Beberapa Permasalahan Seputar Lingkungan Hidup yang terjadi di Dunia
1. Peristiwa Minamata di Jepang
Pada tahun 1950, Jepang dihentak sebuah kasus pencemaran merkuri.
Kasus ini disebut tragedi Minamata atau Minamata Disaster. Peristiwa Minamata
didokumentasikan dengan baik oleh Goldberg pada tahun 1974. Hasil
dokumentasi itu menggambarkan akibat pembuangan limbah industri yang
mengandung methyl mercury ke laut pada tahun 1930-an di Teluk Minimata.
Karena mengonsumsi ikan dan kerang dari Teluk Minamata yang tercemar
methyl mercury, ribuan penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu
Provinsi Kumamoto dan Kagoshima, menjadi korbannya. Minamata bukanlah
penyakit menular atau menurun secara genetis. Penyakit ini kali pertama
ditemukan di Kota Kumamoto pada tahun 1956. Dan pada 1968, pemerintah
Jepang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh pencemaran pabrik
Chisso Co., Ltd.
Methyl mercury yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf
pusat. Gejala awal antara lain kaki dan tangan menjadi gemetar dan lemah,
kelelahan, telinga berdengung, kemampuan penglihatan melemah, kehilangan
pendengaran, bicara cadel, serta gerakan menjadi tidak terkendali. Beberapa
penderita berat penyakit Minamata menjadi gila, tidak sadarkan diri, dan
meninggal setelah sebulan menderita penyakit ini.
Penyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi penderita
hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. Di samping dampak
kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari
masyarakat. Seperti dikucilkan, dilarang pergi ke tempat umum, dan sukar
mendapatkan pasangan hidup.
Methyl mercury dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-
bentuk merkuri yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih
banyak mencapai otak. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk
logam, garam, maupun methyl mercury dapat merusak secara permanen otak,
ginjal, maupun janin.
Penyakit ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Minamata. Tahun 1965,
penyakit Minamata menyerang warga yang tinggal di sepanjang Sungai Agano di
Kota Niigata akibat pembuangan limbah merkuri oleh Showa Denko. Penyakit ini
dikhabarkan juga terjadi di Tiongkok dan Kanada. Sungai dan danau di Amazon
dan Tanzania juga tercemar merkuri serta menimbulkan masalah kesehatan yang
mengkhawatirkan.
Kini, masyarakat Minamata sangat menghargai apa yang terjadi di waktu
silam dan mengambil pelajaran dari kasus limbah merkuri tersebut. Mereka lebih
peduli akan lingkungan dan berjibaku bersama menjaga lingkungan sekitar.
Seperti menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah kota dengan manajemen
yang baik, yaitu pemilahan sampah dan memanfaatkannya lebih lanjut seperti
pengomposan.
Lalu lumpur di Teluk Minamata yang mengandung merkuri di atas 25 ppm
dipulihkan dengan mengeruk sebagian lumpur dan mereklamasinya. Kegiatan ini
menghabiskan 48,5 miliar yen selama lebih dari 14 tahun. Kualitas air di Teluk
Minamata saat ini menjadi air yang paling bersih dan jernih di Kumamoto dan
masyarakat tidak takut lagi untuk berenang dan bermain di sana.
Dampak yang Diakibatkan oleh Tragedi Minamata
Kasus minamata disebabkan oleh metil merkuri yang dihasilkan dalam proses
produksi asetaldehida dimana produksinya menggunakan raksa (mercury) sebagai
katalis. Metil raksa mengkontaminasi dan terakumulasi pada ikan-ikan dan
makhluk hidup lain yang ada di laut tersebut, sehingga siapapun yang
mengkonsumsi hasil laut itu akan mengalami keracunan methyl mercury. Kasus
ini merupakan kasus pertama yang terjadi melalui rantai makanan dari polusi
lingkungan.
