9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang, perubahan ini sebagai hasil dari proses belajar dan dapat ditunjukan
dalam berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, kebiasanya. Perubahan
perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dari pengalaman satu ke
pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada disekitar individu, belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan
kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga
merupakan proses melihat, mengalami, dan memahami sesuatu. Kegiatan
pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Belajar
adalah modifikasi atau memperteguh pengetahuan kelakuan melalaui pengalaman.
(Oemar ,H.2009:27).
Menurut Hakim (2005:1), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusi, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap,
perilaku, kebiasaan, pemahaman,daya berpikir dan lain-lain.
Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak
dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh sebab itu
kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Tujuan belajar merupakan
kegiatan pokok dalam pendidikan, berbagai upaya yang dilakukan oleh gurur dalam
pembelajaran,intinya adalah upaya untuk membuat siswa belajar. Alangkah sia-sia
upaya yang dilakukan oleh guru jika dengannya siswa tidak mau belajar ( Sorby
S.2008:3).
Jadi seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang
belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.
9
10
2. Pengertian Pembelajaran
Menurut Dimyati dan Mujiono dalam (Sagala 2003:62).Pembelajaran adalah
kegitan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa
secara aktif. Proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan
lingkungan sekolah seperti guru sumber atau fasilitas dan teman sesama.
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen
yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen tersebut meliputi:
tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut
harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model
pembejaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk
mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen
yang dapat menunjang ,yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen
strategi belajar mengajar dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Jadi proses belajar berkaitan erat dengan pembelajaran, karena pembelajaran
adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
pengalaman sedangkan pembelajaran merupakan pemetaan lingkungan secara
optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unit dalam diri
individu siswa, sedang pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan
bersifat rekayasa perilaku.
3. Hakikat Pembelajaran Biologi
Pada hakikatnya, IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, produk dan sebagai
prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk
penyebaran. Sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk
pengetahuan sesuatu (riset pada umumnya), yang lazim disebut dengan meteode
ilmiah (Trianto. 2010:137).
Sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan
dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
11
a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempegunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c. Memilik sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannnya dengan pembelajaran sains maupun dalam kehidupan.
B. Model Pembelajaran problem based learning (PBL)
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
didalamnya buku-buku, film, computer, kurukulum, dan lain-lain (Triyanto, 2010).
Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar. Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai perangkat
rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan
pembelajaran serta membingbing aktivitas pembelajaran dikelas atau di tempat-
tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktifitas pembelajaran. Brady dalam
(Triyanto, 2011), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membingbing guru didalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.
Pengertian Model menurut Sagala (2006:175). “ Model ialah kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan”.
Sedangkan model menurut Suprijono “Model ialah bentuk representasi akurat
sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok arang
bertindak berdasarkan model itu”.
Sedangkan model menurut Komarudin dalam (Sagala,2006:152)
menyatakan bahwa:
Model ialah (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi
yang dipergunakan untuk memantu proses visualisasi suatu yang tidak dapat
dengan langsung diamati (3) suatu sistem asumsi-asumsi, dari data dan
12
inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggamarkan secara matematis
suatu objek atau peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu
sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu
deskripsi dari suatu system yang yang mungkin atau imajiner dan (6),
penyajian yang diperkecil agar dapat diperjelaskan dan menunjukan sifat
bentuk aslinya.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa para ahli. Penulis
dapat menguraikan bahwa model ialah suatu kerangka konseptual atau desain yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang bertindak didalam proses belajar
mengajar.
2. Pengertian problem based learning (PBL)
Istilah pembelajaran berbasis masalah , menurut Barrow dalam(Miftahul Huda
2013:271) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning) sebagai ”pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju
pemahaman akan resolusi suatu masalah”. Masalah tersebut dipertemukan pertama-
tama dalam proses pembelajaran, Problem Based Learning merupakan salah satu
bentuk peralihan dari paradigm pembelajaran. Jadi fokusnya adalah pada
pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru.
Menurut Trianto (2010:92), Pengajaran berbasis masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social
dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar
maupun kompleks.
pada model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran dimulai dengan
menyajikan permasalah nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di
antara siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan
rencana pemecahan masalah-masalah terhadap tahapan-tahapan kegiatan, guru
memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang
dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan
suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siwa.
