12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian teori
1. Model Synectics
a. Definisi Model Synectics
Synectics adalah pendekatan baru yang menarik untuk perkembangan
kreativitas yang dipelopori oleh Willian J.J Gordon. Awalnya Gordon
menggunakan prosedur-prosedur synectics untuk mengembangkan (kelompok-
kelompok kreativitas) dalam organisasi industri. Gordon mengembangkannya
untuk keperluan aktivitas individu dalam kelompok agar mereka mampu
memecahkan masalah (problem solver), atau untuk mengembangkan produksi
(product development). Model Synectics yang telah berkembang di dunia industri,
yang kemudian dikembangkan oleh Gordon untuk digunakan di sekolah,
tujuannya yaitu untuk menumbuhkan kreativitas sehingga diharapkan siswa
mampu menghadapi permasalahannya. Beberapa tahun belakangan ini Gordon
mengadaptasi synectics untuk digunakan pada anak-anak sekolah dan material-
material yang banyak memuat aktivitas-aktivitas synectics yang sekarang
dipublikasikan (Imani, 2008 : 32).
Pada dasarnya synectics menekankan keterlibatan siswa untuk membuat
berbagai bentuk metafora dan kiasan untuk membuka intelegensinya dan untuk
mengembangkan daya kreativitasnya. Gordon berpendapat bahwa proses kreatif
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
13
dapat diungkapkan dan dikembangkan melalui pengajaran berbagai bidang ilmu
pengetahuan, misalnya science dan ilmu sastra (Sunarti dan Subana, 2011 : 122).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi, efektif, dan komponen-komponen irasional
kreativitas pada permulaannya lebih penting daripada pikiran-pikiran rasional. Hal
ini dapat dilaksanakan karena “metafora” dapat melepaskan ikatan struktur mental
yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga menunjang
timbulnya ide-ide kreatif.
Menurut Joyce dan Weil (1980 : 13) ada sebanyak 25 buah model mengajar
yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun besar, yaitu: information
procesing models (model-model pemrosesan informasi), personal models (model-
model pribadi), dan behavioral models (model-model prilaku). Masing-masing
rumpun model memiliki karakteristik tersendiri. Model Synectics adalah salah
satu model yang termasuk pada rumpun pribadi, model lain yang termasuk model
pribadi adalah model pengajaran non direktif, latihan kesadaran, konseptual
sistem dan pertemuan kelas. Model pribadi merupakan model mengajar yang
berorientasi kepada perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan
kepada psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi
diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas.
Kata synectics, berasal dari bahasa Grik Synectikos, yang mengandung arti
joining, conecting, immediate (Webster,1990 : 1197). Connecting merupakan arti
yang lebih tepat dengan istilah synectics, arti ini diperluas lagi melalui proses
metaforik. Dengan demikian model Synectics dapat didefinisikan sebagai model
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
14
pengajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam proses belajar mengajar
melalui proses metaforik.
Gordon (1980 : 166) berpendapat bahwa dasar synectics dibentuk melalui
empat pandangan yang sekaligus menentang pandangan konvensional. Pandangan
Gordon tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kreativitas adalah aktivitas sehari-hari
Pada umumnya orang beranggapan bahwa kreativitas berhubungan dengan
proses kreatif dalam perkembangan karya-karya besar seperti seni atau musik
atau suatu karya-karya yang gemilang. Gordon (1980 : 166) menekankan
kreativitas sebagai suatu bagian dari kehidupan sehari-hari dan berlangsung
seumur hidup. Modelnya dirancang untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah, ekspresi kreatif, empathy dan kesadaran hubungan
sosial.
2) Proses kreatif tidaklah selalu misterius, dalam arti kreativitas dapat dipelajari.
Pandangan tradisional menyatakan bahwa kreativitas sebagai suatu yang
misterius dan diturunkan. Sementara Gordon percaya jika individu mengerti
basis proses kreatif mereka dapat belajar menggunakan pengertian dalam
meningkatkan kreativitas dimana mereka hidup dan bekerja secara bebas
(mandiri) dan sebagai anggota dari suatu kelompok (Joyce dan Weil,1980 :
13). Gordon memandang bahwa kreativitas dapat ditingkatkan dengan
kesadaran analisis untuk menggambarkannya dan menciptakan prosedur-
prosedur latihan yang dapat diterapkan di sekolah dan situasi yang lain.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
15
3) Kreativitas tercipta di segala bidang, baik seni, sains, dan teknologi
Gagasan ini bertentangan dengan keyakinan pada umumnya, di mana orang
membatasi kreativitas hanya dalam bidang seni saja.
4) Proses penemuan individual akan ditunjang oleh penemuan kelompok.
Individu dan kelompok menyimpulkan gagasan dan hasil yang sama dalam
beberapa hal, hal tersebut sangat berbeda dengan pandangan bahwa kreativitas
adalah pengalaman personal.
Proses spesifik dari synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi psikologi
kreativitas, yaitu :
1) Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya
secara nyata turut membantu kreativitas.
2) Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, komponen irasional
lebih penting daripada rasional. Kreativitas adalah perkembangan pola-pola
mental baru, hal-hal yang tidak rasional memungkinkan dapat membuka
pikiran yang dapat memungkinkan munculnya ide-ide batu, bagaimanapun
dasar keputusan selalu bersifat rasional tetapi keadaan irasional merupakan
lingkungan mental yang paling baik dalam menjelajahi dan meluluskan
gagasan, tetapi hal itu bukan untuk membuat keputusan. Gordon berpendapat
bahwa logika digunakan untuk membuat keputusan dan kemampuan-
kemampuan yang bersifat teknis diperlukan untuk menyusun ide-ide dalam
banyak hal, tetapi ia percaya bahwa kreativitas penting dalam proses
emosional. Seseorang memerlukan elemen-elemen yang irasional dan emosi
untuk meningkatkan proses intelektual.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
16
3) Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen-elemen
irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.
Dengan kata lain analisis proses emosional dan irasional dapat membantu
individu dan kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan
kontruksi irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar
dapat dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan
analogi. Aktivitas Metaforik, melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi
proses yang disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan
perbandingan dari objek atau ide yang satu dengan objek atau ide yang lain
melalui objek pengganti. Metafora memperkenalkan konsep jarak antara siswa
dan objek atau bidang pengajaran yang menunjang inovasi dan imajinasi atau
pemecahan masalah. Menurut Suryaman (1990 : 8) dalam kegiatan belajarnya
guru dapat menggugah siswanya melalui pertanyaan-pertanyaan evokatif, yakni
sejenis pertanyaan terbuka yang memungkinkan peserta didik terlibat secara
kreatif sepanjang kegiatan diskusi. Tujuannya untuk membantu siswa dengan cara
menghubungkan sesuatu yang dikenalnya dengan sesuatu yang asing. Joyce
(1980 : 168) mengemukakan bahwa aktivitas metaforik tergantung pada
pengetahuan siswa. Strategi synectics dengan menggunakan aktivitas metaforik
dirancang untuk menyediakan struktur melalui pengembangan imajinasi mereka
sendiri secara bebas ke dalam aktivitas sehari-hari.
