Essay
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Banyaknya Sampah Seiring Majunya Pembangunan
Disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh ,
Pak Husin,S.Kep,Ners,MPH.
Disusun Oleh :
Nama : Wenny Amalia
Kelas : A
Nim : S.09.452
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2010
Banyaknya Sampah Seiring Majunya Pembangunan
Indonesia termasuk negara yang masih gigih untuk memperjuangkan
peningkatan derajat kesehatan masyarakatnya. Multiproblematika kesehatan yang
dihadapi Indonesia membuat kita harus bersama-sama mencari solusi untuk
memecahkan pintu jalan keluarnya. Untuk masalah pengendalian dan
pemberantasan penyakit menular harus ada upaya dan langkah-langkah yang
konkret dan terorganisir agar mencapai target yang telah ditetapkan. Tidak hanya
itu, Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional.
Dalam hal perekonomian pun Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan
penduduknya. Peningkatan pendapatan negara ini, ditunjukkan dengan
pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa
pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian
lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di negara
berkembang seperti Indonesia, pengurusan sampah sering mengalami masalah.
Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik, yang akan mengakibatkan
masalah besar.
Sampah merupakan persoalan lingkungan perkotaan yang masih menjadi
momok bagi kota-kota besar. Hingga saat ini, masih belum terlihat kota-kota di
Indonesia khususnya Banjarmasin,sepi dari yang namanya sampah. Di samping
rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan, upaya yang dilakukan
pemerintah juga belum optimal. Kalau kita lihat di beberapa tempat pembuangan
sampah sementara (TPS), pada siang hari masih banyak tumpukan sampah yang
tidak terangkut,seperti di kawasan pinggiran Jalan Sultan Adam . Belum lagi,
berapa banyak anak sungai yang “menghilang”akibat adanya sampah yang terus
menumpuk,di kawasan Sungai Miai. Maka jangan sampai sampah malah menjadi
salah satu wujud pencitraan kota Banjarmasin.
Berdasarkan data-data BPS pada tahun 2000, dari 384 kota yang
menimbulkan sampah sebesar 80.235, 87 ton setiap hari, penanganan sampah yang
diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2
%, yang dibakar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9%, dan tidak tertangani sebesar
53,3%. Di Kalimantan Selatan, dengan jumlah penduduk kota 1.347.527 yang
tersebar di 11 kota, cakupan yang terlayani oleh adanya pelayanan pemerintah
dalam pengelolaan sampah hanya 550.017 jiwa atau 40,8% (Bappenas, 2002).
Oleh sebab itu, banyak kota-kota besar melakukan incineration atau
pembakaran, yang menjadi alternatif dalam pembuangan sampah. Sementara itu,
permasalahan yang dihadapi untuk proses ini adalah biaya pembakaran lebih mahal
dibandingkan dengan sistem pembuangan akhir (sanitary landfill). Apabila sampah
ini digunakan untuk pertanian dalam jumlah yang besar, maka akan menimbulkan
masalah karena mengandung logam berat (Ross 1994). Sampah boleh
dikategorikan kepada dua, yaitu sampah domestik dan sampah bukan domestik
(Ridwan Lubis 1994). Sampah domestik adalah bahan-bahan buangan yang
dibuang dari rumah atau dapur. Contohnya ialah pakaian lama atau buruk, botol,
kaca, kertas, beg plastik, tin aluminium dan juga sisa makanan. Sampah bukan
domestik pula ialah bahan-bahan buangan yang dihasilkan dari industri,
perusahaan, pasar, dan pejabat. Bahan-bahan buangan ini terdiri daripada berbagai
jenis termasuk sisa jualan, sisa pembungkusan dan sisa daripada proses
penghilangan.
Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah
sampah, pasti yang terlintas dalam benak adalah setumpuk limbah yang
menimbulkan aroma bau busuk yang sangat menyengat. Sampah diartikan sebagai
material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah
adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang tidak mempunyai nilai guna dan
cenderung merusak. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-
proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak
(wikipedia).
Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang
dibuang karena sudah tidak berguna.Sehingga bukan semua benda padat yang
tidak digunakan dan dibuang disebut sampah,misalnya benda-benda alam,benda-
benda yang keluar dari bumi akibat gunung meletus,banjir,pohon dihutan yang
tumbang akibat angin ribut,dan sebagainya.Dengan demikian sampah mengandung
prinsip-prinsip antara lain, adanya suatu benda atau benda padat,adanya hubungan
langsung atau tidak langsung dengan kegiatan manusia,dan benda atau bahan
tersebut tidak dipakai lagi.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi yitu fase padat, cair, atau gas.
Ketika dilepaskan dalam dua fase yaitu cair dan gas, terutama gas, sampah dapat
dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Bila sampah masuk
ke dalam lingkungan (ke air, ke udara dan ke tanah) maka kualitas lingkungan akan
menurun. Peristiwa masuknya sampah ke lingkungan inilah yang dikenal sebagai
pencemaran.
Berdasarkan sumbernya sampah terbagi menjadi sampah alam, sampah
manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri, dan sampah
pertambangan. Sedangkan berdasarkan sifatnya sampah dibagi menjadi dua yaitu
1) sampah organik atau sampah yang dapat diurai (degradable) contohnya daun-
daunan, sayuran, sampah dapur dll, 2) sampah anorganik atau sampah yang tidak
terurai (undegradable) contohnya plastik, botol, kaleng dll.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas
industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-
kira mirip dengan jumlah konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari pada
laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan sampah semakin menumpuk .
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan
menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi
penduduk kota apalagi daerah di sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung
dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai
penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan
dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh
terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang
ke sungai.
Selain penumpukan di tempat pembuangan sementara (TPS), sampah pun
akan semakin meningkat jumlah nya di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan
semakin bertumpuknya sampah di TPA-TPA, akan lebih berpeluang menimbulkan
bencana seperti yang terjadi di salah satu TPA yang ada di Banjarmasin beberapa
tahun lalu. Bencana longsong yang terjadi di TPA tersebut terjadi karena adanya
akumulasi panas dalam tumpukan sampah yang pada akhirnya menimbulkan
ledakan yang sangat hebat. Karena ledakan inilah maka sampah-sampah tersebut
longsor dan menimbun puluhan rumah serta pemiliknya. Tak kurang dari 100 orang
meninggal karena peristiwa ini. Dari kejadian tersebut kita harus berfikir keras
bagaimana agar bencana serupa tidak trjadi di TPA-TPA yang lainnya.
Selain dampak yang telah disebutkan tadi, secara tidak langsung sampah yang
menumpuk akan berpengaruh pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan
temperatur bumi atau yang lebih dikenal dengan istilah pemanasan global. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan
gas-gas rumah kaca seperti uap air, karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan
dinitrooksida (N2O). Dari tumpukan sampah ini akan dihasilkan ber ton-ton gas
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas metana (CH4) dapat dirubah menjadi
sumber energi yang akhirnya bisa bermanfaat bagi manusia. Sedangkan untuk gas
karbondioksida (CO2), sampai saat ini belum ada pemanfaatan yang signifikan.
Akan tetapi proses perubahan gas metana (CH4) menjadi energi tetap saja
menghadapi kendala diantaranya adalah kurangnya prospek dari segi ekonomi,
yang akhirnya membuat perkembangannya masih tetap jalan ditempat dan entah
kapan akan maju. Akibatnya gas metana (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan
sampah hanya dapat dibiarkan saja mengapung keudara tanpa bisa dimanfaatkan.
Gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di TPA-TPA pun tidak hanya berasal dari
penumpukan sampah-sampah saja. Tetapi berasala juga dari pembakaran-
pembakaran sampah plastik yang di lakukan oleh pemulung. Para pemulung ini
membakar sampah plastik untuk lebih memudahkan dalam memilih sampah-sampah
yang tidak bisa dibakar seperti besi. Padahal dengan pembakaran ini akan sangat
merugikan terutama bagi kesehatan masyarakat disekitar tempat pembakaran.
Besarnya gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran tentu saja
akan semakin meningkatkan temperatur di permukaan bumi ini. selain itu abu dari
sisa pembakaran sampah akan menimbulkan gangguan pernafasan pada
masyarakat.
