i
BIMBINGAN PRA NIKAH SEBAGAI SYARAT WAJIB
PERNIKAHAN
(Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam
Oleh:
Andika Amrul Khaq Ais
NIM 33010 15 0049
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2020
ii
iii
BIMBINGAN PRA NIKAH SEBAGAI SYARAT WAJIB
PERNIKAHAN
(Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam
Oleh:
Andika Amrul Khaq Ais
NIM 33010 15 0049
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2020
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.,
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakannya bimbingan,
arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Andika Amrul Khaq Ais
Nim : 33010150049
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : BIMBINGAN PRA NIKAH SEBAGAI SYARAT
WAJIB PERNIKAHAN (Tinjauan Sosiologis
Terhadap Jama’ah Rifa’iyah Desa Tambakboyo,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqosyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagai mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 30 Desember 2019
Pembimbing,
Nastangin. M.H.I
NIP. 199002272016081001
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Andika Amrul Khaq Ais
Nim : 33010150049
Program Atudi : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : BIMBINGAN PRA NIKAH SEBAGAI SYARAT
WAJIB PERNIKAHAN (Tinjauan Sosiologis
Terhadap Jama’ah Rifa’iyah Desa Tambakboyo,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang)
Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya
dan bebas dari plagiarisme. Jika di kemudian hari terbukti bukan karya sendiri
atau melakukan plagiasi maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
Salatiga, Jum‟at 27 Desember 2019
Yang menyatakan
Andika Amrul Khaq Ais
NIM: 3010150049
vi
vii
MOTTO
Ingat!! Kebaikan yang kita kerjakan
Walaupun sekecil apapun akan menoreh kan cahaya putih
Dan kejelekan yang kita kerjakan
Walaupun sekecil apapun akan menoreh kan cahaya hitam.
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Allah SWT yang tidak henti-hentinya memberikan nikmat, rahmat dan
keruniaNya di dunia ini.
2. Kedua orang tuaku Bapak Ahmad Thoyib dan Ibu Isti Mufaridah yang
sangat saya cintai dan saya banggakan yang selalu mendo‟akan dan selalu
berkorban selama ini.
3. Adekku Linta Affa Sabila Ais yang selalu memberi support untuk
kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.
4. Keluarga besar yang tak henti-hentinya memberikan do‟a dan dukungan
kepadaku.
5. Teman-temanku, keluarga besar HKI 15. Terimakasih untuk selama ini,
terlalu banyak kisah bersama kalian, semoga kita tetap saling mengingat
kebersamaan selama 4 tahun ini, ceritakan kepada anak-anak kalian bahwa
dulu kita pernah senang bersama, susah bersama, sedih bersama, karena
kalian adalah keluarga.
6. Keluarga Konteng-konteng yang selalu memberi motifasi disetiap pulang
kerumah.
7. Untuk semua orang disekitarku yang tidak bisa saya sebut satu persatu,
terimakasih atas do‟a dan dukungannya.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat serta
hidayahNya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “BIMBINGAN PRA NIKAH SEBAGAI
SYARAT WAJIB PERNIKAHAN (Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama‟ah
Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang)” ini
sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu
Program Studi Hukum Keluarga Islam IAIN Salatiga. Shalawat serta salam kita
sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW. yang telah memberikan
pedoman hidup untuk keselamatan umat di dunia.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan rasa hormat, saya ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan dan
penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag.
2. Dekan Fakultas Syari‟ah, Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.
3. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari‟ah, Lutfiana
Zahriani, S.H., M.H.
4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Nastangin M.H.I yang selalu
membimbing dan memberikan inspirasi dalam proses penyusunan skripsi.
x
5. Para dosen Fakultas Syari‟ah yang telah banyak memberikan ilmu, arahan
serta do‟a selama penulis mencari ilmu di IAIN Salatiga.
6. Kepada orang tua dan keluarga tercinta yang tiada henti selalu memberikan
kasih sayang, motifasi, dan semangat.
7. Teman teman Prodi Hukum Keluarga Islam angkatan 2015.
8. Pemerintah Desa Tambakboyo dan seluruh warga masyarakat Desa
Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
9. Jama‟ah Rifa‟iyah Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
10. Dan seluruh rekan-rekan saya baik dari lingkungan IAIN Salatiga atau tidak
yang telah memberikan semangat serta duklungannya.
Untuk semua bimbingan dan arahan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga Bapak/Ibu sekalian mendapat balasan yang
berlipat dari Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari
bahwa penulis skripsi ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis dengan
senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi mahasiswa IAIN Salatiga.
Salatiga, 25 Desember 2019
Penulis
xi
ABSTRAK
Ais, Andika Amrul Khaq. Bimbingan Pra Nikah Sebagai Syarat Wajib
Pernikahan (Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kab. Batang). Skripsi Jurusan Hukum
Keluarga Islam fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Nastangin M.H.I.
Kata Kunci: Pernikahan, Bimbingan, Sosiologis, Jama‟ah Rifa‟iyah
Pernikahan menrupakan suatu ikatan lahir batin yang dilaksanakan oleh
seorang pria dan wanita untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal dan
bahagia. Selain adanya syarat dan rukun dalam pernikahan ada juga bimbingan
pra nikah yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah. Bimbingan pra-nikah bagi
Jama‟ah Rifa‟iyah adalah sebagai pemahaman untuk jenjang pernikahan hidup
berkeluarga dan seluk beluk dalam hidup berumah tangga. Fokus penelitian ini
adalah untuk mengetahui latar belakang Jama‟ah Rifa‟iyah dalam melaksanakan
bimbingan pra nikah dan untuk mengetahui bagaimana proses bimbingan tersebut
serta mengetahui implikasi dalam bimbingan pra nikah dalam meminimalisir
perceraian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Bimbingan Pra Nikah
Sebagai Syarat Wajib Pernikahan (Tinjauan Sosiologis Jama‟ah Rifa‟iyah Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang). Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini
meliputi data primer yaitu hasil wawancara dengan perangkat desa, Kyai
Rifa‟iyah, warga Rifa‟iyah dan sumber data sekunder berupa foto-foto terkait dan
profil desa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, metode
wawancara, dan metode dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah pertama, latar belakang Jama‟ah Rifa‟iyah
mengadakan bimbingan pra-nikah yakni di kalangan Jama‟ah Rifa‟iyah mereka
berkeyakinan bahwa perbuatan atau amalan yang diperbuat tetapi tidak
mengetahui ilmunya akan sia-sia, seperti halnya dalam pernikahan. Mereka harus
mengetahui ilmunya sebelum melaksanakan kehidupan berumah tangga. Kedua,
para Jama‟ah Rufa‟iyah yang akan melaksanakan pernikahan maka diwajibkan
untuk mengikuti bimbingan pra nikah yang diberikan langsung oleh Kyai
Rifa‟iyah, agar mereka paham dalam hidup berumah tangga. Ketiga, urgensi
bimbingan pra nikah yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah ini tidak
berdampak pada meminimalisir tingkat perceraian di Desa tambakboyo
Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ................................................................................... ii
JUDUL ............................................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 7
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Kegunaan Penelitian............................................................................. 9
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 11
F. Telaah Pustaka ..................................................................................... 13
G. Metode Penelitian................................................................................. 19
xiii
H. Sistematika Penulisan........................................................................... 20
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pernikahan dalam Hukum Positif dan Hukum Islam ......... 21
1. Pengertian Pernikahan .................................................................... 21
2. Dasar Hukum Pernikahan .............................................................. 25
3. Tujuan Pernikahan ......................................................................... 32
4. Syarat dan Rukun Pernikahan ........................................................ 37
5. Putusnya Pernikahan ...................................................................... 42
B. Teori Pernikahan dalam Kitab Tabyiin Al-Islah di Ajaran Jama‟ah
Rifa‟iyah ............................................................................................... 49
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Tambakboyo .................................................. 54
B. Gambaran Umum Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tmbakboyo ................ 58
C. Profil dan Wawancara dengan Pasangan Pernikahan Jama‟ah
Rifa‟iyah ............................................................................................... 65
BAB IV ANALISIS URGENSI BIMBINGAN PRA NIKAH UNTUK
MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN
A. Latar Belakang Jama‟ah Rifa‟iyah dalam Melaksanakan
Bimbingan Pernikahan di Desa Tambakboyo ...................................... 75
B. Proses Bimbingan Pra Nikah Dikalangan Jama‟ah Rifa‟iyah
Desa Tambakboyo ................................................................................ 77
xiv
C. Analisis Implikasi Bimbingan Pernikahan dalam Meminimalisir
Perceraian di Desa Tambakboyo .......................................................... 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 85
B. Saran ..................................................................................................... 86
Dartar Pustaka .................................................................................................. 88
Lampiran-Lampiran
Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah hubungan keluarga atau ikatan rumah tangga yang
dibentuk dari pasangan suami istri untuk menciptakan suatu tatanan rumah
tangga yang kekal dan habagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Ditegaskan juga dalam Dasar Perkawinan yang berbunyi, Perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing, agama, dan
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat sekitar.2
Perkawinan adalah terjemahan dari kata nakaha dan zawaja. Kedua
kata inilah yang menjadi istilah pokok dalam Al-Quran untuk menunjukkan
perkawinan (pernikahan). Istilah atau kata زوج berarti “pasangan” dan istilah
berarti “berhimpun”. Dengan demikian, dari sisi bahasa perkawinan نكح
berarti berkumpulnya dua pasangan antara laki-laki dan perempuan yang
semula terpisah dan berdiri sendiri, untuk menjadi satu kesatuan yang utuh
dan bermuara. Kata زوج dalam berbagai bentuknya terulang tidak kurang dari
80 kali dalam Al-Quran. Sementara kata نكح dalam berbagai bentuknya
ditemukan 23 kali. Dengan demikian, dari kedua pasangan yang
1 Undang-Undang RI Nomor.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2 Pasal 2 ayat (1)
2
menunjukkan perkawinan (pernikahan) dikatakan bahwa dalam pernikahan
bisa menjadikan seseorang hidup berpasang-pasangan.3
Perkawinan adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau hidup bermasyarakat. Perkawinan atau pernikahan juga
bukan salah satu jalan untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan
keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan suatu golongan dengan golongan lain. Perkenalan itu akan
menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lain
serta memahami dua keluarga yang bergabung menjadi satu.4
Perkawinan merupakan hal yang paling penting dalam realita
kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan hidup rumah tangga
dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan
masyarakat. Dalam hidup rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan
jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan
sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah
yang disebut “keluarga”. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa,
keluarga yang dicita-citakan dalam perkawinan yang sah adalah keluarga
sejahtera dan bagian yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.5
Perkawinan adalah salah satu cara yang paling mulia sebagai jalan bagi
manusia untuk berkembang biak dalam melestarikan hidupnya, setelah
3 Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan I, (Yogyakarta: AC AdeMIA, 2013), hlm. 19-
20. 4 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. Ke-39 (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2006),
hlm. 374. 5 Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 2.
3
masing-masing perasaan siap untuk melakukan suatu prosesi ijab qobul, maka
mereka siap untuk mewujudkan tujuan perkawinan.6
Pernikahan atau perkawinan adalah akad yang menghalalkan dalam
pergaulan, membatasi hak-hak serta kewajiban seseorang antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram.7 Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa
ayat 3:
Artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.8
Rasulullah bersabda:
6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2, (Kairo: Daar Al-Fath Lil I‟lami Al-„arobi, 1990), hlm.
121. 7 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, Cet. Ke-7 (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.
9. 8 Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahan dilengkapi dengan Asbabun
Nuzul dan Hadits Sahih, (Bandung: Syaamil Quran, 2007), hlm. 77.
4
ث نا عبدان عن أبي حمزة عن العمش عن إب راهيم عن علقمة قال نا أنا أمشي مع عبد الله حد ب ي
رضي الله عنه ف قال كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ف قال من استطاع الباءة ف ل نه أ ف يت زو
ومن لم يستطع ف نه له وجاء للبصر وأحصن للفر عليه بالصوم ف
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah dari Al
A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah berkata; Ketika aku sedang berjalan
bersama 'Abdullah radliallahu 'anhu, dia berkata: Kami pernah bersama
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang ketika itu Beliau bersabda:
"Barangsiapa yang sudah mampu (menafkahi keluarga), hendaklah dia
kawin (menikah) karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan
dan lebih bisa menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup
(manikah) maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi
benteng baginya". (Shahih Bukhari no. 1772).
Perkawinan pada dasarnya adalah mitsaqon gholidzo (tali yang kuat)
untuk dipertahankan selamanya. Akan tetapi banyak perkawinan yang
berakhir pada perceraian, sehingga tidak sesuai dengan tujuan utama
perkawinan yang selain untuk memenuhi kebutuhan biologis, perkawinan
juga bertujuan antara lain; memperoleh ketenangan hidup (sakinah), untuk
mengembangbiakkan umat manusia (reproduction), untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah, serta untuk menjaga kehormatan baik kehormatan
diri sendiri, anak, dan keluarga.9
Pada dasarnya seluruh tujuan dari perkawinan, bermuara pada satu
tujuan yaitu bertujuan untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antara dua
pasangan suami dan istri sehingga terwujud ketentraman dalam hidup
keluarga. Al-Quran menyebutnya dengan konsep sakinah, mawadah, wa
9 Kaharuddin, Nilai-nilai Filosofi Perkawinan (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015), hlm. 2.
5
rahmah. Term sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam Al-Quran lebih
menyangkut pada upaya uraian sebuah ungkapan “keluarga ideal” sebagai
bagian terpenting dari potret keluarga ideal sekaligus selaras dengan Al-
Quran. Untuk meraih keluarga yang ideal harus dimulai dari sebuah
perkawinan yang ideal pula yakni apabila tujuan dari perkawinan tersebut
telah tercapai yaitu, sakinah, mawaddah, wa rahmah, maka untuk hidup
berumah tangga akan mendapat jalan yang mudah.10
Perkawinan merupakan proses berlangsunya hidup di dunia ini
berlanjut, dari generasi kegenerasi, melalui hubungan suami dan isteri serta
menghindar dari godaan shaitan yang menjerumuskan. Perkawinan juga
berfungsi untuk mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan pada asas saling tolong-menolong, cinta kasih dan sayang untuk
sesama. Wanita muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas di dalam
rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, serta menciptakan
suasana yang menyenangkan, supaya suaminya dapat mengerjakan kewajiban
dengan baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.11
Ada dua hal diterimanya amal ibadah seseorang termasuk
melaksanakan pernikahan yaitu mengetahui ilmunya dan dilaksanakan secara
ikhlas semata-mata untuk mendapatkan ridho oleh Allah SWT. Demikian
halnya dengan pelaksanaan pernikahan yang diselenggarakan oleh Jama‟ah
10
Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Teras, 2011), hlm. 38-39. 11
Muhammad Syaikh Kamil Uwaidah, Fiqh Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006), hlm. 379.
6
Rifa‟iyah, yaitu kelompok keagamaan pengikut dan simpatisan K.H Ahmad
Rifa‟I yang muncul pada pertengahan abad ke-19 dipesisir utara Jawa Tengah
tepatnya di Desa Kalisalak Kecamatan Limpung Kabupaten Batang.
K.H Ahmad Rifai telah memainkan peranan yang sangat penting dalam
sejarah Islam dan gerakan keagamaan, menentang Pemerintah Kolonial
Belanda di Indonesia maupun birokrat pribumi yang bekerja sama dengan
pemerintah Kolonial Belanda, khususnya di Kalisalak, Limpung, Kabupaten
Batang dan sekitarnya. Pada Jama‟ah Rifa‟iyah terdapat suatu tradisi sebelum
melaksanakan pernikahan, terdapat tradisi yang membedakan dengan
masyarakat pada umumnya yaitu bahwa Jama‟ah Rifa‟iyah diharuskan
mempelajari kitab Tabyin al-islah, yaitu suatu kitab yang berisi tentang ilmu
perkawinan atau hidup berumah tangga serta yang berkaitan dengannya.
Kitab Tabyin al-islah, dipelajari bagi Jama‟ah Rifa‟iyah, khususnya mereka
yang akan melaksanakan perkawinan. Disamping sebagai prasyarat,
mempelajari kitab Tabyin al-islah, baik melalui pengajian maupun mutolaah
sendiri merupakan suatu keharusan, agar dalam menjalani kehidupan
berumah tangga sesuai dengan pedoman dan syariat. Ada prinsip dalam
ajaran Jama‟ah Rifa‟iyah bahwa tidak bisa (sah) secara fiqhiyah bagi seorang
yang akan melakukan sesuatu tanpa mengetahui lebih dulu ilmunya.
Dalam pandangan masyarakat Desa Tambakboyo khususnya pada
Jama‟ah Rifa‟iyah sendiri terdapat adanya bimbingan pra nikah atau kajian
kitab tentang masalah perkawinan, maka bagi pasangan yang akan
melangsungkan perkawinan diwajibkan untuk ikut bimbingan pra pernikahan
7
tersebut, apabila bagi calon pengantin tidak mengikuti bimbingan pra nikah
maka akibatnya dalam masyarakat sendiri akan dikucilkan, serta pada saat
pengantin yang melangsungkan pesta perkawinan masyarakatpun enggan
untuk datang ke pesta perkawinannya.
