BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pasar
Pasar merupakan tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, di mana
barang/jasa atau produk dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran kerelaan
dalam pertukaran tersebut biasanya akan muncul suatu tingkat harga atas barang dan
jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg dan Smith, 2003).
Sudut pandang normatif, jenis transaksi secara garis besar sebagai berikut:
a. Transaksi sukarela (voluntarily) atau transaksi mutually advantages. Pihak-pihak
yang melakukan transaksi saling mendapatkan keuntungan.
b. Transaksi yang sepihak menguntungkan namun pihak lain tidak dirugikan.
Suatu transaksi agar dapat terjadi dengan dukungan penuh, apabila kondisi
di bawah ini terjadi antara lain (Ehrenberg dan Smith, 2003):
a. Transaksi mutually advantages.
b. Sepihak untung tetapi sepihak lainnya tidak rugi.
c. Sepihak untung sepihak lainnya rugi tetapi pihak yang untung rela memberikan
kompensasi kepada pihak yang dirugikan.
Kegagalan pasar dapat terjadi disebabkan oleh (Ehrenberg dan Smith, 2003):
a. Pelaku transaksi mengabaikan fakta yang ada dan melakukan transaksi tanpa
keinginan mereka.
b. Transaksi dibatasi oleh undang-undang (transaction barriers).
Universitas Sumatera Utara
c. Distorsi harga.
d. Nonexistence of market. Pembeli dan penjual tidak dapat memastikan sumber
daya atau produk yang akan ditransaksikan.
2.2. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang
Supplier of Capital
Perusahaan
Konsumen
Perkerja (Worker)
Product Market
Labor Market
Capital Market
Supplier of Capital
Perusahaan
Konsumen
Perkerja (Worker)
Product Market
Labor Market
Capital Market
Gambar 2.1 Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang
Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003.
Pasar tenaga kerja sangat terkait erat dengan pasar barang dan pasar modal
(capital market) (Ehrenberg dan Smith, 2003).
Perubahan di pasar barang misalkan meningkatnya permintaan barang dan
jasa. Perusahaan akan meresponnya dengan meningkatkan produksi. Peningkatan
produksi tentu akan mempengaruhi permintaan faktor-faktor input. Perusahaan akan
memilih faktor produksi yang lebih menguntungkan dengan membandingkan biaya
modal dan biaya tenaga kerja yang terjadi di pasar modal dan pasar tenaga kerja
(Nicholson, 2003).
Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003
Gambar 2.1. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal dan Pasar Barang
Universitas Sumatera Utara
Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran
tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan produksi barang dan jasa
yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah. Perusahaan membutuhkan
faktor-faktor produksi dalam melakukan kegiatannya. Sedangkan, penawaran tenaga
kerja sumbernya adalah rumah tangga. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja
dimana keahlian dan kemampuan mereka tersedia untuk digunakan perusahaan atau
lembaga pemerintah dalam proses produksi.
Lo
Uo
U2
L2L1
U1
upah
Jumlah pekerja
demand
supply
Lo
Uo
U2
L2L1
U1
upah
Jumlah pekerja
demand
supply
Gambar 2.2 Pasar Tenaga KerjaSumber: Ehrenberg dan Smith, 2003
Gambar 2.2 mendeskripsikan pasar tenaga kerja yang menghubungkan
penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dititik equilibrium (Lo, Uo), jumlah tenaga
kerja yang ditawarkan ke pasar tepat sama dengan jumlah diminta pasar.
Ditingkat upah U2, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L1 sedangkan
jumlah yang ditawatkan sebesar L2. Sehingga dalam kondisi ini terjadi excess supply
tenaga kerja, sebesar (L2-L1).
Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003
Gambar 2.2. Pasar Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
Pada tingkat upah U1, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L2 tetapi yang
tersedia atau ditawarkan hanya L1. Maka dalam kondisi tersebut terjadi overdemand
tenaga kerja.
Pasar tenaga kerja biasanya memberikan hasil (outcomes), seperti (Ehrenberg
dan Smith, 2003):
a. The terms of employment antara lain seperti gaji, kompensasi dan kondisi kerja.
b. The levels of employment berupa jabatan/kepercayaan, keahlian dan komposisi
demograpi tenaga kerja.
2.3. Teori Penawaran Tenaga Kerja
Ada dua kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu (Ehrenberg
dan Smith, 2003):
a. keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini
berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time
atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.
b. Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain
geografi/wilayah.
2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work- Leisure)
Bekerja (work) merupakan waktu yang digunakan untuk mendapatkan
penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan, leisure merupakan waktu
yang digunakan tidak menghasilkan pembayaran dari pekerjaan yang dilakukan
tersebut. Untuk mendapatkan suatu informasi tentang optimal pembagian waktu
Universitas Sumatera Utara
bekerja dan leisure, dapat dilihat pada indifference curve (preferensi individu untuk
bekerja) dan budget constrain (Borjas, 2005).
G
H
OT
Y
EX
U1
U0
U2
Hours of Leisure
Konsumsi
G
H
OT
Y
EX
U1
U0
U2
Hours of Leisure
Konsumsi
Gambar 2.3 Reservation WageSumber: Borjas, 2005
Gambar 2.3 memberikan ilustrasi tentang keputusan individual untuk bekerja.
Pada titik X individu memutuskan tidak akan bekerja. Karena pada titik X indifferent
curve-nya masih lebih rendah dari E. Atau sepanjang budget constraint G, indifferent
curve-nya akan selalu lebih rendah atau minimal sama dengan indifferent curve yang
terjadi pada titik E.
Titik E adalah titik terjadinya reservation wage atau merupakan titik gaji
terendah yang dapat diterima pekerja untuk bekerja. Titik E menjelaskan juga bahwa
seseorang masih dapat mengkonsumsi tanpa bekerja karena masih ada penghasilan
mereka dari nonlabor income.
Titik Y merupakan titik singgung budget constraint H dengan indifference
curve U2. Titik Y merupakan titik yang memberikan utility lebih tinggi dari titik E.
Sumber: Borjas, 2005
Gambar 2.3. Reservation Wage
Universitas Sumatera Utara
Karena tingkat utility di titik Y lebih tinggi dari titik E maka individu akan
memutuskan untuk bekerja. Atau dengan kata lain sepanjang budget constraint H
individu akan memutuskan untuk bekerja. Karena sepanjang garis tersebut utility
pekerja akan lebih tinggi dari pada titik E atau gaji yang diterima lebih tinggi dari
reservation wage (Borjas, 2005).
Titik singgung indifferent curve dengan budget line merupakan titik optimum
seseorang untuk bekerja, di mana perpaduan antara utility individu dan kendala yang
dihadapi (Borjas, 2005).
U = f (C, L)������������������������(1)
Di mana: C= konsumsi barang
L= leisure
Utility maksimum dapat tercapai bila ∆C∕∆L═ - MUL∕MUC, artinya konsumsi
dapat dipertukarkan dengan leisure. Untuk mengkonsumi barang tentunya individu
harus bekerja. Bekerja dan leisure dua hal yang dapat dipertukarkan dan sekaligus
memiliki trade-off antara keduanya (Borjas, 2005).
Sedangkan budget constraint dapat dirumuskan dengan (Borjas, 2005),
C = wh + V .�����������������������..(2)
Misalkan T = h + L, maka C = w(T-L) + V atau
C = (wT+V)-wL .���������������������..(3)
Di mana:
C= konsumsi barang
w = upah
Universitas Sumatera Utara
T = total waktu
h = waktu untuk bekerja
V= nonlabor income
L = leisure
Dari persamaan (3) di atas, dapat ditarik kesimpulan tanpa bekerja pun
seseorang masih dapat mengkonsumsi barang. Penghasilan yang digunakan untuk
konsumsi berasal dari penghasilan yang dihasilkan tanpa bekerja atau pada titik
tersebut disebut endowment point.
Keputusan individu untuk menambah jam kerja dipengaruhi oleh perubahan
(Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Income effect. Individu akan mengurangi jam kerjanya bila income meningkat
tetapi wage rate konstan.
b. Substitution effect mengindikasikan perubahan keinginan menambah jam kerja
karena perubahan wage rate tetapi income konstan.
c. Jika substitution effect lebih dominan dari income effect, keinginan individu
untuk bekerja menjali lebih lama, saat wage rate meningkat. Sebaliknya, jika
income effect lebih besar dari substitution effect, kenaikan wage rate akan
menyebabkan keinginan untuk bekerja semakin sedikit.