Selain menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah besar,
pembakaran sampah akan menghasilkan senyawa yang disebut dioksin. Dioksin
adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun
yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama.
Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo
Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c)
Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB). Racun udara dioksin akan berbahaya
pada gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker, perubahan hormon, dan
pertumbuhan yang abnormal. Dengan demikian pengurangan sampah dengan
pembakaran harus dihindari.
Sampah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tak berharga.
Meski setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah, manusia pula yang paling
menghindari sampah. Selama ini sampah dikelola dengan konsep buang begitu saja
(open dumping), buang bakar (dengan incenerator atau dibakar begitu saja), gali
tutup (sanitary landfill), ternyata tidak memberikan solusi yang baik, apalagi jika
pelaksanaannya tidak disiplin.Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pada
akhirnya warga menolak kehadiran TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah).
Penyebab banjir umumnya sampah organik, plastik atau kaleng-kaleng yang
sulit terurai.Sampah-sampah jenis ini juga perlu mendapat perhatian kita untuk di
daur ulang.Dalam konteks inilah, perlu dicari solusi penanganan sampah kota yang
tepat, yang mampu mengeliminir menumpuknya timbunan sampah, sampai
mencapai taraf zero waste. Tidak akan ada lagi cerita tentang menumpuknya
sampah di TPA atau di pinggir jalan atau dikali/selokan yang mengganggu aliran air.
Menurut Emha Training Center (2005), jenis dan komposisi sampah di
perkotaan terdiri dari sampah organik sebanyak 65%, sampah kertas dan plastik
masing-masing 10%, kaca dan logam masing-masing 2% dari total sampah yang
diproduksi setiap harinya.
Sampah merupakan sebuah pemandangan umum bagi masyarakat
perkotaan.Sayangnya pemandangan umum “sampah” tidak membawa guna yang
baik bagi kalangan masyarakat.Sampah alih-alih membawa guna malah membawa
dampak negatif khususnya bagi lingkungan maupun sebagai penyebab timbulnya
berbagai penyakit. Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai
(pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi
beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing
yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan antara lain Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena
virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.Penyakit
jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). Penyakit yang dapat menyebar
melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang
dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam
pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
Tak hanya sampai disitu dampak yang ditimbulkan sampah.Sampah juga
memberikan sumbangsih yang besar terhadap keadaan sosial dan ekonomi antara
lain, Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan
yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.Memberikan dampak negatif
terhadap kepariwisataan.Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya
pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara
tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).Pembuangan sampah
padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi
fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana
penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang
sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki.
Lingkungan lah yang mendapat porsi besar kerugian yang ditimbulkan oleh
sampah seperti, Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
Sampah-Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya.
Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik
jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta
sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit.
Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah,
tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan
kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986).
Ada beberapa cara pengurangan sampah yang lebih baik dari pembakaran
yaitu seperti yang diterangkan dalam web wahli. Ada empat prinsip yang dapat
digunakan dalam menangani masalah sampah ini. Ke empat prinsip tersebut lebih
dikenal dengan nama 4R yang meliputi:
1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau
material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material,
semakin banyak sampah yang dihasilkan.
2. Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa
dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali
pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang
sebelum ia menjadi sampah.
3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak
berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang,
namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga
yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah
barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih
tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih
ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang
bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini
tidak bisa didegradasi secara alami.
Sedangkan menurut Syahputra pola yang dapat dipakai dalam
penanggulangan sampah meliputi Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting
(3RC) yang merupakan dasar dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce
(mengurangi sampah) atau disebut juga precycling merupakan langkah pertama
untuk mencegah penimbunan sampah.
Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah
dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja
barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari
majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik.
Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan, bukan berarti
menghina.
Recycle (mendaur ulang) juga sering disebut mendapatkan kembali
sumberdaya (resource recovery), khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur
ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-
barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas,
alumunium, gelas dan plastik. Langkah utama dari mendaur ulang ialah memisahkar
sampah yang sejenis dalam satu kelompok.
Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi
organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain.
Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen,
fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman.
Di Jakarta, pembuatan kompos dilakukan dengan menggunakan sampah organik
Tentunya cari ini akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran.
Karena selain mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi volume gas
karbondioksida (CO2 ) yang dihasilkan, cara ini tidak mempunyai efek samping baik
bagi masyarakat ataupun lingkungan. Seperti kata pepatah pencegahan penyakit
akan lebih baik dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam
strategi penanganan sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari
pada mengolah atau memusnakan sampah. Karena bagaimanapun mengolah atau
memusnahkan sampah pasti akan menghasilkan jenis sampah baru yang mungkin
saja lebih berbahaya dari sampah yang dimusnahkan.
Akan tetapi jika kita meninjau sampah menjadi dua kategori yaitu sampah
organik dan sampah an-organik. Sampah an-organik terbagi lagi menjadi sampah
plastik, kertas dan logam yang dapat didaur ulang menjadi bahan baku industri dan
memilki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sampah organik penyebab timbulnya bau
busuk dapat di daur ulang menjadi kompos yang sangat bermanfaat bagi lahan
pertanian dalam arti luas dan bahkan ex galian pertambangan dengan teknik yang
sangat mudah dan sederhana. Kompos berfungsi meningkatkan Daya Cengkam Air
Tanah (Water Holding Capasity) selain kesuburan biologi, kimia dan phisik tanah.
Semakin banyak kompos digunakan di Daerah Aliran Sungai maka Air yang
di”pegang”tanah akan semakin banyak. Tanah yang semakin subur menghasilkan
tanaman yang semakin sehat, berarti dapat menahan air lebih banyak lagi.
Penghijauan di bantaran kali dan Daerah Aliran Sungai akan semakin berhasil
dengan kompos ini.
Sedangkan untuk sampah lainnya seperti bekas baju, karet,
pempers,pembalut wanita dll. yang tidak dapat didaur ulang dapat dibakar
denganmenggunakan incenerator, arangnya dapat digunakan sebagai campuran
kompos yang dapat menyerap unsur logam berat yang dikatagorikan sebagai limbah
toxic. Dengan demikian zero waste dapat dicapai.Sisa saringan yang tidak dapat
digunakan yang jumlahnya sekitar 5-10 %.
Setiap sampah organik yang dibuang ke sungai dapat mengalami pelapukan
walaupun dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu dapat menyebabkan
penyumbatan kali, sungai, selokan ataupun gorong-gorong.Bahan organik yang
melapuk didasar sungai dapat mengakibatkan pendangkalan dan menyebabkan
COD (Chemicals Oxygen Demand) semakin tinggi sejalan dengan peningkatan BOD
(Biology Oxigen Demand). Ambang batas yang aman adalah COD < 30 ppm dan
BOD < 30 ppm.Di tingkat estuarin (perairan pesisir), menurut : Wirosardjono, 1974
vide Salmin, LIPI, 2005 parameter yang digunakan adalah DO (Dissolved Oxygen)
dan BOD sbb.Sedangkan sampah an-organik dapat mengakibatkan sungai menjadi
kotor dan tersumbat karena memang bahan bahan ini tidak dapat lapuk. Akibat
penyumbatan dan pendangkalan tersebut, banjir lebih mudah atau cepat terjadi.
Model sehubungan dengan model penempatan secara terpilah menjadi
empat model antara lain,model pertama yaitu Pemilahan satu atau beberapa jenis
sampah an-organik pada tingkat rumah tangga atau kawasan komersial. Model ini
fokus pada pemilahan sampah an-organik seperti botol PET, plastik jenis lain,
logam, kertas, dan lain-lain, ini mempertimbangkan bahwa sampah yang terpilah
akan dikirim ke pabrik daur ulang yang sudah ada pada lokasi yang terdekat. Model
ini mudah dilakukan yaitu dengan menyiapkan kantong atau wadah untuk
menampungnya. Pemerintah kabupaten/kota perlu memperkenalkan secara jelas
bagaimana pemilahan sampah dilakukan.