Fenomena yang ada dalam masyarakat tersebut, penulis tertarik untuk
meneliti karena menurut masyarakat setempat khususnya Jama‟ah Rifa‟iyah
dengan adanya bimbingan pra nikah maka pernikahan itu akan dirasa shohih
menurut syari‟at Islam. Oleh karena itu, penulis tertarik mengadakan
penelitian dengan judul Bimbingan Pra Nikah Sebagai Syarat Wajib
Pernikahan (Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama’ah Rifa’iyah di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang melatarbelakangi Jama‟ah Rifa‟iyah dalam
melaksanakan bimbingan Pra Nikah di Desa Tambakboyo, Kecamatan
Reban, Kabupaten Batang.
2. Bagaimana proses bimbingan Pra Nikah di kalangan Jama‟ah
Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
3. Bagaimana Implikasi bimbingan Pra Nikah dalam meminimalisir
perceraian di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang.
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penulisan melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang Jama‟ah Rifa‟iyah dalam
melaksanakan bimbingan Pra Nikah di Desa Tambakboyo, Kecamatan
Reban, Kabupaten Batang.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses bimbingan Pra Nikah dikalangan
Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban,
Kabupaten Batang.
3. Untuk mengetahui bagaimana Implikasi bimbingan Pra Nikah dalam
meminimalisir perceraian di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban,
Kabupaten Batang.
D. Kegunaan Penelitian
Ada beberapa manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan ilmu
pengetahuan mengenai pentingnya bimbingan pra nikah dalam
perkawinan masyarakat Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban,
Kabupaten Batang.
a. Bagi masyarakat
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
informasi dan pengetahuan tentang hal yang diteliti oleh peneliti
9
khususnya mengenai bimbingan pra nikah dalam perkawinan Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, agar
masyarakat tahu dan mengetahui pondasi-pondasi untuk menuju
jenjang kekeluargaan dan menanggulangi tingkat perceraian
dikalangan masyarakat Desa Tambakboyo.
b. Bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Penelitian ini dapat memberikan tambahan referensi kepada
mahasiswa Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
c. Bagi Penulis
Dengan penelitian ini, peneliti telah melaksanakan salah
satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni Penelitian. Selain itu
dengan penelitian ini, peneliti telah mengaktualisasikan ilmu yang
didapat dari proses perkuliahan.
2. Kegunaan praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
pengetahuan bagi semua pihak yang memerlukan bahan untuk
perbandingan peneltian yang sama selanjutnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami masalah yang ada
dalam skripsi ini, dan sekaligus menyatakan pandangan, maka peneliti akan
menegaskan beberapa istilah, sebagai berikut:
10
1. Bimbingan
Petunjuk (penjelasan) atau cara mengerjakan sesuatu.12
Yaitu
suatu penjelsan kitab Tabyin Al-islah tentang bagaimana hukum, syarat
maupun kewajiban seseorang yang akan melaksanakan pernikahan.
2. Pra Nikah
Sebelum, 13
Nikah adalah hubungan antara pria dan wanita
sebagai pasangan suami istri yang bertujuan untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Maha Esa. 14
Pra Nikah dalam penelitian ini adalah proses bimbingan
pernikahan yang dilakukan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
3. Jama‟ah Rifaiyah
Gerakan Syaikh Ahmad Rifa‟I dalam menentang Kolonial
Belanda, disusun oleh H. Sadirman Amin yang membahas tentang
corak tasawuf Jawa Modern. Dalam kitab-kitabnya banyak ditemukan
ilmu untuk mengetahui cara dan kemudian dijadikan sebagai
hukum/syari‟ah yang dapat dipahami oleh akal manusia serta dapat
diamalkan dengan mudah diberbagai lapisan masyarakat. Pokok pola
pikir K.H Ahmad Rifa‟i tersebut bisa dipahami, karena arah
pernikahan ulama besar ini adalah pada pendidikan keseimbangan
hidup antara rohani dan jasmani, ukhrowi dan duniawi.
12
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke Tiga, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), hlm. 152. 13
Ibid., hlm. 891. 14
Undang-Undang RI Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
11
Pemikiran dan gerakan islam K.H Ahamd Rifa‟i di Kalisalak
adalah mengenai suatu rekontruksi historis terhadap pernikahan dan
gerakan keagamaan KH. Ahmad Rifa‟i, seorang kiai yang berbasis
disebut desa kecil, Kalisalak, Kendal, Jawa Tengah, pada abab ke-19.
KH Ahmad Rifa‟i adalah penyusun puluhan kitab berbahasa Jawa
yang berisi ajaran-ajaran keislaman untuk konteks sosial, polotik, dan
ekonomi waktu ini.15
F. Telaah Pustaka
Dalam penelitian ini, selain menggunakan sumber yang didapatkan
dari hasil observasi di lapangan peneliti juga menggunakan beberapa
reverensi yang berasal dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan judul.
Pertama, skripsi dari Talhis Afdian Syah yang berjudul
“Pelaksanaan Pernikahan Jam‟iyah Rifa‟iyah di Desa Tanahbaya
Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang”. dalam skripsi tersebut
pelaksanaan pernikahan yang dilakukan oleh jam‟iyah Rifa‟iyah di Desa
Tanahbaya sudah sesuai dengan syari‟at khususnya dan peraturan yang
dibuat oleh Pemerintah pada umumnya. Kedudukan penghulu yang dulu
dianggap tidak sah, sekarang sudah mulai dilibatkan dalam pernikahan dan
tidak menjadikan rusaknya suatu pernikahan, dan proses pernikahan
15
Parno, “Implementasi Hukum Nikah Adat Jama‟ah Rifa‟iyah pada Pemerintah Era
Modern di Kabupaten Kendal,” Tesis Magister Universitas Islam Negeri Sultan Agung Semarang
(2016), hlm. 8-9.
12
sekarang dilangsungkan sekali dan tidak ada akad nikah lagi setelah akad
pertama.16
Kedua, skripsi Muhammad Rifan yang berjudul “Studi Sosiologis
Hukum Tentang Tradisi Mempelajari Kitab Tabyin Al-Islah Sebelum
Menikah di Kalangan Jam‟iyah Rifa‟iyah”, alasan Jam‟iyah Rifa‟iyah
memberlakukan syarat untuk mempelajari kitab Tabyin Al-Islah adalah
untuk memberi pemahaman pernikahan dan seluk beluk pernikahan
kepada Jam‟iyah Rifa‟iyah yang akan beranjak kepelaminan. Dan ada
anggapan bahwa dalam Jam‟iyah Rifa‟iyah beribadah tanpa ilmu amalnya
akan sia-sia (ditolak). Untuk tinjauan mengenai mempelajari kitab bagi
Jam‟iyah Rifa‟iyah yang mau melaksanakan perkawinan termasuk dalam
kategori Urf‟ yang shahih yang mana kebiasaan yang dilakukan tidak
bertentangan dengan dalil Syara‟, tidak menghalalkan yang haram dan
tidak membatalkan kewajiban. Implikasinya dari pelanggaran tradisi
mempelajari kitab tersebut maka pernikahan tidak Shahih dan di Jam‟iyah
akan setengah dikucilkan.17
Ketiga, skripsi dari Hanif Ahmad Saifuddin yang berjudul “Tradisi
Pernikahan Jam‟iyah Rifa‟iyah di Desa Jetis Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang”, dalam skripsi tersebut terdapat tradisi dalam
pemikiran K.H Ahmad Rifa‟i yaitu dalam masalah perkawinan, sehingga
16
Talhis Afdian Syah, “Pelaksanaan Pernikahan Jam‟iyah Rifa‟iyah di Desa Tanahbaya
Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang,” Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Purwokerto (2015), hlm. 101. 17
Muhammad Rifan, “Studi Sosiologis Hukum Tentang Tradisi Mempelajari Kitab Tabyin
Al-Islah Sebelum Menikah di Kalangan Jam‟iyah Rifa‟iyah,” Skripsi Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang (2010), hlm. 2.
13
dalam Jam‟iyah Rifa‟iyah terdapat tradisi pernikahan yang berbeda dengan
umat Islam pada umumnya. Tradisi tersebut adalah tradisi mempelajari
kitab Tabyin al-islah sebelum pernikahan, tradisi pemilihan saksi
pernikahan, dan tradisi shihah, Jama‟ah Rifa‟iyah yang akan
melaksanakan pernikahan diharuskan mempelajari kitab Tabyin Al-islah
supaya ibadah pernikahannya tidak sia-sia begitu saja, terjadinya
pemilihan saksi pernikahan di kitab Tabyin Al-islah yang terkesan berhati-
hati dan sulit dipenuhi oleh seorang saksi pernikahan, di Jama‟ah
Rifa‟iyah masih ada yang tetap mempertahankan tradisi Shihah dengan
pemahaman yang berbeda pada masa KH. Ahmad Rifa‟I, tradisi Shihah
lebih ditunjukkan dalam rangka tabarukan, mengharap berkah sang
Guru.18
G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang baik dan dapat berjalan dengan
lancar, serta dapat dipertanggungjawabkan, maka peneliti ini memerlukan
suatu metode tertentu, metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian yang terjun langsung kelapangan guna
mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas yaitu tentang
18
Hanif Ahmad Saifuddin, Tradisi Pernikahan Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Jetis Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang, Skripsi Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2000. hlm. 71.
14
bimbingan pernikahan yang dilakukan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo.
Menurut Creswell, penelitian kualitatif merupakan suatu proses
inkuiri pemahaman berdasarkan pada tradisi metodologis yang jelas
tentang inkuiri yang mengeksplorasi masalah social atau manusia.
Peneliti membangun sebuah gambar kompleks yang holistic,
menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan informan
secara detail dan melakukan studi dalam latar alamiah.19
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan suatu prinsip dasar atau
landasan yang digunakan untuk mengapresiasikan sesuatu. Dalam hal
ini dasar teori yang digunakan adalah pendekatan sosiologis yang
merupakan bagian dari penelitian dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Penelitian sosiologis adalah suatu proses pengungkapan kebenaran
berdasarkan penggunaan konsep-konsep dasar yang dikenai dalam
sosiologi. Konsep dasar tersebut berfungsi sebagai sarana ilmiah dalam
rangka mengungkapkan kebenaran yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Adapun beberapa konsep dasar yang dimaksud antara lain
adalah kelompok sosial, interaksi sosial, kebudayaan, lembaga, lapisan
sosial, kemajemukan sosial, kekuasaan dan wewenang, masalah sosial,
perubahan sosial, dan sebagainya.20
19
Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
hlm. 16. 20
Yanuar Ikbar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif, (Bandung: Rafika Aditama, 2012),
hlm. 59.
15
3. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrumen kunci sekaligus
pengumpulan data, dimana peneliti langsung datang ke lokasi dan
melakukan pengumpulan data mauapun wawancara. Peneliti juga
bertindak penuh atas pengumpulan informasi yang diperlukan selama
proses penelitian.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Desa Tambakboyo, Kecamatan
Reban, Kabupaten Batang, lokasi tersebut dipilih karena di Desa
tersebut mayoritas masyarakat mengikuti bimbinga pra nikah yang
dilakukan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data otentik data langsung dari
tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan, secara
sederhana data tersebut disebut data asli. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara dengan tokoh tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan narasumber lainnya yang berkaitan dengan Jama‟ah
Rifa‟iyah.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang mengutio dari
sumber lain sehingga bersifat otentik karena diperoleh dari
16
sumber kedua atau ketiga yaitu berupa literatur pendukung.
Sedangkan data sekunder adalah seluruh data literatur lain seperti
buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya.21
6. Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
melakukan penelitian ini diantaranya:
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan
tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan tujuan penelitian. Wawancara adalah sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.22
Sebelumnya peneliti
sudah membuat beberapa pertanyaan yang telah dirumuskan
sebagai pedoman untuk mempermudah saat mengajukan
pertanyaan. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara
langsung kepada 1 Perangkat Desa Tambakboyo dan 1 Kiai
Jama‟ah Rifa‟iyah Desa Tambakboyo. Kemudian 6 pasang
Jama‟ah Rifa‟iyah.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:
Rineke Cipta, 1996), hlm. 80. 22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rimaya Rosda Karya,
2006), hlm. 186.
17
b. Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung dan pencatatan
secara sistematis terhadap fokus permasalahan yang diteliti.23
Penulis melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung
ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data tentang gambaran
umum keadaan wilayah tersebut, serta pandangan masyarakat
Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
terhadap bimbingan pra nikah yang dilakukan oleh Jama‟ah
Rifa‟iyah, karena di desa tersebut terdapat suatu ciri khas dari
Jama‟ah Rifa‟iyah sebelum melaksanakan pernikahan mengkaji
kitab Tabyin Al-islah.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan atau transkip, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya.24
Data tersebut
berupa letak geografis, demografis dan kondisi sosial masyarakat
Desa Tambakboyo.
7. Analisis Data
Dalam menganalisis data, ada empat tahapan yang harus
dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun empat
tahapan tersebut meliputi: penyusunan data, klarifikasi data,
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, hlm. 149. 24
Ibid., hlm. 231.
18
pemrosesan atau pengolahan data, dan penafsiran (interpretasi) dan
penyimpulan.
Untuk mengolah data yang diperoleh, dalam skripsi ini penulis
menggunakan analisis normatif sosiologis. Analisis data normatif yaitu
suatu analisis yang pada hakekatnya menekankan pada metode
deduktif sebagai pegangan utama, dan metode induktif sebagai tata
kerja penunjang. Analisis normatif terutama mempergunakan bahan-
bahan kepustakaan sebagai data penelitian.25
8. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian, karena dari situlah nantinya akan muncul teori. Uji
keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi.
Menurut Moleong trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Data trianggulasi yang peneliti gunakan adalah trianggulasi
sumber yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan, suatu informsi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda melalui metode kualitatif. Disamping itu agar penelitian
ini tidak berat sebelah maka penulis menggunakan teknik members
check.26
25
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 166. 26
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 178-179.
19
Jadi maksud dari penggunaan pengelolaan data ini adalah peneliti
mengecek beberapa data (members check) yang berasal dari selain
pimpinan Jama‟ah Rifa‟iyah peneliti juga mengecek data yang berasal
dari Jama‟ah Rifa‟iyah serta masyarakat sekitar.
9. Tahap-tahap Penelitian
Tahap penelitian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Tahap Pra Lapangan
1) Membuat Proposal
2) Menyusun rencana penelitian
3) Mengurus perizinan
4) Menyiapkan segala kebutuhan dalam penelitian
b. Tahap Lapangan
1) Memilih lapangan dan melakukan adaptasi
2) Menentukan informan
3) Mengumpulkan data
c. Tahap Pasca Lapangan
Menganalisis data yang telah diperoleh kemudian disusun
kedalam sebuah laporan penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang
lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka diperlukan
penyusunan sistematika penulisan penelitian sebagai berikut:
20
Bab I Pendahuluan: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang
akan membahas tentang garis besar penulisan skripsi ini, yang terdiri dari,
latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teori: menjelaskan gambaran umum tentang
pernikahan, dasar hukum nikah, tujuan pernikahan, syarat nikah, rukun
nikah, putusnya perkawinan, kitab yang dibahas di jama‟ah Rifa‟iyah, dan
sosiologis.
Bab III Hasil Penelitian: Gambaran umum Desa Tambakboyo,
Kec. Reban Kab. Batang. Gambaran umum tentang Jama‟ah Rifa‟iyah di
Desa Tambakboyo, Kec. Reban, Kab. Batang. Profil dan wawancara
dengan pasangan pernikahan di Jama‟ah Rifa‟iyah, Bagaimana proses
bimbingan pra nikah. Dampak sosioligis bagi jama‟ah Rifa‟iyah dalam
mengikuti bimbingan pra nikah maupun tidak.
Bab IV Analisis Data: Bab ini berisikan, Analisis sosiologis
terhadap urgensi bimbingan pra nikah untuk meminimalisir terjadinya
perceraian (tinjauan sosiologis terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang).
Bab V Penutup: Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
21
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pernikahan dalam Hukum Positif dan Hukum Islam
1. Pengertian Pernikahan
Perkawinan merupakan masalah yang mendasar bagi kehidupan
manusia, oleh karena itu disamping perkawinan sebagai sarana untuk
membentuk keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia
untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Sebenarnya dalam suatu
ikatan perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan antara
manusia dengan manusia tetapi juga sebagai hubungan keperdataan
dan disisi lain perkawinan juga memuat tentang unsur sakralitas yaitu
hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Hal ini terbukti bahwa
semua agama juga mengatur tentang pelaksanaan perkawinan dengan
peraturannya masing-masing.27
Seperti halnya, wihara menurut agama Hindu adalah pranata
sosial (social institution) yaitu kebiasaan yang dimuliakan oleh orang
hindu. Setiap perkawinan adalah suatu jalan untuk melepaskan derita
orang tuanya diwaktu mereka sudah meninggal. Pernikahan juga
sebagai suatu kewajiban yang diabadikan berdasarkan Weda,
merupakan salah satu sarira samsakara atau pencucian badan melalui
perkawinan. Hak perkawinan Kristen mengakui bahwa pernikahan itu
27
Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Teras, 2011), hlm. 29.