Wage elastisity of labor supply (Es) merupakan persentase perubahan dalam
kuantitas dari penawaran tenaga kerja dibagi dengan persentase perubahan dalam
wage rate. Bila elasitas (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Es= 0, inelastis yang sempurna atau infinite (perfect elastic)
Universitas Sumatera Utara
b. Es<1, relative inelastis
c. Es>1, relative elastis
-
L*
W*
Hours of Worker
Wage Rate
-
L*
W*
Hours of Worker
Wage Rate
Gambar 2.4 Backward Bending Labor Supply CurveSumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999
Kenaikan tingkat upah tenaga kerja awalnya akan menambah keinginan waktu
bekerja individu. Namun kenaikan gaji akan mencapai titik optimal. Gaji naik di atas
titik optimal justru akan mengurangi keinginan individu untuk bekerja (income
effect). Ini dikenal dengan backward-bending labor supply curve (Mc Connell, Brue,
dan Macpherson, 1999).
2.3.2. Konsep Penawaran Tenaga Kerja
Konsep penawaran tenaga kerja (labor supply) memiliki beberapa dimensi
antara lain yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk (net immigration);
Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999
Gambar 2.4. Backward Bending Labor Supply Curve
Universitas Sumatera Utara
b. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), merupakan
tingkat persentase working-age populasi dengan actual working atau seeking
work;
c. Jumlah jam kerja per minggu atau per tahun, dan
d. Kualitas angkatan kerja.
2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation)
merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force.
Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan
kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man
power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15
tahun (SUDA BPS SUMUT, 2007) dan masyarakat yang dilembagakan (people who
are institutionalized).
Labor force participation rate (LFPR)= , atau
(LFPR)=
Bukti empiris di Amerika Serikat bahwa penurunan tingkat partisipasi
angkatan kerja, khususnya kaum pria, dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni (Mc
Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. kenaikan real wages dan earnings akan mengurangi jam kerjanya atau mereka
akan semakin kecil memasuki partisipasi angkatan kerja (income effect).
Universitas Sumatera Utara
b. adanya jaminan sosial dan pensiunan swasta (social security dan private
pension).
c. disability benefits, angkatan kerja yang memiliki keterbatasan atau menerima gaji
kecil akan menarik diri dari partisipasi kerja karena mereka umumnya mendapat
lebih banyak uang dari transfer/tunjangan pemerintah.
d. life cycle consideration, mempengaruhi orang dalam partisipasi angkatan kerja.
Orang yang telah berumur, kemampuan atau skill yang dimilikinya tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan trend permintaan tenaga kerja akan mengurangi
partisipasi mereka di angkatan kerja (substitution effect).
Sementara itu kaum perempuan, penelitian di Amerika Serikat menemukan
bahwa partisipasi kerja kaum perempuan meningkat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Kenaikan wage rate dan earnings suami dan kaum perempuan. Kenaikan wage
rate dan earnings kaum perempuan lebih dominan substitution effect-nya
daripada income effect-nya;
b. Perubahan keinginan dan sikap (preferences dan attitude) termasuk dari
pengaruh gerakan femenisme;
c. Meningkatnya produktivitas kerja sektor rumah tangga karena semakin
bekembangnya teknologi peralatan rumah tangga. Waktu yang digunakan oleh
kaum wanita untuk mengurus keperluan keluarga semakin sedikit (production
and consumption household semakin kecil). Ini yang memacu mereka
mengalihkan waktu luang tesebut ke dunia kerja atau labor market.
Universitas Sumatera Utara
d. Penurunan tingkat kelahiran.
e. Meningkatnya angka perceraian.
f. Berkembangnya akses di dunia kerja bagi kaum perempuan di mana tingkat
diskriminasi semakin berkurang.
g. Usaha untuk memperbaiki atau mempertahankan standar hidup. Pertumbuhan
pendapatan kaum laki-laki (suami mereka) mengalami stagnan sehingga
mendorong wanita untuk bekerja guna mempertahankan standar hidup mereka.
Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: added-work
effect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan
kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota
keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi
kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja.
Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect
berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk
bekerja kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa
pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kembali sesuai dengan keinginannya, minimal
seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya
mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson,
1999).
Bukti empiris menyebutkan discourage-work effect lebih dominan dari pada
added-work effect. Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan
tingkat pengangguran. Semakin besar tingkat pengangguran semakin kecil tingkat
Universitas Sumatera Utara
partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan
peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi
angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang
sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih
memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Beberapa survey yang dilakukan di Amerika Serikat setelah masa perang
Dunia II, menyimpulkan bahwa real wages cendrung naik tetapi jam kerja per
minggu relatif turun. Adapun hasil survey tersebut antara lain (Mc Connell, Brue, dan
Macpherson, 1999):
a. Undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan wage premium
kepada pekerja, atas kondisi tertentu yang dilakukan oleh pekerja atau dialami
pekerja,
b. Kenaikan atas pajak pendatapan (tax incomes),
c. Semakin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para tenaga kerja yang memasuki
dunia kerja,
d. Pengaruh iklan (Brack dan Cowling) menyebabkan masyarakat lebih memilih
untuk melakukan konsumsi barang/jasa yang sifatnya time-intensive commodities
dari barang yang sifatnya goods-intensive commodities.
e. Owen, berpendapat masyarakat lebih memilih konsumsi dan pengaturan anggota
keluar (family sized) dan pasangan lebih lama dalam pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui investment in human capital.
Pendidikan yang terus-menerus, pelatihan dan pelatihan akan mampu menjaga tingkat
penyerapan tenaga kerja penuh (work force fully employed).
Tenaga kerja memasuki dunia kerja dengan tingkat kemampuan dan keahlian
yang berbeda. Begitu juga dengan tingkat pendidikan dan jam pelatihan yang mereka
ikuti. Tenaga kerja dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan pelatihan yang lebih
tinggi atau lebih lama (schooling) akan menawarkan lebih besar produktivitas dari
tenaga kerja yang kurang terampil.
Prinsip investment in humal capital hampir sama dengan prinsip investasi
fisik. Pengeluaran untuk pendidikan dan pelatihan diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan dan keahlian pekerja sehingga penghasilan individu di masa yang akan
datang diharapkan menjadi lebih besar.
Model analisis yang sederhana, seseorang harus membandingkan cost dan
benefit. Biaya pendidikan dibedakan menjadi direct atau out-of pocket costs dan
indirect or opportunity cost. Direct cost di sini berkaitan dengan pengeluaran
langsung yang dilakukan selama dalam pendidikan, seperti biaya untuk pembelian
buku, uang kuliah dan lainnya. Sedangkan, indirect atau opportunity cost merupakan
penerimaan yang tidak dapat diterima karena memilih untuk memasuki dunia
pendidikan atau keluar dari angkatan kerja. Benefit dari investasi human capital
berupa peningkatan pendapatan (incremental earnings) selama memasuki kerja
di masa akan datang setelah selesai mengikuti pendidikan atau pelatihan. Keputusan
Universitas Sumatera Utara
investasi pada human capital dilakukan bila benefit lebih besar atau sama dengan cost
(Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Pandangan umum tentang investasi pada human capital, antara lain (Mc
Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Semakin lama jangka waktu aliran penerimaan setelah investasi (postinvestment
incremental earnings) semakin tinggi return yang didapat dan semakin positif
investasi pada human capital. Semakin dini usia memasuki sekolah secara
ekonomis semakin panjang jangka waktu penerimaan tambahan setelah investasi
dilakukan.
b. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk investasi human capital semakin
banyak orang akan melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan.
Disamping itu bila resesi terjadi, biaya akan semakin rendah karena opportunity
cost menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu, banyak angkatan kerja memilih
memasuki dunia pendidikan atau mengikuti pelatihan.
c. Semakin besar selisih yang diterima atau return yang diperoleh angkatan kerja
yang terdidik atau tamatan perguruan tinggi dibandingkan dengan return yang
diterima angkatan kerja non-skilled, maka semakin tinggi keinginan masyarakat
untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Artinya investasi pada
human capital akan meningkat.
