digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
121
BAB IV
ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF
MAṢLAḤAH MURSALAH
A. Fungsi Legislasi DPR Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah
Dalam fikih siyasah (sistem ketatanegaraan Islam) terdapat asas-asas
pemerintahan yang baik yang harus diwujudkan, asas-asas tersebut digali dari
sumber utama fikih siyasah yakni al-Qur’an dan Hadis. Sebagai contohnya, asas-
asas tersebut antara lain adalah asas amanah, asas tanggung jawab (al-
Mas’ūliyyah), asas maslahat (al-Maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-Muḥāsabah).1
Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang
harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah:2
1. Menciptakan kemaslahatan bersama;
2. Mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan
3. Menciptakan keadilan semaksimal mungkin.
Al-Mawardi juga memberikan paparan mengenai tujuan kepemimpinan
atau pemerintahan dalam suatu negara sebagai berikut:3
1. Terselenggaranya ajaran agama;
2. Terwujudnya kemaslahatan umat; dan
3. Agar kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera.
Jika diamati mengenai tujuan adanya sebuah pemerintahan dalam suatu
negara menurut ketiga pemikir di atas, dapat ditemukan satu persamaan yaitu
1 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 242. 2 Jeje Abdul Rojak, Politik Kenegaraan, (Jakarta: Bina Ilmu, 1999), 164. 3 Imam al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam (Terjemah Bahasa Indonesia dari al-Ahkam al-Sulthaniyyah), (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 14.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
122
kemaslahatan. Terjaminnya kemaslahatan rakyat merupakan konsesi yang diminta
Mawardi dari penguasa atau pemerintah. Prinsip kemaslahatan berawal dari kaidah
hukum Islam yang menginginkan pengambilan manfaat dan menghindari kerusakan
(maṣlaḥah mursalah).4 Hal ini juga sejalan dengan amanat dalam Pasal 10 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang
mengharuskan pejabat pemerintah untuk menerapkan asas kemanfaatan atau
kemaslahatan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam sistem ketatanegaraan Islam masa klasik, sirkulasi kekuasaan
ditentukan dengan prinsip shura (musyawarah). Prinsip ini juga tercantum dalam
piagam Madinah. Shura adalah prinsip yang menegaskan bahwa sirkulasi
kekuasaan dapat dibicarakan. Mengenai cara bermusyawarah, lembaga
permusyawaratan yang perlu dibentuk, cara pengambilan keputusan, cara
pelaksanaan putusan musyawarah, dan aspek-aspek tata laksana lainnya diserahkan
kepada kelompok manusia bersangkutan untuk mengaturnya. Jadi sebagai prinsip,
musyawarah adalah syariat.5
Islam telah mewajibkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu dasar
dari dasar-dasar hukum dan politik, namun Islam tidak membuat satu sistem khusus
dan tidak merincikan hukum-hukumnya. Tujuan dari hal itu agar rakyat ikut andil
dalam musyawarah, dan rincian andil atau partisipasinya diserahkan kepada
mereka, dan perkara perinciannya pun berbeda-beda sesuai perbedaan sosial
kemasyarakatan di satu masa dan satu tempat.6
4 Maskur Hidayat, Konsep Negara Kemaslahatan, (Surabaya: Laros, t.t), 154. 5 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara..., 128. 6 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), 72.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
123
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat
yang berkedudukan sebagai lembaga negara.7 Salah satu fungsi DPR adalah fungsi
legislatif, sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Negara Republik
Indonesia 1945 pasal 20.8 Di Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan
oleh seluruh rakyat, oleh karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok
orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. Dalam sejarah ketatanegaraan
Islam, mereka disebut Ahlul Halli wal Aqdi atau Dewan Perwakilan Rakyat (di
Indonesia).9
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa wewenang sebagaimana telah
diatur dalam Undang-Undang, sebagai berikut10:
1. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
2. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk
menjadi undang-undang;
3. Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan
bersama antara DPR dan Presiden;
7 Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 8 Pasal 20 yang berbunyi : 1) DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang; 2) DPR membahas Rancangan Undang-Undang dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama; 3) Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. 9 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik...., 44. 10 Pasal 71 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
124
4. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama;
5. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh Presiden;
6. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD
atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama;
7. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan
membuat perdamaian dengan negara lain;
8. Memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang;
9. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan
abolisi;
10. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar
dan menerima penempatan duta besar negara lain;
11. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
12. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
125
13. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan
14. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden
untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.
