11
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam kajian teori, akan diuraikan teori-teori dari berbagai ahli yang
mendukung pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal
yang relevan. Adapun teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi
pembelajaran matematika, model pembelajaran AIR, pendekatan kontekstual,
model pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual, dan penerapan model
pembelajaran AIR dan pendekatan kontekstual. Penjelasan mengenai teori-teori
tersebut adalah sebagai berikut.
2.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku suatu individu sebelum
diberikan situasi pembelajaran hingga setelah diberikan kondisi pembelajaran, lebih
lanjut dijelaskan yang dimaksud dengan perubahan individu adalah tingkah laku
siswa sebelum adanya kegiatan pembelajaran hingga berakhirnya kegiatan
pembelajaran (Sihes, 2010). Selain hal itu (Slameto, 2013) menjelaskan bahwa
pembelajaran merupakan proses usaha yang dialami oleh individu sendiri dengan
lingkungannya untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku siswa sebelum dimulainya pembelajaran
sampai setelah pembelajaran berlangsung.
Matematika merupakan cara untuk menemukan jawaban dari berbagai
masalah kehidupan; suatu cara untuk menggunakan informasi; suatu cara untuk
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menghitung; dan
memikirkan suatu hal yang dapat dilihat kemudian dihubungkan (Hasratuddin,
12
2012). Matematika merupakan prosedur operasional yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah mengenai bilangan, yang biasanya dalam pembelajaran
disesuaikan dengan kemampuan intelektual siswa (Kristanti, n.d.). Matematika
adalah bahasa simbol yang berlaku secara mendunia serta memiliki makna dan
pengertian yang padat, lebih lanjut dijelaskan matematika dalam pandangan seni
memilki keteraturan, kekonsistensian sehingga menciptakan hasil yang yang indah,
sedangkan matematika dalam pandangan ratunya ilmu dianggap sebagai ilmu
tentang keteraturan, struktur yang terorganisasi dengan baik dan ilmu deduktif
(Fitria, 2013). Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan prosedur operasional dalam menyelesaikan masalah
mengenai bilangan.
Berdasarkan definisi pembelajaran dan matematika yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan
suatu upaya guru dalam pembentukan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh
siswa secara abstrak dalam mencari informasi yang diperoleh terkait dengan
pembelajaran matematika. Dalam upaya pembentukan proses berpikir siswa, guru
harus mampu memilih model, metode, maupun pendekatan yang sesuai dengan
kondisi di dalam kelas, salah satu model, metode, maupun pendekatan yang dapat
di terapkan dalam proses pembelajaran yaitu model AIR dan Pendekatan
Kontekstual.
2.2 Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
2.2.1 Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses
pembelajaran setiap materi satu pokok selesai dengan diberikan soal tes, bertujuan
13
untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa pada suatu materi (Palguna et
al., 2016). Menurut Sudjana hasil belajar dapat dikatakan sebagai kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar (Munawaroh &
Alamuddin, 2014). Bloom menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup tiga hal,
yaitu kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik
(keterampilan) (Suprijono, 2010). Pada kurikulum 2013, hasil belajar merupakan
suatu hasil pengalaman belajar siswa untuk mengembangkan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (Kemendikbud, 2014).
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar
merupakan prestasi atau hasil yang dicapai siswa setelah melakukan proses belajar
mengajar, berupa kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
(Slameto, 2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor intern adalah faktor yang berasal dari
siswa pada saat belajar terbagi lagi menjadi 3 aspek yaitu faktor jasmani, faktor
psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmani meliputi kesehatan dan cacat tubuh.
Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kesiapan.
Faktor kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan rohani.
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa pada saat belajar
terbagi menjadi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor
keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang
kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
14
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
rumah. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Dari kedua faktor tersebut yaitu faktor intern dan ektern yang memiliki
pengaruh khusus terhadap hasil belajar siswa adalah faktor sekolah terutama guru.
Dimana guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan
menyenangkan sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat berperan aktif dan
dapat meningkatkan berpikir kritis dan kreatif. Selanjutnya, guru harus dapat
menciptakan interaksi yang baik dengan siswa dan antar siswa, interaksi yang
berjalan dengan baik dapat membuat siswa menyukai pembelajaranannya begitu
juga mata pelajarannya, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.
Selain menurut Slameto, (Mappeasse, 2009) berpendapat bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu usaha yang dikeluarkan oleh siswa,
kepandaian dan pengetahuan awal siswa, dan kesempatan yang diberikan guru
kepada peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menentukan
keberhasilan suatu siswa usaha yang dikeluarkan oleh siswa penting adanya. Hal
ini berupa motivasi siswa untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Tidak hanya itu, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah
kepandaian dan pengetahuan awal siswa yaitu pada saat kegiatan awal
pembelajaran guru menentukan tujuan belajar sesuai dengan kemampuan
pemahaman siswa dengan cara melakukan apersepsi. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil belajar adalah adanya kesempatan yang diberikan kepada
peserta didik, artinya guru memberikan rancangan dan pengelolaan pembelajaran
15
yang memungkinkan kepada anak untuk bebas dalam mengeksplorasi lingkungan
sekitarnya.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membawa suasana belajar
yang menyenangkan, yang dapat menumbuhkan kritis dan kreatif siswa, sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, di perlukan model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa yang dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Salah satu model pembelajaran yang dapat
menumbukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yaitu model pembelajaran AIR
dan pendekatan kontekstual.
