7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
1/28
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Teoritis dan Penelitian yang Relevan
2.1.1 Faktorisasi Aljabar
2.1.1.1 Pengertian Bentuk Aljabar
Bentuk aljabar adalah sebuah gabungan bilangan biasa dan huruf-huruf yang
dipasangkan dengan bilangan-bilangan tersebut (Spiegel, 1999: 11). Misalnya ax
2
+
bx + c = 0, 3a2b, 6x
2 + 7xy,dan sebagainya. Pada contoh ax2 + bx + c = 0, a, b, c,x
dan 0 adalah lambang-lambang aljabar, dimana a dan b disebut koefisien, c disebut
konstanta, sedangkanx2
danx disebut variabel.
Koefisien adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar. Variabel
(peubah) adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya
dengan jelas. Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan
dan tidak memuat variabel. Suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta
pada bentuk aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih. Suku sejenis
(serupa) adalah suku-suku yang mempunyai faktor huruf (variabel) yang sama dan
pangkat pada setiap variabel yang bersesuaian juga sama. Monomial adalah
pernyataan aljabar yang hanya terdiri dari satu suku. Polinomial adalah pernyataan
aljabar yang lebih dari dua suku.
2.1.1.2 Pemfaktoran
Faktor dari sebuah bilangan adalah salah satu dari dua atau lebih bilangan
yang apabila dikalikan menghasilkan bilangan itu sendiri, sehingga faktor dari
sebuah pernyataan aljabar dapat diartikan sebagai salah satu dari dua atau lebih
pernyataan aljabar yang apabila dikalikan menghasilkan pernyataan aljabar itu
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
2/28
8
sendiri (Barnett, et al., 2008). Sebagai contoh:
1.30 = 2 3 5 2, 3, dan 5 merupakan faktor-faktor dari 30.
2.x24 = (x2) (x2) (x2) dan (x2) merupakan faktor-faktor darix24.Proses penulisan sebuah bilangan atau pernyataaan aljabar sebagai hasil
perkalian dari bilangan-bilangan atau pernyataan-pernyataan aljabar lainnya disebut
dengan pemfaktoran (Barnett, et. all., 2008). Proses pemfaktoran secara umum
hanya dibatasi untuk mendapatkan faktor-faktor polinomial dengan koefisien
bilangan bulat pada setiap suku-sukunya (Spiegel, 1999: 26). Dalam hal tersebut
dikehendaki bahwa faktor-faktor dari suatu pernyataan aljabar juga merupakan
polinomial dengan koefisien bilangan bulat. Sebagai contoh:
1. (x1) tidak dapat difaktorkan menjadi ( , sebab faktor-faktorini bukan polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat.
2. (x23y2) tidak dapat difaktorkan menjadi ( ) ( ), sebab faktor-faktor ini bukan polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat.
3. 3x + 2y tidak dapat difaktorkan menjadi , sebab bukanpolinomial dengan koefisien bilangan bulat.
Sebuah polinomial yang diberikan dengan koefisien bilangan bulat dikatakan
menjadi prima apabila polinomial tersebut tidak dapat difaktorkan menurut batasan
yang sudah ditetapkan. Jadi, telah dinyatakan
sebagai perkalian dari faktor-faktor prima dan . Artinya, sebuah
polinomial dikatakan telah difaktorkan secara lengkap apabila polinomial tersebut
dinyatakan sebagai perkalian dari faktor-faktor prima (Spiegel, 1999: 26).
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
3/28
9
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemfaktoran adalah sebagai
berikut:
a. Dalam faktor diijinkan mengubah tanda yang tidak berarti. Jadi dapat difaktorkan sebagai atau . Dapat
ditunjukkan bahwa faktorisasi ke dalam faktor-faktor prima selain dari perubahan
tanda yang tak berarti dan pengaturan faktor-faktor adalah mungkin hanya ada
satu cara untuk memfaktorkan. Hal ini sering disebut sebagai Teorema Faktorisasi
Tunggal.
b. Kadang-kadang definisi dari prima berikut digunakan. Sebuah polinomialdikatakan menjadi prima apabila polinomial tersebut tidak mempunyai faktor-
faktor positif atau negatif kecuali polinomial itu sendiri dan . Jadi analog
dengan definisi bilangan prima atau bilangan bulat seperti 2, 3, 5, 7, 11, . . . . dan
tampak menjadi sama dengan definisi sebelumnya.
c. Sesekali boleh memfaktorkan polinomial-polinomial dengan koefisien-koefisienrasional, misalnya
. Dalam kasus-kasus seperti itu
faktor-faktor harus polinomial-polinomial dengan koefisien rasional.
