BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan kualitas sumber daya
manusia. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang sejahtera maka kualitas sumber daya manusianya perlu ditingkatkan secara terus menerus
termasuk derajat kesehatannya.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
rakyat perlu dilakukan upaya yaitu dengan membangun sarana-sarana kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan dengan baik dan
optimal,dengan adanya pembangunan sarana-sarana kesehatan tersebut pemerintah dan masyarakat
mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat.
Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang diperlukan dalam menunjang upaya
pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi. Perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. ( Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 1998 dan Keputusan Menkes Nomor 1332/Menkes/SK/X/ 2002 ).
1.2 Tujuan Praktek Belajar Lapangan (PBL)
1. Menyiapakan tenaga kesehatan professional Asisten Apoteker yang dibutuhkan di unit-unit
pelayanan farmasi (apotek, rumah sakit, toko obat, dan puskesmas ) termasuk produksi,
distribusi, pengolahan, pengendalian sediaan farmasi dan peralatan kesehatan.
2. Mampu melaksanakan standar kompetensi yang ditentukan meliputi :
- Pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit
- Obat-obat yang perlu diwaspadai
- System CSSD (Central Sterile Supply Department)
3. Agar mahasiswa dan mahasiswi dapat mempraktekkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan
secara nyata dengan sifat professional sesuai profesinya sehingga lulusan Ahli Madya
Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri dapat langsung terjun ke masyarakat
nantinya dengan baik.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 1
1.3 Manfaat Praktek Belajar Lapangan (PBL)
1. Dapat menjadi tenaga kesehatan yang professional di bidangnya yaitu pelayanan farmasi
(apotek, rumah sakit, toko obat, dan puskesmas ) termasuk produksi, distribusi, pengolahan,
pengendalian sediaan farmasi dan peralatan kesehatan.
2. Dapat melakukan standar kompetensi yang telah ditentukan.
3. Mahasiswa dan mahasiswi diharapkan dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan
pada saat terjun langsung ke tempat kerja.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Rumah Sakit
Definisi rumah sakit
Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,tempat pencegahan dan
penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara
multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih yang menggunakan
prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan.Berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum,
makarumah sakit adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang
bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.
Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit umum
mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
secara optimal. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
yangdilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Berdasarkan SK
MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a. menyelenggarakan pelayanan medis
b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis
c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 3
2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai
berikut:
A. Berdasarkan Kepemilikan
Rumah Sakit Pemerintah, terdiri dari:
a. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b. Rumah Sakit Pemerintah Daerah
c. Rumah Sakit Militer
d. Rumah Sakit BUMN
B. Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh masyarakat.
a.. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas:
1. Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam
jenis penyakit
2. Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien
dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh:
rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.
C. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Terdiri atas 2 jenis, yaitu:
1. Rumah Sakit Pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk
berbagai profesi.
2. Rumah Sakit Non Pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak menyelenggarakan program latihan
untuk berbagai profesi dan tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi
Rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 4
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar.
2.1.4 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995 diawali dengan 5 jenis
pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi dan
manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi 12
pelayanan yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan
farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan serta
kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan di rumah
sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan Kesehatan dilakukan untuk membantu
proses persiapan akreditasi. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:
1. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya
pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari
85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan
rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
2. Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat
LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang tidak dapat dilakukan sendiri
tetapi harus bersama dengan interpretasi BTO dan TOI.
3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur
Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur rumah sakit.
4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur
Rumah Sakit Bhayangkara Page 5
Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur.
Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek.
2.1.5 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari Ketua Staf
Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis berada
dibawah dan bertanggung jawab kepadaDirektur Utama.
PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi
organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT
yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa
perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi
yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai
terapi obat yang rasional. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan
disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar
dan pendukung kemajuan IFRS dan ia adalah dokter yang mempunyai pengetahuan mendalam di
bidang farmakologi klinik. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang
ditunjuk oleh kepala IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah
sakit. Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah:
1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi
terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan
pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak
produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF
2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus
3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik
kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi
4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat
6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan
peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang
berlaku secara lokal maupun nasional
Rumah Sakit Bhayangkara Page 6
7. membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004) PFT ini meningkatkan
penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk
seleksi obat,pengadaan, penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf
profesional.
2.1.5 Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah sakit yang
dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap
untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari obatobatan yang tercantum Daftar Obat Essensial
Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat
ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan rumah
sakit yang bersangkutan (SK Dirjen YanMed No. 0428/YanMed/RSKS/SK/89 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Permenkes No.085/MenKes/Per/I/1989).
Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya forlarium diharapkan dapat
menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien
sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata
manajemen kefarmasian di rumah sakit.
Kegunaan formularium di rumah sakit:
1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar dan
Amalia, 2004).
2.1.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang apoteker
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kompeten secaraprofesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu dan
pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta
pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
2.1.7 Pelayanan Kefarmasian
Rumah Sakit Bhayangkara Page 7
Pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi minimal dan
pelayanan farmasi klinis.
2.1.7.1 Pelayanan Farmasi Minimal
Dalam pelaksanaannya, pelayanan farmasi minimal dibagi atas:
a. Produksi
Instalasi farmasi rumah sakit memproduksi produk non steril sertapengemasan kembali
produk-produk tertentu.
b. Perbekalan
Merupakan unit pelaksana instalasi farmasi rumah sakit yang meliputi pengadaan dan
penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah dan harga perbekalan farmasi. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat.
Pedoman perencanaan berdasarkan:
1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi
rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.
2. data catatan medik
3. anggaran yang tersedia
4. penetapan prioritas
5. siklus penyakit
6. sisa stok
7. data pemakaian periode lalu
8. perencanaan pengembangan
Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan. Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan
kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan tujuan
untuk:
1. menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan
sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.
2. memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.
3. memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu
disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out
(FEFO)
Rumah Sakit Bhayangkara Page 8
4. menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
c. Distribusi
Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran obatobatan
dan alat kesehatan.
