1
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
a. Definisi DAS
Definisi Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sedangkan menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama.
b. Pembagian DAS
DAS dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan
bagian hilir. Ciri-ciri pada setiap bagian DAS dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Bagian Hulu
a) Merupakan daerah konservasi.
b) Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi.
c) Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari
20%).
d) Bukan merupakan daerah banjir.
e) Pengaturan air ditentukan oleh pola drainase.
2) Bagian Tengah
Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari
kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.
(Asdak, 2010).
2
3) Bagian Hilir
a) Merupakan daerah pemanfaatan.
b) Kerapatan drainase lebih kecil.
c) Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat
kecil (kurang dari 10 %).
d) Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan).
e) Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.
c. Fungsi DAS
Salah satu fungsi DAS adalah fungsi hidrologis, dimana fungsi tersebut
sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang diterima, geologi dan
bentuk lahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS
untuk mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepaskan air
secara bertahap, memelihara kualitas air, serta mengurangi pembuangan
massa (seperti terhadap longsor). Fungsi suatu DAS merupakan fungsi
gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut,
yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan manusia. Apabila salah
satu faktor tersebut mengalami perubahan, maka hal tersebut akan
mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan menyebabkan
gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu DAS telah
terganggu, maka sistem hidrologisnya akan terganggu, penangkapan curah
hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang atau sistem
penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu akan menyebabkan
melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada musim
kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim
kemarau berbeda tajam.
Agus dan Widianto (2004) mengemukakan bahwa sebuah DAS yang
sehat dapat menyediakan unsur hara bagi tumbuhan, sumber makanan bagi
manusia dan hewan, air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk
lainnya, serta empat berbagai aktivitas lainnya. Manusia hidup di bumi akan
selalu dipengaruhi baik secara positif dan negatif oleh adanya interaksi dari
sumber daya air dengan sumber daya alam lainnya. Dampak dari interaksi
sumberdaya tersebut tidak terbatas pada batasan politik saja. Sebagai contoh
3
yang nyata adalah air. Air yang mengalir dalam kapasitas yang sangat besar
akan mengakibatkan terjadinya banjir. aliran air yang besar akan mengalir
dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih rendah tanpa
memperdulikan batas-batas administrasi. Dari sinilah diperlukan suatu
pengelolaan DAS.
d. Pengelolaan DAS
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012, pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan
timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan
segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara
berkelanjutan. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia
untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan
manusia dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber
daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2000).
Selama ini kerjasama pengelolaan DAS sering kali dibatasi oleh batas-batas
politis ataupun administrasi saja. Padahal kekuatan alam seperti banjir di atas
atau erosi dan tanah longsor tidak mengenal batas-batas politis ataupun
administrasi.
Pengelolaan DAS ditujukan untuk kesejahteraan manusia dengan
mempertimbangkan kondisi sumberdaya alam atau ekosistemnya, kondisi
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kelembagaan. Pengelolaan tidak hanya
bertumpu pada salah satu aspek saja tetapi juga harus memperhatikan aspek
yang lain. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan timbal balik
ekosistem DAS dengan manusia, sebab DAS memiliki banyak fungsi
(mulltifungsi). Multifungsi DAS seperti penyedia pangan, papan, sandang,
rekreasi, kesejukan udara, jasa lingkungan, keanekaragaman hayati, penyedia
energi, dan sebagainya harus diperhatikan.Untuk itu, pendekatan multifungsi
DAS dan peran DAS yang dominan dalam kehidupan manusia harus
dilakukan agar keseimbangan dapat tercapai. Dengan demikian, konsep
pengelolaan DAS yang baik perlu didukung oleh adanya kebijaksanaan yang
harus dirumuskan dengan baik pula.
4
e. Model Hidrologi DAS
DAS sebagai suatu sistem hidrologi meliputi jasad hidup, lingkungan
fisik dan kimia yang berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi
keseimbangan dinamik antara energi dan material yang masuk dengan energi
dan material yang keluar. Dalam keadaan alami energi matahari, iklim di atas
DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS merupakan
masukan, sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air
yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran DAS
(Galleguillos et al., 2011). Konsep dasar yang digunakan dalam setiap
hidrologi adalah Daur Hidrologi. Konsep Daur Hidrologi merupakan titik
awal pengetahuan mengenai hidrologi. Dalam siklus air yang tidak
berpangkal dan tidak berakhir, air berpindah dari laut ke udara atau atmosfer
terus ke permukaan bumi dan kembali lagi ke laut, serta dalam perjalanannya
untuk sementara akan tertahan di tanah ataupun sungai dan tersedia untuk
dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya serta kembali ke
udara.
Menurut Wen et al., (2011) pada dasarnya penggunaan suatu model
dalam hidrologi diantaranya sebagai berikut: (1) Peramalan (forescasting),
termasuk di dalamnya untuk sistem peringatan dan manajemen, pengertian
peramalan di sini menunjukkan baik besaran maupun waktu kejadian yang
dianalisis berdasarkan cara probabilistik (2) Perkiraan (prediction),
pengertian yang terkandung di dalamnya adalah besaran kejadian dan waktu
hipotetik (hypothetical future time) (3) Sebagai alat deteksi dalam masalah
pengendalian, dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui
maka masukan dapat dikontrol dan diatur (4) Sebagai alat pengenal
(identification tool) dalam masalah perencanaan, misalnya untuk melihat
pengaruh urbanisasi, pengelolaan tanah dengan membandingkan masukan
dan keluaran dalam sistem tertentu, (5) Ekstrapolasi data atau informasi (6)
Perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah atau
meningkat dan, (7) Penelitian dasar dalam proses hidrologi.
