31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Bapak Aji merupakan wajib pajak orang pribadi yang sesuai dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Bapak Aji ini adalah seorang usahawan yang
mempunyai usaha di bidang perdagangan eceran khusus barang- barang logam
untuk bahan konstruksi. Berdasarkan kegiatan usaha yang dilakukan tersebut,
Bapak Aji mempunyai kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi terkait
pelaporan, penyetoran, serta penghitugan pemotongan dan pemungutan pajak
penghasilan yaitu PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 4 ayat 2.
4.2 Penghitungan Pajak Terutang Bapak Aji
Jika Bapak Aji menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
sebelum menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 per Juli 2013,
maka Bapak Aji dikenakan PPh Pasal 25. Untuk besaran norma yaitu sebesar 30%
berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dan wilayah tempat usahanya.
Berikut rincian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang sesuai dengan usaha
Bapak Aji :
32
Tabel 4.1
Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak Bapak Aji
Tarif Kategori Kode Keterangan
G 52
PERDAGANGAN ECERAN KHUSUS
BAHAN KONSTRUKSI DI DALAM
BANGUNAN
30%
52342
Perdagangan eceran khusus barang-
barang logam untuk bahan konstruksi
di dalam bangunan.
Kelompok ini mencakup usaha
perdagangan eceran khusus bahan-bahan
logam untuk bahan konstruksi di dalam
bangunan seperti : pipa besi/baja, kawat
tali, kawat nyamuk, paku, mur/baut,
engsel, gerendel, kunci, anak kunci, tangki
air, menara air, rolling door, awning, dan
seng lembaran.
Sumber : (KEP-34/PJ/2003)
33
Dan berikut adalah rincian omzet atau peredaran bruto Bapak Aji selama
tahun 2013-2015:
Tabel 4.2
Omzet Bapak Aji
Selama Januari-Desember Tahun 2013-2015
(dalam rupiah)
NO BULAN
OMZET
2013 2014 2015
1 JANUARI 39.025.000 13.050.000 13.702.500
2 FEBRUARI 38.548.000 14.111.000 14.816.550
3 MARET 36.980.000 11.529.000 12.105.450
4 APRIL 38.725.000 11.555.300 12.133.065
5 MEI 40.785.000 13.424.300 14.095.515
6 JUNI 38.852.000 12.444.600 13.066.830
7 JULI 18.072.133 10.225.700 10.736.985
8 AGUSTUS 18.433.800 10.824.200 11.365.410
9 SEPTEMBER 23.275.000 15.776.300 16.565.115
10 OKTOBER 20.195.000 12.332.250 12.948.862
11 NOVEMBER 19.500.000 11.445.000 12.017.250
12 DESEMBER 20.746.667 13.130.250 13.786.762
JUMLAH 353.137.600 149.847.900 157.340.294
Sumber : Kantor Konsultan CV. Pakar Penata Usaha, 2016
34
4.2.1 Penghitungan Pajak Terutang Tahun 2013
a. Penghitungan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Berikut adalah penghitungan Pajak Terutang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yakni :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran bruto
= 30% x Rp 353.137.600
= Rp 105.941.280
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp 105.941.280– Rp 30.375.000
= Rp 75.566.280
Pembulatan = Rp 75.566.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 50.000.000 x 5%
= Rp 2.500.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 15%
= Rp 25.566.000 x 15%
= Rp 3.833.400
35
Total Pajak Terutang = Rp 2.500.000 + Rp 3.833.400
tahun 2013 = Rp 6.333.400
Jika pada tahun 2013 Bapak Aji menggunakan
Penghitungan berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(NPPN) maka PPh terutangnya sebesar Rp 6.333.400.
b. Penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013
Berikut adalah penghitungan Pajak Terutang menggunakan PP No
46 Tahun 2013 yakni :
Pajak Terutang = Omzet x Tarif 1%
Dimana, Omzet = Peredaran Bruto yang diterima oleh Bapak
Aji atau pelaku UMKM per bulan.
Berikut penghitungan pajak terutang tahun 2013 berdasarkan
PP No. 46 tahun 2013 :
Pajak Terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 353.137.600 x 1%
= Rp 3.531.376
Jika pada tahun 2013 Bapak Aji menggunakan
Penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 maka PPh terutangnya sebesar Rp 3.531.376.