2.1.1.3 Bentuk-Bentuk Khusus Pemfaktoran
a. Faktor Persekutuan MonomialBentuk pemfaktoran aljabar yang mempunyai faktor persekutuan monomial
menurut Spiegel (1999: 27) adalah:
Contoh:
1) 2) ( )
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
4/28
10
b. Selisih Dua KuadratBentuk pemfaktoran selisih dua kuadrat menurut Spiegel (1999: 27) adalah :
.
Contoh:
1) dimana 2) dimana a = 2y , b = 3y
c. Trinomial Kuadrat SempurnaSebuah trinomial adalah kuadrat sempurna apabila dua sukunya adalah kuadrat
sempurna dan suku ketiganya adalah dua kali hasil kali akar kuadrat dari dua suku
lainnya.
Bentuk pemfaktoran trinomial kuadrat sempurna menurut Spiegel (1999: 27)
adalah sebagai berikut:
Contoh:
1) 2)
d. Trinomial-Trinomial LainnyaBentuk pemfaktoran trinomial lainnya menurut Spiegel (1999: 27) adalah
sebagai berikut:
Contoh:
1) dimana sehingga
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
5/28
11
jumlahnya dan hasil kalinya .
1) dimana sehinggajumlahnya dan hasil kalinya .
2) dimana ac = 3, bd = -2, ad + bc = -5dengan percobaan ditemukan bahwa
memenuhi .
3) 4)
2.1.2 Pendekatan Pembelajaran
Setiawan (2008: 3) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran
merupakan jalan yang akan ditempuh guru dan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran dilihat dari mana materi itu disajikan. Sedangkan menurut Sagala
(2008: 68)
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi
bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan
menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman
yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu
kesatuan disiplin ilmu.
Menurut Markaban (2008: 9) pendekatan pembelajaran adalah cara pandang
terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap
pembelajaran yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.
Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelasan untuk mempermudah bagi para guru
memberikan pelayanan belajar dan juga bagi siswa untuk mempermudah memahami
materi ajar yang disampaikan guru. Pada intinya pendekatan pembelajaran dilakukan
oleh guru untuk menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
6/28
12
bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk
mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar siswa adalah
pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan tersebut bertolak pada
aspek psikologi siswa, yaitu dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan siswa,
kemampuan intelektual, dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan
belajar siswa. Pendekatan pembelajaran dilakukan sebagai strategi yang dipandang
tepat untuk memudahkan siswa memahami materi pelajaran (Sagala, 2008: 71).
2.1.2.1 Pendekatan Penemuan Terbimbing
Menurut teori konsturuktivisme pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba.
Pengetahuan bukan merupakan seperangkat fakta-fakta atau konsep-konsep yang
siap diambil dan diingat. Tetapi siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu
dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut
dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri
(Suwangsih, 2006: 114). Hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui
siswa, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang
sedang dipelajari. Jadi, menurut teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang
aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna
dari sesuatu yang mereka pelajari. Pembelajaran dengan penemuan dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau
seluruh materi yang diajarkan dengan menghubungkan dan mengaitkan informasi itu
pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
7/28
13
Menurut Jerome Bruner (Markaban, 2008: 9) penemuan adalah suatu proses.
Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui pemecahan masalah,
praktek membentuk, dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan. Bruner (Markaban, 2008: 10)
mengilustrasikan sebuah contoh pembelajaran melalui penemuan di dalam bukunya
Toward a Theory of Instruction. Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa seorang siswa
dihadapkan dengan potongan-potongan persegi yang ukurannya x, persegi panjang
yang berukuran panjang x dan lebar satu satuan, dan persegipersegi satuan. Siswa
harus membangun persegi dengan potongan-potongan tersebut sebanyak yang
diperlukan dan siswa diharapkan dapat menduga suatu kesimpulan mengenai
binomial, misalnya (x + 1)2, (x + 2)
2, dan (x + 3)
2serta melihat hubungannya dengan
memperhatikan ukuran bangun persegi yang terbentuk seperti terlihat pada Gambar 1
berikut.