5
f. Tinggi Muka Air dan Debit
Ahli hidrologi banyak yang menaruh perhatian terhadap perolehan debit
dan curah hujan. Semakin besar curah hujan yang jatuh di sungai atau sekitar
aliran sungai, debit sungai akan semakin besar. Debit adalah volume aliran
yang terjadi di suatu sungai pada periode waktu tertentu. Bila terjadi hujan
yang sangat lebat, debit akan sangat tinggi melampaui kapasitas aliran sungai
atau kapasitas tampung bendung, sehingga dapat menimbulkan banjir di
sungai dan DAS. Pada suatu sungai besarnya debit aliran susah untuk di ukur,
biasanya angka yang menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi muka
air. Nilai tinggi muka air kemudian digunakan menduga besarnya debit yang
terjadi pada sungai atau DAS. Hubungan antara tinggi muka air dan debit
ditentukan oleh ciri-ciri fisik dari aliran disebelah hilir alat ukur. Semakin
besar debit aliran, muka air juga akan semakin tinggi. Besarnya debit air
sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan juga dipengaruhi aliran
bawah permukaan dan air tanah (Hwan et al., 2013).
g. Kinerja Hidrologis DAS
Diskusi tentang pengelolaan DAS telah berlangsung lebih dari satu abad,
kriteria dan indikator fungsi hidrologis suatu daerah tangkapan air masih
terus diperdebatkan. Fungsi hidrologis DAS sangat dipengaruhi jumlah curah
hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk lahan. Fungsi
hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk: 1. mengalirkan air;
2. menyangga kejadian puncak hujan; 3. melepas air secara bertahap; 4.
memelihara kualitas air dan 5. mengurangi pembuangan massa (seperti tanah
longsor). Memahami hubungan antara penggunaan lahan dan aliran air ke
daerah hilir memiliki arti yang sangat penting karena permintaan air bagi
produksi pertanian, industri dan kebutuhan domestik terus meningkat,
sementara suplai tetap. DAS sebagai suatu obyek yang mempunyai karakter
resiko dan kerentanan tertentu dalam merespon setiap perubahan yang terjadi
dalam sistem hidrologi, dapat menggunakan pendekatan penilaian
kuantitatif, untuk pengelolaannya. Penilaian kuantitatif dapat dilakukan
dengan cara memberi nilai tertentu “skoring” pada setiap indikator terkait
kinerja dalam kerangka pengelolaan DAS. Indikatornya meliputi indikator
6
dasar dan indikator antara atau tambahan. Indikator dasar merupakan
indikator output, yang dapat memberikan informasi terkait kondisi hidrologi
DAS. Indikator antara merupakan indikator input dan dampak, yang
menyampaikan informasi-informasi terkait kelembagaan dan sosial-ekonomi
atau peran serta dan pemahaman masyarakat dalam Pengelolaan DAS.
Indexing digunakan juga untuk menilai kondisi hidrologis suatu kawasan
DAS. Kondisi hidrogis yang dihasilkan akan mencerminkan kinerjanya dan
kinerja tersebut dapat dijadikan pendukung keputusan dalam pengelolaan
DAS.Melalui pendekatan penilaian kuantitatif berbasis output, model
hidrologi yang mampu menggambarkan respon kawasan DAS, pada kondisi
yang ada maupun mendatang, mempunyai peran mendasar dalam penilaian
terkait kinerja dalam kerangka pengelolaan DAS. Respon perubahan kawasan
DAS diharapkan terjadi-terlihat karena model hidrologi mampu melakukan
simulasi berdasarkan skenario-skenario yang diinginkan-ditetapkan.
h. Profil Sub DAS Kunir
Sub DAS Kunir secara administratif terletak di Kecamatan Pacitan
Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Sungai yang mengalir di Sub DAS
Kunir adalah Sungai Kunir dan Sungai Tani yang bermuara ke Sungai Teleng
dan akhirnya ke Teluk Pacitan. Secara geografis Sub DAS Kunir terletak
antara 08o10’24” - 08
o12’57” Lintang Selatan dan 111
o04’24” - 111
o07’41”
Bujur Timur. Batas-batas daerah pengaliran Sub DAS Kunir, yaitu: (1)
Sebelah Utara, berbatasan dengan Wilayah DAS Ponggok yaitu Desa
Sambong Kecamatan Pacitan dan Desa Glinggangan Kecamatan Pringkuku,
(2) Sebelah Selatan, berbatasan langsung dengan Laut pantai selatan (Teluk
Pacitan), (3) Sebelah Timur, berbatasan dengan DAS Grindulu, (4) Sebelah
Barat, berbatasan dengan DAS Teleng. Karakteristik daerah pengaliran Sub
DAS Kunir dijelaskan sebagai berikut :
1) Berdasarkan digitasi dari Peta Rupa Bumi BAKOSURTANAL skala 1 :
25.000, Luas Sub DAS Kunir adalah 1752 ha yang daerah pengaliran
Sungai Kunir dan Sungai Tani dengan panjang sungai Utama (Sungai
Kunir) adalah 6,6 Km.