36
c. Penghitungan Sesuai Peraturan Yang Berlaku
Berikut penghitungan setelah adanya peraturan baru yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 berlaku sejak 1 Juli
2013 :
Tabel 4.3
Omzet Bapak Aji
Selama Januari-Juni Tahun 2013
(dalam rupiah)
NO BULAN OMZET
1 JANUARI 39.025.000
2 FEBRUARI 38.548.000
3 MARET 36.980.000
4 APRIL 38.725.000
5 MEI 40.785.000
6 JUNI 38.852.000
JUMLAH 232.915.000
Sumber : Kantor Konsultan CV. Pakar Penata Usaha, 2016
Maka pada bulan januari-juni tahun 2013 penghitungan Pajak
Terutang yaitu menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN) sebagai berikut :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran bruto
= 30% x Rp 232.915.000
= Rp 69.874.500
37
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp 69.874.500 – Rp 30.375.000
= Rp 39.499.500
Pembulatan = Rp 39.499.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 39.499.000 x 5%
= Rp 1.974.950
Jadi pajak terutang pada bulan Januari-Juni tahun 2013
sebesar Rp 1.974.950. Sebelum peraturan baru berlaku tarif pajak
penghasilan ini bersifat tidak final. Surat Pemberitahuan (SPT)
yang digunanakan adalah SPT formulir 1770, jika menggunakan
penghitungan diatas maka tercantum pada SPT lembar pertama
yaitu SPT Induk yang berisi rincian penghitungan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Bapak Aji.
Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 maka pada bulan Juli-Desember tahun 2013 penghitungannya
sebagai berikut :
38
Tabel 4.4
Omzet Bapak Aji
Selama Juli-Desember Tahun 2013
(dalam rupiah)
NO BULAN OMZET
7 JULI 18.072.133
8 AGUSTUS 18.433.800
9 SEPTEMBER 23.275.000
10 OKTOBER 20.195.000
11 NOVEMBER 19.500.000
12 DESEMBER 20.746.667
JUMLAH 120.222.600
Sumber : Kantor Konsultan CV. Pakar Penata Usaha, 2016
Pajak Terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 120.222.600 x 1%
= Rp 1.202.226
Jadi pajak terutang pada bulan juli-desember tahun 2013
sebesar Rp 1.202.226. Sesudah peraturan baru berlaku tarif
pajak penghasilan ini bersifat final. Surat Pemberitahuan
(SPT) yang digunakan adalah SPT formulir 1770, jika
menggunakan penghitungan diatas maka tercantum pada
SPT lembar ketiga lampiran-III bagian A kolom nomor 16
yang berisi penghasilan lain yang dikenakan pajak final
39
dan/atau bersifat final Bapak Aji. Maka pajak terutang
Bapak Aji tahun 2013 yang sudah sesuai dengan peraturan
berlaku adalah sebesar Rp 1.974.950 + Rp 1.202.226 = Rp
3.177.176.
4.2.2 Penghitungan Pajak Terutang Tahun 2014
a. Penghitungan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Berikut adalah penghitungan Pajak Terutang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yakni :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran bruto
= 30% x Rp 149.847.900
= Rp 44.954.370
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp 44.954.370 – Rp 30.375.000
= Rp 14.579.370
Pembulatan = Rp 14.579.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 14.579.000 x 5%
= Rp 728.950
40
Jika pada tahun 2014 Bapak Aji menggunakan
penghitungan berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(NPPN) maka PPh terutangnya sebesar Rp 728.950 bersifat tidak
final.
b. Penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013
Pada tahun 2014 penghitungan pajak terutang sesuai peraturan
yang berlaku yaitu menggunakan PP Nomor 46 Tahun 2013
sebagai berikut :
Pajak Terutang = Omzet x Tarif 1%
Dimana, Omzet = Peredaran Bruto yang diterima oleh Bapak
Aji atau pelaku UMKM per bulan.
Pajak Terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 149.847.900 x 1%
= Rp 1.498.479
Jadi pada tahun 2014 Bapak Aji telah menggunakan
penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 maka PPh terutangnya sebesar Rp 1.498.479 bersifat final.
41
4.2.3 Penghitungan Pajak Terutang Tahun 2015
a. Penghitungan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Berikut adalah penghitungan Pajak Terutang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yakni :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran bruto
= 30% x Rp 157.340.294
= Rp 47.202.088
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp 47.202.088 – Rp 30.375.000
= Rp 16.827.088
Pembulatan = Rp 16.827.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 16.827.000 x 5%
= Rp 841.350
Tetapi pada tahun 2015 terjadi adanya perubahan kenaikan
PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak ), maka penghitungannya
sebagai berikut :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran bruto
42
= 30% x Rp 157.340.294
= Rp 47.202.088
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp 47.202.088 – Rp 45.000.000
= Rp 2.202.088
Pembulatan = Rp 2.202.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
( Ps 17 UU PPh) = Rp 2.202.000 x 5%
= Rp 110.100
Jadi jika pada tahun 2014 Bapak Aji menggunakan
Penghitungan berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(NPPN) maka PPh terutangnya sebesar Rp 110.100 bersifat tidak
final.
b. Penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013
Pada tahun 2015 penghitungan pajak terutang sesuai peraturan
yang berlaku yaitu menggunakan PP Nomor 46 Tahun 2013
sebagai berikut :
43
Pajak Terutang = Omzet x Tarif 1%
Dimana, Omzet = Peredaran Bruto yang diterima oleh Bapak
Aji atau pelaku UMKM per bulan.
