15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Public Relations dan Employee Relations
Penelitian ini membahas mengenai salah satu bidang ilmu komunikasi,
yaitu public relations. Kemudian secara mendalam, penelitian ini membahas
mengenai employee relations yang merupakan bagian dari ruang lingkup public
relations. Berikut peneliti paparkan tinjauan-tinjauan terkait public relations dan
employee relations.
2.1.1. Pengertian Public Relations
Robert L. Dilenschneider (2010:9) dalam karyanya The Ama Handbook of
Public Relations secara singkat menyebut “public relations is the art of
influence”, yang artinya public relations adalah seni mempengaruhi.
Edward L. Bernays menyatakan bahwa public relations merupakan sebuah
profesi yang berkenaan dengan relasi-relasi sebuah unit dengan publik atau
publik-publiknya yang merupakan relasi yang menjadi dasar berlangsungnya
kehidupan (Iriantara, 2004:43).
Seorang profesional public relations, Dr. Carter McNamara (2001)
mendefinisikan public relations sebagai aktivitas berkelanjutan untuk menjamin
perusahaan memiliki citra yang kuat di mata publik (Iriatara, 2004:44)
16
Pengertian public relations lebih detail peneliti temui dari Scott M. Cutlip
& Allen H. Center (dalam Djaja, 1985:10).yang menjelaskan, public relations is
the continuing process by with management endeavours to obtain goodwill and
understanding of its customer, its employees and the public large, in wardly
throught self analysis and corrections. Out wardly throught all means of
expressions. Bila diterjemahkan mengandung arti, Public relations adalah proses
yang kontinu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh kerja sama dan
saling pengertian dari para pelanggan, pegawai, publik umumnya ke dalam
mengadakan analisa dan perbaikan terhadap diri sendiri, keluar dengan
mengadakan pernyataan-pernyataan.
2.1.2. Ruang Lingkup Public Relations
Ruang lingkup dari seorang public relations akan tergambarkan dari para
publiknya. Secara luas, public relations memiliki dua publik yaitu, publik
internal dan eksternal. Untuk menggambarkan lebih detail mengenai siapa saja
publik internal dan eksternal dari seorang public relations serta bagaimana
hubungannya, peneliti menampilkan sebuah gambaran tentang public relations
dan publiknya (stakeholder) yang didesain oleh Philip Lesly (1991).
Oleh Lesly (1991), para stakeholder atau publik dirumuskan dalam Jagat
Public Relations (Universe of Public Relations), yang diibaratkan seperti jagat
raya ini yang memiliki sejumlah planet, yang selain berputar pada porosnya juga
berputar mengelilingi pusat tata-surya. Lesly menyebutnya sebagai public affairs
(Iriantara, 2004:49). Berikut adalah gambarannya :
17
Gambar 2.1.2 : Jagat Public Relations oleh Philip Lesly
Sumber : Lesly, 1991:13 (dalam Iriantara, 2004:50)
Jika gambar di atas dijabarkan, maka ruang lingkup relasi-relasi yang
dibangun oleh public relations ialah sebagai berikut (Iriantara, 2004:52)
a. Internal Relations
Employee Relations
Shareholder Relations
b. External Relations
Community Relations
Media/press Relations
Government Relations
Special Groups Relations, Suppliers Relations
18
2.1.3. Employee Realtions Sebagai Ruang Lingkup Public Relations
Employee relations sebagai bagian dari internal public relations sangat
penting dilaksanakan. Frank Jefkins (1994:355) mengatakan bahwa, “Internal
public relations is therefore one of the keys to successful management, requiring
open management and closing the gap between the two sides”. Yang berarti
bahwa, internal public relations menjadi salah satu kunci menuju manajemen
sukses, menuntut pengelolaan terbuka dan menutup celah antara manajemen dan
karyawan.
Dalam bukunya Employee Relations in Context, David Farnham (2010)
mendefinisikan employee relations sebagai berikut,
“Employee relations is defined as that part of managing people that enables competent managers to balance, within acceptable limits, the interest of employers as buyer of labour services and those of employees as supplier of labour services in the labour market and workplace”. Jika diterjemahkan berarti hubungan karyawan didefinisikan sebagai bagian dari pengelolaan orang-orang yang memungkinkan manajer yang kompeten untuk menyeimbangkan, dalam batas yang dapat diterima, kepentingan pengusaha sebagai pembeli layanan tenaga kerja dan karyawan sebagai pemasok layanan tenaga kerja di pasar tenaga kerja dan tempat kerja.
Menurut H.R. Danan Djaja (1985: 26-27), employee relations merupakan
salah satu bentuk dari kegiatan internal public relations yang menitikberatkan
kepada hubungan antara pimpinan perusahaan dengan karyawan/publik karyawan.
2.1.4. Kebutuhan Akan Employee Relations
Employee relations menjadi hal penting yang butuhkan oleh perusahaan
(pihak manajemen) juga karyawan. Watson Wyatt (dalam Argenti, 2010: 211)
19
mengemukakan bahwa komunikasi karyawan yang efektif adalah indikator utama
dari performa finansial. Bagi perusahaan khususnya perusahaan jasa, maka
karyawan adalah aset penting bagi perusahaan. Sebab, produk yang dijual oleh
perusahaan jasa ialah kinerja dari para karyawan yang dimiliki. Maka penting bagi
perusahaan jasa untuk menjalin hubungan yang berkualitas dengan para
karyawannya.
