9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyuluhan Pertanian
Kata extend adalah kata dasar dari extension, jika diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia berarti memperluas atau penyuluhan. Ketika seorang petugas
lapangan memberikan penyuluhan kepada petani peternak, berarti sedang
berusaha untuk meningkatkan atau meluaskan pengetahuan petani peternak
tentang sesuatu yang baru (inovasi). Petugas lapangan akan berusaha
mengkomunikasikan inovasi tersebut sejelas-jelasnya kepada petani peternak
ibarat memberikan “suluhan” atau “obor” Menurut Kelsey dan Hearne (1955)
penyuluhan adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka
dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help
themselves). Dalam proses penyuluhan petani peternak agar mampu menolong
dirinya sendiri dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan
sumber daya lainnya, untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha, guna
meningkatkan pendapatan dalam mewujudkan kesejahteraan, dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkugan.
Upaya memberikan pengetahuan kepada masyarakat petani peternak
berarti upaya untuk melakukan hal-hal yang sifatnya masih asing dan baru.
Dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu sistem pendidikan
yang bersifat nonformal di luar sistem sekolah yang biasa meningkatkan
10
pengetahuan, keterampilan dan sikap mentalnya menjadi lebih produktif, guna
meningkatkan pendapatan keluarga dan kesejahteraan hidupnya.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) menyebutkan peranan penyuluh
pertanian menjadi semakin strategis dalam memfasilitasi proses pemberdayaan
petani dan keluarganya. Kegiatan penyuluhan pertanian bukan lagi kegiatan
pendidikan tetapi pemberdayaan petani dan keluarganya untuk bersedia merubah
perilaku yang meliputi : 1) rasionalisme dalam pengambilan keputusan usahatani
berdasarkan pada kondisi pasar. 2) efisiensi pengolahan usahatani disertai
kemitraan petani nelayan dengan pihak swasta. 3) menumbuhkembangkan
ketahanan pangan dan gizi bagi petani dan keluarga.
Dalam proses penyuluhan pertanian, keberhasilan akan dapat dicapai jika
penyuluh mampu memilih materi sesuai dengan sasaran, disertai dengan
pemilihan metode yang tepat tanpa mengabaikan kebutuhan dari masyarakat
petani. Keberhasilan dalam penyelenggaraan program penyuluhan pertanian
merupakan bagian dari pembangunan pertanian.
2.2 Metode Penyuluhan
Pengertian metode penyuluhan adalah cara penyampaian materi
penyuluhan oleh penyuluh kepada petani beserta anggota keluarganya baik
secara langsung maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu
menggunakan inovasi baru (Kusnadi 2011).
11
Tujuan pemilihan metode penyuluhan adalah :
1) Meningkatkan efektivitas penyuluhan, sesuai kebutuhan dan kondisi
sasarannya.
2) Tepat dan berhasil guna.
3) Menimbulkan perubahan yang dikehendaki.
Sebelum menerapkan metode penyuluhan pertanian, penyuluh harus
memahami prinsip - prinsip dalam memilih metode yang tepat.
Prinsip dalam memilih metode penyuluhan pertanian meliputi:
1) Pengembangan untuk berpikir kreatif, melalui penyuluhan harus mampu
menghasilkan petani yang dengan upayanya sendiri mampu mengatasi
masalah yang dihadapi, serta mampu mengembangkan kreativitasnya untuk
memanfaatkan setiap potensi dan peluang yang diketahuinya untuk terus
menerus dapat memperbaiki mutu hidupnya
2) Tempat yang paling baik adalah di tempat kegiatan penerima manfaat;
setiap individu sangat mencintai profesinya, karena tidak suka diganggu serta
selalu berperilaku sesuai dengan pengalamannya sendiri dan kenyataan yang
dihadapi sehari-hari. Oleh sebab itu, penyuluhan sebaiknya dilaksanakan
dengan menerapkan metode yang dilaksanakan di lingkungan pekerjaan
penerima manfaatnya. Hal ini dimaksudkan agar:
a) Tidak banyak mengganggu kegiatan rutinnya.
b) Penyuluh dapat memahami betul keadaan penerima manfaat,
termasuk masalah yang dihadapi, potensi, serta peluang untuk perbaikan
mutu hidup mereka.
12
c) Penerima manfaat dapat mengetahui contoh nyata tentang masalah, potensi
serta peluang yang dapat ditemukan di lingkungan pekerjaannya sendiri,
sehingga mudah dipahami dan diresapi serta diingat.
3) Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya; sebagai makhluk sosial,
setiap individu akan selalu berperilaku sesuai dengan kondisi lingkungan
sosialnya atau akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perilaku orang-
orang di sekitarnya. Karena itu kegiatan penyuluhan akan lebih efisien jika
diterapkan hanya kepada beberapa warga masyarakat, terutama yang diakui
oleh lingkungannya sebagai panutan yang baik.
4) Ciptakan hubungan yang akrab dengan penerima manfaat; hubungan pribadi
yang akrab antara penyuluh dengan penerima manfaat, merupakan syarat
untuk memperlancar kegiatan penyuluhan itu sendiri, karena
dengan keakraban akan tercipta suatu keterbukaan dalam mengemukakan
masalah dan menyampaikan pendapat.
5) Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan; penyuluhan adalah upaya
untuk mengubah perilaku penerima manfaat, baik pengetahuan, sikap atau
keterampilan, dengan demikian metode yang diterapkan harus mampu
merangsang penerima manfaat untuk selalu siap terkait dengan sikap, pikiran
dan dengan suka hati atas kesadaran atau pertimbangan nalarnya sendiri
melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan mutu hidupnya sendiri,
keluarga dan masyarakatnya.
13
Metode penyuluhan dapat digolongkan menurut:
2.2.1 Teknik komunikasi
Metode penyuluhan berdasarkan teknik komunikasinya digolongkan
menjadi
1) Komunikasi langsung (direct communication / face to face communication)
contoh: obrolan di sawah, obrolan di balai desa, obrolan di rumah,
telepon/HP, kursus tani, demonstrasi, karyawisata, pameran;
2) Komunikasi tidak langsung (inderect communication), pesan disampaikan
melalui perantara (medium atau media), contoh : publikasi dalam bentuk
cetakan, poster, siaran radio/TV, pertunjukan film.