Model kedua yaitu Pemilahan sampah organik dari sisa makanan untuk
komposting di kawasan perumahan atau komersial. Model ini fokus pada pemilahan
sampah organik sisa makanan untuk dikumpulkan pada wadah dan dikirim ke
tempat pengomposan atau pengomposan pada skala rumah tangga.Penting untuk
diketahui bahwa harus disediakan wadah tertutup untuk mengumpulkan sampah
organik sisa makanan untuk mencegah serangga dan binatang lainnya. Perlu
melakukan pengangkutan sampah jenis ini lebih sering, karena sampah ini mudah
membusuk. Sehingga perlu dijaga keteraturan frekuensi pengangkutan sampah
organik sisa makanan ini jika kita menginginkan bahan baku kompos yang masih
segar. Pemerintah kabupaten/kota perlu memperkenalkan jenis sampah organik
yang harus dipilah untuk pembuatan kompos dan bagaimana cara memilahnya.Perlu
juga diperhatikan bahwa sekalipun di berbagai kota sampah organik sangat
mendominasi tetapi pada dasarnya sampah organik yang bagus untuk kompos
sangatlah terbatas ketersediaannya. Sehingga perlu opsi lain dalam
pengolahan sampah organik ini, misalnya makanan ternak atau pengolahan gas
metan (methanetion).
Model Ketiga yaitu Pemilahan satu atau beberapa sampah an-organik dan
sampah organik sisa makanan pada perumahan atau kawasan komersial. Model ini
dilakukan dengan penyediaan wadah untuk menampung satu atau beberapa
sampah anorganik dan sampah organik sisa makanan, misalnya dapat dipilah ke
dalam satu wadah untuk sampah an-organik dan satu wadah untuk sampah organik
sisa makanan. Pada level pemilahan lebih lanjut, ini dapat dipilah kedalam beberapa
wadah jenis sampah an-organik (plastik, kertas, logam, dan lain-lain) dan 1 wadah
untuk sampah organik sisa makanan. Sekalipun ini agak rumit, tetapi menjadi mudah
apabila mampu menjaga konsistensi perilaku memilah sebagai gaya hidup.
Model Keempat yaitu Pemilahan satu atau beberapa sampah an-organik
pada TPS (atau tempat publik lain untuk pemilahan). Model ini menyediakan wadah
atau beberapa wadah untuk mengumpulkan sampah an-organik pada TPS. Misalnya
ketika tingkat rumah tangga telah memilah sampah anorganik pada 1 wadah maka
tahap berikutnya pemerintah kabupaten/kota harus memfasilitasi wadah terpisah
juga untuk penampungan sampah an-organik (botol PET, plastik jenis lain, kaca,
logam dll) secara terpilah pada TPS. Jika kita bermaksud menggunakan model ini
maka perlu prasyarat.
10
Metode pemilihan sampah mempunyai panduan seperti menyiapkan fasilitas
untuk mengumpulkan sampah an-organik yang terpilah dari rumah tangga atau
kawasan komersial. Maksudnya bahwa model ini membutuhkan persyaratan khusus
untuk mempertahankan kondisi sampah an-organik yang terpilah agar tidak
terkontaminasi oleh jenis sampah lain ketika dikirim ke TPS.Di dalam menentukan
model yang akan dipilih, harus dikembangkan metode praktis yang telah teruji di
beberapa kota dan atau di kota yang bersangkutan dengan mempertimbangkannya
sebagai bentuk pengelolaan sampah yang efektif, di samping mempertimbangkan
beban rumah tangga, beban pengumpulan, ramah lingkungan dan kestabilan,
sehingga secara rasional kota dapat memulai untuk menerapkan aktivitas daur ulang
dari hal-hal sederhana yang mudah.
Dalam rangka pembangunan kesehatan,petugas kesehatan merupakan urat
nadi dari proses pembangunan itu sendiri.Banyaknya petugas kesehatan serta
layanan kesehatan ternyata belum cukup mampu memberikan pelayanan prima
(primary health care).Padahal petrugas kesehatan sebagai lini depan pembangunan
kesehatan sangat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di
seluruh wilayah Indonesia.