Employee relations sendiri dibutuhkan oleh para karyawan, karena para
karyawan merupakan manusia biasa yang memiliki kebutuhan. Dan kebutuhan-
kubutuhan tersebut bukan hanya kebutuhan materi, atau kebutuhan terkait
pekerjaan saja.
Para karyawan juga ingin menyatakan pendapatnya kepada manajemen
tentang pekerjaan, kondisi pekerjaan, dan hal-hal lain yang mempengaruhi
kepentingannya. Pelaksanaan komunikasi dua arah yang memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan usulan kepada
manajemen adalah penting. (Moore, 2000: 5).
Berdasarkan rumusan Psikolog Abraham Maslow (dalam Masmuh,
2010:223) ada hirarki 5 kebutuhan yang dibutuhkan manusia, yaitu;
a. Kebutuhan akan biologis atau dasar fisik (biology needs or basic
needs)
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
c. Kebutuhan akan ketertarikan dan cinta atau sosial (belongingness and
love needs or social needs)
d. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
20
e. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualitations needs)
Kemudian hirarki kebutuhan Abraham Maslow tersebut disimpulkan oleh
Masmuh (2010:230) bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang berbeda
pada pekerjaan. Agar dapat memiliki tenaga kerja yang termotivasi, para manajer
harus menentukan kebutuhan mana yang berusaha dipenuhi oleh para pegawai
dalam perusahaan itu.
Sehingga melalui program-program terencana MSDM sekaligus program-
program employee relations, diharapkan kebutuhan-kebutuhan para karyawan dari
basic needs bahkan hingga self-actualitations needs dapat dipenuhi oleh
perusahaan. Dan mampu mendorong para karyawan untuk lebih produktif dan
loyal.
2.1.5. Tujuan Pelaksanaan Employee Relations
Setelah kebutuhan para karyawan dipenuhi melalui pelaksanaan employee
relations, ada tujuan-tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan employee relations.
Dalam bukunya Public Relations Handbook, Philip Lesly menjelaskan tujuan dari
internal public relatios sebagai berikut (Djaja,1985:30);
a. Dapat langsung menjelaskan mengenai tujuan baik dan perhatian
pimpinan terhadap pribadi karyawan baik dalam arti perorangan
maupun juga dalam arti luas yaitu publik karyawan
b. Meringankan atau menghilangkan perasaan yang tertekan serta
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengeluarkan isi
hati dan perasaannya.
21
c. Menghilangkan hal yang mengganggu pikiran dan mengembalikan
kepercayaan karyawan terhadap dirinya, sehingga di dalam
menghadapi situasi pekerjaan, karyawan tersebut dapat secara
maksimal diharapkan bekerja efektif kembali.
d. Menolong karyawan agar ia dapat lebih mengenal akan pribadinya.
2.2. Komunikasi Sebagai Inti Dari Public Relations
Public Relations sebagai bagian dari sebuah organisasi/perusahaan
berfungsi untuk menjaga nama baik organisasi melalui relasi yang dibangun
bersama para stakeholder. Relasi dapat dibangun dengan baik jika komunikasi
yang terjalin antara organisasi/perusahaan dengan para stakeholder berlangsung
dengan efektif. Komunikasi yang efektif berarti bahwa, pesan-pesan yang
disampaikan oleh organisasi/perusahaan kepada para stakeholder, diterima dan
dimaknai sesuai objektif perusahaan.
Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi menjadi bagian
inti dari public relations sebab, dalam proses komunikasi antara perusahaan
dengan public relations, kemudian public relations dengan para stakeholder
tersebut berisi pesan-pesan yang merupakan tujuan-tujuan atau objektif
perusahaan.
2.3. Unsur Komunikasi Di Dalam Kegiatan Employee Relations
Employee Relations sama halnya dengan public relations, terdapat proses
komunikasi yang menjadi inti dari proses employee relations tersebut. Maka,
22
seperti proses komunikasi pada umumnya, employee relations juga memiliki
komponen-komponen atau unsur-unsur komunikasi di dalamnya. Ada tiga unsur
mendasar, yaitu unsur komunikator, unsur pesan dan unsur komunikan. Berikut
penjelasan mengenai masing-masing unsur,
2.3.1. Corporate Communication Sebagai Unsur Komunikator
Unsur komunikator adalah unsur yang menyampaikan pesan dalam proses
employee relations. Lebih jelasnya, komunikator dalam hal ini diperankan oleh
pihak yang mengelola employee relations. Dalam sebuah perusahaan, employee
relations tidak hanya dikelola oleh pihak HRD saja, melainkan juga dikelola oleh
departemen yang berperan sebagai public relations.
Dalam perusahaan yang ada dalam penelitian ini, public relations
dijalankan oleh departemen corporate communication. Secara ringkas, peneliti
mengartikan corporate communication sebagai bagian dari suatu perusahaan yang
bertugas menjalankan tugas, fungsi serta peran dari public relations yang ada di
dalam perusahaan. Seringkali corporate communication juga disebut dengan
corporate public relations.
Kotler (dalam Argenti, 2010:60) mendefiniskan corporate communication
sebagai segala bentuk komunikasi yang digunakan oleh perusahaan, selain
marketing communication. Argenti (2010) juga memaparkan bahwa corporate
communication sendiri terdiri dari citra dan identitas perusahaan yang dimiliki
perusahaan tersebut. Identitas yang dibangun oleh perusahaan, akan menghasilkan
persepsi yang dilihat oleh orang luar yang disebut sebagai khalayak atau audience
sebagai penerima pesan tersebut.