2) Sub DAS Kunir berbentuk Paralel yang memiliki dua jalur aliran sungai
7
utama (Sungai Kunir dan Sungai Tani) yang kemudian bersatu di bagian
hilir, Potensi banjir sangat tinggi karena aliran air bertemu di satu titik.
Gambar 1. Bentuk DAS Paralel (Sutapa, 2006)
3) Kondisi topografi Sub DAS Kunir bervariasi dengan kondisi dataran
rendah, dataran bergelombang dan dataran tinggi/pegunungan.
4) Channel Pattern yang terjadi pada alur sungai terdiri dari 5 (lima)
macam yaitu: Straight (lurus), Meandering (berbelok), Sinous (antara
lurus dan berbelok), Braided (alur dengan hambatan), dan Anastomozing
(alur dengan hambatan besar dan permanen). Bagian hulu, alur sungai
terdiri dari formasi Sinous dan sedikit Straight. Kemiringan dasar sungai
(slope) pada bagian hulu adalah curam dengan kecepatan aliran yang
tinggi dan mempunyai potensi longsor sedang. Pada bagian tengah, alur
sungai Straight dan Braided. Hambatan yang terdapat pada alur sungai
sebagian besar berupa sampah-sampah pohon dan sedimentasi.
Mempunyai potensi kelongsoran tebing sedang sampai dengan tinggi
dengan kemiringan dasar sungai (slope) pada bagian tengah adalah agak
landai dengan kecepatan aliran sedang. Bagian Hilir, alur sungai terdiri
dari formasi Straight dan Anastomozing. Anastomozing yang terjadi
disebabkan bangunan - bangunan melintang sungai yang bentangnya
tidak sesuai dengan lebar sungai.
8
2. Lahan
a. Definisi Lahan
Lahan menurut FAO diartikan sebagai suatu wilayah permukaan bumi
yang mempunyai sifat - sifat biosfer secara vertikal di atas maupun di bawah
wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi,
vegetasi, dan binatang, serta hasil aktifitas manusia dimasa lampau maupun
masa sekarang dan perluasan sifat - sifatnya tersebut mempunyai pengaruh
terhadap penggunaan lahan oleh manusia disaat sekarang maupun di masa
yang akan datang. Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan
sifat - sifat tertentu seperti iklim, struktur batuan, bentuk - bentuk lahan,
proses pembentukkan lahan, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
b. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materil maupun spiritual. Tata guna lahan merupakan elemen DAS yang
sangat menentukan besar aliran dari curah hujan yang menyebabkan banjir.
Kondisi penggunaan lahan dalam daerah pengaliran akan mempengaruhi
hidrograf sungainya. Daerah hutan yang ditutupi hutan lebat sulit
menghasilkan limpasan permukaan karena kemampuan infiltrasinya sangat
besar. Jika daerah hutan ini dijadikan kawasan pembangunan dan
dikosongkan terlebih dahulu dengan menebang hutan, maka kapasitas
infiltrasi akan turun disebabkan kemampatan tanah pada permukaan tanah.
Dengan demikian aliran hujan akan mudah terkumpul kehilir sungai - sungai
yang akhirnya dapat menyebabkan banjir yang tidak terjadi pada keadaan
sebelumnya.
Tata guna lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar ke dalam macam
penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang
diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut.
Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah,
9
perkebunan, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-
alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dapat
dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya.
c. Perubahan Tata Guna Lahan
Perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya
tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau
berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda
(Wahyunto et al., 2001). Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan
konservasi (lahan hijau) menjadi kawasan terbangun (permukiman) akan
memperberat tekanan terhadap kondisi lingkungan antara lain pengaruhi
besarnya laju erosi dan sedimentasi di wilayah hulu, menimbulkan banjir dan
genangan diwilayah hilir, serta tanah longsor dan kekeringan. Pergeseran
fungsi lahan di kawasan pinggiran, dari lahan pertanian dan tegalan atau
kawasan hutan yang juga berfungsi sebagai daerah resapan air, berubah
menjadi kawasan perumahan, industri dan kegiatan usaha non pertanian
lainnya, berdampak pada ekosistem alami setempat. Fenomena ini memberi
konsekuensi logis terjadinya penurunan jumlah dan mutu lingkungan, baik
kualitas maupun kuantitasnya, yaitu menurunnya sumberdaya alam seperti,
tanah dan keanekaragaman hayati serta adanya perubahan siklus hidrologi
dan keanekaragaman hayati. Perubahan siklus hidrologi adalah terjadinya
perubahan perilaku dan fungsi air permukaan, yaitu menurunnya aliran dasar
(base flow) dan meningkatnya aliran permukaan (surface run off), yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hidrologis dan terjadinya banjir
dan genangan di daerah hilir (Ditjen Sumber Daya Air Kimpraswil, 2002).
Perubahan fungsi lahan dalam suatu DAS juga dapat menyebabkan
peningkatan erosi, yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan
sungai atau saluran air (Suripin, 2003).
10
d. Alih Fungsi Lahan
Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi
fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai
perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor - faktor yang
secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik. Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan
non pertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor.
Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan
sawah yaitu: (1) Faktor Eksternal, merupakan faktor yang disebabkan oleh
adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi; (2)
Faktor Internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan; (3) Faktor
Kebijakan, yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait
dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek
lahan yang dilarang dikonversi. Menurut Rauf (2010) alih fungsi lahan
berdampak pada kondisi ekonomi, peran sosial, orientasi nilai budaya,
stratifikasi sosial, dan kesempatan kerja serta kesempatan berusaha
masyarakat.
3. Masalah Hidrologis pada DAS
a. Banjir
Banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya akibat
ketidakmampuan sungai menampung air hujan karena adanya pendangkalan
sungai ataupun pendangkalan saluran drainase. Curah hujan merupakan
faktor utama penyebab terjadinya banjir, di samping faktor tanah dan
tanaman atau faktor manusia. Banjir akan terjadi pada wilayah tersebut jika
11
pada daerah tersebut turun hujan dalam jumlah, intensitas, dan waktu yang
cukup lama. Menurut Isnugroho dalam Rouw (2004) sedikitnya ada lima
faktor penting penyebab banjir antara lain: (1) Curah hujan (2) Karakteristik
DAS (3) Kemampuan alur sungai mengalirkan air banjir (4) Perubahan tata
guna lahan dan (5) Pengelolaan sungai meliputi tata wilayah, pembangunan
sarana dan prasarananya hingga tata pengaturanya. Curah hujan yang
melebihi kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air, akan
dialirkan sebagai aliran permukaan yang dapat menimbulkan banjir.
Banjir tidak akan terjadi jika permukaan tanah yang terkena hujan
mampu meresapkan air dengan baik, sehingga menurunkan jumlah air hujan
yang langsung mengalir melalui permukaan. Terjadinya banjir atau tidak juga
tergantung pada karakteristik suatu DAS. Luas, bentuk dan kemiringan lereng
adalah parameter-parameter DAS yang menentukan aliran banjir disuatu
wilayah aliran sungai. Konsentrasi maupun durasi banjir dipengaruhi oleh
susunan maupun letak sungai utama beserta anak-anak sungainya. DAS
dengan pola aliran kipas akan mempunyai puncak banjir yang tinggi dengan
durasi yang pendek karena aliran terkonsentrasi pada satu titik. Sedangkan
untuk DAS dengan pola aliran tipe cabang pohon, mempunyai sifat banjir
yang datar dengan durasi yang lama. Pendangkalan dan penyempitan sungai
akan menurunkan kemampuan sungai dalam mengalirkan air. Hal ini
disebabkan oleh proses pengendapan/sedimentasi terus-menerus dibagian
hilir, sedangkan penyempitan alur sungai terutama terjadi pada wilayah
pemukiman (Sularto, 2006).
b. Kekeringan
Menurut International Glossary of Hyrology (WMO 1974), pengertian
kekeringan adalah suatu keadaan tanpa hujan berkepanjangan atau masa
kering di bawah normal yang cukup lama sehingga mengakibatkan
keseimbangan hidrologi terganggu secara serius. Kekeringan menunjukkan
dampak dari suatu kondisi dinamis baik kualitas maupun kuantitas air
tersedia (supply side) yang tidak dapat memenuhi jumlah dan kualitas air
yang dibutuhkan (demand side), sesuai dimensi ruang dan waktu. Faktor-
12
faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeringan adalah curah hujan sebagai
sumber air tersedia, karakteristik tanah sebagai media penyimpanan air, dan
jenis tanaman sebagai subjek yang menggunakan air. Kekeringan
Meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam
satu musim. Kekeringan Hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air
permukaan dan air tanah. Kekeringan Pertanian berhubungan dengan
kekurangan kandungan air di dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang
luas. Kekeringan Sosial Ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan
komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat kekeringan
meteorologi, hidrologi, dan pertanian (BAKORNASPB, 2007).
Kekeringan atau kekurangan hujan yang sangat kuat, terjadi jika hujan
yang jatuh dalam suatu periode 12 bulan masuk ke dalam kategori 10%
terkering. Kekeringan adalah normal dan merupakan gambaran umum iklim
meskipun banyak kekeliruan mengingat hal tersebut jarang terjadi dan terjadi
tiba-tiba. Kekeringan juga disebut sebagai penyimpangan sementara, yang
membedakan dari kegersangan, yang dibatasi wilayah curah hujan yang
rendah dan merupakan ciri iklim (Hayes, 2006). Namun, pada dasarnya
kekeringan mengandung hubungan antara ketersediaan dan kebutuhan air,
dimana kekeringan bermula dari defisiensi curah hujan dengan periode waktu
terpanjang.
13
B. Penelitian yang Relevan
No Nama Peneliti Tahun Lokasi Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Wijaya 2011 DAS Gung Hulu
Kabupaten Tegal
Dampak Perubahan Penggunaan
Lahan di DAS Gung Hulu
terhadap Debit Sungai Gung
Kabupaten Tegal
Perubahan penggunaan lahan di DAS Gung Hulu
Kabupaten Tegal tidak menyebabkan peningkatan debit
sungai. Besar kecilnya debit Sungai Gung terutama
disebabkan oleh curah hujan. Ditambah faktor kondisi
kerapatan dan jenis vegetasi, jenis dan sifat tanah,
kerapatan aliran sungai, kemiringan lereng dan jumlah
penduduk.