Berdasarkan Prof. Tokumi yang telah meneliti kasus ini, tanda-tanda
keracunan mercuri pada kasus minamata ini ada berbagai macam. Dari seluruh
korban yang diperiksa 100% korban mengalami gangguan sensorik dan
penyempitan jarak pandang, 93,5% diantaranya mengalami gangguan koordinasi,
88,2 % mengalami dysarthia, 85,3 % mengalami gangguan pendengaran dan
75,8% mengalami gejala tremor. Selain itu, diantara 85,4% dari penderita juga
mengalami ganguan dalam berjalan. Tak hanya itu, gangguan syaraf perioral juga
ditemukan dalam kasus ini. KasusMinamata ini juga menimbulkan gangguan
syaraf yang unik dan belum pernah ditemukan sebelumnya. Ganguan syaraf ini
mirip dengan gangguan pada syaraf peripheral. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan setelahnya, terdapat kemungkinan besar bahwa gangguan syaraf
tersebut tergolong dalam gangguan syaraf pusat.
Pada tahun 1962 ditemukan bukti bahwa metal merkuri juga
mengkontaminasi mengkontaminasi janin pada Ibu hamil, karena logam merkuri
dapat melintasi plasenta dan memengaruhi janin. Ini dibuktikan dari penelitian,
bahwa bayi yang terkena logam dalam kandungan ibunya, akan dipengaruhi
secara berlebihan daripada ibunya. Faktor ini mengakibatkan beberapa warga
yang berasal dari Minamata enggan mengakui dirinya berasal dari Minamata,
karena takut tidak akan mendapatkan jodoh. Sekitar 9% dari bayi yang baru lahir
tersebut memiliki kandungan raksa dalam tubuhnya yang sangat tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua anak tersebut mengalami
keterbelakangan mental, gangguan koordinasi, gangguan pertumbuhan, chorea-
ethetose dan dysarthia.
2. KTT Bumi Rio de Janeiro
Dalam pandangan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi
Stockholm 1972, anata lain ditegaskan bahwa sebagian besar problema
lingkungan di negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan. Sedangkan di
negara-negara maju justru disebabkan oleh industrialisasi dan kemajuan teknologi.
Pemanfaatan lingkungan hidup tetap diperlukan dalam memenuhi kebutuhan fisik
manusia dan sekaligus untuk berkembangnya nilai-nilai intelektual, moral, sosial
dan spiritual. Seluruh masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang, semua unsur pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha,
mempunyai kepentingan dan tanggung jawab yang sama untuk menjaga dan
memelihara lingkungan bagi generasi sekarang sampai generasi mendatang,
dengan mempertahankan tujuan mendasar dari perdamaian dan pembangunan
ekonomi global. Topik yang diangkat dalan konferensi ini adalah permasalahan
polusi, perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penggunaan dan pengelolaan
sumber daya air dan lautan, meluasnya penggundulan hutan, penggurunan dan
degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya serta berkurangnya keanekaragaman
hayati.
KTT Bumi berupaya manyatukan perhatian dunia tentang masalah
lingkungan yang terjadi. Masalah tersebut sangat berkaitan erat de3ngan kondisi
ekonomi dan masalah keadilan sosial. Kon ferensi ini juga mendeklarasikan
bahwa jika rakyat miskin dan ekonomi nasionalnya lemah, maka lingkungannya
yang menderita. Jika lingkungan hidup disalah gunakan dan sumber daya-nya
dikonsumsi secara berlebihan, akibatnya rakyat akan menderita dan
perekonomian-pun akan morat-marit.
Tujuan utama KTT Bumi ini adalah untuk menghasilkan agenda lanjutan,
sebagai sebuah perencanaan bagi gerakan internasional dalam menghadapi isu-isu
lingkungan hidup dan pemb angunan. Perencanaan tersebut akan membantu
memberi arahan bagi suatu kerja sama internasional serta pembuatan kebujakan
pembangunan ke depan.