22
lembaga suci yang asalnya dari Tuhan dan ditetapkan oleh-Nya untuk
kebahagiaan masyarakat. Sedangkan perkawinan bagi umat Katolik
oleh Kristus dinaikkan menjadi sacrament. Tidak ada perbedaan
antara perjanjian dan sacrament. Perjanjian adalah sacrament,
sacrament yaitu perjanjian, lembaga asas perkawinan merupakan
ajaran Gereja. Begitu juga menurut islam perkawinan adalah ikatan
suci antara pria dan wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh
Allah untuk hidup bersama, guna untuk mencapai tatanan masyarakat
yang mulia dan sejahtera.28
Menurut bahasa nikah berarti penyatuan. Dapat diartikan juga
sebagai akad hubungan badan. Pengertian hubungan badan hanya
merupakan metafora saja.29
Kata nikah atau ziwaj adalah bahasa Arab yang dalam bahasa
Indonesia diartikan “kawin”. Perkawinan atau nikah ini menurut
Syakh Abdurrahman Al-Jazairiy dalam kitabnya, Al-Fiqh Ala Al-
Mazahib Al-Arba‟ah, memiliki tiga pengertian; makna fiqh, ushuli,
dan lugawi.30
Secara lughawi (etimologi), nikah (kawin) berarti “al-wath‟u wa
ad-dhammu” (bersenggama atau bercampur). Dalam hal ini dikatakan
“tunakahat al-asyjar” (terjadi perkawinan antara kayu-kayu), yaitu
apabila kayu-kayu itu saling condong dan bercampur satu dengan
28
Ibid., hlm. 30. 29
Prof. Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 41. 30
Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan (Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran
dan As-Sunah, (Jakarta: CV Akademika Pressindo, Cetakan Pertama, 2001), hlm 1.
23
yang lain. Begitu pula dalam pengertian majazi (kiasan) orang
menyebut nikah untuk arti akad, sebab akad ini merupakan landasan
bolehnya melakukan persetubuhan, jadi orang yang sudah
malaksanakan akad nikah maka sah untuk melakukan persetubuhan.31
Tentang makna ushuli ada perbedaan pendapat diantara para
ulama. Pertama, mengartikan bahwa nikah itu hakikatnya adalah
watha‟ (bersetubuh). Kedua, mengatakan sebaliknya dari pendapat
pertama, yakni arti hakikat dari nikah itu adalah akad, sedang arti
majaz (kiasannya) adalah bersenggama. Sedang pendapat ketiga
mengatakan bahwa arti hakikat dari nikah ini musytarak atau
gabungan dari pengertian akad dan bersenggama, jadi dari pendapat
ketiga tersebut dapat ditarik satu makna yaitu halalnya persenggamaan
ketika sudah dilandasi dengan akad pernikahan.32
Sedangkan secara fiqhi (dalam ilmu fikih), pengertian
nikah/kawin diungkapkan oleh para ulama dengan beragam sekali,
namun secara keseluruhan hampir sama antara satu dengan yang
lainnya, yang dapat disimpulkan sebagai berikut: “Perkawinan adalah
akad nikah yang ditetapkan oleh syara bahwa seorang suami dapat
memanfaatkan dan bersenang-senang dengan kehormatan (kemaluan)
seorang istri dan seluruh tubuh.33
Dalam pengertian pernikahan sendiri terdapat beberapa pendapat
yang satu dengan yang lainya berbeda. Tetapi dalam perbedaan
31
Ibid. 32
Ibid., hlm. 3 33
Ibid.
24
pendapat ini sebetulnya bukan untuk memperlihatkan pertentangan
yang sungguh-sungguh antara pendapat yang satu dengan yang lain.
Menurut pendapat ulama Syari‟iyah adalah suatu akad yang
menggunakan lafal nikah atau zawj yang menyimpan arti wati‟
(hubungan intim). Artinya dengan adanya pernikahan seseorang dapat
memiliki atau dapat kesenangan dari pasangannya.34
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dalam BAB
I Pasal 1 Dasar Perkawinan sebagai berikut:
(“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”).35
Ada beberapa hal dari rumusan diatas yang perlu diperhatikan:
1) Maksud dari seorang pria dengan seorang wanita adalah bahwa
perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda. Hal
ini menolak perkawinan sesama jenis yang waktu itu telah
dilegakan oleh beberapa Negara Barat.
2) Sedangkan suami istri mengandung arti bahwa perkawinan itu
adalah bertemuan due janis kelamin yang berbeda dalam suatu
rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama”.
3) Dalam definisi tersebut disebut pula tujuan perkawinan yang
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang
34
Slamet dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm.
298. 35
Pasal 1
25
menafsirkan sekaligus perkawinan temporal sebagai mana yang
berlaku dalam perkawinan mut‟ah dan perkawinan tahlil.
4) Disebutkan juga pada pancasila sila ke satu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang menunjukkan bahwa
perkawinan bagi agama Islam adalah peristiwa agama dan
dilakukan untuk memenuhi perintah agama.36
Terdapat 3 karakter khusus yang disebutkan oleh Soemiyati
tentang perjanjian dalam perkawinan ini, yaitu:
1) Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsur suka rela dari
kedua belah pihak.
2) Kedua belah pihak yang mengikrarkan perjanjian perkawinan itu
saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian perkawinan
berdasarkan ketentuan yang sudah ada hukumnya.
3) Persetujuan perkawinan itu mengatur batas-batas hukum
mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Persetujuan perkawinan ini pada dasarnya tidaklah sama dengan
persetujuan yang lainnya, misalnya persetujuan jual beli, sewa
menyewa dan lain-lainnya. Menurut Mr. Wirjono Prodjojodikoro
perbedaan antara persetujuan perkawinan dan persetujuan biasa semua
pihak berhak menentukan sendiri pokok perjanjian asalkan sesuai
dengan peraturan dan tidak melanggar asusila, sedangkan persetujuan
36
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 75-76.
26
perkawinan itu adalah isi dari perjanjian perkawinan yang mana sudah
ditentukan oleh hukum.37
2. Dasar Hukum Pernikahan
Dasar/asal hukum nikah adalah mubah atau boleh. Dasar hukum
ini dapat berubah sesuai dengan keadaan dan situasi orang yang
melaksanakannya. Oleh karena itu hukum dasar dapat berubah
menjadi sunat, makruh, haram, bahkan dapat berubah menjadi wajib.
Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Al-Dzariyat ayat 49,
yaitu:
ومن كل شيء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون
Artinya:
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah.38
Didalam ayat pernikahan Islam juga dijelaskan bahwa
berpasangan-pasangan itu adalah antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana dijelaskan juga dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1,
yaitu:
37
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1986), hlm. 9. 38
Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahan dilengkapi dengan Asbabun
Nuzul dan Hadits Sahih, hlm. 522.
27
Artinya:
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menciptakan
kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan
mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan
perempuan; dan bertakwalah kepada Allah SWT. Yang dengan
nama-Nya saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali
kekerabatan. Sesungguhnya Allah SWT, adalah pengawas atas
kamu.39
Kewajiban menikah yang sudah ada di dalam Al-Quran juga
sangat jelas dan bisa dijadikan dasar maupun pedoman untuk memulai
sebuah ikatan berkeluarga. Untuk bisa mendapatkan keluarga sakinah,
mawaddah, wa rahmah, memang membutuhkan kontribusi dari kedua
belah pihak antara pihak laki-laki dan pihak perempuan agar bisa
memahami perannya dalam menajalankan bahtera rumah tangga.
Sebagaimana telah disebutkan dalam surat An-Nur ayat 32, yaitu:
39
Ibid., hlm. 77.
28
Artinya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.40
Setiap manusia, sebagaimana makhluk lainnya, sejak lahir
mempunyai status melekat sebagai hamba Allah. Namun demikian,
berbeda dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai amanah
sebagai khalifah yang bertugas memakmurkan bumi. Status dan
amanah itu terus melekat dalam diri manusia sehingga perkawinan
dan keluarga pun tidak melunturkannya.
Perkawinan bukan hanya demi memenuhi kebutuhan seksual
secara halal, namun juga sebagai ikhtiar membangun keluarga yang
baik. Keluarga berperan penting dalam kehidupan manusia baik secara
personal, masyarakat, dan negara. Keluarga adalah tempat untuk
meneruskan keturunan dan tempat awal mendidik generasi baru untuk
belajar nilai-nilai moral, berpikir, berkeyakinan, berbicara, bersikap,
bertakwa dan berkualitas dalam menjalankan perannya di masyarakat
sebagai hamba dan khalifah Allah.41
Adapun dari Kompilasi Hukum Islam pada Bab II pasal 2 Dasar-
dasar Perkawinan yang berbunyi “Perkawinan menurut hukum Islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon
gholidzo untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
40
Ibid., hlm. 354. 41
Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas
Islam Kemenag RI, Fondasi Keluarga Sakinah (Bacaan Mandiri Calon Pengantin), (Jakarta:
Titikoma, 2017), hlm. 2.
29
merupakan ibadah”.42
Dijelaskan juga pada pasal 3 “Perkawinan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah”.43
Disebutkan juga dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Bab 1 Pasal 1
Dasar Perkawinan, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri yang bertujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.44
Akan tetapi, walaupun banyak dalil yang menunjukkan bahwa
pernikahan itu dapat berubah-ubah tergantung pada konteksnya, ada
kalanya wajib, sunnah, haram, makruh ataupun mubah, sebagaimana
penjelasan sebagai berikut:
1) Melakukan pernikahan yang hukumnya wajib45
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak
dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin. Karena
menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedangkan untuk
itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali jalan kawin.
2) Melakukan pernikahan yang hukumnya sunnah
42
Pasal 2. 43
Pasal 3. 44
Pasal 1. 45
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz 2, (Kairo: Daar Al-Fath Lil I‟lami Al-„arobi, 1990), hlm.
129.
30
Adapun bagi yang nafsunya sudah mendesak lagi mampu
kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina,
maka sunahlah dia kawin. Kawin baginya lebih utama dari
bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani hidup sebagai
pendeta tidak dibenarkan Islam.
3) Melakukan pernikahan yang hukumnya haram46
Bagi seseorang yang tidak mempu memenuhi nafkah batin
dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak,
haramlah dia kawin, sebaiknya juga perempuan bila ia sadar
dirinya tidak mampu untuk memenuhi hak-hak suaminya, atau
ada hal-hal yang menyebabkan dia tidak bisa melayani kebutuhan
batinnya, karena sakit jiwa atau kusta atau mukanya gopeng atau
penyakit lainnya pada kemaluannya, maka ia tidak boleh
mendustainya, tetapi wajiblah ia menerangkan semuanya itu
kepada laki-lakinya, ibarat seperti seseorang pedagang yang wajib
menerangkan keadaan barang-barang bilamana ada aibnya.
4) Melakukan pernikahan yang hukumnya makruh47
Makruhnya perkawinan kali ini adalah dengan kurangnya
tenaga atau lemah syahwat dan tidak mampu memberikan uang
belanja kepada istrinya, walaupun hal itu tidak merugikan istri,
tetapi dia mampu dan cukup dan tidak mempunyai keinginan
syahwat yang kuat.
46
Ibid., hlm. 130. 47
Ibid., hlm. 131.
31
5) Melakukan pernikahan yang hukumnya mubah
Dari hukum asal tersebut pernikahan adalah mubah, maka
bagi laki-laki yang belom terdesak untu melakukan perkawinan
karena ada alasan-alasan yang mengharamkan untuk melakukan
perkawinan maka disitu dapat dihukumi mubah.48
Dalam terjemah kitab Tabyiin Al-islah terdapat tiga praktik
pelaksanaan pernikahan yaitu:
1) Nikah yang sah.
Yaitu apabila pelaksanaan akad nikah secara benar dan
menurut tata cara yang diatur dalam kitab fiaq pernikahan serta
mengetahui ilmunya. Jadi pernikahan inilah yang mendapat ridho
dan pahala oleh Allah SWT.
2) Nikah yang sah tetapi disertai haram
Yaitu pelaksanaan pernikahan atau ijab qobul dilakukan
secara benar sesuai dengan tata caranya yang diatur dalam kitab
fiqh pernikahan akan tetapi tidak mengetahui ilmunya. Praktik
seperti inilah yang dianggap oleh Jama‟ah Rifa‟iyah sebagai
pernikahan yang sah akan tetapi disertai dengan haram.
Beberapa ulama mengatakan bawa pelaksanaan seperti
inilah yang dinamakan Haram Syuru‟ yaitu haram yang
disebabkan karena melakukan suatu pekerjaan tanpa mengetahui
ilmunya terlebih dahulu.
48
Ibid., hlm. 132.
32
3) Nikah yang tidak sah dan haram
Yaitu pelaksanaan akad nikah yang tidak sesuai dengan tata
cara yang diatur di dalam kitab fiqh pernikahan, akrena tidak
mengetahui ilmunya dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar
praktik pernikahan inilah yang mengakibatkan dosa, karena dia
tidak mengetahui ilmu dan praktiknya.49
3. Tujuan Pernikahan
Pada dasarnya seluruh tujuan dari perkawinan bermuara pada
satu tujuan yaitu bertujuan untuk membina rasa cinta dan kasih sayang
antara pasangan suami istri sehingga terwujudnya ketentraman dalam
keluarg. Al-Quran menyebutkan dengan konsep sakinah, mawadah
wa rahmah.50
Sebagaimana disebutkan dalam surat Ar-Rum (30) ayat
21 yang berbunyi:
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
49
Much Ehwandi, Terjemahan Tabyinul Ishlah li Syaikh Ahmad Rifa‟I, Edisi Pertama (Pati:
Maktabah Yahyawiyah, 2012). hlm. 5. 50
Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, hlm. 37.
33
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.51
Faedah yang terbesar dalam perkawinan adalah untuk menjaga
dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan.
Perempuan dalam sejarah digambarkan sebagai makhluk yang sekedar
menjadi pemuas hawa nafsu kaum laki-laki. Perkawinan adalah
pranata yang menyebabkan seseorang perempuan untuk mendapatkan
perlindungan yang extra dari pihak suami. Keperluan dalam hidup
berumah tangga wajib ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga
berguna untuk memelihara kerukunan anak cucu (keturunan), sebab
kalau tidak dengan nikah, anak yang dilahirkan tidak diketahui siapa
yang akan mengurusnya dan siapa yang nantinya bertanggung jawab
untuk menjaga dan mendidiknya. Nikah juga dipandang sebagai
kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, manusia akan
mengikuti hawa nafsunya sebagaimana layaknya binatang, dan dengan
sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan permusuhan antar
sesama manusia. Yang mungkin juga dapat menimbulkan
pembunuhan yang mahadasyat.52
Tujuan pernikahan yang sejati dalam
Islam adalah pembinaan akhlak manusia dan memanusiakan manusia
sehingga hubungan yang terjadi antar pasangan yang berbeda dapat
membangun kehidupan yang baru secara sosial dan kultural.
51
Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahan dilengkapi dengan Asbabun
Nuzul dan Hadits Sahih, hlm. 406. 52
Beni Ahmad Sabeni, Fiqh Munakahat (Buku I), (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), hlm.
19.
34
Hubungan dalam membangun rumah tangga tersebut adalah untuk
menumbuhkan generasi keturunan manusia yang memberikan
kemaslahatan bagi masa depan masyarakat dan negara.53
Sakinah, mawaddah, wa rahmah, dalam Al-Quran lebih
menyangkut pada upaya uraian sebuah ungkapan “keluarga ideal”,
sebagai bagian terpenting dari potret keluarga ideal sekaligus selaras
dengan Al-Quran. Untuk meraih keluarga yang ideal harus dimulai
dari sebuah perkawinan yang ideal yakni apabila tujuan dari
perkawinan tersebut telah tercapai yaiti, sakinah, mawaddah, wa
rahmah. Akan tetapi lebih menarik apabila kita membahas maksud
dari ke tiga term yang diberikan Al-Quran sebagai potret ideal sebuah
perkawinan.54
Pertama, sakinah. Kata sakinah terulang kurang lebih 45 kali
dalam Al-Quran, dalam berbagai bentuk variannya adapaun menurut
bahasa, berarti tenang, tentram, tidak bergerak, diam, kedamaian,
mereda, hening, dan tinggal. Dalam Al-Quran kata ini menandakan
ketenangan dan kedamaian secara khusus yaitu kedamaian dari Allah
yang dihujamkan didalam qalbu. Namun demikian manusia bukan
sama sekali tidak berperan dalam kehadiran ketenangan ini. Satu hal
yang menjadi kekhasan “ketenangan” yang berasal dari sakinah ini
53
Ibid., hlm. 20. 54
Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, hlm. 38.
35
adalah adanya unsur kesengajaan baik dalam bentuk perintah maupun
sarana.55
Maka setidaknya dapat disimpulkan bahwa sakinah adalah
keluarga tenang, tentram dan damai, dengan kata lain masing-masing
anggotanya tidak merasakan adanya gejolak yang dapat meresahkan
jiwa mereka, atau bisa dikatakan sebuah keluarga yang sangat mantap
dan sabil.
Kedua, mawaddah. Didalam Al-Quran term ini terulang
sebanyak 29 kali dengan berbagai variannya tersebar diberbagai surat.
Dalam bahasa Indonesia, term ini biasanya diterjemahkan menjadi
cinta atau aksih sayang Ketika dihadapkan dengan konteks surat Ar-
Rum (30): 21 tersebut, ada beberapa mufassir yang berpendapat
bahwa arti mawaddah dalam konteks ini adalah al-ijma‟
(persetubuhan) dan rumah adalah anak. Sedangkan Al-Mawardi selain
mengutip pendapat diatas dengan menambahkan tiga pendapat lain,
yaitu:
1. Mawaddah adalah Al-Mahabbah dan rahmah adalah Al-Shafaqah.
2. Mawaddah adalah cinta besar (membara) dan rahmah adalah cinta
kecil (stabil).
