BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
22
BAB III
PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
3.1. Asumsi Dasar
Pada analisis model matematik yang akan dikembangkan, perlu ditetapkan beberapa
asumsi dasar agar rumusan yang diturunkan dan teori bisa berlaku. Asumsi-asumsi dasar yang
diambil adalah sebagai berikut :
1. Penampang yang akan dianalisis adalah penampang beton kolom segmental prategang
pracetak dengan bentuk persegi empat yang menerima beban lentur satu arah dan aksial
tekan. Sedangkan pengaruh pertambahan momen akibat eksentrisitas gaya tekan aksial
terhadap lendutan tidak diperhitungkan.
2. Antara beton dan baja, baik baja tulangan maupun prategang tidak terjadi pergeseran (slip)
dengan anggapan bahwa terjadi lekatan sempurna.
3. Perubahan bentuk pertambahan panjang dan perpendekan (regangan tarik dan tekan) pada
serat-serat penampang, berbanding lurus dengan jarak tiap serat ke sumbu netral. Dengan
kata lain penampang rata akan tetap berupa bidang rata (Asas Navier).
4. Tegangan tarik beton tidak dianggap nol dan mengikuti aturan effective embedded zone
seperti yang telah dijelaskan pada bab dasar teori.
5. Diagram tegangan penampang diasumsikan berbentuk parabola.
6. Hubungan tegangan-regangan beton dan baja tulangan sesuai dengan kurva tegangan-
regangan yang terdapat pada bab II. Untuk baja prategang digunakan jenis low-relaxation
strands.
7. Bidang momen yang bekerja pada kolom akibat lentur berbentuk segitiga
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
23
3.2. Pemodelan Kolom Beton Prategang.
Kolom terdiri atas dua buah model :
1. Kolom Segmental Prategang Pracetak
2. Kolom Monolit Prategang
Kedua kolom memiliki dimensi yang sama 600x600 mm2.
(a)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
24
(b) (c)
(d)
Gambar 3.1 (a)Penampang Kolom pada Bagian Segmen (b) Tegangan dan Regangan Akibat
Beton dan Tulangan Biasa (c) Tegangan dan Regangan Akibat Pre-Stressed dan Beban Aksial
Proses pembuatan diagram momen kurvatur mengambil nilai regangan tekan beton pada
serat atas pada tiga kondisi yang berbeda, yaitu keadaan pada saat crack, saat yield, dan saat
ultimate. Adapun prosedur perhitungan penentuan diagram momen kurvatur penampang beton
yang dikenakan sistem prategang adalah sebagai berikut :
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
25
1. Menetapkan properties penampang yaitu f’c, fy steel, fy tendon, fe, Ec , Es , dan dimensi
penampang.
2. Asumsikan penampang mengalami crack pada serat tarik terluar, dimana regangan pada saat
crack dapat dihitung dengan menggunakan rumus (2.8) , (2.12), dan (2.13)
ccr ff '6,0 λ= MPa
Ect = 5500 cf ' MPa
ct
crcr E
f=ε
3. Asumsikan sembarang nilai c . Hitung gaya-gaya yang terjadi pada penampang yang terdiri
dari gaya pada beton, gaya pada tulangan baja, dan gaya pada tendon pre-stressed.
4. Untuk menghitung gaya tekan beton (Cc) dihitung dengan metode “ Rectangular Stress
Block Factor ” dimana nilai Cc didekati dengan bentuk persegi panjang dengan faktor α
untuk pengali nilai c dan β untuk pengali f’c. Berikut gambar ilustrasinya :
Gambar 3.2 Tegangan dan Regangan pada Penampang
2
'31
' ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
c
c
c
c
εε
εε
βα
(3.1)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
26
cc
cc
'/26'/4εεεε
β−−
= (3.2)
ccy β5.0−= (3.3)
bccfCc βα '= (3.4)
5. Untuk mencari besarnya gaya pada tulangan baja non-prestressed dihitung dengan
mengguanakan persamaan :
Fs = fs As (3.5)
Dimana untuk mencari fs digunakan persamaan (2.1) atau persamaan (2.2)
6. Untuk mencari besarnya gaya pada tulangan baja prestressed dihitung dengan menggunakan
persamaan-persamaan :
pcepetotp '' _ εεεε −+= (3.8)
pcepetotp εεεε ++=_ (3.9)
Dengan catatan,
pp
epe EA
P=ε (3.10)
ctrans
ece EA
P=ε (3.11)
Atrans = bh + (ns - 1)As_tot (3.12)
Dari regangan baja prategang diatas, maka dapat dicari besar tegangan pada baja prategang
(fp) dengan menggunakan persamaan (2.4) sehingga gaya pada baja prategang dapat dihitung
dengan persamaan berikut.
