BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Supatman (2008), dalam penelitian yang berjudul “Identifikasi Tekstur
Citra Bubuk Susu Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat Untuk
Mendeteksi Keaslian Produk Susu”, identifikasi awal produk susu bubuk
dilakukan dengan melihat kemasan dan tanggal kedaluwarsa, proses tersebut lebih
mudah dan sederhana. Selain kedua teknik tersebut, untuk mengidentifikasi
produk susu bubuk adalah dengan melihat butiran bubuk susu yang dipandang
sebagai tekstur dalam citra digital. Dalam penelitian ini, citra tekstur butiran
bubuk susu diekstrak menggunakan alihragam gelombang singkat (wavelet) untuk
mendapatkan ciri-ciri khusus dalam bentuk feature vector. Feature vector ini
diterapkan sebagai vektor masukan proses pengenalan pada Learning Vector
Quantization (LVQ) melalui aturan dan proses pembelajaran. Dari eksperimen 155
data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu
mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli
93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%. Rekonstruksi citra dengan
membangkitkan citra dari alihragam gelombang-singkat menghasilkan citra
dengan pixel baru pada level tiga. Sedangkan untuk vektor ciri diproses dari
konversi matriks dua dimensi hasil rekonstruksi menggunakan alihragam
gelombang-singkat level 3 menjadi bentuk matriks vektor. Vektor matriks dari
hasil konversi yang berupa vektor dijadikan ciri (feature vector) dalam klasifikasi
maupun identifikasi.
Fadil (2012), melakukan penelitian untuk mengidentifikasi tekstil berbasis
komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer.
Selanjutnya komputer menerjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut.
Pada pengembangan sistem ini terdiri dari 2 tahap yaitu penentuan pola standar
referensi dan pengujian. Data yang digunakan sebagai standar referensi sebanyak
5 sampel untuk masing-masing jenis kain yaitu blacu, finished dan rajut.
Sedangkan untuk pengujian unjuk kerja sistem menggunakan 100 sampel untuk
masing-masing jenis kain. Pengujian unjuk kerja sistem dilakukan dengan
melakukan variasi ukuran citra dan metode matriks jarak. Hasil pengujian sistem
identifikasi citra kain menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 93% untuk
ukuran citra asli 600x800 dengan metode ekstraksi ciri histogram dan teknik
klasifikasi matriks jarak Squared Chi Squared.
Sutarno (2010), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan
Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra Wajah”, melakukan penelitian untuk
mengetahui tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan
transformasi wavelet, mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode
wevelet citra masukan terhadap unjuk kerja sistem identifikasi citra. Citra untuk
pengujian diambil di lapangan menggunakan kamera digital. Pada pengujian awal
proses transformasi citra masukan menggunakan wavelet Haar hingga level-3.
Pada proses selanjutnya transformasi citra masukan akan menggunakan keluarga
wavelet Daubechies (db2) dan Coiflets (coif).
Isnanto (2009), dalam sebuah penelitian yang berjudul “Identifikasi Iris
Mata Menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning
Vector Quantization (LVQ), bahwa untuk mengenali seseorang melalui iris mata
dengan menggunakan Tapis Gabor Wavelet dan Jaringan Saraf Tiruan Learning
Vector Quantization (LVQ). Citra diambil dengan ukuran 200 x 200 piksel untuk
data uji dan database pengetahuan. Penelitian ini menggunakan jarak Euclidian.
Keberhasilan sistem dalam idenifikasi iris mata dipengaruhi oleh akuisisi citra dan
proses pengolahan awal citra. Akuisisi citra yang tidak tepat dan proses
pengolahan awal yang buruk menyebabkan sistem tidak mampu mengolah citra
tersebut serta terjadi kesalahan pengenalan citra. Hasil pengujian dengan
perhitungan nilai jarak Euclidean ternyata program dapat mengenali semua berkas
citra yang diujikan. Berdasarkan pengujian diperoleh bahwa program ini memiliki
kinerja keberhasilan sebesar 100%.
Listyaningrum (2011), dalam penelitian yang berjudul Analisis Tekstur
Menggunakan Metode Transformasi Paket Wavelet, pada penelitian tersebut
digunakan Transformasi Paket Wavelet (TPW) dengan beberapa jenis wavelet
induk yaitu : Haar, Daubechies-8, Daubechies-10, dan Coiflet-1. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa nilai energi tertinggi terdapat pada tekstur
dinding_05 sampel 3 yaitu 715,95 dengan wavelet tipe Haar sedangkan nilai
energi terendah pada tekstur anyaman_03 sampel 2 jenis wavelet Db_08 dengan
nilai energi sebesar 286,22. Untuk jenis wavelet Haar tekstur yang memiliki
kebenaran tertinggi adalah tekstur dinding dan tekstil. Khusus untuk Daubechies 8
tekstur anyaman paling tinggi kebenarannya. Sedangkan wavelet jenis coiflet
memiliki nilai kebenaran terendah untuk masing-masing jenis tekstur. Identifikasi
jarak terkecil dicapai pada tekstur dinding_02 sampel 3 jenis wavelet Haar
sebesar 0,0068764, yang menunjukkan bahwa tekstur tersebut mempunyai
kedekatan ciri atau pola informasi yang hampir sama.
