Download - BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-arifuding0... · pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum

Transcript

5

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap

makanan tertentu atau mencerna toxin ( tucker, 1999 ).

Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus

halus yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat

kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala

keseimbangan elektrolit ( Cecyly, 2002 ).

Gastroenteritis adalah radang dari lambung keusus yang memberikan

gejala diare dengan disetai muntah atau tanpa muntah ataupun dengan muntah

besar ( Manjoer, 2000 ).

Gastroentritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya mual

dan muntah serta diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi yang tidak toleran

terhadap makanan tertentu atau toksin ( Tucker SM, 1998 : 958 ).

Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus

yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,

1996).

Penulis menyimpulkan dari data diatas bahwa gastroenteritis adalah

keadaan frekuensi, BAB lebih dari 4 kali dalam sehari pada bayi dan lebih dari

3 kali pada anak atau dewasa dalam satu hari dengan konsisten feses encer

dapat berwarna hijau atau dapat bercampur dengan darah dan lendir atau lendir

saja.

6

B. Anatomi Fisiologi

Keterangan Gambar

Gambar 2.1 anatomi saluran pencernaan

Ester, Monica. 1999. Anatomi Fisiologi : Sistem Pekemihan dan Sistem

Pencernaan.

Menurut Syaifuddin ( 1997 ), susunan saluran pencernaan terdiri dari :

a. Mulut

Terdiri dari 2 bagian :

1. Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir,

dan pipi.

a). Bibir

Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi

oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir.

7

Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli oris menekan

ujung mulut.

b). Pipi, dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot

yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.

c). Gigi

2. Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi

sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis disebelah

belakang bersambung dengan faring.

a). Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)

yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris

dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole

(palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan

menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan

selaput lendir.

b). Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,

kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.

Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah,

Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung lidah.

Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis. Punggung

lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecapatau ujung

saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput lendir yang

terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak

digerakkan ke atas nampak selaput lendir.

c). Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus

bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2

yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang

terdapat dibawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah

bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat disebelah depan

dibawah lidah.

Dibawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah

lidah disebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa

kelenjar ludah (saliva). Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah

kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan

8

dari telinga diantara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,

duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis

menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).

Kelenjar submaksilaris terletak dibawah rongga mulut bagian

belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga mulut

bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh saraf-

saraf tak sadar.

d). Otot Lidah. Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m

mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah

membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat

pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal

dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks

lingua.

b. Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)

yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.

Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dengan jalan makanan,

letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas

belakang, keatas bagian depan dengan rongga mulut dengan perantara

lubang yang disebut ismus fauisium.

c. Esofagus

Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan

kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung

ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk

esofagus ke dalam lambung adalah kardia

d. Gaster ( Lambung )

Merupaka bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak

terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri

berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah

diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fudus

uteri. Lambung terdiri dari 6 bagian yaitu :

9

1). Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah

kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2). Korpus vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian

bawah kurvatura minor

3). Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang

tebal membentuk sfingter pilorus.

4). Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari

oseteum kardiak samapi ke pilorus

5). Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari

sisi kiri oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju kekanan

sampai ke pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis tebantang dari

bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.

6). Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen

masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.

e. Intestinum minor ( usus halus )

Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada

pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus halus

terdiri dari :

1. lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( m.sirkuler)

2. otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ).

Intesinum minor terdiri dari :

a). Duodenum ( usus 12 jari )

Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada

lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini

terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada

papila veteri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan

saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).

b). Yeyenum dan ileum

Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah

yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5

meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen

posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas

dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar

10

dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior,

pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang

membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak

mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan

seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama

orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter ileoseikalis

dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini.

Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan

mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan

ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar

permukaan usus. Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh epiel

dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan

enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.

f. Intestinium Mayor ( Usus besar )

Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari

dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot

memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :

1). Seikum

Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti

cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.

2). Kolon asendens

Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke

atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke kiri,

lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon

transversum.