Fp = Ap fp (3.13)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
27
7. Berdasarkan keseimbangan gaya ΣF = 0 , maka diperoleh persamaan sebagai berikut (khusus
untuk kondisi seperti pada gambar 3.1) :
Pn = Cc + Fs1 + Fs2 +Paksial - Fs3 - Fs4 - Tc - Fp_top - Fp_mid - Fp_bot (3.13)
Jika nilai Pn yang didapat tidak nol (0), maka nilai asusmsi “c” salah. Untuk mendapatkan
nilai Pn = 0 maka perlu dicoba berbagai nilai “c”.Setelah kondisi kesetimbangan gaya-gaya
didapat, nilai momen lentur dapat ditentukan dengan peramaan berikut yang mengabil serat
tengah penampang sebagai referensi :
)'(2
2)(
2)(
222
44
3_32_211
hThdF
hdTFdhTFdhFchCM
cs
botpstoppssc
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
β
(3.14)
Dimana h’ adalah panjang lengan momen untuk gaya tarik dari beton.
8. Hitung kurvatur untuk keadaan tersebut, dimana besar kurvatur adalah :
cterluarc _ε
ϕ =
9. Kemudian prosedur perhitungan diatas (2 sampai 7) dilakukan terus menerus dengan keadaan
berbeda, yaitu pada saat yield ( ys εε =4 ) dan pada saat ultimate ( un MM = ).
10. Plot setiap momen dan kurvatur yang didapat untuk tiap keadaan.
11. Berdasarkan asumsi-asumsi yang ditetapkan, diambil batasan - batasan sebagai berikut.
• Tegangan karakteristik beton, fc’ = 35 MPa.
• Tegangan leleh baja, fy = 240 MPa.
• Modulus Elastisitas baja tulangan , Es = 200.000 MPa.
• Tegangan ultimate baja prategang , fpu = 1860 MPa.
• Tegangan leleh baja prategang, fpy = 0.2% offset method = 1695 MPa.
• Modulus Elastisitas baja tulangan, Eps = 200.000 MPa.
• Tegangan efektif baja prategang, fpe = 1304 MPa.
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
28
12. Untuk bagian joint mengikuti pemodelan sebagai berikut :
Gambar 3.2 Tegangan dan Regangan pada Penampang Kolom pada Bagian Joint
13. Selanjutnya lakukan prosedur yang sama (1 sampai 10) untuk keadaan joint. Batasan-batasan
yang diambil untuk daerah joint adalah sebagai berikut :
• Tegangan karakteristik beton, fc’ = 45 MPa.
• Tegangan ultimate baja prategang , fpu = 1860 MPa.
• Tegangan leleh baja prategang, fpy = 0.2% offset method = 1695 MPa.
• Modulus Elastisitas baja tulangan, Eps = 200.000 MPa.
• Tegangan efektif baja prategang, fpe = 1304 MPa.
3.3. Perhitungan Momen Kurvatur Pada Bagian Segmen
Pada sub bab kali ini akan diberikan contoh perhitungan untuk mendaptkan kurva momen
kurvatur. Contoh perhitungan detail diberikan pada saat salah satu keadaan yaitu pada saat crack.
Sedangkan untuk kondisi yield dan ultimate akan diberikan resume hasil keadaan pada saat
keadaan tersebut.
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
29
3.3.1 Pada Saat Crack
• Asumsikan penampang mengalami crack pada serat tarik terluar, dimana regangan pada
saat crack dapat dihitung dengan menggunakan rumus (2.8) , (2.12), dan (2.13)
03,43516,0'6,0 =××== ccr ff λ MPa
Ect = 5500 12,895.36455500' ==cf MPa
41009,1 −×==ct
crcr E
fε
• Asumsikan sembarang nilai c (c = 382.5 mm, nilai ini merupakan nilai yang didapat dari
hasil iterasi). Dengan nilai c tersebut maka dapat dicari nilai cε (serat tekan terluar). Dan
diagram regangannya adalah sebagai berikut :
o 41031.2600 −×=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= crc cc εε
o 41 1089.175 −×=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= cs cc εε
o 42 1004.1275 −×=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= cs cc εε
o 53 1085.1375 −×=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= cs cc εε
o 54 1065.6
600525 −×=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−−
= crs cc εε
• Untuk menghitung gaya tekan beton (Cc) dihitung dengan metode “ Rectangular Stress
Block Factor ” dimana nilai Cc didekati dengan bentuk persegi panjang dengan faktor α
untuk pengali nilai c dan β untuk pengali f’c.