Menurut Arends (dalam Trianto 2010: 92), pengajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
13
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan proses kegiatan pembelajran dengan cara menggunakan atau
memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam
memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi
pembelajaran. Mengacu pada maslah dalam proses pembelajaran maka peserta
didik diajak untuk belajar dari masalah yang ada disekitar lingkungan peserta didik,
berikut ini katagori permasalahan yang menjadi bahan pembelajaran untuk peserta
didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik:
1. Permasalahan sebagai pemandu, masalah menjadi acuan konkret yang harus
menjadi perhatian siswa. Bacaan dierikan sejalan dengan masalah. Dan,
masalah menjadi kerngka berpikir siswa dalam mengerjakan tugas.
2. Permasalahan sebagai kesatuan alat evaluasi, masalah disajikan setelah tugas-
tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya ialah memebrikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menerapan pengetahuannya guna memecahkan
masalah.
3. Permasalahan sebagai contah, masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari
bahan belajar. Masalah pun digunakan untuk menggambar teori sertaa konsep
atau prinsip, yang dibahas antara peserta didik dan guru.
4. Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar, masalah dijadikan sebagai alat
untuk melatih peserta didik, yang diahas antara peserta didik dan guru.
5. Permasalah sebagai stimulus belajar, masalah dapat merangsang siswa untuk
mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang
berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.
Berdasarkan permasalahan yang menjadi topik dalam kegiatan belajar,
maka seorang pendidik harus memilih topic dengan baik yang disesuaikan dengan
kejadian yang nyata bagi peserta didik, seperti hal nya apa yang pernah dilihat,
didengar dan juga dialami oleh peserta didik. Adapun pendekatan PBI
mengintegrasikan dua hal, yakni kurikulum dan proses. Kurikulum terdiri atas
masalah-masalah yang dirancang dan dipilih secara teliti, yang mentuntut
kemahiran siswa dalam critical thinking (berpikir kritis), problem solving
proficiency (belajar memecahkan masalah), self – directed learning strategi
(strategi belajar mandiri), dan team participation skills (kemampuan bekerja sama
dalam kelompok). Prosesnya meniru pendekatan sistem yang biasa digunakan
14
uuntuk memecahkan masalah atau menemukan masalah tantangan-tantangan yang
dihadapi dalam hidup dan karir.
Pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Model pembelajarn ini membantu siswa
untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajarn ini
cocok untuk mengembangkan pengetahuan-pengetahuan dasar maupun kompleks
(Ratuman, 2002:123).
Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa
bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan
guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajarn tersebut, seringkali siswa
menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan
berpikir kritis. Model pembelajaran berbasis masalah dilandasi oleh teori belajar
kontstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan
permasalahan nyata yang penyelesainnya membutuhkan kerja sama diantara siswa-
siswa.
Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana
pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai
penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut
dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi
pada upaya penyelidikan siswa.
3. Ciri-ciri Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Arends dalam (Trianto 2010:93), berbagai pengembangan pengajaran
berbasis masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah
mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-
duanya secara social penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa, mereka
mengajukan situasi kehidupan nyata autentik dan memungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk situasi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin, meskipun pembelajaran berdasarkan
masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika dan
ilmu social), masalah yang akan diselidiki telah telah dipilih benar-benar nyata
15
agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalagh itu dari banyak mata
pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di
Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata
pelajaran seperti biologi, ekonomi, social, pariwisata dan pemerintahan.
c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengaharuskan
siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencarai penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata, metode penyelidikan yang digunakan bergantung
kepada masalah yang dipelajari.
d. Menghasilkan produk, pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa
untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, laporan, model
fisik,video maupun produk komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang
akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan
kepada teman-temanya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan
menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
e. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil . Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang
untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan
social dan keterampilan berpikir.