2.2.2 Jumlah Sasaran
Penggolongan metode penyuluhan pertanian menurut A.H Mounder
(1972) dalam Kusnadi (2005) berdasarkan jumlah sasaran yang dapat dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Perorangan; penyuluhan berhubungan langsung dengan sasaran, seperti
kunjungan rumah, kunjungan ke lahan usaha tani, kunjungan kantor, surat
menyurat, hubungan telepon dan magang.
2. Kelompok; penyuluhan berhubungan dengan sekelompok orang untuk
menyampaikan pesannya seperti ceramah, diskusi, demonstrasi, widya
wisata/karya wisata, kursus tani, temu karya, temu lapang, temu usaha,
mimbar sarasehan, perlombaan dan pemutaran slide
14
3. Massal; penyuluhan menjangkau sasaran yang banyak, antara lain rapat
umum, siaran melalui radio, televisi, pertunjukan kesenian, penyebaran bahan
tertulis, dan pemutaran film.
2.2.3 Indera Penerima
Metode penyuluhan berdasarkan indera penerima dari sasaran digolongan
menjadi :
1) Metode penyuluhan pertanian yang diterima oleh indra penglihatan, contoh:
poster, film, pemutaran slide
2) Metode penyuluhan pertanian yang diterima oleh indera pendengaran, contoh:
siaran TV/radio, pidato, ceramah, hubungan telepon
3) Metode penyuluhan pertanian yang diterima oleh gabungan beberapa indera,
contoh : demonstrasi (cara atau hasil), siaran TV, pameran.
2.3 Teknik Penyuluhan
Istilah teknik berasal dari bahasa Yunani “technikos” yang berarti
keprigelan atau keterampilan. Keberhasilan dalam suatu aktivitas penyuluhan
sangat tergantung kepada teknik penyuluhan yang digunakan oleh komunikator.
Teknik penyuluhan pada intinya adalah penguasaan terhadap teknik-teknik
komunikasi di dalam menyampaikan dan menyajikan pernyataan-pernyataan
penyuluhan.
Pengertian tentang teknik penyuluhan harus dikuasai oleh setiap petugas
penyuluhan dalam setiap kegiatannya, agar penyampaian materi penyuluhan
dapat efektif dalam menjangkau sasaran khalayak, dalam proses komunikasi
bahwa unsur arus balik merupakan aspek yang sangat penting untuk mengukur
15
sejauh mana pesan komunikasi mendapatkan reaksi atau respon dari khalayak
sasaran. Bila pesan komunikasi memperoleh tanggapan dari khalayak, maka
dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan itu telah mencapai sasaran karena
pesan yang diterimanya dapat dimengerti dan dipahami. Menurut Effendy (1986),
bahwa sifat hakikat dari komunikasi adalah understanding atau memahami,
sehingga tak mungkin seseorang melakukan kegiatan tertentu tanpa terlebih
dahulu mengerti apa yang diterimanya. Oleh karna itu agar pesan dapat dipahami
dan dimengerti, maka diperlukan keterampilan atau keahlian tertentu dalam
mengelola komunikasi dengan kata lain seseorang komunikator harus menguasai
teknik-teknik komunikasi dalam kegiatan penyuluhan.
Teknik penyuluhan adalah cara-cara atau tahap-tahap kegiatan dalam
melaksanakan suatu metode secara terperinci sehingga metode tersebut efektif dan
efisien. Dilain pihak kegiatan penyuluhan pertanian terlibat dalam proses belajar
mengajar karena penyuluhan termasuk dalam sistem pendidikan non formal.
Sesuai dengan tujuan proses belajar mengajar, dalam penyuluhan pertanian
menghendaki retensi yang tinggi atau efek yang maksimal. Untuk memperoleh
retensi yang tinggi, setiap audien memerlukan belajar yang berulang. Dengan
demikian teknik penyuluhan pertanian dapat didefinisikan sebagai keputusan -
keputusan yang dibuat oleh sumber atau penyuluh dalam memilih serta menata
simbul dan isi pesan untuk menentukan pilihan cara dan frekuensi penyampaian
pesan serta menentukan bentuk penyajian pesan.
16
Mengenai teknik komunikasi ini, Effendy (1986) mengatakan bahwa
teknik komunikasi yang bisa dilakukan pada umumnya ada tiga yaitu;
1) komunkasi informatif 2) komunikasi persuasif 3) komunikasi koersif
2.3.1 Teknik Komunikasi Informatif
Teknik komunikasi informatif adalah proses penyampaian pesan yang
sifatnnya “memberi tahu” atau memberikan penjelasan kepada orang lain.
Komunikasi ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, misalnya melalui
papan pengumuman, pertemuan-pertemuan kelompok dan juga media massa.
Karena sifatnya yang informatif, maka arus penyuluhan yang terjadi
adalah searah (one way communication). Oleh karena itu penggunaan teknik
komunikasi informatif dalam kegiatan penyuluhan biasanya harus bertujuan ingin
menyampaikan sesuatu seperti keterangan-keterangan tertentu yang dianggap
penting diketahui oleh masyarakat luas. Pada teknik komunikasi ini, pihak
komunikan dapat merasa puas karena bertambahnya pengetahuan teknik
komunikasi semacam ini pada umumnya hanya ingin menyentuh ranah kognisi
dari penerima pesan. Effendy (1986), mengatakan bahwa secara etimologis
komunikasi berarti “pemberitahuan”. Jadi, jika seseorang mengatakan sesuatu
kepada orang lain dan orang itu mengerti dan karenanya menjadi tahu, maka
komunikasi terjadi.
2.3.2 Teknik Komunikasi Persuasi
Istilah persuasi atau dalam bahasa inggris “persuation” berasal dari kata
latin persuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak atau
meyakinkan. Suatu proses komunikasi antarpersonal dimana komunikator
17
berupaya dengan menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi
penerima, jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang
diinginkan komunikator; Effendy (1986), maka persuasif merupakan suatu
tindakan psikologis yang dilakukan secara sadar melalui media untuk tujuan
perubahan sikap, perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan perasaan dan
perubahan tindakan.