Gambar 3.3 Regangan Crack
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
30
31028.2'5500
'2'2' −×=×
=×
=cf
cfE
cf
ctcε
67.0
'/26'/4
=−−
=cc
cc
εεεε
β
146.0'3
1'
2
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
=βεε
εε
α c
c
c
c
== bccfCc βα ' 840.62 kN
• Untuk mencari besarnya gaya pada tulangan baja non-prestressed dihitung dengan
mengguanakan persamaan :
Fs1 = fs1 As1 = ss AE 41 ××ε = 20.04 kN (tekan)
Fs2 = fs2 As2 = ss AE 22 ××ε = 5.5 kN (tekan)
Fs3 = fs3 As3 = ss AE 23 ××ε = 0.98 kN (tekan)
Fs4 = fs4 As4 = ss AE 44 ××ε = 7.07 kN (tarik)
Jika didapat ε > εy , maka fs = fy
• Untuk mencari besarnya gaya pada tulangan baja pre-stressed dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan :
pp
epe EA
P=ε = 6.57 x 10-3
ctrans
ece EA
P=ε = 1.76 x 10-5
Atrans = bh + (ns - 1)As_tot = 373331.8 mm2
toppcepetottopp ___ 'εεεε −+= = 6.48 x 10-3
midpcepetotmidp ___ 'εεεε −+= = 6.53 x 10-3
botpcepetottopp ___ 'εεεε −+= = 6.57 x 10-3
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
31
• Dari regangan baja prategang diatas, maka dapat dicari besar tegangan pada baja
prategang (fp) dengan menggunakan persamaan (2.4) sehingga gaya pada baja prategang
dapat dihitung dengan persamaan berikut.
fp_top = 2 x 105 ( )( ) ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
++ 1.010
p_top_tot
p_top_tot1181
975,0025,0ε
ε = 1288 MPa
fp_mid = 2 x 105 ( )( ) ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
++ 1.010
p_mid_tot
p_mid_tot1181
975,0025,0ε
ε = 1296 MPa
fp_bot = 2 x 105 ( )( ) ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
++ 1.010
p_bot_tot
p_bot_tot1181
975,0025,0ε
ε = 1304 MPa
Fp_top = Ap1 fp_top = 180.38 kN (tarik)
Fp_mid = Ap2 fp_mid = 362.97 kN (tarik)
Fp_bot = Ap3 fp_bot = 182.59 kN (tarik)
• Berdasarkan daerah tarik pada effektif embedded zone akibat adanya pre-stessed, maka
dapat dicari besar gaya tarik oleh beton.
Gambar 3.4. Luas Embeded Zone Yang Mengalami Tarik
Luas daerah embedded zone yang mengalami tarik = 16521.4 mm2
Tc = 0.5 fcr Luas = 0.5 x 0.6 x cf ' x Luas = 29.32 kN
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
32
• Berdasarkan keseimbangan gaya ΣF = 0 , maka diperoleh persamaan sebagai berikut
Pn = Cc + Fs1 + Fs2 + Fs3 + Paksial - Fs4 - Fp_top - Fp_mid - Fp_bot - Tcp - Tcr
= 840.62 + 20.04 + 5.5 + 0.98 + 100 – 7.06 – 180.38 – 362.97 – 182.59
– 29.32 - 204.8 = 0
• Karena nilai Pn yang didapat sudah nol (0), maka
)2.0()121.0(075.0)(225.0)(2
3.0 __3241 crcpbotptoppssssc TTTTFFFFcCM +++−−+++⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
β
= 124.08 kNm
Gambar 3.5 (a) Segmen Saat Crack (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Prestressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
(C)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
33
• Kurvatur untuk keadaan tersebut adalah :
kmradrad
cterluarc 567.01067.5
67.4071031.2 7
4_ =×=
×== −
−εϕ
• Secara umum :
c = 407.67 mm εc = 0.000231kurvatur = 0.567 rad/km Momen = 189.23 KNm
3.3.2 Pada Saat Yield
Pada tahap ini regangan tulangan mencapai regangan lelehnya untuk pertama kalinya,
dimana regangan leleh untuk tulangan bergantung juga pada besarnya tegangan leleh dari
tulangan tersebut. Kontrol terjadinya leleh diperoleh ketika regangan dari tulangan tarik terluar
sama dengan regangan lelehnya ( )yε yang dapat dicari menggunakan persamaan (2.1).
Akibat dari crack yang terjadi pada serat terluar, maka akan terjadi retakan pada bagian
yang mengalami tarik. Dengan adanya retak tentunya akan mengurangi luasan beton yang
mampu menghasilkan gaya tarik. Jika lebar retak panjang, maka hal ini akan mengurangi luasan
effective embedded zone yang menyumbangkan gaya tarik beton. Karena pada perhitungan ini
tidak dihitung panjang retak yang terjadi, maka kami mengasumsikan bahwa luasan effective
embedded zone yang tersisa adalah setengah dari luasan awalnya.