4. Sintak Model problem based learning (PBL)
Ibrahim dan Nur dalam (Rusman 2012:243) mengemukakan bahwa
pembelajarn berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya bagaimana belajar.
mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai
berikut:
16
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Membantu siswa menidentifikasi dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan
3 Membimbing pengalaman
individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasandan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, dan membantu mereka untuk
berbagi tugas denagn temannya
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses yang mereka gunakan
Menurut Ibrahim dalam (Trianto, 2010:97) di dalam kelas PBL, peran guru
berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL antara lain
sebagai berikut:
a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik,
yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.
b. Memfasilitasi atau membimbing penyelidikan misalnya melakukan pegamatan
atau melakukan eksperimen.
c. Memfasilitasi dialog siswa
d. Mendukung belajar siswa.
17
5. Manfaat Model problem based learning (PBL)
Pengajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual.
Menurut Sudjana dalam (Triantro 2010:96 ), manfaat khususnya yang
diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru
adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan
tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari
masalah yang ada disekitarnya.
Menurut Ibrahim dalam (Trianto, 2010 : 96) Pengajaran berbasis masalah
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata dan simulasi dan menjadi pembelajaran yang otonom dan
mandiri.
Selain manfaat, model pengajaran berbasis masalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan model problem based learning (PBL) sebagai suatu model
pembelajaran adalah:
1) Realistik dengan kehidupan siswa
2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Menanamkan sifat inquiry siswa
4) Retensi konsep menjadi kuat
5) Menanamkan kemampuan Problem Solving
Selain kelebihan tersebut problem based learning (PBL) juga memiliki
beberapa kekurangan :
1) Persiapan pembelajaran yang kompleks
2) Sulitnya mencari problem yang relevan
3) Sering terjadi miss-konsepsi
4) Memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan, sehingga
terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.
18
6. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)
Berdasarkan karakter pembelajaran berbasis masalah, maka pembelajaran ini
memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Menbantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
pemecahan masalah
b. Belajar menjadi peran orang dewasa yang autentik
c. Menajadi pembelajaran yang mandiri.
C. Hasil belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.Menurut Horward Kingsley dalam (Sudjana
2011 : 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-
masing jenis hasil belajar dapat diiisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
Gagne dalam Sudjana (2011 : 22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a)
informasi verbal (b) keterampilan intelektual (c) strategi kognitif (d) sikap (e)
keterampilan motoris.
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat
rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi
(Sudjana, 2011 : 22).
Menurut Bloom dalam (Sudijono 2001 : 49), segala upaya yang
menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang
terendah sampai dengan jenjang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut
adalah : (1) pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman
(comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5)
sintesis (syntesis) dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemapuan seseorang untuk mengingat-
ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
19
gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses
berpikir paling rendah (Sudijono, 2001 : 50).
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang
kemampuan berpikir setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan
(Sudijono, 2001 : 50).
Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang
untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara, atau metode-
metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam
situasi yang baru dan kongkrit. Aplikasi atau penerapan ini adalah merupakan
proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman (Sudijono, 2001:
51).
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih
kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-
faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi (Sudijono, 2001:51).
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan
kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma
menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang
sinstesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis
(Sudijono, 2001:51).
Penilaian / penghargaan / evaluasi (evaluation) adalah merupakan
jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi
Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya
jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu
memilih suatu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
20
b. Ranah Afektif
Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku
seperti perhatiannya apada pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai
guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial (Sudjana,
2011:30).
Ada beberapa jenis ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya
dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai ke tingkat yang kompleks
(Sudjana, 2011:30).
a. Reciving / attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan atau stimulum dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran,
keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus, dari luar yang
datang kepada dirinya.
c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya
kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk
menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk
dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan
nilai dan karakteristiknya.
c. Ranah Psikomotoris
Hasil belajar ranah psikomor yang dikemukakan Simpson dalam
(Sudijono 2001 : 57) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomor ini
tampak dalam bentuk kerampilan (skill) dan kempuan bertindak individu.
Hasil belajar psikomor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dai hasil belajar
21
kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku).
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni :
a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);
b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
c. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekukatan, keharmonisan, dan
ketepatan;
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks;
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran
Gagne, hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara
spesifik terhadap rangsangan spesifik, kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan
aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang, keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan
mengategorisasi, kemapuan analitis-analitis fakta –konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri, kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi .
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
22
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemampuan saja. Artinya,
hasil pembelajaran yang dikatagorikan oleh para pakar pendidikan
sebagaimana diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan
komprehensif.
Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap.
Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan
pembelajaran atau kegiatan intruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih
dahulu oleh guru.Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan intruksional.
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku.Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu,
penialian hasil dan proses belajar mengajar itu berkaitan satu dengan lainnya
karena hasil merupakan akibat dari proses (Ambarjaya 2008: 13).
Inti dari kegiatan kependidikan adalah belajar. Belajar adalah kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis jenjang, berhasil atau tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami
siswa baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau
keluarganya sendiri (Muhibbin Syah, 2003:63).
Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari
kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
seseoarang.Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari
prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan
berpikir maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian besar dari kegiatan
atau prilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah
hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran
yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam
mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkan dengan angka-angka atau
huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A,
B, C pada perguruan tinggi Hasil belajar merupakan tingkatan atau besarnya
perubahan tingkah laku yang dapat dicapai dari suatu penguasaan
23
pengetahuan, kecakapan dan kebiasaan.Nasution menjelaskan bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan
saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga untuk membentuk
kecakapan, penghargaan dalam dii pribadi yang belajar. Hasil belajar yang
nampak pada perubahan-perubahan tingkah laku, yang secara teknis
dinyatakan dalam suatu pernyataan verbal melalui tujuan instruksional.
Keterampilan tersebut diperoleh melalui proses belajar sehingga apabila
berbicara tentang hasil belajar, maka selalu berhubungan denan proses belajar
mengajar. Proses belajar bukan hanya mempengaruhi orang agar mengubah
cara bertindak dan bersikap, melainkan juga menciptakan dan menyediakan
suatu kondisi yang merangsang, memberi, pengarahan, dorongan dan
bimbingan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai, yang mengakibatkan terjadiperubahan tingkah laku sebagai pribadi
2. Jenis-jenis Hasil Belajar
Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar harus
diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, yang biasa berbentuk
pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang
menyertai tujuan belajar intruksional, bentuknya berupa, kemampuan berpikir
kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis dan menerima pendapat orang
lain. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik.
Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan
tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-
aspek itu adalah: pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan,
apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti (etika), sikap dan
lain-lain. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka terjadi
perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar tidak hanya diukur
dari aspek kognitif saja, melainkan juga harus memperhatikan aspek afektif
dan psikomotornya.
Penggolongan hasil belajar yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Hasil Belajar Kognitif
24
Hasil belajar kognitif berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi.
b. Hasil Belajar Afektif
Hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, tampak pada siswa
dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial.
c. Hasil Belajar Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu.
Hasil belajar menurut Anurahman adalah kemampuan yang diperoleh setelah
melalui kegiatan belajar (Anurahman, 2010:37). Sedangkan pengertian hasil
belajar menurut Gagne dalam Surya merupakan keluaran dari pemerosesan
informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri atas:
1. Informasi verbal adalah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang
dinyatakan dalam bentuk verbal (kata-kata atau kalimat) baik secara tertulis
ataupun lisan.
2. Kecakapan intelektual adalah kecakapan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungan dengan menggunakan symol-symbol. Kecakapan
intelektual ini mencakup kecakapan dalam membedakan, konsep konkrit,
konsep abstrak, aturan dan hukum-hukum.
3. Strategi kognitif adalah kecakapan individu untuk melakukan pengendalian
dalam mengelola keseluruhan aktivitasnya. Dalam proses pembelajaran,
strategi kognitif ini kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir
agar terjadi aktivitas yang efektif.
4. Sikap adalah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih sebagai tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lai, sikap dapat
diartikan sebagai keadaan didalam diri individu yang akan memberi arah
kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau rangsangan.