23
Rhenald Kesali (1994) menuturkan bahwa corporate public relations
merupakan praktik public relations “murni” yang dilakukan organisasi dan berada
di bawah chief executive officer (CEO) organisasi dan mendukung objektif
organisasi (dalam Iriantara, 2004:58).
Secara teoritis memang sudah banyak sumber yang menggambarkan
bagaimana posisi ideal yang seharusnya ditempati oleh corporate communication.
Seperti Argenti (2010:57) yang menggambarkannya sebagai berikut,
Gambar 2.3 : Posisi Ideal Communication Corporate oleh Argenti
Lebih lanjut Argenti (2010:211) berpendapat bahwa komunikasi internal
di abad XXI itu lebih daripada sekedar memo, publikasi dan siaran yang
mencakupnya. Ini tentang membangun sebuah budaya korporat berdasarkan pada
nilai-nilai dan memiliki potensi untuk mengarahkan perubahan organisasional.
Pendapat Argenti tersebut diartikan oleh peneliti bahwa saat ini dengan
terus adanya globalisasi, public relations dalam sebuah perusahaan tidak dapat
lagi hanya berperan sebagai messanger atau penyampai pesan saja, namun juga
24
perlu berada pada posisi strategis yang dapat berperan dalam pembentukan
kebijakan, agar peran dan fungsinya semakin maksimal.
Fungsi komunikasi korporat terus berevolusi untuk memenuhi kebutuhan
lingkungan bisnis dan aturan yang selalu berubah-ubah. Secara garis besar, sesuai
dengan publiknya, corporate communication atau corporate public relations
memiliki dua fungsi komunikasi, yaitu komunikasi kepada publik internal dan
eksternal.
Danan Djaja memberikan gambaran ruang lingkup kegiatan public
relations dalam perusahaan melalui struktur Biro Public Relations (Djaja,
1985:37).
Tabel 2.3 : Tabel Struktur Biro Public Relations
Biro Public Relations
Sub Biro Internal Public Relations Sub Biro External Public Relations Hubungan Dengan Pemegang Saham Hubungan Dengan Pihak Pemerintah
Hubungan Dengan Karyawan Hubungan Dengan Konsumen Hubungan Dengan Buruh Hubungan Dengan Distributor
Hubungan Dengan Pers Hubungan Dengan Pihak Pendidikan
Kemudian penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal apa saja yang menjadi
ruang lingkup tugas public relations dalam perusahaan (corporate public
relations) telah dibedah oleh Rhenald Kesali (dalam Iriantara, 2004:59) yang
meliputi,
a. Hubungan dengan pemerintah (government relations)
Lobi
Mempercepat proses prosedur perijinan
Memperoleh dukungan-dukungan moril
25
Ijin-ijin legal lainnya
b. Hubungan dengan komunitas
Masalah polusi
Masalah keamanan
Masalah fasilitas-fasilitas sosial
Keterlibatan komunitas
Menjadi warga kota/Negara yang baik
c. Hubungan dengan media
Press release
Press conference
Media tour
Interview
Jurnalisme foto
d. Hubungan dengan karyawan
Moral kerja
Citra karyawan
Budaya perusahaan
Filosofi perusahaan
Media internal
Dukungan perusahaan atas produk-produk perusahaan
Kegiatan-kegiatan karyawan
e. Hubungan dengan pemegang saham
f. Hubungan dengan bank
g. Hubungan denga pemimpin-pemimpin opini
26
h. Hubungan dengan akademisi
i. Mengatasi krisis
Ketika perusahaan menurun
Krisis yang meluas
2.3.2. Objektif Perusahaan Sebagai Unsur Pesan
Unsur yang kedua yaitu, pesan. Seperti sebuah proses komunikasi, dalam
employee relations juga terdapat sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh unsur
komunikator terhadap komunikan. Dalam penelitian ini, komunikator ialah
departemen corporate communication dari sebuah perusahaan yang diteliti.
Adapun pesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan dalam employee relations
kepada stakeholders khususnya karyawan melalui departemen corporate
communication ialah, perusahaan peduli dengan para stakeholders khususnya
karyawan. Diharapkan kepedulian tersebut dapat mendorong semangat kerja para
karyawan sehingga mau mencapai objektif perusahaan bersama-sama dengan
pihak manajemen.
2.3.3. Karyawan Sebagai Unsur Komunikan
Karyawan dalam proses employee relations yang dimaksud dalam
penelitian ini bertindak sebagai komunikan. Karyawan menjadi pihak internal
yang menjadi pelaku yang mengikuti program employee relations. Dalam
program employee relations tersebut, para karyawan secara sadar dan tidak sadar
menerima pesan dari pihak komunikator atau coporate communication.
27
Menurut Sedarmayanti (2007) karyawan merupakan salah satu aset utama
perusahaan. Selanjutnya Sedarmayanti menyatakan peran karyawan yang bersifat
strategik ini kemudian melahirkan konsep-konsep yang bersifat lebih menghargai
manusia sebagai manusia seutuhnya dan bukan hanya sebagai salah satu faktor
produksi perusahaan saja.