3). Appendiks ( usus buntu )

Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.

Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih

dapat di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang

pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak

horizontal di belakang seikum.

11

4). Kolon transversum

Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon

desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura

hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.

5). Kolon desendens

Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur dari

atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri,

bersambung dengan kolon sigmoid.

6). Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga

pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya

berhubung dengan rectum

g. Rektum

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum

mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os

koksigis.

h. Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubunkan rectum

dengan dunia luar ( udara luar ). Terletak diantara pelvis, dindingnya

diperkuat oleh 3 sfingter :

a. Sfingter Ani Internus

b. Sfingter Levator Ani

c. Sfingter Ani Eksternus

2. Fisiologi Pencernaan

Pada system pencernaan, makanan terdiri dari 3 fase : pergerakan makanan,

sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.

Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah :

a. Pergerakan makanan

Jenis fungsional pergerakan saluaran pencernaan, yaitu :

1). Gerak mencampur, disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil

dinding usus.

2). Gerakan mendorong – peristaltik (proporsive)

12

Peristaltik ditimbulkan oleh karena rangsangan sehingga terjadi

peregangan. Peristaltik terjadi pada tractus gastrointerstinal, saluran

empedu, ureter dan saluran kelenjar lain di seluruh tubuh dan sebagian

besar tabling otot polos lain dalam tubuh.

b. Proses pergerakan makanan :

Mulut, faring, esofagus. Jumlah makanan yang dicerna sesorang

ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis makanan yang

disukai (selera). Mekanisme pencernaan, yaitu : pengunyahan (mastikasi)

yaitu gerak menggigit, memotong dan menggiling makanan diantara gigi

atas dan bawah. Otot utama mengunyah : muscular maseter, musculus

temporalis dan musculus pterigoid.

Sebagian besar otot polos mengunyah dipersyarafi oleh cabang motoris

syaraf otot ke V dan proses mengunyah diatur oleh nukleus pada batang

otak.

Adapun reflek pengunyahan sebagai berikut : adanya bolus makanan

dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot pengunyah, yang

memungkinkan otot rahang bawah turun yang , mengakibatkan kontraksi

memantul.

Proses pengunyahan sangatlah penting karena enzim-enzim

pencernaan terutama bekerja pada permukaan partikel makanan sehingga

mempengaruhi kecepatan pencernaan. Selain itu juga mencegah dari

eksporasi saluran pencernaan dan mempermudah pengosongan makanan

dalam lambung.

c. Menelan (deglutisi)

Proses menelan di bagi dalam 2 stadium :

1. Stadium Valunter

Makanan yang siap ditelan, secara sadar makanan ditelan atau

didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah keatas dan ke

belakang terhadap palatum. Jadi lidah memaksa bolus makanan masuk

kedalam faring.

13

2. Satdium Faringeal

Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, maka merangsang

daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke batang otak untuk

melakukan serangkaian kontraksi otot faring.

Mekanismenya :

a). Palatum Molle didorong keatas menutup nares posterior untuk

mencegah refluks makanan ke rongga hidung.

b). Arkus Palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk

saling mendekati sehingga membentuk celah untuk lewat makanan.

Pita suara alring sangat berdekatan dengan epiglotis mengayun ke

belakang atas pintu superior larings untuk mencegah makanan

masuk kedalam trakea.

c). Seluruh laring ditarik ke atas dan depan dan sfingter esofagus atas

berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan

mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus atas.

Saat laring diangkat dan sfingter esofagus relaksasi, musculus

konstriktor faring superior berkontraksi maka terjadilah gelombang

peristaltik.

Pada stadium ini, pengaturan syaraf atas stadium laringeal yaitu

terletak pada daerah cincin sekit, lubang taring dengan kepekaan

terbesar pada ”tonsilitar pillar”. Impuls dihantarkan dari daerah-

daerah tersebut melalui bagian sensoris nervus trigeminus dan

nervus glosofaringeus menuju kedaerah-daerah medulla oblongata

dan bagian bawah pons yang merupakan bagian pusat menelan.

