BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II memaparkan mengenai teori dasar pendukung yang mendasari
proses pembuatan Aplikasi Perbandingan Penggunaan Metode Threshold dan
Metode K-Nearest Neighbour dalam Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung
Agung Bali Indonesia.
2.1 State of the Art
Penelitian mengenai perbandingan metode dalam deteksi luas tutupan
vegetasi menggunakan citra satelit Landsat telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan menggunakan segmentasi pengolahan citra digital Remote Sensing.
Pendeteksian luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi dapat dikenali
melalui padat atau tidaknya populasi tumbuhan yang terdapat pada lereng gunung
berapi. Penggunaan parameter seperti metode Threshold dan metode K-Nearest
Neighbour untuk mendukung dalam mencari perbandingan antara kedua metode
tersebut mengenai luas tutupan vegetasi. Peneliti melakukan penelitian dengan
cara menggunakan aplikasi pengolahan citra yang sudah ada, sehingga masih
sangat sedikit penelitian yang langsung membuat rancang bangun aplikasi
perbandingan antara penggunaan metode Threshold dan metode K-Nearest
Neighbour dalam menghitung luas tutupan vegetasi berbasis desktop. Penelitian
dalam Tugas Akhir ini melakukan penelitian dan merancang aplikasi
perbandingan luas tutupan vegetasi pada lereng Gunung Agung menggunakan
metode Threshold dan metode K-Nearest Neighbour berbasis desktop.
Penelitian I Putu Wawan Sanjaya Putra (2015) dengan judul “Aplikasi
Deteksi Luas Tutupan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai”.
Tujuan penelitian tersebut yaitu mendapatkan dan menampilkan perubahan luas
tutupan hutan mangrove dari penggunaan citra satelit Landsat 8 dengan tahun
yang berbeda. Hasil yang diperoleh yaitu dari luas hutan mangrove menggunakan
citra satelit Landsat 8 Tahun 2003 menghasilkan luas area vegetasi mangrove
sebesar 1.008.63 Hektar, dan Tahun 2015 menghasilkan luas area vegetasi
mangrove sebesar 1.379,34 Hektar. Perubahan luas area vegetasi mangrove dari
Tahun 2003 - 2015 yaitu mencapai 370.71 Hektar.
Penelitian erristhya darmawan dengan judul “Perbandingan Metode
Supervised (Terbimbing) Dan Unsupervised (Tak Terbimbing) Melalui Google
Citra Satelit Dalam Analisis Pengguaan Lahan”. Penelitian yang dilakukan yaitu
membandingkan hasil klasifikasi citra google satelit dengan menggunakan dua
metode seperti Supervised (terbimbing) dan Unsupervised (tak terbimbing)
dengan melakukan perbandingan tersebut terlihat hasil citra yang akurat dan tidak
akurat. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan metode Supervised
(terbimbing) memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
Unsupervised (tak terbimbing).
Penelitian Suwarsono dan Rokhis Khomarudin (2015) dengan judul
“Deteksi Wilayah Pemukiman pada Bentuk Lahan Vulkanik Menggunakan Citra
Satelit Landsat-8 OLI Berdasarkan Parameter Normalized Difference Build-Up
Index (NDBI)”. Penelitian yang dilakukan yaitu mengambil lokasi diwilayah
bentuk lahan vulkanik gunung api Sinabung, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera
Utara. Data yang dipergunakan adalah Landsat-8 OLI. Koreksi radiometrik
dilakukan untuk menghitung nilai reflektansi. Dilineasi bentuk lahan vulkanik
dilakukan secara visual dengan teknik digitasi layar. Nilai NDBI dihitung dengan
mengadopsi metode perhitungannya (Zha et al., 2003). Nilai NDBI tersebut
kemudian dipergunakan untuk memisahkan kelas-kelas permukiman dengan
metode pengambangan (Thresholding) dan metode Supervised Maximum
Likehood Classification.
Penelitian Ketut Wikantika, Yorda Prita Utama dan Akhmad Riqqi (2005)
dengan judul “Deteksi Perubahan Vegetasi dengan Metode Spectral Mixture
Analysis (SMA) dari Citra Satelit Multitemporal Landsat TM dan ETM”.
Penelitian yang dilakukan yaitu pemantauan perubahan tutupan vegetasi di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan menggunakan metode Spectral Mixture
Analysis (SMA) dengan menggunakan pemisahan linier (linier unmixing) yang
memungkinkan untuk melakukan identifikasi serta penentuan proporsi spasialnya.