Gordon dalam Joyce (1980 : 168) mengidentifikasikan metafora dalam tiga
aktivitas, yaitu personal analogi, direct analogy, dan compressed conflict. (konflik
kempaan).
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
17
1) Personal Analogy
Dalam memperkenalkan analogi personal perlu penekanan ide atau objek
yang akan dibandingkan, siswa harus merasa bahwa dirinya telah menjadi
bagian dari permasalahan. Penekanan dalam analogi personal adalah pada
keterlibatan empatik (merasakan langsung).
Dengan kata lain dalam personal analogi memerlukan pelepasan diri
sebagai satu cara menghayati obyek yang lainnya. Semakin ada jarak yang
besar antara pelepasan diri maka semakin memiliki kreativitas. Gordon dalam
Joyce (1980 : 168) mengemukakan empat tahap keterlibatan individu, yaitu; 1)
Orang pertama mendeskripsikan dengan fakta-fakta, 2) Orang pertama
mengidentifikasikan dengan perasaan, 3) Identifikasi empatik dengan benda
hidup, dan 4) Identifikasi dengan benda mati. Tujuan dari tahapan di atas
adalah untuk melihat seberapa besar jarak konseptual dalam menetapkan
konsep-konsep yang baik. Gordon dalam Joyce (1980 : 169) merasa yakin
bahwa manfaat analogy dapat menciptakan jarak. Semakin besar jarak
semakin memungkinkan siswa memperoleh ide-ide yang baru.
b) Analogi langsung
Analogi langsung merupakan suatu usaha membandingkan dua objek atau
konsep secara sederhana, fungsinya untuk mengalihkan situasi suatu masalah
ke dalam situasi lain dalam memperoleh pandangan baru suatu gagasan atau
problema. Dalam analogi langsung ini siswa dilatih menganalogikan kondisi
problematik ke dalam wadah yang baru. Peran guru adalah memberikan
permasalahan yang sifatnya mudah untuk diselesaikan oleh siswa secara
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
18
sederhana. Kemudian diperkenalkan pula kepada gagasan-gagasan yang lebih
kompleks dan siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikannya.
c) Compressed Conflict (konflik kempaan)
Konflik kempaan merupakan suatu proses kegiatan mempertentangkan dua
sudut pandang yang berbeda, pertentangan-pertentangan tersebut menurut
Gordon memberikan pemahaman yang luas terhadap suatu objek yang baru.
Untuk strategi synectics, Gordon dalam Joyce (1980 : 1970) mengemukakan
mengenai dua strategi prosedur synectics, yaitu :
1. Menciptakan sesuatu yang baru dengan metafora.
2. Mengakrabkan sesuatu yang asing melalui analogi-analogi yang sudah dikenal
dengan baik.
Kedua strategi tersebut di atas dapat penulis digambarkan pada bagan sebagai
berikut :
Bagan 1
Tahap-Tahap Untuk Menciptakan Sesuatu Yang Baru
Tahap Pertama : Mendeskripsikan Kondisi Saat Ini
Guru meminta siswa untuk mendeskripsikan situasi suatu topik
yang mereka lihat saat itu.
Tahap Kedua : Analogi Langsung
Siswa mengemukakan analogi langsung, salah satu diseleksinya
dan selanjutnya dikembangkan.
Tahap Ketiga : Analogi Personal
Para siswa menganalogikan sesuatu yang diseleksinya pada
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
19
fase kedua.
Tahap Keempat : Konflik Kempaan
Berdasarkan fase kedua dan kedua dan ketiga, para siswa
mengemukakan beberapa konflik dan dipilih salah satunya.
Tahap Kelima : Analogi Langsung
Para siswa mengembangkan dan menyeleksi analogi
langsung lainnya berdasarkan konflik tadi.
Tahap Keenam : Meninjau Tugas Yang Sebenarnya
Guru meminta para siswa meninjau kembali tugas
atau masalah yang sebenarnya menggunakan analogi
yang terakhir dan atau masuk pada pengalaman Synectics.
(Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 158)
Bagan 2
Tahap-Tahap Untuk Memperkenalkan Keanehan
Tahap Pertama : Input Pada Keadaan Yang Sebenarnya
Guru menyajikan informasi dengan topik baru.
Tahap Kedua : Analogi Langsung
Guru mengusulkan analogi langsung, dan siswa diminta
menjabarkannya.
Tahap Ketiga : Analogi Personal
Guru meminta siswa untuk membuat analogi personal.
Tahap Keempat : Membandingkan
Para siswa menjelaskan dan menerangkan kesamaan
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
20
antara materi yang baru dengan analogi langsung.
Tahap Kelima : Menjelaskan Perbedaan
Para siswa menjelaskan analogi yang tidak tepat.
Tahap Keenam : Penjelajahan
Para siswa menjelajahi kembali kebenaran suatu topik
dengan batasan-batasan mereka.
Tahap Ketujuh : Memunculkan Analogi
Para siswa memberikan analogi sendiri secara langsung
Dan menjelajahi persamaan dan perbedaan.
(Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 165)
b. Proses penerapan menulis teks anekdot dengan model Synectics
Model Synectics merupakan model mengajar yang berorientasi kepada
perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan kepada psikologis
individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi diri, kesehatan
mental, dan pengembangan kreativitas. Dengan demikian model Synectics dapat
didefinisikan sebagai pola atau rencana pengajaran yang dapat dijadikan pedoman
guru dalam proses belajar mengajar melalui proses metaforik.
Proses spesifik dari Synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi
psikologi kreativitas, yaitu :
1) Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya
secara nyata turut membantu kreativitas.
2) Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, komponen irasional
lebih penting daripada rasional.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
21
Kreativitas adalah perkembangan pola-pola mental baru, hal-hal yang tidak
rasional memungkinkan dapat membuka fikiran yang dapat memungkinkan
munculnya ide-ide baru, bagaimanapun dasar keputusan selalu bersifat
rasional tetapi keadaan irasional merupakan lingkungan mental yang paling
baik dalam menjelajahi dan meluluskan gagasan.
3) Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen–elemen
irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.
Analisis proses emosional dan irasional dapat membantu individu dan
kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan konstruksi
irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar dapat
dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan analogi.
Aktivitas metaforik : melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi proses yang
disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan perbandingn dari objek
pengganti.
Kegiatan belajar mengajar dengan model synectics merupakan salah satu
alternatif model pengajaran yang sesuai dengan pembelajaran Bahasa Indonesia,
khususnya materi menulis teks anekdot. Model synectics memacu siswa
menyelesaikan masalah pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-
hari, merangsang untuk berpikir kreatif, dan mempermudah dalam menulis teks
anekdot. Lingkungan strategi Synectics akan mengubah suasana kelas dan
membentuk siswa mandiri. Hal ini lebih disukai daripada lingkungan
pembelajaran tradisional, siswa hanya melihat, menghafal, dan mengucapkan apa
yang telah diajarkan.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
22
Proses penerapan kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics
(Model Gordon Plus) dilakukan melalui tiga aspek yaitu, aspek mengidentifikasi
struktur teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip, aspek menyusun
analogi struktur teks anekdot berdasarkan struktur teks berbantu media komik
strip, dan menulis karangan /teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip.
Kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics pada aspek
mengidentifikasi struktur teks anekdot terdapat beberapa kegiatan, yaitu 1) guru
membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik, 2) guru menyampaikan
tujuan dan manfaat serta materi pembelajaran, 3) guru mengarahkan perhatian
siswa pada materi yang relevan, 4) guru mengajak siswa untuk sejenak mengamati
gambar komik strip, 5) guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang
muncul pada tokoh dalam komik strip, 6) siswa diminta untuk menciptakan
kejadian dengan imajinasi dan logika, 7) Siswa diminta menuliskan hasil
pengamatan setelah melihat komik strip (analogi langsung), dan 8) siswa diminta
untuk mengkreasikan cerita ke dalam garis besar cerita.
Guru membangkitkan motivasi dan perhatian siswa. Melalui kegiatan
tersebut, siswa mampu menulis teks anekdot dengan menciptakan suasana belajar
mengajar yang kondusif dan menyenangkan. Terciptanya suasana belajar
mengajar yang dapat memotivasi siswa tersebut akan menumbuhkan minat siswa
terhadap kegiatan menulis teks anekdot.
Guru meminta siswa untuk sejenak mengamati komik strip dengan santai.
Ketika siswa merasa senang dan bersemangat, maka siswa dapat merespon
pelajaran yang baru berdasarkan konsep yang relevan untuk menciptakan belajar
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
23
yang bermakna. Pernyataan tersebut juga diperjelas oleh Ausubel (dalam
Wilis,1989 : 112) yang menegaskan bahwa proses pengaitan informasi baru pada
konsep konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang dapat
menciptakan suasana belajar bermakna.
Guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang terdapat dalam komik
strip. Guru mengajak siswa untuk menciptakan kejadian yang logis setelah
mengamati komik strip dengan mendeskripsikan perilaku yang dijadikan sebagai
ide awal menulis teks anekdot. Proses peningkatan kemampuan menulis teks
anekdot dengan strategi Synectics pada aspek menyusun analogi struktur teks
anekdot berdasarkan struktur teks anekdot dalam komik strip meliputi kegiatan
siswa mengembangkan ide awal menjadi garis besar cerita dengan
mengembangkan ide-ide, gagasan, dan imajinasi yang kreatif berdasarkan sudut
pandang siswa. Kegiatan menulis garis besar cerita dilakukan secara individu agar
dapat mengetahui kemampuan masing-masing siswa. Pada aspek menulis ini
diharapkan siswa mampu mengoptimalkan seluruh ide, gagasan, dan imajinasi
yang kreatif untuk mengembangkan cerita berdasarkan sudut pandang siswa.
Strategi pada penulisan ini mencakup proses kreatif dan emosional yang harus
dipahami untuk memecahkan permasalahan dalam cerita. Pernyataan tersebut
didukung oleh Waluyo (2007 : 195) yang menegaskan bahwa proses Synectics
menunjukkan bahwa (1) pemunculan proses kreatif menuju kesadaran, (2)
komponen emosional lebih penting daripada komponen intelektual, (3) elemen-
elemen emosional dan irasional harus dipahami untuk meningkatkan
kemungkinan sukses dalam bidang solving the problem. Pada aspek ini, hasil
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
24
analogi dapat dikembangkan dengan adanya penambahan tokoh dan
perkembangan karakter sesuai dengan ide cerita, mulai adanya pengembangan
absraksi sampai reorientasi. Siswa telah mampu mengembangkan alur secara
sederhana. Alur yang dikembangkan siswa secara garis besar terbagi menjadi lima
bagian, events, crisis, reaction, dan koda.
2. Model Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning adalah pembelajaran yang
menekankan pada interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan
antara dua buah arah belajar dan lingkungan.
a. Definisi Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning atau Pembelajaran berbasis masalah merupakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar (Kemendikbud, 2013 : 198).
Lebih lanjut Supriyono mengatakan bahwa pembelajaran model Problem
Based Learning melibatkan presentasi situasi-situasi autentik dan bermakna yang
berfungsi sebagai landasan bagi investasi oleh peserta didik (2009 : 71).
Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa masalah, sedangkan sistem
saraf otak berfungsi menafsirkan masukan itu secara efektif sehingga masalah
yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, dan dicari pemecahannya
dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadi
bahan dan materi guna memeroleh pengertian serta dapat dijadikan pedoman dan
tujuan belajarnya.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
25
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL),
siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Masalah yang
diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa, sebelum siswa
mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus
dipecahkan. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berrpikir siswa
dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh
solusi untuk suatu masalah dengan rational dan outentik.
Secara garis besar Problem Based Learning (PBL) menyajikan kepada siswa
situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini membantu
siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah
melalui pncarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan
rasional dan autentik (Riyanto, 2009 : 288).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran model Problem Based
Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses
berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode
pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar,
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang kondisi
sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar
maupun kompleks.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
26
Peran guru dalam model Problem Based Learning adalah menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan, memfalisitasi penyelidikan, dialog, dan
mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide
secara terbuka. Secara garis besar Problem Based Learning menyajikan kepada
siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
b. Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah model
pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir kritis karena model Problem
Based Learning (PBL) menyajikan masalah otentik dan bermakna yang terjadi di
sekitar siswa yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Beberapa kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) yaitu :
1) Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) yaitu :
a) Dengan Model Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran
bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka
mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna
dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana
konsep diterapkan.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
27
b) Dalam situasi Model Problem Based Learning (PBL), peserta didik
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
c) Model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2013 : 225).
Keunggulan model Problem Based Learning yang lain diungkapkan oleh
Sanjaya (2010:220), yaitu :
a) mengembangkan pemikiran kritis.
b) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
c) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
d) membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.
e) dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri.
f) mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan.
g) akan terjadi pembelajaran bermakna.
h) siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
i) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
28
Selain memiliki kelebihan, model Problem Based Learning (PBL) juga
memiliki kekurangan, yaitu:
1) kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini.
Siswa dan guru masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian
materi terjadi secara satu arah.
2) kurangnya waktu pembelajaran.
Proses Problem Based Learning (PBL) terkadang membutuhkan waktu yang
lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi
persoalan yang diberikan. Sementara itu waktu pelaksanaan Problem Based
Learning (PBL) harus disesuaikan dengan beban kurikulum.
3) siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
4) seorang guru mengadopsi pendekatan Problem Based Learning (PBL)
mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah
berbasis konvensional.
Problem Based Learning (PBL) bisa sangat menantang untuk melaksanakan,
karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. ini bisa sulit
pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator,
mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan
mereka solusi (Sanjaya, 2010 : 221).
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
29
c. Penerapan Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) terdiri atas lima fase dan perilaku. Fase-fase
dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil
pembelajaran berdasarkan masalah dapat diwujudkan. Pembelajaran model
Problem Based Learning (PBL) dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1
Proses Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI)
Fase-fase Prilaku guru
Fase 1:
orientasi peserta didik
kepada masalah
- Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan.
- Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2:
mengorganisasikan
peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3 :
membimbing penyelidikan
individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkn
informasi yang sesuai , melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Fase 4:
mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5: menganalisis dan Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
30
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
dipelajari/ meminta kelompok presentasi hasil kerja.
(Sumber : Kemendikbud, 2013 : 202)
Pada fase pertama hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tujuan
pembelajaran bukanlah untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi
untuk menginvestigasi berbagai masalah dengan belajar mandiri. Permasalahan
atau pertanyaan yang diinvestigasi bersifat kompleks dan tidak memiliki jawaban
yang mutlak.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan
kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi dalam
memecahkan masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan
membantu siswa merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membantu siswa menentukan metode investigasi.
Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan penyelidikan pembuatan
hasil karya. Hasil karya dapat berupa laporan tertulis yang kemudian disajikan.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir mereka serta keterampilan yang mereka gunakan
dalam penyelidikan.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
31
3. Kemampuan Menulis
a. Pengertian Kemampuan Menulis
Salah satu keterampilan berbahasa adalah mengarang / menulis. Mengarang
(membuat karangan) merupakan pekerjaan menulis berdasarkan imajinasi dengan
hasil kerja berupa fiksi (Rahardi, Kompas 2 November 2013).
Menurut Nurjamal (2011 : 69) menulis merupakan sebuah proses kreatif
menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Hasil dari proses kreatif menulis
biasa disebut dengan tulisan atau karangan. Sementara Tarigan (2008 : 22)
berpendapat menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga
orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu.
Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan
digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung antara mereka
(Syamsuddin, 2011:1). Hal ini terjadi karena dalam kenyataan hidup
bermasyarakat, kontak komunikasi itu tidak selalu dapat dilakukan dengan tatap
muka. Dengan perkataan lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang
tidak sederhana. Pada dasarnya menulis adalah segenap rangkaian kegiatan
seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui
bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.
Menulis juga diartikan sebagai suatu kegiatan memindahkan bahasa lisan
dalam bentuk tulisan dengan menggunakan lambang-lambang grafem (Atar, 2007
: 42). Oleh sebab itu tidak mungkin orang akan lancar menulis apabila tidak
memiliki keterampilan berbahasa tulis. Keterampilan menggunakan bahasa tulis
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
32
yang dimaksud adalah pemakaian semua unsur bahasa, yaitu ejaan, kata,
ungkapan, kalimat dan pengembangan paragraf. Dalam proses pembelajaran
diperlukan adanya kemampuan, kemampuan menulis memiliki peranan yang
sangat penting bagi kehidupan manusia.
Jadi, menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan
bahasa. Dengan kata lain menulis merupakan proses kreatif melahirkan pikiran
atau perasaan menjadi tulisan dengan menggunakan bahasa yang dipahami,
sehingga orang lain dapat memahami maksud tulisan.
b. Tujuan menulis
Kegiatan menulis memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang bisa dicapai.
Sedangkan tujuan pengajaran menulis menurut Hugo Harting dalam (Tarigan,
2008 : 25) adalah sebagai berikut :
1) Assigment purpose (Tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan tertentu sama
sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri
(misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang
ditugskan membuat laporan atau notulen rapat)
2) Altruistic purpose (Tujuan altrustik)
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami,
menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca
lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak
akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
33
maupun tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah
“lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu
tulisan.
3) Persuasive purpose (Tujuan Persuasif)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan
yang diutarakan.
4) Informational purpose (Tujuan informasional, tujuan penerapan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan
kepada pembaca.
5) Self-expressive purpose (Tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada pembaca.
6) Creative purpose (Tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan
“kreatif” disini melebihi pernyataan diri, dan melibaatkan dirinya dengan
keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan
yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
7) Problem-solving purpose (Tujuan pemecahan masalah)
Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi.
Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara
cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti
dan diterima oleh para pembaca.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
34
Sedangkan tujuan menulis menurut Sukirno (2013 : 4) yaitu memberikan
informasi kepada orang lain atau pembaca, menceritakan sesuatu peristiwa,
melaporkan sesuatu, mengisahkan kejadian, melukiskan tindak-tanduk manusia
pada sebuah peristiwa yang menimbullkan daya khayal/imajinasi pembacanya,
dan menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara tersurat.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tujuan menulis adalah agar (1) siswa
dapat berkomunikasi dengan diri sendiri dan atau orang lain, (2) siswa dapat
mendokumentasi hal-hal penting atau mengesankan yang diperoleh, (3) siswa
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan (4) menyalurkan bakat minat
melalui tulisan .
c. Jenis-jenis Tulisan
Berdasarkan tujuannya, wacana/karangan dibedakan menjadi lima macam,
yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
1) Deskripsi (Lukisan)
Deskripsi (dari bahasa Latin : describere : menulis tentang, membuat
bagan atau gambaran, memerikan; descriptio : bagan atau gambaran,
pemerian, pembeberan) adalah jenis karangan yang lebih menonjolkan
penggambaran suatu hal atau objek, dengan membeberkan detail sutu objek
berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaannya,
penulis bertujuan memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca
sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, atau merasakan sendiri apa yang
dialami oleh penulisnya (Maskurun, 2008 : 15).
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
35
Yustinah (2008 : 145) mengatakan bahwa deskripsi merupakan bentuk
tulisan yang bertujuan untuk melukiskan, memerikan, atau memberi perincian-
perincian dari objek yang sedang dibicarakan. Sedangkan Atar Semi
berpendapat bahwa deskripsi ialah tulisan yang tujuannya untuk memberikan
rincian atau detil tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada emosi
dan menciptakan imajinasi pembaca bagikan melihat, mendengar, atau
merasakan langsung apa yang disampaikan penulis.
Untuk dapat menciptakan daya khayal pembacanya, penulis karangan
deskripsi berusaha melukiskan sesuatu dengan sejelas-jelasnya atau sehidup-
hidupnya. Dengan begitu pembaca diharapkan berada/dihadapkan pada objek
yang disajikan oleh penulisnya.
Deskripsi dibedakan menjadi atas deskripsi imajinatif/fiktif dan deskripsi
faktual/ekspositoris
a) Deskripsi imajinatif/fiktif
Deskripsi imajinatif ialah deskripsi khayal sebgaimana yang sering kita
jumpai pada cerpen, novel atau roman.
b) Deskripsi faktual/ekspositoris
Deskripsi faktual ialah deskripsi yang objeknya nyata seperti banyak kita
jumpai pada deskripsi geografis suatu wilayah, peta, data, dan sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa deskripsi adalah jenis karangan yang memberi
kesan memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada pembaca sehingga
pembaca seolah-olah menyaksikan situasi yang dipaparkan penulis.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
36
2) Narasi ( Penceritaan atau Pengisahan)
Narasi (dari bahasa Latin: narrare: menceritakan; bercerita tentang;
narratio:cerita; penceritaan) adalah jenis karangan yang menceritakan proses
kejadian suatu peristiwa. Karena proses kejadian itu berkaitan dengan
tindakan atau perbuatan manusia, maka dalam narasi selalu ada tokoh dan
perbuatannya yang berlangsung secara kronologis dalam satu kesatuan waktu
Menurut Atar (2007 : 53) narasi adalah tulisan yang tujuannya
menceritakan kronologis peristiwa kehidupan manusia. Berdasarkan jenisnya
narasi dapat berupa : a) Peristiwa fiktif (khayalan) atau nonilmiah, seperti
cerpen, novel, dongeng, dan lain-lain. b) Peristiwa nonfiksi (bukan khayalan)
atau sebenarnya, seperti pengalaman pribadi/orang lain, peristiwa lokal,
regional, nasional dan internasional. Dalam mengungkapkan pengalaman
perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain : (1) format tulisan harus
sistematis, (2) bahasa yang digunakan efektif, dan (3) logika tulisan harus
wajar dan masuk akal (Yustinah, 2008 : 144).