Sebagai unsur komunikan, maka karyawan penting untuk diperhatikan
oleh perusahaan mulai dari karakteristik hingga kebutuhannya. Berikut hasil
penelusuran peneliti mengenai karakteristik karyawan berdasarkan generasinya,
Kegiatan rekrutmen dalam sebuah perusahaan yang dilaksanakan setiap
tahunnya membuat karyawan yang ada di dalamnya semakin beragam.
Keberagaman yang ada tidak hanya karena perbedaan karakteristik secara
individu, melainkan disebabkan adanya perbedaan karakteristik dalam golongan
generasi manusia.
Don Tapscott (2013:18-24) membagi generasi manusia berdasarkan
perkembangan teknologi ke dalam empat kelompok, yaitu;
a. The Baby Boom (1946-1964)
Generasi ini dapat disebut “Generasi Perang Dingin” atau “Generasi
Pertumbuhan Ekonomi” orang-orang yang lahir pada tahun ini selain
sebagai pekerja, sebagian besar juga ikut dalam berperang. Dampak
revolusioner komunikasi di era ini dipelopori oleh radio dan selanjutnya
bergeser menjadi televisi.
b. Gen X –The Baby Bust (1965-1976)
Gen X termasuk ke dalam generasi yang mengeyam pendidikan paling
baik sepanjang sejarah. Mereka merasakan angka pengangguran yang
28
tinggi dan gaji relatif rendah namun memiliki spirit kerja yang tinggi.
Generasi ini adalah komunikator-komunikator yang agresif dan sangat
mengandalkan media, walaupun dengan segmen populasi paling tua
dengan kebiasaan berkomputer dan berinternet.
c. Net Generation-Generasi Internet (1977-1997)
Generasi pertama yang bersifat global dan menyelami angka-angka
biner (bit), lebih cerdas, lebih gesit, lebih toleran terhadap keberagaman
dibanding pendahulu mereka.
d. Generasi Mendatang – Generation Next (1998-sekarang)
Generasi ini adalah kelanjutan dari generasi internet.
Selain mengenai karakterisitik karyawan berdasarkan generasinya, peneliti
juga menemukan beberapa temuan mengenai karyawan generasi Y, yang saat ini
mulai mengisi dunia kerja.
a. Aliran informasi dalam sebuah manajemen
Dalam suatu penilaian yang ekstensif tentang komunikasi
manajemen-karyawan, yang dilaksanakan oleh Biro Penelitian Opini
(dalam Moore, 2000:06) menyatakan, 86% karyawan yang ditanya
menyatakan bahwa pada saat perusahaan meberikan informasi kepadanya,
mereka telah mendengarkannya dari sumber lain. 70% karyawan honorer
mengatakan bahwa mereka kurang diberikan informasi tentang rencana,
kebijaksanaan, dan pelaksanaan perusahaan, 67% staf teknik harus
menyandarkan pada selentingan untuk mendapatkan informasi tentang
perusahaan, dan 60% karyawan kantor menginginkan informasi yang lebih
banyak tentang masalah perusahaan.
29
b. Generasi Y dalam dunia kerja
Saat ini generasi internet atau yang lebih dikenal dengan generasi Y
atau generasi milenial telah memasuki dunia kerja, dan berinteraksi
langsung dengan karyawan serta pegawai yang merupakan generasi X dan
generasi baby boom.
Dilansir dari business.idntimes.com, menurut data dari Badan Pusat
Statistik(BPS), di tahun 2015, lebih dari 35% penduduk Indonesia
merupakan penduduk muda yang berusia 15–34 tahun. Mereka adalah
penduduk yang lahir antara tahun 1980-an sampai 2000-an, yang
merupakan generasi Y.
Henny Wang, M.M., CHRP. seorang praktisi Human Resource
memaparkan hasil survei terkait karyawan generasi Y dalam tulisannya
yang berjudul Dinamika Organisasi Masa Kini: Membangun Engagement
Karyawan Gen Y.
Berdasarkan penelitian Modern Survey terhadap 1000 karyawan di
US (2013), 34% karyawan generasi Y memiliki keinginan pindah kerja
yang tinggi, dan hanya 14% karyawan generasi Y yang memiliki
keterikatan kuat dengan organisasinya. Penelitian ini senada dengan hasil
survey dari Families & Work Institute pada tahun 2002, dimana lebih dari
70% generasi Y berencana meninggalkan organisasinya di tahun depan;
52% kemungkinan akan sama.
Jimmy Joses Sembiring (2010) mengatakan, bahwa karyawan yang
bekerja sekadar mencari pengalaman kerja pada umumnya tidak bekerja
lama di suatu perusahaan. Perusahaan tempatnya bekerja hanya dijadikan
30
sebagai batu loncatan untuk pindah ke perusahaan berikutnya (Sembiring,
2010:12).
c. Fleksibilitas kerja bagi karyawan
Berdasarkan survei terbaru (dilansir dari bisnis.liputan6.com)
terhadap lebih dari 2.000 karyawan di Inggris, teknologi telah
meningkatkan jumlah orang bekerja lebih fleksibel, yaitu bisa dari rumah,
kedai kopi dan ruang kerja bersama. Banyak yang merasa "peralihan"
budaya kerja ini bukan hal baik.
Penelitian oleh Chartered Institute of Personnel Development (CIPD)
menemukan 30% karyawan mengatakan, kalau fleksibilitas membuat
mereka merasa diberdayakan meski jauh dari tempat kerja.
Selain itu penelitian tersebut juga menemukan, hampir seperlima
karyawan merasa di bawah pengawasan meski bekerja dari jarak jauh.