Hasil yang diperoleh yaitu citra fraksi dari edmember vegetasi beserta proporsi
spasialnya antara tahun 1991, 1994 dan 2001, dimana tahun 1994 dan 2001
dideteksi terjadinya perubahan luas areal vegetasi seluas ± 1.245 hektar.
Penelitian Yennie Marini, Emiyati, dan Maryani Hartutidan (2014) dengan
judul “Perbandingan Metode Klasifikasi Supervised Maximum Likelihood dengan
Klasifikasi Berbasis Objek untuk Inventarisasi Lahan Tambak di Kabupaten
Maros”. Penelitian yang dilakukan yaitu menginventarisasi lahan tambak di
Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan citra SPOT -4 secara
digital menggunakan metode klasifikasi digital Supervised Maximum
Likelihood dan metode klasifikasi digital berbasis objek atau segmentasi dan
membandingkan hasil keduanya. Hasil perhitungan luasan tambak di
Kabupaten Maros menggunakan metode klasifikasi Supervised Maximum
Likelihood adalah 9693,58 hektar sedangkan hasil berdasarkan metode
segmentasi adalah 11348,84 hektar. Perbedaan dari perhitungan kedua metode
yaitu sebesar 1655,26 hektar, hal ini disebabkan oleh perbedaan interpretasi
dalam pengambilan training sampel antara kedua metode tersebut, dimana pada
metode Maximum Likelihood training sampel dilakukan oleh user secara manual
sedangkan pada segmentasi dilakukan secara digital.
2.2 Citra
Citra dapat diartikan sebagai suatu fungsi intensitas cahaya dua dimensi
yang dinyatakan oleh f(x,y), dimana nilai atau amplitudo dari f pada koordinat
spasial (x,y) menyatakan intensitas (kecerahan) citra pada titik tersebut.
Menurut kamus Webster, citra adalah representasi, kemiripan atau imitasi dari
suatu objek atau benda. Citra dinyatakan sebagai suatu fungsi kontinyu dari
intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Citra yang terlihat merupakan cahaya
yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek
memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya
ditangkap oleh alat optik, misalnya: mata manusia, kamera, scanner, sensor
satelit.
Citra digital merupakan citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi baik
area koordinat maupun level brightness. Nilai f dikoordinat (x,y) menunjukkan
level brightness atau grayness dari citra pada titik tersebut. Citra digital
adalah citra yang telah disimpan atau dikonversi ke dalam format digital.
Gambar 2.1Contoh Citra Dalam Bentuk Piksel
(Sumber: yusronrijal.wordpress.com)
2.2.1 Resolusi Citra
Empat macam resolusi yang digunakan dalam penginderaan jauh yaitu
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal
(Jaya, 2002) masing-masing resolusi tersebut yaitu:
1. Resolusi spasial yaitu ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)
permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di
sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur, misalnya data citra yang
diambil dari Landsat memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m.
2. Resolusi spektral diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang
gelombang yang sensitif terhadap sensor, misalnya citra Landsat TM
memiliki resolusi spektral sebesar 7 sampai 11 band, dimana masing-
masing band memiliki rentang panjang gelombangnya masing-masing.
3. Resolusi radiometrik yaitu ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan
aliran radiasi (radian flux) yang dipantulkan dari suatu objek permukaan
bumi, misalnya radian pada panjang gelombang 0.6 – 0.7 µm direkam
oleh detector MSS band 5 dalam bentuk voltage.
4. Resolusi temporal yaitu frekuensi dari suatu sistem sensor merekam suatu
areal yang sama, misalnya Landsat TM mempunyai ulangan overpass 16
hari.
2.2.2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut (Este dan Simonett, 1975). Interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan
berupaya mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu:
1. Deteksi
Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya
suatu objek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya
untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar dengan menggunakan alat
penginderan (sensor). Pendeteksian benda dan gejala disekitar, penginderaannya
tidak dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil
rekaman dari foto udara atau satelit.
2. Identifikasi
Tiga ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang
terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:
a. Spektoral merupakan ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga
elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.
b. Spatial merupakan ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk,
ukuran, bayangan, pola, tekstur situs dan asosiasi.
c. Temporal merupakan ciri yang terkait dengan umum benda atau saat
perekaman.
3. Analisis
Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara
menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang
menuju kearah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian
tersebut. Tahapan interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada
bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsiran citra.
2.2.3 Unsur Interpretasi Citra
Pengenalan objek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra.
Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur
interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretasi pada citra
lainnya (Sutanto, 1994:121). Unsur interpretasi citra terdiri:
a. Rona dan Warna
Rona merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada
citra, sedangkan warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan
menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
Gambar 2.2 Contoh Citra Pankromatik
(Sumber: Digital Globe Image, 2009)
b. Bentuk
Bentuk merupakan variable kuantitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek (Lo, 1976). Bentuk dapat dikatakan sebagai atribut yang
jelas sehingga dengan bentuknya saja dapat dikenali oleh objek, misalnya gunung
berapi berbentuk kerucut.
Gambar 2.3 Contoh Bentuk Kerucut Gunung Berapi
(Sumber: Digital Globe Image, 2009)
c. Ukuran
Ukuran merupakan objek berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume.
Ukuran objek pada citra berupa skala. Contoh lapangan olahraga sepak bola di
cirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80-100 m).
Gambar 2.4 Contoh Citra Ukuran
(Sumber: Digital Globe, 2009)
d. Tekstur
Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand
and Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil
untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan halus,
sedang, kasar dan lain-lain.
Gambar 2.5 Contoh Citra Tekstur
(Sumber: Digital Globe, 2009)
e. Pola
Pola merupakan susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu
objek adalah bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah.
Gambar 2.6 Contoh Citra Pola Jalan dan Pola Sungai
(Sumber: Digital Globe, 2009)
f. Bayangan
Bayangan adalah sifat yang menyembunyikan detail atau objek yang
berada di daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada
umumnya tidak tampak sama sekali atau tampak samar, namun bayangan sering
disebut sebagai kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru
lebih tampak dari bayangannya.
g. Asosiasi
Asosiasi merupakan keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang
lainnya. Kereta api sebagai contoh dengan rel kereta api maka terlihat suatu objek
pada citra yang sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain.
2.3 Spektrum Elektromagnetik
Spektrum Elektromagnetik memiliki kaitan yang erat dengan ilmu
penginderaan jarak jauh (Remote Sensing). Kebanyakan data penginderaan jarak
jauh (Remote Sensing) berasal dari hasil pantulan spektrum elektromagnetik.
Spektrum elektromagnetik berarti rentang semua radiasi elektromagnetik yang
mungkin, sehingga dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi atau
tenaga perfoton.
Jenis-jenis spektrum gelombang elektromagnetik ada 7 jenis, jenis tersebut
dikategorikan berdasarkan besar frekuensi gelombangnya.
Gambar 2.7 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
(Sumber: www.kelasbelajarku.com)
1. Gelombang Radio
Gelombang radio memiliki panjang sekitar 10-3 meter dengan frekuensi
sekitar 104 Hertz. Sumber gelombang ini berasal dari rangkaian Oscillator
Elektronik yang bergetar. Rangkaian oscillator tersebut terdiri dari komponen
Resistor (R), Indikator (L) dan Kapasitor (C). Spektrum Elektromagnetik Radio
dimanfaatkan manusia untuk teknologi radio, siaran televisi dan jaringan telepon.
2. Gelombang Inframerah
Gelombang inframerah memiliki panjang 10-2 meter dengan frekuensi
sekitar 108 Hertz. Gelombang inframerah dihasilkan ketika elektron bergetar
karena panas, contohnya tubuh manusia dan bara api. Manfaat kegunaan lain yaitu
untuk pengamatan objek dalam gelap, remote TV dan transfer data di ponsel.
3. Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan gelombang yang memiliki panjang sekitar
10-2 meter dengan frekuensi sekitar 108 Hertz. Gelombang mikro dihasilkan oleh
tabung Klystron, kegunaannya sebagai penghantar energi panas. Salah satu contoh
penggunaan gelombang mikro yaitu pada oven dan panci yang berupa efek panas
untuk memasak. Gelombang mikro dapat mudah diserap oleh suatu benda dan
juga menimbulkan efek pemanasan pada benda.
4. Gelombang Cahaya Tampak
Gelombang cahaya tampak merupakan cahaya yang dapat ditangkap
langsung oleh mata manusia. Gelombang cahaya tampak memiliki panjang
0.5x10-6 meter dengan frekuensi 1015 Hertz. Gelombang cahaya tampak terdiri
dari 7 macam yang disebut warna. Jika diurutkan dari yang paling besar
frekuensinya adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.
5. Gelombang Ultra Violet
Gelombang UV memiliki panjang 10-8 meter dengan frekuensi 1016 Hertz.
Gelombang ini berasal dari matahari dan juga dapat dihasilkan oleh transisi
elektron dalam orbit atom, busur karbon dan lampu mercury. Fungsi UV dapat
bermanfaat dan dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu contoh fungsi sinar UV
adalah sebagai detector untuk membedakan uang asli dan uang palsu.