Efective Embeded ZoneSaat Yield
Gambar 3.6 Effective Embedded Zone Saat Yield
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
34
Dengan melakukan prosedur yang sama dengan keadaan crack diatas, maka pada saat
tulangan mengalami leleh pertama kali didapatkan beberapa parameter sebagai berikut :
c = 175.31 Mm εc = 0.000602kurvatur = 3.43 rad/km Momen = 248.06 kNm
Gambar 3.7 (a) Segmen Saat Yield (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Pre-Stressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
35
3.3.3 Pada Saat Ultimate
Kondisi ultimate dicapai ketika momen yang dihasilkan mencapai nilai maksimumnya.
Biasanya keadaan ini dicapai pada saat serat tekan dari beton mencapai regangan 0.003. Tetapi
tidak menutup kemungkinan juga regangannya bisa melebihi nilai 0.003. Dari hasil trial and
error, maka pada saat mencapai momen ultimatenya didapatkan beberapa parameter sebagai
berikut:
c = 77.37 Mm εc = 0.003Kurvatur = 38.77 rad/km Momen = 347.19 KNm
Gambar 3.8 (a) Segmen Saat Ultimate (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Pre-Stressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
36
Gambar 3.9 Plot 3 Titik Penting
Dari 3 titik penting yang didapat diatas, maka selanjutnya dilakukan proses trial and
error untuk titik-titik lain yang terdapat diantara ketiga titik penting tersebut untuk mencari
besarnya kurvatur dan momennya . Hasil penggabungan nilai momen dan kurvatur dari tiap titik-
titik hasil trial and error tersebut pada akhirnya dapat diplot sebagai grafik hubungan antara
momen terhadap kurvatur.
Gambar 3.10 Grafik Momen Vs Kurvatur Untuk Bagian Segmen
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
37
3.4. Perhitungan Momen Kurvatur Pada Bagian Joint
3.4.1 Pada Saat Crack
Pada tahap awal ini, akibat lentur dan aksial yang diterima oleh kolom, maka kolom
akan mengalami keretakan pada bagian serat tarik terluar. Dari hasil trial and error dari program
excel kami, maka pada saat kondisi terjadinya crack didapat beberapa parameter sebagai berikut:
c = 395.83 mm εc = 0.000224Kurvatur = 0.565 rad/km Momen = 217.43 kNm
Gambar 3.11(a) Joint Saat Crack (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Pre-Stressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
38
3.4.2 Pada Saat Yield
Pada tahap ini regangan tendon mencapai regangan lelehnya untuk pertama kalinya,
dimana regangan leleh untuk tendon didekati dengan metode 0.2% offset method. Dengan
metode ini didapat fy=1695 MPa. Dari hasil trial and error kami, maka pada saat tendon
mengalami leleh pertama kali didapatkan beberapa parameter sebagai berikut :
c = 82.39 mm εc = 0.0012Kurvatur = 14.90 rad/km Momen = 245.33 kNm
Gambar 3.12 (a) Joint Saat Yield (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Pre-Stressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
39
3.4.2 Pada Saat Ultimate
Kondisi ultimate dicapai ketika momen yang dihasilkan mencapai nilai maksimumnya.
Biasanya keadaan ini dicapai pada saat serat tekan dari beton mencapai regangan 0.003. Tetapi
tidak menutup kemungkinan juga regangannya bisa melebihi nilai 0.003. Dari hasil trial and
error, maka pada saat mencapai momen ultimatenya didapatkan beberapa parameter sebagai
berikut:
c = 50.42 mm εc = 0.003Kurvatur = 59.5 rad/km Momen = 269.13 kNm
Gambar 3.13 (a) Joint Saat Ultimate (b) Diagram Tegangan Regangan Non-Pre-Stressed
(c) Diagram Tegangan Regangan Pre-Stressed
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
40
Gambar 3.14 Plot 3 Titik Penting
Dari 3 titik penting yang didapat diatas, maka selanjutnya dilakukan proses trial and
error untuk titik-titik lain yang terdapat diantara ketiga titik penting tersebut untuk mencari
besarnya kurvatur dan momennya . Hasil penggabungan nilai momen dan kurvatur dari tiap titik-
titik hasil trial and error tersebut pada akhirnya dapat diplot sebagai grafik hubungan antara
momen terhadap kurvatur.