Sistem distribusi obat harus menjamin:
1. obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat
2. dosis yang tepat dan jumlah yang tepat
3. kemasan yang menjamin mutu obat
d. Administrasi
Administrasi yang teratur sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya sistem pembukuan
yang baik. Oleh karena itu tugas administrasi di instalasi farmasi dikoordinir oleh koordinator yang
bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi rumah sakit.
2.1.7.2 Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien dengan
penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan
meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual. Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah
meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses
penggunaan obat karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan
kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat.
Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi
klinis meliputi:
a. melakukan konseling
b. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. pencampuran obat suntik secara aseptik
d. menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi
e. penentuan kadar obat dalam darah
f. penanganan obat sitostatika
g. penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
h. pemantauan dan pengkajian penggunaan obat
i. pendidikan dan penelitian (Aslam, dkk., 2003).
2.1.8 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR)
Rumah Sakit Bhayangkara Page 9
PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dimana
pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality) obat terjamin; serta penggunaan
obat secara 4 T + 1 W, artinya obat harus diberikan dengan tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat,
tepat dosis dan senantiasa waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat yang tidak
diinginkan. Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari:
a. pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan
b. perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis,
jumlah, waktu dan tempat yang tepat
c. pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dan skala prioritas
untuk pengadaan yang tepat
d. penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat
kesehatan
e. penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan
obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah
Pusat, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap
f. penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process)
g. peracikan oleh farmasis (Dispensing Process)
h. pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process)
i. penggunaan oleh penderita (Consuming Process)
j. pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan
penderita.
Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari
pertama sampai langkah ke 10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan
Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana
jika semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat
mencegah timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dalam pengelolaan dan
penggunaan obat serta alat kesehatan.
2.1.9 Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi
merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian,
pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril.
Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:
a. besarnya angka kematian akibat infeksi nasokomial.
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
Rumah Sakit Bhayangkara Page 10
di lingkungan rumah sakit.Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalahmenerima,
memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan
di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari
proses pembilasan,pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan,
memberilabel, sterilisasi, sampai proses distribusi (Hidayat, 2003). Lokasi CSSD sebaiknya
berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka
selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta
meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003).
2.2 Fungsi dan Peranan Rumah Sakit
2.2.1 Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum
dan keuangan. Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita
sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikan pendidikan bagi
mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting. Fungsi keempat yaitu
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat
fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan
masyarakat.
2.2.1.2Pelayanan Penderita
Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, elayanan
farmasi, dan pelayanan keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosa,
pengobatan penyakit atau luka, pencegahan, rehabilitasi, perawatan dan pemulihan kesehatan.
2.2.1.3Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas 2 bentuk utama:
1. Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan.
Yang mencakup dokter, apoteker, perawat, personel rekam medik, ahli gizi, teknisi sinar-X, laboran
dan administrator rumah sakit.
2. Pendidikan dan/atau pelatihan penderita.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 11
Merupakan fungsi rumah sakit yang sangat penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh
masyarakat. Hal ini mencakup:
a. Pendidikan khusus dalam bidang rehabilitasi, psikiatri sosial dan fisik.
b. Pendidikan khusus dalam perawatan kesehatan, misalnya: mendidik penderita diabetes, atau
penderita kelainan jantung untuk merawat penyakitnya.
c. Pendidikan tentang obat untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah penyalahgunaan obat dan
salah penggunaan obat, dan untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal dengan penggunaan obat
yang sesuai dan tepat.
2.2.1.4Penelitian
Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi dengan maksud utama,
yaitu:
1. Memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan/perbaikan pelayanan rumah
sakit.
2. Ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita. Misalnya:
pengembangan dan penyempurnaan prosedur pembedahan yang baru.
2.2.1.5 Kesehatan Masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit sebagai sarana kesehatan masyarakat adalah
membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan umum
penduduk. Apoteker rumah sakit mempunyai peluang memberi kontribusi pada fungsi ini
dengan mengadakan brosur informasi kesehatan, pelayanan pada penderita rawat jalan dengan
memberi konseling tentang penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan keracunan.
2.2.1.6 Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan
Yaitu suatu upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul kepada pihak yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap dan mempunyai kemampuan lebih tinggi
2.2.2 Peranan Rumah Sakit
Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 12
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. (sumber : WHO (World Health Organization)
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
2.3 Organisasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Polri terdiri dari :
1. Unsur Pimpinan
Kepala Rumah Sakit Polri disingkat Karumkitpol.
2. Unsur pembantu Pimpinan dan pelayan staf
a. Sekretaris Rumah Sakit Polri disingkat Ses Rumkitpol yang membawahi 3 (tiga) Perwira
Urusan yang disingkat Paur.
b. Kepala Satuan Pengawas Internal disingkat Ka SPI yang membawahi 2 (dua) anggota SPI.
c. Bendaharawan Satuan Kerja disingkat Bensat yang membawahi 3 (tiga) pelaksana urusan
yang disingat Paur.
3. Unsur pelaksana terdiri dari :
a. Kepala Komite Medik disingkat Ka Komed.
b. Kepala Komite Rekam Medik disingkat Ka Komite RM
c. Kepala Komite Mutu
d. Kepala Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit disingkat Ka Komite KPRS
e. Kepala Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi disingkat Ka Komite PPI
f. Kepala Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja disingkat Ka Komite K3
g. Kepala Komite Mediko Legal dan Etik
h. Kepala Satuan Medis Fungsional disingkat Ka SMF terdiri dari sejumlah Ka SMF (sesuai
tingkat Rumkitnya).
i. Kepala Instalasi disingkat Ka Instalasi terdiri dari sejumlah Ka Instalasi (sesuai tingkat
Rumkitnya), yang masing-masing membawahi (dua) Kepala Sub Instalasi disingkat Kasub
Instalasi.