Sementara itu, keputusan investasi dapat juga dilihat dari sisi public atau
prespektif sosial. Ekonom memandang dari sisi prespektif sosial, keuntungan
investasi pada human capital antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
Universitas Sumatera Utara
a. semakin banyak tenaga kerja terdidik akan semakin kecil tingkat pengangguran.
Tingkat pengangguran yang kecil akan mengurangi tingkat kriminilitas,
pengeluaran transfer atau biaya subsidi dan biaya perlindungan hukum.
b. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang politik dan kualitas
keputusan-keputusan politik (kebijakan dan peraturan semakin baik). Proses
politik dapat lebih mudah, efisien dan efektif.
c. peningkatan kualitas antar generasi ke generasi berikutnya.
d. masyarakat yang berpendidikan menghasilkan lebih besar dan menyebarkan
keuntungan yang lebih besar kepada lingkungan mereka sendiri (society).
Hasil dari investasi pada human capital (rates of return) mengalami
penurunan saat investasi dilakukan secara terus-menerus yang telah mencapai tingkat
tertentu. Ada dua alasan terjadi penurunan tingkat pengembalian tersebut yakni (Mc
Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. investasi pada human capital tetap mengikuti kaidah diminishing returns (skala
pengembalian hasil yang semakin menurun). Kenaikan tambahan income
(incremental income) semakin menurun setiap tahun penambahan waktu
pendidikan, dan
b. peningkatan tingkat pendidikan diikuti penerimaan benefit semakin menurun
akibat dari kenaikan biaya yang turut mengurangi internal rate of return.
On the job training dapat dibedakan menjadi dua bagian penting, yaitu:
general training dan special training. Pembahasan on the job training diasumsikan
Universitas Sumatera Utara
pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan perpindahan tenaga kerja dianggap
sempurna (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
General training tujuannya menciptakan keahlian atau pembentukan karakter
secara umum yang dapat digunakan oleh semua perusahaan dan industri. Keahlian
yang didapat tenaga kerja dari general training dapat dijual atau ditransfer ke pasar
atau ke perusahaan lain. Saat training sedang berlangsung, gaji yang diterima oleh
pekerja lebih rendah bila dibandingkan dengan yang diperoleh oleh tenaga kerja non
trampil. Namun setelah masa selesai training, gaji yang mereka peroleh lebih tinggi
dari yang diterima oleh pekerja yang tidak memperoleh training. Pekerja yang
memperoleh general training dapat menawarkan keahliannya ke perusahaan lain atau
menjual keahliannya ke pasar sehingga mereka akan mendapatkan penghasilan yang
lebih tinggi. Seandainya, pemberi kerja yang membayar biaya investasi training ini,
mereka kemungkinan akan kehilangan return bila pekerja meninggalkan perusahaan.
Untuk itu pekerja yang telah melakukan general training biasanya diberikan gaji
lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka terima sebelum mengikuti training.
Artinya daya tawar mereka untuk mendapatkan gaji/upah menjadi lebih kuat bila
dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak mengikuti general training tersebut.
General training, wage rate dibayarkan perusahaan sama dengan marginal revenue
product tenaga kerja.
Special training menciptakan keahlian atau kemampuan yang hanya dapat
dipergunakan oleh perusahaan tertentu saja. Biaya pelatihan khusus ini ditanggung
oleh perusahaan. Pemberi kerja selama masa periode pelatihan khusus ini menerima
Universitas Sumatera Utara
marginal return product tenaga kerja lebih rendah dari pada wage rate yang mereka
tanggung. Setelah periode pelatihan khusus, pemberi kerja mendapatkan marginal
return product tenaga kerja jauh lebih besar dari wage rate yang mereka bayarkan.
Sedangkan, tenaga kerja menerima upah yang dengan upah sewaktu mereka belum
mengikuti training.
Bukti empiris penghasilan seseorang kadang lebih besar dari mereka yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang memiliki kelebihan secara
intelegensia, kedisiplinan dan motivasi, umumnya menerima penghasilan yang lebih
besar. Penambahan penghasilan mereka (incremental income) mereka kadang tidak
dapat ditelusuri langsung ke investasi human capital yang mereka lakukan. Tetapi
semata-mata hanya berdasarkan persoalan kemampuan individu itu sendiri (problem
ability). Penambahan penghasilan ini tidak ada kaitannya dengan lamanya mereka
menempuh pendidikan formal (schooling). Pendapat para ahli juga menyebutkan juga
bahwa peningkatan penambahan penghasilan (incremental income) tidak semata-mata
berdasarkan tingkat pendidikan formal. Kemampuan juga penting dalam hal ini (Mc
Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Screening hypothesis melihat pendidikan merupakan faktor penting dalam
memperjakan seorang tenaga kerja, menempatkan pada posisi tertentu,
mempromosikan pekerja tersebut dan kedudukan lainnya yang diberikan pekerja.
Screening hypothesis menempatkan pekerja pada posisi strategis berdasarkan jenjang
pendidikan yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi pendidikan pekerja
tersebut semakin strategis posisi pekerja tersebut, semakin mudah dia dipromosikan
Universitas Sumatera Utara
dan semakin besar penghasilan yang mereka terima. Produktivitas pekerja bukan
faktor utama dalam menentukan reward (imbalan) yang diterima oleh pekerja
tersebut. Pekerja yang lulus dari suatu universitas favorit akan diberikan penghasilan
yang lebih baik. Walaupun kadang-kadang memiliki produktivitas yang lebih rendah
dari lulusan perguruan tinggi yang biasa-biasa saja yang notabene kurang populer
di mata masyarakat. Screening hypothesis memandang tingkat pendidikan berbanding
lurus dengan produktivitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan (schooling) dan
populer tempat pendidikan calon pekerja dianggap memiliki tingkat produktivitas
yang makin tinggi sehingga wajar bila diberikan reward yang lebih tinggi. Namun
data empiris menyebutkan tidak sepenuhnya benar pendapat tersebut. Hypothesis
tersebut masih memiliki distorsi dilevel practical. Tetapi bukti empiris juga
menyebutkan bahwa pada tahap awal pekerja memasuki dunia kerja (labor force)
akan diberikan penghasilan yang lebih untuk lulusan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Seiring dengan berlalunya waktu produktivitas pekerja tersebut diharapkan
meningkat. Faktor pendidikan lanjutan yang sifatnya seperti pelatihan dan
pengalaman diharapkan meningkatkan produktivitas pekerja tersebut dan reward
yang akan mereka peroleh disesuaikan dengan tingkat produktivitas para pekerja
(enhanced earning) (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
2.3.4. Upah
Upah merupakan ukuran nilai kerelaan pasar tenaga kerja dalam melakukan
kegiatan jual-beli (dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan tenaga
Universitas Sumatera Utara
kerja). Upah juga merupakan ukuran jasa, kemampuan atau keahlian yang telah
diberikan oleh pekerja dalam proses produksi.
Upah dari sudut pandang life cycle, antara lain memiliki karakteristik sebagai
berikut (Borjas, 2005):
a. Tingkat upah yang tinggi akan meningkatkan keinginan angkatan kerja untuk
memasuki pasar tenaga kerja, berlaku juga sebaliknya.
b. Pekerja muda biasanya mulai bekerja dengan gaji yang kecil awal kerjanya.
Dengan berlalunya waktu gaji akan meningkat sampai mencapai umur 50, lalu
menurun seiring dengan pertambahan usia.
c. Pria umumnya memiliki partisipasi kerja yang tinggi di usia muda dan berkurang
menjelang usia lanjut.
d. Sebaliknya pada wanita, pasa usia muda partisipasinya di pasar tenaga kerja
rendah. Namun meningkat seiring dengan berlalunya waktu. Partisipasi wanita
di pasar tenaga kerja berkaitan erat dengan kebutuhan keluarga terhadap mereka.
Maka kadang tenaga kerja wanita di pasar tidak menentu, tergantung pada pilihan
mereka pada rumah tangga.
Seseorang akan meninggalkan pasar kerja atau memasuki pensiun dipengaruhi
oleh (Borjas, 2005):
a. Tingkat upah. Pekerja yang memiliki penghasilan yang tinggi dakan memilih
cepat keluar dari pasar kerja saat upah naik, dimana income effect lebih dominan.