Impuls dari pusat menelan dikirim ketaring dan bagian atas

esofagus melalui saraf otak ke V, IX, X, dab XII yang kemudian

menyebabkna menelan.

3). Stadium Esofageal

Dalam keadaan normal, esofagus menunjukkan dua jenis gerakan

peristaltik yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik

primer merupakan lanjutan gelombang peristaltik yang dimulai pada

dan menyebar ke esofagus selama stadium faringeal proses menelan.

Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu

14

5-10 detik. Sedangkan peristaltik sekunder adalah gelombang

peristaltik yang berasal dari esofagus akibat adanya regangan esofagus

oleh makanan yang tertinggal.

Peristaltik esofagus dikontrol oleh reflek fagus yang dihantarkan

melalui saraf aferen vagus dari esofagus kedalam medula oblongata

dan kembali lagi ke esofagus. Setelah makanan masuk ke lambung

maka sfingter esofagus bawah akan menutup untuk mencegah refluk.

Sfingter ini bekerja dipengaruhi oleh nervus mienterikus.

d. Fisiologi Lambung

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung

kedalam kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida

(HCL), prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang

mengarah pada terbentuknya tukak lambung.

Fungsi motorik lambung ada 3 :

a). Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut

dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan.

b). Mancampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia

membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus.

c). Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus

halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi

oleh usus halus.

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan

oleh pepsin guna mencegah memecah protein. Keasaman lambung yang

tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara

mambunuh bakteri. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh : syaraf yang

15

disebabkan oleh makanan. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh mukosa

antrum yang menimbulkan efek meningkatnya pengosongan lambung.

Adapun faktor penghambat pengosongan lambung :

Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum pada aktifitas pylorus. Bila

kimus memasuki duodenum isyarat refleks sarat dihantarkan kembali ke

lambung untuk menghambat peristaltik dan meningkatkan tonus pylorus.

Faktor-faktor yang secara terus menerus menimbulkan reflek

enterogastrik:

1). Derajat peregangan duodenum

2). Derajat kesamaan kimus

3). Osmolaritas kimus

4). Adanya iritasi mukosa duodenum

5). Adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan lemak).

Peranan dari hormon atau isyarat umpan balik hormonal dari duodenum

adalah

a). Kolesistokinin, diproduksi dari mukosa jejenum dala respon

terhadap lemak dalam kimus. Berfungsi untuk menghambat

pengosongan lambung yang meningkat akibat kerja hormon gastrin

b). Sektrin, diproduksi dari mukosa duodenum yang berespon terhadap

asam lambung, yang berfungsi menurunkan motalitas pencernaan.

c). Hoftnon peptida penghambat lambung yang dikeluarkan dari

bagian atas usus halus karbohidrat berfungsi menghambat motilitas

lambung.

e. Fisiologi Usus Halus

Pergerakan usus halus ada 2, yaitu

1). Kontraksi pencampur (segmentasi)

Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan

kimus.

2). Kontraksi Pendorong

Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.

Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya

kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan

gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama

16

dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun sepanjang

dinding usus halus.

Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang

berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi

sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum.

Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini diperantarai oleh pleksus

mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi usus) dan air (yang membantu

melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula,

dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus, seperti terjadi

pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan

”peristaltic rusrf” merupakan peristaltic sangat kuat yang berjalan jauh

pada usus halus dalam beberapa menit.

f. Usus Besar

Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan

menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2

macam :

1). Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos

dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang

menonjol keluar menjadi seperti kantong.

2). Pergerakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar

yang mendorong feses ke arah anus.

Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek gastroiliaka,

reflek duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya bakteri yang terdapat di

dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat – zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat – zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar .Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air, dan terjadilah diare. Beberapa

17

sifat khas otot pada usus adalah sebagai berikut : osinsitium fungsional

yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot

polos umumnya dihantarkan dari serabut ke serabut.