2.3.1 VISI, MISI, BUDAYA dan MOTO RS. BHAYANGKARA KEDIRI
Rumah Sakit Bhayangkara Page 13
1. VISI
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki visi :
“Menjadi Rumah Sakit Bhayangkara Terbaik”
2. MISI
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki misi :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Kedokteran Kepolisian secara profesional dan paripurna
dalam rangka mendukung tugas operasional Polri
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Kepolisian secara prosedural, profesional dan
paripurna kepada masyarakat Polri dan masyarakat umum
c. Mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional, sarana prasarana
yang modern dan canggih, serta sistem yang terintegrasi menuju pencapaian standar
pelayanan yang terakreditasi
3 . BUDAYA
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki nilai dan budaya kinerja yang selalu dikembangkan
yaitu :
a. Profesional adalah Rumah Sakit Bhayangkara Kediri dalam melayani penderita dengan
profesional sesuai dengan keilmuan masing-masing.
b. Prosedural adalah Rumah Sakit Bhayangkara Kediri dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan mekanisme dan tata cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
c. Kebersamaan adalah bahwa Rumah Sakit Bhayangkara Kediri untuk mencapai kinerja yang
optimal mengutamakan kebersamaan atau kerjasama yang baik antar karyawan dan tidak
menggantungkan pada perorangan saja.
d. Sepenuh Hati adalah bahwa Rumah Sakit Bhayangkara Kediri dalam melayani penderita selalu
ikhlas dan sepenuh hati.
4. MOTO
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki moto :
“ Melayani dengan Sepenuh Hati”
2.3.2 VISI, MISI, FALSAFAH dan TUJUAN IFRS BHAYANGKARA KEDIRI
1. VISI.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 14
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki visi :
“Menjadi Instalasi Farmasi unggulan bagi pelayanan kefarmasian (asuhan kefarmasian) dalam
upaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang profesional.”
2. MISI
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki misi :
a. Melaksanakan Pharmaceutical Care (Pelayanan Kefarmasian) bagi pasien yang berorientasi
pada tercapainya hasil pengobatan maksimal.
b. Menjamin ketersediaan dan kelengkapan perbekalan farmasi di rumah sakit bagi pasien.
c. Berperan serta dalam program-program pelayanan kesehatan di Rumah Sakit untuk
meningkatkan kesehatan seluruh lapisan masyarakat, baik pasien maupun tenaga kerja
Rumah Sakit.
3. FALSAFAH
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki falsafah :
“Pelayanan farmasi profesional dari dengan orientasi kepada kepentingan pasien sebagai individu,
berdasarkan prinsip-prinsip penggunaan obat yang rasional dan bijak yang dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan/asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) dan kode etik demi kepuasan
pasien atau pelanggan (patient first). “
4. TUJUAN
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki tujuan :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam
keadaan darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian
dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi informasi dan Edukasi) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
2.4 Progam Pokok Rumah Sakit
2.4.1 Pelayanan Resep
Rumah Sakit Bhayangkara Page 15
Apotek wajib melayani resep dokter,dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep adalah
menjadi tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan
tanggung jawab dengan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker
wajib memberi informasi tentang penggunaan secara tepat,aman,rasional,kepada pasien atas
permintaan masyarakat. (Anief,2005)
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang
mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain melaksanakan pemberian informasi,monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan
baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan (anonim,2004)
Suatu resep yang lengkap harus memuat :
1. Nama,alamat dan nomer izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
4. Tanda tangan atau paraf dokter penulisan resep sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
5. Nama pasien, jenis hewan, umur, serta alamat / pemilik hewan
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.
7. Khusus untuk narkotika harus ada nama dan alamat jelas pasien serta umur pasien.
2.4.2 Salinan resep (copy resep)
Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek, selain memuat semua keterangan yang
terdapat dalam resep asli, copy resep juga harus memuat :
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor izin apoteker pengelola apotek
Rumah Sakit Bhayangkara Page 16
3. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, pada resep dengan tanda ITER...X
diberi tanda det orig atau detur...X
Gambar 2. Contoh Resep
Rumah Sakit Bhayangkara Page 17
Resep Datang
Skrining resep
Resep diberi
Pasien tidak setuju Pasien setuju
Diajukan obat alternatif lain dengan jenis,jumlah,dan harga sesuai
kemampuan pasien
Pasien setujuPasien tidak setuju
Kembali kedokter
Ke Apotek lain
Penyiapan/peracikan obat
Penyerahan obat
Pemberian konseling,informasi,dan edukasi
Gambar 2. Copy Resep/Turunan Resep
2.4.3 Alur Resep
Berikut gambaran tahap-tahap pelayanan resep secara umum :
Rumah Sakit Bhayangkara Page 18
2.4.4 Skrining Resep
Apoteker melakukan melakukan skrining meliputi :
1. Persyaratan administratif :
a. Nama, SIPA dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e. Cara pemakaian yang jelas
f. Informasi lainnya
2. Kesesuaian farmasetik, bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas,cara
dan lama pemberian.
3. Perimbangan klinis, adanya alergi, efek samping interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya
bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 19
2.4.5 Penyiapan obat
1. Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas
dan memberikan etiket pada wadah, dalam melaksanakan peracikan obat harus
dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar.
2. Etiket, etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3. Kemasan obat yang diserahka, obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan
yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
5. Informasi obat, apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi.
6. Konseling, apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
kardivaskular,diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus
memberikan konseling secara berkelanjutan.
7. Monitoring penggunaan obat, setelah menyerahkan obat pada pasien,apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
8. Promosi dan edukasi, dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi)
untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
desiminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, postur,
penyuluhan dan lain-lainya (Anonim,2004)
2.4.6 Penyerahan obat
Rumah Sakit Bhayangkara Page 20
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan
resep sebelum dilakukan penyerahan.
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik resep.
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.
2.4.7 Prosedur pemusnahan Resep
1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih
2. Tata cara pemusnahan :
- Resep narkotika dihitung lembarannya
- Resep lain ditimbang
- Resep dihancurkan lalu dikubur atau dibakar
- Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.
2.5 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang
mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni praktisi atau aplikasi
pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain. Ini
artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnya pemberantasan penyakit
menular/tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu
dan anak, program pelayanan kesehatan dan lain sebagainya sangat perlu ditunjang serta didukung
oleh adanya promosi kesehatan.
Promosi kesehatan bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat
usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. Dalam hal ini
organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi mengenai promosi
kesehatan : “Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and
improve, their health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an
individual or group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change
or cope with the environment“. (Ottawa Charter,1986).