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan
kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan
masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan
komunikasi, edukasi, dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang
disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan
mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan
perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan
masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada
waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat
menuju hidup bersih dan sehat. Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat
yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk
mencegah penyakit menular yang lain melalui pengadopsian perubahan perilaku
oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan
dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan
informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan
Sejahtera).
Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga
kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi
sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera. Untuk menilai
keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat
telah dipilih empat indicator yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air
bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi
dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM).
Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah
dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi
dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian
kualitas lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang
berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih,
jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor.
Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan menjalankan kegiatan yang dilaksanakan
meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit,
pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Hotel, Terminal), tempat
pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya.
Sebenarnya banyaknya jumlah tenaga kesehatan harus diimbangi dengan
kinerja optimal dari tenaga kesehatan itu sendiri.Sehingga tidak hanya terkukung
dalam sebuah program yang penuh dengan angan-angan tanpa hasil konkrit dari
banyaknya program-program “Indah” pemerintah.Dan pada akhirnya masyarakat
pun mampu melihat dan merasakan betapa pentingnya kesadaran untuk hidup
bersih demi sebuah kehidupan yang bebas dari penyakit.
Dengan demikian masalah sampah dewasa ini adalah masalah yang
universal, sehingga memang perlu adanya regulasi yang disepakati semua negara
tentang peraturan dan prosedur pengelolaan sampah. Bahkan bukan hanya regulasi
tersebut di atas saja, namun tehnik pengelolaan dan fasilitas untuk pembuangan
sampahpun kini harus pula dikembangkan menurut tehnik yang aman.
Keseriusan semua pihak atau negara dalam mengatur sampah ini memang
cukup beralasan, karena menurut data statistik yang dihimpun negara-negara
pendukung Basel Convention menggambarkan bahwa selama Th 2001 masyarakat
Eropa telah membuang sampah sebanyak 338 juta ton . Masih pada tahun yang
sama Organizaton Economic Co-operation and Development ( O E C D )
melaporkan bahwa sebanyak 4 milyar ton sampah telah dibuang ke laut yang
berasal dari negara-negara anggota OECD tersebut..Sedangkan menurut data
terbaru, rata-rata jumlah sampah yang dibuang masyarakat dunia per orang atau
pertahun adalah sebanyak 572, 5 Kg.
Kepedulian semua pihak terhadap pencemaran sampah ( zat buang ) dan
pengelolaan sampah dewasa ini telah meningkat tajam terutama dalam hal
penyelamatan lingkungan global. Hal ini disebabkan karena daya dukung alam
( sustain ability ) telah terancam dengan adanya laju pencemaran dan kerusakan
lingkungan, pengambilan sumber daya alam yang menunjukan skala dil luartakaran
umum. Ditambah lagi dengan timbulnya pencemaran udara, pengumpulan dan
penyebaran zat buang yang beracun, kerusakan dan penebangan hutan, tanah dan
air, kerusakan lapisan ozon, emisi gas rumah kaca yang mengancam hidup manusia
dan ribuan species organisma lainnya, kelestarian alam dengan keanekaragaman
hayati serta kelestarian alam sebagai warisan generasi mendatang.
Memperhatikan kenyataan tersebut di atas maka permasalahan sampah
adalah permasalahan yang serius untuk setiap negara. Terlebih – lebih dengan
anggaran yang tidak sedikit untuk menmangani masalah tersebut. Meskipun
demikian anggaran yang tinggi tersebut memang harus di belanjakan demi unsur
hiegenis masyarakat yang membutuhkannya. Sebenarnya biaya pengelolaan
tersebut setidak-tidaknya dapat dihemat bila kita mengkonsep terlebih dahulu sistim
pengumpulan sampah yang efisien yang meliputi rute, alat transportasi dan peran
masyarakat.
Dalam hal penyediaan anggaran jangan dikesampingkan pula biaya untuk
tempat pengolahan dan pembuangan sampah yang tepat , yang tidak banyak
dikeluhkan oleh berbagai pihak karena dampak dari bising, debu, bau dan lain
sebagainya.Namun yang jelas dengan diterapkan manajemen pengeleloan sampah
dari mulai pengumpulan dan pengolahan sampah akan menyedot tenaga kerja yang
tidak sedikit. Terutama tenaga kerja informal seperti pemulung dan lain sebagainya
yang memisahkan pecahan kaca, kaleng, plastik dari masa sampah yang
menumpuk.