6. Gelombang Sinar X
Gelombang sinar X memiliki panjang 10-10 meter dan memiliki frekuensi
1018 Hertz. Gelombang sinar X sering disebut juga dengan sinar rontgen, karena
gelombang sinar X banyak dimanfaatkan untuk kegiatan rontgen di rumah sakit
dalam melakukan dan memeriksa organ bagian dalam tubuh, seperti tulang yang
retak dibagian dalam tubuh dapat terlihat menggunakan sinar X.
7. Gelombang Sinar Gamma
Gelombang sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang
memiliki frekuensi yang paling besar. Sinar gamma dihasilkan melalui proses di
dalam inti atom (nuklir).
Sinar gamma membentuk spektrum elektromagnetik energi
tertinggi. Sinar gamma seringkali didefinisikan bermulai dari energi 10 keV/ 2.42
EHz/ 124 pm, meskipun radiasi elektromagnetik dari sekitar 10 keV sampai
beberapa ratus keV juga dapat menunjuk kepada sinar X keras. Gamma dibedakan
dengan sinar X. Sinar gamma adalah istilah untuk radiasi elektromagnetik energi
tinggi yang diproduksi oleh transisi energi karena percepatan elektron. Transisi
elektron memungkinkan untuk memiliki energi lebih tinggi dari beberapa transisi
nuklir.
2.4 Indeks Vegetasi
Cambell (2011) menjelaskan, Indeks vegetasi atau VI (vegetation index),
dianalisa berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital. Indeks vegetasi terbentuk
dari kombinasi dari beberapa nilai spectral dengan menambahkan, dibagi atau
dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai tunggal yang
menunjukan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam pixel.
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari
pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data
sensor satelit. Pemantauan dilakukan dengan proses perbandingan antara tingkat
kecerahan kanal cahaya merah vegetasi (red) dan kanal cahaya inframerah dekat
(near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan
pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada
daun membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal tersebut
jauh berbeda. Daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,
pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi
vegetasi yang rusak, tidak menunjukan nilai rasio yang tinggi (minimum).
Sebaliknya wilayah bervegetasi sangat rapat dengan kondisi sehat, perbandingan
kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum) (Suniana, 2008).
Gambar 2.8 Pola Spektral Vegetasi dan Air
(Sumber: Muhammad Hanif, Program Studi Geografi UNP )
2.5 Komposit Citra
Komposit citra adalah citra baru hasil dari penggabungan 3 saluran yang
mampu menampilkan keunggulan dari saluran-saluran penyusunnya (Sigit, 2011).
Penggunaan komposit citra dikarenakan keterbatasan mata manusia yang kurang
mampu dalam membedakan gradasi warna dan lebih mudah memahami dengan
pemberian warna.
Citra multispektral yang terdiri dari banyak saluran, apabila hanya
menampilkan satu saluran, maka citra yang dihasilkan merupakan gradasi rona.
Mata manusia hanya bisa membedakan objek yang terlihat pada suatu saluran,
Oleh sebab itu pada citra komposit hasilnya lebih mudah untuk mengidentifikasi
suatu objek pada citra. Dasar dari pembuatan komposit citra adalah berdasarkan:
1. Tujuan penelitian yaitu keunggulan di setiap saluran. Contoh, apabila
dalam penelitian lebih memfokuskan pada objek air, maka saluran atau
band yang digunakan adalah band 1, band 2 dan band 3, selain dari band
tersebut air memiliki nilai 0 dalam pemantulannya. Kesimpulannya
komposit citra yang bisa dibuat adalah citra komposit 1,2,3, sehingga air
akan berwarna merah.
2. OIF (Optimum Index Factor) yaitu kemampuan citra untuk menampilkan
suatu objek. OIF semakin tinggi maka semakin banyak objek berbeda
yang dapat ditampilkan pada citra komposit tersebut. OIF digunakan
apabila ingin menonjolkan penggunaan lahan dari suatu daerah jika
diidentifikasi dari citra.
Suatu pembentukan komposit citra dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
a. Komposit warna asli yaitu gabungan dari warna merah, hijau dan biru.
Citra yang dapat menghasilkan komposit warna asli yaitu Landsat, ALOS
dll.
b. Komposit warna tidak asli terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1) Standar yaitu gabungan dari inframerah, merah, dan hijau. Dianggap
standar karena awalnya penginderaan jauh lebih banyak digunakan
dalam bidang kehutanan jadi komposit warna tersebut dianggap
standar karena citra kompositnya lebih menonjolkan objek vegetasi.
2) Tidak standar yaitu dapat dilakukan penggabungan dengan bebas.