Selain itu, 17% karyawan juga merasa pengawasan itu membuat cemas
dan berdampak terhadap kualitas tidur mereka.
Christine Grant, Dosen Psikologi dari Universitas Coventry
menuturkan, kurangnya waktu beristirahat dan mengalami masalah tidur
merupakan aspek memprihatinkan dalam temuan tersebut. Ini berdampak
terhadap kesejahteraan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Keith Townsend dan Adrian
Wilkinson (2011: 188) dalam Research Handbook on The Future of Work
and Employment Relations
31
“working long or additional hour may reflect a worker's work ethic or commitment to one's job, workplace, employer or labor force and a hope of attaining higher current or future income. At some point, however, longer work hours inevitably begin to interfere with home, family, orpersonal life due to time conflicts.)”. Artinya, bekerja untuk waktu yang lama atau jam tambahan dapat mencerminkan etika pekerja atau komitmen terhadap pekerjaan, tempat kerja, atasan atau angkatan kerja seseorang dan harapan untuk mencapai pendapatan saat ini atau masa depan. Namun, pada suatu saat, jam kerja yang lebih lama pasti akan mulai mengganggu kehidupan di rumah, keluarga, atau pribadi karena konflik waktu.
2.4. Pemaknaan Karyawan Terhadap Pesan Komunikasi Employee
Relations
Sesuai dengan judul penelitian, peneliti akan menggali mengenai
bagaimana karyawan PT. Fortune Indonesia Tbk. sebagai komunikan program
employee relations memaknai pesan komunikasi yang ada di dalam employee
relations. Di dalam proses komunikasi, hal yang paling penting adalah bagaimana
pesan komunikasi diterima serta dimaknai sama oleh komunikator dan
komunikan. Maka dari itu, penting bagi corporate communication sebagai unsur
komunikator mengetahui pemaknaan karyawan terkait pesan komunikasi yang
disampaikan melalui employee relations.
2.4.1. Tinjauan Tentang Pemaknaan
Pemaknaan merupakan bagian dari komunikasi intrapersonal. Dimana
komunikasi yang berlangsung dalam diri kita yang meliputi kegiatan berbicara
kepada diri sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati serta memberikan makna
(intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita (Effendy, 2003:58).
32
Jalaluddin Rakhmat (2009) dalam bukunya Psikologi Komunikasi
menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi intrapersonal, seorang komunikator
melakukan pengolahan informasi yang ia peroleh, hingga menjadi pesan yang ia
fahami dan diberikan makna. Proses komunikasi intrapersonal tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Sensasi: tahap pertama dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi
berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan
organisme dengan lingkungannya.
b) Persepsi: persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
indrawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi adalah
sensasi merupakan bagian dari persepsi.
c) Memori: dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan
penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berfikir. Memori
adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme
sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
untuk membimbing perilakunya.
d) Berfikir: Berikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur
lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu
langsung melakukan kegiatan yang tampak.
Dari ke empat tahapan komunikasi intrapersonal menurut Jalaluddin
Rakhmat (2009) di atas, proses pemaknaan sendiri berada setelah tahapan berfikir.
Proses pemaknaan tidak sesederhana tahapan proses persepsi. Seseorang terlebih
33
dahulu menerima sensor, kemudian mengamati, hingga memiliki pengalaman
langsung terhadap sensor atau situasi yang ia lihat. Barulah setelah memiliki
pengalaman, seseorang tersebut akan melakukan proses berfikir serta merasakan
lebih dalam mengenai situasi yang ia hadapi dan lalui. Dalam proses tersebutlah
makna dibentuk.
Kemudian, lebih jauh peneliti memahami bahwa interaksi yang terbangun
antara individu dengan individu atau dengan kelompok ialah menggunakan model
komunikasi transaksional, dimana Barnlund (dalam Turner, 2008) menekankan
bahwa dalam sebuah episode komunikasi pengiriman dan penerimaan pesan
berlangsung secara terus menerus. Komunikasi bersifat transaksional yang berarti
proses tersebut bersifat kooperatif, pengirim dan penerima pesan sama-sama
bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.
Dalam model transaksional, makna tidak hanya sebatas dikirim dari
satu orang ke orang lain, melainkan orang membangun kesamaan makna.
Apa yang dikatakan orang dalam sebuah transaksi sangat dipengaruhi oleh
pengalamannya di masa lalu (Turner, 2008: 15).
2.4.2. Metode Agar Employee Relations Efektif
Agar tujuan-tujuan yang diharapkan dapat tercapai, ada hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh humas internal atau pihak manajemen suatu perusahaan. M.
Linggar Anggoro(2000) dalam bukunya Teori dan Profesi Kehumasan, tingkat
efektivitas dari humas internal sangat dipengaruhi oleh tiga hal pokok, yaitu :
a. Keterbukaan pihak manajemen,
34
b. Kesadaran dan pengakuan pihak manajemen akan nilai dan arti
penting komunikasi dengan para pegawai, dan
c. Keberadaan seorang manajer komunikasi (manajer humas) yang tidak
hanya ahli dan berpengalaman, tetapi juga didukung oleh sumber-
sumber daya teknis yang modern.
Paul A. Argenti (2010) mengatakan tahap penting dalam
mengimplementasikan sebuah program komunikasi internal yang efektif, yaitu
mulai dari mekanisme personal satu-lawan-satu hingga program-program yang
menggunakan teknologi untuk mendistribusikan pesan-pesan dengan luas dan
seketika.