Konferensi Rio kemudian menyepakati bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan merupakan tujuan dari setiap manusia. Bagaimanapun, menyatukan
dan menyeimbangkan perhatian di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan
membutuhkan cara pandang baru. Baik mengenai bagaimana kita menghasilkan
dan memakai sumberdaya, bagaimana kita hidup, bagaimana kits bekerja,
bagaimana kita bergaul dengan orang lain, atau bagaimana cara kita membuat
keputusan. Konsep ini menjadi perdebatan panjang, baik dikalangan
pemerintahan, juga antara pemerintah dan masyarakatnya tentang bagaimana
mencapai keberlanjutan tersebut.
Konferensi Rio de Janeiro menghasilkan lima dokumen, yaitu :
a) Deklarasi Rio de Janeiro ,tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (The
Rio de Janeiro Declaration on Environment and Development ) juga dikenal
dengan “Earth Chapter” terdiri atas 27 prinsip yang memacu dan memprakarsai
kerja sama internasional, perlunya pembangunan dilanjutkan dengan prinsip
perlindungan lingkungan, dan perlu adanya analisis mengenai dampak
lingkungan. Deklarasi ini juga mengakui pentingnya peran serta masyarakat yang
tidak hanya dikonsultasi mengenai rencana pembangunan, tetapi juga ikut serta
dalam pengambilan keputusan, serta aktif dalam proses pelaksanaan dan ikut
menikmati hasil pembangunan itu.
Berikut ini adalah Prinsip Pembangunan Berkelanjutan pilihan dari Deklarasi Rio
(UNCED,1992 dalam Mitchel Bruce,dkk,2007) :
Prinsip 1 : Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan.
Mereka hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.
Prinsip 2 : Negara mempunyai, dalam hubungannya dengan the Charter of the
United Nations dan prinsip hukum internasional, hak penguasa untuk
mengeksploitasi sumberdaya mereka yang sesuai dengan kebijakan lingkungan
dan pembangunan mereka……….
Prinsip 3 : Hak untuk melakukan pembangunan harus diisi guna memenuhi
kebutuhan pembangunan dan lingkungan yang sama dari generasi sekarang dan
yang akan datang.
Prinsip 4 : Dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan, perlindungan
lingkungan seharusnya menjadi bagian yang integral dari proses pembangunan
dan tidak dapat dianggap sebagai bagian terpisah dari proses tersebut.
Prinsip 5 : Semua nagara dan masyarakat harus bekerja sama memerangi
kemiskinan yang merupakan hambatan mencapai pembangunan
berkelanjutan……..
Prinsip 8 : Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih baik, negara harus menurunkan atau mengurangi pola
konsumsi dan produksi, serta mempromosikan kebijakan demografi yang sesuai.
Prinsip 9 : Negara harus memperkuat kapasitas yang dimiliki untuk
pembangunan berlanjut melalui peningkatan pemahaman secara keilmuan dengan
pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dengan meningkatkan
pembangunan, adaptasi, alih teknologi, termasuk teknologi baru dan inovasi
teknologi.
Prinsip 10 : Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah dengan partisipasi
seluruh masyarakat yang tanggap terhadap lingkungan dari berbagai tingkatan. Di
tingkat nasional, masing-masing individu harus mempunyai akses terhadap
informasi tentang lingkungan, termasuk informasi tentang material dan kegiatan
berbahaya dalam lingkungan masyarakat, serta kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus memfasilitasi dan mendorong
masyarakat untuk tanggap dan partisipasi melalui pembuatan informasi yang
dapat diketahui secara luas.
Prinsip 15 : Dalam rangka mempertahankan lingkungan, pendekatan pencegahan
harus diterapkan secara menyeluruh oleh negara sesuai dengan kemampuannya.
Apabila terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tak dapat dipulihkan,
kekurangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai sebagai alasan penundaan
pengukuran biaya untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan.
Prinsip 17 : Penilaian dampak lingkungan sebagai instrument nasional harus
dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang mungkin mempunysai
dampak langsung terhadap lingkungan yang memerlukan keputusan di tingkat
nasional.
Prinsip 20 : Wanita mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan
pembangunan lingkungan. Partisipasi penuh mereka perlu untuk mencapai
pembangunan berlanjut.