2.6 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan perhitungan
citra yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan yang sangat baik
sebagai awal dari pembagian daerah vegetasi. NDVI dapat menunjukan parameter
yang berhubungan dengan parameter, antara lain: biomassa dedaunan hijau,
daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai yang dapat diperkirakan untuk
pembagian vegetasi.
Pilihan 2 Band tentunya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, yaitu
pemantulan cahaya oleh objek (Reflectance), penyerapan cahaya oleh objek
(Absorptance) dan pelolosan cahaya oleh objek (Transmittance). Pemantulan
maksimum pada vegetasi terjadi pada panjang gelombang Near Infrared.
Pemantulan maksimum disebabkan oleh struktur daun (mesophyll) yang dapat
meningkatkan pemantulan gelombang Near Infrared. Penyerapan maksimum
terjadi pada panjang gelombang Visible Red. Penyerapan disebabkan oleh zat
hijau daun (Chlorophyll) (Assyakur, 2009).
Persamaan NDVI merupakan hasil dari pengurangan antara Near Infrared
dikurangi dengan Visible Red dibagi dengan penjumlahan Near Infrared ditambah
dengan Visible Red, sebelum melakukan persamaan tersebut terlebih dahulu input-
an band harus dikoreksi secara radiometrik.
(2.1)
Gambar 2.9 Ilustrasi Pantulan Gelombang Elektromagnetik
(Sumber: http://www.laserfocusworld.com)
Gambar 2.9 merupakan ilustrasi bagaimana nilai indeks vegetasi
didapatkan. Vegetasi sehat (sebelah kiri) dan vegetasi tidak sehat (sebelah kanan).
Secara umum vegetasi sehat memantulkan gelombang inframerah dekat dengan
presentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vegetasi yang tidak sehat,
sebaliknya gelombang visible dipantulkan lebih tinggi pada vegetasi tidak sehat
dan lebih rendah pada vegetasi yang sehat. Rumus NDVI yaitu Inframerah
dikurang visible dibagi dengan inframerah ditambah visible. Kesimpulan dari
ilustrasi tersebut yaitu nilai perhitungan NDVI yang semakin dekat dengan +1
dideteksi sebagai vegetasi sehat sedangkan perhitungan yang menghasilkan nilai
yang kurang dari +1 atau jauh dari +1 dideteksi sebagai vegetasi tidak sehat,
karena nilai dari suatu indeks vegetasi berupa +1 sebagai vegetasi dan -1 sebagai
non-vegetasi.
Analisis citra digital dengan NDVI lebih efektif untuk objek kajian yang
mempunyai wilayah persebaran yang luas (Arnanto, 2013) seperti Gunung. Proses
NDVI menghasilkan sebuah citra baru dengan piksel berkisaran -1 sampai dengan
+1. Nilai piksel positif menandakan suatu vegetasi, sedangkan nilai piksel negatif
menandakan suatu objek non-vegetasi. Klasifikasi objek berdasarkan nilai NDVI
yaitu sebagai berikut (Benny, 2008).
Tabel 2.1 Pembagian Objek Berdasarkan Nilai NDVI (Benny, 2008)
Daerah Pembagian Nilai NDVI
Awan es, awan air, salju < 0
Batuan dan lahan kosong 0 – 0.1
Padang rumput dan semak belukar 0.2 – 0.3
Hutan daerah hangat dan hutan hujan
tropis
0.4 – 0.8
Rentang suatu nilai NDVI antara -0.1 hingga +0.1. Nilai yang lebih besar
dari 0.1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari
vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0.1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan
dan lahan kosong, dan nilai yang kurang 0 kemungkinan mengidentifikasi awan
es, awan uap air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0.1
untuk lahan savanna hingga 0.8 untuk daerah hutan hujan tropis.
2.7 NDVI Threshold
NDVI Threshold adalah proses memberikan batasan rentang pada nilai
piksel NDVI. Hutan pada gunung berapi umumnya memiliki NDVI Threshold
dengan rentang nilai piksel NDVI berkisaran antara 0.4 – 0.8 yang mengacu pada
Tabel 2.1. Proses perhitungan luas tutupan vegetasi pada lereng gunung berapi
dilakukan dengan menjumlahkan piksel NDVI yang masuk ke dalam rentang
NDVI Threshold. Jumlah piksel tersebut kemudian dikalikan dengan nilai resolusi
spasial citra Landsat yaitu 30 x 30 (m2) (Wawan Sanjaya Putra, 2015).