Berikut adalah metode yang dapat membuat pola komunikasi dalam
employee relations menjadi efektif menurut Paul A. Argenti :
a. Berkomunikasi ke atas dan ke bawah
b. Meluangkan waktu untuk pertemuan tatap muka
c. Berkomunikasi online
d. Ciptakan publikasi berorientasi karyawan
e. Berkomunikasi secara visual
f. Fokus pada branding internal
g. Pertimbangkan Selentingan Perusahaan
Setelah upaya-upaya pelaksanaan employee relations dilaksanakan, maka
yang didapatkan oleh perusahaan adalah sebuah keterlibatan dari para karyawan
terhadap perusahaan atau employee engagement. Zinta S. Byrne (2015:01) dalam
Understanding Employee Engagement: Theory, Research and Practice
35
mendefinisikan employee engagement sebagai berikut,
“Employee Engagement is a motivational state that, thus far, has been associates with a number of positive and desirable consequences for organizations. It is about investing oneself, being authentic in the job, and delivering one’s work performance with passion, persistence, and energy”. Yang artinya adalah keterlibatan karyawan adalah keadaan motivasional yang, sejauh ini, telah dikaitkan dengan sejumlah konsekuensi positif dan diinginkan bagi organisasi. Ini tentang menginvestasikan diri, menjadi otentik dalam pekerjaan, dan memberikan kinerja seseorang dengan semangat, ketekunan, dan energi.
Berikut tabel yang berisi faktor-faktor yang dapat mendorong adanya
employee engagement. Tabel di bawah ini juga menggambarkan bagaimana
beberapa sumber dari beberapa tahun merumuskan apa saja yang mampu menjadi
penggerak dari engagement.
Tabel 2.4 : Tabel Faktor-Faktor Penggerak Employee Engagement
Nampak dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa faktor kepemimpinan
menjadi penggerak engagement yang dirumuskan oleh semua sumber. Setelah
kepemimpinan, ada faktor kompensasi dan benefit serta kesempatan berkembang.
36
Tidak dapat dipungkiri terlebih bagi orang Indonesia, faktor kompensasi dan
benefit menjadi hal yang paling dipertimbangkan untuk mau terlibat lebih dalam
dengan perusahaan. Sedangkan faktor yang tidak begitu dipertimbangkan adalah
faktor masa kerja, brand perusahaan, peralatan kerja dan program mentoring.
Namun walaupun begitu, faktor-faktor yang tersebut di atas dapat berubah seiring
berkembangnya zaman, kondisi tempat kerja serta perkembangan generasi para
karyawan itu sendiri.
2.5. Media Komunikasi Dalam Employee Relations
Employee relations layaknya sebagai proses komunikasi tentu dalam
penyampaian pesan oleh komunikator menggunakan suatu media komunikasi. Di
era digital ini, pesan komunikasi dalam employee relations tidak hanya melalui
media konvensional saja, melainkan juga menggunakan media komunikasi digital
seperti email, personal chat, dan internal website. Selain menggunakan media
komunikasi berupa media konvensional (poster, word of mouth, tv) dna media
digital, pesan-pesan dalam employee relations juga disampaikan melalui kegiatan-
kegiatan riil. Adapaun bentuk-bentuk kegiatan employee relations di bawah ini,
2.5.1. Bentuk Kegiatan Employee Relations
Jika metode-metode di atas diimplikasikan dalam sebuah kegiatan nyata,
maka dapat terinci seperti bentuk-bentuk kegiatan employee relations yang
dijelaskan oleh Ruslan (1997:256-258), sebagai berikut;
a. Program Pendidikan dan Pelatihan
Program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh
37
perusahaan, yakni dalam upaya meningkatkan kualitas keterampilan
(skill) karyawan, dan kualitas maupun kuantitas pemberian jasa
pelayanan sebaginya.
b. Program pencapaian motivasi kerja berprestasi
Program tersebut dikenal dengan istilah Achievement Motivation
Training – AMT, di mana dalam pelatihan tersebut diharapkan dapat
mempertemukan antara motivasi dan prestasi kerja karyawan dengan
harapan-harapan atau keinginan dari pihak perusahaan dalam
mencapai produktifitas tinggi.
c. Progran Penghargaan
Program penghargaan di sini dimaksudkan adalah dalam upaya pihak
perusahaan (pimpinan) memberikan suatu penghargaan kepada para
karyawan, baik yang berprestasi kerja maupun cukup lama masa
pengabdian pekerjaannya secara terus-menerus dan sebagainya.
Dalam hal ini, penghargaan yang diberikan itu akan menimbulkan
loyalitas dan rasa saling memiliki (sense of belonging) yang tinggi
terhadap perusahaan.
d. Media Komunikasi Internal
Membentuk media komunikasi internal melalui bulletin, news release
(majalah dinding) dan majalah perusahaan/PR yang berisikan pesan,
informasi dan berita yang berkaitan dengan kegiatan antar karyawan
atau perusahaan dan pimpinan.
e. Program Acara Khusus (Special Event)
Yakni merupakan program acara khusus yang sengaja dirancang di
38
luar bidang pekerjaan sehari-hari, misalnya menghadapi event ulang
tahun perusahaan dengan mengadakan kegiatan keagamaan, olahraga,
lomba, dan hingga berpiknik bersama yang dihadiri oleh pimpinan dan
semua karyawannya. Dengan maksud untuk menumbuhkan rasa saling
keakraban bersama di antara sesama karyawan dan pimpinan.