Prinsip 22 : Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam
pengelolaan dan pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan
tradisional mereka. Negara harus mengenal dan mendorong sepenuhnya identitas,
budaya dan keinginan mereka serta menguatkan partisipasi mereka secara efektif
dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
b) Konvensi Perubahan Iklim /“The Framework Convention on Climate Change
(FCCC)” : Yang memuat kesediaan negara-negara maju untuk membatasi emisi
gas rumah kaca dan melaporkan secara terbuka mengenai kemajuan yang
diperolehnya dalam hubungan tersebut. Negara-negara maju juga sepakat untuk
membantu negara-negara berkembang dengan sumber daya dan teknologi dalam
upaya negara-negara berkembang untuk memenuhi kewajiban sebagaimana
tercantum dalam konvensi.Kesepakatan Hukum yang telah mengikat telah
ditandatangani oleh 152 pemerintah pada saat konferensi berlangsung. Tujuan
pokok Konvensi ini adalah “ Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer
pada tingkat yang telah mencegah terjadinya intervensi yang membahayakan oleh
manusia terhadap sistem iklim, yang mengharuskan pengurangan sumber emisi
gas seperti CO2, emisi pabrik, transportasi dan penggunaan energy fosil pada
umumnya”. Dalam Pasal 3 Konvensi dicantumkan prinsip-prinsip sebagai berikut
:
(1) Para pihak harus melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan
generasi kini dan yang akan datang, atas dasar keadilan dan sesuai dengan
tanggung jawab bersama yang berbeda-beda dan sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Sesuai dengan itu, pihak negara maju harus mengambil peranan
penting dalam menanggulangi perubahan iklim dan kerugian yang diakibatkan.
(2) Kebutuhan tertentu dan keadaan khusus dari pihak negara berkembang,
terutama yang rawan terhadap akibat perubahan iklim yang merugikan, dan bagi
para pihak, teutama pihak negara berkembang yang harus memikul ketidak
seimbangan atau beban tidak wajar berdasarkan konvensi ini, harus diberikan
pertimbangan penuh.
(3) Para pihak harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengantisipasi,
mencegah atau mengurangi penyebab dari perubahan iklim dan meringankan
akibat yang merugikan. Apabila ada ancaman serius atau kerusakan yang tidak
dapat dipuilihkan, ketiadaan kepastian ilmiah yang lengkap tidak boleh dijadikan
alas an untuk menunda tindakan demikian itu, dengan pertimbangan bahwa
kebijaksanaan dan tindakan yang berkaitan dengan perubahan iklim harus
berdasarkan efektifitas biaya untuk terjaminnya manfaat secara global
berdasarkan biaya serendah mungkin. Untuk mencapai ini, kebijaksanaan dan
tindakan demikian harus mempertimbangkan konteks sosio-ekonomi yang
berbeda, harus komprehensif, mencakup semua sumber yang relevan, bak cuci
dan tempat penyimpan gas rumah kaca serta penyesuaian dan mencakup semua
sector ekonomi. Upaya-upaya untuk menghadapi perubahan iklim dapat dilakukan
secara kerjasama dengan berbagai pihak yang berkepentingan.
(4) Semua pihak mempunyai hak untuk dan harys memajukan pembangunan
berkelanjutan. Kebijaksanaan dan tindakan untuk melindungi sistem iklim
terhadap perubahan akibat campur tangan manusia harus memadai bagi keadaan
khusus setiap pihak dan harus diintegrasikan dengan program pembangunan
nasional, dengan memperhityngkan bahwa pembangunan ekonomi adalah
essensial bagi dilakukannya tindakan-tindakan untuk menghadapi perubahan
iklim.