Hal ini tentunya bisa meningkatkan pendapatan ekonomi terhadap mereka.
Sehingga anggaran biaya negara untuk penciptaan padat karya juga bisa
dihemat.Apabila konsep pengelolaan sampah telah tertata rapi, maka sampah dan
zat buang lainnya tentunya tidak membawa dampak serius. Sebab penanganan
yang tidak serius tentu saja akan mengakibatkan wabah suatu penyakit yang akan
menyengsarakan masyarakat dan akhirnya akan membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
Untuk mendorong masyarakat yang mendukung terhadap program pemilahan
sampah dengan benar dan berkelanjutan, penting menciptakan kemitraan untuk
menerapkan program tersebut, sekaligus sebagai wahana pertukaran informasi yang
melibatkan pemerintah, pihak swasta dan masyarakat (LSM, perguruan tinggi dan
kelompok konsumen). Misalnya, pihak swasta hendaknya berkemauan untuk
menurunkan jumlah timbulan sampah melalui proses daur ulang dan pemanfaatan
kembali. Pihak swasta hendaknya tidak mengembangkan produk yang sulit diproses
tersebut dikemudian hari (didaur ulang atau digunakan kembali). Sebagai tambahan,
pihak swasta hendaknya bekerjasama dengan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam inisiatif program 3 R.
Prinsip-prinsip dasar yang dirujuk pada proses penyusunan perencanaan
sebuah program daur ulang ini adalah harus menjadi pusat pelayanan yang
berorientasi pada pelayanan publik dengan kriteria yang dapat dievaluasi.
Sebagaimana halnya pusat pelayanan publik yang lain, program daur ulang ini harus
stabil, konsisten, dapat diprediksi, berkeadilan, efisien, auditable dan ramah
lingkungan.
Upaya mengatasi permasalahan perkotaan yang sedemikian pelik haruslah
tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini kita menyadari bahwa kita telah
terlanjur pada pilihan pembangunan perkotaan yang kurang tepat. Dengan adanya
konsep pembangunan berkelanjutan maka selayaknya Indonesia tidak harus
mengikuti pola dari negara-negara maju. Kalaupun bukan yang pertama Indonesia
dapat menerapkan konsep pembangunan perkotaan berkelanjutan secara cerdas,
holistik, inovatif dan partisipatif. Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan
mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan
misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis
ekologis, kampanye hemat energi dan energi alternative terbarukan, serta
mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan, seperti
sewerage system dan TPA berbasis usaha komunal (dengan memanpaatkan
sampah sebagai bahan baku produksi lanjutan, misalnya pupuk organic basis
sampah kota). Sedangkan dalam tataran pelaksanaan, strategi yang ditempuh
adalah dengan pengembangan sistem penaatan, baik dalam koridor penegakan
hukum dan HAM maupun dengan cara persuasif inklusif (incentive mechanism).
Penaatan norma lingkungan hidup dalam kerangka supremasi hukum dilakukan
secara komprehensif, yaitu dengan konsisten menjalankan UU No.18 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Sampah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip 3P;
peningkatan pendayagunaan aparat (PPNS), prasarana dan sarana penegakan
hukum lingkungan; serta pengembangan Jejaring Penegakan Hukum Lingkungan.
Seiring dengan peningkatan dan pengembangan penegakan hukum
lingkungan maka, Kementerian Lingkungan Hidup telah menawarkan langkah
inovatif melalui berbagai program. Dua program unggulan KLH, yaitu Langit Biru dan
ADIPURA merupakan upaya strategis untuk mewujudkan lingkungan perkotaan
yang berkualitas baik, sehat dan berkelanjutan. Program Langit Biru yang antara lain
dilaksanakan melalui penggunaan bahan bakar dan penggunaan kendaraan yang
berteknologi ramah lingkungan perlu diperluas dan didukung oleh semua pihak.
