9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN: POST OP CRANIOTOMY
A/I BASAL CELL CARSINOMA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Basalioma adalah merupakan kanker kulit yang timbul dari lapisan sel
basal epidermis atau folikel rambut; yang paling umum dan jarang
bermetastasis; kekambuhan umum terjadi (Brunner and Suddarth, 2001).
Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari
pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit (Graham, R,
2005).
Karsinoma sel basal (BCC) atau basalioma adalah neoplasma maligna
yang berasal dari sel basal epidermis ataupun sel folikel rambut sehingga
dapat timbul pada kulit yang berambut (Manuaba, 2010).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa basalioma
adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang berasal dari pertumbuhan
neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit, jarang bermetastasis, dan
timbul pada kulit yang berambut.
10
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen
Sistem integumen merupakan bagian tubuh manusia, khususnya organ
yamg menutupi permukaan atau bagian luar tubuh manusia yang sering kita
sebut dengan kulit. Kulit merupakan organ paling besar pada tubuh manusia
dan terletak paling luar sehingga mudah mengalami trauma atau
terkontaminasi oleh mikroorganisme serta mudah dilihat individu maupun
yang lain (Rahariyani, 2007).
a. Anatomi Sistem Integumen
Kulit merupakan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar yang tidak
berujung. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% dari
berat badan. Secara mikroskopis, struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu
epidermis, dermis, dan subkutis (Rahariyani, 2007).
Gambar 1. Anatomi Sistem Integumen (Rahariyani, 2007).
11
1) Lapisan Epidermis
Menurut Rahariyani (2007) bagian-bagian epidermis adalah :
a) Stratum korneum
Terletak paling luar dan terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng
yang mati, tidak berinti dan proto plasmanya telah berubah
menjadi keratin.
b) Stratum lusidum
Terdapat dibawah lapisan korneum. Selnya pipih, hanya terdapat
pada telapak tangan dan telapak kaki.
c) Stratum granulosum
Terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d) Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm. Terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut
spinosum karena jika dilihat dari bawah mikroskop, sel-selnya
terdiri yang bentuknya banyak sudut dan mempunyai spinal.
e) Stratum basale
Disebut stratum basale karena sel-selnya terletak di bagian basal.
Startum germinatium menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan bentuk
yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus yang di
sebut butir melanin warna. Sel tersebut di susun seperti pagar
12
(palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran
yang di sebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membrane
basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis.
Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu
kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini di sebut papilla kori
(papilla kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium.
2) Lapisan Dermis
Dermis merupakan lapisan ke dua dari kulit. Batas dengan epidermis di
lapisi oleh membran basis dan disebelah bawah berbatasan dengan
subkutis tetapi batasnya tidak jelas hanya di ambil patokan mulai
terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan :
a) Bagian atas, pars papilaris yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembulih darah.
b) Bagian bawah, retikularis yaitu bagian dibawahnya yang menonjol
kearah subkutan.
Batas antara pars papilaris dan retikularis adalah bagian bawahnya
sampai ke subkutis. Baik papilaris maupun retikularis terdiri dari
jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut kolagen, serabut
elastis dan serabut retikulus. Serabut kolagen untuk membarikan
kekuatan pada kulit, serabut elastic memberkan kelenturan pada
kulit dan serabut retikulus memberikan kekuatan pada rambut.
13
3) Lapisan Subkutis
Adalah kelanjutan dermis. Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan
sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan-jalan serabut jaringan
ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak
ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap
tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama.
Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breker = pegas bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit. Isolator panas atau
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh.
b. Fisiologis Sistem Integumen
Kulit sebagai organ paling luar dari tubuh manusia selain
mempunyai fungsi utama untuk menjamin kelangsungan hidup juga
mempunyai arti lain yaitu estetika, ras, indikator sistemik, dan sarana
komunikasi non verbal antara satu dengan yang lain. Dibawah ini akan
penulis uraikan satu persatu fungsi kulit bagi kehidupan manusia
(Rahariyani, 2007) yaitu :
1) Fungsi proteksi
Dalam fungsi ini kulit melindungi tubuh dari gangguan luar baik
berupa fisik maupun mekanik seperti gesekan, tarikan, dan tekanan.