Secara umum konsep yang dipaparkan hampir sama dengan beberapa
penelitian sebelumnya, yang berbeda adalah penelitian ini mengidentifikasi jenis
batuan kapur menggunakan metode Learning Vector Quantization (LVQ).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Batuan
Keunggulan penggunaan batu alam jika dibandingkan dengan yang lainnya :
1. Batu alam memiliki berbagai variasi warna, pola, serta teksturnya.
2. Batu alam memiliki daya tahan yang lama.
3. Batu alam juga ramah lingkungan. Batu alam tidak beracun, tidak ada
kandungan bahan kimia yang tercampur saat proses penggalian. Sifat-
sifat dalam batu ini masih murni, dan tidak mengandung zat yang
berbahaya bagi bumi dan kesehatan.
4. Batu alam merupakan kekayaan alam yang unik. Tidak ada yang bisa
menirunya, karena batu alam digali langsung dari bumi dan bukan hasil
buatan manusia. Banyak hal mempengaruhi warna utama dan batu alam,
seperti mata air bawah tanah, kandungan mineral, pergeseran bumi, suhu,
solusi alami di bumi, dan tekanan elemen dari waktu ke waktu. Tidak ada
cara untuk menduplikasikan faktor-faktor alami tersebut di laboratorium
manapun.
5. Batu alam dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Selain itu, batu
alam hanya memerlukan perawatan yang sederhana dan tahan lama,
menjadikannya sebagai investasi seumur hidup.
6. Karena memiliki daya tahan yang lama, menjadikan faktor perawatanpun
semakin mudah.
Batu alam dapat dibagi menjadi beberapa jenis, penampilan dan
karakteristiknya ditentukan oleh cara atau dimana bebatuan itu dibentuk, misalnya
oleh sungai, gunung berapi, pegunungan tektonik, maupun yang lainnya. Setiap
jenis batu alam memiliki keunikan sendiri-sendiri, tidak ada yang bisa meniru
komposisi maupun kekuatan di dalamnya. Ini berarti bahwa batu alam dari jenis
yang samapun juga bisa berbeda-beda. Dilihat dari tujuan komersialnya, batu
alam dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Batu granit
Batuan magmatik yang terjadi karena adanya pendinginan magma yang
jauh di kerak bumi. Beberapa diantaranya juga berasal dari metamorf yang
diciptakan oleh transformasi batu magmatik yang ada di bawah tekanan
tinggi, misalnya selama terjadi pengembangan pegunungan.
2. Batu marmer
Batuan yang terjadi dari metamorf dan batuan sedimen yang terdiri dari
partikel calciferous (kalsit). Marmer adalah batu alam yang relatif
homogen, karena relatif mudah dikerjakan, dan terdiri dari berbagai macam
warna yang berbeda, seperti merah, putih, merah muda dan lain sebagainya.
Hal ini bisa diaplikasikan dalam industri bangunan seperti lantai, tangga,
perapian, dan lain sebagainya.
3. Batu kapur
Batuan sedimen yang terjadi karena adanya akumulasi dan kompresi fosil
atau fragmen batu, seperti kuarsa dan kalsium. Batu kapur memiliki tekstur
yang lembut dan mudah digunakan. Batu kapur dapat diaplikasikan baik
untuk indoor maupun outdoor. Jenis ini dapat digunakan untuk lantai,
perapian, patung, dan masih banyak lagi.
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang
terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan
cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal
dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu,
abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral
pengotornya.
Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur
adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada
kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral
lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit,
tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit
(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah
beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan,
industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain.
Batu kapur merupakan batuan dengan keragaman penggunaan yang sangat
besar. Batuan ini menjadi salah satu batuan yang banyak digunakan
dibandingkan jenis batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batu kapur dibuat
menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi
seperti: landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton. Nilai paling
ekonomis dari sebuah deposit batu kapur yaitu sebagai bahan utama
pembuatan semen.
Beberapa jenis batu kapur banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat
dan padat dengan sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini memungkinkan batu
kapur dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi. Meskipun
batu kapur tidak sekeras batuan berkomposisi silikat, namun batu kapur
lebih mudah untuk ditambang dan tidak cepat mengakibatkan keausan pada
peralatan tambang maupun crusher (alat pemecah batu).