Rumah Sakit Bhayangkara Page 21
Promosi Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang
sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta
mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).
Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada promosi kesehatan sebagai
berikut : “Health promotion is programs are design to bring about “change”within people,
organization, communities, and their environment ”. Promosi kesehatan adalah program-program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat
sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan
menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan
lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,1998). Promosi
kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat
Proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat,
bahkan semua komponen masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut juga dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses pembelajaran tersebut juga dibarengi
dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk kebijakan dan peraturan
perundangan.
1. Promosi Kesehatan di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu institusi kesehatan. Dimana, institusi kesehatan itu
sendiri adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang
digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Salah satu bentuk promosi
kesehatan di rumah sakit adalah penerapan PHBS.
Promosi kesehatan di rumah sakit merupakan upaya untuk memberdayakan pasien,
masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan intitusi kesehatan ber-PHBS.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 22
PHBS di Pelayanan Kesehatan khususnya di rumah sakit sangat diperlukan sebagai salah
satu upaya untuk mencegah penularan penyakit, infeksi nosokomial dan mewujudkan Institusi
Kesehatan yang sehat. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut rnemelihara, menjaga
dan mendukung terwujudnya Institusi Kesehatan Sehat.
Sasaran Promosi kesehatan di rumah sakit adalah :
a. Pasien (penderita) pada berbagai tingkat penyakit
b. Kelompok atau individu yang sehat (keluarga pasien dan pengunjung)
c. Petugas Kesehatan / karyawan yang bekerja di rumah sakit
Dalam mengembangkan promosi kesehatan di rumah sakit, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Promosi kesehatan di rumah sakit dikhususkan bagi individu-individu yang sedang
memerlukan pengobatan atau perawatan di rumah sakit
2. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalah pengembangan pengertian atau
pemahaman pasien dan keluarganya terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang
dideritanya
3. Promosi kesehatan di rumah sakit juha mempunyai prinsip pemberdayaan pasien dan
keluarganya dalam kesehatan
4. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalaah penerapan proses belajar
kesehatan di rumah sakit
Materi Promosi kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Pesan kesehatan yang terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Meliputi :
a. Makan dengan menu/susunan makanan dengan gizi yang seimbang
b. Aktifitas fisik secara rutin, termasuk olahraga
Rumah Sakit Bhayangkara Page 23
c. Tidak merokok/minum minuman keras
d. Mengendalikan stress
e. Istirahat yang cukup
2. Pesan kesehatan yang terkait dengan pencegahan serangan penyakit
Meliputi :
a. Gejala atau tanda-tanda penyakit
b. Penyebab penyakit
c. Cara penularan penyakit
d. Cara pencegahan penyakit
3. Pesan kesehatan yang terkait dengan proses penyembuhan dan pemulihan
Meliputi :
a. Diet terhadap pantangan dari suatu penyakit
b. Pengetahuan tentang pola hidup sehat
2.5. 1 Pengertian Pasien, Hak Pasien dan Kewajiban Pasien
Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menjelaskan
definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau dokter gigi.
Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis, seringkali pasien menderita penyakit
atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya.
Hak-hak yang dimiliki pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-undang No.29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, adalah :
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
Rumah Sakit Bhayangkara Page 24
3. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis; dan
5. Mendapatkan isi rekam medis.
Kewajiban pasien yang diatur dalam Pasal 53 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran ini adalah:
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatanya
2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau doter gigi
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan dan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
2.5.2 Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Bagi Pasien
Promosi bagi pasien akan membantu pasien untuk dapat berpatisipasi lebih baik dalam
perawatan dan mengambil keputusan-keputusan perawatan. Promosi ini diberikan oleh berbagai staf
rumah sakit. Promosi diberikan pada saat pasien betinteraksi dengan dokternya atau dengan
perawat. Pihak lain memberikan promosi pada saat mereka memberikan layanan-layanan khusus,
seperti rehabilitasi atau terapi nutrisi, atau saat mempersiapkan pasien untuk pulang dan perawatan
lanjutan.
Oleh karena banyaknya staf yang membantu menyuluh pasien dan keluarganya, maka staf
rumah sakit perlu mengkoordinasikan kegiatan mereka dan memfokuskan diri pada apa saja yang
perlu dipelajari pasien.
Dengan demikian, promosi yang efektif diawali dengan melakukan penilaian terhadap
kebutuhan belajar pasien dan keluarganya. Penilaian ini menentukan bukan hanya apa yang harus
dipelajari melainkan juga bagaimana cara terbaik untuk melaksanakan pembelajaran tersebut.
Pembelajaran sendiri akan berlangsung paling efektif jika disesuaikan degan pilihan belajar, nilai
agama dan budaya serta kemampuan membaca dan bahasa seseorang. Pembelajaran juga
dipengaruhi oleh kapan waktu pelaksanaanya dalam proses perawatan.
Promosi mencakup pengetahuan yang diperlukan selama proses perawatan dan pengetahuan
yang diperlukan setelah pasien dipindahkan ke tempat perawatan lain atau dipulangkan. Dengan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 25
demikian, promosi dapat mencakup informasi mengenai sumber daya di masyarakat untuk
perawatan tambahan dan perawatan tindak lanjut (follow-up) yang dibutuhkan serta bagaimana cara
mengakses layanan gawat darurat jika diperlukan.
Adapun tujuan promosi kesehatan di rumah sakit bagi pasien adalah :
1. Mengembangkan perilaku kesehatan
2. Mempercepat pemulihan dan penyembuhan pasien
3. Mencegah terserangnya penyakit yang sama atau mencegah kekambuhan penyakit dimasa
yang akan datang
4. Mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain, terutama keluarganya
5. Menyebarluaskan pengalamannya tentang proses penyembuhan penyakit kepada orang lain,
sehingga orang lain dapat belajar dari pasien tersebut agar dapat mencegahnya terkena
penyakit tersubut
6. Mengembangkan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan
Adapun manfaat promosi kesehatan di rumah sakit bagi pasien adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi
2. Kesehatan yang sehat.
3. Terhindar dari penularan penyakit.
4. Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
5. Peningkatan kesehatan pasien.
Standar-standar promosi kesehatan di rumah sakit bagi pasien yaitu :
Standar 1 : Rumah sakit menyediakan penyuluhan yang mendukung partisipasi pasien dan
keluarganya dalam keputusan perawatan dan proses perawatan.