3. Mahabbah maupun Rahmah adalah sikap suami dan istri yang
saling menyayangi.56
55
Ibid., hlm. 39.
56 Ibid., hlm. 40.
36
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga untuk mencapai
level mawaddah adalah sebuah keluarga yang mempunyai keinginan
untuk mencintai dan menyayangi satu sama lain, keinginan itu sangat
menggebu dan apabila keinginan itu tidak terpenuhi, maka akan
mengarah pada keputusan atau frustasi.
Ketiga, rahmah. Term ini terulang sebanyak 330 kali di dalam
Al-Quran. Raghib Al-Ishfahani mengartikan dengan “riqqah” yang
bisa diartikan dengan penghambaan, lembut, lunak dan kasihan.
Orang yang sedang mencinta dikatakan menghamba, karena ia akan
selalu melayani objek yang dicintai, ia pun akan selalu bersikap lemah
lembut. Terkadang pula term ini diartikan dengan gabungan dari
riqqah dan ihsan (kebaikan). Karena orang yang mencintai selain
selalu berusaha melayani objek, ia juga selalu melakukan yang terbaik
untuk objek tertentu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa keluarga
yang rahmah adalah keluarga yang tidak hanya mampu memerankan
fungsi personalnya dengan baik, tetapi fungsi sosialnya juga harus
diperhatikan. Fungsi personal dapat disimbolkan dengan ketaatan
kepada Allah, Rasul, Shalat, dan bertaqwa. Sedangkan fungsi
sosialnya disimbolkan dengan membayar zakat, amr ma‟ruf nahi
mungkar, tolong menolong dan lain-lain.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan yang ideal
adalah perkawinan yang sudah mencapai level rahmah, karena untuk
mencapai level tersebut harus terlebih dahulu melewati dua level
37
sebelumnya dan level inilah yang mengabdikan sebuah perkawinan
yang dinamakan bahagia serta ideal.57
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.58
Dijelaskan juga dalam kompialsi Hukum Islam Bab II pasal 3,
adapun tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.59
Pernikahan dilaksanakan karena dengan dasar anjuran Al-Quran
dan Hadis. Selain karena sebab tersebut, pernikahan juga dilaksanakan
karena hikmahnya yang sangat banyak.
4. Syarat dan Rukun Pernikahan
a. Syarat Pernikahan
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya
perkawinan. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka perkawinan itu
dianggap sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban
sebagai suami istri. Adapun syarat-syarat sahnya perkawinan
sebagai berikut:
1) Masing-masing kedua mempelai telah ditentukan (ta‟yin az-
zaujain), menyebutkan secara pasti individu pasangan yang
dinikahkan, bukan dengan ungkapan yang membuat ragu.
57
Ibid., hlm. 44. 58
Pasal 1. 59
Pasal 3.
38
2) Kerelaan kedua mempelai.
3) Yang melakukan akad bagi pihak wanita adalah walinya.
4) Ada saksi dalam akad nikah.
5) Keharusan meminta persetujuan wanita sebelum pernikahan.
6) Tidak terdapat hal yang menghalangi keabsahan nikah, atau
kedua mempelai halal untuk menikah. Hal-hal yang
menghalangi keabsahan nikah misalnya:
a) Keduanya termasuk mahram.
b) Masih ada hubungan seprsusuan.
c) Beda agama, kecuali jika mempelai suami muslim dan
mempelai wanita dari ahlul kitab, maka diperbolehkan
dengan syarat wanita tersebut „afifah (wanita yang
menjaga kehormatannya).
d) Sang wanita masih dalam masa iddah.60
b. Rukun Pernikahan
Salah satu syarat sah yang harus ada dalam menentukan sah
suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian
pekerjaan itu, seperti adanya calon pengantin laki-laki dan
perempuan dalam perkawinan. Untuk menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) itu diharuskan dengan adanya
syarat, tetapi suatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan
60
Tim Ulin Nuha Ma‟had Aly An-Nur, Fiqh Munakahat, (Solo: Kiswah Media, 2018), hlm.
53-56.
39
tersebut. Sah yaitu suatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi syarat
dan rukun.61
Perkawinan adalah wadah penyaluran kebutuhan biologis
manusia yang wajar dan dibenarkan. Oleh karena itu, perkawinan
yang penuh dengan nilai dan bertujuan mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan penuh rahmat, perlu
diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan penetapan
syariat perkawinan ini dapat tercapai. Rukun ialah unsur pokok
(tiang) dalam setiap perbuatan hukum sedangkan syarat ialah unsur
pelengkapnya. Kedua unsur ini dalam perkawinan adalah penting
sekali karena bila tidak terpenuhi maka perbuatan itu dianggap
tidak sah menurut hukum.
Para ahli fikih merangkum syarat dan rukun perkawinan
yang harus dicapai pada saat akad berlangsung, yang meliputi
empat hal berikut: (a) ada calon mempelai (laki-laki dan
perempuan), (b) ada wali dari calon istri, (c) ada dua orang saksi,
(d) ada ijab dan kabul.
Calon mempelai merupakan rukun nikah yang terdiri dari
seorang laki-laki dan perempuan. Bila salah satu tidak ada atau
kedua-duanya bersamaan jenis, maka dalam islam tidak akan
pernah terjadi suatu perkawinan. Namun, rukun ini pun masih
memerlukan persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
61
Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 45.
40
1) Pihak laki-laki yang hendak mengawini seseorang perempuan
hendaknya memenuhi persyaratan berikut:
a) Beragama Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak
sah menikah dengan wanita muslimah.
b) Terang prianya (bukan banci).
c) Tidak dipaksa (suka rela/kerelaan hati).
d) Tidak beristri empat orang.
e) Bukan mahram bagi calon istri.
f) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon
istri (bila hendak berpoligami).
g) Mengetahui calon istrinya itu tidak haram dinikahinya.
h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.
2) Calon mempelai wanita harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a) Beragama Islam.
b) Terang wanitanya (bukan waria).
c) Telah memberi izin kepada walinya untuk menikahkan.
d) Tidak bersuami dan tidak iddah.
e) Bukan mahram bagi calon suaminya.
f) Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh calon suami.
g) Diketahui orangnya.
41
h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.62
3) Adanya dua orang saksi. Sebagai saksi diisyaratkan
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad
pernikahan. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat diterima
menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang
memiliki beberapa sifat berikut:
a) Islam. Orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi
wali atau saksi.
b) Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun).
c) Berakal
d) Merdeka
e) Laki-laki
f) Adil.63
4) Keistimewaan bapak dari wali-wali yang lain.
Bapak dan kakek diberi hak menikahkan anaknya yang
bikir/perawan dengan tidak meminta izin si anak lebih dahulu,
yaitu dengan orang yang dipandangnya baik. Kecuali anak
yang sayib (bukan perawan lagi), tidak boleh dinikahkan
kecuali dengan izinnya lebih dahulu. Wali-wali yang lain tidak
berhak menikahkan mempelai kecuali sesudah mendapatkan
izin dari mempelai itu sendiri.
62
Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan (Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran
dan As-Sunah, hlm. 85-87.
63
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cetakan ke 82, 2018),
hlm. 384.
42
Ulama-ulama yang memperbolehkan wali (bapak atau
kakek) menikahkan tanpa izin ini menggantungkan bolehnya
dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a) Tidak ada permusuhan antara bapak dan anak.
b) Hendaklah dinikahkan dengan orang yang setara atau
sekufu.
c) Maharnya tidak kurang dari mahar misil (sebanding).
d) Tidak dinikahkan dengan orang yang tidak mempu
membayar mahar.
e) Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang mengecewakan
(membahayakan) si anak kelak dalam pergaulannya dengan
laki-laki itu, misalnya orang itu buta atau orang yang sudah
sangat tua sehingga tidak ada harapan akan medapat
kegembiraan dalam pergaulan.64
5) Ijab dari wali calon mempelai perempuan atau wakilnya.
a) Beragama Islam
b) Baligh
c) Berakal
d) Laki-laki
e) Adil
f) Mendengar (tidak tuli)
g) Melihat (tidak buta)
64
Ibid., hlm. 385.
43
h) Bisa bercakap-cakap (tidak bisu)
i) Tidak pelupa
j) Menjada harga diri (menjaga muru‟ah)
k) Mengerti ijab qobul
l) Tidak merangkap jadi wali.
Ijab dan qabul harus terbentuk dari asal kata “Inkah”
atau “Tazwiz” atau terjemahan dari kedua kata tersebut, yang
dalam bahasa indonesia berarti “menikah”.
Sighat akad nikah yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh
wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon
pengantin laki-laki.65
5. Putusnya Pernikahan
Adapun putusnya perkawinan dapat terjadi akrena kematian,
perceraian, dan atas keputusan pengadilan.
a. Kematian
Putusnya perkawinan karena kematian adalah berakhirnya
perkawinan yang disebabkan salah satu pihak, yaitu suami atau istri
meninggal dunia. Perkaiwnan putus akrena kematian sering disebut
masyarakat dengan istilah “cerai mati”. Jenis putusnya perkawinan
karena perkawinan ini tidak dibahas lebih lanjut karena akibatnya
timbul pewarisan dan hukum waris dibahas dalam kesempatan lain.
65
Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakahat, hlm. 47.
44
b. Perceraian
Putusnya perkawinan karena perceraian adalah penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan dari salah satu
pihak dalam perkawinan.
c. Keputusan Pengadilan
Putusnya pengadilan adalah berakhirnya perkawinan yang
didasarkan ata keputusan pengadilan yang telah diperoleh kekuatan
hukum tetap.66
B. Teori Pernikahan dalam Kitab Tabyin Al-Islah di Ajaran Jama’ah
Rifa’iyah
Kitab Tabyin Al-Islah ini berukuran kurang lebih 18 x 22 cm, tebal
223 halaman dan sebagai ciri khas dari kitab tersebut adalah sampulnya
berwarna hitam, kebanyakan dari kitab kitab Rifa‟iyah mempunyai ciri
khas yang mana sampulnya hitam.
Kitab Tabyin Al-Islah ini terdiri dari dua bab, yang mana masing
masing bab mempunyai pembahasan sendiri-sendiri. Bab pertama ini
terdiri dari beberapa sub bab (pasal) yaitu ada 12 pasal, yang membahas
tentang; keutamaan nikah: yaitu wali bagi wanita, susunan wali, wali
hakim, saksi perkawinan, ijab qobul, larangan perkawinan, kafa‟ah, mas
kawin, walimahan, menggilir dan nusyus, serta khulu‟. Bab kedua
membahas tentang talak. Bab ini juga terdiri dari sub bab (pasal) yaitu ada
66
I Ketut Okta Setiawan, Hukum Perorangan dan Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafika,
2016), hlm. 62.
45
9 pasal, yang membahas tentang, talak, ila‟ (persumpahan), qadzaf, li‟an,
„iddah, istibra‟, „iddah raj‟I, nafkah, serta hadlanah.67
Menurut kitab Tabyin Al-Islah dijelaskan beberapa bab terkait
dengan munakahat sebagai berikut:
1. Rukun nikah menurut kitab Tabyin Al-Islah ada lima antara lain:
a) Pengantin lelaki (zauj).
b) Pengantin perempuan (zaujah).
c) Wali pengantin perempuan.
d) Dua orang saksi (Syahidani adilani).
e) Ijab dan Qabul (Shighat).
2. Syarat calon pengantin laki-laki antara lain:
a) Baligh, bila masih kecil, maka bapak atau kakek qabulnya.
b) Berakal, bila hilang akalnya, maka bapak qabulnya.
c) Tidak senasab atau sesusuan (radla) dengan pengantin wanita
d) Dengan kehendak sendiri (ikhtiar). Tidak sah bila dipaksa.
e) Menentukan dan mengetahui nama wanita yang akan dinikahi,
mengetahui akan status calon istrinya, yaitu perawan atau janda dan
sudah lepas masa iddah.
3. Syarat calon pengantin wanita antara lain:
a) Baligh.
b) Berakal.
c) Tidak Senasab dan tidak Sesusuan dengan pengantin lelaki.
67
Idhom Anas, Risalah Nikah Ala Rifa‟iyah, (Pekalongan: Al-Asri, 2008), hlm. 85.
46
d) Kehendak sendiri, tanpa adanya paksaan selain wali mujbir
bapak/kakek.
e) Mengetahui lelaki yang akan menikahi dirinya.
4. Syarat wali ada dua macam yaitu:
a) Wali Mujbir, yaitu seorang wali yang boleh menikahkan orang
wanita dengan cara memaksa meskipun ia tidak rela.
b) Wali bukan Mujbir, yaitu selain wali Mujbir.
Adapun syarat wali mujbir ada enam yaitu:
(a) Bapaknya, kakeknya atau tuan hambanya yang menjadi Wali
Mujbir.Adapun saudara dan pamannya bukanlah Wali Mujbir.
(b) Status pengantin haruslah gadis perawan walaupun usia baligh.
(c) Seorang lelaki yang adil, terkenal orang yang dapat dipercaya.
(d) Dinikahkan kepada kufunya (lihat pasal kufu).
(e) Dinikahkan kepada seorang lelaki yang bukan musuh dengan
anaknya.
(f) Harus dengan Mahar Mitsil dan pengantin lelaki sanggup
membayarnya.68
5. Ijab dan Qobul
Ijab adalah ucapan dari wali sebagai penyerahan kepada
pengantin pria. Qobul adalah ucapan dari pengantin pria sebagai
penerimaan atas penyerahan dari wali.
68
Much Ehwandi, Terjemahan Tabyinul Ishlah li Syaikh Ahmad Rifa‟I, Edisi Pertama, (Pati:
Maktabah Yahyawiyah, 2012), hlm. 18-19.
47
Contoh ijab: “saya nikahkan kepadamu anak perempuan saya yang
bernama Khodijah dengan mas kawin uang satu juta rupiah telah
dibayar tunai”. Adapun contoh qobul (penerimaan) yaitu: “saya terima
nikahnya Khodijah dengan mas kawin uang satu juta rupiah telah
dibayar tunai”.
Adapun syarat sah Ijab Qobul antara lain:
a) Hendaklah pengantin lelaki yang menerima (qabul) bukanlah anak
kecil, karena syarat pengantin lelaki harus baligh.
b) Hendaklah pengantin lelaki sesegera mungkin (jangan kelamaan)
dalam menjawab ucapan wali yang menikahkan pengantin wanita
(istrinya).
c) Hendaklah muafakat pengucapnya wali pada pengantin lelaki.
d) Hendaklah muafakat dalam penyebutan wali pada jumlah
maskawin (meskipun sebenarnya dalam hal ini, menyebutkan mas
kawin adalah sunah. Akan tetapi jika tidak terjadi kesepakatan
maka nikahnya menjadi tidak sah).
e) Hendaklah jangan dijanji talak nanti setelah disetubuhi.
f) Hendaklah antara keduanya faham akan bahasa yang diucapkan.69
69
Ibid., hlm. 29.
48
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang
1. Letak Geografis Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang
Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
merupakan salah satu desa yang berada diwilayah Kabupaten Batang,
wilayah tersebut berada pada jarak 1 Km dari Kecamatan Reban,
terletak 11 Km dari pusat Kabupaten atau Pemerintahan. Mata
pencaharian penduduk setempat adalah pedagang dan bertani.
Perekonomian di Desa Tambakboyo tidak ada yang mencolok, karena
sebagian besar penduduk di Desa Tambakboyo adalah pedagang
rumah atau warung klontong, ataupun pedagang keliling.
Di Desa Tambakboyo terdapat sarana pendidikan yang sudah
memadai, yaitu diantaranya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, SMK
Lembah Ijo. Dalam Agama penduduk Desa Tambakboyo sangat kental
dengan agamanya yaitu Islam, terbukti dari setiap Rukun Warga yang
ada di Desa Tambakboyo terdapat Mushola dan Masjid untuk
menimba ilmu Agama. Rasa sosial di Desa Tambakboyo seperti halnya
Desa maupun masyarakat lainnya, rasa kerukunan, saling gotong
49
royong terjaga dengan baik. Luas wilayah Dea Tambakboyo 182.456
Ha.
Adapun batas wilayah Desa Tambakboyo dengan desa lain
adalah:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kepundung.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ngadirejo.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Reban.
d. Sebelah imur berbatasan dengan Desa Adinuso.
Desa Tambakboyo merupakan desa yang memiliki PAD terbaik
di Kabupaten Batang. Potensi desa tersebut yaitu Kampung Bakso,
Tambakboyo Connecting, Penyulingan minyak Astiri, Serai Wangi,
Cengkeh, dan Nilam, Air Minum Moses, Wintosh Coffe, Pertanian
Cabai, Jagung dan Ketela.
2. Data Monografis Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang
Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
memiliki jumlah penduduk 2.831 jiwa, dengan perincian laki-laki
1.415 dan perempuan 1.416, setelah melihat dari data tersebut dapat
dilihat bahwasannya di Desa Tambakboyo memiliki keseimbangan
antara laki-laki dan perempuan, hanya berbeda sedikit saja. Akan
50
tetapi ada perbedaan pada tingkat usia, jenjang pendidikan, dan mata
pencaharian.70
Tabel 3.1: Susunan Kepengurusan Desa Tambakboyo
No Nama Jabatan
1 Sodikin Kepala Desa
2 Muhaimin Sekretaris Desa
3 Winarti Kasi Kepemerintahan
4 Tahrudi Kasi Kesejahteraan
5 Mashadi Kasi Pelayanan
6 Cucun fery Kaur TU dan Umum
7 Mita Murtikasari Kaur Keuangan
8 Kristiyanto Kaur Perencanaan
9 Hasto Kadus Tambakboyo
10 Waluyo Kadus Tambakboyo Gunung
11 Kananto Kadus Adiloyo
Sember: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
Tabel 3.2: Jumlah Penduduk Menurut Agama
Kelompok Agama Laki-laki Perempuana Jumlah
Islam 1.415 1.416 2.831
Kristen 0 0 0
70
Wawancara dengan Muhaimin, Selaku Sekretaris Desa Tambakboyo, Reban, Batang, 6
September 2019.