Hamalik (2002: 134) menyatakan penemuan adalah suatu prosedur mengajar
yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimen oleh
siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep.
Pembelajaran dengan penemuan merupakan praktek pendidikan yang meliputi
strategi mengajar yang memajukan cara belajar aktif., berorientasi pada proses,
mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif (Hamalik, 2002: 192). Dalam
Gambar 1. Penemuan Binomial
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
8/28
14
pembelajaran dengan penemuan siswa menemukan sendiri suatu konsep atau prinsip
yang baru bagi dirinya sendiri. Sementara itu, Gulo (2002: 84) menyatakan
pendekatan penemuan penekanannya lebih kepada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh siswa.
Pendekatan penemuan bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek
dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk bekembang secara
optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang
sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar
(Sagala, 2008: 196). Sedangkan peranan guru dalam pembelajaran lebih banyak
menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar
siswa. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri dalam
bentuk kelompok memecahkan permasalahan bersama-sama dengan bimbingan guru.
Sagala (2008: 196) menyatakan pendekatan penemuan merupakan pendekatan
mengajar yang meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah,
pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai
subjek yang belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu
dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa. Tugas berikutnya dari guru
adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka pemecahan masalah.
Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih tetap diperlukan,
namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan
masalah harus dikurangi.
Adapun lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan
penemuan menurut Sagala (2008: 197), yakni: (1) perumusan masalah untuk
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
9/28
15
dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan
hipotesis; (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan/hipotesis; (4) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; dan (5)
mengaplikasikan kesimpulan/ generalisasi dalam situasi baru. Metode mengajar
yang biasa digunakan guru dalam pendekatan penemuan antara lain metode diskusi
dan pemberian tugas, diskusi untuk memecahkan permasalahan dilakukan dalam
kelompok yang terdiri dari 3-5 siswa dengan arahan dan bimbingan guru (Sagala,
2008: 197).
Penerapan pembelajaran dengan pendekatan penemuan tebagi menjadi dua,
yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Di dalam penemuan murni,
masalah yang ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa, begitu pula dengan
jalannya penemuan (Setiawan, 2008: 31).Pendekatan penemuan murni kurang tepat
karena pada umumnya sebagian besar siswa masih memerlukan pemahaman konsep
dasar untuk menemukan konsep, prinsip, atau rumus yang baru. Hal ini terkait erat
dengan karakteristik pelajaran matematika yang lebih bersifat deductive reasoning
dalam perumusannya. Di samping itu untuk sekolah lanjutan/menengah jika konsep
atau prinsip dari materi dari hasil pengembangan silabus harus dipelajari dengan cara
ini, guru bisa kekurangan waktu dan tidak banyak materi matematika yang dapat
dipelajari siswa. Selain itu, pada umumnya siswa terlalu tergesa-gesa menarik
kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Karena hal tersebut,
muncul suatu pendekatan yang disebut dengan pendekatan penemuan terbimbing.
Dalam pembelajaran pendekatan penemuan terbimbing siswa didorong untuk
berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang
difasilitasi guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
10/28
16
kemampuannya dan pada materi yang dipelajari. Menurut Setiawan (2008: 33)
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing:
1)Tujuan harus jelas.2)Pikirkan, sejauh mana bimbingan perlu diberikan. Siswa yang kurang
pengalaman memerlukan lebih banyak bimbingan.
3)Tentukan, bagaimana siswa akan dapat memeriksa konjektur lebih lanjut.4)Rencanakan materi latihan sesudah penemuan.
Setiawan (2008: 33) menegaskan penerapan pendekatan penemuan terbimbing
dalam pembelajaran matematika perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1)Siswa memerlukan tambahan bimbingan bila penemuan sama sekali baru bagimereka. Yang perlu ditekankan ialah bagaimana mereka tidak sangat tergantung
pada guru.
2)Gunakan pertanyaan pengarahan yang baik, bila anda menemui konjektur salah.Jangan sekedar Tidak! Bukan itu! Salah!.
3)Siapkan tugas lanjutan bagi yang terdahulu menemukan, sehingga siswa(kelompoknya) tidak melupakan penemuan, atau tidak membantu kelompok lain.