Mereka memilih lebih banyak leisure ketimbang bekerja. Saat bersamaan,
Universitas Sumatera Utara
substitution effect terjadi sehingga harga pensiun menjadi lebih mahal. Kondisi ini
mendorong tenaga kerja untuk menunda pensiun mereka.
b. Pension benefits. Jika pension benefits meningkat maka pekerja akan lebih cepat
meninggalkan pasar kerja. Pekerja lebih cepat memasuki usia pensiun.
2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor)
Permintaan terhadap tenaga kerja atau faktor produksi lain yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang/jasa ditentukan atau dikendalikan oleh permintaan
terhadap barang jadi/jasa tersebut (derived demand). Permintaan terhadap tenaga
kerja tergantung pada produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan market value dari
produk yang dihasilkan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek
Analisis fungsi produksi mengasumsikan faktor produksi terdiri dari input
yakni tenaga kerja dan modal. Analisis jangka pendek mengasumsikan faktor modal
atau yang lain dianggap konstan, kecuali faktor tenaga kerja. Faktor produksi
perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson,
1999):
TPSR= (L, ),
Di mana: TPSR = total product jangka pendek
L = faktor produksi tenaga kerja (labor)
= faktor produksi barang modal (capital) diasumsikan konstan
Universitas Sumatera Utara
Total produksi jangka pendek merupakan total output yang diproduksi dengan
setiap kombinasi faktor produksi tenaga kerja dengan modal konstan.
Perusahaan diasumsikan perfectly competitive, di mana perusahaan bersifat
price taker dan tidak dapat mempengaruhi harga sewa dan upah tenaga kerja.
Marginal product of labor (MP) didefinisikan perubahan total product
dikaitkan dengan penambahan satu faktor produksi tenaga kerja. Average product of
labor (AP) merupakan nilai total product yang dibagikan dengan jumlah unit tenaga
kerja yang digunakan.
Pemahaman total product, marginal product of labor dan average labor
penting dalam analisis tahapan-tahapan produksi. Tahap produksi menggunakan alat
analisis ketiga unsur tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:
a. marginal product of labor (MPL) lebih besar dari average product (APL),
di mana MPL menuju tahap puncaknya, akan menaikan total product, rate MPL
masih terus mengalami kenaikan dan juga average product of labor (APL)
seiring dengan pertambahan tenaga kerja.
b. MPL sama dengan APL, posisi ini MPL mengalami tingkat penurunan yang terus
menurus dan APL mencapai puncaknya dan total product masih akan tetap
meningkat dengan pertambahan tenaga kerja.
c. MPL lebih kecil dari APL, posisi MPL terus-menerus menurun dan di bawah
APL. APL juga akan terus-menerus mengalami penurunan namun total produksi
masih tetap meningkat jika tenaga kerja tetap ditambah.
Universitas Sumatera Utara
d. MPL sama dengan nol dan lebih kecil dari APL, total product mencapai titik
maksimal dan APL mengalami trend penurunan. Tahapan ini telah mencapai
jumlah tenaga kerja yang digunakan mencapai tingkat maksimum. Artinya bila
jumlah tenaga kerja dipaksakan untuk tetap ditambah maka total produksi
mengalami trend penurunan terus-menerus.
Marginal product of labor (MPL) trend awalnya positif. Lalu mencapai
tingkat maksimum dan menuju ke arah penurunan. Ini dapat diartikan, pada awalnya
dengan asumsi tenaga kerja identik, penambahan tenaga kerja dengan modal yang
konstan akan meningkatkan produktivitas. Tetapi penambahan terus-menerus tenaga
kerja akan mencapai titik jenuh dan akhirnya menyebabkan produktivitas akan
menurun. The law of diminishing marginal returns berlaku dalam posisi ini.
Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek oleh pemberi kerja didasarkan
kepada keuntungan yang diperoleh pemberi kerja akibat pertambahan tenaga kerja
tersebut dalam faktor produksi. Tenaga kerja akan terus ditambah selama profit yang
dihasilkan pemberi kerja masih positif dan tidak akan ditambah lagi jika kontribusi
per tenaga kerja telah sama dengan biaya yang ditimbulkannya. Ini sesuai dengan
tujuan utama pemberi kerja yaitu memaksimalkan profit (Mc Connell, Brue, dan
Macpherson, 1999).
Marginal revenue product of labor (tambahan/perubahan total penerimaan
yang diperoleh pemberi kerja akibat kenaikan satu unit faktor input tenaga) dan
marginal wage cost (pertambahan/perubahan total biaya akibat bertambahnya satu
unit faktor input tenaga kerja) merupakan alat ukur permintaan tenaga kerja ditingkat
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Ada tiga kondisi terkait dengan hal tersebut yaitu (Mc Connell, Brue, dan
Macpherson: 1999):
a. Marginal revenue product of labor lebih besar dari marginal wage cost, berarti
pertambahan tenaga masih meningkatkan profit yang diterima oleh pemberi
kerja. Perusahaan akan terus berupaya menambah tenaga kerja karena masih ada
peluang untuk meningkatkan keuntungan.
b. Marginal revenue product of labor sama dengan marginal wage cost, berarti
jumlah tenaga kerja pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh. Perusahaan tidak
akan menambah tenaga kerja karena hanya akan mengurangi keuntungan
mereka. Kondisi ini juga menyimpulkan bahwa kapasitas produksi di tingkat
perusahaan telah mencapai titik jenuh.
c. Marginal revenue product of labor lebih kecil dari marginal wage cost, berarti
terjadi kelebihan tenaga kerja pada proses produksi. Perusahaan mengalami
kerugian bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan seperti ini. Dalam kondisi
seperti ini, perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
Pasar tenaga kerja dapat dipahami melalui pengasumsian kondisi pasar yang
dihadapi oleh perusahaan dalam menjual produknya, antara lain:
a. Pasar persaingan sempurna (competitive market)
Perusahaan dalam kondisi ini sifatnya wage taker, sehingga marginal wage cost
akan sama dengan wage rate, bila perusahaan ingin maksimalkan profitnya.
MRP=MWC=w. Marginal revenue product atau kurva permintaan tenaga kerja
sama dengan kurva value of marginal product. The value of marginal product
Universitas Sumatera Utara
atau penerimaan tambahan sama nilainya dengan MRP. VMP= MR X MP atau P
X MP.
b. Pasar persaingan tidak sempurna (imperfectly competitive)
Kondisi pasar yang persaingan tidak sempurna, perusahaan dapat mengendalikan
harga, maka marginal revenue product lebih rendah dari value of marginal
product. (MR X MP) lebih kecil dari (P X MP). Kurva permintaan tenaga kerja
dalam pasar persaingan tidak sempurna sifatnya lebih curam atau lebih menurun
ke kiri bila dibandingkan dengan kurva permintaan tenaga kerja persaingan
sempurna. Sedangkan perusahaan monopolistik dapat memilih harga kuantitas
yang mereka tawarkan untuk memaksimalkan keuntungannya.
Sama seperti di atas, Branson (2001) juga berpendapat dengan
mengasumsikan fungsi produksi jangka pendek, produksi real hanya dipengaruhi
oleh faktor input tenaga kerja, ditulis dengan fungsi sebagai berikut:
Di mana:
y = output real
MPL = marginal product of labor
APL = produktivitas rata-rata tenaga kerja
N = jumlah tenaga kerja
y= y(N; ); MPL = äy / äN APL = y / N
Universitas Sumatera Utara
= modal dalam keadaan konstan
∆ R = p*(äy / äN) * ∆N, di mana p * (äy / äN) adalah marginal value product
of labor. Seandainya ∆ R merupakan perubahan biaya, maka permintaan tenaga kerja
akan terus dilakukan oleh pemberi kerja sampai ∆ C = ∆ R dan W= p*(äy / äN) atau
W/p = (äy / äN). W= p*(äy / äN) merupakan persamaan permintaan tenaga kerja
dalam jangka pendek (Branson, 2001). p adalah tingkat harga produk dan w=W/p
merupakan upah riel.