Proteksi terhadap gangguan kimia seperti zat-zat kimia iritan: lisol,
14
karbol, dan gangguan dari panas seperti radiasi dan sinar ultraviolet.
Selain itu juga proteksi terhadap gangguan dari mikroorganisme
seperti jamur, bakteri, dan virus.
2) Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, laruran dan benda padat,
tetapi larutan yang mudah menguap lebih cepat diserap, begitu juga
zat yang larut di dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap CO2, O2
dan H2O memungkinkan kulit ikut mengambil bagian dalam fungsi
respirasi. Kemampuan absorbsinya dipengaruhi tebal tipisnya kulit,
jenis hidrasi, dan kelembaban.
3) Fungsi ekskresi
Kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang tidak berguna
seperti Nacl, ured, asam urat, dan amoniak. Sebum yang diproduksi
meminyaki kulit dan menahan evaporasi (penguapan air) sehingga
kulit tidak menjadi kering. Dengan diproduksinya lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada pH kulit 5-6,8.
4) Fungsi persepsi
Adapun ujung-ujung saraf pada dermis dan subkutis memungkinkan
kulit menjadi indera persepsi panas, dingin, rabaan, dan tekanan.
5) Fungsi pengatur suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah dikulit.
15
6) Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen disebut melanosit yang terdapat distratum
basale. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosom) menentukan warna kulit ras dan individu.
7) Fungsi keratinisasi
Keratinisasi merupakan perubahan keratonis menjadi sel tanduk.
Proses kreatinisasi ini berlangsung terus menrus sepanjang
kehidupan. Lamanya proses ini berlangsung 14-21 hari yang
memberikan perlindungan terhadap infeksi secara mekanik fisiologis.
8) Fungsi pengubahan pro vitamin D
Dengan bantuan sinar matahari (ultra violet) kulit dapat mengubah
dan dihidruksi kolesterol (pro vitamin D) menjadi vitamin D.
3. Etiologi
Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor predisposisi yang
memegang peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor
predisposisi yang diduga sebagai penyebab yaitu :
a. Faktor internal : umur, ras, genetik dan jenis kelamin.
b. Faktor eksternal : radiasi sinar ultraviolet (UVB 290-320 nm), radiasi
ionisasi, bahan-bahan karsinogenik misalnya arsen, hidrokarbon
polisiklik, dan trauma mekanis kulit seperti bekas luka bakar, iritasi
kronis (Imam Budi Putra. 2008. Karsinoma Sel Basal. diakses tanggal 25
Juni 2013 available from : http://www.repository.usu.ac.id.2008).
16
4. Patofisiologi
Karsinoma sel basal merupakan kanker kulit yang paling sering
ditemukan. Berasal dari sel-sel epidermis sepanjang lapisan basal. Insiden
karsinoma sel basal berbanding lurus dengan usia penderita dan berbanding
terbalik dengan dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis. Ada juga
korelasi langsung antara keadaan ini dengan lama total paparan terhadap sinar
matahari dalam masa hidup penderita. Sekitar 80% dari kanker sel basal
terjadi pada daerah terbuka yang biasanya terpapar sinar matahari seperti
wajah, kepala, dan leher. Untungnya tumor ini jarang sekali bermetastasis.
Akan tetapi, penderita dengan kanker sel basal lebih mudah mendapat kanker
kulit dimasa depan dan harus diperiksa untuk tiap tahun.
Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogenik adalah sinar yang panjang
gelombangnya berkisar antara 290 sampai 320 nm. Spektrun ini terutama bertanggung
jawab dalam membakar dan membuat kulit menjadi coklat. Pemakaian bahan-bahan yang
melindungi kulit dari sinar matahari sangat dianjurkan pada setiap orang yang dalam
keluarganya ada yang menderita kanker kulit dan pada orang-orang yang berkulit peka
sehingga mudah sekali menderita luka bakar karena sinar matahari. Selain itu, penderita
yang memiliki riwayat kanker sel basal harus memakai pakaian yang melindungi kulit untuk
menghindari karsinogenik yang terdapat didalam sinar matahari. Kebanyakan
bahan pelindung kulit mengandung asam para aminoton zoat yang dapat
mengabsorbsi sinar-sinar karsinogenik (Price, 2000).