(5) Semua pihak harus bekerjasama untuk mengembangkan sistem ekonomi
internasional yang menunjang dan bersifat terbuka menuju pada pwertumbuhan
ekonomi dan permbangunan bagi semua pihak, khususnya pihak negara
berkembang, sehingga memungkinkan mereka untuk secara lebih baik
menghadapi perubahan iklim.
c) Konvensi Keanekaragaman Hayati / “The Convention on Biological Diversity
“ : yang memberikan landasan untuk kerjasama internasional dalam rangka
konservasi spesies dan habitat. Kesepakatan Hukum yang mengikat telah
ditandatangani sejauh ini oleh 168 Negara. Menguraikan langkah-langkah
kedepan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan
komponen – kompennya, serta pembagian keuntungan yang adil dan pantas dari
penggunaan sumber daya genetic. Konvensi keanekaragaman hayati ini bertujuan,
yaitu melestarikan dan mendayagunakan secara berkelanjutan keanekaragaman
hayati dan berbagai keuntungan secara adil dan merata dari hasil pemanfaatan
sumber genetika melalui akses terhadap sumber genetika tersebut, alih teknologi
yang relevan, serta pembiayaan yang cukup dan memadai.
d) Pernyataan Prinsip-Prinsip Kehutanan : Prinsip – prinsip yang telah mengatur
kebijakan nasional dan internasional dalam bidang kehutanan. Dirancang untuk
menjaga dan melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan global
secara berkelanjutan yang bermakna ekonomi dan keselamatan berbagai jenis
biotanya. Prinsip-prinsip ini seharusnya mewakili konsesi pertama secara
internasional mengenai pemanfaatan secara lestari berbagai jenis hutan. Prinsip
tentang hutan ini mencakup tentang semua jenis hutan, yaitu hutan boreal, hutan
iklim, hutan tropic dan hutan austral. Dalam prinsip ini diakui fungsi ganda hutan
yaitu untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi, ekologi, cultural dan spiritual
generasi akan datang.
e) “Agenda 21” atau Komisi Pembangunan Berkelanjutan/Commission on
Sustanable Development ( CSD ) : Komisi ini di bentuk pada bulan Desember
1992. Tujuan CSD adalah untuk memastikan keefektifan tindak lanjut KTT Bumi.
Mengawasi serta melaporkan pelaksanaan kesepakatan Konferensi Bumi baik di
tingkat lokal, nasional, maupun internasional. CSD adalah komisi Fungsional
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB/ Economic and Social Commssion(ECOSOC)
yang beranggotakan 53 negara. Agenda 21, sebuah rancangan tentang cara
mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup. Telah disepakati bahwa tinjauan lima tahunan majelis Umum
PBB tentang Konferensi Bumi dan Agenda 21 harus dibuat pada bulan Juni 1997,
dalam sidang istimewa rapat Earth Summit + 5, atau Rio + 5 di New York.
Salah satu hasil KTT Bumi lainnya adalah Agenda 21, yang merupakan
sebuah program luas mengenai gerakan yang mengupayakan cara-cara baru dalam
berinvestasi di masa depan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di abad
21. Rekomendasi – rekomendasi Agenda 21 ini meliputi cara – cara baru dalam
mendidik, memelihara sumberdaya alam, dan berpartisipasi untuk merancang
sebuah ekonomi yang berkelanjutan. Tujuan keseluruhan Agenda 21 ini adalah
untuk menciptakan keselamatan, keamanan dan hidup yang bermartabat. Agenda
21 merupakan “action plan “ di abad 21, yang walaupun tidak mengikat secara
resmi, tetapi memberi arah strategi dan integritas program pembangunan dengan
penyelamatan kualitas lingkungan. Agenda 21 ini disepakati untuk disusun oleh
dan untuk masing-masing negara peserta.
Pokok – pokok cakupan Agenda 21 yang merupakan program aksi
pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut :
a) Social and Economic Dimension
b) Conservation and Manajement of Resources for Development
c) Strengthening the Role of major Group
d) Means Of Implementation Pencapaian utama konferensi yang
diadakan di Rio de Janeiro, adalah Konvensi Kerja PBB untuk Perubahan
Iklim: United Nations Framework Convention on Climate Change(UNFCCC).