5. Kecakapan motorik adalah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik (Surya, 2004:42).
25
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor yang
datang dari siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan
siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang
dikemukakan Clark bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa ada juga facktor lain,
seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, factor fisik dan psikis. Adapun pengaruh dalam siswa
merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakekat perbuatan belajar adalah
perubahan tingkah laku individu yang diniatinya dan disadarinya.Siswa harus
merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran disekolah adalah
karakteristik sekolah adalah karakteristrik sekolah itu sendiri. Karakteristik
sekolah berkaitan erat dengan disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah,
letak geografis sekolah, estetika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman
dan kepuasan belajar, bersih, rapih dan teratur. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa, yakni kompetensi guru, karakteristik kelas dan
karakteristik sekolah (Sudjana, 2002: 39-43).
D. Konsep Pencemaran Lingkungan
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dari materi pencemaran lingkungan ini untuk
memahami definisi pencemaran lingkungan, perubahan lingkungan, serta limbah
dan pengolahannya. Demikian siswa dapat menyadari bahwa betapa pentingnya
menjaga lingkungan sekitar dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Ringkasan Materi
a. Pengertian Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
26
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan fungsinya.
b. Faktor faktor Penyebab Perubahan Lingkungan
1) Faktor Alam
Faktor yang dapat menimbulkan kerusakan antara lain gunung
meletus, gempa bumi,angin topan, kemarau panjang, banjir, dan kebakaran
hutan.
2) Faktor Manusia.
Kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan lingkungan
misalnya, membuang limbah (limbah rumah tangga, industri, pertanian, dsb)
secara sembarangan, menebang hutan sembarangan, dsb.
c. Macam-Macam Pencemaran lingkungan
Macam-Macam Pencemaran lingkungan Berdasarkan Tempat terjadinya :
1). Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur
berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara umum
serta menurunkan kualitas lingkungan.
Pencemaran Udara, disebabkan oleh :
- CO2 (Karbondioksida) yang berasal dari pabrik, mesin-mesin yang
menggunakan bahan bakar fosil ( batubara, minyak bumi ), juga dari
mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu.
- CO (Karbon Monoksida) - Proses pembakaran dimesin yang tidak
sempurna, akan menghasilkan gas CO.
- CFC (Khloro Fluoro Karbon) - Gas CFC digunakan untuk AC (Freon),
pendingin pada lemari es, dan hairspray. CFC akan menyebabkan
lubang ozon di atmosfer.
- SO dan SO2
- Asap Rokok
2). Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur
berbahaya ke dalam tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan lingkungan (tanah)
27
Pencemaran Tanah, disebabkan oleh :
- Pencemaran kimia : CO2, logam berat (Hg, Pb, As, Cd, Cr, Ni),
bahan radioaktif, pestisida, detergen, minyak, pupuk anorganik.
- Pencemaran biologi : mikroorganisme seperti Escherichia coli,
Entamoeba coli, Salmonella thyposa.
- Pencemaran fisik : logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet.
3). Pecemaran Air
Pencemaran Air adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur
berbahaya ke dalam Air yang dapat mengakibatkan perubahan warna,
maupun bau dan dapat mengurangi oksigen yang terkandung dalam air
sehingga air tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
Pencemaran air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar
sebagai berikut:
- Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan
sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan
industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat
racun.
- Sampah
- Zat kimia yang berbahaya
d. Dampak Pencemaran Lingkungan
- Global warming dapat menyebabkan glester mencair sehingga permukaan
air laut naik dan banyak spesies flora dan juga fauna yang dapat berada di
ambang kepunahan
- Kualitas udara semakin memburuk sehingga dapat mempengaruhi
kesehatan, terutama orang akan cepat merasa letih.
- Lapisan ozon yang ada telah menipis diakibatkan oleh efek pendinginan
halocarbon. Tanpa lapisan ozon ozon, manusia akan lebih mudah terserang
beberapa penyakit termasuk penyakit kulit dan juga kanker kulit.
- Polusi udara tidak dapat dikontrol, adanya polusi udara tentu dapat
membuat infeksi saluran pernafasan sehingga dapat menyebabkan kanker
paru-paru.
- Terjadinya hujan asam yang dapat mengikis benda keras seperti batu
hingga logam yang berarti dapat merusak sebuah bangunan.