2.3 Model Pembelajaran AIR
2.3.1 Definisi Model Pembelajaran AIR
Model pembelajaran AIR merupakan model pembelajaran yang
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan menekankan pembelajaran pada
alat indera yang dimiliki siswa (Fauji & Winarti, 2015). Suyatno menjelaskan
bahwa model pembelajaran AIR merupakan suatu inovasi terbaru dari
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu Auditory
(mendengar), Intellectually (berpikir) dan Repetition (pengulangan) (Khadijah &
Sukmawati, 2013). Sedangkan menurut Erman Suherman auditory bermakna
bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi mengemukakan pendapat, dan menanggapi (Shoimin, 2014). Maulana
menjelaskan bahwa intellectually merupakan kemampuan berpikir yang perlu
dilatih dengan bernalar, mencipta, memecahkan dan menerapkan, sedangkan
repetition artinya pengulangan dengan cara diberikan soal, pemberian tugas atau
kuis (Handayani, Pujiastuti, & Suhito, 2014). Berdasarkan pendapat para ahli diatas
16
dapat disimpulkan bahwa, AIR merupakan model pembelajaran yang menggunakan
alat indera yang dilakukan dengan mendengarkan, menyimak, berbicara, berpikir
dan pengulangan dengan memberikan soal latihan atau kuis.
Dalam model pembelajaran AIR, Meier menjelaskan guru harus terlibat
dalam aktivitas-aktivitas seperti memecahkan masalah, menganalisis pengalaman,
mengerjakan perencanaan strategis, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan
menyaring informasi, merumuskan pertanyaan, mensiptakan model mental,
menerapkan gagasan baru pada pekerjaan, mencipatakan makna pribadi dan
meramalkan implikasi suatu gagasan (Huda, 2013). Dengan menerapkan model
pembelajaran AIR, maka akan membuat siswa dapat mengembangkan
pemikirannya untuk menyelesaikan masalah secara kritis (Fauji & Winarti, 2015).
2.3.2 Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran AIR
AIR merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir
kritis (Fauji & Winarti, 2015). Karakteristik dari model pembelajaran AIR yaitu
dimulai dengan siswa memperhatikan penjelasan guru, kemudian berdiskusi
dengan teman satu kelompok dan mempresentasikan hasil kelompok di depan kelas,
dan diberikan soal-soal latihan sebagai penguatan pemahaman (Purnamasari,
2014). Suasana pembelajaran seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam
kelompok heterogen dengan jumlah 4-5 orang siswa (Shoimin, 2014). Dalam hal
ini, model pembelajaran AIR akan membiasakan siswa menyelesaikan
permasalahan dengan menggunakan kemampuan penalarannya. Selain hal itu
dengan model pembelajaran AIR dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa (Fauji & Winarti, 2015).
2.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran AIR
17
Langkah-langkah model pembelajaran AIR berdasarkan (Shoimin, 2014)
sebagai berikut:
Pembagian Kelompok
Pada tahap ini, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil secara
heterogen dengan jumlah anggota kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setelah itu guru
menjelaskan materi yang akan dipelajari siswa secara garis besar.
Diskusi Kelompok
Setelah siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok
mendapatkan permasalahan yang harus didiskusikan dengan teman satu kelompok.
Presentasi Kelompok
Pada tahap ini, setelah siswa berdiskusi tentang permasalahan yang diberikan
oleh guru, setiap perwakilan kelompok maju di depan kelas untuk
mempresentasikan hasil dari diskusinya. Sedangkan kelompok lain boleh
memberikan pernyataan atau pertanyaan kepada kelompok yang memberikan
presentasi.
Pengulangan
Pada tahap ini, guru memberikan pengulangan kepada siswa sebagai penguatan
terhadap materi yang telah didapatkkan dengan cara memberikan tugas, kuis atau
pekerjaan rumah (PR).
Selain itu menurut (Linuwih & Sukwati, 2014) langkah-langkah model
pembelajaran AIR adalah sebagai berikut:
Pembentukan Kelompok
Pada langkah pembelajaran ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara
heterogen beranggotakan 4-5 siswa setiap kelompok.
18
Penjelasan Guru
Langkah selanjutnya guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai
materi yang akan dipelajari. Pada langkah ini guru hanya menjelaskan secara garis
besar materi yang akan dipelajari selanjutnya siswa sendiri yang akan
mempelajarinya.