Pada umumnya komunikasi persuasif bertujuan mengubah prilaku,
kepercayaan dan sikap seseorang dengan memanfaatkan data dan fakta psikologis
maupun sosiologi dari komunikan yang hendak dipengaruhinya, sehingga
bersedia melakukan tindakan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator.
Komunikasi persuasif dilakukan dengan secara langsung atau tatap muka,
karena komunikator mengharapkan tanggapan/respon khusus dari komunikan,
contoh dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh menyuluh tentang manfaat
teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada ternak sapi bali, penyuluh tersebut
menggunakan cara-cara pendekatan dengan mendatangkan seorang peternak
sukses untuk menceritakan pengalamannya yang sudah menggunakan teknologi
IB pada ternnak sapi balinya. Kehadiran peternak sukses digunakan sebagai
stimulus (S) agar menumbuhkan respon (R) komunikannya yaitu mengikuti jejak
keberhasilan dari peternak sukses tersebut. Pemanfaatan peternak sukses tersebut
merupakan cara persuasif untuk mengadakan sentuhan manusiawi langsung
kepada individu-invidu yang menjadi sasaran komunikasi.
Menurut proses persuasif, pesan-pesan komunikasi akan efektif dalam
persuasi apabila memiliki kemampuan mengubah secara psikologis minat atau
18
perhatian individu dengan cara sedemikian rupa, sehingga individu akan
menanggapi pesan-pesan komunikasi sesuai dengan kehendak komunikator.
Kunci keberhasilan persuasi terletak pada kemampuan mengubah struktur
psikologis internal individu sehingga hubungan psikomotorik antara proses
internal yang laten (motivasi, sikap dan lain-lain) dengan prilaku yang
diwujudkan sesuai dengan kehendak komunikator.
Secara sederhana proses persuasi dapat digambarkan sebagaiberikut :
Gambar 2.1 Proses Persuasi
2.3.3 Teknik Komunikasi Koersif
Komunikasi koersif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain dengan cara yang mengandung paksaan agar melakukan suatu
tindakan atau kegiatan tertentu. Jadi teknik komunikasi mengandung sangsi
apabila tidak dilaksanakan oleh si penerima pesan dan akan menanggung
akibatnya.
Komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk putusan-putusan, instruksi dan
lain-lain yang sifatnya imperatif yang artinya mengandung keharusan dan
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan.
Pesan – pesan
persuasif
Alternatif proses
psikologi yang
laten
Perubahan yang
terjadi dalam wujud
tindakan
19
2.4 Teknik Penyuluhan FGD
Diskusi grup terarah atau Fokus Group Discusion (FGD) secara sederhana
dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan
terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Menurut Henning dan
Coloumbia (1990), diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok
kecil orang yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara
halus mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal
yang dianggap penting yang berhubungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi
antar peserta merupakan dasar untuk memperoleh informasi. Peserta mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengajukan dan memberikan pernyataan,
menanggapi, berkomentar maupun mengajukan pertanyaan. FGD bertujuan untuk
memperoleh masukan maupun informasi mengenai suatu permasalahan yang
bersifat lokal dan spesifik .
Irwanto (2006) menyebutkan FGD perlu dilaksanakan karena tiga alasan
penting yaitu filosofis, metodologis dan praktis. Secara filosofis, FGD perlu
dilaksanakan karena pengetahuan yang diperoleh bersumber dari berbagai sumber
informasi dengan latar belakang pengalaman tertentu, selain itu proses sebuah
diskusi, memberikan perspektif yang berbeda dibanding pengetahuan yang
diperoleh dari komunikasi searah antara peneliti dengan responden. Secara
metodologi bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode
survei atau wawancara individu karena pendapat kelompok dinilai sangat penting,
data kualitatif yang bermutu dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat. Selain
itu FGD dapat menggali permasalahan yang bersifat spesifik, khas, dan lokal serta
20
dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai. Sedangkan secara praktis FGD
memberikan kesempatan bagi tumbuhnya kedekatan dan perasaan memiliki.
FGD disamping sebagai alat pengumpul data juga sebagai alat untuk
meyakinkan pengumpul data (peneliti) sekaligus alat re-check terhadap berbagai
keterangan/informasi yang didapat melalui berbagai metode penelitian yang
digunakan atau keterangan yang diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang
sejenis maupun yang bertentangan (Koentjoro ,2005),
FGD berguna untuk 1) memperoleh informasi yang lebih banyak secara
cepat; 2) mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap
dan perilaku kelompok tertentu; 3) menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih
mendalam dan 4) cross-check data dari sumber lain atau dengan metode lain.
2.4.1 Persiapan dan Rancangan FGD
Pelaksanaan FGD memerlukan beberapa persiapan sebagai berikut: 1)
membentuk tim; 2) memilih tempat dan mengatur tempat; 3) menyiapkan
logistik; 4) menentukan jumlah peserta; 5) rekruitmen peserta.
Tahapan-tahapan dalam persiapan dan rancangan FGD adalah :
1. Membentuk Tim
Tim FGD umumnya mencakup :
a) Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih, memahami masalah yang
dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai (keterampilan
substantif), serta terampil mengelola diskusi (keterampilan proses).
b) Asisten Moderator/co-fasilitator, yaitu orang yang intensif mengamati
jalannya FGD dan membantu moderator mengenai: waktu, fokus diskusi
21
(apakah tetap terarah atau keluar jalur), apakah masih ada pertanyaan
penelitian yang belum terjawab, apakah ada peserta FGD yang terlalu pasif
sehingga belum memperoleh kesempatan berpendapat.
c) Pencatat proses/notulen, yaitu orang yang bertugas mencatat inti
permasalahan untuk didiskusikan serta dinamika kelompoknya, umumnya
dibantu dengan alat pencatatan berupa komputer atau laptop
d) Penghubung peserta, yaitu orang yang mengenal person, medan,
menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta, biasanya disebut mitra
kerja lokal di daerah penelitian.
e) Penyedia logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD
berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi,
akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau barang/cinderamata),
alat dokumentasi, dll.
f) Dokumentasi, yaitu orang yang mendokumentasikan kegiatan dan dokumen
FGD, memotret, merekam (audio/video), dan menjamin berjalannya alat-alat
dokumentasi, terutama perekam selama dan sesudah FGD berlangsung.
g) Lain-lain jika diperlukan (tentatif), misalnya petugas antar-jemput, konsumsi,
bloker (penjaga keamanan FGD dari gangguan, misalnya anak kecil, preman,
telepon yang selalu berdering, teman yang dibawa peserta, atasan yang datang
mengawasi, dsb)
2. Memilih dan Mengatur Tempat
FGD dapat dilakukan di mana saja, dengan tetap memperhatikan tempat
yang netral, nyaman, aman, tidak bising, berfentilasi cukup, dan bebas dari
22
gangguan yang diperkirakan bisa muncul (preman, pengamen, anak kecil, dsb).