Kontraksi otot intestinal, otot polos saluran pencernaan menunjukkan

kontraksi tonik dab kontraksi ritnik. Kontraksi tonik bersifat kontinue.

Sfingter pylorus, ileosekalis dan analis semuanya membantu pergerakan

makanan dalam usus. Kontraksi ritnik bertanggung jawab akan fungsi

fasik saluran pencernaan, seperti pencampuran makanan atau dorongan

peristaltik makanan.

Pleksus meinterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinal sedangkan

pleksus sub mukosa penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan

banyak fungsi sensoris, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus

dan banyak dari reseptor regangan dalam dinding usus.

g. Rektum dan Anus

Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.

Mekanisme :

1). Kontraksi kolon desenden

2). Kontraksi reflek rectum

3). Kontraksi reflek signoid

4). Relaksasi sfingter ani

Reflek defekasi dimulai bila serabut syaraf sensorik dalam rectum di

rangsang regangan isyarat dihantarkan kebagian sakral medula spinalis

lalu secara reflek kembali kekolon desenden , rectum, sigmoid dan anus

melalui serabut saraf para simpatis dalam nervi erigentes. Isyaraf para

simpatis ini melalui gelombang peristaltik yang kuat. Isyarat averen yang

masuk medula spenalis juga memulai reflek lain seperti bernafas dalam

penutupan glottis dan kontraksi otot-otot abdomen untuk mendorong masa

feses dalam kolon ke bawah sementara pada saat sama menyebabkan

rantai pelvis terdorong kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan

feses ke bawah.

18

C. Etiologi

Behrman (1999), menerangkan bahwa penyebab diare dapat dibagi dalam

beberapa faktor :

1. Faktor infeksi

a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai

berikut:

1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler,

tersinia,aeromonas, dsb.

2) Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis),

adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain.

3) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles,

protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas

homonis), jamur (candida albicans).

b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti :

otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis,

bronkopneumonia,ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada

bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

2. Faktor makanan

Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.

3. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

D. Patofisiologi

Berdasarkan Hasan (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya

diare adalah :

1. Gangguan sekresi

Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya

terjadi peningkatan isi pada rongga usus.

2. Gangguan Osmotik

Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga

19

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus

yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga

timbul diare.

1. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik

usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang

selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Proses terjadinya diare dilihat dari beberapa faktor penyebab antara lain :

( Ngastiyah 2005, Syarifuddin 1999, Barbara C Long 1999 )

1. Faktor Kelainan pada Saluran Makanan

Kelainan pada lambung, usus halus dan usus besar yang disebabkan

untuk penyakit antara lain akilia gastrika, humor, pasca

gastrektomi,vagotomi, vistula intestinal. Obstruksi intestinal parsial,

divertikulosis,kolitis ulerosa, poliposis dan endotriatis dapat

mengakibatkan perubahan pergerakan pada dinding usus. Jika

pergerakan dinding unsur menurun (normal 5–30x/menit) hal ini

menyebabkan perkembang biakan bakteri bertambah dalam rongga usus

atau jika pergerakan dinding usus meningkat, peristaltik usus juga

meningkat,sehingga terjadi percepatan kontak makanan dengan

permukaan usus,makanan lebih cepat masuk kedalam lumen usus dan

kolon, kolon bereaksi cepat untuk mengeluarkan isinya sehingga terjadi

hipersekresi yang menambah keenceran tinja.

2. Faktor kelainan diluar saluran pencernaan

Kelainan diluar saluran pencernaan yang dapat mengakibatkan diare

dibagi atas :

a) Faktor penyakit

Faktor penyakit seperti pankreatitis, uremia, dan penyakit kolagen.

Kelainan endokrin (hipertiroidisme, DM, penyakit addison).