Gambar 3.15 Grafik Momen Vs Kurvatur Pada Bagian Joint
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
41
3.5. Kurva Push Over
3.5.1. Kolom Monolit Pre-Stressed
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan kurva push over adalah :
• Merubah kurva Momen Vs Kurvatur yang sudah diidealisasi menjadi Kurvatur Vs Length
Along Member. Cara merubahnya adalah membagi momen ultimate dengan besar gaya
geser maksimumnya. Diketahui bahwa untuk bagian segmen, momen ultimatenya adalah
= 347.19 kNm. Untuk tinggi kolom = 3 m ,maka gaya geser maksimumnya adalah =
115.73. Dengan membagi setiap momen dengan bilangan 115.73, maka didapat grafik
sebagai berikut :
Gambar 3.16 Kurvatur Vs Length Along Member
• Hitung luasan total yang berada dibawah kurva tersebut. Untuk menghitungnya
digunakan dengan metode Integrasi Metode Trapesium. Dari hitungan kami
denganmetode tersebut, didapatkan luasan total dibawah kurva tersebut adalah 11.228,3
satuan luas. (Untuk perhitungan detailnya dapat dilihat pada lampiran)
• Hitung luasan dibawah kurva elastis saja. Luasan ini bisa didekati dengan luasan segitiga
dimana panjang member sebagai alas segitiga dan besar curvature yield sebagai tinggi
segitiga.
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
42
• Selanjutnya sendi panjang plastis dapat dicari dengan membagi selisih luas dengan selisih
kurvatur ultimate dengan kurvatur yield. Untuk kasus kali ini didapat panjang sendi
plastis untuk kolom monolit adalah 224.15 mm.
Gambar 3.17 Kurvatur Vs Length Along Member Untuk Mencari Panjang Plastis
• Hitung suatu fungsi persamaan kurvatur sebagai fungsi dari momen , ϕ(M) untuk kondisi
yang berbeda (zero to crack, crack to yield, yield to ultimate).
Gambar 3.18 Kurvatur Sebagai Fungsi dari Momen Untuk Kondisi Zero To Crack
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
43
Gambar 3.19 Kurvatur Sebagai Fungsi dari Momen Untuk Kondisi Crack To Yield
Gambar 3.20 Kurvatur Sebagai Fungsi dari Momen Untuk Kondisi Yield To Ultimate
• Gunakan persamaan (2.19) untuk menghitung defleksi di ujung kolom untuk tiap momen
yang bekerja. (Untuk perhitungannya dapat dilihat dilampiran)
• Untuk mencari gaya gesernya didapat dengan membagi momen yang bekerja dengan
tinggi kolom.
• Plot gaya geser vs defleksi untuk mendapatkan kurva push over.
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
44
Gambar 3.21 Kurva Push Over Kolom Monolit
3.5.2. Kolom Segmental Precast Pre-Stressed
Untuk kasus kolom segmental, maka kurva push over merupakan kombinasi antara
defleksi yang diakibatkan oleh joint dan juga defleksi yang diakibatkan oleh bagian
perletakan. Bagian dasar kolom segmental ini mengikuti bentuk yang sama dengan
bagian kolom monolit.
Gambar 3.21 Bidang Momen Untuk Kolom Segmental
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
45
• Δ1 merupakan kontribusi yang bersesuaian dengan kolom monolit. Sedangkan Δ2
sampai Δ5 merupakan kontribusi yang bersesuai dengan bagian joint.
• Panjang plastis di bagian joint dapat didekati dengan tebal sambungan antarsegmen yang
diterapkan di lapangan. Untuk kasus kali ini tebal sambungan adalah 5 cm.
• Setelah didapatkan Lp, maka dilakukan prosedur yang sama seperti pada kolom monolit
sampai didapatkan kurva push over.
Gambar 3.22 Kurva Push Over Kolom Segmental
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
46
3.6. Hubungan Luas Tendon dengan Panjang Sendi Plastis
Analisis ini dilakukan untuk kolom prategang monolit dengan spesifikasi:
b = 600 mm
h = 600 mm
L = 3000 mm
diameter tulangan = 13 mm
As = 133 mm2
fy = 240 MPa
fu = 360 MPa
f’c = 35 MPa
fpu = 1860 MPa
Untuk mengetahui hubungan tersebut maka digunakan beberapa alternatif diameter tendon dan
dalam kasus tersebut digunakan konfigurasi tendon yaitu dengan menggunakan satu buah tendon
dan empat buah tendon. Konfigurasi tulangan biasa dan properties struktur yang lain sama.