Tempat FGD harus memiliki ruang dan tempat duduk yang memadai (bisa lantai
atau kursi). Posisi duduk peserta harus setengah atau tiga perempat lingkaran,
moderator sebagai fokusnya. Jika ruangan tempat FGD dilakukan terdapat pintu
masuk yang depannya ramai dilalui orang, maka hanya moderator yang boleh
menghadap pintu tersebut, agar peserta tidak terganggu, seperti terlihat pada
gambar dibawah, Irwanto (2006)
Gambar 2.2 Denah tempat FGD
3. Menyiapkan Logistik
Logistik adalah berbagai keperluan teknis sebelum, selama, dan sesudah
FGD terselenggara. Umumnya meliputi peralatan tulis (ATK), dokumentasi
(audio/video), dan kebutuhan-kebutuhan peserta FGD seperti : transportasi;
properti rehat: alat ibadah, konsumsi (makanan kecil atau makan utama), insentif,
akomodasi (jika diperlukan). Pemberian insentif untuk menarik minat peserta,
sebagai ungkapan terimakasih peneliti karena peserta FGD bersedia meluangkan
waktu dan pikiran. Jika perlu, sejak awal dicantumkan dalam undangan mengenai
insentif apa yang akan diperoleh jika datang dan aktif dalam FGD, umumnya
insentif berupa uang atau cinderamata.
23
4. Jumlah Peserta
Jumlah perserta FGD idealnya adalah 7-11 orang (menurut Irwanto, 2006;
dan Morgan D.L, 1998), namun ada juga yang menyarankan jumlah peserta FGD
lebih kecil, yaitu 4-7 orang (Koentjoro, 2005). Jika terlalu sedikit tidak
memberikan variasi yang menarik, sedangkan jika terlalu banyak akan
mengurangi kesempatan masing-masing peserta untuk memberikan sumbangan
pikiran yang mendalam.
2.4.2 Rekruitmen Peserta
Peserta FGD bisa homogen atau heterogen. Irwanto (2006)
mengemukakan prinsip-prinsip homogen atau heterogen sebagai berikut:
1. Sesuai dengan tujuan awal diadakannya FGD.
2. Melibatkan variabel tertentu yang diupayakan untuk heterogen atau homogen.
Variabel sosio-ekonomi atau gender boleh heterogen, tetapi peserta harus
memahami atau mengalami masalah yang didiskusikan. FGD dapat dilakukan
dengan peserta yang bervariasi latar belakang sosial ekonominya, tetapi
dalam persoalan spesifik, sebaiknya peserta lebih homogen.
3. Secara mendasar harus disadari bahwa semakin homogen sebenarnya
semakin tidak perlu diadakan FGD karena dengan mewawancarai satu orang
saja juga akan diperoleh hasil yang sama atau relatif sama.
4. Semakin heterogen semakin sulit untuk menganalisis hasil FGD karena
variasinya terlalu besar.
5. Homogenitas-heterogenitas tergantung dari beberapa aspek. Jika jenis
kelamin, status sosial ekonomi, latar belakang agama homogen, tetapi dalam
24
melaksanakan usaha kecil heterogen, maka kelompok tersebut masih dapat
berjalan dengan baik dan FGD masih dianggap perlu.
6. Pertimbangan utama dalam menentukan homogenitas-heterogenitas adalah
ciri-ciri mana yang harus/boleh/tidak boleh heterogen dan ciri-ciri mana yang
harus/boleh/tidak boleh homogen.
2.4.3 Menyusun Pertanyaan FGD
Kunci dalam membuat panduan diskusi yang terarah adalah membuat
pertanyaan-pertanyaan kunci sebagai panduan diskusi, untuk mengembangkan
pertanyaan FGD, lakukan hal-hal berikut:
a) Baca lagi tujuan penelitian,
b) Baca lagi tujuan FGD,
c) Pahami jenis informasi seperti apa yang ingin anda dapatkan dari FGD.
d) Bagaimana anda akan menggunakan informasi tersebut
e) Tulis pertanyaan umum kekhusus, sebaiknya jangan lebih dari 5 (lima)
pertanyaan inti.
f) Rumuskan pertanyaan dalam bahasa yang sederhana dan jelas. Hindari
konsep besar yang kabur maknanya.
g) Uji pertanyaan-pertanyaan tersebut pada teman-teman dalam tim anda.