2 Sudarto 2009 DAS Kali Gatak
di Surakarta
Analisis Pengaruh Perubahan Tata
Guna Lahan terhadap Peningkatan
Jumlah Aliran Permukaan
Kenaikan debit aliran permukaan (surface runoff) pada
DAS Kali Gatak di Surakarta, Jawa Tengah dipicu oleh
alih fungsi lahan di DAS Kali Gatak. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil Analisis perubahan tata guna
lahan yang menggambarkan adanya trend kenaikan
koefisien aliran permukaan.
3 Andono, et al. 2014 DAS Konaweha
Sulawesi
Tenggara
Studi Penilaian Indikator Kinerja
DAS Konaweha Akibat Perubahan
Tata Guna Lahan Berdasarakan
Kriteria Hidrologis
Indikator yang berpengaruh dengan perubahan tata guna
lahan di DAS Konaweha adalah laju sedimentasi dan
koefisien limpasan. Hal ini dikarenakan parameter CN
(Curve Number) yang digunakan dalam penelitian ini
ditabulasi berdasarkan penggunaan lahan yang ada.
14
4 Susilo dan
Bambang
2012 DAS Beringin
di Kota Semarang
Kajian Hidrologi terhadap
Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian dan Lahan Hijau
menjadi Pemukiman di Kota
Semarang
Perubahan tata guna lahan dari lahan hijau menjadi
lahan permukiman di Kota Semarang secara hidrologi
akan menimbulkan peningkatan aliran air permukaan
dan debit banjir puncak DAS Beringin.
5 Kusumadewi,
et al.
2013 Sub DAS Watu
Kelurahan
Bandungrejosari
dan Kelurahan
Bakalankrajan,
Kecamatan
Sukun, Kota
Malang
Arahan Spasial Teknologi
Drainase untuk Mereduksi
Genangan di Sub DAS Watu
Bagian Hilir
Terdapat peningkatan luas ruang terbangun yang
memberikan pengaruh secara signifikan pada penurunan
resap air dan peningkatan laju limpasan permukaan.
Apabila kondisi ini tidak diarahkan, maka akan
mengganggu siklus hidrologi dan penataan air akan
menimbulkan daya rusak bagi sarana prasarana
terbangun serta menimbulkan penurunan kesehatan
apabila sampai terjadi genangan yang masuk ke
bangunan hunian.
6. Saribun 2007 Sub DAS
Cikapundung
Hulu di
Kecamatan
Lembang,
Kabupaten
Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan
dan Kelas Kemiringan Lereng
terhadap Bobot Isi, Porositas
Total, dan Kadar Air Tanah pada
Sub DAS Cikapundung Hulu
Jenis penggunaan lahan yang berbeda dapat
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot isi,
porositas total, dan kadar air tanah, sedangkan kelas
kemiringan lereng yang berbeda hanya berpengaruh
terhadap kadar air tanah. Bobot isi tanah yang paling
tinggi serta porositas total tanah yang paling rendah
15
Bandung Barat . terdapat pada penggunaan lahan tegalan, sedangkan
kadar air tanah yang paling rendah terdapat pada
penggunaan lahan tegalan dan pada kemiringan
lereng 15-30% dan 30-45%.
7. Shandas dan
Marina
2009 8 watersheed on
Puget Sound
region
Exploring the role of vegetation
fragmentation on aquatic
conditions: Linking upland with
riparian areas in Puget Sound
lowland streams
Terdapat bukti bahwa jumlah tutupan lahan (misalnya,
permukaan lahan dan vegetasi) memiliki dampak pada
kondisi aliran air dalam tanah, dampak khususnya di
dataran tinggi adalah terjadinya fragmentasi vegetasi.
Hasil dari proses urbanisasi adalah fragmentasi vegetasi,
banyak penelitian tentang dampak fragmentasi vegetasi
pada ekosistem, seperti efek demografi pada beberapa
spesies burung dan populasi mamalia. Dengan
menggunakan metrik lanskap untuk menghitung jumlah
dan distribusi vegetasi di wilayah DAS, dan indeks
makroinvertebrata untuk menggambarkan kondisi air,
penelitian ini menyajikan bukti empiris tentang interaksi
antara tepi sungai dan vegetasi di dataran tinggi. Hal
tersebut terjadi karena pengaruh kondisi biologis
instream dari beberapa DAS di Puget.
8. Nelson dan 2002 Issaquah Creek Sediment sources in an urbanizing, Untuk membatasi sedimentasi di DAS Issaquah Creek,
16
Derek watershed mixed land-use watershed dan di cekungan lain adalah dengan mengurangi erosi
saluran yang dihasilkan dari peningkatan debit air. Erosi
saluran bisa dikurangi melalui upaya revegetasi, namun
erosi akibat modifikasi vegetasi tidak menunjukkan
persentase yang signifikan. Jika debit air permukaan
terus meningkat di DAS Issaquah Creek, pembesaran
saluran akan terus menjadi signifikan. Pengerasan
saluran adalah salah satu solusi.
