6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Bekicot (Achatina fulica)
Divisi :Mollusca
Kelas :Gastropoda
Ordo :Pulmonata
Famili :Achatinidae
Genus :Achatina
Species :Achatina fulica
2.2 Morfologi Bekicot (Achantina fulica)
Bekicot merupakan hewan invertebrata dengan tubuh lunak dari kelas
Gastropoda. Bekicot mempunyai cangkang yang besar runcing berwarna coklat
dan mempunyai pola garis, padat berbentuk pyramid (seperti kerucut) dengan
(Jia, 2010)
Gambar 2.1
Achatina fulica
7
pola spiral (lilitan seperti sekrup) dan dasar cangkang yang membulat, (seperti
pada gambar 2.1) (Thiengo, 2010). Cangkang bekicot dewasa mempunyai
panjang sekitar 10 cm sampai 12 cm, lebar 4-5 cm dan berat 100-120 gr. Fungsi
cangkang selain sebagai rumah juga untuk mempertahankan diri dari musuh dan
untuk memperkecil penguapan tubuhnya (Hironymus, 2011).
Bekicot menggunakan bagian bawah tubuhnya (perut) untuk berjalan,
menggunakan paru-paru untuk bernafas (seperti tampak pada gambar 2.2),
sehingga dimasukkan ke dalam ordo Pulmonata. Bekicot dapat hidup di air laut,
air tawar dan di darat, umur bekicot dapat mencapai 10 tahun, dengan rata-rata
usia hidup 5-7 tahun (Venette, 2013).
Seperti tampak pada gambar 2.2 bagian tubuh bekicot terdiri dari mulut,
lidah, lambung, hati, anus, kaki, penutup cangkang, alat peraba dan paru-paru.
Kepala bekicot terdapat di bagian depan tubuh, pada bagian kepala ada sebuah
mulut yang dilengkapi dengan gigi parur (radula). Bekicot mempunyai sepasang
(Kimball, 2011)
Gambar 2.2
Anatomi Bekicot
8
tentakel sebagai indera peraba dan perasa yang bergerak dengan perut, tentakel
berguna untuk merasakan perubahan suhu tubuhnya, sebagai petunjuk jalan dan
sebagai petunjuk adanya makanan. dua tanduk yang lain mempunyai dua bintik
hitam yang berfungsi sebagai mata untuk membedakan keadaan gelap terang
(Hironymus, 2011).
Bekicot bergerak menggunakan bagian bawah perut yang berfungsi
sebagai kaki yang melebar yang terdapat dibawah badan berupa gerak kontraksi
berurutan. Pada tubuh bekicot memiliki kelenjar mucus yang berfungsi
mengeluarkan lendir saat berjalan bekicot yang disekresikan oleh granula-
granula yang terdapat dalam tubuh bekicot dan terletak di permukaan luar
(Venette, 2013).
2.3 Kandungan Kimiawi dan Manfaat Lendir Bekicot (Achantina fulica)
Kandungan kimiawi pada lendir bekicot antara lain proteoglikan berupa
Achasin, glikosaminoglikan berupa Acharan sulfat, enzim glikoprotein, asam
hyaluronic, peptida tembaga , peptida antibikroba dan ion logam (Thomas,
2013). Kandungan lendir bekicot yang dapat digunakan untuk membantu
penyembuhan luka adalah karena adanya kandungan Achasin dan Acharan
sulfat (Mandala, 2015). Komponen lendir bekicot sebagian besar adalah air, air
merupakan kunci dari kelembapan yang dapat meningkatkan epitelisasi
sehingga menyebabkan luka sembuh lebih cepat (Thiengo, 2010).
9
2.3.1 Achasin
Pada lendir bekicot , terdapat suatu glikoprotein yang disebut Achasin,
ikatan peptide achasin stabil disimpan pada suhu 40-80˚C atau tidak rusak pada
suhu kamar dan tidak rusa k pada pH 8-9,5. Achasin mempunyai berat molekul
56 kDa bekerja secara bakteriostatik dengan spektrum anti mikroba sangat luas
baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif bahkan efektif pada
parasit, virus serta organisme patogen lain (Fuchino, 2011).
Achasin pada lendir bekicot juga merupakan protein yang mempunyai
fungsi biologik penting untuk menyembuhkan kulit dari luka, protein achasin
juga berfungsi sebagai faktor antibakteri yang berkerja dengan cara
menyerang atau menghambat pembentukan bagian-bagian yang umum dari
strain bakteri yaitu lapisan peptidoglikan dan membran sitoplasma (Fuchino,
2011).
2.3.2 Acharan sulfat
Acharan sufat adalah glycosaminoglycan (GAG) yang mempunyai
struktur molekul 4)-2-acetyl-2-deoxy-£-D-glucopyranose(14-2-sulfo-£-L-
idopyranosyluronic acid (1 dan mempunyai molekul 29 kDa (seperti pada
gambar 2.3) (Jia et al, 2010).
Glikosaminoglycan (GAG) ditemukan dalam matriks ekstraselular yang
terdapat pada lendir bekicot (Jia et al, 2010). GAG merupakan suatu
polisakarida, yang berpartisisipasi dalam proses fisiologis yang berinteraksi
dengan proteoglikan dan bermacam protein untuk membentuk jaringan kulit
baru. Kulit yang kehilangan glikosaminoglikan akan memperlemah
10
pembentukan jaringan baru dari sel-sel kulit bagian bawah (Santana et al,
2012).
