
3. Tanda Vital
• Frekuensi nadi : 145 x/menit, teratur, nadi lemah, isi kurang
• Frekuensi napas : 38 x/menit
• Suhu : 37,30 Celsius
4. Kulit : Turgor baik, CRT > 2 detik
5. Kepala : Lingkar kepala 46 cm, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut
6. Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor Ø3/4,
Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
7. Leher : Dalam batas normal tidak terdapat pembesaran KGB
8. Telinga : Sulit di nilai
9. Hidung : Normotia, secret (-), hiperemis (-)
10. Tenggorok : Sulit dinilai
11. Mulut : mukosa bibir kering, sianosis tidak ada
12. Jantung
a. Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri
c. Perkusi :
i. Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
ii. Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
iii. Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
d. Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
13. Paru
a. Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis.
b. Palpasi : Simetris kanan-kiri.
c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.
14. Abdomen
a. Inspeksi : Datar, tidak ada massa
b. Auskultasi : Bising usus positif normal
c. Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Nyeri tekan (-). Turgor baik.
d. Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
15. Ektremitas : Edema - - , spasme - - , akral dingin, tidak ada deformitas.
- - - -
16. Tanda rangsang meningeal
a. Kaku kuduk : Negatif
b. Brudzinki I : Negatif
c. Brudzinki II : Negatif
d. Kernig : Negatif
e. Lasque : Negatif
17. Status gizi
Klinis: edema -/-, tampak kurus -/-
Antropometris:
• Berat Badan (BB) : 12 kg
• Tinggi/Panjang Badan : 79 cm
• Lingkar kepala : 46 cm
• BB/U : -2 s/d +2
• TB/U : -2 s/d +2
• BB/TB : -2 s/d +2
Simpulan status gizi : gizi baik.
Gambar 1 . Berat badan per umur untuk pasien MAL
Gambar 2 . Tinggi badan per umur untuk pasien MAL
E. Data Laboratorium
Gula Darah Sewaktu (27/10/15)
No Pukul GDS Tindakan
1. 05.00 18 Loading RL
2. 10.15 Low Inj. D10% 25 cc
3. 11.15 Low Inj. D10% 25 cc
4. 13.30 Low Inj. D40% 40 cc
5. 15.00 Low Inj. D10% 25 cc
6. 16.30 Low Pasang IVFD D12,5%+NaCl 0.9% (1:1)+KCl 15 mEq 1300
cc/24 jam
7. 18.30 76 Inj. D10% 25 cc
Laboratorium (27/10/2015)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. Hematologi
Hemoglobin 10.5 13-16 g/dL
Hematokrit 29 40-48
Leukosit 31.850 5000-10000/
Trombosit 219.000 150-400 ribu/
2. Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu 18 <200 mg/dL
3. Gas Darah dan elektrolit
pH 6.990 7.73 – 7.45
PCO2 82 2.33 – 44 mmHg
PO2 121 71 - 104 mmHg
HCO3- 19.8 22 – 29 mmol/L
HCO3 Stand 14.3
TCO2 22 19 – 24 mmol/L
Base Excess -1360 (-2) – (+3)
Saturasi O2 96 94 – 98 %
Na+ 123 136 – 142 mEq/L
K+ 31 3.8 – 5.0 mEq/L
Cl- 0.87 1.0 -1.2 mmol/L
F. Resume
• Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo rujukan dari Puskesmas Ciracas dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS yang di dahului dengan kejang dan demam.
Kejang di dahului oleh muntah. Terdapat peningkatan suhu tubuh pasien sejak satu
minggu yang lalu namun tidak terlalu tinggi. Pasien menjadi lebih tidak tenang pada
malam hari dan nafsu makan pasien berkurang cukup banyak.