51
Katholik 0 0 0
Hindu 0 0 0
Budha 0 0 0
Khonghucu 0 0 0
Kepercayaan 0 0 0
Jumlah 1.415 1.416 2.831
Sember: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang.
Tabel 3.3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
Tidak/Belum
Sekolah
331 334 665
Belum tamat
SD/Sederajat
140 146 286
Tamat SD/Sederajat 628 671 1.299
SLTP/Sederajat 195 162 357
SLTA/Sederajat 98 72 170
Diploma I/II 3 2 5
Akademi/Diploma
III/S. Muda
3 5 8
Diploma IV/Strata I 17 23 40
Strata II 1 1
Strata III 0 0 0
52
Jumlah 1.415 1.416 2.831
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
Tabel 3.4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
0-4 105 103 208
5-9 113 127 240
10-14 101 101 202
15-19 122 121 243
20-24 126 107 233
25-29 109 107 216
30-34 109 92 201
35-39 122 112 234
40-44 88 91 179
45-49 98 105 203
50-54 85 86 171
55-59 74 84 158
60-64 55 63 118
65-69 45 44 89
70-74 25 28 53
>=75 35 45 83
Jumlah 1.415 1.416 2.831
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
53
Tabel 3.5: Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
Belum/Tidak
Bekerja
356 338 694
Mengurus Rumah
Tangga
1 483 484
Pelajar/Mahasiswa 239 171 410
Pensiunan 6 2 8
Pegewai Negeri
Sipil
10 14 24
Tentara Nasional
Indonesia
1 1
Kepolisian RI 1 1
Perdagangan 69 31 100
Petani/Pekebun 263 107 370
Nelayan/Perikanan 1 1
Industri 2 2
Konstruksi 2 2
Transportasi 5 5
Karyawan Swasta 13 8 21
Buruh Harian
Lepas
38 8 46
54
Buruh
Tani/Perkebunan
56 12 68
Buruh
Nelayan/Perikanan
2 2
Pembantu Rumah
Tangga
5 5
Tukang Batu 6 6
Tukang Kayu 5 5
Tukang
Las/Pandai Besi
1 1
Tukang Jahit 1 12 13
Guru 1 1
Lain-lain 338 225 563
Jumlah 1.415 1.416 2.831
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
Tabel 3.6: Rekapitulasi Jumlah Kepemilikan Akta Perceraian
Tgl. 09-09-2019
NO RW: 001
NO
NO
RT
Jumlah Penduduk
Status Cerai Hidup
Kepemilikan Akta
Perceraian
LK PR Jumlah LK PR Jumlah
1. 001 2 6 8 0 0 0
55
2. 002 0 4 4 0 1 1
3. 003 5 6 11 1 1 2
4. 004 1 4 5 0 1 1
Jumlah 8 20 28 1 3 4
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
NO RW: 002
NO
NO
RT
Jumlah Penduduk
Status Cerai Hidup
Kepemilikan Akta
Cerai
LK PR Jumlah LK PR Jumlah
5. 001 1 1 2 1 0 1
6. 002 3 0 3 1 0 1
7. 003 0 4 4 0 0 0
8. 004 0 3 3 0 1 1
9. 005 2 5 7 1 1 2
Jumlah 6 13 19 3 2 5
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
NO RW: 003
NO
NO
RT
Jumlah Penduduk
Status Cerai Hidup
Kepemilikan Akta Cerai
LK PR Jumlah LK PR Jumlah
10. 001 1 1 2 0 0 0
11. 002 3 0 3 0 0 0
12. 003 0 4 4 0 1 1
56
13. 004 0 3 3 0 0 0
Jumlah 6 13 19 0 1 1
Sumber: Kantor Kelurahan Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat Desa Tambakboyo Kecamatan Reban
Kabupaten Batang
Pada kehidupan sehari-hari atau ekonomi masyarakat sekitar
desa, dilihat dari mata pencaharian yang ada pada data geografis
masyarakat tersebut dapat dikatakan cukup sederhana, mayoritas dari
masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, tetapi dirumah juga
berdagang, jadi dalam hal ini pertaniannya hanya petani penggarap.
Meskipun mayoritas petani dan berdagang dirumah masyarakatnya
dapat memenuhi kebutuhan sekunder maupun primer. Mereka dapat
memenuhi kebutuhan primer seperti, televisi, kursi, meja, bahkan
sepeda motor.
Dalam bidang berdagang mereka sangat menekuni usaha dalam
berdagang dirumah, meskipun kadang kala juga bertani. Ada juga
perantauan yang mana perantauan kebanyakan anak-anak muda. Akan
tetapi masih banyak masyarakat tersebut untuk menyambung hidupnya
bekerja sebagai pedagang dan buruh tani karena minimnya tanah yang
mereka miliki untuk bercocok tanam.
4. Kondisi Sosial Agama
Dilihat dari data di atas, yang didapat dari Kantor Kepala Desa
Tambakboyo mayoritas masyarakat Desa Tambakboyo mayoritas
57
beragama Islam. Mereka memusatkan kegiatan-kegiatan ibadahnya di
Masjid, Mushola, Madrasah ataupun Balai Desa.
Mayoritas masyarakat Desa Tambakboyo menganut Madzhab
Syafi‟i atau pengikut Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang tergabung
menjadi dua yaitu Nahdhatul Ulama dan Jama‟ah Rofa‟iyah, di desa
tersebut hal-hal yang berhubungan dengan agama yang masih
dilestarikan seperti adzan dua kali pada shalat jum‟at, membaca doa
qunut pada saat sholat subuh, tahlil, al berjanji, ziarah kubur, dan lain
sebegainya.
Di Desa Tambakboyo terdapat sekolah yang berbasis agama
mulai dari Taman Kanak-kanak, Madrasah Ibtida‟iyah, Sekolah dasar,
Sekolah Menengah Kejuruan. Akan tetapi masyarakat tersebut tidak
hanya memberikan pendidikan di bangku sekolah saja, melainkan
setiap sore hari mereka mengajarkan pelajaran-pelajaran agama yang
ada di Madrasah Diniyah, seperti Belajar Nahwu, Sorof, Tajwid, dan
masih banyak lagi. Karena didesa tersebut terbagi menajdi dua wadah
Nahdhatul Ulama dan Jama‟ah Rifa‟iyah, terutama masyarakat yang
terdapat pada kalangan Rifa‟iyah, dalam pembelajaran keagamaan
mereka mendapatkan tambahan kitab-kitab yang ada di Rifa‟iyah salah
satunya yaitu kitab Tabyin Al-Islah atau kitab yang membahas tentang
kehidupan berumah tangga, terutama dalam hal perkawinan. Kitab
tersebut diajarkan sejak kecil sampai kelak ia dewasa atau akan
melangsungkan pernikahan.
58
Dari letak goegrafis dan monografis Desa Tambakboyo diatas
yakni sebagai pelengkap dan diperoleh juga arsip-arsip yang didapat
dari kantor kelurahan setempat untuk dijadikan keterangan bahwa
dalam melaksanakan penelitian di daerah ini, penulis telah
memperoleh kejelasan dan informasi bahwasannya benar adanya
Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang tersebut.
B. Gambaran Umum Jama’ah Rifa’iyah di Desa Tambakboyo
Kecamatan Reban Kabupaten Batang
1. Sejarah Ringkas Syaikh Haji Ahmad Rifa‟i
Nama lengkap dari pendiri dan pembangun ajaran dan tuntunan
Tarjumah ialah Syaikhina Haji Ahmad Rifa‟I bin Muhammad
Marhum bin Abi Sujak, alias Raden Sucowijoyo ini pernah menjabat
sebagai penghulu Landerad Hindia Belanda di Kendal pada tahun
1794 dan kuburannya berada disebelah Barat Masjid Jami‟ Kendal
Semarang.
Syaikh Haji Ahmad Rifa‟i bin Muhammad Marhum dilahirkan
di Desa Tempuran (sebelah selatan Masjid Jami‟ Kendal), Kabupaten
dan Karesidenan Semarang. Pada tahun1786 M = 1200 H. Ayahnya
meninggal sewaktu beliau masih kecil, dan diasuh oleh kakak iparnya,
yaitu Syaikh Asy‟ari, Kaliwungu Semarang.
Ayahnya Syaikh Ahmad Rifa‟i mempunyai saudara kerabat
sebanyak empat orang kiai, yaitu Ibu Nyai Nakiyamah, Bapak Kiai
59
Haji Bukhari, Bapak Kiai Haji Ahma d Hasan dan Bapak Kiai Abu
Mustofa.
Dan saudara kerabat Sayikh Haji Ahmad Rifa‟i sebanyak tujuh
kiai, yaitu Bapak Kiai Haji Qamarun, Bapak Kiai Haji Abdul Karim,
Bapak Kiai Salman, Bapak Kiai Haji Zakariya, Bapak Kiai Rakhibah,
Ibu Nyai Rajiyah dan Bapak Kiai Muhammad Arif.71
Seperti apa yang telah disebutkan di atas, bahwa Syaikh Haji
Ahmad Rifa‟i sejak kecil diasuh oleh Syaikh Asy‟ari, Kaliwungu
Semarang, salah seorang Ulama terkenal, Ulama yang jinak-jinak
merpati terhadap kolonial Belanda, sekitar tahun 1209 H. Lebih
sembilan tahun dari kelahiran Syaikh Ahmad Rifa‟i.
Syaikh Asy‟ari dalam mengasuh, mendidik dan membina beliau
cukup rajin dan teliti, dibandingkan dengan murid-murid yang lain.
Berkat ketekunan dan keikhlasan beliau, Syeikh Ahmad Rifa‟i
menjadi murid yang pandai dan cerdas.
Dengan modal dasar pemberian Allah Rabbul Alamin, berupa
akal cerdas, pikiran luas, dalam waktu yang relatif singkat ia sudah
dapat menguasai beberapa ilmu agama yang diajarkan oleh Syaikh
Asy‟ari, diantaranya ilmu Al-Quran, ilmu Nahwu, ilmu Hadist,
Lughatul Arabiyah dan ilmu agam lainnya. Seperti tradisi di
pesantren, Syeikh yang sebagai kakak iparnya.
71
Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad Rifa‟ie RH,
(Jakarta: Jamaah Masjid Baiturrahman, 1989), hlm. 9.
60
Setelah Syeikh Ahmad Rifa‟i mencapai usia delapan tahun,
beliau pulang sering berkumpul dan tidur bersama para santri di
masjid atau mushola. Bangun pagi dari tidurnya, sholat subuh
berjamaah menjadi kebiasaannya, karena merupakan kebiasaan
(tradisi) di pesantren.72
Memasuki usia remaja semangat Ahmad Rifa‟i untuk menuntut
ilmu semakin membara, selain belajar ilmu ilmu agama dari Kiai
Asy‟ari dia juga belajar dari kiai lain. Masa remajanya dihabiskan
untuk menuntut ilmu agama. Tiap hari tanpa mengaji, tiada waktu
tanpa menuntut ilmu, tiada saat tanpa belajar semangat, dan tiada
hidup tanpa amar ma‟ruf. Dia belajar ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh
dirinya dan orang lain, terutama ilmu-ilmu pokok agama islam.
Didalam mempelajari ilmu dasar agama, Ahmad Rifa‟i memusatkan
pikirannya untuk memahami dan mendalami ilmu ketuhanan (kalam,
teologi), ilmu hukum syariah (fikih), dan ilmu perpaduan antara
syariat dan hakekat dalam praktek ibadah dan muamalah (tasawuf).
Selain itu, ia juga melengkapi diri dengan mempelajari berbagai
cabang ilmu-ilmu pokok diatas seperti: Bahasa Arab, Ulumul Qur‟an,
Balaghah, Mantiq, Falaq, Musthalahul Hadist, Al Arudh, dan lain-
lain.73
Sejak masa mudanya Syaikh Ahmad Rifa‟i sering melakukan
dakwah keliling di daerah Kendal dan sekelilingnya, dan dahwah atau
72
Ibid., hlm. 10. 73
Ahmad Syadzirin Amin, Gerakan Syaikh Rifa‟I dalam Menentang Kolonial Belanda,
(Jakarta: Jamaah Masjid Baiturrahman, 1989), hlm. 9.
61
tabligh yang disampaikan beliau tidak lunak. Beliau jalankan dakwah
dan tabligh karena terpanggil oleh keadaan masyarakat Jawa yang
sudah menyimpang dari tatanan Islam, perbuatan, ucapan dan
keyakinannya. Lebih dari itu mereka sudi berteman dengan “pembawa
kerusakan moral dan agama”, yaitu kolonial Belanda. Sehingga pada
suatu saat dakwah dan tabligh beliau mendapat reaksi keras dari pihak
pemerintah setempat. Beberapa kali diingatkan oleh pemerintah
setempat, beberapa kali diulang oleh Syaikh Ahmad Rifa‟i, akhirnya
beliau dijebloskan ke dalam penjara dalam waktu beberapa hari.
Setelah beberapa hari Syaikh Ahmad Rifa‟i mendekam dipenjara
Kendal dan Semarang, kemudian beberapa hari atau bulan setelah
keluar dari tahanan (penjara), Syaikh Ahmad Rifa‟i pergi berangkat
ibadah Haji dan menuntut ilmu agama ke Makkah dan Mesir. Di
Makkah delapan tahun mendalami ilmu agama, Syaikh Ahmad Rifa‟i
berguru pada Syaikh Utsman dan Syaikh Faqih Muhammad bin Abdul
Aziz al Jaisyi serta guru lainnya, yaitu pada saat beliau berusia 31
tahun hingga berusia 49 tahun. Kemudian di Mesir 12 tahun, beliau
berguru kepada Syaikh Ibrahim Albajuri (pengarang kitab Bajuri
Syarah Fathul Qarib) dari tahun 1239 H. Hingga tahun 1251 H dan
pada usia 51 tahun kembali ke Jawa Indonesia. Berarti beliau
menuntut ilmu agama di negeri orang (Makkah dan Mesir) selama 20
tahun. Disamping beliau menuntut ilmu di Mesir juga mempelajari
kitab-kitab Ulama Syafi‟iyah dan lain di perpustakaan Mesir (Kairo)
62
dan bertemu dengan Ulama kenamaanm dari negara Arabmaupun dari
negara sendiri. Demikian perjalanan seorang ulama besar di Jawa
yang kemudian pada usia 54 tahun beliau memulai menulis kitab
karangannya, yaitu pada tahun 1255 H, dan terakhir mengarang kitab
pada tahun 1273 H, 71 tahun menurut hitungan tanggal Masehi dan
pada tahun 1275 H atau 1859 beliau dipindahkan ke negara Ambon
Maluku Tengah.74
Dua puluh tahun kemudian setelah mendalami berbagai ilmu
agama di Makkah dan Mesir, Syaikh Haji Ahmad Rifa‟i pulang ke
negara asalnya. Tempuran Kendal Semarang, sesudah istrinya di
Kendal, istrinya tercinta meninggal, ia kawin dengan seorang janda
bekas Demang Kalisalak Mertowijoyo. Selanjutnya ia menetap disana
sampai pada suatu saat harus berpisah dengan keluarganya, yaitu
diasingkan ke Ambon.
Selama berumah tangga, Syaikh Ahmad Rifa‟i dianugrahi
beberapa anak, diantaranya ialah: 1. R.K.H Khabir, 2. R.K.H Junaid,
dan 3 R.K Jahuri, 4. Rr. Nyai Zainah dan 5. Rr. Nyai Fathimah atau
Umrah dan satu anak lagi yang mn basih kecil, belum baligh sewaktu
ditinggal ke Ambon. Anak yang ditinggal ke Ambon sebelum baligh
itu laki-laki dan namanya tidak disebutkan, seperti yang dituturkan
74
Ahamd Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad Rifa‟ie RH, hlm.
12.
63
dalam “surat dari Ambon” yang ia kirimkan kepada anak menantunya,
Maufura namanya.75
2. Profil Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo Kecamatan Reban
Kabupaten Batang.
Sebelum membicarakan sejarah masuknya Islam ke Desa
Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang, terlebih dahulu
mengetahui sejarah Jama‟ah Rifa‟iyah dan perkembangannya hingga
sampai ke wilayah termasuk ke daerah Tambakboyo tersebut.
Kyai Ahmad Muthohar adalah sebagai narasumber, yang
menjelaskan tentang bagaimana Rifa‟iyah bisa masuk di Desa
Tambakboyo ini.
K.H Hasan Mahmud adalah seorang yang membawa ataupun
mengajarkan pertama kali di Desa tambakboyo ini, beliau
beralamatkan di Sepuran Blimbangan Wonosobo, beliau wafat pada
tahun 1927. Kurang lebih sudah 100 tahun beliau mengembangkan
ajaran K.H Ahmad Rifa‟i, di Desa tambakboyo.