2.6. Penelitian Terdahulu
Berikut ulasan mengenai empat penelitian terdahulu yang peneliti jadikan
referensi dalam membuat konsep penelitian serta sebagai referensi dalam teknis
penulisan ;
a. Pelaksanaan Internal Relations Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja
Karyawan (Studi di PT. Bumi Lamongan Sejati, Wisata Bahari
Lamongan)
Penelitian tersebut dilakukan oleh Tajuzzaqi mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) angkatan 2007. Dalam penelitiannya
yang dilaksanakan pada tahun 2011 itu, Tajuzzaqi membahas fenomena
kehumasan internal yang berlangsung di Wisata Bahari Lamongan (WBL).
Tajuzzaqi tertarik untuk meneliti fenomena tersebut dikarenakan menurutnya,
karyawan adalah ujung tombak dari sebuah perusahaan jasa, maka untuk
menciptakan iklim kerja yang produktif dalam perusahaan, diperlukan hubungan-
hubungan internal (internal relations) yang efektif antara manajemen dengan
karyawan .
39
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana
pelaksanaan internal relations dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan oleh
manajemen wisata bahari Lamongan. Pendekatan serta jenis penelitian yang
digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Subjek yang dipilih ialah jajaran manajemen
WBL serta beberapa karyawan yang sudah bekerja cukup lama di WBL.
Kemudian penelitian ini menghasilkan sebuah data yang berisi perumusan
deskripsi dari pelaksanaan internal relations dalam meningkatkan motivasi kerja
karyawan oleh manajemen WBL. Deskripsi pelaksanaan tersebut menggambarkan
masih minimnya aktifitas internal relations yang terprogram secara terstruktur
dengan target tertentu. Sehingga sebagian besar aktifitas internal relations dalam
manajemen WBL berlangsung secara insidental sesuai dengan kondisi
perusahaan. Sehingga tidak ada tolak ukur yang bersifat evaluatif terhadap
pelaksanaan internal relations dalam perusahaan.
Setelah membaca dan memahami penelitian milik Tajuzzaqi, peneliti
menilai bahwa penelitian tersebut bagus dari sisi penyajian data. Jika melihat
naskah penelitiannya secara utuh, Tajuzzaqi begitu detail dalam memaparkan
data-data yang ia peroleh. Seperti halnya saat Tajuzzaqi menjelaskan latar
belakang subjek penelitian yang ia pilih hingga sistematika penelitian yang
dilakukan. Namun sesuai dengan rumusan masalahnya, penelitian ini hanya
menghasilkan deskripsi dari proses pelaksanaan internal relations saja. Sehingga
peneliti berusaha ingin melakukan penelitian terkait employee relations yang
merupakan bagian dari internal relations lebih mendalam dan berbeda, yaitu
dengan meneliti perusahaan pengembang komunikasi yang notabene memiliki
program employee relations yang baik.
40
b. Hubungan Masyarakat (Humas) Dalam Konteks Hubungan Perusahaan
Dengan Karyawan (Employee Relations) (Studi tentang Penerapan
Employee Relations di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia –
Pasuruan)
Penelitian terdahulu yang kedua ini ditulis oleh Diyah Bayu Ratna. Yang
juga mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM angkatan 2004. Rupanya pembahasan
mengenai employee relations sudah cukup diminati untuk sebuah penelitian
skripsi sejak awal tahun 2000an.
Dalam penelitiannya, Diyah menjabarkan tentang konsep humas saat ini
yang sudah semakin berkembang. Namun di sisi lain, semakin banyak pula hal-hal
yang tidak sesuai antara pelaksanaan kerja humas dengan teori-teori humas,
seperti penempatan humas yang tidak berada pada manajemen puncak, dalam
kegiatannya dalam perusahaan, humas lebih menjalin hubungan dengan publik
eksternal saja, melainkan kurang perhatian dengan publik internalnya. Diyah
mengambil rumusan masalah yaitu, bagaimana peranan humas dalam konteks
hubungan perusahaan dengan karyawan (employee relations). Pendekatan dan
sifat penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Berbeda dengan
Tajuzzaqi yang memilih subjek dari kalangan manajemen juga karyawan, Diyah
melakukan penelitian ini hanya pada manajemen perusahaan saja.
Hasil dari penelitian ini adalah masih lemahnya pemahaman tentang
konsep humas pada jajaran pihak manjemen melahirkan berbagai konsekuensi,
salah satunya adalah fungsi humas pada perusahaan yang hanya sebagai
penyampai kebijakan saja, bukan sebagai salah satu pembuat kebijakan. Sehingga
41
pihak humas perusahaan kurang dapat berkembang dalam membangun hubungan
bersama karyawan.
Penelitian milik Diyah ini sejenis dengan penelitian milik Tajuzzaqi, yaitu
menyajikan ulasan deskriptif mengenai pelaksanaan internal relations atau
employee relations pada lokasi penelitian. Namun yang berbeda dalam penelitian
ini adalah Diyah mencoba menganalisis bagaimana peran serta posisi humas pada
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, sehingga dapat memperngaruhi
proses penerapan employee relations.
Pembelajaran yang peneliti dapatkan dari referensi penelitian terdahulu
yang kedua ini adalah peneliti harus lebih memperhatikan beberapa hal serta
faktor yang mempengaruhi program employee relations suatu perusahaan.