Dewan Perwakilan Rakyat juga memiliki tugas di antaranya adalah:11
1. Menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi
nasional;
2. Menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang;
3. Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
4. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan
kebijakan pemerintah;
5. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;
6. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat
yang terkait dengan beban keuangan negara;
7. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat; dan
11 Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
126
8. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.
Tugas dan wewenang DPR di atas menunjukkan bahwa adanya DPR dapat
membawa kemaslahatan dan kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia.
DPR sebagai lembaga deliberatif dan lembaga perwakilan rakyat, karena di
Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, oleh
karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok orang yang dipilih oleh
rakyat untuk mewakilinya. DPR dalam hal ini menjalankan konsep musyawarah
(shura) sebagaimana yang telah disyariatkan oleh agama Islam. Namun secara
umum, adanya DPR ini telah mampu mewujudkan asas-asas pemerintahan yang
baik, seperti asas amanah, asas tanggung jawab (al-Mas’ūliyyah), asas maslahat (al-
Maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-Muḥāsabah).
B. Fungsi Legislasi DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang
dibentuk pada tahun 2004 berdasarkan amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun
2001. DPD lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa wilayah atau
daerah harus memiliki wakil untuk memperjuangkan kepentingannya secara utuh di
tataran nasional, yang sekaligus berfungsi menjaga keutuhan NKRI. Selain itu
kehadiran DPD mengandung makna bahwa sekarang ada lembaga yang mewakili
kepentingan lintas golongan atau komunitas yang sarat dengan pemahaman akan
budaya dan karakteristik daerah.12
Prinsip check and balance antara cabang kekuasaan negara di dalam
kekuasaan legislatif dibangun dengan keberadaan lembaga DPR dan DPD.13
Namun dalam praktiknya, DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang legislasi. 12 A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kompas penerbit, 2009 ), 3. 13 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif, (Kementerian Sekretariat Negara, 2011), 89.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
127
Hal tersebut bisa dilihat dalam tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-
undang kepada DPD. Fungsi legislasi DPD terdapat dalam Pasal 22D Ayat (1)
sampai (3) UUD 1945 yaitu:14
1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Dewan Perwakilan Daerah memiliki fungsi sebagaimana yang telah diatur
dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagai berikut:15
14 Lihat Pasal 22D Ayat (1) sampai (3) UUD NRI 1945. 15 Pasal 248 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
128
1. Pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;
2. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta
4. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Dewan Perwakilan Daerah juga memiliki wewenang dan tugas sebagai
berikut:16
1. Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;
2. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
16 Pasal 249 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
129
3. Menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undang-
undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam angka 1;
4. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama;
5. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
6. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan
agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
7. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan
membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan APBN;
8. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan
9. Menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
130
Fungsi legislasi DPD sangat lemah dibandingkan dengan DPR. DPD hanya
diberikan kewenangan dalam bidang legislasi terkait dengan hal-hal tertentu
(bersifat kedaerahan), itupun hanya sebatas bisa mengajukan dan ikut membahas
namun tidak ikut pada saat pengambilan keputusan akhir. Pada akhirnya DPD
mengajukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi mengenai
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas
mengharuskan keterlibatan DPD dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan,
pembahasan, dan penetapan prolegnas. Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit)
yang membutuhkan desain atau konsep baru dalam penyusunan prolegnas. Ke
depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu dari DPR, DPD, dan Pemerintah.