Diskusi Kelompok
Pada langkah pembelajaran ini siswa melakukan kegiatan diskusi bersama
dengan teman kelompok membahas mengenai materi yang dipelajari dan
menuliskannya pada lembar kerja kelompok. Selain itu siswa juga berdiskusi
tentang langkah dalam menyelesaikan masalah berupa soal-soal. (Auditory dan
Intellectually)
Presentasi Kelompok
Setelah diskusi kelompok berlangsung salah satu siswa sebagai perwakilan
kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil yang didapatkan
selama kegiatan diskusi berlangsung, sedangkan kelompok lain memberikan
tanggapan, masukan dan menyutujui kesepakatan. (Intellectually)
Pengulangan Materi
Tahap terakhir dalam pembelajaran model AIR adalah pengulangan
(repetition). Pada tahap ini siswa diberikan penguatan materi dengan diberikan kuis
secara individu dan pekerjaan rumah.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran AIR yang telah
dijelaskan oleh para ahli diatas, maka peneliti mengambil langkah-langkah model
pembelajaran AIR sebagai berikut:
Pembagian Kelompok
19
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen
beranggotakan 4-5 siswa.
Penjelasan Guru
Guru memberikan penjelasan secara garis besar tentang materi yang akan
dipelajari.
Diskusi Kelompok
Siswa mendiskusikan materi yang dipelajari dan menuliskannya pada lembar
kerja kelompok dan berdiskusi mengenai penyelesaian masalah yang diberikan.
Presentasi Kelompok
Salah satu siswa sebagi perwakilan kelompok maju kedepan untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas, dan untuk kelompok lain
boleh memberikan tanggapan, masukan, dan berupa pernyataan persetujuan atas
apa yang disampaikan oleh siswa yang presentasi.
Pengulangan Materi
Untuk menguatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, siswa
diberikan pengulangan materi dengan cara memberikan kuis individu atau
pekerjaan rumah.
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran AIR
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, hal
ini serupa dengan model pembelajaran AIR pastinya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan AIR diantaranya Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, siswa memiliki kesempatan lebih banyak memanfaatkan
pengetahuan dan keterampilannya secara komprehensif, siswa dengan kemampuan
rendah mampu merespons permasalahan dengan cara mereka sendiri, dan siswa
20
memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab
permasalahan (Shoimin, 2014). Selain itu kelebihan dari model pembelajaran AIR
adalah siswa menjadi terlatih pendengarannya dan berani mengungkapkan
pendapat, siswa menjadi terlatih dalam hal memecahkan masalah secara kreatif,
siswa menjadi terlatih daya ingatnya tentang materi yang baru saja dipelajari, dan
siswa menjadi lebih aktif dan kreatif (Purnamasari, 2014).
Sedangkan kelemahan model pembelajaran AIR adalah untuk
mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami oleh siswa sangat sulit
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalahan yang diberikan (Shoimin, 2014). Dikarenakan siswa kesulitan dalam
mengemukakan masalah yang mudah dipahami maka diperlukan suatu pendekatan
yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang ada, sehingga siswa
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Salah satu
pendekatan yang sesuai untuk mendukung model pembelajaran AIR adalah
pendekatan kontekstual. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan pendekatan
kontekstual membantu siswa dalam memahami permasalahan yang ada
dikarenakan dikaitkan langsung terhadap kehidupan sehari-hari siswa.
2.4 Pendekatan Kontekstual
2.4.1 Definisi Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan suatu ide pembelajaran yang membantu
guru menggabungkan materi yang diajarkan dengan keadaan nyata siswa dan
mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuannya pada lingkungan keluarga
dan masyarakat (Sihono, 2004). Pendekatan kontekstual juga berasal dari
pendekatan konstruktivistik yang mengatakan bahwa siswa melakukan kegiatan
21
belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi dan
penjelasan di lingkungannya, lebih lanjut dijelaskan siswa secara aktif menemukan
konsep-konsep materi berdasarkan pada pencarian sendiri yang berada disekitar
siswa, baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga, selain hal tersebut
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa bukan berasal dari guru melainkan berasal
dari siswa (Hasnawati, 2006). Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan
bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
menyajikan suatu permasalahan dengan secara nyata dan berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Masalah kontektual dapat memotivasi siswa untuk
memahami makna materi yang dipelajari dengan mengaitkan materi yang dipelajari
dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau
keterampilan dalam menerapkan prmasalahan yang lainnya (Shoimin, 2014).
Dalam hal ini, menurut Dewi dalam (Purnawirawanti, 2013) melalui
pendekatan kontekstual siswa menjadi lebih senang dalam pembelajaran
matematika, lebih cepat merespon dalam mengerjakan LKS, lebih berani
mengungkapkan pendapatnya, menghargai teman, lebih peduli terhadap teman
yang mengalami kesulitan, siswa lebih mudah menerapkan rumus yang diteukan
dalam kehidupan nyata serta kreativitas siswa lebih berkembang. Sehingga, seperti
yang dikatakan oleh Muslich bahwa pendekatan kontekstual dapat mendorong
siswa untuk berpikir kritis (Syahbana, 2011).