17
Pasien dengan BCC dibagi menjadi stadium sebagai berikut :
a. Stadium I : Tumor kurang dari 2 cm, tidak ada metastasis.
b. Stadium II : Tumor adalah dari 2 cm, tidak ada metastasis.
c. Stadium III : Setiap ukuran tumor, salah satu kelenjar getah bening
yang terlibat berukuran 3 cm atau kurang dalam ukuran atau perluasan
tumor ke rahang atas, rahang bawah, orbit, atau tulang
d. Stadium IV : Pasien dengan tumor dengan invasi langsung atau
perineural dari dasar tengkorak atau mereka dengan dua atau lebih
kelenjar getah bening yang terlibat atau beberapa dan jauh metastasis.
5. Manifestasi Klinik
Karsinoma sel basal umunya mudah didiagnosis secara klinis. Ruam
dari karsinoma sel basal terdiri dari satu atau beberapa nodul kecil seperti
lilin, semitranslusen berbentuk bundar dengan bagian tengah lesi cekung dan
biasa mengalami ulserasi dan perdarahan, sedangkan bagian tepi meninggi
seperti mutiara yang merupakan tanda khas yang pada pinggiran tumor ini.
Pada kulit sering dijumpai tanda-tanda kerusakan seperti telengektase
dan atropi. Lesi tumor ini tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya ulkus
menandakan suatu proses kronis yang berlangsung berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun dan ulkus ini secara perlahan-lahan dapat bertambah besar
(Imam Budi Putra. 2008. Karsinoma Sel Basal. diakses tanggal 25 Juni 2013
available from : http://www.repository.usu.ac.id.2008).
18
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Baughman, CD & Hackley J.C, 2000, pemeriksaan
diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita basalioma adalah :
a. Evaluasi histologist
b. Eksisi
c. Terapi radiasi
d. Biopsi
Biasanya kanker diangkat melalui pengorekan lalu dibakar dengan jarum
listrik (kuretase dan elektrodesikasi) atau dipotong dengan pisau bedah.
Sebelumnya diberikan suntikan anastesi.
7. Penatalaksanaan Medik
Adapun berbagai jenis penatalaksanaan untuk karsinoma sel basal
antara lain :
a. Kuretase dan elektrodesikasi
Biasanya kanker diangkat melalui pengorekan lalu dibakar dengan jarum
listrik atau dipotong dengan pisau bedah. Pemaparan sinar x yang
berlebihan.
b. Bedah eksisi
Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat keseluruhan tumor. Ukuran
insisi tergantung pada ukuran dan lokasi tumor.
19
c. Radioterapi
Terapi ini hanya dikerjakan pada pasien yang berusia lanjut karena
perubahan akibat sinar x dapat terlihat sesudah 5-10 tahun kemudian dan
perubahan malignan pada sikatriks dapat ditimbulkan oleh sinar x setelah
15-30 tahun kemudian.
d. Bedah mikrografik Mohs
Merupakan metode pembedahan untuk mengangkat lesi kulit yang
malignan. Metode ini paling akurat dan menyelamatkan jaringan normal.
e. Bedah beku
Bedah beku menghancurkan tumor dengan cara dreep freezing, yaitu
dengan cara jaringan tumor dibeku dinginkan, dibiarkan melunak dan
kemudian dibeku dinginkan kembali kemudian mengalami gelatinisasi
dan sembuh spontan.
f. Pembedahan kraniotomi
Barbara, dkk (2000) mengemukakan bahwa kraniotomi adalah operasi
pembukaan tulang tengkorak yang bertujuan untuk menghilangkan
bekuan darah (hematoma) diotak, untuk mengontrol perdarahan,
kebocoran pembulu darah, untuk memperbaiki kelainan arteriovenosa,
untuk mengeringkan abses otak, meringankan tekanan didalam tengkorak,
untuk melakukan biopsi atau untuk memeriksa otak. Adapun prosedur
pembedahan kraniotomi yaitu :
20
1) Kulit dan galia diinsisi dan dihemostatis dicapai dengan pembedahan
listrik dan pemasangan klip kulit kepala.