9. Das, et al. 2008 Both Shawnigan
Lake dan Elk
Lake
An alternative approach to
reconstructing organic matter
accumulation
with contrasting watershed
disturbance histories from lake
sediments
DAS dimonitor dengan tujuan untuk menjaga kualitas
air dan untuk membatasi dampak perubahan
penggunaan lahan di sekitarnya. Pendekatan OM
sebagai metode deteksi yang dikembangkan dalam
penelitian ini dapat menjadi alat yang kuat dalam
mendefinisikan dominant OM dengan skala historis.
Oleh karena itu, dapat digunakan untuk meninjau
keputusan manajemen untuk mempertahankan kualitas
air yang lebih baik.
10. Locatelli dan
Vignola
2009 Nine were
conducted in
Asia,
Managing watershed services of
tropical forests and plantations:
Can meta-analyses help?
Meta-analisis merupakan sebuah metode untuk
menggabungkan hasil dari studi yang membandingkan
aliran air antara DAS tropis di bawah hutan alam
17
eight in Africa,
and three in Latin
America
dengan lahan non-hutan. Hal ini dapat membantu para
pengambil keputusan memahami dampak dari hutan
pada aliran air.
11. Silveira, et al. 2010 Forest ecosystems
of Georgia, USA
Influence of military land uses on
soil carbon dynamics in forest
ecosystems of
Georgia, USA
Penelitian menunjukkan bahwa parameter yang terkait
dengan dinamika C dalam tanah seperti CO2 dapat
berpotensi digunakan sebagai indikator dari dampak
pelatihan militer di ekosistem hutan. Indikator-indikator
ini diharapkan untuk membantu pangkalan militer
seperti Fort Benning dalam upaya melestarikan
ekosistem sebagai strategi yang lebih baik, sehingga
sumber daya alam tetap dapat dimanfaatkan dengan baik
meski terkait dengan kegiatan militer maupun non-
militer. Dapat diprediksi prediksi efek jangka panjang
gangguan militer pada fungsi ekosistem dan juga siklus
hidrologis.
12. Kannan, et al. 2008 Upper Mississippi
river basin
Development of an automated
procedure for estimation of the
spatial variation of runoff in large
river basins
Penggunaan model parameter terdistribusi untuk
mengatasi masalah pengelolaan sumber daya air kian
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kalibrasi
diperlukan untuk mengurangi ketidakpastian terkait
dengan parameter model input. Kalibrasi manual dari
18
parameteryang didistribusikan oleh sebuah model
memakan waktu banyak. Oleh karena itu, lebih banyak
perhatian diberikan kepada prosedur kalibrasi otomatis.
Penelitian ini menjelaskan tentang pengembangan dan
demonstrasi prosedur otomatis yang dikembangkan
untuk studi skala nasional/ benua yang disebut sebagai
Conservation Effects Assessment Project (CEAP).
Prosedur otomatis ini dikembangkan untuk
mengkalibrasi variasi spasial dari komponen limpasan
tahunan rata-rata untuk setiap delapan digit USGS DAS
di Amerika Serikat. Menggunakan sembilan parameter
untuk mengkalibrasi hasil air, limpasan permukaan dan
aliran sub-permukaan masing-masing. Jika perlu,
prosedur menggunakan metode interpolasi linear untuk
sampai pada nilai yang lebih baik dari model parameter.
Ketika diuji untuk DAS Hulu Mississippi Amerika
Serikat, prosedur kalibrasi otomatis memberikan hasil
yang memuaskan. Hasil tes lain dari prosedur ini sangat
menggembirakan dan menunjukkan potensi untuk
digunakan dalam studi pemodelan hidrologi sangat
19
besar-besaran.
13. Biggs, et al. 2010 The Tijuana River Land cover following rapid
urbanization on the US–Mexico
border: Implications for
conceptual models of urban
watershed processes
Tutupan lahan dipetakan dan digunakan untuk menguji
model konseptual proses DAS di Tijuana, Meksiko.
Model erosi Wolman di daerah perkotaan
mendeskripsikan tiga tahapan: (1) vegetasi perkotaan,
(2) tahap konstruksi, yang mengekspos tanah kosong
untuk 1-3 tahun dan (3) fase dewasa dengan permukaan
tahan dan vegetasi. Model Wolman diuji pada wilayah
Tijuana, Meksiko menggunakan multiple endmember
spectral mixture analysis (MESMA) citra Landsat pada
Tahun 2003. Serangkaian time series mulai Tahun 1938
sampai Tahun 2002 menunjukkan bahwa seperti yang
diperkirakan oleh model Wolman, urban area (2002)
memiliki fraksi tanah yang tinggi (40%) dan sebagian
kecil merupakan lahan permukaan rendah (20%)
dibandingkan dengan daerah urban sebelum 1938 (17%
tanah, 62% lahan). Bertentangan dengan model
Wolman, fraksi tanah menurun hanya sedikit dari daerah
urban yang baru untuk daerah-daerah yang telah
mengalami urbanisasi hingga 40 tahun. Pola yang
20
berbeda dari urbanisasi di Tijuana mengakibatkan
persentase yang tinggi dari penutupan tanah, dan
produksi sedimen tinggi selama beberapa dekade
urbanisasi.