2.4.2 Karakteristik dan Tujuan Pendekatan Kontekstual
Contextual teaching and learning merupakan suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan masalah yang nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
22
kehidupan (Shoimin, 2014). Muslich menjelaskan karakteristik pendekatan
kontekstual adalah dilaksanakan secara nyata dan alami, siswa mengerjakan tugas-
tugas secara bermakna, memberikan pengalaman yang bermakna, dilakukan
dengan cara diskusi; kerja kelompok, saling mengoreksi dengan teman,
memberikan kesempatan memahami teman secara mendalam, dilaksanakan secara
aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama dan dilaksanakan dalam
keadaan menyenangkan (Kadir, 2013). Shoimin juga menjelaskan bahwa suatu
kelas dikatakan menerapkan pendekatan kontekstual jika menerapkan tujuh
komponen pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Shoimin,
2014).
Prasetya & Joko, 2016) mengatakan bahwa AIR merupakan belajar dengan
berbicara dan mendengarkan, belajar untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah
dan pengulangan sebagai pendalaman siswa. Dengan adanya model AIR, siswa
akan menyimak dan mendengarkan apa yang dipelajari dari hal tersebut
menimbulkan beberapa masalah yang perlu diselesaikan kemudian siswa akan
mengkonstruksikan hasil pemikirannya yang kemudian dapat menimbulkan
beberapa pertanyaan. Selain itu dengan adanya model AIR akan terciptanya
masyarakat belajar atau yang dikenal dengan belajar kelompok.
Pendekatan kontekstual bertujuan untuk malatih kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa dengan melatih untuk berpikir kritis dan kreatif dalam
mengumpulkan data, memahami suatu permasalahan dan memecahkan masalah
(Suprijono, 2010). Johnson menjelaskan bahwa dengan menerapkan pendekatan
23
kontekstual membantu siswa melihat makna dalam materi yang sedang dipelajari
dengan cara menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari (Kadir, 2013).
Selain hal tersebut dengan menerapkan pendekatan kontekstual siswa menjadi lebih
aktif dan kreatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (Purnawirawanti,
2013).
2.4.3 Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual
Langkah-langkah pendekatan kontekstual menurut (Shoimin, 2014) sebagai
berikut:
Pemberian masalah kontekstual
Pada awal pembelajaran inti, guru memberikan masalah kepada siswa berupa
masalah kontektual.
Diskusi kelompok
Siswa secara berkelompok menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh
guru. Guru berkeliling untuk membimbing dan memandu kelompok apabila
ada permasalahan yang belum dimengerti.
Presentasi kelompok
Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusinya disertai
alasan dari jawaban permasalahan yang diberikan oleh guru.
Penyelesaian lembar kerja siswa
Siswa secara kelompok menyelesaikan lembar kerja siswa yang diberikan guru
berupa soal-soal. Guru berkeliling untung mengamati, memotivasi, dan
memfasilitasi kerja sama.
Presentasi kelompok
24
Salah satu anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan
kelompok lain memberikan tanggapan atau pertanyaan.
Pembahasan soal pada lembar kerja siswa
Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab
membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.
Refleksi
Guru mengadakan refleksi dengan memberikan pertanyaan tentang hal-hal apa
saja yang dirasakan selama pembelajaran, materi yang belum dipahami, kesan
dan pesan selama mengikui pembelajaran.
Sedangkan menurut (Sihono, 2004) langkah-langkah penerapan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
Apersepsi
Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan untuk mengembangkan
dan mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang akan dipelajari.
Setelah itu dengan siswa belajar mandiri, maka siswa mampu menemukan dan
mengkontruksikan pengetahuannya sendiri.
Tanya jawab
Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa sebagai
upaya untuk mengembangkan sifat kritis siswa dalam pemberian beberapa
masalah.
Pembagian kelompok
Pada tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara
heterogen dengan anggota terdiri 4-5 siswa.
Menghadirkan Model
25
Pada tahap ini, guru jika memungkinkan menghadirkan model secara langsung
kepada siswa sebagai gambaran secara nyata kepada siswa.
Refleksi
Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan berupa refleksi kepada
siswa sebagai penguatan materi
Penilaian
Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria
yang sudah ada.
Berdasarkan penjelasan para ahli, maka langkah-langkah pendekatan
kontekstual sebagai berikut:
1. Pemberian masalah kontekstual
Pada langkah pendekatan ini, guru dalam mengajarkan materi memberikan
masalah secara nyata yang terjadi dengan kehidupan disekeliling siswa.
2. Pembagian kelompok
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil secara heterogen yang
beranggotakan 4-5 siswa setiap kelompok.
3. Diskusi kelompok
Siswa melakukan diskusi berkaitan dengan materi yang diajarkan.
4. Menghadirkan model
Dalam pendekatan kontekstual, menghadirkan model dalam pembelajaran
perlu dilaksanakan agar siswa lebih memahami tentang materi yang diajarkan.