1. Di setiap SMF/Instalasi ditunjuk koordinator (penanggung jawab promosi kesehatan)
dengan SK Direktur Utama
2. Program kerja masing-masing SMF/Instalasi
3. Rencana penyuluhan kelompok masing-masing SMF/Instalasi
4. Pedoman Promosi Kesehatan di buat di Instalasi Promosi Kesehatan
5. SOP edukasi di buat di Instalasi Promosi Kesehatan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 26
Standar 2 : Kebutuhan penyuluhan setiap pasien diakses dan dimasukkan ke dalam rekam medisnya
Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu assesment/penilaian terhadap pasien
dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan maupun untuk
belajar hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.
Standar 3: Penyuluhan dan pelatihan membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien yang
berkesinambungan:
1. Rujukan balik pasien ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM)/RS daerah disertai dengan
rujukan edukasi
2. Pembinaan ke PKM/RS daerah yang dilakukan dengan SMF
3. Perjanjian kerjasama (PKS) dengan Institusi yang relevan dengan kondisi pasien seperti :
Yayasan Tuna Rungu, Wiyata Guna dan SLB
Standar 4: Penyuluhan pasien dan keluarganya mencakup topik-topik berikut, yang berkaitan
dengan perawatan pasien : penggunaan obat-obatan yang aman, potensi interaksi antara obat-obatan
dan makanan, panduan gizi, manajemen nyeri, serta teknik-teknik rehabilitasi.
1. Edukasi kepada pasien dan keluarga mencakup topik-topik/materi yang berkaitan dengan
perawatan pasien, dengan menggunakan materi dan proses yang sudah standar/seragam
untuk seluruh unit dilingkungan RSHS
2. Topik/materi tersebut adalah diantaranya: Penggunaan obat secara aman dan efektif untuk
semua obat yang dikosumsi pasien; Penggunaan peralatan medis secara aman dan efektif;
Interaksi yang mungkin terjadi antara obat-obatan resep dengan obat-obatan lain; Diet dan
gizi; Manajemen nyeri; Teknik-teknik rehabilitasi, dll.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 27
Standar 5: Metode Penyuluhan mempertimbangkan nilai dan preferensi pasien dan keluarganya
serta memungkinkan interaksi yang memadai antara pasien, keluarga pasien dan staf untuk
terjadinya pembelajaran
1. Pasien dan keluarga dianjurkan untuk berpartisipasi dalam proses perawatan dengan berani
bicara dan mengajukan pertanyaan kepada pemberi pelayanan (dokter/perawat/petugas gizi
dll) terjadi interkasi antara pemberi pelayanan dengan pasien dan keluarga.
2. Sebaiknya Informasi/edukasi lisan ditunjang dengan materi tertulis yang berkaitan dengan
kebutuhan pasien
3. Terdapat suatu proses verifikasi terhadap pasien dan keluarga bahwa mereka telah
memahami penyuluhan yang diberikan
Standar 6: Profesional kesehatan yang merawat pasien bekerja sama untuk menyediakan
penyuluhan. Profesional kesehatan yang merawat pasien bekerja sama untuk menyediakan
penyuluhan/edukasi
Agar penyuluhan/edukasi berlangsung efektif maka:
1. Pemberi edukasi harus memiliki pengetahuan tentang materi yang diberikan
2. Pemberi dan penerima edukasi harus memiliki waktu yang cukup
3. Pemberi edukasi harus memiliki keterampilan dan kemampuan berkomunikasi efektif
2.5.3 Pelayanan Narkotika
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus untuk menghindari terjadinya kemungkinan
penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek meliputi :
a. Pemesanan Narkotika
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan Narkotik yang ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and
Distribution (satu satunya PBF narkotika yang legal di indonesia) dengan membuat surat pesanan
khusus narkotika rangkap empat. Satu lembar Surat Pesanan Asli dan dua lembar salinan Surat
Pesanan diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan sedangkan satu lembar
salinan Surat Pesanan sebagai arsip di apotek, satu surat pesanan hanya boleh memuat pemesanan
satu jenis obat (item) narkotik misal pemesanan pethidin satu surat pesanan dan pemesanan kodein
satu surat pesanan juga, begitu juga untuk item narkotika lainnya.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 28
b. Penerimaan Narkotika
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan
pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis
dan jumlah narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek disimpan pada lemari khusus yang
terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada dinding, memiliki 2
kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk pemakaian sehari hari seperti kodein, dan satu
lagi berisi pethidin, morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak
diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten Apoteker yang bertugas dan
penanggung jawab narkotika.
d. Pelayanan Narkotika
Apotek hanya boleh melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat
oleh Apotek itu sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak
melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek
lain. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis merah di bawah
obat narkotik.
e. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan. Laporan penggunaan obat
narkotika di lakukan melalui online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika).
Asisten apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui
SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling lama sebelum tanggal 10
pada bulan berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan
(meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan), pasword dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.
f. Pemusnahan Narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
1. APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan narkotika yang berisi jenis
dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 29
2. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan menetapkan waktu dan
tempat pemusnahan.
3. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten Apoteker, Petugas Balai
POM, dan Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabutapten/Kota setempat.
4. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi :
a. Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan
b. Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
c. Cara pemusnahan
d. Petugas yang melakukan pemusnahan
e. Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
a. Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
c. Arsip apotek.
2.5.4 Pelayanan Psikotropika
Selain pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika juga diatur secara khusus mulai dari
pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat
tersebut. Pelaksanaan pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi:
a. Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap 2, diperbolehkan lebih dari 1 item
obat dalam satu surat pesanan, boleh memesan ke berbagai PBF.
b. Penerimaan Psikotropika
Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya
dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah Psikotropika yang dipesan
c. Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan obat psikotropika diletakkan di lemari yang terbuat dari kayu (atau bahan lain
yang kokoh dan kuat). Lemari tersebut mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang
oleh Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA.
d. Pelayanan Psikotropika
Rumah Sakit Bhayangkara Page 30
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat
sendiri oleh Apotek yang obatnya belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian.