Berdasarkan dari sifat dan karakteristik penyakit ini dalam keadaan

bereaksi, saluran pencernaan berespon terhadap relaksi penyakit

tersebut yang menyebabkan gangguan pegerakan usus bisa menurun

20

atau meningkat normal 5–30x/menit sehingga terjadi hipersekresi oleh

usus yang mengakibatkan diare.

b) Faktor psikologis / neurologis

Adanya rasa cemas dan takut akan mempengaruhi hipotalamus yang

dapat mengakibatkan penyerapan makanan, air dan elektrolit terganggu.

Hal ini dapat mengakibatkan hiperperistaltaik pada kolon sehingga

terjadi penambahan jumlah cairan dalam kolon dan mengakibatkan

diare.

3.Faktor Infeksi

Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam lambung akan

dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut bisa

mati atau tetap hidup, jika masih hidup mikroorganisme tersebut akan

masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak. Didalam usus halus

akan mengeluarkan toksin yang sifatnya merusak vili-vili usus dan dapat

meningkatkan peristaltis usus sehingga penyerapan makanan, air, dan

elektrolit terganggu, terjadilah hipersekresi yang mengakibatkan diare.

4. Faktor Makanan

Makanan yang terkontaminasi, mengandung kimia beracun, basi, masuk

melalui mulut ke dalam lambung. Didalam lambung makanan akan

dinetralisir oleh asam lambung. Apabila lolos, makanan yang

mengandung zat kimia beracun akan sulit diserap oleh usus halus dan

bersifat merusak, reaksi usus akan mengeluarkan cairan sehingga terjadi

peningkatan jumlah cairan dalam usus yang mengakibatkan diare.

E. Manifestasi Klinis

1. Gelisah diakibatkan suhu tubuh meningkat.

2. Suhu tubuh meningkat diakibatkan input cairan sedikit sedangkan output

cairan banyak melalui diare dan muntah.

3. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur

empedu.

4. Anus dan daerah sekitar timbul lecet karena sering defekasi

21

5. Tinja makin lama makin asam sehingga akibatnya makin banyak asam

laktat yang berasal dari latosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama

diare.

6. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dapat disebabkan

karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit.

7. Kontraksi spasmodik yang sakit dari anus dan mengejan tak efektif

(tanesmus) mungkin terjadi setiap defekasi.

8. Sifat dan awitanya dapat ekplosif dan bertahap gejala yang berkaitan

adalah dehidrasi dan kelemahan.

9. Feses yan banyak mengandung air menandakan penyakit usus halus.

10. Feses yang lunak semi padat berkaitan dengan kolon yang.

11. Feses berwarna keabu abuan menandakan malabsorbsi usus.

12. Mukus dan pus dalam feses menunjukan enteritis inflamasi atau kolitis.

13. Diare nokturnal mungkin merupakan manifestasi neuropati diabetik.

(Baughman,2000:121 ; Nelson, 2000)

A. Derajat Dehidrasi

Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi

berdasarkan.

1. Kehilangan berat badan

a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%

b. Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%

c. Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

2. Skor Mavrice King

Bagian tubuh

yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,

apatis, ngantuk

Mengigau, koma,

atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

22

Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering & sianosis

Denyut nadi / mata Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemas > 40

Keterangan :

- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan

- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang

- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat

3. Skor Mavrice King

Gejala Klinis Gejala Klinis

Ringan Sedang Berat

Keadaan umum

Kesadaran

Rasa haus

Baik (CM)

+

Gelisah

++

Apatis-koma

+++

Sirkulasi

Nadi

N (120)

Cepat

Cepat sekali

Respirasi

Pernafasan

Biasa

Agak cepat

Kusz maull

Kulit

Uub

Agak cekung

Agak cekung

Biasa

Normal

Normal

Cekung

Cekung

Agak kurang

Oliguri

Agak kering

Cekung sekali

Cekung sekali

Kurang sekali

Anuri

Kering / asidosis

Kebutuhan Cairan Anak

Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat padat

seperti protein dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus

seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan

parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat

digambarkan sebagai berikut :