Namun dalam menghadirkan model, guru tidak hanya menghadirkan seseorang
yang bisa dijadikan role model, tetapi juga dapat dengan memberikan latihan
soal yang berkaitan dengan materi ajar.
26
5. Presentasi Kelompok
Setelah melakukan diskusi kelompok, salah satu anggota kelompok maju
kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusi. Sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan dan masukan.
6. Pembahasan Lembar Kerja Kelompok
Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab
membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.
7. Refleksi
Pada tahap ini, guru memberikan beberapa pertanyaan berupa refleksi kepada
siswa sebagai penguatan materi
8. Penilaian
Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria
yang sudah ada.
2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,
begitu juga dengan pendekatan kontekstual. Kelebihan pendekatan kontekstual
adalah pembelajaran menekankan aktivitas berpikir siswa secara penuh, baik fisik
ataupun mental, menjadikan siswa belajar bukan menghafal melainkan proses
pengalaman dalam kehidupan nyata, dalam pembelajaran kelas digunakan sebagai
tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan, dan yang terakhir
dijelaskan bahwa materi yang dipelajari ditentukan oleh siswa bukan hasil dari
orang lain. Sedangkan kelemahan dari pendekatan kontekstual yaitu pembelajaran
yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran, selain itu juga
membutuhkan waktu yang lama (Shoimin, 2014).
27
2.5 Model Pembelajaran AIR dengan Pendekatan Kontekstual
Langkah-langkah model pembelajaran AIR dengan pendekatan kontekstual
pada pembelajaran matematika adalah:
Tabel 2.1: Langkah-langkah model pembelajaran AIR dengan Pendekatan
Kontekstual
Model AIR Pendekatan Kontekstual
1. Pembagian kelompok
2. Penjelasan Guru
3. Diskusi Kelompok
4. Presentasi Kelompok
5. Pengulangan Materi
1. Pemberian Masalah Kontekstual
2. Pembagian Kelompok
3. Diskusi Kelompok
4. Menghadirkan Model
5. Presentasi Kelompok
6. Pembahasan LKK
7. Refleksi
8. Penilaian
Berdasarkan tabel 2.1 model pembelajaran AIR dengan pendekatan
kontekstual pada pembelajaran matematika dapat diuraikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2: Gabungan Model Pembelaaran AIR dengan Pendekatan
Kontekstual
No Aktivitas pembelajaran Pembelajaran
AIR Kontekstual
1. Pembagian kelompok √ √
2. Penjelasan Guru √ -
3. Diskusi Kelompok √ √
4. Presentasi Kelompok √ -
5. Pengulangan Materi √ -
6. Pemberian Masalah Kontekstual - √
8. Menghadirkan Model - √
9. Pembahasan LKK - √
10. Refleksi - √
11. Penilaian - √
Berdasarkan tabel 2.2, dapat diuraikan langkah-langkah gabungan dari
model pembelajaran AIR dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut:
1. Penjelasan Guru
Sebelum kegiatan diskusi berlangsung, guru memberikan materi secara garis
besar kepada siswa.
28
2. Pemberian masalah kontekstual
Pada langkah pendekatan ini, guru dalam mengajarkan materi memberikan
masalah secara nyata yang terjadi dengan kehidupan disekeliling siswa.
3. Pembentukan kelompok
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing terdiri
dari 4-5 anggota.
4. Diskusi kelompok
Setelah diberikan masalah kontekstual, setiap anggota kelompok
melaksanakan kegiatan diskusi dengan berbagai sumber antara lain buku paket.
5. Menghadirkan Model
Guru jika memungkinkan menghadirkan model secara langsung kepada siswa
sebagai gambaran secara nyata kepada siswa. Selain hal tersebut dalam
mengahadirkan model guru juga bisa berupa memberikan contoh-contoh soal
yang sesuai dengan materi yang dipelajari.
6. Presentasi kelompok
Pada saat kegiatan diskusi berakhir, setiap perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya dan memberikan alasan atas jawabannya.
Selain hal itu untuk kelompok lain dapat memberikan tanggapan atau
pertanyaan kepada penyaji.
7. Pembahasan LKK
Dengan mengacu pada jawaban siswa, guru bersama siswa melalui tanya jawab
membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat.
8. Pengulangan
29
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa mengenai materi yang
diajarkan, guru memberikan pengulangan berupa pemberian soal tugas atau
kuis yang harus dikerjakan secara individu.
9. Refleksi
Di akhir kegiatan inti pembelajaran, guru memberikan refleksi kepada siswa
tentang perasaan siswa selama pembelajaran, materi apa yang belum dipahami,
kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.
10. Penilaian
Guru memberikan penilaian kepada hasil kerja siswa sesuai dengan kriteria
yang sudah ada.