14. Ray, et al. 2012 Muskegon River
Watershed located
in the west-central
Lower Peninsula
of Michigan,
USA
Coupling land use and
groundwater models to map land
use legacies: Assessment of model
uncertainties relevant to land use
planning
Model tanah ditambah dengan analisis GIS dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu air tanah dan
zat terlarut yang akan diangkut dari setiap lokasi di DAS
untuk sampai ke permukaan badan air. Ditambah
dengan model penggunaan lahan backcast, perkiraan ini
dapat digunakan untuk membuat suatu peta penggunaan
lahan. Namun, model air tanah dan penggunaan lahan
backcast model mengandung unsur ketidakpastian.
Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi hasil dari
model. Dalam penelitian ini penulis menunjukkan
bagaimana simple spatially explicit dan multi-
uncertainty metric dapat digunakan untuk menilai
ketidakpastian dari perubahan penggunaan lahan
backcast dalam model waktu perjalanan air tanah.
Penulis menerapkan pendekatan ini ke Muskegon Salah
satu DAS di Michigan, di mana air tanah aliran
21
menyediakan sebagian besar aliran aliran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa meskipun ketidakpastian
yang melekat dalam kedua model, kota-kota yang
terletak di bagian utara-tengah DAS studi dapat
menggunakan peta warisan sebagai alat perencanaan
meskipun terdapat berbagai ketidakpastian sehingga
harus selalu dilakukan evaluasi.
15. Thothong, et
al.
2011 Water reservoir of
North Thailand
Impact of land use change and
rainfall on sediment and carbon
accumulation in a water reservoir
of North Thailand
Umur penampungan air tropis terbatasi oleh
pendangkalan akibat erosi tanah di DAS. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan, jumlah akurat
karbon organik tangkapan yang diturunkan dalam
bentuk sedimen dari reservoir Utara Thailand
dihubungkan dengan sejarah budidaya dan curah hujan.
Sedimen halus berasal dari limpasan DAS. Namun,
akumulasi sedimen tidak berhubungan secara linear
dengan curah hujan yang ekstrim, seperti yang
ditunjukkan oleh pasokan hampir 48% dari jumlah total
sedimen oleh banjir.
16. Pyke, et al. 2011 Redevelopment Assessment of low impact Studi ini menggambarkan dengan cara yang sederhana
22
project south of
Boston, MA,
USA.
development for managing
stormwater with changing
precipitation due to climate change
namun kuantitatif tentang manfaat potensial dari
praktek pembangunan berdampak rendah untuk
meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap
perubahan pola curah hujan.
17. Parker, et al. 2008 West Virginia,
USA
Complexity, land-use modeling,
and the human dimension:
Fundamental challenges for
mapping unknown outcome spaces
Sistem penggunaan lahan ditandai dengan interaksi
yang kompleks antara pengambil keputusan manusia
dan lingkungan biofisik mereka. Dampak dari keputusan
manusia berpotensi mengancam keberlanjutan ekologis.
Penelitian ini meninjau sumber kompleksitas dalam
sistem penggunaan lahan, bergerak dari tingkat
keputusan manusia untuk interaksi manusia.
18. Nugroho, et
al.
2013 Goseng catchment Impact of land-use changes on
water balance
Karena pertumbuhan penduduk yang cepat, tangkapan
Goseng telah mengalami perubahan yang cukup besar
akibat penggunaan lahan selama dekade terakhir.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak perubahan penggunaan lahan pada
proses hidrologi dan debit sungai menggunakan
simulasi perubahan tutupan lahan. Model GenRiver
digunakan untuk menganalisis dan memprediksi air
perubahan keseimbangan dalam tangkapan Goseng
23
dengan mengusulkan beberapa skenario perubahan
tutupan lahan. Perubahan penggunaan lahan memainkan
peran penting di dalam perubahan keseimbangan
hidrologis dalam tangkapan Goseng, ditandai dengan
meningkatnya permukaan run-off bersama dengan
penurunan vegetasi yang menutupi.
19. Kröger, et al. 2013 North-western
Gulf of Mexico
Downstream approaches to
phosphorus management in
agricultural landscapes: Regional
applicability and use
Penelitian ini memberikan gambaran penting dari
praktek-praktek konservasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas air dengan mempertahankan
fosfor (P) pada limpasan hilir. Ulasan ini disusun
berdasarkan praktek-praktek yang lazim dilakukan di
berbagai bagian Amerika Serikat. Praktek yang spesifik
yang dibahas termasuk penggunaan drainase,
penggunaan zat kimia perairan dan tanah, menerima
manajemen parit, dan lahan basah. Review juga
berfokus pada daur hidrologi dan biogeokimia terkait
dengan masing-masing praktek-praktek tersebut.