Pajak Terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 157.340.294 x 1%
= Rp 1.573.403
Jadi pada tahun 2015 Bapak Aji telah menggunakan
penghitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 maka PPh terutangnya sebesar Rp 1.573.403 bersifat final.
4.2.4 Perbandingan PPh Terutang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Dengan adanya perbandingan penghitungan pajak terutang
menggunakan NPPN dan PP 46 maka akan lebih terlihat lebih
besar atau lebih kecil pajak terutang yang dihasilkan.
4.2.4.1 Perbandingan Pajak Terutang menggunakan NPPN dan
menggunakan PP 46 Pada Tahun 2013 Sesuai Peraturan
Berlaku
Berikut perbandingannya saat peraturan diberlakukan per Juli
2013 adalah :
44
Tabel 4.5
Perbandingan PPh Terutang (NPPN) dan PPh Final 1% (PP 46)
Tahun 2013
Sesuai Peraturan Berlaku
(dalam rupiah)
Tahun
PPh Terutang
(NPPN)
PPh Terutang
Final 1%
(PP 46)
PPh Terutang (NPPN) + Final
1% (PP 46) Sesuai Peraturan
Berlaku
2013 6.333.400 3.531.376 3.177.176
Sumber : data diolah, 2016
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa penghitungan pajak
terutang sebelum sesuai peraturan berlaku, maka jika
dibandingkan Pajak Terutang yang diperoleh dari penghitungan
menggunakan NPPN sebesar Rp 6.333.400 sedangkan
menggunakan PP 46 sebesar Rp 3.531.376 dan sesudah sesuai
peraturan berlaku sebesar Rp 3.177.176.
4.2.4.2 Perbandingan Pajak Terutang menggunakan NPPN dan
menggunakan PP 46 Pada Tahun 2014 Sesuai Peraturan
Berlaku
Berikut perbandingannya saat peraturan diberlakukan per Juli
2013 adalah :
45
Tabel 4.6
Perbandingan PPh Terutang (NPPN) dan PPh Final 1% (PP 46)
Tahun 2014
Sesuai Peraturan Berlaku
(dalam rupiah)
Tahun
Sesuai Peraturan Berlaku
Selisih PPh Terutang
(NPPN)
PPh Terutang Final 1%
(PP 46)
2014 728.950 1.498.479 (769.529)
Sumber : data diolah, 2016
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa penghitungan pajak
terutang sesudah sesuai peraturan berlaku, maka jika dibandingkan
Pajak Terutang yang diperoleh dari penghitungan menggunakan
NPPN yang belum sesuai peraturan berlaku sebesar Rp 728.950
sedangkan menggunakan PP 46 sebesar Rp 1.498.479
menimbulkan selisih sebesar Rp 769.529.