4. Basal
Batuan magmatik yang terjadi dari proses pendinginan magma cair di
permukaan bumi. Karena pendinginan terjadi sangat cepat, mineral dalam
batu mengalami proses kristalisasi. Hal inilah yang menyebabkan batuan
ini memiliki tekstur yang halus, tidak berpori, keras dan tahan lama.
Biasanya batuan ini diaplikasikan baik di indoor maupun outdoor, seperti
untuk pembuatan lantai, dinding, dan lain sebagainya.
5. Batu tulis
Jenis batu alam yang terbentuk oleh berbagai jenis tanah liat. Batuan ini
memiliki struktur yang berlapis. Hal ini cocok untuk lantai indoor maupun
outdoor, juga sebagai pelapis dinding.
2.2.2 Teknik Pengolahan Citra
Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x,y), dimana x dan y
adalah koordinat spasial dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan
(brightness) suatu citra pada suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan
kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra sebagai output alat perekaman,
seperti kamera, dapat bersifat analag ataupun digital.
Citra Analog adalah citra yang masih dalam bentuk sinyal analog, seperti
hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun
monitor (sinyal video).
Menurut posisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat
pada bidang dasar dan untuk menyatakan nilai keabuan (warna suatu citra), maka
secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat kelas citra, yaitu: kontinu-
kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu, diskrit-diskrit. Parameter (label) pertama
menyatakan posisi titik koordinat pada bidang, sedangkan label kedua
menyatakan posisi nilai keabuan/warna. Label kontinu berarti nilai yang
digunakan adalah tak terbatas dan tak tehingga, sedangkan diskrit menyatakan
terbatas dan berhingga. Suatu citra digital merupakan representasi 2D array
sample diskrit suatu citra kontinu f(x,y). Amplitudo setiap sample di kuantisasi
untuk menyatakan bilangan hingga bit. Setiap elemen array 2D sample disebut
suatu pixel atau pel (dari istilah ”picture element”) Pengolahan citra digital adalah
proses pengolahan citra digital dengan alat bantu komputer.
Tingkat ketajaman/resolusi warna pada citra digital tergantung pada
jumlah ”bit” yang digunakan oleh komputer untuk merepresentasikan setiap pixel
tersebut. Tipe yang sering digunakan untuk merepresentasikan citra adalah ”8-bit
citra” (256 colors (0 untuk hitam - 255 untuk putih), tetapi dengan kemajuan
teknologi perangkat keras grafik, kemampuan tampilan citra di komputer hingga
32 bit (232 warna).
Ranah nilai intensitas dalam suatu citra juga ditentukan oleh alat digital
yang digunakan untuk menangkap dan konversi citra analog ke citra digital (A/D).
Perolehan citra digital ini dapat dilakukan secara langsung oleh kamera digital
ataupun melakukan proses konversi suatu citra analog ke citra digital. Untuk
mengubah citra kontinu menjadi digital diperlukan proses pembuatan kisi-kisi
arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array 2D.
Proses tersebut dikenal sebagai proses digitalisasi/sampling.
Citra monochrome atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal, di
mana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x
menyatakan variabel baris (garis jelajah) dan y menyatakan variabel kolom atau
posisi di garis jelajah. Sebaliknya citra bewarna dikenal juga dengan citra
multispectral, di mana warna citra biasanya.
2.2.3 Preprocessing
Preprocessing adalah proses pengolahan data citra asli sebelum data di
ekstraksi ciri. Beberapa preprocessing yang digunakan adalah proses cropping
dan proses grayscale (aras keabuan).
Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada
area citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat yaitu
koordinat awal bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan
titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk
bangun segi empat yang mana tiap-tiap pixel yang ada pada area koordinat
tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.
Grayscale ialah warna-warna pixel yang berada pada rentang gradasi
hitam dan putih yang akan menghasilkan efek warna abu-abu. Pada citra ini warna
dinyatakan dengan intensitas, dimana intensitas berkisar antara 0 sampai dengan
225, dimana 0 dinyatakan warna hitam dan 225 dinyatakan warna putih (Kadir &
Susanto, 2012). Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra
yaitu: red, green dan blue (RGB) menjadi citra 1 layer gray.
2.2.4 Metode Wavelet
Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Gelombang
singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda.
Alihragam wavelet merupakan alihragam yang membawa citra (signal) ke versi
pergeseran (shified) dan penskalaan (scaled) dari gelombang singkat diskrit dapat
dilakukan dengan suatu pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti
dengan pencuplikan (subsampling) dengan pembagian 2 (Putra, 2010).
Transformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi fourier.
Transformasi fourier hanya dapat menentukan frekuensi yang muncul pada satu
sinyal, namun tidak dapat menentukan kapan frekuensi itu muncul. Dengan kata
lain, transformasi fourier tidak memberikan informasi tentang domain waktu (time
domain). Kelemahan lain dari transformasi fourier adalah perubahan sedikit
terhadap sinyal pada posisi tertentu akan berdampak atau mempengaruhi sinyal
pada posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena transformasi fourier berbasis sin-
cos yang bersifat periodik dan kontinu.