23

Umur Berat Badan Total / 24 jam Kebutuhan cairan

/ Kg BB / 24 jam

3 hari 3.0 250-300 80-100

10 hari 3.2 400-500 125-150

3 bulan 5.4 750-850 140-160

6 bulan 7.3 950-1100 130-155

9 bulan 8.6 1100-1250 165

1 tahun 9.5 1150-1300 120-135

2 tahun 11.8 1350-1500 115-125

4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100

6 tahun 20.0 1800-2000 90-100

10 tahun 28.7 2000-2500 70-85

14 tahun 45.0 2000-2700 50-60

18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

Waley and Wong (1997).

Menurut Ngastiyah (1997); Haroen N.S, Suraatmadja dan P.O Asnil (1998);

Suharyono, Aswitha, Halimun (1998); dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI

(1998), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi

pada anak dibawah 2 tahun adalah sebagai berikut :

Derajat

Dehidrasi

PWL NWL CWL Jumlah

Ringan 50 100 25 175

Sedang 75 100 25 200

Berat 100 100 25 250

Keterangan :

PWL : Previous Water Loss (ml/kg BB)

NWL : Normal Water Losses (ml/kg BB)

CWL : Concomintat Water Losses (ml/kg BB)

24

F. Penatalaksanaan

Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien diare meliputi :

pemberian cairan, pengobatan dietetik (cara pemberian makanan) dan

pemberianobat-obatan.

1. Pemberian cairan

Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya

dan keadaan umum.

a. cairan per oral

Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral

berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa

untuk diare akut dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium

90 mlg/L. Pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar

natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.

b. Cairan parenteral

Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan

kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantung tersedianya

cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan

tergantung berat / ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan

kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

1) Belum ada dehidrasi

Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.

2) Dehidrasi ringan

1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya : 125 ml / kg

BB / hari

3) Dehidrasi sedang

1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde) selanjutnya 125

ml / kg BB /hari

4) Dehidrasi berat

Tergantung pada umur dan BB pasien.

2. Pengobatan dietetik

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang

dari 7 kg jenis makanan :

a. Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam

25

lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).

b. Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak

tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.

c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu

dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak sedang / tidak jenuh.

3. Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja

dengan /tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan

glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).

a. Obat anti sekresi

Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.Klorrpomozin,

dosis 0,5 – 1mg / kg BB / hari

b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak

beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut

lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada

manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi

c. Antibiotik

Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas

bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB /

hari.Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA,

faringitis,bronkitis / bronkopneumonia.

G. Komplikasi

Berdasarkan Supartini (2004), akibat dari diare atau kehilangan cairan dan

elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi diantaranya

adalah :

1. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari

pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis). Hal ini terjadi

karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak

sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya

penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk

26

metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan

oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari

cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering

pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena

adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya

gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar

glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat

Hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena

takut diare atau muntah yang bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan,

sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan

terlalu lama.

Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan

baik karena adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya

perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,

dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak

segera diatasi klien akan meninggal.

H . Pengkajian fokus

Menurut Cyndi Smith, 1999 adalah

1. Data Fokus

a. Subjektif

1). Kelemahan.

2). Diare lunak s/d cair.

3). Anoreksia mual dan muntah.

4). Tidak toleran terhadap diit.

5). Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen

tengah bawah).

6). Haus, kencing menurun.

27

7). Nadi meningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat dan

dalam (kompensasi ascidosis).

b. Objektif

1). Lemah, gelisah

2). Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus

3). Penurunan turgor, pucat, mata cekung

4). Nyeri tekan abdomen

5). Urine kurang dari normal

6). Hipertermi

7). Hipoksia / Cyanosis

8). Mukosa kering

9). Peristaltik usus lebih dari normal

1. Identitas klien

2. Riwayat keperawatan

Awal serangan : gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian

timbul diare.

Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air dan

elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus

dan turgor kulit berkurang,mulut dan bibir kering,

frekuensi BAB lebih dari 4x dengan konsisten encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi.

4. Riwayat Psikososial keluarga.

Cemas, takut dan Muncul Trauma pada keluarga klien.

5. Kebutuhan dasar.

a. Pola Eliminasi.

Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari.

b. Pola Nutrisi.

Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan

BAB.

c. Pola Istirahat dan Tidur

28

Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan

menimbulkan rasa tidak nyaman.

d. Pola Aktifitas.

Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri

akibat disentri abdomen.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah

Ht meningkat, leukosit menurun

b. Feses

Bakteri atau parasit

c. Elektrolit

Natrium dan Kalium menurun

d. Urinalisa

Urin pekat, BJ meningkat

e. Analisa Gas Darah

Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan).

8. Tumbuh Kembang

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam

besar,jumlah,ukuran atau dimensi tingkat sel,organ maupun individu, yang

bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang

(cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium

dan nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola

yang teraturdan dapat di ramalkan,sebagai hasil pematangan.

1. Tumbuh kembang menurut Freud

a. Fase oral (0-11 bulan)

Selama masa bayi sumber kesenangan anak berpusat pada

aktifitas oral : menghisap,mengigit,mengunyah dan mengucap

serta ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta

29

dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang

didapatkan pada tahap ini adalah menyapih dan makan.

b. Fase anal (1-3 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap

dirinya sendiri,sangat egoistic,mulai mempelajari struktur

tubuhnya.

Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan

kebersihan. Anak senang menahan feses,bahkan bermain-main

dengan fesesnya sesuai keinginannya, untuk itu toilet training

adalah waktu yang tepat dilakukan pada tahap ini.

Masalah yang di peroleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif

(gangguan pikiran) dan bersifat impulsive yaitu dorongan

membuka diri,tidak rapi,kurang pengendalian diri.

c. Fase phalik atau oedipal (3-6 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang

sensitif. Anak mulai suka pada lain jenis,anak mulai

mempelajari jenis kelamin,anak juga mulai memahamiidentitas

gender(anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).

d. Fase laten (6-12 tahun)

Kepuasan anak mulai terintegrasi,anak akan menggunakan

energy fisik dan psikologi untuk mengeksplorasi pengetahuan

dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya,

pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai teman

dengan jenis kelamin yang sama,demikian sebaliknya, dan

pertanyaan anak semakin banyak pada system reproduksi (orang

tua harus bijaksana dan merespon), oleh karena itu apabila ada

anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaliknya orang tua

waspada (peran ibu dan bapak sangat penting dalam melakukan

pendekatan dengan anak).

e. Fase genetalia

Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada

perasaan cinta terhadap lawan jenis.

30

Pergeseran cairan &

elektrolit ke rongga usus

I. Pathways

Infeksi(virus,bakteri)

hipertermi

Reaksi inflamasi

Kerusakan

mukosa usus

inflamasi

Bakteri tumbuh

berlebih di usus

Lolos dari asam

lambung

Bakteri tumbuh berlebihan

diusus

Nafsu makan

Defekasi

diare Distensi

abdomen

Isi rongga usus

Tekanan osmotic

Mal absorbsi

makanan di usus

Gg. Integritas kulit

Kemerahan & Iritasi kulit

sekitar anus

Deficit vol.

cairan &

elektrolit

Tubuh kehilangan

cairan & elektrolit

Output berlebih

Resiko

Perubahan

nutrisi <

kebutuhan

Sekresi air & elektrolit

hipomotilitas

hipermotilitas

Motilitas usus

Makanan beracun Factor psikologis

Rangsang saraf

parasimpatis

Nyeri

perut Sekresi cairan

dari intra sel

diusus

meningkat

Perubahan

eliminasi BAB

berlebih

Motilitas usus meningkat

� Price, Silvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses

Penyakit Edisi Keempat Buku Kedua. Jakarta: EGC.