Apotek tidak melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang
ditulis oleh apotek lain.
e. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker setiap bulannya menginput data
penggunaan psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di
import. Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi
nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan). pasword dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.
f. Pemusnahan Psikotropik
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika.
2.6 Pengelolaan Obat yang Tergolong dalam LASA dan High Alert Medication
A. Pengertian
High Alert Medication adalah obat – obatan yang perlu di waspadai. High Alert Medication
adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan – kesalahan serius (sentinel event), obat
yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat –
obatan yang terlihat mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan mirip/NORUM atau Look Alike Sound
Alike/ LASA). Obat yang sering mendapat perhatian adalah sediaan cairan konsetrat tinggi dan obat
LASA.
B. Daftar Obat yang Perlu Diwaspadai :
1. Kelompok obat yang memiliki rupa mirip (Look-Alike).
2. Kelompok obat yang memiliki nama mirip (Sound-Alike).
3. Kelompok obat elektrolit konsentrasi tinggi.
Pelaksanaan Strategi Pengurangan Resiko Identifikasi obat high alert dilakukan dengan
maksud untuk membangun perlindungan dan mengurangi resiko. Tujuan utama penerapan startegi
pengurangan risiko adalah:
1. Mencegah kesalahan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 31
2. Membuat kesalahan yang terjadi dapat diketahui/ terlihat
3. Mengurangi bahaya/ kerugian
Agar dapat efektif maka semua komponen interdisipliner ini memerlukan :
1. Pemahaman penyebab error / kesalahan
Strategi yang efektif harus dapat mengatasi penyebab kesalahan dari setiap tipe obat high
alert atau obat kelas tertentu. Untuk mempelajari penyebab kesalahan dapat dilakukan internal
review untuk data medication error dan hasil dari analisis akar masalahnya serta melakukan
kajian dengan melihat sumber data atau literatur terkait. Tools lain dapat juga dipergunakan
untuk membantu dalam identifikasi kesalahan yang dapat terjadi pada penggunaan obat high
alert seperti FMEA dan self assessment. Langkah pertama ini tidak dapat diabaikan karena jika
kita tidak dapat menjelaskan mengapa kesalahan penggunaan obat tersebut dapat terjadi maka
strategi yang kita pergunakan mungkin tidak dapat mengurangi risiko sama sekali.
2. Memastikan tindakan yang komprehensif
Strategi tunggal untuk mencegah kesalahan pengobatan cukup jarang dalam pencegahan
kesalahan yang berbahaya. Berikut adalah kunci agar strategi berhasil dilakukan:
b. Beberapa strategi pengurangan risiko harus dilaksanakan bersamaan
c. Strategi pengurangan risiko yang dilakukan harus berdampak pada proses
pengobatan yang dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahan, seperti; pengadaan,
penyimpanan, peresepan, transkrip, dan sebagainya.
d. Strategi pengurangan risiko rendah harus dilaksanakan menjadi satu dengan strategi
pengurangan risiko tinggi
C. Persiapan dan Instruksi Medis
Penulisan resep untuk obat yang termasuk kelompok obat yang perlu diwaspadai (High-
Alert Medications) harus sesuai dengan ketentuan penulisan resep yang baku serta beberapa hal
penting berikut :
1. Dokter memeriksa kelengkapan dan ketepatan resep : penulisan resep, indikasi,
ketepatan obat, dosis, rute pemberian
Rumah Sakit Bhayangkara Page 32
2. Penulisan obat yang termasuk kelompok obat LASA / NORUM harus menggunakan
huruf kapital semua serta mencantumkan dengan jelas dosis dan satuan obat.
3. Instruksi ringan sebaiknya dihindari, jika sangat terpaksa diperbolehkan dalam keadaan
emergensi yang diatur sesuai dengan pedoman komunikasi SBAR
4. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menerima resep, harus melakukan konfirmasi jika
terdapat penulisan yang tidak sesuai (nama obat/sediaan, dan satuan).
Penulisan instruksi terapi oleh dokter dan perawat di rekam medis pasien (catatan
terintegrasi) juga sesuai dengan penulisan resep, yaitu :
1. Ditulis dengan huruf kapital.
2. Satuan tertentu harus ditulis lengkap.
3. Dosis dan rute pemberian harus ditulis jelas.
4. Pemberian elektrolit konsentrat hendaknya memberikan penjelasan untuk
mengingkatkan perawat tentang dosis dan pemberiannya.
D. Penyimpanan
Lokasi penyimpanan
Lokasi penyimpanan obat yang perlu diwaspadai berada di logistik farmasi dan pelayanan farmasi,
khusus untuk elektrolit konsentrasi tinggi terdapat juga di unit pelayanan, yaitu ICU dan kamar
bersalin (VK) dalam jumlah yang terbatas. Obat disimpan sesuai dengan kriteria penyimpanan
perbekalan farmasi, utamanya dengan memperhatikan jenis sediaan obat (rak/kotak penyimpanan,
lemari pendingin), sistem FIFO dan FEFO serta ditempatkan sesuai ketentuan obat “High Alert”.
Penyimpanan Obat LASA ( LOOK ALIKE) :
1. LASA (Look Alike Sound Alike) merupakan sebuah peringatan (warning) untuk keselamatan
pasien (patient safety) : obat-obatan yang bentuk / rupanya mirip dan pengucapannya /
namanya mirip TIDAK BOLEH diletakkan berdekatan.
2. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan minimal 2 (dua)
obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya.
3. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat memberi/menerima instruksi
E. PEMBERIAN LABEL
Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis :
a. “HIGH ALERT” untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi atau infuse tertentu,
misalnya: Heparin, Insulin, dan sebagainya. Penandaan obat High Alert dilakukan dengan
stiker “ High Alert Double Check” pada obat.
b. “LASA” untuk obat-obat yang termasuk kelompok LASA / NORUM. Obat kategori Look
Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan stiker LASA pada tempat penyimpanan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 33
obat. Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan tanda LASA
pada kemasan primer obat.