Konvensi ini menjadi dasar pembahasan perubahan iklim ke depan dan menjadi
dasar penyusunan Protokol Kyoto. Protokol yang merupakan tindak lanjut dari
Konvensi Perubahan Iklim ini merupakan rezim global pertama yang menjadikan
pemanasan global sebagai isi utamanya. Tujuan dari protocol ini adalah
membatasi emisi karbon tiap-tiap negara yang masuk dalam daftar negara Annex
1. Negara – negara ini setidaknya harus mengurangi emisi karbonnya sampai 5
persen dari emisi tahun 1990 . Protokol ini mulai dibuka penandatanganannya di
Kyoto, Jepang, pada 11 Desember 1997 dan dinyatakan berlaku mulai 16 Februari
2005. Namun sayang protocol ini dinilai tidak efektif karena mundurnya beberapa
negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia dan kemunculan negara
industri baru, seperti China dan India, yang tidak masuk dalam daftar negara
Annex 1.
Bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara dan gas sebagai penyumbang
terbesar polusi planet bumi sekaligus menyebabkan pemanasan global.
Karbondioksida yang merupakan gas buangan dari pembakaran bahan bakar fosil
menyumbang 75 persen penyebab pemanasan global. Efek gas rumah kaca itu
memicu perubahan iklim, badai, banjir dan meningkatnya ketinggian permukaan
laut. Sejumlah negara telah menandatangani Protokol Kyoto, kecuali Amerika
Serikat yang memilih untuk menolak fakta itu. Washington mempunyai argument
bahwa Protokol Kyoto terlalu mahal ongkosnya dan secara tidak langsung
menghindarkan Cina dan India sebagai penyumbang polusi harena percepatan
pembangunannya. Menurut Presiden Afsel, Cina dan AS sama-sama sebagai
pengkonsumsi energy terbanyak di dunia. Diprediksikan konsumsi minyak Cina
malonjak hingga 80 juta barel per hari atau 6 juta barel lebih banyak ketimbang
produksi minyak dunia yang Cuma 74 juta barel.
Pada tahun 1994 Dewan Bumi (Earth Council ) dibentuk atas inisiatif
Maurice Strong, Sekretaris Jenderal Konferensi Rio dan Mikhail Gorbachev
Presiden Green Cross International. Hal ini merupakan kelanjutan atau produk
KTT Bumi di Rio tahun 1992 untuk memprakarsai perumusan kembali makna
konservasi lingkungan. Di samping itu juga untuk merumuskan
kembalisustainable development serta berupaya mambangun kesadaran bersama
tentang makna kehidupan di Bumi ini. Komisi Piagam Bumi yang dibentuk tahun
1997, telah merumuskan etika ekologi sebagai landasan pembangunan
berkelanjutan dalam sebuah Piagam Bumi (Earth Charter ). Pada tahun 2000
piagam ini dideklarasikan dan disebarluaskan ke berbagai penjuru Dunia.
Environment Impact Analysis ( AMDAL )
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan
berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4
tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986
suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL).
Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5
Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan. Hal tersbut diperlukan
karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan
sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak
saja mengenai lingkungan fisik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam
deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP
No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan
tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan
AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib
AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian
tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL).
Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL,
RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat
diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri
Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL
disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
1. Definisi AMDAL
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau
kegiatan.
2. Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung
oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala
BAPEDAL tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.
3. Tujuan dan sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau
kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak
lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usaha dan / atau
kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam
secara efisien, meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak
positip terhadap lingkungan hidup.
4. Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses
pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan).
5. Kegunaan Setudi Amdal
· Bagi Pemerintah :
Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan
dan pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan
mengembangkan dampakpositif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi,
budaya dan kesehatan masyarakat. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan
dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.Sebagai
pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan
Pembangunan.
· Bagi Pemrakarsa :
Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang
akan datang dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat
adanya kegiatan suatupembangunan. Sebagai pedoman untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkunganSebagai bahan penguji secara
komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk
kemudian mengetahui kekurangannya.
· Bagi Masyarakat :
Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana
kegiatan suatu pembangunan.Memberikan informasi mengenai kegiatan
Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri
agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.Memberi informasi tentang perubahan
yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindarkan dampak negatif. Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
Top Related