2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang
Permintaan tenaga kerja jangka panjang mengasumsikan jumlah tenaga kerja
dan modal bervariasi. Dalam analisis ini capital tidak dianggap konstan. Tetapi
bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk tujuan produksi.
Perubahan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang dapat dipengaruhi oleh
perubahan pada wage rate, yang dirinci dengan pengaruh output effect dan
substitution effect (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Diandaikan fungsi produksi: Q = f (L, K, Teknologi, Input lainnya)
Di mana:
L= labor atau tenaga kerja
K= capital atau modal
Misalkan untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan hanya
membutuhkan tenaga kerja (L) dan modal (K). Maka fungsi produksi menjadi
(Nicholson, 2003): Q = f (L, K)
Universitas Sumatera Utara
Tenaga Kerja
Modal
K2
K1
L2 L1 L3 L4
A
B
C
D
q1 q2
IC1IC2
Tenaga Kerja
Modal
K2
K1
L2 L1 L3 L4
A
B
C
D
q1 q2
IC1IC2
Gambar 2.5 Kurva IsoquantSumber: Borjas, 2005.
Kurva isoquant mengilustrasikan kombinasi faktor-faktor produksi antara
tenaga kerja dan modal dalam menghasilkan tingkat output yang sama. Titik A
menggambarkan penggunaan modal K2 dan tenaga kerja L2 untuk memproduksi
barang sejumlah q1. Titik B menggambarkan penggunaan modal K1 dan tenaga kerja
L1 juga digunakan untuk memproduksi sejumlah barang q1. perubahan produksi titik
A ke titik B, merubah komposisi faktor input (K2, L2) menjadi (K1, L1), di mana K2>
K1 dan L1>L2. Ada sejumlah tenaga kerja yang didistribusikan untuk mengganti
barang modal.
Marginal rate of technical substitutions (MRST) tenaga kerja terhadap modal,
dapat dihitung sebagai berikut (Nicholson, 2003):
RTS labor to capital = perubahan input modal/perubahan input tenaga kerja
Garis IC1 dan IC2 merupakan garis isocost, di mana garis kombinasi biaya
yang dikeluarkan untuk biaya modal dan tenaga kerja.
Sumber: Borjas, 2005
Gambar 2.1. Kurva Isoquant
Universitas Sumatera Utara
Fungsi biaya (Nicholson, 2003) adalah C = wL + vK
Di mana:
L= jumlah tenaga kerja atau modal jam tenaga kerja
w= tingkat upah per jam
K= jumlah modal
v= sewa modal per jam
minimumkan C = wL + vK
dengan kekangan: Q= f(L,K)
Fungsi Lagrange: ₤ = wL + vK + ë{ Q- f(L, K) }
Syarat perlu untuk optimasi, turunan pertama fungsi Lagrange sama dengan nol
(Hartono, 2004).
ä₤ / äL = w- ë ä f(L, K)/ äL = 0 �����...�������������(4)
ä₤ / äK = v- ë ä f(L, K)/ äK = 0 ������...������������(5)
ä₤ / ä ë = Q- f(L, K) = 0 ����...�����������������(6)
Persamaan (4) dibagi dengan persamaan (5), maka akan didapat persamaan
berikut: w/v = (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK)�������������..(7)
Persamaan (7) merupakan titik persinggungan kurva isocost C1 dengan isoquant q1,
merupakan perpaduan titik optimum. Pada titik tersebut kemiringan garis C1 sama
dengan kemiringan garis q1. Slope garis C1 adalah w/v. Sedangkan slope isoquant q1
adalah (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK). Slope ini merupakan marginal rate of
technical substitutions. (äf(L, K)/ äL) adalah perubahan output terhadap perubahan
Universitas Sumatera Utara
input tenaga kerja atau marginal product of labor, MPL. Sedangkan, (ä f(L, K)/ äK)
adalah perubahan output terhadap modal atau marginal product of capital, MPK.
MPL/ MPK = w/v= MRTS labor to capital = ∆K/∆L ���������(8)
Artinya untuk meminimalkan biaya perusahaan dapat mensubstitusikan tenaga
kerja terhadap modal tergantung pada harga masing-masing input tersebut.
Penggantian barang modal ke tenaga kerja atau sebaliknya dapat diilustrasikan
sebagai berikut (Nicholson, 2003):
a. jika w > v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila
menggunakan lebih banyak barang modal dari pada tenaga kerja. Karena biaya
modal (v) lebih murah dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih
besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan
meningkat di pasar modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga
kerja akan menurun.
b. jka w = v, untuk memproduksi barang q perusahaan sama saja bila
menggunakan lebih banyak modal atau lebih sedikit. Karena biaya modal (v)
sama saja dengan biaya tenaga kerja (w). Permintaan modal dalam jangka waktu
tertentu akan tetap sama seperti pasar modal sebelumnya, begitu juga dengan
permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja.
c. jika w < v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila
menggunakan lebih banyak tenaga kerja barang dari pada modal. Karena biaya
modal (v) lebih mahal dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih
besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka pendek akan menurun di pasar
Universitas Sumatera Utara
modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan
meningkat.
Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan fungsi permintaan tenaga kerja
jangka panjang lebih elastis dari permintaan tenaga kerja jangka pendek (Mc Connell,
Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Product demand (permintaan produk). Permintaan dan perubahan harga produk
dalam jangka panjang lebih elastis dari pada jangka pendek.
b. Labor-capital interaction. Substitusi effect dalam jangka pendek tidak terjadi.
Modal dan tenaga kerja tidak dapat dipertukarkan karena dalam jangka pendek
modal konstan. Dalam jangka panjang tenaga kerja dapat dipertukarkan dengan
modal sehingga dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek.
c. Teknologi. Perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas. Dalam
jangka panjang perubahan teknologi lebih elastis dari permintaan tenaga kerja
bila dibandingkan oleh permintaan tenaga kerja jangka pendek. Pemberi kerja
akan menilai keuntungannya sebelum melakukan investasi teknologi baru. Saat
semua tenaga kerja tidak dapat lagi ditingkatkan karena telah mencapai titik
jenuh dalam menggunakan modal yang tersedia. Dalam kondisi ini, pertambahan
atau perubahan modal perlu dilakukan oleh pemberi kerja guna memaksimalkan
keuntungannya. Peran teknologi baru sangat penting untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja
Pasar permintaan tenaga kerja merupakan gabungan permintaan pasar
individual tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas
permintaan jumlah tenaga kerja. Sensitivitas jumlah permintaan tenaga kerja dihitung
dengan cara berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
Ed=
Ed=
Penentu deteminan elastisitas pasar permintaan tenaga kerja secara umum
ditentukan oleh (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Elasitas permintaan produk. Semakin elastis permintaan terhadap produk suatu
perusahaan maka perusahaan tersebut juga semakin elastis melakukan
permintaan terhadap tenaga kerja.
b. Perbandingan antara biaya tenaga kerja terhadap total biaya. Semakin besar
komposisi biaya tenaga kerja dalam total biaya maka perubahan wage rate
semakin elastis terhadap permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, jika komposisi
tenaga kerja sangat kecil pada total biaya maka perubahan wage rate kurang
elastis.
c. Semakin mudah disubstitusikan tenaga kerja ke faktor input yang lain, maka
permintaan tenaga kerja semakin elastis terhadap perubahan wage rate.
Universitas Sumatera Utara
Elastisitas penawaran faktor produksi yang lain. Jika permintaan faktor produksi yang
lain semakin elastis maka permintaan tenaga kerja juga semakin elastis.
2.5. Produktivitas Tenaga Kerja
Untuk keperluan analisis permintaan tenaga kerja salah satu alat ukurnya
adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat dibedakan menjadi
produktivitas rata-rata tenaga kerja dan marginal produktivitas tenaga kerja
(Nicholson, 2003).
Produktivitas rata-rata tenaga kerja dapat ditentukan dengan membagi jumlah
total produksi dengan total input tenaga kerja. Sedangkan, marginal produktivitas
tenaga kerja dihitung dengan membandingkan perubahan total output terhadap
pertambahan satu unit faktor input tenaga kerja.
Ukuran total produksi di dalam suatu wilayah atau propinsi dalam kurun
waktu tertentu biasanya disebut dengan produk domestik bruto regional (PDRB).