Kyai Ahmad Muthohar mengatakan:
“Sebab santri-santri dari K.H Hasan Mahfud sudah tidak ada,
sampe mbah Tohar arep luru jejak arep nganakke haul, karena
punya leluhur tapi gak pernah diluhurkan, Alhamdulillah
ditelusuri ada yang biso ndongeng”.
Sebab santri-santri dari K.H Hasan Mahfud sudah tidak ada,
sampe simbah Tohar mau mencari jejak perjalanan K.H Hasan
Mahfud, silsilah dan lain sebagainya untuk diadakannya Haul. Karena
75
Ibid., hlm. 17.
64
tidak afdhol apabila punya leluhur tetapi tidak pernah diluhurkan,
Alhamdulillah sudah ditlusuri oleh para tokoh ternyata ketemu siapa
silsilah, dan lain sebagainya.
Sebagian besar penduduk Desa Tambakboyo adalah pemeluk
agama Islam. Kehidupan internal keagamaan dalam Islam sendiri di
Desa Tambakboyo majemuk. Karena selain berkembangnya Jama‟ah
Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo juga ada Nahdhatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah. Dari ketiga organisasi keagamaan tersebut yang
paling banyak keanggotaannya adalah Jama‟ah Rifa‟iyah, namun
ketiganya sama-sama mengembangkan dan menyebarkan ajaran
secara damai sesuai dengan visi dan misinya masing-masing.
Masyarakat Desa Tambakboyo ini hampir 80 % sebagai
pengikut Jama‟ah Rifa‟iyah.76
Struktur organisasi Jama‟ah Rira‟iyah di Desa Tambakboyo
adalah sebagai berikut:
Ketua : H. Ali Mashudi
Sekretaris : Ali Maksum
Bendahara : KH Wahyudin
Majelis Tabligh : Darwanto
Agus Hidayat
Majelis Pendidikan : Rusdiyanto
Isyeh
76
Wawancara dengan Ahmad Muthohar, Selaku Kyai Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo,
Tambakboyo Gunung, Reban, Batang, Tanggal 6 September 2019.
65
Majelis Lingkungan : Hambali
Ahmad Sulton77
C. Profil dan Wawancara dengan Pasangan Pernikahan Jama’ah
Rifa’iyah
Dari observasi yang dilakukan oleh penulis di Desa Tambakboyo
Kecamatan Reban Kabupaten Batang, penulis mendapatkan sampel dari,
Perangkat Desa Tambakboyo, Kyai Rifa‟iyah, dan warga Rifa‟iyah.
Dari Kyai Rifa‟iyah Desa Tambakboyo: Bapak Ahmad Muthohar
mengatakan bahwa dengan adanya bimbingan pernikahan ini sangatlah
membantu dari pihak KUA Kecamatan Reban, memang secara istilah
memang nikah adalah syari‟at islam harus diketahui dari dasar hukum
islam pernikahan tersebut. Agar pernikahan tersebut tidak ngawur, juga
mengetahui kewajiban setelah pernikahan itu dilaksanakan.
Apabila dalam pernikahan tersebut mereka tidak mengikuti
bimbingan pernikahan ditakutkan nantinya setelah menikah tidak paham
terhadap hukum. Seseorang yang sudah mempunyai nikah dengan tidak
paham dengan segala sesuatu akan menjadi keresahan dalam hubungan
berumah tangga.
Dengan adanya bimbingan pernikahan ini sangatlah membantu
dalam meminimalisir tingkat perceraian, karena sebelum mereka
melaksanakan pernikahan mereka diberitahu dan dibimbing bagaimana
nantinya untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahma. Dan
77
Wawancara dengan Ahmad Muthohar, Selaku Kyai Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo,
Tambakboyo Gunung, Reban, Batang, Tanggal 6 September 2019.
66
apabila nantinya juga ada permasalahan dalam seputar keluarga meraka
bisa konsultasi atau diberi arahan ataupun nasehat oleh pak Kyai Muthohar
agar mereka tidak terpecah dalam hubungan perceraian. Apabila jalan
tersebut masih tidak bisa di selesaikan maka dari pak Kyai Muthohar
tersebut menyerahkan kepada kedua belah pihak bagaimana
keinginannya.78
Pak Muhaimin sebagai sekretaris desa juga mengatakan bahwa di
kalangan Jama‟ah Rifa‟iyah tersebut memang sudah sejak dulu
mengadakan bimbingan pernikahan bagi calon pengantin baik dari luar
daerah maupun dari desa tersebut. Tetapi dengan adanya bimbingan
pernikahan tersebut masih banyak juga tingkat perceraian seperti yang ada
di tabel 3.6: Rekapitulasi Jumlah Kepemilikan Akta Perceraian, itu didapat
dari kantor Desa Tambakboyo pada tgl 09-09-2019.79
Penulis memperoleh data hasil wawancara langsung kepada
Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo tersebut.
1. Abdul Majid
Abdul Majid berumur 27 tahun, yang telah menikah dengan
Ulfa Aprilia, amalat Dukuh Tambakboyo Gunung Rt 004/ Rw 002,
Kelurahan Tambakboyo, Kecamatan Reban Kabupaten Batang. Abdul
Majid adalah sepasang suami istri yang sudah melaksanakan
pernikahan kurang lebih 2 tahun, mereka berasal dari satu Dusun yaitu
78
Ibid. 79
Wawancara dengan Muhaimin, Sekretaris Desa, Tambakboyo Gunung, Tambakboyo,
Reban, Batang, tanggal 6 September 2019.
67
Dusun Tambakboyo Gunung Desa Tambakboyo, mereka juga
mengikuti bimbingan pra nikah di Kyai Ahmad Muthohar sesepuh
dari Rifaiyah Desa Tambakboyo.
Menurut keterangan Abdul Majid sendiri mengenai bimbingan
pra nikah adalah suatu kewajiban untuk melangsungkan prosesi
pernikahan, agar mengetahui dan memahami hidup berkeluarga, agar
pernikahannya itu sesuai terhadap hukum. Abdul Majid sendiri dalam
mengikuti bimbingan pernikahan selama kurang lebih 10 kali
pertemuan, disitu dibimbing oleh Kyai Ahmad Muthohar langsung
karena sesepuh di Desa Tambakboyo, yang membahas tentang bab-
bab pernikahan. Dalam bimbingan tersebut Abdul Majid setiap malam
dari jam 08:00 sampai 11:00 di tempat Kyai Ahmad Muthohar,
bersama juga dengan calon pengantin perempuannya.
Setelah bimbingan pernikahan sudah selesai Abdul Majid juga
diberi arahan dalam membina keluarga, dalam bimbingan tersebut
hikmah yang didapat oleh Abdul Majid itu nantinya bisa tenang dalam
melaksanakan rumah tangga, ada yang bisa diajak berpendapat,
mengurangi dosa-dosa, ada yang menghidangkan masakan, ada yang
memberesi rumah dan lain lain. Jadi menurut Abdul Majid sendiri
sangatlah membantu sekali dengan adanya bimbingan pernikahan ini.
Agar terlaksananya keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.80
80
Wawancara dengan Abdul Majid, Warga Dukuh Tambakboyo Gunung Rt 004/ Rw 002,
Kelurahan Tambakboyo, Kecamatan Reban Kabupaten Batang, Tanggal 7 September 2019
68
2. Nur Aminudin
Menurut Amin sendiri mengikuti bimbingan pernikahan adalah
suatu kebiasaan orang Rifa‟iyah, Amin sendiri dalam pernikahannya
sudah berumur kurang lebih satu tahun lebih, beliau juga sudah
dikarunia oleh seorang anak.
Amin berkata apabila ada orang yang mau menikah dan
mendapatkan calon di daerah Tambakboyo ini, maka mereka
diharuskan untuk mengikuti kajian bimbingan pernikahan di Kyai
Rifa‟iyah tersebut. Agar calon pengantin itu mengetahui pernikahan
itu apa dan syarat rukunnya juga.
Amin juga mengikuti dalam bimbingan pernikahan sebelum
menikah, dalam bimbingannya Amin mengikuti selama 10 kali
pertemuan. Disitu Amin juga mempraktekkan Ijab Qobul dengan
bahasa jawa, kanapa dengan bahasa jawa karena agar mudah dipahami
betitu turtur kata Amin. Karena kalau ijab qobul memakai bahasa arab
tetapi tidak tau artinya itu tidak sah menurut Kyai Muthohar. Dalam
bimbingan pernikahan itu ada juga dipelajari tentang arti dan makna
Syahadat. Agar nantinya paas ijab qobul mengetahui dan sudah paham
tentang syahadat dan ilmu pernikahan.81
81
Wawancara dengan Mas Nur Aminudin, Warga Desa Plolok, Padomasan, Reban, Batang,
Tanggal 7 September 2019.
69
3. Ahamd Nur Fauzi
Pak Ahmad Nur Fauzi berumur tahun, alamat Dukuh
Tambakboyo Gunung, Rt 004/Rw 002, Desa Tambakboyo,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
Pak Ahmad Nur Fauzi mengatakan bahwa bibingan pernikahan
yang dilakukan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah adalah sudah menjadi ciri khas
dari Rifa‟iyah, kalau ingin melaksanakan pernikahan itu harus
mengkaji kitab yang membahas tentang pernikahan, yaitu kitab
Tabyin Al-islah. Jikalau Jama‟ah Rifa‟iyah meu melaksanakan
pernikahan tidak mengaji dulu itu seakan-akan merasa takut, takutnya
nenti bagaimana tentang pernikahan saya ini, apakah diridhoi oleh
Allah atau tidak. K.H Ahmad Rifai mengatakan bahwa “walaupun
nikah itu ibadah yang ghoiru mahdhoh artinya seandainya saya
melaksanakan pernikahan dan saya tidak tau syarat rukunnya, dan
saya mempraktekkannya benar sesuai kitab itu sah. Akan tetapi
disertai dengan haram syuru‟, jadi pernikahannya itu sah tetapi
disertai dengan dosa, dosanya tidak tau nafsul amri (hakikat
perbuatan) walaupun dzonnul mukalaf (dugaan mukalaf) itu benar.
Haram syuru‟ adalah haram yang disebabkan karena melakukan
suatu pekerjaan tanpa mengetahui ilmunya terlebih dahulu. Jadi
pernikahannya itu sah tetapi disertai dengan dosa, dosanya itu hanya
untuk diri sendiri karena telah melakukan suatu perbuatan yaitu
perkawinan dengan tidak mengetahui dahulu ilmu tentang
70
perkawinan, dan perbuatan itu dinamakan nafsul amri. Meskipun
orang yang mengetahui tentang pernikahan itu menganggap benar
atau sah.
Dalam pemikiran Pak Ahmad Nur Fauzi, saya juga mengikuti
bimbingan pernikahan, padahal saya dulu belajar di pesantren juga
sudah mempelajari seputar pernikahan. Oleh akrena itu ciri khas dari
Jama‟ah Rifa‟iyah mempelajari kitab Tabyin Al-islah adalah suatu
kewajiban seakan akan kalau tidak mengikuti bimbingan pernikahan
merasa dihati itu kurang legowo.
Bisanya bagi calon pengantin yang mau melaksanakan
pernikahan hadir ke Kyai Jama‟ah Rifa‟iyah, disitu nantinya
dibimbing dan ditawarkan dengan proses bimbingannya, mau
bimbingan dengan cara instan atau mengupas tuntas seputar bab
pernikahan. Mereka datang untuk dibimbing dan membawa calon
pengantin masing-masing.
Dengan adanya bimbingan pernikahan ini sangatlah mengatasi
dalam meminimalisir perceraian, karena dalam bimbingan persikahan
sendiri juga membahas tentang nusyus. Nusyus adalah keluarnya
orang perempuan atau istri dari rumah yang mana tidak sepengetahuan
suami, disitu nanti ada nusyus muafafah, mutawasitoh, dan
mugholadhoh.82
Dalam hal ini pembagian nusyus ada tiga yaitu:
82
Wawancara dengan Pak Ahmad Nur Fauzi, Warga Dukuh Tambakboyo Gunung,
Tambakboyo, Reban, Batang, Tanggal 7 September 2019.
71
a) Nusyuz Mukhaffafah (ringan) ialah nusyuz yang bersifat
ringan seperti istri pergi ke pasar atau pergi “sanjang” ke
rumah orang lain tanpa izin suami.
b) Nusyuz Mutawassithah (pertengahan) ialah nusyuz yang
bersifat pertengahan, seperti istri pergi dari rumah dan
menginap sampai sehari semalam tanpa izin suami.
c) Nusyuz Mughaladhah (berat) yaitu nusyuz yang bersifat
lebih buruk dan berat, seperti seorang wanita mengajukan
permohonan talak kepada suami yang tidak didapati udzur
syara‟, nusyuz mughaladhah ini termasuk dosa besar.83
4. Ahmad Mutohhar
Pak Mutohhar berumur 37 tahun, alamat paesan selatan, Kedung
Wuni Barat, Kecamatan Kedung Wuni, kabupaten Pekalongan. Saya
sendiri aslinya bukan berasal dari Desa Tambakboyo, tetapi saya
mendapatkan jodoh atau istri di Desa Tambakboyo ini.
Amhad Muthohhar mengatakan bahwa hukum asal nikah itu
mubah, jadi para ulama menjelaskan bahwasannya untuk
mendapatkan pahala dalam melaksanakan pernikahan itu didasari
dengan adanya ilmu. Sebelum mereka melaksanakan pernikahan
sebaiknya mereka mengetahui ilmunya dulu, apa kewajiban seorang
istri terhadap suami dan sebaliknya apa kewajiban suami terhadap
istri. Yang terpenting itu adalah mengetahui ilmu, karena banyak
83 Much Ehwandi, Terjemahan Tabyinul Ishlah li Syaikh Ahmad Rifa‟I, Edisi Pertama, (Pati:
Maktabah Yahyawiyah, 2012), hlm. 58.
72
orang yang menikah itu yang penting nikah. Memang ada yang yang
melaksanakan pernikahan tidak tau ilmunya, yang penting prakteknya
sesuai, ada walinya, ada saksinya, sesuai rukun dan syarat pernikahan.
Akan tetapi terdapat haram syuru‟ dalam pernikahannya itu,
berangkat dari situ benyak yang terjadi pernikahan yang tidak
didominsi dengan ilmu, maupun tidak didasari dengan ilmu. Sehingga
setelah menikah banyak yang masih menuruti egonya masing-masing
yang seharusnya saling mengerti, saling memahami, dan saling
menjaga.
Untuk Muthohhar sendiri dalam bimbingan pra nikah, sejak dulu
belajar di lingkungan pesantren, sampai sekarang juga kadang masih
di pesantren, oleh sebab itu Kyai Ahmad Muthohar sudah
mempercayai kepada guru Muthohhar di pondok pesantren. Jadi
Muthohhar tidak mengikuti bimbingan pernikahan yang dilakukan
oleh Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo ini, karena Kyai Ahmad
Muthohar mengatakan sendiri “sudahlah saya gak usah mengajari
kamu tentang bab pernikahan, nanti malah koyo nguyai segoro”.
Menurut Pak Ahmad Mutohhar sendiri dengan adanya
bimbingan pernikahan sangatlah membantu warga Jama‟ah Rifa‟iyah
di Deda Tambakboyo ini, karena dengan adanya bimbingan
73
pernikahan mereka bisa memahami dan mengetahui seputar hidup
berkeluarga maupun berumah tangga.84
5. H. Ali Mashudi
Pak Ali Mashudi lahir di Batang, 12 Juni 1974, alamat Dusun
Tambakboyo Gunung Rt 005/ Rw 002, Desa Tambakboyo,
Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
Tentang bimbingan pernikahan itu sendiri, setiap pasangan yang
akan melaksanakan suatu pernikahan, dan setiap orang dari manapun
yang akan mendapatkan jodoh di Desa Tambakboyo ini itu harus
mengaji dulu pada Kyai Rifa‟iyah yaitu kepada Kyai Ahmad
Muthohar selaku sesepuh Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo.
Yang dikaji oleh calon pengantin adalah hukum nikah asalnya
sagaimana, ruku nikah, syarat nikah, ijab qobul, syarat wali, syarat
syahid, belajar setelah menikah bagaimana, dan juga tentang hal-hal
yang menajdikan rusaknya pernikahan. Dalam bimbingan pernikahan
itu sendiri calon pengantin mempelajari kitab yaitu Tabyiin Al-islah,
yang seolah-olah mengahruskan setiap orang yang mau nikah harus
mengaji dulu kepada Kyai Rifa‟iyah, agar mengetahui ilmu seputar
hidup berkeluarga.85
84
Wawancara dengan Pak Ahmad Mutohhar, Warga Paesan Selatan, Kedung Wuni Barat,
Kecamatan Kedung Wuni, Kabupaten Pekalongan, Tanggal 7 September 2019.
85
Wawancara dengan Pak Ali Mahfud, Warga Dusun Tambakboyo Gunung, Tambakboyo,
Reban, Batang, Tanggal 7 September 2019.
74
6. H Wahyudin
Pak Wahyudin mengatakan bahwa dalam bimbingan pernikahan
khususnya pada Jama‟ah Rifa‟iyah adalah suatu keharusan yang
dilakukan sebelum prosesi pernikahan atau ijab qobul, dalam
bimbingan tersebut para calon mempelai putra maupun putri
mendapatkan ilmu tentang seputar bab pernikahan. Bab-bab tersebut
dikupas tuntas oleh Kyai Rifa‟iyah, agar para calon pengantin
memahami betul tentang berkeluarga. Nantinya agar setelah
melakukan pernikahan hidup berkeluarga bisa mengatur hati dan
pikiran.