F. PENYIAPAN OBAT HIGH ALERT
1. Apoteker/Asisten Apoteker memverifikasi resep obat high alert sesuai Pedoman Pelayanan
Farmasi penanganan High Alert.
2. Garis bawahi setiap obat high alert pada lembar resep dengan tinta merah.
3. Jika apoteker tidak ada di tempat, maka penanganan obat high alert dapat didelegasikan pada
asisten apoteker yang sudah ditentukan.
4. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum obat diserahkan
kepada perawat.
5. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di bagian
belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check.
6. Obat diserahkan kepada perawat/pasien disertai dengan informasi yang memadai dan
menandatangani buku serah terima obat rawat inap.
G. Cek 7 (Tujuh) Benar Obat Pasien
Setiap penyerahan obat kepada pasien dilakukan verifikasi 7 (tujuh) benar untuk mencapai
medication safety :
1. Benar obat
2. Benar waktu dan frekuensi pemberian
3. Benar dosis
4. Benar rute pemberian
5. Benar identitas pasien
a. Kebenaran nama pasien
b. Kebenaran nomor rekam medis pasien
c. Kebenaran umur/tanggal lahir pasien
d. Kebenaran alamat rumah pasien
e. Nama DPJP
6. Benar informasi
7. Benar dokumentasi
H. Pemberian Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) di Ruang Perawatan
1. Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus
melakukan pemeriksaan kembali (double check) secara independen :
Rumah Sakit Bhayangkara Page 34
a. Kesesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter.
b. Ketepatan perhitungan dosis obat.
c. Identitas pasien.
2. Obat high alert infus harus dipastikan :
a. Ketepatan kecepatan pompa infus (infuse pump).
b. Jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat pada syringe pump dan di setiap ujung
jalur selang.
3. Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus diberikan sesuai perhitungan standar yang
telah baku, yang berlaku di semua ruang perawatan.
4. Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat
penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert, dan menyerahkan formulir
pencatatan obat.
5. Dalam keadaan emergency yang dapat menyebabkan pelabelan dan tindakan
pencegahan terjadinya kesalahan obat high alert dapat mengakibatkan tertundanya pemberian
terapi dan memberikan dampak yang buruk pada pasien, maka dokter dan perawat harus
memastikan terlebih dahulu keadaan klinis pasien yang membutuhkan terapi segera (cito)
sehingga double check dapat tidak dilakukan, namun sesaat sebelum memberikan obat, perawat
harus menyebutkan secara lantang semua jenis obat yang diberikan kepada pasien sehingga
diketahui dan didokumentasikan dengan baik oleh perawat yang lainnya.
I. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Setiap depo farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat High alert
2. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat high alert
3. Prosedur peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dilakukan mulai dari peresepan,
penyimpanan, penyiapan di farmasi dan ruang perawatan dan pemberian obat
4. Obat high alert disimpan ditempat terpisah, akses terbatas, diberi label High alert
5. Pengecekan dengan 2 (dua) orang petugas yang berbeda untuk menjamin kebenaran obat high
alert yang digunakan
6. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa pengawasan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 35
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1 Data Umum Rumah Sakit Tempat PBL
3.1.2. Umum
3.1.2.1 Sejarah Dan Landasan Hukum
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri merupakan unsur pelaksana di bawah Bidang Kedokteran
dan Kesehatan Polda Jawa Timur yang bertugas dan bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi Masyarakat Polri dan Masyarakat Umum serta
memberikan dukungan kesehatan terhadap tugas operasional Polri. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri merupakan rumah sakit rujukan dari Rumah Sakit
Bhayangkara Tingkat IV di lingkungan rumah sakit Polri.
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri berdiri pada tanggal 18 September 1971 dengan nama
Balai Pengobatan/ Rumah Bersalin Kepolisian Kediri, Kemudian sesuai dengan Akte Notaris
nomor: 17 Tahun 1972 tanggal 26 Mei 1972 berubah status menjadi Yayasan Bhayangkara
Kediri Selanjutnya berubah lagi menjadi Rumah Sakit Bhayangkara Kowil Kepolisian 104
Kediri dan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah Kepolisian X Jawa Timur Nomor :
Skep/232/XII/1982 tanggal 18 Desember 1982 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Bhayangkara
Kodak X Jawa Timur di Kediri.Kemudian berubah lagi menjadi Rumah Sakit Kepolisian Tingkat
III Kediri berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertahanan/ Panglima Angkatan Bersenjata
Nomor : Skep/246/VI/1985.Sejak tanggal 26 Pebruari 2007 berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: YM. 02. 0. 3. 1072. dinamakan Rumah Sakit Bhayangkara Kediri.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 36
Pada Tahun 2010 Rumah Sakit Bhayangkara Kediri ditetapkan oleh Pemerintah menjadi
Rumah Sakit PK-BLU berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 418/KMK.05/2010
tanggal 7 Oktober 2010.
3.1.3 Layanan Unggulan Rumah Sakit Bhayangkara Kediri
Rumah Sakit Bhayangkara Kediri sebagai Rumah Sakit PK-BLU memiliki beberapa layanan
unggulan untuk menjawab tantangan dan persaingan antar rumah sakit di Kediri dan sekitarnya.
Adapun layanan unggulan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Bhayangkara Kediri memiliki keunggulan dibidang
kecepatan penanganan penderita dengan didukung sarana dan prasarana yang memadai.
b. Instalasi Bedah Sentral
Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Bhayangkara Kediri selalu menjadi pilihan utama
masyarakat Kediri dan sekitarnya karena ditangani oleh dokter-dokter berpengalaman dengan
didukung sarana prasarana yang canggih.
c. Instalasi Haemodialisis
Instalasi Haemodialisis Rumah Sakit Bhayangkara Kediri merupakan layanan unggulan baru
yang memiliki alat Haemodialisis dengan tehnologi terbaru dan dokter berpengalaman
sehingga menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang membutuhkan jasa Haemodialisis.
d. Instalasi Kedokteran Kepolisian
Instalasi Kedokteran Kepolisian Rumah Sakit Bhayangkara Kediri adalah layanan unggulan
yang tidak dimiliki oleh rumah sakit lain di Kediri da
3.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Tempat PBL
3.2.1 Bagan Organisasi
Rumah Sakit Bhayangkara Page 37
KETERANGAN/PENGERTIAN.