2.6 Berpikir Kritis
2.6.1 Definisi Berpikir Kritis
Pada era yang semakin maju berpikir kritis sudah menjadi suatu hal yang
populer di dunia pendidikan, hal ini dikarenakan dengan berpikir kritis
memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banyaknya kejadian
dan informasi yang berada disekitar (Fahrurazi, 2011). Enis dalam (Putra, Sudargo,
& Redjeki, 2014) menjelasakan bahwa berpikir kritis merupakan keterampilan atau
kemampuan dalam bernalar dengan pemikiran yang reflektif untuk menentukan apa
yang dipercaya dan apa yang harus dilakukan. Sedangkan menurut Krulick dan
Rudnick dalam (Haryani, 2012) berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir
yang melibatkan aktivitas membaca, mengidentifikasi, menghubungkan, dan
mengambil kesimpulan. Berdasarkan penjelasan dari para ahli disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan dalam bernalar dengan melibatkan
berbagai aktivitas seperti membaca, mengidentidfikasi, menghubungkan kemudian
30
mampu mengambil kesimpulan mengenai apa yang dipercaya dan apa yang perlu
dilakukan.
2.6.2 Indikator Berpikir Kritis Belajar
Pada model pembelajaran ini indikator yang akan digunakan disesuaikan
dengan kompetensi dasar SMP Kurikulum 2013 revisi dimana kompetensi dasar
yang harus dicapai guru adalah siswa dapat memahami pola dan meggunakannya
untuk menduga dan membuat kesimpulan kemudian siswa menggunakan pola serta
kesimpulan untuk memecahkan masalah matematika. Agar tercapainya tujuan dari
kompetensi dasar tersebut diperlukan beberapa indikator kemampuan berpikir
kritis. Menurut Ennis dalam (Sunaryo, 2014) indikator berpikir kritis ada enam
yaitu focus (focus), reason (alasan), inference (menyimpulkan), situasion (situasi),
clarity (kejelasan), dan overview (pandangan menyeluruh), lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut:
a. Fokus
Dalam memahami suatu permasalahan diperlukan fokus dalam menentukan
masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif,
karena dengan mengetahui fokus permasalahan maka tidak akan membuang-
buang waktu.
b. Reason (alasan)
Reason atau alasan artinya dalam menentukan atau memberikan jawaban atau
simpulan harus disertai alasan yang kuat.
c. Inference (menyimpulkan)
Inference atau simpulan artinya setelah menentukan jawaban disertai alasan,
maka memberikan simpulan dari apa yang didapat.
31
d. Situasion (situasi)
Artinya dalam menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
untuk diterapkan kembali dalam menyelesaikan masalah yang lain pada situasi
yang berbeda.
e. Clarity (kejelasan)
Artinya memberikan kejelasan berupa contoh masalah atau soal yang serupa
dengan yang sudah ada.
f. Overview (pandangan menyuluruh)
Artinya setelah proses dari awal mulai dengan focus terhadap permasalahan
sampai pada memberikan kejelasan, harus memeriksa kembali jawaban yang
disampaikan hal ini dilakukan untuk mengoreksi apabila terjadi beberapa
kesalahan.
Selain itu (Facione, 2011) menjelaskan bahwa terdapat enam kemampuan
berpikir kritis utama yang terlibat di dalam berpikir kritis, yaitu interpretasi,
analisis, evaluasi, inferensi, eksplanantion, dan self-regulation. Lebih lanjut
dijelaskan berikut:
1. Interpretasi
Menginterpretasi adalah kemampuan dapat memahami dan mengekspresikan
makna/arti dari suatu permasalahan.
2. Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyimpulkan
hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk
lainnya.
3. Evaluasi
32
Evaluasi merupakan kemampuan mampu mengakses kredibilitas pernyataan
serta mampu mengakses secara logika hubungan antara pernyataan,
pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lainnya.
4. Inferensi
Inferensi merupakan kemampuan mengidentifikasi dan memperoleh unsur-
unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang sesuai
dengan akal pikiran.
5. Explanation
Eksplanation merupakan suatu kemampuan yang mampu menetapkan dan
memberikan alasan yang logis terhadap hasil yang diperoleh.
6. Self-regulation
Self-regulation merupakan kemampuan untuk melihat aktivitas kognitif
seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas menyelesaikan
permasalahan, khususnya dalam menerapkan kemampuan dalam menganalisis
dan mengevaluasi.
Namun untuk kemampuan explanantion dan self-regulation lebih terhadap
bagaimana menjelaskan apa yang ada dipikiran dan bagaimana cara sampai bisa
mendapatkan hasil akhir dari kesimpulan. Berdasarkan penjelasan indikator
kemampuan berpikir kritis siswa yang telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat
indikator untuk mengukur kemampuan beripikir kritis siswa pada pembelajaran
matematika model AIR dengan pendekatan kontekstual. Dalam hal ini peneliti
menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis menurut Facione, dikarenakan
indikator tersebut sesuai dengan pembelajaran matematika yang menerapkan model
AIR dengan pendekatan kontekstual.
33
Tabel 2.3: Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal
No. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Berpikir Siswa
1. Interpretasi
a. Siswa mampu memahami masalah yang
diajukan dengan menulis diketahui maupun
yang ditanyakan soal dengan tepat.