2) Jaringan lunak diangkat dari periosteum dan dilakukan retraksi flap
kulit kepala.
3) Apabila dibuat sebuah flap tulang bebas, maka otot dan periosteum
diisikan dari tulang dibuat lubang bur dikranium, dengan
menggunakan bur otomatis atau yang dipegang dengan tangan dengan
perforator.
4) Tulang dipisahkan antara lubang-lubang bur dengan gergaji gigli atau
bur otomatis. Flap tulang diangkat menjauhi dura dengan elevator
periosteum dan tepi-tepinya dihaluskan dengan rongeur dan flap
diretraksi atau diangkat.
5) Dura dibuka sebuah pengait dura dan gunting serta diekstensi dengan
gunting dipasang jahitan traksi ditepi dura. Vena-vena dura dilegasi
dengan menggunakan kauter dipolar disusun spons kotonaid sesuai
ukuran pada permukaan resistensi cairan dan ditaruh didalam lapangan
pandang ahli beda.
6) Dilakukan diseksi otak sampai kedaerah pembedahan dan retraktor
dipasang.
7) Lesi diterapi. cara subdural.
8) Dura dapat ditutup secara primer atau digunakan sebuah tandur
sintetik.
21
9) Flap tulang diletakkan kembali dan diikat dengan benang atau kawat
pembedahan dengan bantuan proktetor dura. Dapat digunakan
metilmetakrilat untuk mengisi defek lubang bur. Apabila diperkirakan
terjadi pembengkakan yang ekstensif maka flap mungkin tidak
dipasang kembali.
10) Periosteum dan otot – otot kembali didekatkan.
11) Dilakukan penutupan kulit dan dipasang balutan.
Beberapa cara pengobatan baru meliputi : 5-fluorourasil yang
dikombinasi dengan kuretase ringan, retinoat, interfero, terapi fotodinamik.
Tiap metode tersebut pada umumnya memberikan hasil penyembuhan yang
hampir sama baiknya (Brunner and Suddarth, 2001).
8. Komplikasi
a. Sebuah resiko kekambuhan karsinoma sel basal. Sel umumnya kambuh
bahkan setelah pengobatan berhasil. Sering di tempat yang sama.
b. Peningkatan resiko jenis lain kanker kulit. Sebuah sejarah karsinoma sel
basal juga dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan jenis lain
kanker kulit, seperti karsinoma sel skuamosa dan melanoma.
c. Kanker yang menyebar di luar kulit langka. Bentuk agresif karsinoma sel
basal dapat menyerang dan merusak otot di dekatnya, saraf, dan tulang.
Sangat jarang karsinoma sel basal dapat menyebar ke area lain dari tubuh
(Munahasrini. 2012. Karsinoma Sel Basal. diakses tanggal 25 Juni 2013
available from : http://www.mayoclinic.com.2012).
22
B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survikal klien pada
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative, dan preventif perawatan kesehatan.
Olehnya itu, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan
masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni
keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori dengan
menggunakan metode ilmiah (Doengoes, 2000).
Proses keperawatan terdiri dari tiga tahap, yaitu : pengkajian, perencanaan
dan evaluasi yang didasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran,
pengumpulan data dan penganalisaan temuan. Kajian selama bertahun-tahun,
penggunaan dan perbaikan telah mengarahkan perawat pada pengembangan
proses keperawatan menjadi lima tahap yaitu : pengkajian, identifikasi masalah
(diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Doengoes,
2000).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah bagian dari proses keperawatan yang terdiri dari
pengumpulan data yang tepat untuk mendapatkan masalah keperawatan pada
klien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif.
Metode yang digunakan melalui wawancara, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi (Long, 2000).