Menurut Frank dan Bernanke (2007), pendekatan pengukuran gross domestic product
(GDP) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pendekatan produksi (menggunakan
market value atau value added), pendekatan pengeluaran (total dari konsumsi rumah
tangga, investasi yang dilakukan oleh perusahaan, belanja pemerintah dikurangi
transfer payment dan net export) dan pendekatan income (income labor berupa upah,
gaji, dan penghasilan dari usaha sendiri dan capital income yang diterima oleh
pemilik modal seperti profit, sewa, bunga dan royalti).
Universitas Sumatera Utara
Ukuran gross domestic product (GDP) menurut Frank dan Bernanke (2007)
dibedakan menjadi GDP nominal dan GDP riel. GDP nominal dihitung dengan
mengalikan total produk tahun berjalan terhadap current price�s. Sedangkan GDP
real dihitung dengan mengalikan total produk tahun berjalan terhadap base year
price�s. GDP riel adalah GDP nominal dibagi deflator GDP lalu dikalikan 100.
Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum. Ukuran inflasi yang
sering digunakan adalah indeks harga konsumen (consumer price index). Di samping
itu juga sering menggunakan deflator GDP (Samuelson dan Nodhaus, 2001).
Indeks harga konsumen dihitung berdasarkan pembobotan yang dilakukan
terhadap harga-harga konsumsi suatu barang yang dilakukan oleh konsumen pada
periode tertentu. Lalu dipilih tahun dasar sebagai tahun dasar perhitungan
pembanding. Indeks harga konsumen tujuannya untuk mengukur daya beli konsumen
dari tahun ke tahun. Dari perhitungan indeks harga konsumen nantinya tingkat inflasi
dapat dihitung (Mankiw, 2003).
Deflator GDP mencerminkan tingkat harga saat ini relatif dengan tahun dasar.
Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen adalah sebagai berikut
(Mankiw, 2003):
a. deflator GDP mencerminkan harga semua barang dan jasa yang diproduksi
dalam negeri, sedangkan indeks harga konsumen merupakan harga berbagai
barang dan jasa yang dibeli konsumen;
b. perbedaan dalam pembobotan. IHK membandingkan sekelompok harga barang
dari tahun sekarang dengan tahun dasar di mana kelompok barang tersebut
Universitas Sumatera Utara
biasanya relatif tetap. Sementara itu deflator GDP membandingkan harga
barang dan jasa yang diproduksi saat ini dengan harga barang dan jasa yang
sama ditahun dasar. Jenis barang dalam penentuan deflator GDP relatif lebih
dinamis.
Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen tidak terlalu penting,
seandainya semua harga berubah secara proporsional. Tingkat inflasi dengan
menggunakan indeks harga konsumen maupun deflator GDP cenderung sama dari
tahun ke tahun. Tetapi tetap saja memiliki perbedaan (Mankiw, 2003).
2.6. Ekspektasi Penawaran Agregat
Fungsi ekspektasi, Pe= p(P); 0 . Di mana, Pe ekspektasi harga
tergantung kepada harga aktual P. p� merupakan slope dari fungsi p yang besarnya
lebih besar dan sama dengan nol dan lebih kecil dari dan sama dengan satu. Dari
besaran p� dan fungsi p dapat dikemukan yang berkaitan dengan fungsi penawaran
tenaga kerja aggregate sebagai berikut (Branson, 2001):
1. Kondisi ekstrem Keynesian
Kondisi ekstrem Keynesian p�=0, artinya Pe=P, ekspektasi harga tidak
terpengaruh pada perubahan harga aktual. Dalam kondisi ini kurva penawaran
aggregat berbentuk horizontal. Kurva penawaran aggregate tidak dipengaruhi
oleh perubahan harga namun hanya terpengaruh oleh pergeseran kurva
permintaan dalam pasar barang dan jasa. Sedangkan pada pasar tenaga kerja,
Universitas Sumatera Utara
pada kondisi ekuilibrium kurva permintaan tenaga kerja tergantung pada
perubahan harga. Namun perubahan tersebut tidak mempengaruhi kurva
penawaran tenaga kerja.
2. Kondisi ekstrem Classical
Dalam kondisi ini p�=1, ekspektasi harga Pe sama dengan harga aktual P atau
perubahan pada aktual P akan proporsional dengan perubahan ekspektasi harga
Pe. Perubahan pada harga aktual akan meningkatkan permintaan agregat pada
pasar barang dan jasa. Peningkatan permintaan aggregate akan mempengaruhi
permintaan pada pasar tenaga kerja. Seharusnya permintaan tenaga kerja juga
akan meningkat dalam mendukung produksi barang dan jasa. Namun hal ini
tidak terjadi pada kondisi case classical karena permintaan dan pernawaran
tenaga kerja tidak dipengaruhi oleh harga. Harga dalam kondisi ini bersifat
eksogenous. Perubahan harga tersebut tidak meningkatkan jumlah tenaga kerja
yang bekerja tetapi hanya terpengaruh pada perubahan upah nominal ataupun
upah rill. Dalam kondisi ini, kurva penawaran aggregate berbentuk horizontal.
3. Kondisi Imperfect Foresight
Kondisi imperfect foresight atau general Keynesian model, 0 , ekspektasi
harga Pe akan mempengaruhi harga aktual P. Perubahan harga tersebut tidak
terjadi secara sempurna. Perubahan harga P, akan menurunkan rasio Pe /P
sehingga menurunkan upah rill w. Penurunan upah rill ini akan meningkatkan
permintaan tenaga kerja sehingga menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke
Universitas Sumatera Utara
arah atas kanan. Begitu juga halnya di sisi kurva penawaran tenaga kerja,
perubahan harga ini akan meningkatkan penawaran tenaga kerja. Kurva
penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kanan.
2.7. Hubungan Penawaran Aggregat dengan Permintaan Tenaga Kerja
Penawaran aggregate dalam jangka pendek lebih mendekati pada kondisi
general Keynesian�s model. Begitu juga halnya dengan kondisi penawaran dan
permintaan tenaga kerja. Sedangkan dalam kondisi jangka panjang, penawaran
aggregate cenderung pada mengikuti asumsi klasik. Di mana kurva penawaran
aggregate cenderung pada kondisi vertikal, di mana output y konstan. Begitu juga
halnya dengan permintaan tenaga kerja.
2.8. Pengangguran (Unemployment)
Pengangguran (unemployment) adalah, Frank dan Bernanke (2007), seseorang
yang tidak mendapatkan pekerjaan dalam waktu tertentu tetapi tetap berusaha
mendapatkan pekerjaan tersebut.
Tingkat pengangguran (the unemployment rate), Frank dan Bernanke (2007),
adalah tingkat pengangguran yang dihitung dengan membagi jumlah pengangguran
terhadap labor force.
Philip�s curve yang ditemukan oleh A.W Philips dapat menjelaskan hubungan
antara tingkat upah dengan tingkat pengangguran (Branson, 2003). Andaikan:
w= �(Nd-Ns); ��>0
Universitas Sumatera Utara
Ls= Pe *g(N)
Ld= Pe *f(N)
Ns Nd
w
Jumlah Tenaga Kerja
upah riel
Gambar 2.6 Upah riel dan Pasar Tenaga Kerja
Sumber: Branson, 2003
excess supply= (Ns-Nd)=- (Nd-Ns)
w= -�(Nd-Ns); ��>0
u= U/L merupakan excess supply, w= g(u); g�<0
Dari persaman di atas dan Gambar 2.6 Branson (2003) menurunkan kurva
Philips.
w
U= tingkat pengangguran
upah riel
Gambar 2.7 Kurva Philips
Sumber: Branson, 2003
Sumber: Branson, 2003
Gambar 2.6. Upah Riel dan Pasar Tenaga Kerja
Sumber: Branson, 2003
Gambar 2.7. Kurva Philips
Universitas Sumatera Utara
Guncangan dalam pasar tenaga kerja dapat terjadi karena adanya guncangan
pada permintaan aggregate dan penawaran aggregate. Guncangan ini dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan pasar tenaga kerja. Menurut Frank dan
Bernanke (2007), ada tiga guncangan dalam pasar tenaga kerja, yakni:
1. Pengangguran friksional (frictional unemployment). Pengangguran ini
disebabkan oleh tenggang waktu yang dibutuhkan para pekerja untuk mencari
pekerjaan yang sesuai dan cocok untuk mereka. Dan sifatnya umumnya
sementara.