2. Analisis
a. Siswa mampu mengidentifikasi hubungan-
hubungan antara pernyataan, pertanyaan dan
konsep yang diberikan dalam soal dengan
ditunjukkan dengan membuat model
matematika dan memberi penjelasan yang tepat.
3. Evaluasi
a. Siswa mampu menggunakan strategi yang tepat
dalam menyelesaikan soal, lengkap dan benar
dalam melakukan perhitungan.
4. Inferensi a. Siswa mampu membuat kesimpulan dengan
tepat.
Contoh Permasalahan:
Bu Rossa membeli 150 kantong beras. Setiap kantong berisi 5 kg beras. Sebanyak
15 kg diberikan kepada nenek. Beras yang masih tersisa dibagikan kepada 49
tetangga di sekitarnya. Jika kamu menjadi Bu Rossa, berapa kg beras yang akan
kamu bagikan kepada masing-masing tetangga?
Berdasarkan permasalahan diatas, siswa diharapkan dapat mencari penyelesaian
permasalahan dengan memperhatikan komponen kemampuan berpikir kritis
sebagai berikut:
Pembahasan:
Tabel 2.4: Contoh Jawaban Siswa Berpikir Kritis dan Uraian Penjelasan
Jawaban Siswa Penjelasan
Misal, siswa menuliskan:
Diketahui:
Pembelian beras 150 kantong beras
dengan setiap kantong berisi 5 kg
Diberikan kepada nenek 15 kg
Dibagikan ke 49 tetangga
Ditanyakan: Berapa beras yang dibagikan
kepada masing-masing tetangga?
Jawab:
Beras yang dibeli: 150 × 5 = 750 𝑘𝑔
Beras untuk masing-masing tetangga
yaitu
(Interpretasi)
Siswa dapat menentukan maksud/arti dari
permasalahan yang diberikan dengan jelas.
Siswa juga mampu mendeskripsikan apa saja
yang diketahui dan ditanyakan.
(Analisis)
Siswa mampu menentukan apa yang harus
dilakukan dari hasil apa yang diketahui dengan
konsep operasi hitung bilangan bulat. Pada
tahap ini siswa juga membuat model
34
beras yang dibeli – beras yang di
berikan nenek : jumlah tetangga
= (750 – 15) ∶ 49 = 735 ∶ 49
= 15 𝑘𝑔
Jadi, beras yang diberikan ke masing-masing
tetangga adalah 15 kg.
matematika terkait apa yang akan dilakukan
selanjutnya.
(Evaluasi)
Siswa mampu menyelesaikan perhitungan dari
model matematika yang telah dibuat dengan
jelas dan rinci.
(Inference)
Siswa mampu menyimpulkan permasalahan
yang ditanyakan yaitu Bu Rossa akan
membagikan masing-masing 15 kg ke 49
tetangganya.
2.7 Berpikir Kreatif Siswa
2.7.1 Definisi Berpikir Kreatif
Haylock mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang pasti
mengenai kreativitas namun berpikir kreatif dapat dibagi menjadi dua pendekatan
yaitu proses dan produk atau hasil (Fardah et al., 2013). Torance dalam (Anwar,
Shamim-ur-Rasool, & Haq, 2012) mendefinisikan bahwa berpikir kreatif
merupakan kemampuan untuk memahami masalah, membuat dugaan,
menghasilkan ide-ide baru dan mengkomunikasikan hasil. Gie juga berpendapat
bahwa berpikir kreatif merupakan suatu pemikiran yang berusaha menciptakan
suatu pemikiran yang baru (Sunaryo, 2014). Sedangkan berdasarkan Infinite
Innovation Ltd menjelaskan bahwa berpikir kreatif dipandang sebagai suatu proses
yang digunakan ketika seorang individu memunculkan ide baru dengan
menggabungkan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Nur, 2016).
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir
kreatif merupakan kemampuan untuk mengungkapkan jawaban dan gagasan yang
beragam dengan menganggapnya tepat dalam menyelesaikan masalah dan
berdasarkan pemikiran sendiri yang disertai oleh gagasan atau ide-ide sebelumnya.
35
2.7.2 Indikator Berpikir Kreatif Belajar
Wardani mengungkapkan kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilihat
melalui empat indikator yaitu kefasihan, keluwesan, keaslian dan keterincian
(Sunaryo, 2014), lebih lanjut dijelaskan berikut:
1. Kefasihan (fluency) adalah kemampuan dalam menyampaikan berbagai macam
ide atau gagasan dan jawaban yang tepat.
2. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan dalam menghasilkan jawaban yang
bermacam-macam atau dengan berbagai cara, mampu melihat masalah dari
sudut pandang yang berbeda dan mampu mengubah cara berpikirnya.
3. Keaslian (originality) adalah kemampuan dalam memberikan dan
menggabungkan gagasan baru atau jawaban dengan bahasa dan cara sendiri
yang didasarkan pada gagasan atau jawaban sebelumnya.