4.2.4.3 Perbandingan Pajak Terutang menggunakan NPPN dan
menggunakan PP 46 Pada Tahun 2015 Sesuai Peraturan
Berlaku
Berikut perbandingannya saat peraturan diberlakukan per Juli
2013 adalah :
46
Tabel 4.7
Perbandingan PPh Terutang (NPPN) dan PPh Final 1% (PP 46)
Tahun 2015
Sesuai Peraturan Berlaku
(dalam rupiah)
Keterangan
PPh Terutang
(NPPN) dengan
PTKP tahun 2014
PPh Terutang
(NPPN) dengan
PTKP tahun 2015
PPh Terutang
Final 1% (PP
46)
PTKP 24.300.000 36.000.000 -
Tahun 2015 841.350 110.000 1.573.403
Sumber : data diolah, 2016
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa penghitungan pajak
terutang sesudah sesuai peraturan berlaku, maka jika dibandingkan
Pajak Terutang yang diperoleh dari penghitungan menggunakan
NPPN yang belum sesuai peraturan berlaku dengan adanya
perubahan kenaikan PTKP 2014 menjadi PTKP 2015 seperti pada
tabel diatas sebesar Rp 110.100 sedangkan menggunakan PP 46
sesuai peraturan berlaku pada tahun 2014 adalah sebesar Rp
1.573.403
4.2.4.4 Perbandingan Pajak Terutang menggunakan NPPN dan
menggunakan PP 46 Selama Tahun 2013-2015 Sesuai
Peraturan Berlaku
Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat perbedaan antara
penghitungan pajak terutang menggunakan Norma
47
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dan PP No. 46 Tahun
2013, perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.8
Perbandingan PPh Terutang (NPPN) dan PPh Final 1% (PP 46)
Tahun 2013-2015
Sesuai Peraturan Berlaku
(dalam rupiah)
Tahun
PPh
Terutang
(NPPN)
PPh Terutang
(NPPN) + Final
1% (PP 46)
PPh Terutang Final
1%
(PP 46)
Selisih
2013 6.333.400 3.177.176 - 3.156.224
2014 728.950 - 1.498.479 (769.529)
2015 110.100 - 1.573.403 (1.463.303)
Sumber : data diolah, 2016
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa penghitungan pajak
terutang dengan menggunakan PP No. 46 tahun 2013 sesuai
peraturan berlaku jauh lebih besar pada tahun 2014 dan 2015
dibandingkan dengan penghitungan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Penghitungan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
menghasilkan pajak terutang tahun 2014 sebesar Rp 728.950, dan
penghitungan pajak terutang menggunakan PP No.46 tahun 2013
sebesar Rp 1.498.479, menimbulkan selisih sebesar Rp 769.529.
Sedangkan pada tahun 2015 penghitungan menggunakan Norma
48
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menghasilkan pajak
terutang sebesar Rp 110.100, dan penghitungan pajak terutang
menggunakan PP No.46 tahun 2013 sebesar Rp 1.573.403,
menimbulkan selisih sebesar Rp 1.463.303. Dari penghitungan
diatas, pada tahun 2013 mengalami penurunan pajak terutang jika
menggunakan PP No. 46 Tahun 2013 dalam penghitungan pajak
terutangnya. Jika menggunakan NPPN pajak terutang sebesar Rp
6.333.400 tetapi setelah PP 46 berlaku maka pajak terutang pada
tahun 2013 sebesar Rp 3.177.176.
Jadi sebelum menggunakan PP No. 46 tahun 2013 pajak
terutang Bapak Aji lebih sedikit, namun jika dibandingkan
menggunakan PP No. 46 tahun 2013 maka menimbulkan selisih
pada pajak terutang. Hal ini dikarenakan tarif pajak terutang
langsung dikenakan pada omzet bulanan wajib pajak maka setiap
bulan Bapak Aji harus membayar pajak terutangnya, berbeda jika
wajib pajak Bapak Aji menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN) yang dikenakan adalah total peredaran
bruto atau omzet selama 1 (satu) tahun. Dengan adanya selisih ini
dapat dikatakan bahwa pendapatan negara dari sisi Pajak
Penghasilan orang pribadi pengusaha di bidang perdagangan jauh
lebih besar jika para pelaku UMKM menggunakan PP No. 46
tahun 2013 dalam menghitung pajak terutangnya dibandingkan
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
49
(NPPN) dalam menghitung pajak terutang berdasarkan Pasal 17
Undang-Undang No. 36 tahun 2008. Sehingga untuk beban pajak
terutang Bapak Aji dapat terlihat jelas bahwa penggunaanNorma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) lebih menguntungkan
daripada menggunakan PP No. 46 tahun 2013.
4.3 Keuntungan dan Kerugian Menggunakan PP No. 46 Tahun 2013
Bagi Orang Pribadi di Bidang Usaha Perdagangan
Orang pribadi yang melakukan suatu kegiatan usaha di bidang usaha
perdagangan yang berada di Indonesia.
4.3.1 KeuntunganMenggunakan PP No. 46 Tahun 2013 Bagi Orang
Pribadi di Bidang Usaha Perdagangan
Beberapa Wajib Pajak di Indonesia lebih diuntungkan jika
menggunakan PP No. 46 Tahun 2013 dibandingkan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Dikarenakan
pajak terutangnya lebih rendah menggunakan PP No. 46 Tahun
2013 dibandingkan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto. Rata-rata Wajib Pajak yang lebih diuntungkan
oleh PP No. 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak yang memiliki
omzet atau peredaran bruto yang tinggi yaitu sebesar ≥ Rp 348,5
juta dengan asumsi jika PTKP tertinggi adalah sebesar Rp 48 juta
(K/3) menggunakan penghitungan NPPN.