Sedangkan berdasarkan sifatnya karangan narasi dibedakan atas karangan
ekspositoris/narasi faktual dan narasi sugestif/narasi imajinatif.
a) Narasi faktual/ narasi ekspositoris. Narasi faktual ialah narasi yang
berupa penceritaan kisah tokoh yang nyata-nyata ada untuk memberikan
informasi kepada pembacanya. Contohnya kisah perjalanan, biografi,
cerita tentang perampokan atau pembunuhan, dan lain-lain.
b) Narasi sugestif/narasi imajinatif. Narasi sugestif ialah narasi yang dapat
membangkitkan daya khayal pembacanya. Dalam narasi sugestif selalu
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
37
ada plot/alur cerita. Plot/alur cerita ini adalah kesatuan antara tokoh,
peristiwa, dan konflik (Maskurun, 2008 : 16).
Dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan
proses kejadian suatu peristiwa kehidupan manusia yang berkaitan dengan
tindakan atau perbuatan manusia, berlangsung secara kronologis dalam satu
kesatuan waktu.
3) Eksposisi (Pemaparan)
Eksposisi (dari bahasa Latin: exponere: memamerkan, menjelaskan,
menguraikan; expositio: pameran, penguraian) adalah karangan yang
menguraikan atau memaparkan sesuatu dengan tujuan memperluas pandangan
dan pengetahuan pembacanya (Maskurun, 2008 : 16).
Yustinah berpendapat bahwa eksposisi atau pemaparan merupakan bentuk
tulisan untuk menerangkan /menguraikan satu pokok pikiran yang dapat
memperluas pandangan ataau pengetahuan pembaca (2008 : 146). Tujuan
utama eksposisi adalah memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca.
Pendapat lain dari Atar (2007 : 61) bahwa eksposisi ialah tulisan yang
bertujuan memberikan informasi, menjelaskan apa, mengapa, kapan, dan
bagaimana.
Agar pemaparan pengetahuan atau pengalaman itu memberikan kejelasan
kepada pembacanya, penulis menggunakan data, fakta, dan lain sebagainya.
Tujuan karangan eksposisi hanya menjelaskan sesuatu secara objektif, maka
penggunaan data, fakta, dan lain-lain untuk menkonkretkan paparannya.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
38
Karangan eksposisi menggunakan gaya informatif. Karangan eksposisi
mempunyai ciri-ciri :
a) Tulisan itu bertujuan memberikan informasi, pengertian, dan pengetahuan.
b) Tujuan itu bersifat menjawab pertanyaan apa, mengapa, kapan, dan
bagaimana.
c) Disampaikan dengan gaya yang lugas dan menggunakan bahasa baku.
d) Umumnya disajikan dengan menggunakan susunan logis.
e) Disajikan dengan nada netral tidak memancing emosi , tidak memihak dan
memaksakan sikap penulis kepada pembaca (Atar, 2007 : 62).
Dapat disimpulkan bahwa dalam karangan eksposisi, penulis memaparkan
atau menguraikan pokok persoalannya secara objektif, bersifat informatif, dan
tidak ada upaya untuk mempengaruhi sikap atau pendapat pembaca. Apakah
pembacanya nanti terpengaruh atau tidak, mempercayai kebenarannya atau
tidak, hal itu tidak menjadi masalah. Yang penting penulis sudah memaparkan
pengetahuan atau pengalamannya secara tertulis yang pada akhirnya
pengetahuan atau pengalaman itu diketahui oleh pembacanya.
4) Argumentasi
Argumentasi (dari bahasa Latin arguere: membuktikan, meyakinkan
seseorang: argumentatio : pembuktian) adalah karangan yang dimaksudkan
untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang disampaikan oleh penulisnya.
(Maskurun, 2008 : 17). Atar (2007 : 74) berpendapat bahwa argumentasi
adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang
kebenaran pendapat penulis. Karena tujuannya membuktikan kebenaran
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
39
pendapatnya, maka penulis hrus menyajikan karangannya secara logis, kritis,
dan sistematis. Bukti-bukti yang dikemukakan harus dapat memperkuat dan
tulisan sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembacanya.
Dalam karangan argumentasi bertujuan mempengaruhi atau mengubah
pandangan pembacanya sehingga karangan argumentasi biasanya
dikemukakan data, fakta, angka-angka, gambar, grafik, peta, dan sebagainya
untuk mendukung/membuktikan kebenaran pernyataannya. Ciri-ciri karangan
argumentasi, yaitu :
a) Adanya pendapat yang disampaikan secara meyakinkan
b) Adanya alasan yang kuat untuk mendukung atau membuktikan kebenaran
pendapatnya dengan bukti-bukti yang konkret.
c) Adanya simpulan atau ringkasan isi.
Dapat disimpulkan bahwa argumentasi adalah tulisan yang bertujuan
meyakinkan pembaca serta berusaha membuktikan kebenaran suatu pendapat
dengan cara mengubah pendapat atau pandangan pembaca dengan
menampilkan fakta sebagai bukti pendapatnya.
5) Persuasi
Persuasi (dari bahasa Latin: persuadere: meyakinkan, membujuk untuk
berbuat sesuatu; persuasio: tindakan untuk meyakinkan atau membujuk) adalah
karangan yang mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca (Maskurun, 2008 :
16).
Kalau dalam karangan argumentasi itu penulisnya berusaha mengubah
pandangan pembaca dengan meyakinkan kebenaran pandangan penulis, dalam
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
40
karangan persuasi usaha penulis lebih jauh lagi. Penulis tidak hanya meyakinkan,
tetapi sudah membujuk, mengarahkan, menyarankan, atau mendorong
pembacanya untuk berbuat sesuatu. Ciri-ciri karangan persuasi yaitu :
a) Adanya gaya propaganda dalam penyampaiannya
b) Adanya pemilihan kata-kata atau kalimat yang bersifat sugestif .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa persuasi adalah jenis karangan yang
bertujuan untuk mempengaruhi emosi pembaca untuk berbuat sesuatu.
4. Teks Anekdot
a. Pengertian Teks Anekdot
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari penggunaan teks
yang berupa lisan maupun tulisan. Anekdot adalah sebuah cerita singkat dan lucu
atau menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya.