- Kesuburan tanah berkurang
28
e. Usaha-usaha mencegah pencemaran lingkungan
a. Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahan atau
pemukiman penduduk.
b. Pembuangan limbah industri diatur sehingga tidak mencemari lingkungan
atau ekosistem.
c. Pengawasan terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat kimia lain
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
d. Memperluas gerakan penghijauan.
e. Tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
f. Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup
sehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidupnya.
g. Membuang sampah pada tempatnya.
h. Penggunaan lahan yang ramah lingkungan.
3. Kesesuaian Konsep Pencemaran Lingkungan dengan Model Pembelajaran
problem based learning
Pada model pembelajaran problem based learning, pembelajarannya
menuntut siswa untuk terlibat secara penuh dalam setiap kegiatannya, dalam hal ini
guru berperan sebgai fasilitator yang memberikan bimbingan, motivasi dan
mengarahkan siswa agar tujuan pembelajaran bisa tercapai secara maksimal.
Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa tidak hanya mendengarkan, akan
tetapi terlibat aktif dan bisa berargumen dalam proses pembelajaran dan dapat
memecahkan permasalahan yang ada dilingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, model pembelajaran problem based learning bisa
diterapakan pada konsep pencemaran lingkungan, karena proses pembelajaran tidak
selalu dilaksanakan di dalam kelas, tetapi siswa dapat mengamati secara langsung
di lingkungan sekitar.
Pada konsep pencemaran lingkungan banyak sekali permasalah-masalah
yang harus dipecahkan, sehingga penerapan model problem based learning (PBL)
sangat cocok dengan konsep pencemaran lingkungan, karena didalam model
problem based learning (PBL) menuntut siswa untuk menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sehingga siswa mampu memecahkan
masalah yang ada dilingkungan sekitarnya.
29
4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu membuktikan bahwa pembelajaran berbasis masalah sangat
relevan dan cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, yang dihadapkan oleh kasus-kasus atau masalah
yang diberikan oleh guru untuk bisa mencari dan menemukan jawabannya sendiri.
Hasil penelitian ini dicantumkan untuk menginformasikan bahwa, pengaruh
model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar siswa, pada proses
pembelajaran model ini tidak hanya semerta-merta menuntut siswa untuk bisa
mengemangkan kemampuan berpikir kritis saja melainkan komunikasi, membangun
rasa percaya diri dan mampu merangkai kata-kata yang sistematis semuanya
membutuhkan proses pembelajaran.
Berikut ini penelitian yang sudah memberikan hasil dan kontribusi nyata pada
proses pembelajaran dan peneraparan model pemelajaran berbasis masalah, yaitu:
Penelitian terdahulu terkait penerapan model problem based learning (PBL),
adalah penelitian yang dilakukan oleh Hery Prasetyo(2011). “Penerapan Model
problem based learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX H SMP
Negeri 2 Majenang”). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah peserta didik meningkat setelah menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian terdahulu selanjutnya yang dilakukan oleh Anggyta Putri Ratna
(2010).”Penerapan Model Pembelajaran problem based learning (PBL) Sebagai Upaya
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Statistik Pada Siswa Kelas X Pada teknik Kontruksi
Kayu pada SMA Negri 2 Surakarta”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat darai hasil hasil belajar siswa yang
mengalami peningkatan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas control.
Pada penelitian yang relevan selanjutnya, guru dalam menerapkan langkah-
langkah model pembelajaran berbasis masalah” pada siklus II yaitu sebesar 90,91%.