• Pemeriksaan Fisik
• Sopor GCS 6 (E1M31V2)
• Mata konjungtiva anemis
• Ekstremitas : akral dingin, tidak ada deformitas
• Rangsang meningeal : saat diperiksa (-)
• Pemeriksaan penunjang
o Hemoglobin 10.5 g/dL
o Hematokrot 29
o Leukosit 31.850
o GDS 18 g/dL
o pH 6.990
o PCO2 82
o PO2 121
o HCO3- 19.8
o Base Excess -1360
o Na+ 123
o K+ 31
o Cl- 0.87
G. Diagnosis Kerja
Ensefalitis
Hipoglikemia
Hiponatremia
Hipokalemia
Anemia
H. Diagnosis Banding
Meningitis
Ensefalitis
Meningoensefalitis
Kejang Demam
I. Tatalaksana
Pasang O2 NRM 3-5 liter/menit
Pasang NGT
Pasang kateter urin
Cairan maintenance + koreksi suhu 1300 cc/24 jam
D10% : NS 1:1 + Kcl 15 mEq → 14 tpm
Cefoperazone 2x500 mg (IV)
Mikasin 2x125 mg (IV)
Paracetamol 4x150 mg (IV)
Inj fenobarbital 2x50 mg
Rawat PICU
J. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
K. Follow Up
Jam Permintaan dokter dan pengobatan atau tindakan
08.5
0
S/ Pasien masih belum sadar sejak datang ke IGD
O/ HR : 180x/menit
S : 39.5° C
RR : 60x/menit
Sat : 95-100%
P/ Propiretic 160 mg Supp (II)
10.1
5
S/ Cek GDS = Low → Bolus D10% 25 cc
Cek GDS/jam
Pemasangan kateter urin → Volume urin ±100 cc jernih kuning
10.3
0
Konsul dr. Ellen, Sp. A
IVFD D10% (250 cc) : NaCL 0.9% + KCl 25 mEq(250 cc) 1:1
Lanjutkan maintenance 1200 cc / 24 jam
Cefoperazone 2x500 mg (IV)
Mikasin 2x125 mg (IV)
Paracetamol 4x150 mg (IV)
Pasang 1 line lagi untuk koreksi bicnat, jika sudah terpasang,
telepon ulang dr. Ellen, Sp. A sekarang diutamakan masuk cairan
dulu
11.0
0
dr. Ellen, Sp. A
Diagnosis : Tatalaksana :
Ensefalitis
Hipoglikemi
Hiponatremi
Hipokalemi
Pasang O2 NRM 3-5 liter/menit
Cairan maintenance + koreksi suhu 1300 cc/24
jam
D10% : NS 1:1 + Kcl 15 mEq → 14 tpm
Cefoperazone 2x500 mg (IV)
Mikasin 2x125 mg (IV)
Paracetamol 4x150 mg (IV)
Inj fenobarbital 2x50 mg
Rawat PICU
Cek GDS = Low → Bolus D10 25 cc
Kejang → Stesolid sup 10 mg extra
13.3
0
Cek GDC = Low
Lapor ulang dr. Ellen, Sp. A
Bolus D10% 40 cc
Cairan maintenance di naikkan
D12,5% : NS 1:1 + KCl 15 mEq → 1300 cc/ 24 jam
17.4
5
Intubasi dilakukan dengan ETT no 4 pukul 18.00 intubasi terpasang dasar
pinggir mulut no. 19.
SpO2 100%. Napas spontan RR : 60x/menit HR 182x/menit
Warna NGT hitam kehijauan → ranitisin ½ amp
GDS + 76 → D10% 25 cc (ekstra)
19.3
0
Pasien di rujuk ke RS. Tarakan untuk perawatan di PICU selanjutnya
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang disebabkan
oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan gejala-gejala umum
dan manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat
berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan
histopatologi. Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya
ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi
anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh
penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah
laku.
II. DEFINISI
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh
virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada
fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak
termasuk konfusi mental dan kejang.
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensefalitis)
disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis sekunder
(post infeksi ensefalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.
III. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh
manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di AS,
terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis,
Western Equine Encephalitis , La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi
wabah virus West Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus
menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral
ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang
ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000
kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak
benua India. Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian
tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.
IV. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah
virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah
Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis.
Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus,
rabies, cytomegalovirus (CMV). Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia,
pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan.
Klasifikasi berdasarkan penyebab
1. Ensefalitis supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis Media,
mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru,
bronchiektasis, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma yang
menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap
kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan
pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat
dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang
masuk ventrikel.
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis adalah demam, kejang, kesadaran
menurun. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu nyeri kepala yang kronik
dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.
2. Ensefalitis virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
Manifestasi dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,hemiparesis dan
paralysis bulbaris.
3. Ensefalitis karena parasit
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbiliRabdovirus : virus rabiesTogavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue)Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,virus Epstein-barrPoxvirus : variola, vaksiniaRetrovirus : AIDS
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama Lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala -
gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan
kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan
masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh
menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk
rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan
akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik
yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
4. Ensefalitis karena fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran
yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis
purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang
menurun.