Gambar 3.25 (a) Diagram Tegangan
Regangan Beton
Gambar 3.25 (b) Diagram Tegangan
Regangan Baja Tulangan
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
47
Gambar 3.26 Diagram Tegangan Regangan Tendon Prategang
Tabel 3.1 Properties Geometri Penampang dan Alternatif tendon Prategang
No Diameter tendon
(mm) Luas tendon
(mm2)
1 11,3 100
2 16,0 200
3 19,5 300
4 25,2 500
5 29,9 700
6 35,7 1000
3.6.1 Dengan satu tendon prategang
• Tendon diameter 11,3 mm
Pada model dengan satu tendon letak tendon konsentris pada penampang. Untuk contoh
perhitungan kita gunakan alternatif yang pertama yaitu tendon dengan diameter 11,3 mm
dan luas tendon 100 mm2. Proses ini dibantu dengan software Response 2000 untuk
beberapa tahap perhitungan.
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
48
Gambar 3.27 Penampang Kolom dengan Satu Tendon (10M) Prategang Konsentris
Gambar 3.28 Momen Kurvatur Penampang (1 tendon - 10M)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
49
Dari Response 2000 diperoleh Curvature Distrubution sebagai Berikut:
Tabel 3.2 Curvature Distribution (1 tendon - 10M)
Length (mm) Curvature
0 0
42,5 0,01
127,5 0,03
212,5 0,05
297,5 0,07
382,5 0,09
467,5 0,11
633,75 0,149
881,25 0,207
1128,75 0,266
1376,25 0,324
1623,75 0,382
1871,25 0,44
2118,75 0,499
2366,25 1,292
2532,5 6,93
2617,5 11,844
2702,5 14,667
2787,5 18,327
2872,5 22,532
2957,5 27,051
3000 29,683
Tabel diatas merupakan distribusi kurvatur sepanjang elemen struktur. Jika data tersebut
disajikan dalam bentuk grafik di mana sumbu x merupakan panjang elemen dalam milimeter
(mm) dan sumbu y adalah besarnya kurvatur, maka grafik dari curvature distribution adalah
sebagai berikut:
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
50
Length vs Curvature
0
5
10
15
20
25
30
35
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Length (mm)
Cur
vatu
re
Gambar 3.29 Distribusi Kurvatur (1 tendon - 10M)
Untuk mencari besarnya panjang sendi plastis terlebih dahulu menghitung luasan yang ada di
bawah grafik curvatur distribution. Untuk itu digunakan metode untuk menghitung luasan
yang dimaksud. Metode yang digunakan untuk menghitung luasan tersebut adalah metode
trapesium di mana:
[ ]100
0 22
0
0
yyhyyhdxy
hx
x
+=⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ Δ
+=∫+
dimana
[ ]01 xxh −=
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
51
Contoh bentuk pengintegrasian dengan Metode Trapesium
Numerik
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
distance (mm)
kurv
atur
numerikS i 2
Gambar 3.30 Pengintegrasian Dengan Metode Trapesium (1 tendon - 10M)
Maka bentuk pengintegrasian dari grafik di atas dapat dilihat dalam tabel seperti di bawah
ini:
Tabel 3.3 Perhitungan Pengintegrasian Trapesium untuk satu tendon 10 M
x0 x1 h y0 y1 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
h
0 42,5 42,5 0 0,008 0,004 0,17
42,5 127,5 85 0,008 0,023 0,0155 1,3175
127,5 212,5 85 0,023 0,038 0,0305 2,5925
212,5 297,5 85 0,038 0,053 0,0455 3,8675
297,5 382,5 85 0,053 0,069 0,061 5,185
382,5 467,5 85 0,069 0,084 0,0765 6,5025
467,5 633,75 166,25 0,084 0,114 0,099 16,45875
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
52
633,75 881,25 247,5 0,114 0,158 0,136 33,66
881,25 1128,75 247,5 0,158 0,202 0,18 44,55
1128,75 1376,25 247,5 0,202 0,247 0,2245 55,56375
1376,25 1623,75 247,5 0,247 0,291 0,269 66,5775
1623,75 1871,25 247,5 0,291 0,336 0,3135 77,59125
1871,25 2118,75 247,5 0,336 0,383 0,3595 88,97625
2118,75 2366,25 247,5 0,383 0,43 0,4065 100,6088
2366,25 2532,5 166,25 0,43 0,461 0,4455 74,06438
2532,5 2617,5 85 0,461 5,187 2,824 240,04
2617,5 2702,5 85 5,187 11,976 8,5815 729,4275
2702,5 2787,5 85 11,976 18,905 15,4405 1312,443
2787,5 2872,5 85 18,905 25,003 21,954 1866,09
2872,5 2957,5 85 25,003 29,621 27,312 2321,52
2957,5 3000 42,5 29,621 31,941 30,781 1308,193
3000 31,941
Total 8355,398
Contoh Perhitungan:
Misal untuk baris pertama dari tabel diketahui besarnya
x0 = 0 dan x1 = 42,35
y0 atau φ0 = 0
y1 atau φ1 = 0.015
maka :
[ ] [ ] 35,42035,4201 =−=−= xxh
004,02
0008.02
01 =⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ + yy
sehingga
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
53
17,0004,035,422
01 ==⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
xyy
h
Dan nilai dari intergrasi untuk mencari luasan yang dimaksud adalah jumlah total dari
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
h dari baris pertama hingga baris terakhir.