4)Yakinkan bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.5)Verbalisasi penemuan serahkan kepada siswa.6)Seringkali penemuan terbimbing dikaitkan dengan lembar kerja siswa, namun ini
bukan suatu keharusan. Dan bila menggunakan lembar kegiatan siswa harus
dirancang agar mengarah ketujuan.
Urutan langkah-langkah di dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
penemuan terbimbing menurut Setiawan (2008: 32) adalah sebagai berikut :
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
11/28
17
1) Guru merumuskan masalah yang akan dihadapkan kepada siswa, dengan data
secukupnya. Perumusan harus jelas, dalam arti tidak menimbulkan salah tafsir,
sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
2)Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasikan,dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan
sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk
melangkah kearah yang tepat. Misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan, kurang
tepat jika guru memberikan informasi banyak sekaligus.
3)Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.4)Bila perlu konjektur di atas diperiksa oleh guru. Hal ini perlu dilakukan untuk
meyakinkan kebenaran prakiraan siswa.
5)Bila telah diperoleh kepastian kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasikonjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Sesudah
siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal tambahan
untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
Dengan memperhatikan uraian pendekatan penemuan terbimbing, maka dapat
disimpulkan kelebihan dari pendekatan penemuan terbimbing, adalah: (1) siswa
dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran; (2) siswa memahami dengan baik
bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya, sehingga pelajaran
tersebut lebih lama diingat; (3) menemukan sendiri menemukan rasa puas yang dapat
meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa; (4) siswa yang memperoleh
pengetahuan dengan penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke
berbagai konteks; (5) pembelajaran dengan pndekatan ini melatih siswa untuk belajar
sendiri.
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
12/28
18
2.1.2.2 Pendekatan Ekspositori
Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan yang sering digunakan dalam
pembelajaran matematika. Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah
laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/
pengajar (Sagala, 2008: 78). Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. siswa dipandang sebagai objek yang
menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi
mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan,
yang dikenal dengan istilah kuliah atau ceramah. Dalam pendekatan ini siswa
diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru,
serta mengungkapkan kembali apa yang dimilikinya melalui respons yang siswa
berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.
Komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan ekspositori
adalah komunakasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi (Sagala, 2008: 78). Oleh
karena itu kegiatan belajar siswa menjadi kurang optimal, sebab terbatas pada
mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada guru. Guru
yang kreatif biasanya dalam memberikan penjelasan kepada siswa menggunakan alat
bantu seperti gambar, bagan, grafik, dan lain-lain disamping member kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan.
Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakanpendekatan ekspositori dalam mengajar baik pada tahap perencanaan maupun
pelaksanaannya. Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat
pengajaran karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu
konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan dalil,
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
13/28
19
member contoh soal beserta penyelesaiannya, member kesempatan siswa untuk
bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini.
Sagala (2008: 79) menjelaskan dalam pendekatan ekspositori guru berperan
lebih aktif, lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru
telah mengelola dan mempersiapkan bahan ajaran secara tuntas, sedangkan siswanya
berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan pengelolaan bahan, karena hanya
menerima bahan ajaran yang disampaikan guru. Dalam pendekatan ekspositori ini
Makmun (Sagala, 2008: 79) mengemukakan bahwa guru menyajikan bahan dalam
bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga siswa
tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.
Secara garis besar prosedur pembelajaran dengan pendekatan ekspositori
menurut Sagala (2008: 79) yaitu: (1) persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan
bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi; (2) pertautan (apperception) bahan
terdahulu yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan
perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan; (3) penyajian (presentation)
terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara member ceramah atau
menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks
tertentu, atau ditulis oleh guru; dan (4) evaluasi (recitation) yaitu guru bertanya dan
siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh
menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari
lisan atau tulisan.
2.1.3 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
14/28
20
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media pendidikan yakni
media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan
yang tepat pula. Sagala (2008: 169) berpendapat bahwa pada dasarnya sesuai dengan
perkembangan siswa sebagai anak, pembelajaran lebih mengutamakan sifat konkret,
sehingga alat mengajar pun dimulai pemilihannya dari sifat itu seperti yang
digambarkan oleh Edgar Dale pada Gambar 2 tampak sebuah kerucut yang
bertingkat sifatnya mulai dari yang paling abstrak sampai yang paling konkret jika
dilihat dari atas ke bawah. Kerucut pengalaman Edgar Dale ini memberi arti bahwa
dalam menggunakan media pendidikan mula-mula berupaya dengan media yang
paling konkret, yaitu direct purposeful experience atau pengalaman sengaja yang
langsung.