23
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data secara umum adalah hal-hal yang perlu dikaji meliputi
biodata, keluhan utama, riwayat kesehatan, dan pemeriksaan fisik
(keadaan umum, tanda-tanda vital, berat badan, pemeriksaan yang berupa
head to toe, sistem fungsional tubuh berdasarkan manusia) (Long, 2000).
1) Biodata
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status dalam keluarga,
agama, suku/bangsa, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, agama, pendidikan, jenis kelamin,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Keluhan utama
Merupakan keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan
pengkajian. Pada umumnya klien dengan post op craniotomy
a/i basal cell carcinoma keluhan yang paling dirasakan oleh
klien adalah nyeri.
(2) Riwayat keluhan utama
Menggambarkan keluhan utama saat dilakukan pengkajian
dapat dijabarkan dengan menggunakan konsep PQRST.
24
(a) Paliatif/provokatif : Apa yang menyebabkan terjadinya
nyeri pada wajah, leher dan kulit kepala. Faktor
pencetusnya adalah insisi pebedahan.
(b) Qualitatif/kuantitatif : Bagaimana bentuk atau gambaran
keluhan yang dirasakan dan sejauh mana tingkat
keluhannya. Pada kasus post op craniotomy a/i basal cell
carcinoma yang dirasakan : berdenyut, terus menerus,
hilang timbul, tumpul, atau tusukan.
(c) Region/radiasi : Lokasi keluhan dirasakan dan
penyebarannya. Pada kasus post op craniotomy a/i basal
cell carcinoma terjadi pada daerah wajah, leher, dan kulit
kepala dan menyebar disekitarnya.
(d) Skala : Intensitas keluhan yang dirasakan, apakah sampai
mengganggu atau tidak. Skala nyeri 0-10 dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : (0 Does not hurts), (1-2
Hurts a little bit), (3-4 Hurts a little more), (5-6 Hurts even
more), (7-8 Hurts a whole lot), dan (9-10 Hurts worst).
(e) Timming : Kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa
lama kejadian ini berlangsung. Pada post op craniotomy a/i
basal cell carcinoma biasanya nyeri terasa pada saat terjadi
insisi pembedahan dan berlangsung terus-menerus sampai
keadaan membaik.
25
b) Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu, pernakah klien menderita penyakit
yang sama atau perlu dikaji apakah klien pernah mengalami
penyakit yang berat atau suatu penyakit tertentu yang menunjukan
akan berpengaruh pada kesehatan sekarang.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular,
kebiasaan buruk dalam keluarga seperti merokok atau keadaan
kesehatan anggota keluarga. Dengan menggunakan genogram tiga
generasi, apakah dalam keluarga klien ada anggota keluarga yang
pernah yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
3) Pemeriksaan fisik
Empat metode yang digunakan selama pemeriksaan fisik
adalah inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Tehnik ini melibatkan
indera penglihatan, pendengaran, perabaan dan penciuman (Asih,
2004).
Pemeriksaan fisik melalui Review Of System (ROS) perawat
melakukan pengkajian sistem tubuh secara keseluruhan. Informasi
yang didapat dari interview dan observasi membantu menentukan
sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus. Adapun
Iingkup mayor sistem tubuh menurut Nursalam (2001) meliputi :
26
a) Keadaan umum
Yang perlu diperhatikan adalah penampilan, posturtubuh dan gaya
bicara. Pada klien dengan post op craniotomy a/i basal cell
carcinoma biasanya lemah.
b) Kesadaran
Pada umumnya compos mentis sampai koma.
c) Tanda-tanda vital
Pada umumnya tanda-tanda vital mengalami peningkatan.
d) Sistem pernapasan
Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman
maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur,
pernapasan cuping hidung, adanya retraksi dinding dada
e) Sistem kardiovaskuler
Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.
f) Sistem pencernaan
Pada klien post op craniotomy a/i basal cell carcinoma biasanya
didapatkan bising usus yang normal atau bisa juga menurun
apabila masih ada pengaruh anestesi, bibir dan mukosa mulut
tampak kering, klien dapat mual dan muntah, anoreksia,
ketidakmampuan untuk makan. Pada perkusi abdomen terdengar
timpani, penurunan berat badan.