Berbeda dengan wawancara, dalam FGD moderator tidaklah selalu
bertanya, bahkan semestinya tugas moderator bukan bertanya, melainkan
mengemukakan suatu permasalahan, kasus atau kejadian sebagai bahan pancingan
diskusi. Dalam prosesnya memang moderator sering bertanya, namun itu
25
dilakukan hanya sebagai ketrampilan mengelola diskusi agar tidak didominasi
oleh sebagian peserta atau agar diskusi tidak macet (Irwanto, 2006)
2.4.4 Pelaksanaan FGD
Keberhasilan pelaksanaan FGD sangat ditentukan oleh kecakapan
moderator sebagai Sang Sutradara. Irwanto (2006) menyebutkan peran moderator
dalam FGD dapat dilihat dari aktivitas utamanya, baik yang bersifat pokok (secara
prosedural pasti dilakukan) maupun yang tentatif (hanya diperlukan jika memang
situasi menghendaki demikian). Peran-peran tersebut adalah (a) membuka FGD,
(b) meminta klarifikasi, (c) melakukan refleksi, (d) memotivasi, (e) probing
(penggalian lebih dalam), (f) melakukan blocking dan distribusi (mencegah ada
peserta yang dominan dan memberi kesempatan yang lain untuk bersuara), (g)
reframing, (h) refokus, (i) melerai perdebatan, (j) memanfaatkan jeda (pause), (k)
menegosiasi waktu, dan (l) menutup FGD. Dalam pelaksanaan FGD, kunci utama
agar proses diskusi berjalan baik adalah permulaan untuk membuat suasana akrab,
cair, namun tetap terarah,
Tugas awal moderator terkait dengan permulaan diskusi yaitu (1)
mengucapkan selamat datang, (2) memaparkan singkat topik yang akan
dibahas (overview), (3) membacakan aturan umum diskusi untuk disepakati
bersama (atau hal-hal lain yang akan membuat diskusi berjalan mulus), dan (4)
mengajukan pertanyaan pertama sebagai panduan awal diskusi. Untuk itu
usahakan, baik pertanyaan maupun respon dari jawaban pertama tidak terlalu
bertele-tele karena akan menjadi acuan bagi efisisensi proses diskusi tersebut.
26
2.4.5 Analisis Data dan Penyusunan Laporan FGD
Analisis data dan penulisan laporan FGD adalah tahap akhir dari kerja
keras peneliti. Laurike Moelioo (2012) menyebutkan, langkah yang ditempuh
sebagai berikut : (1) melihat atau mendengarkan kembali rekaman FGD, (2) tulis
kembali hasil rekaman secara utuh (membuat transkrip/verbatim), (3) baca
kembali hasil transkrip, (4) cari mana masalah-masalah (topik-topik) yang
menonjol dan berulang-ulang muncul dalam transkrip, lalu kelompokan menurut
masalah atau topik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan oleh dua orang yang
berbeda untuk mengurangi “bias” dan “subjektifitas”. Pengkategorian bisa juga
dilakukan dengan mengikuti topik-topik dan subtopik dalam panduan diskusi.
Jangan lupa merujuk catatan yang dibuat selama proses FGD berlangsung, (5)
karena berhubungan dengan kelompok, data-data yang muncul dalam FGD
biasanya mencakup konsensus, perbedaan pendapat, pengalaman yang berbeda,
ide-ide inovatif yang muncul, dan sebagainya. (6) buat koding dari hasil
transkripsi menurut pengelompokan masalah/topik, Menurut Irwanto (2006),
dalam melakukan analisis FGD, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Periksa dahulu, apakah tujuan FGD tercapai antara lain terlihat dari jumlah
pertanyaan yang ditanyakan (dieksekusi) apakah sesuai dengan rencana awal
2. Adakah perubahan dalam tujuan FGD yang terjadi karena input dari peserta
3. Identifikasi masalah utama yang dikemukakan oleh peserta, adakah variasi
peserta dalam persoalan utama, bagaimana variasinya, mengapa? (Perbedaan-
perbedaan yang muncul tersebut ada yang sangat ekstrim sampai yang hanya
27
berbeda sedikit saja. Jika perbedaan ini timbul, keduanya harus disajikan
dalam laporan.
4. Selain persoalan utama, adakah persoalan lain (tema-tema lain) yang muncul
dalam diskusi. apa saja, mana yang relevan dengan tujuan FGD
5. Buatlah suatu kerangka prioritas dari persoalan-persoalan yang muncul,
dengan melihat sumber daya peneliti dan stakeholders, pilihlah masalah-
masalah apakah dapat diselesaikan dalam jangka waktu pendek atau panjang.
Selain itu coba dipilih persoalan yang tidak kunjung selesai, Lakukan koding
sesuai dengan faktor-faktor yang dikehendaki.
Setelah pekerjaan di atas selesai, baru hasilnya dituliskan atau dilaporkan dengan
cara berikut:
1. Tuliskan topik/masalah yang ditemukan dari hasil FGD. Setelah itu tuliskan
juga “kutipan-kutipan langsung” (apa kata orang yang berdiskusi) mengenai
masalah tersebut
2. Bahas topik atau masalah yang diungkapkan bersama tim peneliti.
3. Lakukan topik demi topik, sampai semua topik/masalah penting selesai
dilaporkan dan dibahas.
Laurike Moelioo (2012) menyebutkan laporan FGD harus memuat poin-
poin berikut ini: (a) identitas subjek (untuk kasus tertentu diperlukan deskripsi
subjek, bisa ditulis dalam lampiran); (b) tujuan FGD; (c) bentuk FGD; (d) waktu
FGD; (e) tempat berlangsungnya FGD; (f) alat bantu dalam FGD; (g) berapa kali
dilakukan FGD; (h) tema-tema atau temuan penting dalam FGD, (i) kendala-
kendala selama proses FGD; (j) pemahaman-pemaknaan FGD; dan (k)
28
pembahasan hasil FGD. Jika dalam sebuah wawancara pribadi, peneliti
dihadapkan pada data individual bukan sebuah proses kelompok maka dalam
FGD peneliti akan memperoleh data individu sekaligus kelompok. Semua
pekerjaan mulai dari mengumpulkan data, membahas hasil, mencari topik yang
penting dalam transkrip, membahas kembali topik-topik itu, sampai menuliskan
laporan, harus dilakukan dengan tim atau paling tidak berpasangan untuk
menghindari pendapat subjektif pribadi. Bila dilakukan dalam tim maka laporan
bisa mendekati keutuhan karena berbagai pandangan saling melengkapi.
2.5 Penerapan inovasi
Kegiatan utama dalam mensukseskan pembangunan pertanian yang
disampaikan melalui kegiatan penyuluhan ditujukan untuk tercapainya perubahan-
perubahan pada perilaku petani dan masyarakat mencakup aspek ekonomi, sosial
budaya, ideologi, politik maupun keamanan, untuk itu pembangunan yang
diberikan haruslah dapat mendorong terjadinya perubahan yang memiliki sifat
pembaharuan, yang sering disebut “Inovasi”. Mardikanto, (1993) mengungkapkan
secara singkat inovasi berarti ide, gagasan, praktek baru. Sehingga secara
keseluruhan dapat diartikan sesuatu ide, produk, informasi teknologi,
kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak
diketahui, diterima, dan digunakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam
suatu lokasi tertentu, yang dapat mendorong terjadinya perubahan – perubahan di
segala aspek kehidupan masyarakat Menurut Rogers (1995) inovasi adalah ide-ide
baru, praktek-praktek baru atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru
oleh individu atau masyarakat.