Artinya, model tripartit perlu didesain secara jelas karena pengalaman yang ada
pada selama ini menunjukkan bahwa usulan RUU dalam prolegnas dari DPR dan
pemerintah hampir tidak pernah tuntas menjadi UU, bahkan ada RUU yang tidak
pernah tuntas dibahas hingga masa keanggotaan DPR berakhir.17 Apalagi jika ada
tambahan usulan RUU dari DPD. Dalam konteks ini perlu ada kesepakatan yang
17 Contoh RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, keduanya masuk prolegnas tetapi belum pernah dibahas.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
131
baik agar prolegnas tidak hanya menjadi daftar keinginan (wishlist) sehingga
jumlah RUU besar tapi kemampuan untuk menyelesaikannya minim atau kecil.18
Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga yakni DPR, Presiden, dan DPD, maka
proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting. Mekanismenya
menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga, manakala yang diajukan
adalah sama-sama RUU terkait dengan kewenangan bidang legislasi tertentu DPD
(Pasal 22D UUD 1945). Masing-masing lembaga tidak dapat saling memveto,
tetapi putusan akhir ada pada DPR dan Presiden. Keberatan DPD terhadap suatu
ketentuan hanya dapat disampaikan dengan pandangan/pendapat mini pada waktu
pembahasan RUU Tingkat II. Sebaiknya pendapat mini ini menjadi bahan
pertimbangan DPR dan Pemerintah dalam pengambilan keputusan di sidang
paripurna, sehingga akan dapat mengurangi beban DPR dan pemerintah terhadap
pengujian UU yang dilakukan DPD karena adanya penolakan terhadap pendapat
mini DPD.19
Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 menyebutkan bahwa DPD tetap tidak
bisa ikut dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna (tahap akhir). Hal ini
menunjukkan bahwa DPD masih tidak bisa disetarakan kedudukannya dengan
DPR, meskipun keduanya sama-sama lembaga legislatif. Bahkan pasca putusan
MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit karena
dilakukan oleh tiga lembaga sekaligus, sehingga harapan daftar RUU dapat
diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim.
Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia lahir
diiringi dengan semangat demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah. Namun 18 Enny Nurbaningsih, “Implikasi Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 dan Alternatif Model Hubungan Kelembagaan Terkait Pembentuk Undang-Undang”, Mimbar Hukum, Vol. 27, No. 1 (Februari, 2015), 10. 19 Ibid, 11-12.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
132
dalam kenyataannya ruang gerak DPD terbatas. Dan putusan MK Nomor 92/PUU-
X/2012 menjadikan proses pembahasan RUU semakin rumit dan panjang.
Berdasarkan hal tersebut, jika dilihat dari perspektif maṣlaḥah mursalah adanya
lembaga DPD tidak begitu membawa manfaat atau kemaslahatan untuk sistem
ketatanegaraan Indonesia. Meskipun DPD menjadi lembaga legislatif yang
mewakili aspirasi daerah, namun ada pula DPR yang kedudukannya lebih tinggi
sehingga terjadi ketimpangan di antara kedua lembaga legislatif tersebut, yang
mana DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang mewakili aspirasi rakyat-rakyat
di seluruh wilayah Indonesia.
C. Fungsi Legislasi DPR dan DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah
Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan daerah yang lahir
sebagai bagian dari tuntutan reformasi 1998. DPD lahir dengan tujuan
menghilangkan penyelenggaraan negara yang bersifat sentralistik yang berlangsung
sejak era Orde Lama hingga Orde Baru yang secara signifikan telah menimbulkan
akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat, yang sekaligus
merupakan indikasi kuat kegagalan pemerintahan pusat dalam mengelola daerah
sebagai basis berdirinya bangsa ini. Selain itu keberadaan DPD dimaksudkan
untuk: 1). Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah. 2).
Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah
dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah. 3).
Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara
serasi dan seimbang.20
20 A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kompas, 2009), 314.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
133
Kehadiran DPD juga sebagai refleksi kritis terhadap eksistensi utusan
daerah dan utusan golongan yang mengisi formasi Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dalam sistem keterwakilan di era sebelum reformasi. Mekanisme
pengangkatan dari utusan daerah dan utusan golongan bukan saja merefleksikan
sebuah sistem yang tidak demokratis, melainkan juga mengaburkan sistem
perwakilan yang seharusnya dibangun dalam tatanan kehidupan negara modern
yang demokratis.21
Dengan lahirnya DPD pada tahun 2004, maka sistem parlemen di Indonesia
yang awalnya unikameral berubah menjadi bikameral (yang terdiri dari DPR dan
DPD). Jika dilihat menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lijpjart, sistem
parlemen di Indonesia dapat digolongkan sebagai medium-strength bicameralism
dengan bangunan asimetris dan ingcongruent. Bangun asimetris dalam hal ini
nampak bahwa DPD mempunyai kekuasaan yang subordinat dari kamar pertama.22
Ada beberapa alasan yang menyebabkan kekuasaan DPD subordinat terhadap DPR.