Pendidikan yang disertai media yang tepat, selain memudahkan siswa dalam
mengalami, memahami, mengerti, dan melakukan juga menimbulkan motivasi yang
Gambar 2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
15/28
21
lebih kuat ketimbang semata-mata dengan menggunakan kata-kata yang abstrak
(Sagala, 2008: 169). Dengan bantuan berbagai media atau alat bantu belajar maka
pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan
tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. Berbagai macam alat bantu belajar antara
lain bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat (media visual), alat yang dapat
didengar (media audio) dan alat-alat yang dapat disentuh (alat peraga).
2.1.3.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)
Menurut Trianto (2010: 11) LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS memuat
sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai
indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.
Jenis-jenis LKS yang dapat dikembangkan oleh guru menurut Sutedjo (2008:
40-49) adalah sebagai berikut:
1. LKS yang membantu siswa menemukan konsep.2. LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep
yang telah ditemukan
3. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar.4. LKS yang berfungsi sebagai penguatan.5. LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
16/28
22
3. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan
proses.
4. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
5. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari
melalui kegiatan belajar.
6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
Pada pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan
terbimbing guru hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator. Guru membimbing
siswa jika diperlukan dan siswa didorong berpikir sendiri untuk menemukan prinsip
umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru. Sebagai mediator guru dapat
menyediakan media berupa LKS. Pada LKS tersebut siswa akan diberikan petunjuk-
petunjuk untuk menemukan konsep-konsep atau rumus-rumus faktorisasi aljabar.
Penggunaan LKS diharapkan dapat membantu siswa untuk menemukan
konsep/rumus secara mandiri dan memudahkan siswa dalam mempelajari materi
faktorisasi aljabar.
2.1.3.2 Alat Peraga Blok Aljabar
Menurut Estiningsih (Widyantini & Sigit, 2008: 3) alat peraga merupakan
media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang
dipelajari. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari
konsep, agar siswa mampu memahami arti konsep tersebut. Dengan melihat,
menggunakan, dan memanipulasi obyek/alat peraga maka siswa mempunyai
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari tentang arti dari suatu konsep. Menurut
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
17/28
23
Rusyan (Sagala, 2008: 56) salah satu prinsip dalam proses pembelajaran yang
berlaku secara umum adalah proses pembelajaran berlangsung dari yang sederhana
meningkat kepada yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dari yang
khusus ke umum, dari yang mudah ke sulit, dari induksi ke deduksi.
Bruner membagi proses belajar siswa menjadi tiga tahap yaitu tahap enaktif,
ikonik, dan simbolik (Widyantini & Sigit, 2008: 4).
1. Tahap EnaktifPada tahap ini, siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan benda konkrit atau menggunakan situasi nyata bagi para siswa.
2. Tahap IkonikTahap ikonik yaitu siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar
atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkrit
atau nyata.
3. Tahap SimbolikTahap simbolik yaitu tahap dimana siswa mewujudkan pengetahuannya dalam
simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain siswa harus mengalami proses
berabstraksi.
Proses pembelajaran sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata
terlebih dahulu. Karenanya ketika proses pembelajaran matematika berlangsung
sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk topik-topik tertentu
yang dapat membantu pemahaman siswa.
Adapun beberapa kriteria pemilihan alat peraga menurut Widyantini & Sigit
(2008: 5):
1. Alat peraga dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
18/28
24
kompetensinya oleh siswa.
2.Alat peraga dapat membantu memahami konsep materi pembelajaran dan bukan
sebaliknya.
3. Alat peraga mudah diperoleh atau dibuat oleh guru.4. Alat peraga mudah penggunaannya.5. Alat peraga disesuaikan dengan tahap berpikir siswa.
Karakteristik matematika yang abstrak, membuat siswa sulit mempelajarinya.
Oleh karena itu guru perlu menggunakan alat peraga. Alat peraga matematika adalah
suatu benda konkrit yang dapat dimanipulasi, guna menjembatani abstraksi
matematika dan pencapaian kemampuan matematika tingkat tinggi. Salah satu alat
peraga dalam matematika adalah blok aljabar.
Blok aljabar atau dikenal juga dengan sebutan Blok Al-Khawarizmi merupakan
alat peraga berupa model geometri yang digunakan untuk mengkonkritkan
pengertian variabel dan konstanta dalam aljabar yang merupakan konsep abstrak.