29
Tahapan-tahapan Sistem Inovasi
1. Tahap Pengetahuan
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada
saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana
fungsi inovasi tersebut. Ada tiga tipe pengetahuan dalam tahap pengenalan
inovasi, yaitu: kesadaran/pengetahuan mengenai adanya inovasi, pengetahuan
“teknis” dan pengetahuan “prinsip”. Tipe yang pertama yakni pengetahuan
kesadaran akan adanya inovasi yang telah dibicarakan sebelumnya. Tipe yang
kedua, meliputi informasi yang diperlukan mengenai cara pemakaian atau
penggunaan suatu informasi. Tipe pengetahuan yang ketiga adalah berkenaan
dengan prinsip-prinsip berfungsinya suatu informasi.
Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi (prinsip
umum) tentang orang yang lebih awal mengetahui tentang inovasi :
a) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi pendidikannya
daripada yang akhir.
b) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial
ekonominya daripada yang akhir
c) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media
massa daripada yang akhir.
d) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap
komunikasi interpersonal daripada yang akhir.
30
e) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak kontak dengan
agen pembaharu daripada yang akhir.
f) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak berpartisipasi
dalam sistem sosial daripada yang akhir.
g) Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih kosmopolitan daripada
yang akhir.
Perlu diketahui juga bahwa tahu tentang inovasi tidak sama dengan
melaksanakan atau menerapkan inovasi. Banyak orang yang tahu tetapi tidak
melaksanakan, dengan berbagai kemungkinan penyebabnya.
2. Tahap Bujukan (Persuasi)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk
sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap
pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada
tahap persuasi yang berperan utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang
tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang
peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi,
dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung
seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah
peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi
Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk
mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada
kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran
31
berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses
mental ini, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan
inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi. Seperti terlihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Model Tahap-Tahap Proses Keputusan Inovasi
3. Tahap Keputusan
Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang
melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau
menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan
inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi. Sering
terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah mencoba lebih dahulu.
Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian
dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan
yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecah
menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan
lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan
sekelompok orang, dan yang lain cukup mempercayai dengan hasil percobaan
temannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap
dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya
penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada
tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi dan sebagainya.
Kesadaran Tertarik Evaluasi Mencoba Adopsi
32
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan, persuasi dan
keputusan inovasi sering berjalan bersamaan, satu dengan yang lain saling
berkaitan bahkan untuk jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi tertentu dapat
terjadi urutan: pengetahuan-keputusan inovasi-baru persuasi.
4. Tahap Implementasi
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang
menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan
baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru
dibuktikan dalam praktek. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil
keputusan inovasi. Tetapi juga tejadi karena sesuatu hal sudah memutuskan
menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena
fasilitas penerapan yang tidak tersedia. Tahap implementasi ini berlangsung
dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri.
tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika
penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang
bersifat rutin, sudah tidak menerapkan hal yang baru lagi.
Dalam tahap implementasi dapat terjadi hal yang yang
disebut Reinvention (invensi kembali) yaitu penerapan inovasi dengan
mengadakan perubahan atau modifikasi. Jadi penerapan inovasi tetapi tidak
sesuai dengan aslinya. Reinvensi bukan berarti tentu hal yang tidak baik,
tetapi terjadinya re-invensi dapat merupakan kebijakan dalam pelaksanaan
atau penerapan inovasi, dengan mengingat kondisi dan situasi yang ada. Hal-
hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara lain: inovasi yang sangat
33
komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami
inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang
memungkinkan berbagai kemungkinan aplikasi, apabila inovasi diterapkan
untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang
dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan re-invensi.
5. Tahap Konfirmasi
Dalam tahap konfirmasi seseorang mencari penguatan terhadap keputusan
yang telah diambilnya, dan dapat menarik kembali keputusannya jika
memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula.
Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak
terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi, yang berlangsung dalam
waktu yang tak terbatas. Selama dalam tahap konfirmasi seseorang berusaha
menghindari terjadinya disonansi atau paling tidak berusaha menguranginya.
2.6 Dampak metode dan teknik penyuluhan terhadap perubahan
pengetahuan, sikap dan penerapan
Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan
kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua
tujuan utama yang diharapkannya. Untuk jangka pendek adalah menciptakan
perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta
untuk jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan
meningkatkan taraf hidup mereka (Tjitropranoto, P.2003).
Perubahan penerapan atau adopsi teknologi oleh peternak dari sistem
tradisional ke sistem modern merupakan salah satu bentuk yang nampak dari
34
perubahan pengetahuan, sikap dan penerapan. Perubahan terhadap adopsi
teknologi dipengaruhi oleh proses interkasi dan komunikasi dalam sistem sosial.
Sikap yang dimiliki seseorang memberikan corak pada perilaku atau
tindakan orang yang bersangkutan .Perilaku seseorang akan diwarnai atau
dilatarbelakangi oleh sikap yang ada pada orang yang bersangkutan (Walgito,
2003) mengemukakan bahwa sikap dan tindakan individu biasanya konsisten satu
dengan yang lain. Akan tetapi bagi peternak sikap dan tindakan bisa konsisten
apabila inovasi yang diyakininya dapat memberikan manfaat dan keuntungan,
apabila suatu inovasi tersebut tidak memberikan manfaat maka sikapnya dapat
berubah pada inovasi yang lain. Perubahan sikap dapat secara langsung maupun
tidak langsung. Perubahan sikap secara langsung dalam arti adanya hubungan
secara langsung antara individu dengan individu, antara individu dengan
kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Sedangkan melalui hubungan
tidak langsung adalah dengan perantaraan alat media komunikasi massa, baik
cetak maupun elektronik (Walgito, 2003).