Anekdot bisa saja sesingkat pengaturan dan provokasi dari sebuah kelakar.
Anekdot selalu disajikan berdasarkan pada kejadian nyata melibatkan orang-
orang yang sebenarnya, apakah terkenal atau tidak, biasanya di suatu tempat yang
dapat diidentifikasi ( Kosasih, 2013 : 7).
Namun, seiring waktu, modifikasi pada saat penceritaan kembali dapat
mengubah sebuah anekdot tertentu menjadi sebuah fiksi, sesuatu yang diceritakan
kembali tapi "terlalu bagus untuk nyata". Terkadang menghibur, anekdot bukanlah
lelucon, karena tujuan utamanya adalah tidak hanya untuk membangkitkan tawa,
tetapi untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang lebih umum daripada kisah
singkat itu sendiri, atau untuk melukiskan suatu sifat karakter dengan ringan
sehingga ia menghentak dalam kilasan pemahaman yang langsung pada intinya.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
41
Anekdot terkadang bersifat sindiran alami. Teks Anekdot juga dapat berisi
peristiwa-peristiwa yang membuat jengkel atau konyol bagi partisipan yang
mengalaminya. Perasaan jengkel dan konyol seperti itu merupakan krisis yang
ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan antara nyaman dan tidak nyaman, puas
dan frustasi, serta tercapai dan gagal. Teks anekdot adalah teks yang berisi sebuah
cerita lucu atu menggelitik yang bertujuan memberikan suatu pelajaran tertentu.
Kisah dalam anekdot biasanya melibatkan tokoh tertentu yang bersifat faktual
ataupun terkenal (Kosasih, 2013 : 7). Anekdot adalah sebuah cerita singkat yang
menarik karena lucu dan mengesankan biasanya mengenai orang penting atau
terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya (KBBI, 2008 : 63). Anekdot ( Ing
anecdote : cerita pendek yang lucu) adalah karangan berjenis narasi yang relatif
pendek yang mengandung kelucuan. Kelucuan itu bisa dibentuk dengan
mengemukakan ketololan, kesalahpahaman, kesalahdengaran, ketidaktahuan,
kesombongan, atau kecelakaan akibat ulah sendiri dengan tujuan menghibur atau
menyindir. Anekdot sering muncul sebagai refleksi terhadap kegelisahan
masyarakat atau peristiwa /fenomena sosial, ekonomi, hukum, maupun politik
yang membelit pikiran yang membuat imajinasi berkembang menjadi cerita unik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teks anekdot adalah cerita singkat
selain menarik karena lucu dan mengesankan biasanya mengenai orang-orang
terkenal atau penting dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya, terdapat pula
tujuan lain di balik cerita itu, yakni adanya pesan yang diharapkan dapat
memberikan pelajaran kepada khalayak.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
42
b. Struktur Isi dan Ciri Teks Anekdot
Anekdot kadang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman
yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk
menghibur si pembaca atau menyindir sekaligus menghibur. Maskurun (2013 : 2)
membagi struktur anekdot secara lengkap terdiri dari 7 bagian, yaitu : 1) abstract,
2) orientation, 3) events, 4) crisis, 5) reaction, 6) coda, 7) reorientation.
1) Abstract (abstrak) adalah bagian awal yang berfungsi memberi gambaran
tentang isi teks dan berisi isyarat tentang apa yang akan diceritakan, berupa
kejadian yang tidak lumrah, tidak biasa atau aneh. Bagian ini bersifat opsional.
Biasanya bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks.
2) Orientation (orientasi) adalah bagian yang berisi pendahuluan/pembuka yang
berupa pengenalan tokoh, waktu, dan tempat. Bagian ini menunjukkan awal
kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa terjadi. Biasanya
penulis bercerita dengan detil di bagian ini.
3) Events (even) adalah rangkaian kejadian atau peristiwa, bisa juga rangkaian
dialog/percakapan.
4) Crisis (krisis) adalah bagian yang berisi pemunculan masalah,dimana terjadi
hal atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau
orang yang akan diceritakan..
5) Reaction (reaksi) adalah bagian bagaimana cara penulis atau orang yang
ditulis menyelesaikan masalah yang timbul di bagian crisis tadi. Bagian ini
berisi tindakan atau langkah untuk merespon masalah yang biasanya nyeleneh,
unik, dan lucu.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
43
6) Coda (koda) adalah bagian yang berisi perubahan yang terjadi pada tokoh, dan
pelajaran yang dapat dipetik dari cerita. Bagian ini bersifat opsional.
7) Reorientation (reorientasi) adalah bagian penutup, berupa ungkapan-ungkapan
yang menunjukkan cerita berakhir (Kemendikbud, 2013 : 308).
Anekdot biasanya berbentuk kisah yang sangat pendek, jauh lebih pendek
daripada cerpen. Sebagai bentuk pengisahan, anekdot memiliki banyak persamaan
dengan cerpen. Sebagai bentuk pengisahan anekdot mempunyai banyak
persamaan dengan cerita, bisa disampaikan secara monolog, bisa juga
disampaikan secara dialog atau campuran keduanya. Penyajiannya bisa
menggunakan cara penyajian cerpen, dapat juga menggunakan cara penyajian
drama.
Unsur-unsur pembentuk anekdot meliputi tema, tokoh, alur cerita, gaya
penceritaan, pengenalan, pendakian, konflik, dan penyelesaian cerita. Karena
bentuknya yang relatif pendek, setelah mengawali ceritanya dengan pengenalan
tokoh cerita, penulis anekdot segera memasuki permasalahan. Penceritaannya
menggunakan alur rapat, sehingga tidak menggunakan banyak selingan atau
ilustrasi. Setelah sampai pada klimaks situasinya, cerita segera disudahi dengan
cara yang drastis atau tanpa penyelesaian.
Anekdot sebagai salah satu bentuk cerita, secara umum terdapat unsur-unsur
sebagai berikut : 1) latar, 2) tokoh/pelaku/partisipan, 3) alur, 4) sudut pandang, 5)
tema/topik, dan 6) amanat.
1) Latar (setting): tempat/lokasi, terjadinya kisah, bisa ditambahkan waktu dan
atau situasinya.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
44
2) Tokoh/pelaku/partisipan : orang-orang yang terlibat dalam kisah.
3) Alur : rangkaian kejadian/peristiwa yang membentuk kisah, mulai dari (1)
abstract, (2) orientation, (3) events, (4) crisis, (5) reaction, (6) coda, (7)
reorientation. Dari sudut pandang anekdot sebagai cerita beralur padat, alur
anekdot terdiri atas pengenalan-pendakian-konflik-penyelesaian cerita.
4) Sudut pandang pengarang : cara penulis menempatkan diri dalam kisah,
apakah sebagai pelaku utama, pelaku sampingan atau orang di luar cerita.
a) Jika penulis menceritakan dirinya sendiri sebagai pusat pengisahan, berarti
ia mengunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.
b) Jika penulis menceritakan temannya, gurunya, saaudaranya, tetangganya,
atau orang-orang yang berelasi dengannya sebagai pusat penceritaan berarti
ia menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan.
c) Jika penulis menceritakan orang lain yang tidak ada hubungan dengan
dirinya sebagai pusat pengisahan, berarti ia menggunakan sudut pandang
orang ketiga diluar cerita.