5. Riketsiosis serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yangterdiri atas sebukan
sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan
otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya
ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran
dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
V. PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat
melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh
virus akan menyebar dengan beberapa cara:
1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada kelainan
neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan
akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan
penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi,
kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada
dalam jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.
Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya
terutama dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi. Korteks serebri
terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks; arbovirus cenderung
mengenai seluruh otak; rabies mempunyai kecenderungan pada struktur basal.
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,
kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat
multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu
menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada
beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun
yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran
darah atau melalui sistem neural (virus herpes simpleks, virus varisella zoster). Patofisiologi
infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini
masih belum jelas.
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatkan
fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara
difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih
(alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel
saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes
simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas
dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung
dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah. Infeksi primer
biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja. Biasanya subklinis atau berupa somatitis,
faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari
reaktivasi virus. Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal. Beberapa
tahun kemudian, rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya
bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel
darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak.
Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologis timbul karena
kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan
koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam
jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi
dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria
falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus
herpes (badan inklusi intranuklear)
VI. MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun. Manifestasi
klinis tergantung kepada :
1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama
lobus temporalis
- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2. Patogenesis agen yang menyerang.
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan
hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun,
sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan
perasaan tak enak pada perut.Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya
twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan
perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat
meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas
pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies memberi gejala
pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma pada stadium
paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau subakut.
Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari.
Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan
gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang
dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah
faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan
hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku
kuduk dan papil edema.
VII. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.
Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. Mulainya sakit
biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral (SSS) sering didahului
oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat
berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan
letargi. Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita
nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan
kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti oleh
tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen dan parenkim
serta distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat
juga timbul gejala dari infeksi traktus respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi
gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes
viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic chotiomeningitis).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan
LP (lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin
berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu
minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus
temporal, namun gambaran tidak tampak tiga hingga empat hari setelah onset.CT-
scan tidak membantu dalam membedakan berbagai ensefalitis virus.
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium
merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu
peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah
yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi
herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada
unilateral dan bilateral.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG:
1)gelombang delta aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta yang disertai
spike (gelombang paku) ;3)pola koma alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik
EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak
menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan
morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau
CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan
dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda
klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat
dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus
Herpes simplek.
b. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak;
dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang
didominasi oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada
48 jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel
polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya.
Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat.
PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
ensefalitis.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal
biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR
mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil
postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk
mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR digunakan
untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis
dapat terdeteksi dengan PCR.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:
1. Sepsis dan bakteremia
2. Kejang demam
3. Measles
4. Mumps
5. Reye Syndrome
IX. PENATALAKSANAAN
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma
yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam
basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital.
Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila
didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari
dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone tidak
diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan umum
telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-
12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik
pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada
tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada pasien herpes
ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV diberikan
selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose untuk
herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini
Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat pilihan
pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
X. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan
memori, atau berkurangnya kontrol otot.
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur anak.
Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka prognosisnya
jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik, psikiatri, epileptik,
penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan pada infeksi yang
disebabkan oleh virus Herpes simpleks.
XI. PENCEGAHAN
Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi
Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.
Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru
lahir
Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,
measles/campak)
Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke
daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease
Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu
satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus
Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Epidemiologi tbc Indonesia. http://www.tbindonesia.or.id. Guidelines for Tuberculosis Control in New Zealand 2010 Chapter 3:
Treatment of Tuberculosis Disease. 2010; Wellington: Ministry of Health.
DP Moore, HS Schaaf, J Nuttall, BJ Marais. Childhood tuberculosis guidelines of the
Southern African Society for Paediatric Infectious Diseases. South Afr J Epidemiol
Infect. 2009;24(3).
Bidstrup C, Andersen PH, Skinhøj P, Andersen AB. Tuberculous meningitis in a country
with a low incidence of tuberculosis: still a serious disease and a diagnostic
challenge.Scand J Infect Dis 2002;34:811e4.
Nicola Principi, Susanna Esposito. Diagnosis and therapy of tuberculous
meningitis in children. Department of Maternal and Pediatric Sciences, Università degli
Studi di Milano, Fondazione IRCCS Ca’ Granda Ospedale Maggiore Policlinico. Via
Commenda 9, 20122 Milan, Italy. Tuberculosis 2012: 92; 377-383