Proses wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi yang
muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi waktu.
Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang sebagai
kombinasi dari waktu dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi
tertentu tidak akan berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi-posisi yang
lainnya. Dengan wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dibandingkan
dengan fourier dan lebih baik lagi dalam hal melakukan aproksimasi terhadap
real-word sinyal.
Transformasi wavelet secara konsep memang sederhana citra yang semula
ditransformasikan kemudian dibagi (didekomposisi) menjadi 4 sub-image baru
untuk menggantikannya. Setiap sub-image berukuran seperempat kali dari citra
asli. Satu sub-image bagian kiri atas tampak seperti citra asli dan tampak lebih
halus (smooth) karena berisi komponen frekuensi rendah dari citra asli. Berbeda
dengan 3 sub-image yang lain tampak lebih kasar karena berisi komponen
frekuensi tinggi dari citra asli. Sub-image tersebut dapat diulang seterusnya sesuai
dengan level (tingkatan) proses transformasi yang diinginkan.
Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dahulu,
kemudian dilanjutkan transformasi pada kolom. Untuk melihat gambar bagan
tansformasi wavelet ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi
rendah (low pass) 2 menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada gambar
2.1 LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass
dilanjutkan dengan low pass. Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih
halus dari citra aslinya sehingga kefisien pada bagian LL sering disebut dengan
komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui
proses tapis low pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada
bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh
dari proses tapis high pass kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada
bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukkan
proses tapis yang diawali dengan high pass kemudin dilanjutkan dengan high
pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra dalam arah diagonal. Ketiga
komponen LH, HL, dan HH disebut juga komponen detail. Hasil transformasi
wavelet level 1, sering dibuat dalam bentuk skema seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
2.2.5 Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST,
adalah sistem komputasi di mana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan
tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi
buatan dari otak manusia tersebut. JST dapat digambarkan sebagai model
matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data
klaster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model saraf
biologi (Hermawan, 2006).
Kemampuan manusia dalam memproses informasi merupakan hasil
kompleksitas proses di dalam otak. Misalnya, yang terjadi pada anak-anak,
mereka mampu belajar untuk melakukan pengenalan meskipun mereka tidak
mengetahui algoritma apa yang digunakan. Kekuatan komputasi yang luar biasa
dari otak manusia ini merupakan sebuah keunggulan di dalam kajian ilmu
pengetahuan. Terdapat two layer network dalam jaringan syaraf tiruan, yang
disebut sebagai perceptron (Siang, 2005). Perceptron memungkinkan untuk
pekerjaan klasifikasi pembelajaran tertentu dengan penambahan bobot pada setiap
koneksi antar network. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Perceptron (Siang, 2005)
Keberhasilan perceptron dalam pengklasifikasian pola tertentu ini tidak
sepenuhnya sempurna, masih ditemukan juga beberapa keterbatasan didalamnya.
Perceptron tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan XOR (exclusive-
OR). Namun demikian, perceptron berhasil menjadi sebuah dasar untuk
penelitian-penelitian selanjutnya dibidang neural network. Saat ini neural network
dapat diterapkan pada beberapa task, diantaranya classification, recognition,
approximation, prediction, clusterization, memory simulation dan banyak task
berbeda yang lainnya, dimana jumlahnya semakin bertambah seiring berjalannya
waktu.
Learning Vector Quantization (LVQ) merupakan salah satu terapan dari
neural network. LVQ melakukan proses pemetaan vektor yang berjumlah banyak
menjadi vektor dengan jumlah tertentu (Kusumadewi, 2004). Pada pengenalan
citra, berupa vektor ciri dari masing-masing citra, yang diperoleh dari proses
ekstraksi ciri. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Jaringan Saraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)
2.2.6 Learning Vector Quantization
Learning Vector Quantization adalah suatu metode untuk melakukan
pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif
akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input. Kelas-
kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung
pada jarak antara vektor-vektor input. Jika dua vektor input mendekati sama,
maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam
kelas yang sama (Kusumadewi, 2003).
Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang klasifikasinya diketahui
diberikan bersama distribusi awal vektor referensi. Setelah pelatihan jaringan
LVQ mengklasifikasikan vektor masukan dalam kelas yang sama dengan unit
keluaran yang memiliki vektor bobot (referensi) yang paling dekat dengan vektor
masukan. Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2004)
Keterangan :
X : Vektor masukan (X1,X2,...,Xn)
F : Lapisan Kompetitif
y_in : Masukan lapisan kompetitif
y : Keluaran
W : Vektor bobot untuk unit keluaran
||X-W|| : Selisih nilai jarak Euclidean antara vektor masukan
Top Related