20. Park, et al. 2010 Chongquing,
China
Potential effects of climate change
and variability on watershed
biogeochemical
Dampak perubahan iklim pada proses biogeokimia DAS
dan kualitas air permukaan di daerah aliran sungai
pegunungan Asia Tenggara yang notabene menyediakan
24
processes and water quality in
Northeast Asia
pasokan air minum bagi penduduk berpotensi menjadi
suatu permasalahan besar. Jumlah dan intensitas curah
hujan musim panas hujan telah meningkat di Korea
selama beberapa dekade terakhir. Curah hujan yang
ekstrim telah mengakibatkan ekspor besar sedimen DAS
dan nutrisi dari tanah pertanian di lereng-lereng bukit
yang curam yang dikonversi dari hutan. Pendangkalan
air permukaan yang disebabkan oleh ekspor sedimen
daratan dari lereng yang curam muncul sebagai
tantangan baru dalam manajemen kualitas air karena
efeknya yang merugikan bagi kualitas air. Prediksi iklim
dalam beberapa dekade mendatang untuk Cina selatan
mengindikasikan curah hujan yang rendah dengan
beberapa variasi dari tahun ke tahun. Hasil dari studi
intensif selama empat tahun di DAS di provinsi
Chongquing menunjukkan bahwa keasaman dan
konsentrasi sulfat dan nitrat di perairan tanah dan
permukaan umumnya lebih rendah di tahun-tahun
dengan curah hujan rendah, serta menunjukkan variasi
curah hujan dari tahun-ke-tahun sebagai faktor kunci
25
dalam modulasi efek deposisi asam di kualitas air tanah
dan permukaan daerah ini. Hasil dari studi kasus ini
menunjukkan bahwa pola spasial variabel salju atau
musim panas curah hujan yang berhubungan dengan
perubahan iklim regional di seluruh wilayah Asia
Tenggara akan memiliki dampak yang signifikan pada
proses biogeokimia DAS dan kualitas air permukaan,
dalam interaksi dengan topografi lokal, perubahan
penggunaan lahan, atau deposisi asam.
21. Kellogg, et al. 2010 Chickasheen
drainage basin
A geospatial approach for
assessing denitrification sinks
within lower-order catchments
Pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi praktek penggunaan lahan yang
mengubah komposisi Nitrogen tanah (denitrifikasi).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan
sebuah metode pendukung keputusan yang dapat
digunakan oleh para pengambil keputusan, agar lebih
memahami bagaimana agar keputusan yang diambil
memiliki manfaat optimal dengan memanfaatkan
informasi dan data – data yang ada pada Soil Survey
Geographic Database (SSURGO).
22. Farley, et al. 2012 Tijuana River Changes in land use, land tenure, Perubahan penggunaan lahan dan kepemilikan lahan
26
Watershed and landscape fragmentation in the
Tijuana River Watershed
following reform of the ejido
sector
dapat mempengaruhi baik fragmentasi fisik dan
kepemilikan fragmentasi lanskap dengan implikasi
untuk keanekaragaman hayati. Pelaksanaan UU Agraria
baru yang memungkinkan untuk privatisasi dan
penjualan komunal dimulai pada tahun 1992. Dalam
rangka untuk memahami perubahan penggunaan lahan
dan penutup, peneliti membangun dari foto udara dan
citra Aster yang diukur antara tahun 1994 dan 2005.
Hasil penelitian menyarankan bahwa prediksi mengenai
masa depan pertumbuhan perkotaan dan fragmentasi
dari vegetasi asli di wilayah tersebut telah terbukti
akurat.
23. Poor dan
Jeffrey
2007 Oak Creek
Watershed
The effects of land use on stream
nitrate dynamics
Aktivitas manusia mengubah komposisi nitrat dan
bagaimana kontribusi perubahan sumber air sepanjang
tahun. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan tingkat
ekspor antara tiga DAS. Tangkapan hutan menunjukkan
ekspor minimal selama tiga musim yang dipantau
(musim gugur, musim dingin, musim semi)
24. Wang, et al. 2010 Liudaogou A preliminary investigation of the Pengeringan tanah yang serius, akibat kondisi iklim dan
27
watershed dynamic characteristics of dried
soil layers on the Loess Plateau of
China
manajemen lahan yang buruk, bisa menyebabkan
pembentukan lapisan kering tanah/ dried soil layer
(DSL), yang dapat mempengaruhi proses ekologi dan
hidrologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara kadar air tanah/ soil water content
(SWC) dengan indeks akar tanaman dan sifat-sifat tanah
lainnya, di bawah berbagai penggunaan lahan di DAS
Liudaogou di Dataran Tinggi Huangtu, Cina. Penelitian
ini juga mempelajari bagaimana perkembangan DSL
sebagai fungsi dari usia pertumbuhan dua jenis vegetasi.
Kesimpulannya adalah, bahwa laju pembentukan dan
ketebalan DSL bergantung pada jenis vegetasi. Untuk
mengurangi efek ini maka perlu adanya sebuah
manajemen vegetasi yang baik.
28
C. Kerangka Berpikir
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Berpikir
Faktor Kebutuhan
Manusia (Sandang,
Pangan Panan) dan
Kebijakan Pemerintah Peningkatan atau
penurunan Debit
Banjir dan Debit
Sungai
Berdampak buruk
bagi manusia dan
keberlangsungan
lingkungan hidup
Perlu penelitian
tentang alih fungsi
lahan
Alih Fungsi Lahan
Perhitungan Debit
Banjir dan Debit
Sungai
Citra Landsat (1985,
1995, 2005, 2015)
RTRW
Peta Topografi
Data Curah Hujan
Data Klimatologi
Data Kependudukan
Survey Sosial Ekonomi
Masyarakat
Tata Guna Lahan Berbasis Kinerja
Hidrologis
Rekomendasi Arahan Kegiatan
Perubahan kinerja
hidrologis
Top Related