Tabel 2.2 Klasifikasi NDVI Threshold
(Sumber: Nontji Anugrah, Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta, 2005 )
Tingkat Kerapatan NDVI Threshold
Sangat Jarang 0.4 < NDVI ≤ 0.45
Jarang 0.45 < NDVI ≤ 0.5
Sedang 0.5 < NDVI ≤ 0.55
Padat 0.55 < NDVI ≤ 0.8
Gambar 2.10 menunjukan citra NDVI Threshold dengan ukuran matriks
5x5 yang memperoleh nilai baru. Ilustrasi transformasi NDVI terdapat 25 piksel
yang mempunyai nilai yaitu 14 piksel merupakan nilai yang layak sebagai
vegetasi dan 11 piksel merupakan nilai yang tidak layak sebagai vegetasi atau
non-vegetasi. Titik piksel yang layak adalah 1 sesuai dengan NDVI ambang
bawah pertimbangan bahwa nilai NDVI hutan berkisaran dari 0.4 dan ≤ 0.8. Nilai
NDVI Threshold yang layak adalah 1 dan nilai NDVI Threshold yang tidak layak
adalah 0 sebagai vegetasi hutan di lereng gunung (Wawan Sanjaya Putra, 2015).
Gambar 2.10 Transformasi NDVI
Gambar 2.11 NDVI Threshold
Proses identifikasi daerah berdasarkan pada klasifikasi cakupan vegetasi
lereng gunung dapat dikelola dengan mengelompokan nilai NDVI Threshold
menjadi beberapa segmen. Nilai dari NDVI Threshold dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa rentang nilai, jika tidak melampaui minimum dan batas
maksimum dari nilai NDVI lereng gunung. Rentang nilai tersebut dapat dibagi
menjadi 4 bagian. Cakupan klasifikasi lereng gunung dapat ditunjukan pada Tabel
2.2.
2.8 Satelit Landsat
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit yang digunakan untuk
mengamati permukaan bumi. Satelit yang biasa dikenal sebagai satelit sumber
daya alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber daya alam
dan memantau kondisi lingkungan. Instrumen satelit Landsat telah menghasilkan
jutaan citra. Citra tersebut diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun
penerima Landsat diseluruh dunia yang memiliki sumber daya untuk riset
perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan,
perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Sensor TM mempunyai
resolusi sampai 30m x 30m dan bekerja mengumpulkan data permukaan bumi dan
luas sapuan 185km x 185km. Penggunaan citra Landsat untuk pemetaan
penggunaan lahan khususnya telah populer di negara-negara berkembang untuk
mempercepat perolehan data yang diperlukan atau untuk meng-update data lama.
2.8.1 Keunggulan Satelit Landsat
Landsat 8 merupakan kelanjutan dari Landsat yang pertama kali menjadi
satelit pengamat bumi sejak 1972. Landsat 8 memiliki karakteristik yang mirip
seperti Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi,
ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Tambahan yang
menjadi titik penyempurnaan dari Landsat 7 yaitu seperti jumlah band, rentang
spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta
nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Warna objek pada
citra tersusun atas 3 warna dasar, Red, Green, dan Blue (RGB). Total dari
keseluruhan band sebagai penyusun RGB komposit, sehingga warna-warna objek
menjadi lebih bervariasi.
Kelebihan lainnya tentu dalam akses data yang gratis tanpa berbayar.
Resolusi yang dimiliki tidak setinggi citra berbayar seperti Ikonos, Geo, Eye dan
Quick Bird, namun resolusi 30m x 30m dan pixel 16 bit akan memberikan begitu
banyak informasi berharga bagi para pengguna atau pembuatan aplikasi mengenai
penginderaan jarak jauh (Remote Sensing).
2.8.2 Band pada Landsat 8
Landsat 8 memiliki sensor dengan rentang yang berbeda masing-masing
memiliki karakteristik yang ditentukan oleh frekuensi spektrum elektromagnetik.
Setiap rentang tersebut dikenal dengan istilah band. Secara keseluruhan Landsat 8
memiliki 11 band. Tabel 2.3 merupakan karakteristik band pada satelit Landsat 8.
Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Satelit Landsat 8
(sumber : www.terra-image/band-landsat/)
Nomor Band Panjang
Gelombang (µm)
Resolusi
Spasial Manfaat
1 (Ultra Blue) 0.43 – 0.45 30 m Studi pesisir dan aerosol
2 (Blue) 0.45 – 0.51 30 m Pemetaan batimetri dan
membedakan tanah.
3 (Green) 0.53 – 0.59 30 m Menekankan vegetasi
puncak, yang berguna
untuk menilai kekuatan
tanaman.
4 (Red) 0.64 – 0.67 30 m Mendiskriminasikan
lereng vegetasi.
5 (NIR) 0.85 – 0.88 30 m Menekankan konten
biomassa dan garis
pantai.