27
g) Sistem perkemihan
Pada pengkajian terjadi konstipasi dan berkemih tergantung
masukan cairan.
h) Sistem muskuloskeletal
Pada klien post op craniotomy a/i basal cell carcinoma biasanya
ditemukan keadaan umum lemah, ekstremitas berkeringat.
i) Sistem integumen
Pada klien post op craniotomy a/i basal cell carcinoma turgor kulit
buruk, kulit nampak kering, tampak luka operasi yang tertutup
verban dengan keadaan luka yang masih basah pada saat setelah
menjalani operasi. Warna kulit kemerahan, suhu tubuh meningkat
menandakan adanya septikemia.
j) Sistem endokrin
Biasanya kelenjar tidak teraba dan tidak terjadi pembesaran
kelenjar.
k) Sistem persyarafan
Pada klien biasanya tidak ditemukan gangguan persyarafan, GCS
normal.
l) Sistem reproduksi
Biasanya pada klien dengan post op craniotomy a/i basal cell
carcinoma tidak ditemukan adanya masalah.
28
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan bila
klien mengalami penurunan kesadaran, refleks menelan akan
terjadi penurunan sehingga klien harus di pasang Naso Gastrik
Tube (NGT).
b) Eliminasi
Pada umunya klien konstipasi dan berkemih tergantung masukan
cairan.
c) Personal hygiene
Klien tidak mengalami gangguan pemenuhan ADL.
d) Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur tidak terganggu akibat nyeri.
e) Aktivitas dan olahraga
Pada klien dengan post op craniotomy biasanya bedrest total
diatas tempat tidur. Aktivitas dibantu oleh keluarga.
5) Data Psikologis
a) Status emosi dapat dijumpai kestabilan stabil dalam menghadapi
penyakitnya.
b) Konsep diri
Perubahan dalam konsep diri karena ketakutan akan penyakitnya,
pandangan negatif terhadap dirinya, perubahan peran akibat
adanya ketergantungan.
29
c) Pola koping
Hal apa saja yang dilakukan klien dalam mengatasi masalahnya
adalah tindakan yang maladaptif dan kepada siapa klien meminta
bantuan atau menceritakan apabila ada masalah.
6) Data Sosial
Hubungan sosial biasanya harmonis, tidak menarik diri dengan
lingkungannya.
7) Riwayat Spiritual
Keterbatasan melakukan kegiatan spiritual.Konsep diri
8) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik terdiri dari pemeriksaan evaluasi histologist,
biopsi, eksisi, dan terapi radiasi.
9) Penatalaksanaan Pengobatan
Penatalaksanaan pada penyakit post craniotomy a/i basal cell
carcinoma yaitu pemberian diit TKTP, pengobatan biasanya di
berikan obat antibiotik dan analgetik.
b. Pengelompokan Data
Pengelompokkan data adalah pengelompokan data-data klien atau
keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah
keperawatan klien dengan merumuskanya (Nursalam, 2001).
30
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi dan mengelompokan data serta mengaitan dengan
menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa keperawatan, biasa
ditemukan data objektif dan subjektif (Carpenito, 2000).
d. Prioritas Masalah
Setelah masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dangan kriteria prioritas
masalah untuk menentukan masalah yang harus segera diatasi yaitu :
1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien
2) Masalah aktual
3) Masalah potensial atau resiko tinggi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan
responisasi (status kesehatan atau perubahan pola interaksi baik
aktual/potensial) individu atau kelompok di mana perawat dapat membuat
pernyataan resmi serta memasang intervensi yang pasti demi kelestarian
kesehatan atau mengurangi, menghilangkan serta mencegah perubahan-
perubahan yang terjadi (Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post operatif basalioma
(Rifky Yulian. 2011. Jurnal Ilmiah Karsinoma Sel Basal. diakses tanggal 25
Juni 2013 available from : http://www.jurnalilmiah.com.2011) adalah :
31
a) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,
energi menurun/kelemahan, nyeri.
b) Kekurangan cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah dan kurang nafsu makan.
d) Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
e) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi
pembedahan.
f) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang mengidentifikasi pada
diagnosa keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kegiatan perencanaan meliputi menetapkan tujuan, merumuskan intervensi
dan rasional (Nursalam, 2001).