Di antaranya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
DPR dan DPD dalam Undang-Undang Sumber DPR Sumber DPD
UUD NRI 1945 Pasal 20 Ayat (1) dan Pasal 21
- Memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.
- Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.
UUD NRI 1945 Pasal 22D Ayat (1)
Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya,
21 Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah, 2009), iii. 22 Desmond J. Mahesa, DPR Offside (Otokritik Parlemen Indonesia), (Jakarta: RMBOOKS, 2013), 24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
134
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
UUD NRI 1945 Pasal 20 Ayat (2)
Membahas RUU dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
UUD NRI 1945 Pasal 22D Ayat (2)
Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Pasal 76 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Jumlah anggota DPR adalah 560 orang.
Pasal 252 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Anggota DPD tiap provinsi adalah 4 orang. Dan jumlah DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR.
Pasal 72 Ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah
Pasal 249 Ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
135
agama Pasal 79 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
DPR mempunyai hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.
Pasal 256 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
DPD berhak: 1. Mengajukan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah;
2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah;
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah.
Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Anggota DPR mempunyai hak tertentu yaitu: 1. Mengajukan usul
rancangan undang-undang;
2. Mengajukan pertanyaan;
3. Menyampaikan usul dan pendapat;
4. Memilih dan dipilih;
5. Membela diri; 6. Imunitas; 7. Protokoler; 8. Keuangan dan
administratif; 9. Pengawasan; 10. Mengusulkan dan
memperjuangkan
Pasal 257 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3
Anggota DPD memiliki hak untuk: 1. Bertanya; 2. Menyampaikan
usul dan pendapat; 3. Memilih dan
dipilih; 4. Membela diri; 5. Imunitas; 6. Protokoler; dan 7. Keuangan dan
administratif.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
136
program pembangunan daerah pemilihan; dan
11. Melakukan sosialiasi undang-undang.
Sumber : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan antara hak, tugas dan
wewenang pada kedua lembaga legislatif, dimana porsi kekuasaan yang dimiliki
oleh DPR lebih besar dan kuat dibandingkan dengan DPD. Pasca putusan MK
Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas mengharuskan keterlibatan DPD
dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas.
Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit) yang membutuhkan desain atau konsep
baru dalam penyusunan prolegnas. Ke depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu
dari DPR, DPD, dan Pemerintah. Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga tersebut
maka proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting.
Mekanismenya menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga. Pasca putusan
MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit sehingga
harapan daftar RUU dapat diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim.
Berdasarkan hal tersebut, timbul gagasan untuk menjadikan sistem parlemen
di Indonesia menjadi unikameral dengan memaksimalkan fungsi DPR dan
meniadakan DPD. Sistem unikameral adalah konsep yang paling banyak digunakan
oleh negara berbentuk kesatuan. Konsep ini membawa keuntungan untuk sistem
ketatanegaraan suatu negara, antara lain mengurangi anggaran; kemungkinan besar
menjadikan proses legislasi lebih cepat; dan tanggung jawab lebih besar (karena
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
137
legislator tidak dapat menyalahkan kamar lainnya jika pembuatan undang-undang
gagal).23
Beberapa argumen yang mendasari sistem unikameral lebih cocok diadopsi
oleh sistem ketatanegaraan Indonesia dipaparkan di bawah ini:24
1. Sistem dua kamar memiliki badan pembuat undang-undang yang tidak
representatif, hal ini dikarenakan para anggota pejabat legislatif (DPR dan
DPD) dipilih dan melayani konstituen yang sama. DPR sebagai lembaga
perwakilan rakyat, dan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah. Padahal pada
kenyataannya rakyat pasti berada di daerah. Sehingga bisa dikatakan bahwa
yang diwakili oleh DPR dan DPD adalah konstituen atau rakyat yang sama.
2. Akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan
kebijaksanaan yang berkaitan dengan daerah dapat diwakili oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD dalam tiap provinsi berjumlah
paling sedikit 35 orang dan paling banyak 100 orang.25 Jumlah ini lebih banyak
dibandingkan dengan DPD yang hanya berjumlah 4 orang tiap provinsi.26
Sehingga DPRD dengan anggotanya yang banyak di tiap provinsi dapat
memaksimalkan tugasnya untuk mengelola daerah dan memperjuangkan
kepentingan daerah konstituennya.
3. Sistem unikameral lebih disukai oleh sebagian besar negara karena struktur dan
proses dalam sistem unikameral lebih simpel, langsung, dan terbuka. Hal ini
23 Richard Verma dkk, “One Chamber or Two? (Deciding Between a Unicameral and Bicameral Legislature)”, National Democratic Institute: Legislative Research Series, 3. 24 Tom Todd, “Unicameral or Bicameral Legislatures : The Policy Debates”, Policy Brief Minnesota House of Representatives Research Department, (August, 1999), 3-11. 25 Pasal 317 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 26 Pasal 252 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
138
dibuktikan dengan 54 negara kesatuan di dunia menggunakan sistem
unikameral.27
4. Pembuat undang-undang dalam sistem unikameral lebih dapat
mempertanggungjawabkan tugasnya kepada rakyat, karena kesederhanaan dan
kelangsungan proses dukungan rakyat dalam sistem ini.
5. Sistem unikameral dapat menghilangkan konflik, persaingan, dan perdebatan
dengan kamar lainnya.
6. Lembaga legislatif dalam sistem unikameral dapat bertindak secara tegas
dengan memberi pengaruh yang jelas, karena tugas dan wewenang mereka tidak
dimiliki oleh lembaga atau kamar lain.
7. Sistem unikameral lebih efisien dalam pelaksanaannya dan dapat mengurangi
anggaran dalam penyelenggaraannya.
Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang
harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah menciptakan
kemaslahatan bersama; mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan menciptakan
keadilan semaksimal mungkin.28 Di dalam Al-Quran dan hadis, baik secara
eksplisit maupun implisit, banyak sekali postulat yang menjelaskan bahwa tujuan
Allah Swt menurunkan hukum shara‘ ke muka bumi adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan hidup bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari mafsadat
atau kerusakan. Sedangkan inti pokok dari maṣlaḥah mursalah adalah ketiadaan
27 PEMBAGIAN SISTEM PARLEMEN DI NEGARA-NEGARA DUNIA
Struktur Lembaga Legislatif Kesatuan Federal Total Unikameral 54 1 55 Bikameral 12 16 28
Total 66 17 83 Lihat Richard Verma dkk, “One Chamber..”, 4. 28 Jeje Abdul Rojak, Politik..., 164.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
139
nash mengenai suatu peristiwa yang di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak
bertentangan dengan tujuan syariat.
Paparan-paparan di atas dapat menunjukkan bahwa dalam perspektif
maṣlaḥah mursalah, adanya DPD tidak mampu membawa kemaslahatan atau
kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam bidang
legislasi. Meskipun DPD mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi,
hasil putusan MK tetap tidak bisa membuat DPD setara dengan DPR. Hal ini malah
akan menimbulkan kerancuan sistem parlemen yang dianut oleh Indonesia, serta
menjadikan proses pembahasan RUU semakin panjang dan rumit. Oleh karena itu,
Indonesia lebih cocok menerapkan sistem unikameral dengan memaksimalkan
fungsi DPR sebagai lembaga deliberatif dan representatif dari seluruh rakyat di
Indonesia, dengan harapan proses pembahasan RUU dan pembuatan Undang-
Undang dapat berlangsung dengan lebih maksimal, efektif, dan efisien. Penerapan
sistem unikameral di Indonesia juga mampu memaksimalkan perwujudan asas-asas
pemerintahan yang baik sesuai fikih siyasah, seperti asas amanah, asas tanggung
jawab (al-Mas’ūliyyah), asas maslahat (al-Maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-
Muḥāsabah).
Top Related