[ ] [ ] [ ] [ ]n
n
n
L
yyhyyhyyhyyhdxy ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ ++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +=⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ += ∑∫ 10
210
110
110
0 2...
222
Di mana n adalah baris ke-n
Dari Response 2000 diperoleh bahwa untuk penampang dengan empat tendon dan diameter
11,3 mm kurvatur pada saat leleh (φy) adalah 0,464. Untuk mengetahui panjang plastis maka
harus diketahui Luasan dari kurva yang mengalami inelastis. Luasan tersebut dapat dihitung
dengan:
IdealizedActualRotationHingePlastic −=__
Di mana:
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
2* yLength
Idealizedϕ
Actual = Luas di bawah kurva
Maka akan di dapatkan perhitungan Plastic Hinge Rotation sebagai berikut:
Actual 8355,398
Idealized 1050
Plastic Hinge Rotation 7305,398
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
54
Besarnya panjang plastis dapat dihitung dengan:
)(___yu
rotationhingeplasticplastispanjangϕϕ −
=
Maka
233,8401)464,031,941(
7305,398_ =−
=plastispanjang mm
Hasil perhitungan di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
0
5
10
15
20
25
30
35
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Length (mm)
Kur
vatu
r
actualIdealizedPlastic hinge rotation
Gambar 3.31 Luasan Panjang Plastis
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
55
Hasil resume panjang plastis untuk penampang dengan satu tendon untuk setiap alternatif
tendon tersaji dalam tabel dan telah di plot dalam grafik berikut:
Tabel 3.4 Hubungan Panjang Plastis dengan Rasio Penulangan
Luas Tendon (mm) ρ Panjang plastis (mm2) 100 0,000278 233,84 200 0,000556 296,70 300 0,000833 242,09 500 0,001389 265,19 700 0,001944 288,9 1000 0,002778 327,16
Rasio Penulangan vs Panjang Plastis
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 0,0005 0,001 0,0015 0,002 0,0025 0,003 0,0035
ρ
Panj
ang
plas
tis (m
m)
Ap vs Lp
Gambar 3.32 Hubungan Panjang Plastis dengan Rasio Penulangan Tendon ( satu tendon)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
56
3.6.1 Dengan empat tendon prategang
• Tendon diameter 11,3 mm
Pada model dengan empat tendon, letak tendon konsentris pada penampang. Untuk
contoh perhitungan kita gunakan alternatif yang pertama yaitu tendon dengan diameter
11,3 mm dan luas tendon 100 mm2. Jadi luas total Tendon adalah 400 mm2. Proses ini
dibantu dengan software Response 2000 untuk beberapa tahap perhitungan.
Gambar 3.33 Penampang Kolom dengan Empat Tendon (10M) Prategang Konsentris
Gambar 3.34 Momen Kurvatur Penampang
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
57
Dari Response 2000 diperoleh Curvature Distrubution sebagai Berikut:
Tabel 3.5 Curvature Distribution (4 tendon - 10M)
Length (mm) Curvature
0 0
42,5 0,015
127,5 0,046
212,5 0,076
297,5 0,107
382,5 0,137
467,5 0,168
633,75 0,228
881,25 0,317
1128,75 0,406
1376,25 0,494
1623,75 0,594
1871,25 0,828
2118,75 1,938
2366,25 4,395
2532,5 7,578
2617,5 11,347
2702,5 14,863
2787,5 22,426
2872,5 33,931
2957,5 45,547
3000 51,517
Tabel diatas merupakan distribusi kurvatur sepanjang elemen struktur. Jika data tersebut
disajikan dalam bentuk grafik di mana sumbu x merupakan panjang elemen dalam milimeter
(mm) dan sumbu y adalah besarnya kurvatur maka grafik dari curvature distribution adalah
sebagai berikut:
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
58
Length vs Curvature
0
10
20
30
40
50
60
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Length (mm)
Cur
vatu
re
Gambar 3.35 Curvature Distribution (4 Tendon – 10M)
Maka bentuk pengintegrasian dari grafik di atas dengan metode Trapesium dapat dilihat
dalam tabel seperti di bawah ini:
Tabel 3.6 Perhitungan Pengintegrasian Trapesium (4 Tendon – 10M)
x0 x1 h y0 y1 ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
h
0 42,5 42,5 0 0,015 0,0075 0,31875
42,5 127,5 85 0,015 0,046 0,0305 2,5925
127,5 212,5 85 0,046 0,076 0,061 5,185
212,5 297,5 85 0,076 0,107 0,0915 7,7775
297,5 382,5 85 0,107 0,137 0,122 10,37