6 (SWIR 1) 1.57 – 1.65 30 m Mendiskriminasikan
kadar air tanah dan
vegetasi, menembus awan
tipis.
7 (SWIR 2) 2.11 – 2.29 30 m Peningkatan kadar air
tanah dan vegetasi,
penetrasi awan tipis.
8(Panchromatic) 0.50 – 0.68 15 m Resolusi 15 meter, definisi
gambar yang lebih tajam.
9 (Cirrus) 1.36 – 1.38 30 m Peningkatan deteksi
kontaminasi awan cirrus.
10 (TIR) 10.6 – 11.19 100 m Resolusi 100 meter,
pemetaan termal dan
perkiraan kelembaban
tanah.
11 (TIR) 11.5 - 12.51 100 m Resolusi 100 meter,
peningkatan pemetaan
termal dan perkiraan
kelembaban tanah.
Tabel 2.4 Penggunaan Kombinasi Band untuk Aplikasi atau Penelitian. (Sumber: www.blogs.esri.com)
Aplikasi Kombinasi Band
Natural Color (True Color) 4, 3, 2
False color (Urban) 7, 6, 4
Color Infrared (Vegetation) 5, 4, 3
Pertanian 6, 5, 2
Penetrasi Atmosfer 7, 6, 5
Vegetasi Sehat 5, 6, 2
Tanah/Air 5, 6, 4
Natural With Amospheric Removal 7, 5, 3
Shortwave Infrared 7, 5, 4
Analisis Vegetasi 6, 5, 4
2.8.3 Digital Number (DN)
Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling
kecil pada citra satelit. Angka numeric (1 byte) dari pixel disebut Digital Number
(DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisaran antara putih dan
hitam (grayscale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun
dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.
Citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk grayscale yang
merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang
bervariasi. Penginderaan jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade grayscale,
dimana nilai 0 menggambarkan hitam dan nilai putih 255. Gambar 2.12
menunjukan derajat keabuan dari hubungan antara DN dan derajat keabuan yang
menyusun sebuah citra.
Gambar 2.12 Hubungan DN dengan Derajat Keabuan
(Sumber: http://hosting.soonet.ca/eliris/remotesensing/bl130lec10.html)
Citra multispectral mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band
yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7 mempunyai pixel 7 DN dari 7
band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam
bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut
komposit warna (color composites).
2.8.4 Resolusi Spasial Citra
Resolusi spasial citra merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk
permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya,
atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Citra Landsat memungkinkan
pengguna untuk menentukan luas suatu objek dipermukaan bumi berdasarkan
resolusi spasial yang terdapat pada spesifikasi setiap band. Kemampuan tersebut
memungkinkan pengguna untuk melakukan analisa dan identifikasi luas objek
tertentu dipermukaan bumi.
Gambar 2.13 Resolusi Spasial Band 5 (Near Infrared)
Setiap band memiliki resolusi spasial yang berbeda, sebagai contoh band 5
(Near Infrared) pada satelit Landsat 8 OLI/TIRS memiliki resolusi spasial 30m x
30m, jadi, citra tersebut memiliki luas bidang sebesar 900 m2 untuk setiap piksel
atau kotaknya. Gambar 2.13 menunjukan resolusi spasial band 5 (Near Infrared).
2.8.5 Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan citra akibat kesalahan
radiometrik atau cacat radiometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk
memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan nilai atau warna asli. Efek dari
atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek dipermukaan bumi yang terekam oleh
sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar, karena
adanya hamburan atau lebih kecil dalam proses serapan. Metode yang sering
digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran
histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan
(Projo Danoedoro, 1996).
Standar Landsat 8 yang disediakan oleh USGS terdiri dari bilangan yang
terkuantisasi dan terkalibrasi secara Digital Number (DN). Digtal Number
mewakili data gambar multispektral yang diperoleh dari kedua buah sensor (OLI
dan TIRS). Digital Number ditampilkan ke dalam format 16 bit unsigned integer
dan dapat dikalibrasi kembali ke nilai koreksi radiometrik Top Of Atmosphere
(TOA) menggunakan koefisien rescaling radiometrik yang disediakan dalam file
metadata (file MTL).
Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling
reflektan yaitu sebagai berikut (landsat.usgs.gov):
ρλ' = MρQcal + Aρ (2.2)
Dimana:
ρλ' = Koreksi Reflektan TOA (Tanpa Elevasi Matahari).
Mp = Multiplicative Rescaling Factor Band.
(REFLECTANCE_MULTI_BAND_X)
Aρ = Additive Rescaling Factor Band
(REFLECTANCE_ADD_BAND_X)
Qcal = Standard Product Pixel Values atau Digital Number (DN).