Perubahan sikap peternak selain faktor psikologis juga komunikasi sosial
merupakan determinan paling dominan menentukan sikap seorang peternak
terhadap inovasi teknologi peternakan. Terbentuknya sikap seseorang menurut
Mar’at (1984) yaitu dipengaruhi oleh faktor internal (fisiologis dan psikologis)
dan faktor eksternal (pengalaman, situasi, norma-norma, hambatan dan
dorongan).
Sikap terhadap inovasi teknologi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
alam (agro-ekosistem dan agro-klimat), ini adalah salah satu faktor yang mungkin
35
disebut Mar’at (1984) sebagai “hambatan” yang merupakan salah satu variabel
eksternal yang menentukan sikap terutama kesesuaian teknologi tersebut terhadap
kondisi ago-ekosistem dan agro-klimat setempat.
Penerapan metode dan teknik penyuluhan yang tepat serta sesuai
kebutuhan peternak, akan memberikan dampak perubahan terhadap pengetahuan,
sikap dan penerapan peternak. Adanya perubahan tersebut dapat terlihat dari
peningkatan peningkatan kesejahteraan peternak dan anggota keluarganya.
2.7 Pengertian pengetahuan, sikap dan penerapan
2.7.1 Pengetahuan
Pengetahuan menurut Mardikanto (1993) berasal dari kata “tahu” yang
diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik
dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami beragam
konsep, pikiran bahkan cara pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga
pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan/mengucapkan apa yang
diketahui, tetapi sebaliknya dapat menggunakan pengetahuan dalam praktek dan
tindakannya.
Pengetahuan adalah aktivitas atau kegiatan yang melihat penyelesaian
sesuatu dengan baik dalam jenis, jumlah dan bentuk atau barang maupun dalam
kegiatan informasi dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang dari
kegiatan yang dilakukannya, Wiriaatmadja (1990).
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh setelah melakukan penginderaan
melalui panca inderanya. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan berdasarkan
36
pengetahuan akan langsung dirasakan manfaatnya dibandingkan dengan tindakan
tanpa didasari pengetahuan. Hal ini sesuai pendapat Ray (1998) yang menyatakan
bahwa pengetahuan terjadi pada saat atau unit pengambil keputusan lainnya,
kontak dengan inovasi dan mendapatkan suatu fungsi inovasi tersebut. Jadi fungsi
pengetahuan pada intinya bersifat kognitif atau sekedar mengetahui.
Wahyu (1986) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan produk akhir
dari kegiatan berpikir manusia, sedangkan Ahmadi (1991) menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan,
takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru.
Pemindahan pengetahuan merupakan titik berat pada proses belajar
mengajar Suparta (2009). Selanjutnya Winkel (1986) yang dikutip oleh Suparta
(2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan nilai-nilai sikap.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berarti semakin tinggi juga
pengetahuannya, sehingga dengan pengetahuan yang tinggi orang lebih tanggap
terhadap keadaan sekitarnya (Ahmadi, 1991).
Menurut Soekanto (1985), pengetahuan adalah kesan dalam pikiran
manusia sebagai hasil proses panca indera, selanjutnya disebutkan bahwa
pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideas), karena tidak semua buah
pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan itu bisa diperoleh dari pengalaman-
pengalaman, baik dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain.
37
Pengetahuan merupakan aspek perilaku, yang terutama berhubungan
dengan kemampuan mengingat materi yang dipelajari dan kemampuan
mengembangkan intelegensia. Sehingga pengetahuan dikatakan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat dari suatu yang telah dilakukan
atau yang dipelajari (Soedijanto, 1987).
Pengetahuan petani sangat menunjang kelancaran dalam berkomunikasi
dan mengadopsi teknologi baru. Supriyanto, 1978 (dalam Arthanu, 1985)
mengatakan bahwa tingkat pengetahuan petani mempengaruhi dalam mengadopsi
teknologi baru dan kelanggengannya dalam melaksanakan usahatani.
Pengetahuan dapat disimpulkan merupakan hasil pemahaman seseorang
terhadap suatu obyek, yang diperoleh baik secara formal maupun non formal
melalui pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, sehingga mereka
lebih terbebas dari keterbatasan dan subyektifitasnya. Dengan adanya pemahaman
seseorang tentang suatu hal secara obyektif atau seseorang memiliki pengetahuan
yang memadai terhadap suatu hal maka diharapkan dapat memberikan peran serta
secara lebih optimal dalam kegiatan produksi sehingga dapat meningkatkan
produktifitasnya terhadap hal tersebut, guna mewujudkan tujuan bersama.
2.7.2 Sikap
Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu,
tetapi dibentuk sepanjang pengetahuannya. Peranan sikap dalam kehidupan
manusia adalah relatif besar, sebab apabila sudah dibentuk dalam diri manusia,
maka sikap manusia itu turut menentukan tingkah lakunya terhadap obyek
tersebut. Adanya sikap ini menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap
38
obyeknya. Sebagaimana halnya dengan konsep lainnya, banyak para ahli
memberikan definisi sikap dengan redaksi yang berbeda, tetapi pada prinsipnya
ada unsur-unsur yang sama baik pada diri sendiri maupun luar diri sendiri.
Keadaan ini mencakup penilaian positif atau negatif serta kesediaan untuk
bereaksi terhadap situasi atau obyek tertentu dengan cara khas, sehingga dapat
diramalkan. Disisi lain, sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dengan
cara konsisten terhadap situasi atau obyek tertentu (Depdikbud RI, 2000).
Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat,
keyakinan seseorang mengenai obyek, yang disertai adanya perasaan tertentu dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku
dalam cara tertentu yang dipilihnya. Di lain pihak, Dayakisni dan Hudaniah
(2001) menyimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak,
untuk bereaksi terhadap rangsangan, oleh karena itu manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku
yang masih tertutup.
Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interaksi dari berbagai
komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allfort yang dikutip
oleh Dayakisni dan Hudaniah (2001) ada tiga yaitu : (1) komponen kognitif, yaitu
komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki
seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk
suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut; (2) komponen afektif, yaitu
yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif
yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang
39
dimilikinya; (3) komponen konatif, yaitu kesiapan seseorang untuk bertingkah
laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Sikap yang ada pada diri
seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (faktor fisiologis dan psikologis)
serta faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-
norma yang ada dalam masyarakat (Walgito, 2003).
Soetarno (1994) menyebutkan bahwa sikap memiliki beberapa ciri. Ciri-
ciri sikap tersebut adalah sebagai berikut : (1) sikap tidak dibawa seseorang sejak
ia lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya; (2) sikap dapat
berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari; (3) sikap tidak berdiri
sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan suatu obyek; (4) obyek suatu sikap
dapat tunggal atau majemuk; (5) sikap mengandung motivasi dan perasaan.
pengetahuan mengenai suatu obyek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap.
Sikap merupakan proses sosialisasi, yaitu pembentuk sikap-sikap sosial
pada seseorang karena adanya interaksi manusia atau individu (Mar’at, 1984).
Seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. pada tahap
persuasi, dari proses pengambilan keputusan inovasi seseorang membentuk sikap
berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. Sebelum orang mengenal suatu
ide baru, ia tidak dapat membentuk sikap tertentu tehadap inovasi tersebut,
(Rogers dan Shoemaker, 1971). Sikap ini merupakan masalah penting dalam
menentukan corak atau warna dari tingkah laku atau perbuatan seseorang
(Walgito, 2003).
Sikap adalah determinan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi,
kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap mental,
40
yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan
timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-
objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004).
Definisi tentang sikap menimbulkan implikasi-implikasi (Azwar, 2003)
yaitu : 1) sikap dipelajari, 2) sikap menentukan predisposisi seseorang terhadap
aspek-aspek tertentu. 3) sikap memberikan landasan emosional dari hubungan-
hubungan antar pribadi seseorang dan identifikasi dengan pihak lain. 4) sikap
organisasi dan mereka erat sekali dengan inti kepribadian.
Ada dua tingkatan sikap terhadap inovasi yaitu : 1) sikap terhadap inovasi
2) sikap terhadap perubahan. Sikap terhadap inovasi adalah merupakan berkenan
atau tidaknya seseorang. Percaya atau tidaknya seseorang terhadap inovasi
khususnya dan sikap terhadap perubahan adalah umumnya menyangkut respon
seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yang dipengaruhi oleh hasil
pengamatan dan pengalaman sebelumnya (Rogers dan Shoemaker, 1971).
2.7.3 Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan
adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat
bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode,
dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang
diinginkan oleh kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun
sebelumnya.
Penerapan dapat berarti aplikasi atau implemntasi dari suatu metode. Salah
satu contoh, yaitu penerapan metode penyuluhan secara langsung, mungkin saja
41
dari pembahasannya akan muncul ide-ide lain dari sasaran penyuluhan. Sebisa
mungkin sasaran diajak mempraktekkan langsung di lapangan. kalaupun tidak
bisa melakukan kegiatan praktik di luar ruangan, bisa saja dengan cara
menyajikan sejumlah materi penyuluhan dan contohnya lewat media visual di
dalam ruangan sehingga sasaran mudah menyerap materi penyuluhan dengan
baik. Sebelum dilakukan penerapan sistem yang baru tentunya harus diawali
dengan sosialisasi agar saasaran penyuluhan masyarakat tidak asing dengan apa
yang harus diterapkan di lapangan.
2.8 Perubahan pengetahuan, sikap dan penerapan
Perubahan biasa terjadi secara alamiah, maupun karena ada suatu
rekayasa sosial/berencana. Perubahan secara alamiah akan terjadi karena secara
naluriah manusia selalu ingin memperbaiki taraf hidupnya. Namun, perubahan
secara alamiah ini akan terjadi secara pelan-pelan/evolusioner maupun
revolusioner tergantung dari kebutuhan maupun perangsang yang ada. Perubahan
secara ini umumnya akan terjadi secara tidak bersamaan pada anggota masyarakat
karena tergantung dari tujuan maupun dari kemampuan masing-masing individu.
Sebaliknya pada perubahan perilaku secara berencana bisa diatur oleh agen
perubahan.
Tujuan merupakan faktor penentu yang penting pada diri manusia untuk
menentukan langkah yang diambilnya meskipun tanpa adanya perangsang
(stimulus) yang datang dari lingkungan (Makmun, 1996). Selain dipengaruhi oleh
keadaan di sekitarnya yang terikat oleh hukum alam, perilaku manusia juga
dipengaruhi atau ditentukan oleh kemampuan yang ada dalam diri manusia itu
42
sendiri. Manusia sebagai makluk hidup merupakan makluk yang dinamik dalam
pengertian manusia dapat mengalami perubahan-perubahan sehingga tingkah laku
manusia dapat berubah dari waktu–kewaktu. Akibat dari unsur kehidupan yang
ada pada diri manusia akan berkembang dan mengalami perubahan-perubahan
dalam segi fisiologi maupun dalam segi psikologi (Su’adah dan Lendryono,
2003). Perubahan pada pengetahuan seseorang merupakan manifestasi dari proses
belajar (Effendi dan Praja, 1984). Selajutnya Rogers dan Shoemaker (1971),
menyatakan bahwa dalam tahap pengenalan inovasi ada tiga tipe pengetahuan
yaitu: kesadaran/pengetahuan mengenai adanya inovasi, pengetahuan teknis dan
pengetahuan prinsip. Pada tipe pengetahuan/kesadaran seseorang cenderung
membuka diri terhadap ide-ide yang sesuai dengan minat, kebutuhan dan sikap
yang ada padanya. Pengetahuan teknis meliputi informasi yang diperlukan
mengenai cara pemakaian atau penggunaan suatu inovasi. Pengetahuan prinsip
berkenaan dengan fungsinya suatu inovasi.
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya (Azwar,
2003). Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial individu. Dalam
interaksi sosial terjadi hubungan yang saling mempengaruhi diantara individu
yang satu dengan yang lain. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan
dan perubahan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang
dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan serta faktor emosi dalam diri
individu.
Top Related