Contoh penghitungan sebagai berikut :
50
Jika diketahui peredaran bruto sebesar Rp 349.000.000 , norma
sebesar 30%, PTKP (K/3) adalah sebesar Rp 48.000.000 , maka
PPh terutang yang dihasilkan adalah :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran Bruto
= 30% x Rp 349.000.000
= Rp 104.700.000
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP(K/3)
= Rp 104.700.000 – Rp 48.000.000
= Rp 56.700.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 50.000.000 x 5%
= Rp 2.500.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 15%
= Rp 6.700.000 x 15%
= Rp 1.005.000
Total Pajak Terutang = Rp 2.500.000 + Rp 1.005.000
= Rp 3.505.000
Maka pajak terutang yang dihasilkan jika menggunakan
penghitungan NPPN adalah sebesar Rp 3.505.000, sedangkan
menggunakan penghitungan PP Nomor 46 Tahun 2013 sebagai
berikut :
51
Contoh penghitungan :
Diketahui peredaran bruto dan PTKP sama dengan yang diketahui
diatas, maka penghitungannya adalah :
Pajak terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 349.000.000 x 1%
= Rp 3.490.000
Pada penghitungan menggunakan PP Nomor 46 Tahun 2013
adalah sebesar Rp 3.490.000. Maka kesimpulannya adalah akan
lebih menguntungkan menggunakan penghitungan PP Nomor 46
Tahun 2013 jika peredaran bruto/omzet ≥ Rp 348.500.000.
Selain itu beberapa Wajib Pajak mendukung dengan adanya PP
No. 46 Tahun 2013 tersebut, dikarenakan perhitungannya lebih
sederhana dan memudahkan Wajib Pajak, dan tentunya Wajib
Pajak paham dengan perhitungan tesebut serta lebih menekankan
kepada orang pribadi yang melakukan usaha untuk taat
membayarkan pajaknya dengan dimudahkan dengan peraturan
tersebut.
4.3.2 KerugianMenggunakan PP No. 46 Tahun 2013 Bagi Orang
Pribadi di Bidang Usaha Perdagangan
Ada pula Wajib Pajak yang merasa rugi menggunakan PP No. 46
Tahun 2013 , salah satunya yaitu Bapak Aji. Berdasarkan
penelitian diatas pajak terutang Bapak Aji lebih besar jika
52
menggunakan PP No. 46 Tahun 2013 dibandingan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Bila dilihat perhitungan diatas menimbulkan selisih yang besar dan
merugikan bagi Bapak Aji selaku Wajib Pajak. Dan rata-rata Wajib
Pajak yang lebih dirugikan oleh PP No. 46 Tahun 2013 adalah
Wajib Pajak yang memiliki omzet atau peredaran bruto yang
rendah yaitu sebesar ≤ Rp 348,5 juta / = Rp 348,5 juta dengan
asumsi jika PTKP tertinggi adalah sebesar Rp 48 juta (K/3)
menggunakan penghitungan NPPN.
Contoh penghitungan sebagai berikut :
Jika diketahui peredaran bruto sebesar Rp 348.500.000 , norma
sebesar 30%, PTKP (K/3) adalah sebesar Rp 48.000.000 , maka
PPh terutang yang dihasilkan adalah :
Penghasilan neto = 30% x Peredaran Bruto
= 30% x Rp 348.500.000
= Rp 104.550.000
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto – PTKP(K/3)
= Rp 104.550.000 – Rp 48.000.000
= Rp 56.550.000
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 5%
(Ps 17 UU PPh) = Rp 50.000.000 x 5%
= Rp 2.500.000
53
Pajak Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 15%
= Rp 6.550.000 x 15%
= Rp 982.500
Total Pajak Terutang = Rp 2.500.000 + Rp 982.500
= Rp 3.482.500
Maka pajak terutang yang dihasilkan jika menggunakan
penghitungan NPPN adalah sebesar Rp 3.482.500, sedangkan
menggunakan penghitungan PP Nomor 46 Tahun 2013 sebagai
berikut :
Contoh penghitungan :
Diketahui peredaran bruto dan PTKP sama dengan yang diketahui
diatas, maka penghitungannya adalah :
Pajak terutang = Peredaran bruto x 1%
= Rp 348.500.000 x 1%
= Rp 3.485.000
Pada penghitungan menggunakan PP Nomor 46 Tahun 2013
adalah sebesar Rp 3.485.000. Maka kesimpulannya adalah akan
lebih merugikan menggunakan penghitungan PP Nomor 46 Tahun
2013 jika peredaran bruto/omzet ≤ Rp 348.500.000 / = Rp
348.500.000. Dengan menggunakan PP No. 46 Tahun 2013
mengharuskan Bapak Aji untuk membayarkan pajaknya setiap
bulan 1% dari omzet per bulan.
Top Related