Persamaan koreksi radiometrik dengan memanfaatkan koefisien rescaling
reflektan dan sudut matahari adalah sebagai berikut (landsat.usgs.gov):
(2.3)
Dimana:
ρλ' = Koreksi Reflektan TOA (Dengan Koreksi Sudut Matahari)
= Sun Elevation (SUN_ELEVATION)
2.9 Metode K-Nearest Neighbour
Metode K-Nearest Neighbour adalah sebuah metode untuk melakukan
klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling
dekat dengan objek tersebut.
Tujuan dari algoritma adalah mengklasifikasikan objek baru berdasarkan
atribut dan training sampel. Metode K-Nearest Neighbour sangatlah sederhana,
bekerja berdasarkan jarak terpendek dari query instance ke training sampel untuk
menentukan K-NN. Training sampel diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak,
dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Ruang dapat
dibagi menjadi bagian-bagian berdasarkan klasifikasi training sampel. Sebuah
titik pada ruang ditandai kelas c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling
banyak ditemui pada k buah tetangga terdekat dari titik tersebut. Dekat atau
jauhnya tetangga biasanya dihitung berdasarkan Euclidean Distance yang
direpresentasikan sebagai berikut (A. J. Arriawati et al 2011; M. I. Sikki, 2009).
(2.4)
(2.5)
Keterangan:
a = Data sampel
b = Data uji / Training
ᵢ = Variabel data
d = Jarak
2.9.1 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour
Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour berguna untuk mengetahui
tahapan-tahapan yang berada pada proses metode K-Nearest Neighbour.
Klasifikasi berguna untuk menentukan kelas dari suatu citra yang diteliti. Metode
klasifikasi yang digunakan dalam pembuatan aplikasi perbandingan yaitu Metode
K-Nearest Neighbour berdasarkan jumlah tetangga terdekat untuk penentuan
kelasnya.
Klasifikasi K-Nearest Neighbour terdiri dari beberapa tahapan antara lain
sebagai berikut:
1. Menentukan nilai k.
2. Menghitung jarak antara citra uji dengan seluruh citra dalam data yang
menggunakan rumus jarak Euclidean dan menentukan citra terdekat
dengan citra uji berdasarkan nilai k.
3. Menentukan hasil klasifikasi berdasarkan kelas yang memiliki anggota
terbanyak.
Gambar 2.14 Diagram Alur Klasifikasi K-Nearest Neighbour
2.10 Pemodelan Sistem
Pemodelan sistem merupakan salah satu bagian terpenting dalam
perancangan aplikasi Deteksi Luas Tutupan Vegetasi Gunung Agung Bali
Indonesia. Pemodelan sistem adalah langkah untuk menggambarkan secara umum
aplikasi yan dibangun. Bentuk gambaran umum digambarkan dengan use case
diagram dan activity diagram.
2.10.1 Use Case Diagram Use case diagram merupakan diagram yang menggambarkan kebutuhan
sistem dari sudut pandang user yang memperlihatkan hubungan-hubungan yang
terjadi antara actors dengan use case dalam sistem. Use Case Diagram
menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem. Use Case
Diagram lebih mementingkan apa yang diperbuat sistem dan bukan bagaimana.
Simbol dari Use Case Diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.5
berikut:
Tabel 2.5 Simbol pada Use Case Diagram
Simbol Nama Keterangan
Actor
Seseorang atau sesuatu yang
berinteraksi dengan sistem.
Use Case
Menggambarkan bagaimana
seseorang akan menggunakan
atau memanfaatkan sistem.
Relationship
Hubungan antara actor dan use
case. Terdapat dua hubungan:
1. <<include>> : Kelakuan
yang harus terpenuhi agar
sebuah event dapat terjadi.
2. <<extends>> :
Kelakukan yang hanya
berjalan di bawah kondisi
tertentu.
2.10.2 Activity Diagram
Activity Diagram merupakan salah satu cara untuk memodelkan segala
event yang terjadi dalam suatu use case. Activity Diagram secara sepintas mirip
dengan diagram alir (flowchart) yang memperlihatkan aliran kendali dari suatu
activity ke activity lainnya.
Simbol dari activity diagram antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.6
berikut:
Tabel 2.6 Simbol pada Activity Diagram
Simbol Nama Keterangan
Initial State Titik awal dimulai
activity
Final State Finish (akhir activity)
State Initial activity
Action State Activity
Decision Pilihan untuk
mengambil keputusan
Line Connector
Digunakan untuk
menghubungkan satu
symbol dengan symbol
lainnya.
Top Related