382,5 467,5 85 0,137 0,168 0,1525 12,9625
467,5 633,75 166,25 0,168 0,228 0,198 32,9175
633,75 881,25 247,5 0,228 0,317 0,2725 67,44375
881,25 1128,75 247,5 0,317 0,406 0,3615 89,47125
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
59
1128,75 1376,25 247,5 0,406 0,494 0,45 111,375
1376,25 1623,75 247,5 0,494 0,594 0,544 134,64
1623,75 1871,25 247,5 0,594 0,828 0,711 175,9725
1871,25 2118,75 247,5 0,828 1,938 1,383 342,2925
2118,75 2366,25 247,5 1,938 4,395 3,1665 783,7088
2366,25 2532,5 166,25 4,395 7,578 5,9865 995,2556
2532,5 2617,5 85 7,578 11,347 9,4625 804,3125
2617,5 2702,5 85 11,347 14,863 13,105 1113,925
2702,5 2787,5 85 14,863 22,426 18,6445 1584,783
2787,5 2872,5 85 22,426 33,931 28,1785 2395,173
2872,5 2957,5 85 33,931 45,547 39,739 3377,815
2957,5 3000 42,5 45,547 51,517 48,532 2062,61
3000 51,517
Total 14110,9
Contoh Perhitungan:
Misal untuk baris pertama dari tabel diketahui besarnya
x0 = 0 dan x1 = 42,35
y0 atau φ0 = 0
y1 atau φ1 = 0.0015
maka :
[ ] [ ] 35,42035,4201 =−=−= xxh
0075,02
0015.02
01 =⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
=⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ + yy
sehingga
0,318750075,035,422
01 ==⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
xyy
h
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
60
Dan nilai dari intergrasi untuk mencari luasan yang dimaksud adalah jumlah total dari
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +
201 yy
h dari baris pertama hingga baris terakhir.
[ ] [ ] [ ] [ ]n
n
n
L
yyhyyhyyhyyhdxy ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ +++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ ++⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +=⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ += ∑∫ 10
210
110
110
0 2...
222
Di mana n adalah baris ke-n
Dari Response 2000 diperoleh bahwa untuk penampang dengan satu tendon dan diameter
11,3 mm kurvatur pada saat leleh (φy) adalah 1,1. Untuk mengetahui panjang plastis maka
harus diketahui Luasan dari kurva yang mengalami inelastis. Luasan tersebut dapat dihitung
dengan:
IdealizedActualRotationHingePlastic −=__
Di mana:
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
2* yLength
Idealizedϕ
Actual = Luas di bawah kurva
Maka akan di dapatkan perhitungan Plastic Hinge Rotation sebagai berikut:
Actual 14110,9
Idealized 1650
Plastic Hinge Rotation 12460,9
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
61
Besarnya panjang plastis dapat dihitung dengan:
)(___yu
rotationhingeplasticplastispanjangϕϕ −
=
Maka
247,1567)1,1517,15(
12460,9_ =−
=plastispanjang mm
Hasil perhitungan di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Length vs Kurvature
0
10
20
30
40
50
60
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Length (mm)
Cur
vatu
re
ActualIdealizedPlastic hinge rotation
Gambar 3.36 Luasan Panjang Plastis
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
62
Hasil resume panjang plastis untuk penampang dengan empat tendon setiap alternatif tendon
tersaji dalam tabel dan telah di plot dalam grafik berikut:
Tabel 3.7 Hubungan Panjang Plastis dengan Rasio Penulangan ( empat tendon)
Luas total tendon (mm2) Luas total tendon (mm2) Ρ Panjang plastis (mm)
400 400 0,0011 247,15
800 800 0,0022 304,51
1200 1200 0,0033 354,93
2000 2000 0,00556 382,12
2800 2800 0,00778 348,94
4000 4000 0,0111 252,67
Rasio Penulangan vs Panjang plastis
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012
ρ
panj
ang
plas
tis (m
m)
Gambar 3.37 Hubungan Panjang Plastis dengan Rasio Penulangan (4 tendon)
BAB III PEMODELAN KOLOM DAN PERHITUNGAN
63
Jika data dari penampang yang menggunakan satu tendon dengan penampang yang
menggunakan empat tendon digabungkan dalam sebuah grafik dapat di lihat dalam grafik
berikut:
Rasio Penulangan vs Panjang Plastis
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012
ρ
Panj
ang
plas
tis (m
m)
Ap vs Lp
Gambar 3.38 Hubungan Panjang Plastis dengan Rasio Penulangan Tendon Total
Top Related