Memang sudah jadi kebiasaan orang Rifa‟iyah kalau setiap meu
menikah itu harus mempelajari dahulu tentang bab perkawinan,
apabila tidak mengikuti bimbingan pernikahan tersebut juga ada
hukum sosial yang akan di alami oleh pengantin tersebut. Jadi
kebanyakan di Desa Tambakboyo ini khususnya calon pengantin
Jama‟ah Rifa‟iyah dari luar maupun dalam desa yang mau menikah
harus mempelajari kitab Tabyiin Al-islah.86
86
Wawancara dengan Pak H. Waahyudin, Warga Desa Tambakboyo Gunung, Tambakboyo,
Reban, Batang, Tanggal 7 September 2019.
75
BAB IV
ANALISIS
A. Latar Belakang Jama’ah Rifa’iyah dalam Melaksanakan Bimbingan Pra-
Nikah di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
Dalam hukum Islam terdapat syarat sahnya dalam pernikahan yaitu
syarat apa yang di penuhi, maka ditetapkannya pada seluruh akad (pernikahan).
Syarat yang pertama adalah dengan halalnya seorang wanita bagi calon suami
yang akan menajdi pasangan hidupnya. Artinya, tidak diperbolehkannya wanita
untuk hendak dinikahi itu berstatus sebagai muhrimnya, dengan alasan apapun.
Yang mengharamkan pernikahan diantara mereka berdua, baik itu bersifat
sementara maupun bersifat selamanya atau seumur hidup. Syarat yang kedua
yaitu saksi yang mencakup hukum kesaksian dalam pernikahan, syarat-syarat
kesaksian dan kesaksian dari pihak wanita yang bersangkutan.87
Dalam agama Islam sendiri Islam adalah sebagai agama yang Rahmatan
lil alamin untuk semua umat manusia dimuka bumi ini, islam juga tidak
mempersulit pada umatnya, termasuk juga dalam hal pernikahan. Didalam
buku maupun kitab fiqh. Perkawinan sering diterangkan baik secara ekspelisit
maupun non eksplisit, sebab dalam perkawinan sendiri adalah sebagai suatu hal
yang sangat relevan dalam kehidupan manusia dibumi ini. Tidak hanya
makhluk manusia saja tetapi untuk semua makhluk dimuka bumi ini semua itu
saling hidup berpasang-pasangan.
87
Muhammad Uwaidah Syaikh Kamil, Fiqh Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006).
hlm. 405.
76
Fenomena yang terjadi di Desa Tambakboyo Kecamatan Reban
Kabupaten Batang ini yaitu: sebelum pasangan suami istri menikah mereka
melaksanakan bimbingan pra nikah di desa tersebut, terkhusus untuk kalangan
Jama‟ah Rifaiyah. Jama‟ah Rifaiyah sendiri melaksanakan bimbingan pra
nikah di Kyai yang sudah ditunjuk oleh masyarakat sekitar, dalam bimbingan
tersebut mereka diajarkan tentang bab pernikahan didalam kitab Tabyin Al-
Islah.
Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa ke enam pasangan suami istri
di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban Kabupaten Batang menyatakan
bahwa alasan kenapa Jama‟ah Rifa‟iyah memberlakukan untuk mempelajari
kitab Tabyin Al-islah adalah sebagai pemahaman untuk jenjang pernikahan
hidup berkeluarga dan seluk beluk dalam hidup berumah tangga.
Namun berdasarkan penelitian di Desa Tambakboyo Kecamatan Reban
Kabupaten Batang tentang latar belakang melaksanakan bimbingan pra nikah
yaitu, menurut penuturan Mas Abdul Majid adalah suatu keharusan untuk
melangsungkan prosesi pernikahan, agar mengetahui dan memahami hidup
berkeluarga, agar pernikahan itu sesuai dengan hukum. Penuturan Mas Nur
Aminudin sendiri adalah suatu kebiasaan orang Rifa‟iyah. Kemudian dari
Bapak Ahmad Nur Fauzi mengatakan bahwa dengan adanya bimbingan pra
nikah ini adalah sudah menjadi ciri khas dari orang Rifa‟iyah, kalau ingin
melaksanakan pernikahan itu harus mengkaji kitab yang membahas tentang
pernikahan, yaitu kitab Tabyin Al-Islah. Selain itu Bapak Ahmad Mutohhar
mengatakan bahwa sebelum mereka melaksanakan pernikahan itu harus
77
didasari dengan adanya ilmu. Bapak Ali Mashudi juga mengatakan bahwa
keharusan dalam setiap pasangan pengantun untuk mempelajari ataupun
mengkaji kitab Tabyin Al-Islah. Kemudian penuturan dari Bapak Wahyudi
adalah kewajiban dalam melaksanakan pernikahan itu harus mengetahui ilmu
sebelum melaksanakan ijab qobul.
Bahwa yang melatar belakangi dalam mempelajari kitab Tabyin Al-islah
adalah untuk memberi pemahaman tentang pernikahan yang akan menjadi
modal untuk jenjang sebuah keluarga.
Dari hasil penelitian ini, maka dapat di deskripsikan bahwa calon
pengantin dalam perkembangan hidupnya sudah mempunyai kesiapan dan
kesepakatan untuk menjalin hubungan bersama dalam suatu rumah tangga.
Tujuan daripada bimbingan pra nikah ini adalah dala rangka membantu
mempersiapkan para calon pengantin dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga yang baru.
B. Proses Bimbingan Pra Nikah di Kalangan Jama’ah Rifa’iyah Di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
Bimbingan merupakan suatu bentuk proses pemberian ilmu atau
pengetahuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang (anak-anak, remaja dan dewasa) agar mampu mengembangkan potensi
(minat dan bakat, kemampuan yang dimiliki, mengenai dirinya sendiri, serta
mengatasi persoalan maupun masalah yang dihadapi), sehingga mereka dapat
78
menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung
kepada orang lain.88
Pemberian pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan penumbuhan
kesadaran kepada remaja usia nikah tentang kehidupan berumah tangga dan
keluarga, merupakan suatu proses dari bimbingan pra pernikahan.89
Abdul Majid menyatakan bahwa bimbingan pra nikah itu dibimbing
langsung oleh Kyai Rifa‟iyah selama kurang lebih 10 kali pertemuan. Menurut
Amin juga sama yang dituturkan oleh Abdul Majid tetapi dalam bimbingannya
dipahami juga tentang arti dan maksa syahadat dan ilmu pernikahan. Penuturan
Ahamd Nur fauzi, suatu kewajiban seakan akan kalau tidak mengikuti
bimbingan pra nikah merasa dihati itu kurang legowo. Menurut Ahmad
Mutohhar beliau malah tidak mengikuti bimbingan pranikah karena sejak dulu
beliau hidup di lingkungan pesantren, oleh sebab itu dari Kyai Rifa‟iyah sudah
mempercayai kepada guru di pesantren. Menurut Ali Mashudi juga pasangan
yang akan melaksanakan penikahan harus mengkaji dulu kitab Tabyin Al-Islah
yang di bimbing oleh Kyai Rifaiyah. Begitu juga dengan Bapak Wahyudi
mengatakan bagi pasangan yang mau melaksanakan pernikahan harus
mengikuti bimbingan pra nikah yang dilaksanakan oleh Kyai Rifa‟iyah agar
mengetahui bab seputar pernikahan serta mengetahui makna tentang
kehidupan.
88
Melia Fitri, Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah Bagi Calon Pengantin Di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan, Skripsi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. hlm. 18. 89
Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah, Pasal 1 (ayat 1).
79
Dalam bimbingan tersebut para calon mempelai putra maupun putri
mendapatkan ilmu tentang seputar bab pernikahan. Mereka datang bersama
kepada Kyai yang telah dipercaya masyarakat dan mendengarkan arahan
dengan baik.
Dengan demikian bimbingan pra nikah bagi calon pengantin haruslah
dilakukan sedemikian rupa, sehingga bimbingan pra nikah dapat menunjang
tercapainya tujuan dari bimbingan tersebut. Yaitu dengan kesadaran akan
tanggung jawab dan kewajiban suami maupun istri dalam rumah tangga,
sehingga dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah serta
sejahtera.
Dalam bimbingan pernikahan di Jama‟ah Rifa‟iyah tersebut juga
mempraktekkan bagaimana prosesi ijab qobul, siapakah yang nantinya akan
menjadi wali, dan apa syarat-syarat sahnya sebagai wali. Dalam prosesi ijab
qobul kebanyakan dari jama‟ah rifa‟iyah itu menggunakan bahasa jawa, karena
meraka beranggapan bahwa meraka paham apa yang diucapkannya.
Di dalam Jama‟ah Rifa‟iyah dalam mempelajari kitab Tabyin Al-islah
tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena dalam mempelajari kitab Tabyin
Al-islah adalah untuk memberi suatu pengetahuan mengenai pernikahan dan
kehidupan berumah tangga.
Dan di dalam kitab Tabyin Al-islah memuat tentang aturan-aturan yang
jelas tentang kehidupan berumah tangga dan keutamaan nikah, masih banyak
hal lagi yang dibahas dalam kitab Tabyin Al-islah dari hal yang terbesar sampai
hal terkecilpun dibahas dalam kitab tersebut.
80
Melihat dari tujuan untuk mempelajari kitab Tabyin Al-islah bagi
Jama‟ah Rifa‟iyah, wajar jika masyarakat Jama‟ah Rifa‟iyah menjadikan kitab
Tabyin Al-islah sebagai syarat sebelum melakukan pernikahan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka penulis berpendapat bahwa
dengan diadakannya bimbingan pra nikah ini sangatlah penting bagi para calon
pengantin, agar para calon pengantin dapat mengetahui dasar-dasar pernikahan
serta ilmu dalam pernikahan ataupun hidup berkeluarga.
C. Analisis Implikasi Bimbingan Pra Nikah Dalam Meminimalisir
Perceraian Di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari implikasi
adalah keterlibatan atau keadaan terlibat. Jadi setiap kata imbuhan dari
impliaksi seperti berimplikasi atau mengimpliaksikan yaitu berarti mempunyai
arti hubungan keterlibatan atau melibatkan dengan sesuatu.90
Dalam menjadikan pribadi yang mandiri perlunya bimbingan yang
diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang. Bimbingan juga
berarti proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing
kepada terbimbing agar individu yang terbimbing mencapai perkembangan
yang optimal.91
Bimbingan pra pernikahan adalah suatu proses untuk memberikan
bantuan terhadap individu agar dalam menjalankan ikatan pernikahan dan
kehidupan rumah tangga bisa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
90
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke Tiga, hlm. 306. 91
Febriana Wulansari, “Bimbingan Pernikahan Bagi Calon Pengantin Sebagai Upaya
Pencegahan Perceraian”, Skripsi Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung (2013), hlm.
36.
81
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Bimbingan memiliki fungsi preventif yaitu lebih mencegah agar sesuatu hal
tidak terjadi, sesuai dengan asal kata yaitu “prevent”. Artinya mencegah
terjadinya/memunculkan problem pada diri seseorang.92
Pernikahan adalah kebutuhan setiap manusia yang alamiah. Secara
normal manusia yang sudah mapan dan sudah merasa mampu, tentunya dia
akan mengalami fase pernikahan. Karena pernikahan merupakan kebutuhan
dasar manusia untuk melangsungkan kebutuhan berumah tangga dalam
kehidupan. Dalam berumah tangga nantinya akan menemukan persoalan-
persoalan yang harus bisa dipecahkan bersama antara dua keluarga. Pada
prinsipnya pernikahan itu adalah menyenangkan dan mudah bagi siapa saja
yang sudah dewasa dan memahami apa itu makna dan tujuan dalam berumah
tangga.
Menurut keterangan Mas Abdul Majid adalah sangatlah membantu
sekali dengan adanya bimbingan pra nikah. Keterangan Mas Nur Aminudin
yaitu dapat mencegah terjadinya perceraian setelah melaksanakan pernikahan
atau berumah tangga. Menurut Pak Ahmad Nur Fauzi mengatakan bahwa
dengan adanya bimbingan pra nikah ini sangatlah mengatasi dalam
meminimalisir perceraian. Keterangan Pak Ahmad Mutohhar dengan adanya
bimbingan pra nikah ini sangatlah memabantu warga Jama‟ah Rifa‟iyah,
karena dengan adanya bimbingan pra nikah mereka bisa memahami dan
mengetahui seputar hidup berkeluarga maupun berumah tangga. Menurut
92
Ibid., hlm 52.
82
keterangan Pak Ali Mashudi sangatlah membantu dalam mengatasi tingkat
perceraian karena bagi calon pengantin yang mau menikah sudah dibekali
dengan ilmu. Menurut Pak Wahyudi juga dengan bimbingan pra nikah ini bisa
meminimalisir tingkat perceraian di Desa Tambakboyo, soalnya para calon
pengantin sudah mengetahui imu tentang hidup berkeluarga. Sehingga dalam
menjalani kekeluargaan bisa mengatur hati dan pikiran.
Menurut Talcott Parsons terkenal dengan konsep pendekatan sistem
melalui AGIL (Adaptation; Goal Attainment; Integration; and Latency), yaitu
adaptasi dengan lingkungan, adanya tujuan yang ingindicapai, integrasi
antarsub-sub sistem, dan pemeliharaan budayaatau norma/ nilai-
nilai/kebiasaan.
Pertama, Adaptation dalam bimbingan pra nikah Jama‟ah Rifa‟iyah
menyangkut siapa saja yang akan melaksanakan bimbingan boleh mengikuti
kegiatan tersebut. Kedua, Goal Attainment yaitu tujuan tercapainya bimbingan
pra nikah agar mengetahui syarat, rukun, kewajiban setelah melangsungkan
pernikahan. ketiga, Integration adalah persatuan untuk menjadi keluarga di
Jama‟ah Rifa‟iyah. Keempat, Latency ialah pemeliharaan dalam segi
bimbingan pernikahan yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah, demi
melestarikan syari‟at islam.
Selain itu pendapat Klein & White menyatakanbahwa konsep
keseimbangan mengarah kepada konsep homeostasis suatu organisme yaitu
suatu kemampuan untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem
83
tetap terjaga dengan baik meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya
adaptasi dengan lingkungan.
Sebagai asumsi dasar dalam teori struktural fungsional Klein & White
menyatakan bahwa:
1. Masyarakat selalu mencari titik keseimbangan.
2. Masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik keseimbangan
terpenuhi.
3. Untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka fungsi-fungsi harus dijalankan.
4. Untuk memenuhi semua ini, maka harusada struktur tertentu demi
berlangsungnya suatu keseimbangan atau homeostatik.93
Dalam suatu hubungan keluarga pasti terdapat berbagai masalah, untuk
itu dalam memecahkan masalah perlumenemukan suatu keseimbangan.
Berangkat dari asumsi ini, dalam kegiatan bimbingan pra nikah calon
pengantin (catin) nantinya akan di bekali tentang hak dan kewajiban sebagai
suami/istri. Agar dari pasangan tersebut bisa saling memahami dan mengerti,
yang diharapkan bisa membangun keluarga yang tentram, sejahtera, dan
mitsaqon gholidhon (persatuan yang kuat).
Berdasarkan penelitian dan analisis diatas dengan adanya bimbingan
pra nikah yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah sesuai Kitab Tabyin Al-
Islah yang berisi proses menuju pernikahan mulai dari bimbingan pra nikah,
syarat sah mempelai, syarat sah wali, saksi pernikahan dan syarat sah ijab
qabul, setelahnya akan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi pada
93
Herien Puspitawati, “Konsep Teologi Keluarga”, Konsep dan Realita di Indonesia,
(Bogor: PT. IPB Press, 2013), hlm. 7.
84
kenyataan yang terajdi di lapangan, bimbingan pra nikah yang dilakukan oleh
Jama‟ah Rifa‟iyah belum mampu memberikan dampak positif dari apa yang
diharapkan melalui proses bimbingan pra nikah tersebut. Dari data yang di
dapat dari kantor Desa Tambakboyo seperti pada tabel 3.6: Rekapitulasi
Jumlah Kepemilikan Akta Perceraian tercatat angka perceraian masih
menunjukan jumlah yang tidak sedikit. Dengan data tersebut menunjukan
bahwa bimbingan pra nikah yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah belum
berhasil menekan angka perceraian di Desa Tambakboyo.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai Urgensi Bimbingan Pra
Nikah untuk Meminimalisir Terjadinya Perceraian (Tinjauan
Sosiologis Terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa Tambakboyo
Kecamatan Reban Kabupaten Batang) dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa yang melatar belakangi adanya bimbingan pra-nikah bagi
Jama‟ah Rifa‟iyah adalah sebagai bentuk pemahaman untuk
jenjang pernikahan yang akan menjadi modal untuk jenjang hidup
berkeluarga dan seluk beluk dalam hidup berumah tangga. Dan
ada pula ajaran dari KH. Ahmad Rifa‟I bahwa di dalam Jama‟ah
Rifa‟iyah jika beribadah tanpa ilmu amalnya itu nantinya akan
sia-sia (ditolak).
2. Bahwa dengan diadakannya bimbingan pra nikah ini sangatlah
penting bagi para calon pengantin, agar para calon pengantin
dapat mengetahui dasar-dasar pernikahan serta ilmu dalam
pernikahan ataupun hidup berkeluarga. Sebelum melaksanakan
pernikahan, calon mempelai diharuskan mengikuti bimbingan pra
nikah dengan mengaji Kitab Tabyin Al-Islah. Selama bimbingan
kedua calon mempelai akan mengupas tuntas bab pernikahan.