Merupakan model geometri karena alat ini berupa blok yang berbentuk bangun
geometri, yaitu persegi dan persegi panjang, dan penggunaan alat ini juga mengacu
pada prinsip-prinsip yang ada dalam geometri, yaitu konsep panjang, lebar, dan luas.
Memfaktorkan artinya menyatakan suatu bentuk aljabar ke dalam perkalian
dua bentuk aljabar. Dalam geometri luas daerah suatu persegi panjang merupakan
hasil kali panjang dan lebar yang dapat dikatakan juga merupakan perkalian dari dua
bilangan, sehingga dapat dikatakan memfaktorkan adalah menguraikan luas persegi
panjang ke dalam panjang dan lebarnya.
Blok aljabar digunakan dengan cara menyusunnya sesuai dengan simbol pada
aljabar, kemudian diotak-atik dan dipindah-pindah untuk memahami simbol-simbol
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
19/28
25
dan mencari penyelesaian pada pelajaran faktorisasi aljabar. Sesuatu yang dapat
dimanipulasi, diotak-atik, dipindahkan dan disusun untuk mendapatkan ssesuatu
yang baru, merupakan sebuah pendekatan yang baru (Sobel, et al., 2003: 136).
Alat peraga blok aljabar terdiri dari tiga jenis blok, yaitu:
a. blok untuk lambangx2
(persegi)
b. blok untuk lambangx (persegi panjang)
c. blok untuk lambang satuan (persegi)
Penggunaan blok aljabar menurut Wahidin (2011: 2) adalah sebagai berikut :
I. Bentuk Umum: ax2 + bx + c = 0Keterangan:
a, b, dan c merupakan bilangan riila, koefisienx2, a 0b, koefisienxc, konstanta
II.Memfaktorkan Persamaan Kuadrat1. Bentukax + bxContoh:x2 + 2x
Ambil 1 model ukuran x2 dan 2 model ukuran x, kemudian disusun sehingga
membentuk persegi panjang.
Sehingga faktor darix2
+ 2x adalahx dan (x + 2). Jadi,x2
+ 2x =x(x + 2)
x2 1x
x
x
1
1
1x
x2 2x x
(x + 2)
Gambar 3. Blok Aljabar
Gambar 4. Pemfaktoran x+ 2xdengan Menggunakan Blok Aljabar
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
20/28
26
2. Bentuk Selisih Dua Kuadratx2y2Untuk membuktikan bahwa x
2
y
2
= (x + y)(xy) dapat dilakukan dengan
eksperimen memotong persegi.
Setelah persegi kecil dengan panjang sisi y dipotong maka luas yang tersisa
adalah x2 y2. Persegi panjang yang terbentuk dari potongan kertas sisanya
mempunyai luas (x +y)(xy). Karena kertas sisa yang mempunyai luasx
2
y
2
hanya
disusun menjadi persegi panjang maka dapat disimpulkan bahwa x2y
2= (x +y)(x
y) (Sobel, et. all., 2003)
Contoh: x29
Gambar 5. Bentuk Selisih Dua Kuadrat
Gambar 6. Pemfaktoranx
2
9 (Selisih Dua Kuadrat) dengan MenggunakanBlok Aljabar
x + y
x - y
x - y
x - y
x
y
y
x
x
x
Dikeluarkan Disusun kembali, sehingga membentuk persegi panjang
(x
3)
9
(x + 3)
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
21/28
27
Keterangan:
Dikeluarkan persegi satuan sebanyak 9 Disusun kembali materialnya, sehingga membentuk persegipanjang yang
berukuran (x3) dan (x + 3)
Jadix29 = (x3)(x + 3)3. Bentukx2 + 2xy + y2 danx22xy +y2Contoh: x
2+ 6x + 9
Sehingga faktor darix2
+ 6x + 9 adalah (x + 3) dan (x + 3).