Hal ini dapat terlihat adanya peningkatan prosentase sebesar 7,58%. Sedangkan dari
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Putra Lelana, Jurusan Kependidikan Biologi,
Universitas Muhamadiah Malang (2010). Penerapan model pembelajaran berbasis
masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar kelas X
SMA Laboratorium Malang. Hasil penelitian menunjukkan persentase ketercapaian
guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah pada
30
siklus I sebesar 83,33%, sedangkan ketercapaian observasi kegiatan pada siklus I
dalam ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis
masalah sebesar 75%, dan pada siklus II ketercapaian dalam menerapkan langkah-
langkah model pembelajaran berbasis masalah sebesar 87,5%. Tampak bahwa
ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis
masalah mengalami peningkatan sebesar 12,05%. Pada data keterampilan berpikir
kritis pada siklus I prosentasenya sebesar 46,05%, sedangkan pada siklus II sebesar
73,09%. Dapat dilihat bahwa keterampilan berpikir kritis meningkat sebesar 27,04%
dari siklus I ke siklus II. Hasil belajar berdasarkan lembar penilaian hasil belajar siklus
I sebesar 76,58% dan siklus II sebesar 79,21%. Hal ini mengalami peningkatan hasil
belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 2,63%. Berdasarkan hasil penelitian secara
keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran melalui metode
Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
sebesar 27,04 %, dan hasil belajar sebesar 2,63%, dalam proses belajar mengajar
menjadi lebih tertarik karena guru memberikan variasi-variasi dalam proses belajar
mengajar sehingga tidak lagi merasa bosan. Selain itu, dalam proses pembelajaran
lebih berperan aktif dalam menanggapi permsalahan-permasalahan yang diberikan oleh
guru. Kelebihan dalam penelitian iniadalah lebih terlatih untuk ekerja sama dalam
kelompok, guru lebih menggunakan masalah-masalah yang actual,sehingga menjadi
tertarik,guru lebih mengaktifkan dengan di berikan masalah- masalah,sehingga menjadi
siap belajar. Kekurangan dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam
menggunakan model ini minimal 2 jam pelajaran. Guru harus bisa merespon jika sudah
merasa bosan.
Penelitian terdahulu slanjutnya tentang model pembelajaran problem based
learning (PBL) yang bedasarkan hasil penelitian oleh Ruqiah Ganda P.(2009).
“Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstul Melalaui Model problem based
learning (PBL)Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Pernapasan Manusia
Di Kelas VIII SMP Nergi 3 Sukadana”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat darai hasil belajar siswa yang mengalami
peningkatan.
Penelitian terdahulu terkait penerapan model Problem Based Learning (PBL),
adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arif.(2010). “Penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X
MAN Semarang 1 Pada Mata Pelajaran Fisika Materi Pokok Bahasan Hukum
31
NEWTON Tentang Gerak”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa meningkatnya
hasil belajar siswa dapat dilihat dari kenaikan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar
siswa.
Penelitian terdahulu mengenai penerapan model Problem Based Learning (PBL),
adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Iksan (2010). ”Pengaruh Model Problem
Based Instruction (PBI) Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Protista Di Kelas
X SMA Negri 6 Tangerang Selatan”.Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
penerapan model Problem Based Learning (PBL) berpengaruh positif terhadap hasil
belajar siswa.
Penelitian yang selanjutnya yang dilakukan oleh L.A. Kharida, Jurusan Fisika
FMIPA, Universitas Negeri Semarang (2009). penerapan model pembelajaran berbasis
masalah untuk peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahasan elasitas bahan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peningkatan aktivitas belajar dan
hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah di SMA
Islam Sultan Agung 1 Semarang pada materi Elastisitas Bahan. Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Teknik pengumpulan data hasil belajar
kognitif dengan memerikan tes tiap akhir siklus. Teknik observasi untuk mendapatkan
data aktivitas siswa dan aktivitas guru. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan
model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa. Peningkatan rata-rata belajar kognitif sebesar 0.26% atau 26%.
Peningkatan rata-rata belajar siswa sebesar 0.33% atau 33%. Perbedaan penelitian yang
penulis lakukan adalah (1) waktu dan tempat penelitian (2) mata pelajaran yang diteliti
(3) metode yang digunakan dalam penelitian (4) prosedur penelitian, perbedaan
penelitian memiliki empat indikator sedangkan persamaan dalam penelitian terdahulu
adalah memahas tentang peran guru dalam keberhasilan proses pemelajaran. Untuk
menghindari plagiat maka penulis langsung mengadakan penelitian ke lapangan.
Peneitain terdahulu mengenai penerapan model Problem Based Instruction (PBI),
adalah penelitian yang dilakukan oleh Ariffudin (2012). ” Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Instruction (PBL) Berbasis Produk pada Sub. Pokok
Pengelolaan Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa Di MTs. Istiqomah Panguragan
Kabupaten Cirebon”. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan, adanya perbedaan
hasil belajar siswa antra kelas eksperimen dan kelas control. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kearah yang lebih baik.
Top Related