86
Bimbingan dilakukan selama 8-10 pertemuan sesuai permintaan
calon mempelai. Dalam bimbingan pernikahan di Jama‟ah
Rifa‟iyah, mereka juga mempraktekkan bagaimana prosesi ijab
qobul, siapakah yang nantinya akan menjadi wali, dan apa syarat-
syarat sahnya sebagai wali. Dalam prosesi ijab qobul kebanyakan
dari Jama‟ah Rifa‟iyah itu menggunakan Bahasa Jawa.
3. Bimbingan pra nikah yang dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah
sesuai Kitab Tabyin Al-Islah yang berisi proses menuju
pernikahan mulai dari bimbingan pra nikah, syarat sah mempelai,
syarat sah wali, saksi pernikahan dan syarat sah ijab qabul,
setelahnya akan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Akan
tetapi yang terjadi dilapangan banyak terjadi perceraian seperti
pada tabel 3.6. Berarti dengan adanya bimbingan pra nikah yang
dilaksanakan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah tidak berdampak pada
meminimalisir perceraian.
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan-kesimpulan di atas, penulis akan
memberikan beberapa saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dalam Bimbingan Pra Nikah Sebagai Syarat Wajin
Pernikahan (Tinjauan Sosiologis Terhadap Jama‟ah Rifa‟iyah di Desa
Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten Batang), yaitu:
1. Kepala desa setempat, atau Kyai bekerja sama dengan masyarakat
untuk ikut andil dalam penyelenggaraan bimbingan pra-nikan
87
agar berjalan dengan lancar dan mendapat hasil yang sesuai
dengan apa yang diharapkan dari calon mempelai.
2. Masyarakat hendaknya dapat berkomitmen menjaga adat dan
kebiasaan baik yang sudah diterapkan sejak dulu.
3. Setiap calom mempelai atau bagi yang sudah berkeluarga
diharapkan mampu menjaga keharmonisan berumah tangga dan
dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dapat menjadi keluarga
harmonis yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.
4. Bagi Jama‟ah Rifa‟iyah harusnya mengeluarkan sertifikat
bimbingan pra nikah, guna menyelaraskan ketentuan negara
tentang kewajiban bagi calon pengentin untuk mempunyai
sertifikasi bimbingan pra nikah.
88
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an/Tafsir Al-Qur’an
Kementrian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahan dilengkapi
dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih, Bandung: Syaamil Quran,
2007.
2. Hadis/Syarah Hadis/Ulumul Hadis
Bukhari, Abi 'Abd Allah Muhammad ibn Isma'il al-, Shohih al-Bukhari
Masykul: bi Khatsiyah al-Sindi, Jus V, Beirut: Dar al-Kutub, t.t.
3. Fiqh/Ushul Fiqh/Hukum
Ghazali, Abdurrahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.
Manan, Abdul, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan I, Yogyakarta: AC AdeMIA,
2006.
Nuroniyah, Wardah dan Wasman, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
Yogyakarta: Teras, 2011.
Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ. II/542
Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah,
Pasal 1 (ayat 1).
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Cet. Ke-39, Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2006.
----, Fiqh Islam, Cet. Ke 69, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sabeni, Beni Ahmad, Fiqh Munakahat (Buku I), Bandung: Pustaka Setia,
2001.
89
----, Fiqh Munakahat 1, cet. Ke-7, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Juz 2, Kairo: Daar Al-Fath Lil I‟lami Al-
„arobi, 1990.
Setiawan, I Ketut Okta, Hukum Perorangan dan Kebendaan, Jakarta: Sinar
Grafika, 2016.
Slamet dan Aminuddin, Fiqih Munakahat I, Bandung: CV Pustaka Setia,
1999.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan,
Yogyakarta: Liberty, 1986
Summa, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004.
Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003.
Tim Ulin Nuha Ma‟had Aly An-Nur, Fiqh Munakahad, Solo: Kiswah
Media, 2018.
Undang-Undang RI Nomor.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Uwaidah, Muhammad Syaikh Kamil, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
4. Lain-lain
Ahmadi, Rulam, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014.
Amin, Ahmad Syadzirin, Gerakan Syaikh Rifa‟I dalam menentang Kolonial
Belanda, Jakarta: 1989.
90
----, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad Rifa‟ie RH, Jakarta:
Jamaah Masjid Baiturrahman, 1989.
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
Anas, Idhom, Risalah Nikah Ala Rifa‟iyah, Pekalongan: Al-Asri, 2008.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Yogyakarta: Rineke Cipta, 1996.
Darmono, Supardi Djoko, Sosiologi Sastra “Sebuah Pengantar Ringkas”,
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1984
Ehwandi, Much, Terjemahan Tabyinul Ishlah li Syaikh Ahmad Rifa‟I, Edisi
Pertama, Pati: Maktabah Yahyawiyah, 2012.
Junaedi, Dedi, Bimbingan Perkawinan (Membina Keluarga Sakinah
Menurut Al-Quran dan As-Sunah, Jakarta: CV Akademika Pressindo,
Cetakan Pertama, 2001.
Kaharuddin, Nilai-nilai Filosofi Perkawinan, Jakarta: Mitra Wacana Media,
2015.
Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,
Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016.
Mabaroq, Zulfi, Sosiologi Agama, Cetakan Pertama, Malang: UIN Maliki
Press, 2010.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Rimaya
Rosda Karya, 2006.
91
Pals, Daniel L, Seven Theories of Religion, terj. Inyiak Ridwan Muzir dan
M. Syukri, “Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif”, Cet. II,
Jogjakarta: IRCiSoD, 2012.
Poloma, Magraret M, Sosiologi Kontemporer, Yogyakarta: CV. Rajawali,
1979.
Puspitawati, Herien, “Konsep Teologi Keluarga”, Konsep dan Realita di
Indonesia, Bogor: PT. IPB Press, 2013.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi baru ketiga, Jakarta:
Rajawali Press, 1987.
----, Sosiologi Keluarg, Cetakan Ketiga “Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
dan Anak”, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2009.
Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah
Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017, Fondasi Keluarga Sakinah
“Bacaan Mandiri Calon Pengantin”, Jakarta: Titikoma.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke Tiga, Jakarta:
BalaiPustaka, 2007.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
A. Sesepuh Desa
1. Apakah Rifa‟iyah itu?
2. Bagaimana sejarah Rifa‟iyah bisa ada di Desa tambakboyo ini?
3. Apakah yang menajadi dasar untuk mengadakan bimbingan pernikahan?
4. Kitab apakah yang menjadi rujukan untuk bimbingan pernikahan?
5. Apakah dalam pernikahan di Jama‟ah Rifa‟iyah itu harus mengikuti
bimbingan pernikahan?
6. Apa dampak yang akan diterima jika tidak mengikuti bimbingan
pernikahan? Seperti apakah aklibatnya?
7. Apakah ada warga yang tidak mengikuti bimbingan pernikahan?
Bagaimana dampak bagi mereka?
8. Bagaimana pendapat anda tentang bimbingan pernikahan?
B. Tokoh Masyarakat
1. Apakah anda tau tentang Rifa‟iyah?
2. Bagaimana pendapat anda tentang bimbingan pernikahan yang dilakukan
oleh Jama‟ah Rifa‟iyah?
3. Apakah anda setuju dengan adanya bimbingan pernikahanyang dilakukan
oleh Jama‟ah Rifa‟iyah?
4. Apakah masyarakat Jama‟ah Rifa‟iyah juga mengikuti semua?
5. Bagaimana pendapat anda tentang bimbingan pernikahan yang dilakukan
oleh Jama‟ah Rifa‟iyah?
C. Warga Masyarakat
1. Apakah anda tau tentang bimbingan pernikahan?
2. Apa yang dikaji dalam bimbingan pernikahan tesebut?
3. Kitab apakah yang menjadi rujukan untuk bimbingan pernikahan?
4. Apakah keharusan untuk ikut bimbingan pernikahan?
5. Apa dampak yang didapat ketika tidak mengikuti bimbingan pernikahan?
6. Bagaimana pendapat anda tentang mengikuti bibingan pernikahan yang
dilakukan oleh Jama‟ah Rifa‟iyah?
LAPORAN PENILAIAN
SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)
Nama : Andika Amrul Khaq Ais
NIM : 33010150049
Program Studi : Hukum Keluarga Islam
Dosen Pembimbing Akademik : M. Yusuf Khummaini S.HI., M.H
No Kegiatan Tanggal Tingkat
Kegiatan Sebagai Nilai
1
ORIENTASI
PENGENALAN
AKADEMIK DAN
KEMAHASISWAAN
(OPAK) IAIN
SALATIGA 2015 Dengan
Tema : "Penguatan Nilai-
nilai Islam Indonesia
Menuju Negara yang
Aman dan Damai" oleh
Dewan Mahasiswa
(DEMA) IAIN Salatiga.
11 - 12
Agustus
2015
Peserta 2
2
ORIENTASI
PENGENALAN
AKADEMIK DAN
KEMAHASISWAAN
(OPAK) IAIN Salatiga
2015 Fakultas Syari'ah.
Dengan Tema :
"Aktualisasi Integritas
Mahasiswa Fakultas
Syari'ah melalui Analisis
Sosial Ke-Syariah-an" oleh
DEMA Fakultas Syari'ah
IAIN Salatiga
13 - 14
Agustus
2015
Peserta 2
3
UPT Perpustakaan Insitit
Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.dengan
tema: LIBRARY USER
EDUCATION
(Pendidikan
Perpustakaan) .
21
Agustus
2015
Peserta 2
4
Kuliah Umum dengan
tema: "Kontribusi Fatwa-
Fatwa DSN MUI terhadap
Perkembangan Hukum
Ekonomi Syari'ah di
Indonesia" yang
diselenggarakan oleh:
Jurusan Hukum Ekonomi
Syari'ah (HES) Fakultas
Syariah
08 Mei
2017 Peserta 2
5
IAIN Salatiga Bersholawat
dan Orasi Kebangsaan
Dengan Tema: "Menyamai
Nilai-nilai Islam Indonesia
Untuk Memperkokoh
NKRI dalam Mewujudkan
Baldatun Toyyibatun
Warobbun Ghofur" yang
diselenggarakan oleh:
Dewan Mahasiswa
(DEMA) IAIN Salatiga
11 Maret
2015 Peserta 2
6
Pelatihan Paralegal
Nasional dengan Tema:
Peran Serta Paralegal
dalam Pendampingan
Realitas Hukum di
Masyarakat" yang
diselenggarakan oleh:
Himpunan Mahasiswa
Jurusan Hukum Keluarga
Islam Fakultas Syari'ah
Institit Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
Bersama Asosiasi
Pengacara Syari'ah
Indonesia (APSI)
28
Oktober
2017
Panitia 8
7
Kuliah Umum
"Reorientasi Hukum
Keluarga Islam" yang
diselenggarakan oleh:
Himpunan Mahasiswa
Jurusan Hukum Keluarga
Islam Fakultas Syari'ah
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
Bersama Tim Prodi
Hukum Keluarga Islam
Institut Shalahuddin Al-
ayyubi (INISA) Bekasi
Peserta 8
8
Seminar Nasional
Problematika Hakim dan
Peradilan dengan tema:
"Rekonstruksi Ideal Sistem
Peradilan di Indonesia"
yang diselenggarakan oleh
Mahasiswa Jurusan Ahwal
Al-Syakhshiyyah Fakultas
Syari'ah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN)
Salatiga
22
Septeem
ber 2016
Peserta 2
9
Seminar Nasional
Kontribusi Hukum Islam
Terhadap Pemberantasan
Korupsi di Indonesia
dengan tema: "Bersama
Merajut Asa Memberantas
Korupsi di Indonesia"
yang diselenggarakan
oleh: Dewan Mahasiswa
Fakultas Syari'ah (DEMA
F. SRAI"AH) IAIN
SALATIGA
10-Nov-
16 Peserta 8
10
Seminar Nasional "
Analisis Metode
Imsakiyah yang
Berkembang di Indonesia"
yang dilaksanakanoleh:
Dewan Mahasiswa
(DEMA) Fakultas Syari'ah
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
02 Juni
2016 Peserta 8
11
Seminar Nasional Pasar
Modal Syari'ah Dewan
Mahasiswa Fakultas
Syari'ah IAIN Salatiga
dengan tema: "Peluang
Mahasiswa dalam
Berinvestasi Menuju
Kemandirian Ekonomi"
Peserta 8
12
PRAKTEK KERJA
LAPANGAN di Kantor
Urusan Agama Kecamatan
Tersono Kabupaten
Batang Selama 16 hari
pertemuan
31
Januari
2018
Peserta 2
13
Kuliah Umum Fakultas
Syari'ah IAIN Salatiga
dengan tema: "Gerakan
Revivalis Islam Modern
dan Perkembangan Hukum
di Indonesia" yang
diselenggarakan oleh:
Fakultas Syari'ah IAIN
Salatiga
02 Juni
2016 Peserta 2
14
WORKSHOP
ENTREPRENEURSHIP
dengan tema:
"Menanamkan nilai-nilai
jiwa kewirausahaan
mahasiswa yang kreatif
dan inovatif" yang
diselenggarakan oleh
Kelompok Studi Ekonomi
Islam (KSEI) dan Stain
Sport Club (SSC) Sekolah
Tinggi Iain Salatiga
(STAIN) Salatiga
22
Agustus
2014
Peserta 2
15
Participant In Art
Language Exhibition
"Kidung Katresnan Dewi
Arimbi" Organized by
International Class
Program of State Institute
for Islamic Studies
Salatiga
Peserta 2
16
Training Makalah dan
Motivasi Lembaga
Dakwah Kampus (LDK)
Fathir AR-Rasyid IAIN
Salatiga
Peserta 2
17
SEMINAR NASIONAL
2015 dengan tema:
"Epistemologi Tafsir
Kontemporer; Integrasi
Hermeneutika dalam
Metode Penafsiran Al-
Quran" yang
diselenggarakan
olehvHMJ Ilmu Al-Quran
dan Tafsir IAIN Salatiga
2105
30-Sep-
15 Peserta 8
18
SEMINAR NASIONAL
FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB
DAN HUMANIORA
Bersama JAMAAT
AHMADIYAH
INDONESIA "Khilafah;
Tinjauan Akademik dan
Syariah"
25 Mei
2016 Peserta 8
19
Seminar "STAY
POSITIVE" YANG
DISELENGGARAKAN
OLEH Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga
26 Mei
2016 Peserta 2
20
As Participant at 3nd
Borobudur International
Conference "Borobudur as
an Inspiration of Humanity
and Civilization"
04 Mei
2018 Peserta 10
21
WORKSHOP
KEWIRAUSAHAAN
ISLAMI dengan tema:
"Membangun
Kemandirian Melalui
Semangat
Kewirausahaaan" yang
diselenggarakan oleh Biro
Konsultan Psikologi
Peserta 2
Tazkia
22
SEMINAR NASIONAL
PROGRAM STUDI
HUKUM EKONOMI
SYARI'AH "Problematika
Penyelenggaraan Umroh
di Indonesia dalam
Prespektif Hukum
Ekonomi Syari'ah"
Peserta 8
23
TALKSHOW " Satu Jam
Lebih Dekat Bersama
Kandidat Walikota dan
Wakil Walikota Salatiga
Periode 2017-2022
Peserta 2
24
Pelatihan Manajemen
Masjid Masjidku
Hasanahku bekerjasama
dengan dtpeduli BNI
Syariah, Pekalongan
Peserta 2
Daftar Narasumber
A. Kyai Rifa’iyah juga selaku Sesepuh Desa
Nama : Ahmad Muthohar.
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 27 Juli 1956.
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Tambakboyo Gunung Rt
003/Rw 002 Desa Tambakboyo Kecamatan
Reban Kabupaten Batang.
Nama : Muhaimin
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 10 November
1984
Pekerjaan : Sekretaris Desa
Alamat : Dusun Tambakboyo Gunung Rt
004/Rw 002 Desa Tambakboyo Kecamatan
Reban Kabupaten Batang
B. Warga Masyarakat
1. Nama : Abdul Majid
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 27 Agustus 1991.
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dukuh Tambakboyo Gunung, Rt 004/Rt
002 Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang.
2. Tidak mau difoto Nama : Nur Aminudin
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 20 Januari 1990
Pekerjaan : Supir
Alamat : Warga Desa Plolok, Padomasan Rt
003/Rw 001, Reban, Batang
3. Nama : Ahamd Nur fauzi
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 08 Mei 1986.
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun Tambakboyo Gunung Rt 004/Rw
002 Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang
4. Tidak mau difoto Nama : Ach. Mutohhar
Tempat, Tgl Lahir : Pekalongan, 24 Februari 1982.
Pekerjaan : Tani
Alamat : Paesan Selatan Kedungwuni Barat
Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.
5. Nama : Wahyudin
Tempat, Tgl lahir : Batang, 10 September 1969.
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Tambakboyo Gunung Rt 003/Rw
002 Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang.
6. Nama : Ali Mashudi.
Tempat, Tgl Lahir : Batang, 12 Juni 1974.
Pekerjaan : Petani.
Alamat : Dusun Tambakboyo Gunung Rt 005/Rw
002 Desa Tambakboyo Kecamatan Reban Kabupaten
Batang.
Kantor Kepada Desa Tambakboyo
Denah Peta Desa Tambakboyo
Lambang Rifa‟iyah
Top Related