2. Pengangguran struktural (structural unemployment). Pengangguran struktural
biasanya terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama. Ini bisa terjadi karena
para pekerja kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja baru,
sedangkan lingkungan kerja lama mereka telah tutup atau tidak beroperasi
lagi. Misalnya pekerja di pabrik baja yang tidak beroperasi lagi harus pindah
ke perusahaan komputerais, tentu mengalami hambatan yang serius dalam
mencari pekerjaan baru. Ini biasanya terjadi pada pekerja un-skilled.
Pengangguran ini sangat besar biaya sosialnya bila tidak langsung ditangani.
3. Cyclical unemployment. Pengangguran cyclical terjadi karena penurunan atau
perlambatan pertumbuhan ekonomi (perekonomian dalam keadaan resesi).
Para pekerja banyak dirumahkan karena core bisnis yang mereka jalani
sedang mengalami perlambatan pertumbuhan permintaan di pasar. Sehingga
mau tidak mau, pengusaha biasanya untuk menghemat biaya mereka harus
Universitas Sumatera Utara
memberhentikan sementara sebagian pekerja mereka. Ini akan membawa
biaya sosial yang tinggi bila berlangsung cukup lama.
2.9. Determinan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Determinan permintaan tenaga kerja dapat diringkas sebagai berikut (Mc
Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Permintaan produk suatu barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja
itu sendiri. Jika permintaan produk tinggi maka permintaan tenaga kerja juga
yang memproduksi produk tersebut akan tinggi. Menurut Frank dan Bernanke
(2007), kenaikan harga produk tertentu yang diproduksi oleh pekerja akan
menggeser kurva permintaan ke kanan (permintaan tenaga kerja semakin besar
untuk semua tingkat upah nominal maupan upah riel). Begitu juga sebaliknya.
b. Produktivitas tenaga kerja. Semakin tinggi produktivias tenaga kerja semakin
tinggi permintaan terhadap tenaga kerja tersebut. Kenaikan produktivitas tenaga
kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke arah kanan. Namun
seandainya produktivitas tenaga kerja menurun maka kurva permintaan tenaga
kerja akan bergeser ke kiri. Frank dan Bernanke (2007) menyatakan bahwa
kenaikan produktivitas tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga
kerja ke kanan, di mana permintaan terhadap tenaga kerja meningkat untuk
semua tingkat upah nominal dan upah riel.
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah pemberi kerja (employers). Semakin banyak jumlah pemberi kerja maka
semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan atau permintaan tenaga
kerja akan meningkat.
d. Harga barang/faktor produksi yang lain. Perubahan faktor-faktor produksi yang
lain seperti modal, bahan baku, tanah dapat mengubah permintaan tenaga kerja.
Namun perubahan faktor produksi yang lain harus dipilah-pilah dulu. Harus
dibedakan apakah faktor produksi yang lain termasuk dalam kategori sebagai
berikut:
1. Gross substitutes. Jika harga faktor produksi yang lain berubah maka
permintaan tenaga kerja juga akan berubah ke arah yang sama.
2. Gross complements. Harga faktor-faktor produksi yang lain berubah maka
permintaan tenaga kerja juga akan berubah dengan arah yang berlawanan.
Sedangkan determinan penawaran tenaga kerja dapat diringkas sebagai
berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Wage rates yang lain.
b. Nonwage rate income.
c. Preferensi (trade off) untuk bekerja atau leisure.
d. Nonwage aspects of the job.
e. Number of qualified suppliers.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang akan dilakukan diambil
dari berbagai sumber.
Situmorang (2007), melakukan penelitian tentang keterkaitan peningkatan
pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai variabel dependen dan variabel
independen adalah akumulasi modal fisik tetap, investasi pemerintah
di bidang human capital, jumlah tenaga kerja produktif yang berpendidikan
menengah dan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Investasi human
capital yang dilakukan oleh pemerintah meliputi pengeluaran dalam bidang
pendidikan dan kesehatan. Akumulasi modal fisik atau tetap merupakan besarnya
akumulasi modal yang digunakan seluruh sektor untuk memproduksi barang (output)
secara agregat. Akumulasi modal fisik ini dihitung dengan nilai konstan. Jumlah
tenaga kerja berpendidikan tinggi adalah jumlah tenaga kerja produktif yang
berpendidikan akademis mulai dari lulusan D1 ke atas. Sedangkan jumlah tenaga
kerja berpendidikan menengah adalah jumlah tenaga kerja produktif yang
berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) atau sederajat sampai dengan
lulusan Sekolah Lanjutan Menengah Tingkat Atas (SMA) atau sederajat.
Hasil penelitian Situmorang (2007) tersebut, variabel-variabel independen
berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap peningkatan PDB Indonesia. Hasil
estimasi menyebutkan variabel-variabel independen mampu menjelaskan peningkatan
PDB Indonesia sebesar 99,3% dan sisanya faktor lain yang tidak diteliti sebesar 0,7%.
Akumulasi modal fisik tetap, investasi pemerintah di bidang human capital, jumlah
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja produktif yang berpendidikan tinggi berpengaruh positif dan sangat
signifikan. sedangkan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan menengah
berpengaruh positif namun nilainya relatif kecil.
Sitorus (2007) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor non-pertanian dengan variabel indenpenden upah (hipotesisnya berpengaruh
negatif), pendapatan domestik regional bruto (PDRB berpengaruh positif),
kesempatan kerja (jumlah tenaga kerja yang terserap), dan kelompok ekonomi (sektor
pertanian, jasa dan perdagangan) atau transformasi tenaga kerja (hipotesisnya telah
terjadi) di Propinsi Sumatera Utara.
Hasil penelitian Sitorus (2007), semua variabel bebas memberikan pengaruh
yang signifikan pada á=5% sesuai dengan hipotesis masing-masing variabel bebas.
Upah dan PDRB dalam usaha sektor pertanian menjelaskan kesempatan kerja 77,7%
dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Upah dan PDRB dalam
usaha sektor industri menejaskan kesempatan kerja mencapai 85,2% dan sisanya
14,8% dijelaskan oleh faktor lain yang diteliti. Sedangkan dalam sektor jasa, upah
dan PDRB menjelaskan kesempatan kerja sebesar 78,6% dan sisanya 21,4%
dijelaskan faktor lain yang tidak diteliti. Hasil analisis proportional share
menunjukkan positif, pertumbuhan kesempatan kerja sektor industri dan jasa
di tingkat Propinsi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional
pada sektor yang sama. Terakhir hasil differential shift negative yang
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan pergeseran struktur tenaga (transformasi) di Propinsi Sumatera
Utara masih berjalan lamban mulai dari kurun waktu 1985 sampai dengan 2005.
Silaen (2007) mengalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara dengan variabel-variabel bebas yaitu: tingkat
upah riel (hipotesisnya berpengaruh negatif, ceteris paribus), produktivitas tenaga
kerja (berpengaruh positif) dan investasi (berpengaruh positif).
Hasil penelitian Silaen (2007) menyebutkan, variabel-variabel bebas mampu
menjelaskan permintaan tenaga kerja sebesar 68,30% dan sisanya faktor-faktor lain
yang tidak diteliti sebesar 31,7%. Secara individu, upah berpengaruh negatif terhadap
permintaan tenaga kerja namun tidak signifikan. Produktivitas berpengaruh positif
terhadap permintaan tenaga kerja, dan, mendorong pertumbuhan ekonomi Propinsi
Sumatera Utara. Variabel bebas investasi berpengaruh positif terhadap permintaan
tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara tetapi pengaruhnya kecil.
Adriani (2003), untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
pasar tenaga kerja dan migrasi di Indonesia. Variabel-variabel bebas yang digunakan
yaitu: angkatan kerja, kesempatan kerja, upah sektoral riel, produktivitas pekerja,
migrasi desa-kota, added-worker, discourage worker, pendapatan nasional, dan
pengangguran.