Sehingga hasil penelitian nantinya bukan hanya berisi paparan deskriptif proses
pelaksanaan employee relations saja, melainkan berisi analisis-analisis yang lebih
mendalam agar dapat menghasilkan temuan-temuan yang menarik.
c. Persepsi Karyawan tentang Pelaksanaan Human Relations Pimpinan di
Swalayan Indomaret (Studi pada Karyawan Swalayan Indomaret Malang)
Penelitian terdahulu yang ketiga ini merupakan penelitian yang memiliki
judul hampir mirip dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Penelitian ini merupakan karya dari Iip Darmawan, mahasiswa Ilmu Komunikasi
UMM angkatan 2004. Penelitian ini berawal dari adanya pembahasan mengenai
human relations dikalangan karyawan Indomaret. Didapatkan sebuah informasi
dari salah seorang karyawan yang menyatakan bahwa adanya pimpinan yang
42
jarang berkunjung serta belum adanya bentuk pelaksanaan tentang human
relations dalam perusahaan.
Rumusan masalah yang diteliti adalah bagaimana persepsi karyawan
tentang pelaksanaan human relations yang dijalankan oleh pimpinan di swalayan
indomaret malang? Pendekatan dan sifat penelitian yang digunakan deskriptif
kualitatif. Iip melakukan penelitian ini kepada karyawan Indomaret Malang
dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian tersebut adalah
persepsi karyawan tentang pelaksanaan human relations oleh pimpinannya masih
buruk/belum baik, hal ini dikarenakan masih adanya sebagian dari pelaksanaan
human relations yang belum dijalankan oleh pimpinannya.
Bagi peneliti, referensi penelitian terdahulu yang ketiga ini tidak memiliki
kelebihan yang berarti. Karena persoalan yang dibahas, yaitu human relations
tidak dianalisis serta dikorelasikan dengan beberapa hal yang dapat semakin
digali. Misalnya saja budaya korporat pusat Indomaret, hingga latar belakang
pemilik setiap toko ritel Indomaret. Maka nantinya, peneliti dalam melakukan
riset terhadap karyawan Fortune Indonesia, akan berupaya menyajikan data serta
temuan yang mendalam melalui keragaman latar belakang subjek maupun situasi
yang ada di Fortune Indonesia.
d. Pengaruh Penilaian Karyawan Tentang Pelaksanaan Kegiatan Employee
Relations Terhadap Tingkat Motivasi Kerja Karyawan (Studi Terhadap
Pelaksanaan Kegiatan Family Gathering dan Outbound Karyawan
PT.UNINDO Periode 2010)
43
Referensi skripsi yang terakhir ini cukup berbeda dari tiga lainnya.
Penelitian ini ditulis oleh Ardi Hermawan, mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Indonesia, dan dilakukan pada awal tahun 2012. Penelitian milik
Ardi ini bertujuan mengetahui pengaruh penilaian karyawan tentang
pelaksanaan family gathering dan outbound sebagai kegiatan employee
relations terhadap tingkat motivasi kerja.
Yang membedakan penelitian ini dengan tiga referensi sebelumnya
adalah pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh dari penilaian
karyawan tentang kegiatan special event yaitu family gathering dan outbound
terhadap tingkat motivasi kerja. Tidak hanya itu, lebih detail penelitian Ardi
juga menunjukkan bahwa kegiatan special event yang diteliti.tidak membawa
perubahan tingkah laku dan keterampilan yang bisa diterapkan di tempat kerja
oleh karyawan.
Hal yang nantinya akan peneliti adopsi dari penelitian milik Ardi adalah
peneliti akan menganalisis bagaimana employee relations Fortune Indonesia
memberikan sebuah dampak, yang tidak hanya memenuhi kebutuhan sosial
karyawan saja, melainkan juga berdampak terhadap kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki karyawan untuk menunjang pekerjaan mereka.
2.7. Definisi Konseptual
Di dalam definisi konseptual ini, peneliti akan memaparkan mengenai dua
hal, yaitu pemaknaan karyawan dan program employee relations. Definisi
44
pemaknaan karyawan dalam penelitian ini adalah sebuah makna, perasaan atau
pemikiran seorang karyawan PT. Fortune Indonesia Tbk. terhadap program-
program employee relations yang dikelola oleh departemen corporate
communication. Adapun indicator-indikator yang diperhatikan dalam melihat
pemaknaan karyawan ialah sebagai berikut,
a. Latar belakang profesi karyawan yang meliputi :
Motif karyawan bekerja di PT. Fortune Indonesia Tbk.
Suasana kerja PT. Fortune Indonesia Tbk. menurut karyawan
b. Pemahaman karyawan terhadap corporate communication
Pemahaman tentang departemen corporate communication
Pemahaman tentang tugas dan fungsi corporate communication
c. Pemahaman karyawan terhadap employee relations
Pemahaman tentang definisi, tujuan dan manfaat employee
relations
d. Pengalaman karyawan mengikuti employee relations corporate
communication
Pemahaman karyawan terkait media komunikasi yang digunakan
corporate communication
Pelaksanaan employee relations yang dikelola corp.comm
Definisi program employee relations dalam penelitian ini adalah program-
program employee relations yang dikelola oleh departemen corp.comm yang
meliputi internal e-magazine, internal event, internal publication, dan internal
website.
Top Related