5) Tema/topik : tentang apa anekdot itu bercerita atau apa inti ceritanya.
6) Amanat : apa sesungguhnya yang hendak disampaikan oleh penulis bisa hanya
sekadar melucu, menyajikan kisah konyol, tetapi tidak jarang berisi
sindiran/kritik terhadap fenomena sosial, politik, ekonomi, hukum dan
sebagainya tidak jarang suatu anekdot diubah-ubah cara penceritaannya,
misalnya 1) diubah latar/settingnya, 2) diganti tokoh-tokohnya atau sudut
pandangnya, 3) diubah alurnya dengan cara ditambah/dikurangi rangkaian
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
45
dialog atau peristiwnya, 4) dikonversi dari monolog ke dialog atau sebaliknya,
bisa juga dari bentuk prosa ke drama atau sebaliknya.
c. Ciri Bahasa Teks Anekdot
Bahasa yang dipergunakan di dalam anekdot harus membuat pembaca tertawa
geli atau setidaknya tersenyum, bahkan anekdot bisa membuat jengkel atau
konyol. Di dalam anekdot sering dipergunakan bentuk pertanyaan retorik, yaitu
pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena jawabannya akan dijelaskan dalam isi
anekdot. Kosa kata yang digunakan sering diwarnai kata-kata gaul, yaitu kata-kata
yang digunakan dalam situasi akrab/pergaulan. Kadangkala juga menggunakan
majas metafora dan personifikasi.
5. Media Pembelajaran Komik Strip
a. Definisi Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin yang adalah bentuk jamak dari medium yang
artinya perantara atau pengantar. Media adalah sebuah alat yang mempunyai
fungsi menyampaikan pesan, salah satunya adalah pesan pembelajaran.
Sedangkan pembelajaran merupakan proses komunikasi antara siswa, guru, dan
bahan ajar (Sanaky, 2013 : 3).
Dengan demikian media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara
sampainya pesan belajar (message resource) dari sumber pesan (message
resource) kepada penerima pesan (message receive) sehingga terjadi interaksi
belajar mengajar. Sumber pesan atau disebut juga komunikator biasanya guru,
sedangkan penerima pesan atau disebut komunikan biasanya peserta didik/siswa.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
46
Media pembelajaran meliputi segala sesuatu yang dapat membantu pengajar
dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan
motivasi, daya pikir, dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran
yang sedang dibahas atau mempertahankan perhatian peserta terhadap materi yang
sedang dibahas (Munir, 2008 : 138).
Ruth Laufer (1979) mengingatkan bahwa keterserapan informasi yang terjadi
dalam proses interaksi pembelajaran adalah :
- 20 % kita mendengar saja
- 50% dari hal kita mendengar dan melihat
- 70 % dari hal kita melihat, mendengar, dan mendiskusikan
- 90 % jikalau mendengar, melihat, mendiskusikan dan melakukan
(Endang dan Made, 2010 : 61).
b. Manfaat Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran tidak mutlak harus
diadakan oleh guru, yang utama dalam pembelajaran adalah siswa dapat belajar
dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Endang dan Made (2010 : 65) menyebutkan ada beberapa kelebihan media
pembelajaran yang dapat memberikan dukungan terhadap keberhasilan
pembelajaran, yaitu :
1) Dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi
pembelajaran yang sedang dibahas karena dapat menjelaskan konsep yang
sulit atau rumit menjadi mudah atau lebih sederhana.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
47
2) Dapat menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak (tidak nyata,
tidak dapat dilihat langsung) menjadi konkret (nyata dapat dilihat, dirasakan
atau diraba), seperti menjelaskan peredaran darah dan organ-organ tubuh
manusia pada mata pelajaran sains.
3) Media tersebut dapat membantu peserta didik memahami, mudah mengingat
dan mengungkapkan kembali, karena media yang dipergunakan dapat
membantu guru dalam menyajikan informasi secara lebih mudah dan cepat
serta jelas.
4) Menarik dan membangkitkan perhatian, minat, motivasi, aktivitas dan
kreativitas belajar peserta didik, serta dapat menghibur peserta didik.
5) Memancing partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan
memberikan kesan yang mendalam dalam pikiran peserta didik.
6) Materi pembelajaran yang sudah dipelajari dapat diulang kembali (playback).
Misalnya menggunakan rekaman video, compact disc, tape recorder atau
televisi.
7) Dapat membentuk persamaan pendapat dan persepsi yang benar terhadap uatu
objek, karena disampaikan tidak hanya secara verbal, namun dalam bentuk
nyata menggunakan media pembelajaran.
8) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga peserta didik dapat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan tempat belajarnya
sehingga memberikan pengalaman nyata dan langsung. Misalnya peserta didik
mempelajari jenis-jenis tumbuhan. Mereka dapat langsung melihat,
memegang, atau merasakan tumbuhan tersebut.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
48
9) Peserta didik belajar sesuai dengan karakteristiknya, kebutuhan, minat, dan
bakatnya, baik belajar secara individual, kelompok, atau klasikal.
10) Menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
11) Membentuk sikap peserta didik (aspek afektif), meningkatkan keterampilan
(aspek psikomotorik).
c. Fungsi Media
Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan
metode pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran akan mendukung
keberhasilan pembelajaran, karena media yang digunakan dalam proses
pembelajaran dapat dijadikan sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang
penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Fungsi media menurut
Endang dan Made (2010 : 65) adalah :
1) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan
situasi belajar mengajar yang yang efektif.
2) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan, yang
digunakan untuk sekadar melengkapi proses belajar agar lebih menarik
perhatian peserta didik.
3) Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat
proses pembelajaran dan membantu peserta didik menangkap pengertian.
4) Media, dalam penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pembelajaran.
Oleh karenanya, penggunaan media harus mengacu kepada tujuan dan bahan
pembelajaran.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
49
5) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan, yang
digunakan untuk sekedar melengkapi proses belajar agar lebih menarik
perhatian peserta didik.
6) Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu
belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah sumber
belajar, sehingga secara luas media pembelajaran dapat diartikan dengan manusia,
benda ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan
serta keterampilan. Media merupakan alat bantu yang dapat berupa apa saja yang
dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran.
d. Komik strip
Komik adalah sebuah media menyampaikan cerita dengan gambar ilustrasi
gambar (Subana dan Sunarti, 2011 : 322). Komik adalah cerita bergambar dimana
gambar berfungsi untuk mendeskripsikan cerita agar si pembaca mudah
memahami cerita yang disampaikan oleh pengarang.
Komik mempunyai unsur dasar visual yaitu komik dapat dipakai sebagai alat
penyampai pesan yang berisi arti dan makna sehingga komunikasi visual antara
pesan yang disampaikan oleh komik tersebut dengan si pembaca melalui daya
imajinasinya. Komik sangat cocok dipakai oleh orang – orang tipe belajar visual
karena dalam komik strip disampaikan dominasi gambar yang sangat menonjol.