Hasil penelitian Adriani (2003), hasil pendugaan model melalui metode two
Stage Least Squere (2SLS) cukup representative. Nilai koefisien determinasi (R2)
berkisar antara 0.7661 hingga 0.9998. Peubah-peubah penjelas pada masing-masing
persamaan secara bersama-sama cukup nyata menjelaskan keragaman peubah
Universitas Sumatera Utara
endogen dengan nilai statistik F berkisar antara 28.819 hingga 40612.672. Selain itu
sebagian besar peubah penjelas di dalam persamaan berpengaruh nyata terhadap
peubah endogen pada taraf nyata (á) 0.05, 0.10, 0.15, 0.20 dan 0.25. Semua tanda
parameter dugaan dalam model sesuai dengan harapan berdasarkan teori maupun
logika ekonomi.
Adapun penjelasan hasil estimasi masing-masing variabel-variabel bebas
adalah sebagai berikut (Adriani, 2003):
a. angkatan kerja,
Peningkatan angkatan kerja di Indonesia dipengaruhi oleh pertambahan
penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tahun sebelumnya. Upah
sektoral riel bukan merupakan faktor utama yang mendorong penduduk untuk
masuk ke pasar kerja. Perilaku mungkin akibat besarnya jumlah angkatan kerja
di kedua wilayah (kota dan pedesaan) yang tidak didukung dengan kesempatan
kerja yang memadai. Hasil dugaan menunjukkan bahwa migrasi desa-kota
merupakan peubah yang berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah angkatan
kerja pedesaan. Peningkatan migrasi desa-kota secara besar-besaran akan
mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja di wilayah pedesaan dan
limpahan angkatan kerja di perkotaan.
b. kesempatan kerja,
Pendapatan nasional sektoral, Program Padat Karya di perkotaan dan
Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal di pedesaan berpengaruh nyata
terhadap peningkatan kesempatan kerja sektoral. Program Padat Karya dan
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Prasarana Desa Tertinggal lebih berpengaruh terhadap penciptaan
kesempatan kerja daripada pendapatan nasional sektoral. Ada indikasi
pendapatan nasional sektoral, walaupun berpengaruh positif, lebih banyak
digunakan untuk kegiatan penciptaan barang kapital daripada untuk penciptaan
kesempatan kerja. Sedangkan Program Padat Karya dan Pembangunan Prasarana
Desa Tertinggal benar-benar ditujukan pada penciptaan kesempatan kerja.
Penggunaan mesin industri dan traktor berperan sebagai faktor produksi
substitusi bagi faktor produksi tenaga kerja.
c. upah sektoral riel,
Peubah penjelas yang berpengaruh terhadap perubahan upah sektoral riel adalah
kebijakan Upah Minimum Regional Sektoral. Nilai elastisitas peubah penjelas
tersebut paling responsif diantara peubah-peubah lainnya. Peubah lain yang juga
mempengaruhi upah sektoral riel adalah inflasi. Inflasi terus meningkat maka
upah riel akan menurun. Bila dihubungkan upah sektoral riel tersebut dengan
daya beli pekerja, maka penurunan upah tersebut akan mengarah pada turunnya
daya beli masyarakat. Peubah Dummy wilayah menunjukkan hasil di luar
perkiraan. Hasil dugaan terlihat bahwa upah riel lebih tinggi di luar Jawa
daripada di Jawa. Jika upah merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
seseorang bermigrasi, maka perbedaan upah tersebut akan mendorong arus
perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa.
Universitas Sumatera Utara
d. produktivitas pekerja,
Produktivitas pekerja terutama dipengaruhi oleh upah sektoral riel, konsumsi
kalori, dummy program Jaring Pengaman Sosial bidang Kesehatan, dan peubah
lag endogennya. Secara sektoral, hasil dugaan menunjukkan bahwa upah riel
sektor industri memberikan pengaruh terbesar bagi peningkatan produktivitas
pekerja sektor tersebut dibandingkan dengan sektor lainnya. Penerapan Program
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan menunjukkan hasil yang positif bagi
peningkatan produktivitas pekerja di ketiga sektor.
e. migrasi desa-kota,
Hasil estimasi menunjukkan migrasi desa-kota dipengaruhi secara nyata oleh
upah riel relatif sektor industri, jumlah penduduk desa usia produktif, dummy
wilayah dan peubah lag endogennya. Upah riel relatif sektor industri lebih
mempengaruhi proses migrasi desa-kota daripada upah riel sektor pertanian.
Faktor usia juga merupakan faktor penting yang mendorong seseorang untuk
bermigrasi. Hasil estima menunjukkan migrasi desa kota akan meningkat jika
penduduk desa usia produktif naik. Ditinjau dari nilai elastisitasnya maka migrasi
desa-kota lebih responsif terhadap perubahan tingkat pengangguran di perkotaan
daripada di pedesaan. Misalkan, faktor upah riel relatif sektor industri dan tingkat
pengangguran di perkotaan sebagai faktor penarik (pull-factor) untuk bermigrasi
dan faktor upah riel sektor pertanian serta tingkat pengangguran di pedesaan
sebagai faktor pendorong (pushfactor), maka hasil penemuan ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa migrasi desa-kota lebih disebabkan oleh adanya faktor penarik daripada
faktor pendorong.
f. added-worker,
Peubah upah sektoral riel bukan merupakan faktor dominan seseorang untuk
masuk ke pasar kerja. Hasil estimasi menunjukkan added worker dipengaruhi
secara nyata oleh peubah jumlah penduduk yang masuk ke pasar kerja dengan
alasan membantu ekonomi keluarga, menambah penghasilan dan putus/tamat
sekolah. Hasil estimasi ini menunjukkan periode krisis ekonomi, upah bukan
merupakan hal penting yang mendorong seseorang untuk masuk ke pasar kerja.
Situasi ekonomi yang sulit yang mendorong individu memasuki pasar kerja.
g. discourage worker,
Discourage worker upah sektoral riel bukan faktor penentu seseorang untuk
keluar dari pasar kerja. Jumlah pengangguran yang tinggi di kedua daerah (desa-
kota) merupakan faktor dominan bagi seseorang untuk keluar dari pasar kerja.
Di perkotaan, investasi sektor industri juga berpengaruh nyata terhadap
discourage worker namun tidak untuk pedesaan.
h. pendapatan nasional,
Pendapatan nasional secara sektoral dipengaruhi secara nyata baik oleh
produktivitas pekerja sektoral maupun kesempatan kerja sektoral. Pendapatan
nasional sektoral cenderung lebih responsif terhadap perubahan kesempatan kerja
sektoral daripada produktivitas pekerja (estimasi elastisitas), dan
Universitas Sumatera Utara
i. pengangguran
Jumlah pengangguran perkotaan dipengaruhi secara nyata hanya oleh jumlah
added worker perkotaan. Sedangkan jumlah pengangguran pedesaan dipengaruhi
oleh added worker, angkatan kerja dan kesempatan kerja pertanian di pedesaan.
Jumlah pengangguran di perkotaan dari sudut pandang kesempatan kerja lebih
disebabkan karena penurunan kesempatan kerja sektor industri perkotaan.
Sebaliknya jumlah pengangguran di pedesaan lebih dipengaruhi oleh penurunan
jumlah kesempatan kerja sektor pertanian di pedesaan.
2.11. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran
penelitian digambarkan oleh bagan berikut:
Gambar 2.8. Kerangka Pikir Pasar Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
2.12. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
di atas maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
a. Penawaran Tenaga Kerja dengan variabel-variabel sebagai berikut:
1. Upah berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi
Sumatera Utara.
2. TPAKP (tingkat partisipasi angkatan kerja pria) berpengaruh positif
terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.
3. TPAKW (tingkat partisipasi angkatan kerja wanita) berpengaruh positif
terhadap penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.
4. Konsumsi Propinsi Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap
penawaran tenaga kerja di Propisi Sumatera Utara.
5. Tabungan penduduk Propinsi Sumatera Utara berpengaruh negatif terhadap
penawaran tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.
b. Permintaan Tenaga Kerja memiliki variabel-variabel sebagai berikut:
1. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja di Propinsi
Sumatera Utara.
2. Produktivitas rata-rata tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
permintaan tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.
3. Jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan
tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Top Related