4. Keterincian/elaborasi (elaboration) adalah kemampuan menjelaskan,
mengembangkan, memperkaya atau menguraikan lebih rinci jawaban atau
gagasan yang diberikan.
Sedangkan berdasarkan penjelasan (Istianah, 2013) kemampuan berpikir
kreatif memiliki empat tahapan, berikut penjelasannya:
1. Exploring yaitu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang ingin dilakukan pada
saat menghadapi situasi yang baru.
2. Inventing yaitu melihat atau mereview berbagai alat, teknik, dan metode yang
telah dimiliki yang mungkin dapat membantu dalam menghilangkan cara
berpikir yang tradisional sehingga menciptakan ide baru.
3. Choosing yaitu mengidentifikasi dan memilih ide-ide yang paling mungkin
untuk dilaksanakan.
36
4. Implementing yaitu cara membuat suatu ide tersebut dapat direalisasikan.
Berdasarkan penjelasan indikator kemampuan berpikir kreatif siswa yang
telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat indikator untuk mengukur kemampuan
beripikir kreatif siswa pada pembelajaran matematika model AIR dengan
pendekatan kontekstual. Dalam hal ini peneliti menggunakan indikator kemampuan
berpikir kritis menurut Wardani, dikarenakan indikator tersebut sesuai dengan
pembelajaran matematika yang menerapkan model AIR dengan pendekatan
kontekstual. Siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir kreatif apabila
memenuhi empat indikator berpikir kreatif yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian
dan keterincian.
Tabel 2.5: Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal
No. Kemampuan Berpikir Kreatif Indikator Berpikir Siswa
1. Kefasihan (fluency) a. Siswa mampu memberikan ide atau jawaban
pemecahan masalah secara benar dan tepat.
2. Keluwesan (flexibility) a. Siswa mampu memperkirakan jawaban atau
cara yang digunakan.
3. Keaslian (originality) a. Siswa mampu menghasilkan cara baru/unik dari
pemikiran yang telah ada.
4. Keterincian (elaboration) a. Siswa mampu menguraikan jawaban dengan
rinci dan tepat.
Contoh Permasalahan:
Suatu ketika ada wanita cina Nona Mei Ling yang mengunjungi Indonesia. Karena
melihat pesona alam Indonesia yang begitu indah, dia memutuskan untuk tinggal di
indonesia selama 450 hari. Akan tetapi dia selalu berpindah-pindah. Dia tinggal di
pulau jawa 157 hari, di Kalimantan 121 hari, di Sulawesi 55 hari, lalu sisanya dia
tinggal di papua. Apakah bisa disimpulkan bahwa dia tinggal di papua selama 17
minggu (anggap 1 minggu = 7 hari)? (jelaskan alasan jawaban disertai proses
penyelesaiannya)
37
Berdasarkan permasalahan diatas, siswa diharapkan dapat mencari penyelesaian
permasalahan dengan memperhatikan komponen proses berpikir kreatif sebagai
berikut:
Tabel 2.6: Contoh Jawaban Siswa Berpikir Kreatif dan Uraian Penjelasan
Jawaban Siswa Penjelasan
Misal, siswa menuliskan:
Lama total tinggal di Indonesia = 450 hari. di
pulau jawa = 157 hari, di Kalimantan = 121
hari, di Sulawesi = 55 hari, di papua = x hari.
Mencari berapa hari dulu dia tinggal di Papua.
Baru ditentukan apakah dia tinggal selama
beberapa hari.
450 = 157 + 121 + 55 + x
x = 450 – 157 – 121 – 55
= 450 – 55 – 121 – 157
= 395 – 121 – 157
= 274 – 157
= 117
jadi tinggal di Papua = 117 hari = 6 minggu
5 hari jadi tidak bisa dikatakan bahwa
tinggal di papua selama 7 minggu.
(Kefasihan)
Siswa mampu menginterpretasikan mengenai
masalah matematika yaitu dengan cara
menyatakan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan. Selain itu, memberikan beberapa
jawaban berupa diagram apa saja yang harus
dilakukan terlebih dahulu.
(Keluwesan)
Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan
cara yang tepat dan sesuai hal ini terlihat dari
pengerjaan siswa dimana Siswa mampu
memberikan jawaban secara jelas dan rinci,
selain itu siswa juga mampu mengubah cara
berpikirnya.
(Keaslian)
Siswa mampu menghasilkan cara unik/baru
dalam menyelesaikan permasalahan. Dari hasil
yang diperoleh berupa diagram lingkaran,
siswa mampu membuat penjelasan terkait hasil
apa saja yang diperoleh dari diagram lingkaran
tersebut.
(Keterincian) Dalam menyelesaikan persoalan, siswa
menuliskan jawaban secara terperinci sehingga
memudahkan seseorang dalam memahaminya.
Siswa juga mampu membuat kesimpulan
berdasarkan dari langkah-langkah
pengerjaannya.
Top Related