31

Diagnosa Keperawatan

1. Diare berhubungan dengan faktor-faktor infeksi, makanan, psikologis

a. Data subyektif :

1). Gelisah

b. Data obyektif

1). Bab cair

2). lebih dr 4kali

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (kerusakan mukosa

usus)

a. Data subyektif :

1) Merasakan panas

b. Data obyektif :

1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

2) Kejang

3) Takikardi

4) Frekwensi napas meningkat

5) Diraba hangat

3. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan

yang berlebih

a. Data subyektif :

1) Kelemahan

2) Haus

3) Mual muntah

b. Data obyektif :

1) Kulit kering

2) Nadi meningkat, tekanan darah menurun, volume / tekanan

nadi menurun

3) Penurunan urin output

4) Peningkatan suhu tubuh

4. Resiko Tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

a. Data subyektif :

1) Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan yang

dianjurkan

32

2) Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan

3) Melaporkan kurang makan

4) Melaporkan perubahan sensori rasa

5) Tidak mampu mengunyah makanan

6) Enggan makan

b. Data obyektif :

1) BB dibawah ideal lebih dari 20%

2) Konjunctiva dan membran mukosa pucat

3) Lemah otot untuk menelan / mengunyah

4) Luka , inflamasi pada rongga mulut

5) Penurunan BB dengan intake tidak adekuat

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen

sekunder akibat gastroentritis

a. Data subyektif :

1) Melaporkan nyeri secara verbal

2) Memegang daerah yang nyeri

3) Posisi untuk mengurangi nyeri

b. Data obyektif :

1) Tingkah laku berhati-hati

2) Gangguan tidur ( mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan

kacau )

3) Fokus pada diri sendiri

4) Perubahan dalam nafsu makan

6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban kulit

akibat BAB sering ditandai dengan iritasi pada sekitar anus

a. Data subyektif :

b. Data obyektif :

1) Kemerahan disekitar anus

2) Kerusakan lapisan kulit epidermis

3) Kerusakan lapisan (Dongoes, 2000; Nanda, 2005)

33

J. Fokus Intervensi Dan Rasional

1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : mempertahankan suhu normal

KH : Suhu dalam batas normal : 36,2-37OC.

Intervensi

a. Monitor suhu dan tanda vital

Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien

b. Monitor intake dan output cairan

Rasional : untuk mengetahui balance cairan

c. Beri kompres

Rasional : supaya terjadi pertukaran suhu, sehingga suhu dapat turun

d. Anjurkan untuk minum banyak

Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang

e. kolaborasi pemberian obat penurun panas sesuai indikasi

Rasional : untuk menurunkan panas

2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang

berlebih.

Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

KH : turgor baik

Mukosa lembab

Tidak pucat

Intervensi.

a. Kaji benda-benda dehidrasi

Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan mencagah syok

hipovolemik.

b. Monitor intake cairan dan output

Rasional : untuk mengetahui balance cairan

c. Anjurkan klien untuk minum setelah BAB minum banyak

Rasional : untuk mengembalikan cairan yang hilang

d. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit

Rasional : untuk mempertahankan cairan.

3. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

34

Tujuan : nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : BB sesuai usia

Nafsu makan meningkat

Tidak mual / muntah

Intervensi

a. Timbang BB tiap hari

Rasional : untuk mengetahui terjadinya penurunan BB dan

mengetahui tingkat perubahan.

b. Beri diit makanan yang tidak merangsang (lunak / bubur)

Rasional : untuk membantu perbaikan absorbsi usus.

c. Anjurkan klien untuk makan dalam keadaan hangat.

Rasional : keadaan hangat dapat meningkatkan nafsu makan.

d. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.

Rasional : untuk memenuhi asupan makanan.

e. Berikan diit tinggi kalori, protein dan mineral serta rendah zat sisa.

Rasional : untuk memenuh gizi yang cukup.

f. kolaborasi pemberian obat anti emetik.

Rasional : untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa mual dan

muntah.