Jadi,x2 + 6x + 9 = (x + 3)(x + 3)
Contoh:x22x + 1
Gambar 7. Pemfaktoran x+ 6x+ 9 (x2
+ 2xy+ y2) dengan Menggunakan
Blok Aljabar
x
x
x
dikeluarkan
dimasukkan
x
Gambar 8. Pemfaktoran x2x+ 1 (x22xy+ y
) dengan Menggunakan
Blok Aljabar
(x + 3)
(x
+
3)
x2 96x
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
22/28
28
Sehingga faktor darix22x + 1 adalah (x1) dan (x1)
Jadi,x
2
2x + 1 = (x1) (x1)
4. Bentukax2 + bx + c dengan a = 1Contoh:
a. x2
+ 6x + 8 (cbernilai positif)
Sehingga faktor darix2 + 6x + 8 adalah (x + 2) dan (x + 4).
Jadix
2
+ 6x + 8 = (x + 2)(x + 4)
b. x2
+x2 (c bernilai negatif)
Gambar 9. Pemfaktoran x+ 6x+ 8 (ax+ bx+ c) dengan a= 1 (cpositif)
Menggunakan Blok Aljabar
Gambar 10. Pemfaktoran x+ x2 (ax+ bx+ c) dengan a= 1 (c negatif)
Menggunakan Blok Aljabar
x2
6x 8
(x + 4)
(x
+
2)
Dimasukkan
Dikeluarkan
(x1)
(x
+
2)
xx
x
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
23/28
29
Keterangan:
Dikeluarkan persegi satuan sebanyak 2 Disusun kembali materialnya, sehingga membentuk persegipanjang yang
berukuran (x1) dan (x + 2)
Jadix2 +x2 = (x1)(x + 2).5. Bentukax2 + bx + c dengan a 1Contoh: 2x
2+ 7x + 5
Sehingga faktor dari 2x2
+ 7x + 5 adalah (x + 1) dan (2x + 5).
Jadi, 2x2
+ 7x + 5 = (x + 1)(2x + 5)
2.1.4 Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuantujuan belajar melalui
kegiatan belajar.
Menurut Sudjana (1989: 23) hasil belajar merupakan kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya, yang pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang
Gambar 11. Pemfaktoran ax+ bx+ cdengan a 1 Menggunakan Blok
Aljabar
2x2
7
(2x + 5)
(x
+
1)
5
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
24/28
30
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut
Dimyati & Mudjiono (2003: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindakan belajar dan tidak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajarmerupakan berakhirnya pengalaman dan puncak proses belajar mengajar.
Hasil belajar matematika adalah tingkat kemampuan atau penguasaan yang
dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika sesuai dengan
tujuan pembelajarannya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar
banyak menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin S. Bloom dan kawan-
kawannya yang lebih dikenal dengan istilah taksonomi Bloom. Bloom, et al.
(Sudijono, 2005: 49) berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan
pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (binaan atau
ranah) yang melekat pada diri siswa, yaitu: (1) ranah proses berpikir (cognitive
domain); (2) ranah nilai atau sikap (affective domain); dan (3) ranah keterampilan
(psychomotor domain). Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling
banyak dinilai para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai bahan pembelajaran.
Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa maka digunakan evaluasi
belajar, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara kontinu dengan menggunakan
alat evaluasi seperti tes, baik pilihan ganda maupun uraian. Dari hasil evaluasi
tersebut guru dapat menilai sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai.
Hasil belajar dari segi pengetahuan (kognitif) dikatakan meningkat apabila
kriteria ketuntasan belajar telah tercapai atau hasil yang dicapai meningkat dari
pembelajaran sebelumnya. Kriteria ketuntasan belajar yang digunakan yaitu jika
siswa per individual memperoleh tingkat ketercapaian nilai 67. Kriteria ketuntasan
pembelajaran suatu mata pelajaran yaitu jika hasil belajar siswa (kelas) mencapai
85%. Jadi, hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan yang
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
25/28
31
dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan faktorisasi
aljabar yang dilihat dari ranah kognitif dan memperoleh tingkat ketercapaian 67.
2.1.5 Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhaniah (2009) yang berjudul PenerapanPendekatan Penemuan Terbimbing pada Materi Titik Stasioner Suatu Fungsi di
Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Palangka Raya disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing
menunjukkan hasil yang baik ditunjukkan dari hasil tes akhir tindakan sebesar
88,02%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sinurat (2009) yang berjudul Perbedaan HasilBelajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing dan Pendekatan Ekspositori pada Materi Aturan Sinus dan Kosinus di
Kelas X SMA Negeri 4 Palangka Raya diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar
matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan penemuan terbimbing lebih
baik dari pada pendekatan ekspositori.