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada klien post operatif
basalioma, maka perencanaan yang akan dilakukan untuk masing-masing
diagnosa keperawatan (Rifky Yulian. 2011. Jurnal Ilmiah Karsinoma Sel
Basal. diakses tanggal 25 Juni 2013 available from :
http://www.jurnalilmiah.com.2011) adalah sebagai berikut :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,
energi menurun/kelemahan, nyeri.
32
1) Tujuan :
a) Pola nafas efektif dalam batas normal.
2) Kriteria evaluasi :
a) Pola nafas dalam batas normal dengan frekuensi 14-20x/menit
(untuk dewasa) dan iramanya teratur.
b) Bunyi nafas normal tidak ada stridor, ronchi, dullnessdan
weezing.
c) Tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Pergerakan dada simetris/tidak ada retraksi.
3) Intervensi :
a) Monitor kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi nafas.
b) Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler (150 – 45
0).
c) Anjurkan dan ajak latihan nafas dalam.
d) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
oksigen, monitor ketepatan terapi oksigen dan komplikasi yang
mungkin timbul.
e) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam melaksanakan
analisa gas darah.
4) Rasional :
a) Perubahan yang terjadi dan hasil pengkajian berguna dalam
menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian
otak yang terkena.
33
b) Dengan menempatkan pasien posisi semi fowler maka akan
mengurangi penekanan isi rongga perut terhadap diapraghma,
sehingga ekspansi paru tidak terganggu. Kepala ditinggikan
dengan tempat tidur (tanpa bantal) hiperekstensi/fleksi.
c) Latihan nafas dalam berguna untuk melatih komplain paru.
d) Pemberian oksigen terapi tambahan dapat meningkatkan
oksigenisasi otak untuk mencegah hipoksia. Monitor pemberian
oksigen untuk mencegah pemberian oksigen yang berlebihan,
iritasi saluran nafas.
e) Analisa gas darah dapat menentukan keefektifan respiratori,
keseimbangan asam basa dan kebutuhan terapi.
b. Kekurangan cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh.
1) Tujuan :
a. Cairan elektrolit tubuh seimbang.
2) Kriteria evaluasi :
a) Asupan-haluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24 jam 1-
2 liter dan haluaran urin 1-2 cc/KgBB/jam.
b) Turgor kulit baik.
3) Intervensi :
a) Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali dan timbang berat
badan setiap hari dapat dilakukan.
b) Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc.
34
c) Pasang dower kateter dan monitor warna urin, bau urin dan aliran
urin.
d) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix.
e) Kolaborasi dengan tim analis untuk pemeriksaan kadar elektrolit
tubuh.
4) Rasional :
a) Monitor asupan haluaran untuk mendeteksi timbulnya tanda-
tanda kelebihan atau kekurangan cairan yang dapat dibuktikan
pula dengan penimbangan berat badan.
b) Berguna untuk menghindari peningkatan cairan di ruang ekstra
seluler yang dapat menambah edema otak.
c) Dapat membantu kelancaran pengeluaran urin sehingga terjadi
urin statis.
d) Lasix dapat membantu meningkatkan ekskresi urin.
e) Pemakaian manitol dan obat-obatan diuretik dapat mengalami
ketidakseimbangan elektrolit hiponatremia dan hipokalemia.
Untuk itu perlu pemeriksaan elektrolit setiap hari.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah dan kurang nafsu makan.
1) Tujuan :
a) Kekurangan nutrisi tidak terjadi.
2) Kriteria evaluasi :
a) Berat badan pasien normal (BB normal = TB-100-(10%TB-100).
35
b) Tanda-tanda malnutrisi tidak ada.
3) Intervensi :
a) Monitor kemampuan menelan dan mengunyah klien.
b) Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising
usus.
c) Timbang berat badan.
d) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
e) Tinggikan kepala pasien dari badan ketika makan dan buat posisi
miring dan netral/lurus setelah makan.
f) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan (analis) untuk
pemeriksaan protein global, globulin, albumin, dan Hb.
g) Berikan makanan melalui oral, NGT dan IVFD.