Rumah Sakit Polri terdiri dari :
Unsur Pimpinan
Kepala Rumah Sakit Polri disingkat Karumkitpol.
Unsur pembantu Pimpinan dan pelayan staf
3.2.3.1.1 Sekretaris Rumah Sakit Polri disingkat Ses Rumkitpol yang membawahi 3 (tiga) Perwira
Urusan yang disingkat Paur.
3.2.3.1.2 Kepala Satuan Pengawas Internal disingkat Ka SPI yang membawahi 2 (dua) anggota SPI.
Bendaharawan Satuan Kerja disingkat Bensat yang membawahi 3 (tiga) pelaksana urusan
yang disingat Paur.
Unsur pelaksana terdiri dari :
Rumah Sakit Bhayangkara Page 38
a. Kepala Komite Medik disingkat Ka Komed.
b. Kepala Komite Rekam Medik disingkat Ka Komite RM
c. Kepala Komite Mutu
d. Kepala Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit disingkat Ka Komite KPRS
e. Kepala Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi disingkat Ka Komite PPI
f. Kepala Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja disingkat Ka Komite K3
g. Kepala Komite Mediko Legal dan Etik
h. Kepala Satuan Medis Fungsional disingkat Ka SMF terdiri dari sejumlah Ka SMF (sesuai
tingkat Rumkitnya).
i. Kepala Instalasi disingkat Ka Instalasi terdiri dari sejumlah Ka Instalasi (sesuai tingkat
Rumkitnya), yang masing-masing membawahi (dua) Kepala Sub Instalasi disingkat Kasub
Instalasi.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 39
Ka IFRS
Perbekalan ApotekPengadaan
Apotek IGD
Apotek Poli Apotek Mawar
Apotek BPJS
KASUBBID JANGMEDUM
Farmasi KlinisApoteker
FungsionalGudang
Obat Dinas
Gudang Obat
UmumGudang
Obat BPJS
3.2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
3.2.2.1 Struktur Organisasi
3.3 PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS
HABIS PAKAI
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang
Rumah Sakit Bhayangkara Page 40
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu
berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat
pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak
ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit
yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya
penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam
hal :
a. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
c. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
d. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
e. pemantauan terapi Obat
f. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)
g. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akurat
h. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
i. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang efektif.
Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurangkurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat
membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan
keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan
pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (highalert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 41
terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya :
a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih
pekat).
c. Obat-Obat sitostatika.
A. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan
c. pola penyakit
d. efektifitas dan keamanan
e. pengobatan berbasis bukti
f. mutu
g. harga
h. ketersediaan di pasaran
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium
Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan
penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan
dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan
terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu
mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
Rumah Sakit Bhayangkara Page 42
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka Rumah
Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam
Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko,
dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 43
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah
yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan
pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan
oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai N
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku.
c. omor Izin Edar; dan
d. expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit Bhayangkara Page 44
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok Obat yang
secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1. kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat;
2. persyaratan pemasok;
3. penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
4. pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan
tertentu apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas
hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Rumah Sakit Bhayangkara Page 45
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien
Rumah Sakit.
4. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus
tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa
dan peringatan khusus;
b. elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan
klinis yang penting;
c. elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan
pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati; dan
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien
harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi. Instalasi Farmasi harus dapat
memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan
terpisah yaitu:
a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya
b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis
kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 46
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lai
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang
rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam
kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 47
4. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas
farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat
pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui
Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c
atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap
mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang
dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan
ilmu pengetahuan; dan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 48
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh
BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan
penarikan.
8. Pengendalian Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian
pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut
(death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 49
9. Administrasi Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,
pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi; dan
3) laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya,
pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan
dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat
usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
B. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk
identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan
dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 50
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai selama periode tertentu;
b. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak melalui
jalur resmi;
c. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
belum/tidak teregistrasi;
d. keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
e. kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas
f. ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap pemenuhan/ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
g. ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan kesalahan dalam
pemberian; h. kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
h. pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
i. kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi.
Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan
Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat
Keputusan Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi
dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati.
5. Mengatasi Risiko Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit;
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
Rumah Sakit Bhayangkara Page 51
e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi risiko,
memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
1. KESIMPULAN
Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang diperlukan dalam menunjang upaya
pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran sediaan farmasi. Perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. ( Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 1998 dan Keputusan Menkes Nomor 1332/Menkes/SK/X/ 2002 ).
Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang kefarmasian melalui
keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat kewenangan yang
berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat
atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi sebagai tenaga
kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup pekerjaannya
Rumah Sakit Bhayangkara Page 52
meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam arti luas, membuat
sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau pasien.
Menurut Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002, yang menyatakan bahwa apotek
adalah salah satu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada masyarakat.
2. SARAN
a. Untuk institute ilmu kesehatan Kediri agar pelaksanaan PBL dilaksanakan pada waktu yang lebih
lama agar siswa-siswi lebih dapat memahami perannya di bidang kefarmasian sebagai seorang
asisten apoteker.
b. Sebaiknya pembekalan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan PBL lebih di perbanyak
dan di perluas sehingga siswa dan siswi lebih mantap dalam melaksanakan PBL.
DAPUS
Cohen.M.R., Practical Error Prevention Strategies for High Alert Drugs.
Institute for Safe Medication Practices. List of High Alert Medication.
JCI. 2007. Joint Commission International Accrediatation Standards Accrediatation
Hospitals. 3rd edition. Effective Januari 2008 . Illinois. USA.
JCI. 2007. Meeting the International Patient Safety Goals. Illinois. USA
3. ISFI, standar kompetensi farmasi indonesia,2004
Redaksi Penerbit Asa Mandir,2007, UU Narkotika Dan UU Psikotropika.
Jakarta : Asa Mandiri.
Rumah Sakit Bhayangkara Page 53
Rumah Sakit Bhayangkara Page 54
Top Related