Upaya yang dimaksudkan untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik (Better
Air Quality) tersebut sungguh sangat nyata manfaatnya, karena dapat mengurangi
dampak serius bagi kualitas / kesehatan manusia seperti menurunnya IQ, gejala
autis dan anemia, kemandulan/keguguran dan agresivitas remaja. Tidak kurang
pentingnya adalah peningkatan perhatian terhadap masalah kebisingan, karena
secara nyata juga telah menimbulkan gangguan kejiwaan yang serius. Namun
usaha tidak sampai disitu saja, perlu upaya yang lebih serius dan Pengelolaan pola
berkelanjutan (berwawasan lingkungan).
Awal abad XXI ini persoalan lingkungan telah bertambah semakin rumit.
Persoalan lama masih banyak yang belum berhasil diselesaikan seperti
sampah/MSW dan bencana alam yang telah menimbulkan dampak lingkungan,
namun isu-isu baru (emerging issue) telah muncul, antara lain persoalan e-waste, B-
3 dan perubahan iklim yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia.
Persoalan-persoalan baru tersebut telah menambah kerumitan permasalahan di
kawasan perkotaan, karena sebagian besar sumbernya justru di wilayah perkotaan.
Tuntutan hidup di perkotaan telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan
menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta
konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak
negatip serius bagi kehidupan umat manusia. Upaya untuk mewujudkan clean land,
clean water dan clean air di daerah perkotaan perlu terus dilakukan, karena kualitas
lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia.
Salah satu hasil kajian menunjukkan bahwa akibat lingkungan yang buruk,
masyarakat miskin Indonesia terpaksa harus membelanjakan dana yang sangat
besar (sekitar 43 triliun rupiah) untuk biaya pengobatan yang semestinya dapat di
dayagunakan untuk keperluan yang lebih produktip dan bermanfaat langsung bagi
peningkatan kualitas kehidupannya.
Maka diperlukan juga terobosan yang mutakhir untuk menangani peliknya
masalah sampah ini antara lain, Perlu sosialisasi extra full kepada masyarakat
tentang perlunya perubahan paradigma tentang kelola sampah, olah sampah dari
hulu (Rumah Tangga), hal ini yang paling rumit diantara rentetan pengolahan
sampah,Pemerintah perlu atau diharapkan memberi subsidi kepada masyarakat hal
pengadaan kantung sampah kresek berwarna (3 warna: Kuning untuk sampah
anorganik, hijau untuk sampah organic dan Merah untuk sampah beracun), atau
minimal 2 warna: Kuning untuk sampah anorganik, hijau untuk sampah organic,
dengan merubah perda tentang penggunaan system ini. Yang mengacu pada
UU.No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,Segera pemerintah Kab/Kota
membuat atau merevisi perda tentang sampah. Karena sampai saat ini hampir
belum ada (kurang) perda Kab/Kota yang mengacu pada UU.No.18 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Sampah. Sesuai riset/empiris penulis dibeberapa kab/kota di
Indonesia,Pemerintah harus melibatkan langsung masyarakat dalam Pengelolaan
sampah (Basis Komunal) di TPS, dengan pola Inti-Plasma (Inti di TPA dan Plasma
di TPS), misalnya produksi pupuk kompos/organic basis sampah,Pemerintah dalam
sosialisasi dan aplikasi Go Green, perlu melibatkan perusahaan yang geliat dibidang
Pengelolaan Sampah/Lingkungan bersama Penyuluh Lapang, dan agar bisa tercipta
atau aplikasi langsung Pengelolaan Sampah/Lingkungan berbasis entrepreneur di
tengah masyarakat, baik kota maupun pedesaan.
Untuk mencapai hal tersebut, maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang
tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin
perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Pola pengelolaan
sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari
berbagai elemen (instansi pemerintah, Desa, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan
komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan
subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan
lingkungan bersih, sehat, asri, lestari dan aman. Disamping itu juga perlu aspek legal
untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi
menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Marilah kita
biasakan membuang sampah pada tempatnya dan menjaga lingkungan kita menjadi
bersih dan sehat.
Top Related