3. Penelitian Ayuni (2010) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar MatematikaSiswa yang Diajarkan dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing dan Pendekatan
Konvensional pada Materi Segitiga di Kelas VII SMPN 9 Palangka Raya
diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajarkan
dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing lebih baik dari pada yang
diajarkan dengan pendekatan konvensional.
4. Penelitian Widodo (2010) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar FaktorisasiSuku Aljabar Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Blok Aljabar Siswa Kelas
VIII C Semester 1 SMP Negeri 3 Purwerejo Tahun Pelajaran 2010/ 2011
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
26/28
32
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan menggunakan blok aljabar
mampu meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada siklus I siswa yang mampu
melampaui KKM sebesar 79, 17% dengan indikator kinerja 85%. Sedangkan
setelah siklus II siswa yang mampu melampaui KKM sebesar 91, 67% dengan
indikator kinerja 85%.
5. Penelitian Nurani (2012) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Pada MateriPerkalian Aljabar Dengan Menggunakan Alat Peraga Blokar diperoleh
kesimpulan bahwa rata-rata skor hasil belajar siswa pada Siklus I adalah 66,59
dengan jumlah siswa yang tuntas secara individual 21 orang sedangkan rata-rata
skor hasil belajar siswa pada siklus II adalah 70,41 dan jumlah siswa yang tuntas
31 orang. Ini mengidentifikasikan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor dan
jumlah siswa yang tuntas secara individual sehingga secara kuantitatif diperoleh
bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah penerapan pembelajaran
dengan menggunakan alat peraga blok aljabar.
2.2 Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang tepat akan menjadikan siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga pemahaman yang diperoleh siswa dapat diaplikasikan dengan
baik pada pemecahan masalah matematika. Pentingnya pemahaman terhadap materi
dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
Pendekatan ekspositori merupakan pendekatan yang paling umum digunakan pada
pembelajaran matematika. Pendekatan ekspositori adalah pendekatan yang berpusat
pada guru dimana kegiatan belajar mengajar sepenuhnya dikendalikan oleh guru
mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya. Dalam pembelajaran aktivitas siswa
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
27/28
33
cenderung pasif dimana siswa lebih banyak mendengarkan dan menerima penjelasan
atau informasi dari guru, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi
siswa. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa masih kurang
dan mudah terlupakan, sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan penemuan
terbimbing melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan sendiri baik prinsip,
konsep, atau rumus, guru hanya sebagai mediator maupun fasilitator yang bertugas
untuk menyediakan, membimbing, dan memenuhi kebutuhan siswa saat proses
pembelajaran berlangsung. Penerapan pendekatan penemuan terbimbing dalam
pembelajaran matematika memerlukan alat bantu yang dapat mengoptimalkan
kegiatan penemuan siswa seperti LKS dan alat peraga. LKS memuat langkah-
langkah kegiatan yang harus dilakukan siswa sehingga kegiatan penemuan
berlangsung efektif dan efisien. Sedangkan alat peraga adalah representasi dari suatu
konsep atau prinsip. Untuk kebanyakan siswa khususnya siswa yang lebih muda,
proses belajar akan lebih baik jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi
dari apa yang akan dipelajari. Alasannya, jika para siswa mengkonstruksi sendiri
representasi dari apa yang dipelajari, siswa akan lebih mudah menemukan sendiri
konsep atau prinsip yang terkandung dalam materi yang direpresentasikan melalui
alat peraga, sehingga selanjutnya siswa juga mudah untuk mengingat hal-hal telah
dipelajari dan dapat mengaplikasikannya dalam situasi-situasi yang sesuai dengan
pengalaman belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas yang didasari oleh kajian teori serta penelitian-
penelitian yang relevan, dapat diduga pembelajaran yang dilakukan menggunakan
pendekatan penemuan terbimbing berbantuan LKS dan blok aljabar dengan
7/22/2019 BAB II Rev Siap Print Dari Hal 8-17
28/28
pembelajaran yang menggunakan pendekatan ekspositori diduga akan menunjukkan
pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.
2.3 Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori, penelitian-penelitian yang relevan, serta kerangka
berfikir yang telah disusun, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan
penemuan terbimbing berbantuan LKS dan blok aljabar dengan pendekatan
ekspositori pada materi faktorisasi aljabar kelas VIII MTsN 1 Model Palangka
Raya.