4) Rasional :
a) Dapat menentukan pilihan cara pemberian jenis makanan, karena
pasien harus dilindungi dari bahaya aspirasi.
b) Fungsi gastrointestinal harus tetap dipertahankan pada penderita.
Perdarahan lambung akan menurunkan peristaltik (bising usus
lemah). Bising usus perlu diketahui untuk menentukan pemberian
makanan dan mencegah komplikasi.
c) Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan berat
badan.
d) Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap
nutrisi.
36
e) Mencegah regurgitasi dan aspirasi.
f) Untuk mengidentifikasi defisiensi nutrisi fungsi organ dan respon
nutrisi.
g) Pemberian makanan dapat disesuaikan dengan kondisi pasien.
d) Nyeri akut berhubungan dengan eksisi pembedahan.
1) Tujuan :
a) Nyeri berkurang sampai hilang.
2) Kriteria evaluasi :
a) Klien akan melaporkan penurunan rasa nyeri dan peningkatan
aktivitas setiap hari.
b) Luka eksisi bedah sembuh setelah post operasi tanpa komplikasi.
3) Intervensi :
a) Observasi skala nyeri, lama intensitas nyeri.
b) Berikan posisi yang nyaman tidak memperberat nyeri.
c) Beri obat analgesik sesuai terapi medik.
4) Rasional :
a) Membantu dalam mengidentifikasi derajat nyeri, kebutuhan untuk
analgetik.
b) Mengurangi tekanan pada insisi, meningkatkan relaksasi dalam
istirahat.
c) Membantu mengurangi nyeri untuk meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapiutik.
37
e) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan eksisi
pembedahan.
1) Tujuan :
a) Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda
infeksi.
2) Kriteria evaluasi :
a) Luka bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi.
3) Intervensi :
a) Observasi luka, catat karakteristik drainase.
b) Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik steril.
c) Bersihkan luka sesuai indikasi, gunakan cairan isotonik normal
saline 0,9 % atau larutan antibiotik
4) Rasional :
a) Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam
pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja. Tergantung pada
tipe penutupan luka (misal penyembuhan pertama atau kedua),
penyembuhan sempurna memerlukan waktu 6-8 jam.
b) Sejumlah besar cairan pada balutan luka operasi, menuntut
pergantian dengan sering menurunkan iritasi kulit dan potensial
infeksi.
c) Diberikan untuk mengobati inflamasi atau infeksi post operasi
atau kontamoinasi interpersonal.
38
f) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan insisi
pembedahan.
1) Tujuan :
a) Meningkatkan waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari
infeksi serta bebas tidak ada tanda demam.
2) Kriteria evaluasi :
a) Pertahankan lingkungan aseptic.
3) Intervensi :
a) Pertahankan kemerahan disekitar luka operasi.
b) Ganti balutan sesuai indikasi.
c) Awasi tanda-tanda vital.
4) Rasional :
a) Kemerahan paling umum disebabkan masuknya infeksi ke dalam
tubuh di area insisi.
b) Balutan basah bertindak sebagai sumbu untuk media
untuk pertumbuhan bakeri.
c) Peningkatan suhu menunjukkan komplikasi insisi.
39
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah suatu tahap di mana perawat membantu pasian
untuk mencapi kesehatan optimal. Pelaksanaan adalah pengolahan dan
perwujudan dari rencana yang meliputi tindakan-tindakan yang telah
direncanakan, malaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan-
ketentuan rumah sakit. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
yang telah ditetapkan dengan harapan dapat mengatasi masalah yang dihadapi
klien (Long, 2000).
Dalam pelaksanaan ini perawat melakukan tindakan sesuai hasil
perencanaan yang disesuaikan dengan kondisi dan keadaan di lapangan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan yang
berguna untuk menilai kamajuan dan kemunduran kesehatan setelah di
lakukan asuhan keperawatan. Evaluasi bisa diambil dari respon yang ada,
bentuk catatan perkembangan yang dilakukan perawat. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengkajian ulang berdasarkan rencana tujuan keperawatan
(Long, 2000).