Komik dapat dirancang dengan gagasan yang berisi materi atau nilai-nilai positif
yang berisi nilai – nilai sosial budaya, agama, dan ekonomi.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
50
Komik strip ( strip comics ) adalah sebuah gambar atau rangkaian cerita yang
berisi cerita. Komik strips ditulis dan digambar oleh seseorang kartunis dan
diterbitkan secara teratur ( biasanya harian atau mingguan ) di surat kabar dan di
internet. Biasanya terdiri dari 3-6 panel. Penyajian isi cerita juga dapat berupa
humor atau banyolan atau cerita yang serius dan menarik untuk disimak
periodenya hingga tamat.
Komik dapat dipakai sebagai media pembelajaran, namun komik mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan komik sebagai media pembelajaran yaitu :
1) menarik semangat siswa untuk belajar, 2) mengajarkan siswa untuk
menerjemahkan cerita ke dalam gambar. Disamping kelebihan ada juga
kelemahannya yaitu: 1) tidak semua orang bisa belajar efektif dengan gaya visual,
2) membuat orang malas membaca sehingga daya serap siswa terhadap materi
rendah.
B. PENELITIAN RELEVAN
Beberapa penelitian tentang media dan model pembelajaran telah dilakukan
oleh peneliti diantarnya oleh Rahmatullah (2011) tentang pengaruh pemanfaatan
media pembelajaran film animasi terhadap hasil belajar : studi eksperimen pada
mata pelajaran IPS siswa kelas VII SMP N 6 Banjarmasin yang hasilnya
menunjukkan 1) tidak ada perbedaan signifikan hasil belajar siswa antara kelas
yang menggunakan dan tidak menggunakan media pembelajaran film animasi
sebelum perlakuan, 2) ada perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang tidak
menggunakan media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan,
3) ada perbedaan hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan media
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
51
pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan, 4) ada perbedaan
hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan dan yang tidak menggunakan
media pembelajaran film animasi sebelum dan sesudah perlakuan, 5) ada
perbedaan peningkatan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan dan
yang tidak menggunakan media pembelajaran film animasi, 6) kendala yang
ditemui terkait dengan pemanfaatan media pembelajaran film animasi dalam proes
pembelajaran yakni : a) kurangnya kompetensi guru dalam merancang dan
mengelola penggunaan media dalam pembelajaran dan b) keterbatasan muatan
materi film animasi yng tidak sepenuhnya mampu mengakomodir kebutuhan
pembelajaran.
Penelitian lain oleh Sudiana (2012) tentang pengaruh model pembelajaran
bermain peran dan bakat verbal terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris
siswa kelas XI SMA Negeri 2 Bangli. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran bermain peran berpengaruh terhadap kemampuan
berbicara bahasa inggris ditinjau dari bakat verbal siswa. Dengan demikian dapat
disarankan kepada para guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran
bermain peran dengan mempertimbangkan bakat verbal siswa.
Penelitian oleh Alma Nely ( 2014) tentang pengaruh model gambar dan
gambar terhadap kemampuan menulis teks anekdot oleh siswa kelas X SMA N 1
Gebang Tahun Pelajaran 2013/2014 . Model gambar dan gambar merupakan
model pembelajaran yang memanfaatkan media gambar dalam penyampaian
materi kepada siswa, dan mengajak siswa untuk aktif terlibat langsung dalam
proses pembelajaran. Gambar-gambar yang disusun secara logis dapat membantu
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
52
siswa dalam menulis teks eksposisi. Urutan-urutan gambar tersebut membantu
siswa dalam tahapan menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan lebih baik..
Dengan demikian dapat disarankan kepada para guru untuk dapat menerapkan
model gambar dan gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa.
Berdasarkan contoh tersebut di atas, hasil penelitian menggunakan variasi
model pembelajaran terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
berbagai materi pembelajaran bahasa. Namun disisi lain, peneliti belum
menemukan hasil penelitian yang menerapkan model sinektik berbantu media
komik strip terhadap kemampuan menulis teks anekdot. Untuk itu, penelitian ini
dilaksanakan untuk menindaklanjuti dan melengkapi beberapa penelitian yang
sudah ada yaitu meneliti pengaruh model Synectics dan model Problem Based
Learning berbantu media komik strip terhadap kemampuan menulis teks anekdot.
C. Kerangka Pikir
Hasil evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia menunjukkan bahwa secara
umum kemampuan siswa dalam menulis di SMK masih kurang/ belum
memuaskan. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa
yang sulit untuk dikuasai. Selain itu kegiatan menulis juga kurang diminati oleh
siswa karena kompleksitas kesulitannya. Keterampilan menulis teks anekdot
diajarkan kepada siswa dengan tujuan agar siswa mampu menulis teks anekdot
dengan bahasa yang baik dan benar, koheren sesuai dengan karakteristik teks.
Kesulitan siswa ketika menulis teks anekdot terletak pada 1) ketidakmampuan
siswa dalam memilih kata, 2) siswa kesulitan mengembangkan dalam bentuk
kalimat, dan 3) siswa kesulitan dalam memulai menulis teks anekdot. Keadaan
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
53
tersebut menjadi semakin kompleks manakala pembelajaran yang digunakan oleh
guru dalam mengajarkan keterampilan menulis kurang tepat, kurang inovatif, dan
tidak kreatif.
Model Synectics dan model Problem Based Learning (PBL) merupakan
model pembelajaran yang diduga dapat menarik perhatian siswa untuk
meningkatkan kemampuan menulis teks anekdot.
Kerangka pikir ini dituangkan dalam gambar berikut :
Gambar 1 Skema kerangka Pikir
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan data teoretis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini
adalah penggunaan model Synectics dan model Problem based learning (PBL)
berbantu media komik strip berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks
anekdot siswa kelas X SMK Negeri I Tonjong Kabupaten Brebes. Berpijak pada
kemampuan menulis teks
anekdot
kelas kontrol
model Problem Based Learning berbantu media komik strip
kemampuan menulis teks anekdot baik
kelas eksperimen
model sinektik berbantu media komik strip
kemampuan menulis teks anekdot lebih baik
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
54
permasalahan yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
Ho : Model Problem Based Learning berbantu media komik strip tidak
berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X
SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.
Ha : Model Problem Based Learning berbantu media komik strip
berpengaruh terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X
SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.
Ho : Model Synectics berbantu media komik strip tidak berpengaruh terhadap
kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong
Kabupaten Brebes.
Ha : Model Synectics berbantu media komik strip berpengaruh terhadap
kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK Negeri 1 Tonjong
Kabupaten Brebes.
Ho : Tidak ada pengaruh pembelajaran model sinektik dan model Problem
Based Learning terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas
X SMK Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.
Ha : Ada pengaruh pembelajaran model sinektik dan model Problem Based
Learning terhadap kemampuan menulis teks anekdot Siswa kelas X SMK
Negeri 1 Tonjong Kabupaten Brebes.
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
55
Pengaruh Model Synectics..., Sri Hartati, Program Pascasarjana UMP, 2015
Top Related