Acharan sufat mempunyai kapasistas dalam jumlah besar untuk mengikat
air sehingga dapat menjaga kelembapan, lendir bekicot yang memiliki
kandungan air disinyalir dapat menjaga kelembapan kulit bila dioleskan pada
luka (Santana et al,2012). Pergerakan lapisan epitel merupakan hal yang paling
penting dalam penyembuhan luka. Secara klinis proses ini ditingkatkan dengan
menjaga luka tetap lembab. Menjaga luka tetap lembab merupakan hal yang
paling penting, serta dapat meningkatkan epiteliasi secara signifikan dalam
proses penyembuhan luka (Susanti, 2010).
Kandungan Acharan sulfat pada lendir bekicot memiliki efek angiogenik
yaitu mampu meningkatkan pembentukan jaringan kapiler baru melalui sintesis
RNA. Proses ini melibatkan Acharan sulfat yang menstimulasi pembentukan
VEGFA (Vascular Endothelial cell Growth Factor Activator) yang dikenal
(Jia Jeong, 2010)
Gambar 2.3
Struktur Acharan Sulfat
11
sebagai mitogen terkuat dalam proses proliferasi sel endotel pada pembuluh
darah. Semakin tinggi sintesis VEGFA maka semakin tinggi pula jumlah kapiler
baru yang terbentuk selama fase inflamasi hingga proliferasi (Jia, 2010).
2.4 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia, berat kulit adalah 16 % pada orang dewasa sekitar
2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin
(Paul et al , 2011).
Pada kulit sangat bervariasi pada lembut, tipis dan tebalnya, kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal
dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat
pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Paul et al, 2011).
Kulit merupakan bagian terluar tubuh manusia berfungsi sebagai
pelindung terjadinya trauma. Berfungsi sebagai pelindung yang mencegah
jaringan dari paparan trauma, ultraviolet (UV), radiasi, suhu ekstrem, racun, dan
bakteri. Fungsi penting lainnya termasuk persepsi sensorik, pengawasan
imunologi, termoregulasi, dan mencegah kehilangan air (Broughton, 2011).
Kulit adalah organ dinamis yang akan mengalami perubahan terus
menerus, lapisan luar kulit bagian luar yaitu epidermis akan di gantikan oleh
kulit bagian dalam yaitu sel basal setiap 4 minggu. Kulit sangat bervariasi dalam
ketebalan antara lokasi anatomi, jenis kelamin, dan usia individu. Ketebalan
epidermis akan sama dan tidak berubah selama individu hidup, perbedaan
12
ketebalan kulit dapat dilihat pada ketebalan telapak tangan dan telapak kaki yaitu
tebalnya (1,5mm), sedangkan kulit tipis ditemukan pada kelopak mata dan
diwilayah belakang telinga (0,05 mm). Kulit pria bersifat lebih tebal dari kulit
wanita di semua lokasi anatomi (Amilark, 2015).
Dalam Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka (Arisanty, 2013), kulit
atau terdiri atas dua lapisan utama, yaitu epidermis dan dermis. Beberapa
referensi lainnya seperti pada gambar 2.4 menyebutkan bahwa hipodermis
menjadi bagian dari kulit sehingga kulit teridiri atas tiga lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan hipodermis (subkutis).
2.4.1 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Epidermis
terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, tersusun oleh banyak lapis sel
yang disebut keratinosit. Keratinosit adalah sel-sel utama epidermis, yang
(Rossetti, 2013)
Gambar 2.4
Anatomi kulit lapisan epidermis, dermis, dan hipodermis
13
mensintesis protein keratin. Setiap 4-6 minggu epidermis melakukan
regenerasi dan secara tetap diperbarui melalui mitosis sel dalam lapisan basal,
secara berangsur-angsur digeser ke permukaan epitel (Bloom, 2012). Selama
perjalanan, mereka berdiferensiasi memperbesar dan mengumpulkan filament
keratin makin banyak dalam sitoplasmanya. Saat mendekati permukaan ,
mereka mati dan badan sel yang mirip seperti sisik itu secara perlahan
dilepaskan (Murphy, 2010).
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, pada
kelopak mata tebalnya 0,05 mm, pada telapak kaki dan telapak tangan
tebalnaya 1,5 mm. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit (Paul et al, 2011).
McGraw, 2010
Gambar 2.5
Struktur Epidermis
14
Epidermis terdiri dari lima lapisan yang melapisi seperti tampak pada
gambar 2.3. Lapisan epidermis terdiri dari stratum korneum, stratum lusidium.
Statum granulosum, stratum spinosum dan stratum basal (Bloom,2012).
Lapisan-lapisan epidermis adalah stratum korneum, atau sel tanduk
lapisan yang paling luar dan terdiri dari beberapa lapisan sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti dan protoplasmanya berubah menjadi keratin (Paul, 2011).
Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin, stratum lusidum berupa garis translusen,
biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan dan
tidak tampak pada kulit tipis (Paul, 2011).
Stratum granulosum diitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng
yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar
yang dinamakan granula (Amilark, 2015).
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Sel-sel
ini makin dekat dengan permukaan makin gepeng bentuknya. Pada stratum
spinosum terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril berperan
untuk mempertahankan kohesi sel dan mempertahankan kohesi sel dan
melindungi terhadap efek abrasi (Amilark, 2015).
Stratum basale (stratum germinativum) terdapat aktifitas mitosis dan
pembaharuan sel epidermis secara konstan dengan cara keratinosit akan
bergerak dari lapisan sel basal ke atas melalui semua lapisan-lapisan
15
epidermis yang lain, sambil bergerak melalui lapisan-lapisan strukturnya
berubah, sel-sel akan memimpih dan kehilangan inti dan akhirnya sel tersebut
menjadi kering lalu sel-sel akan mencapai lapisan yang paling luar yang
dikenal sebagai sel tanduk . Sel-sel tanduk akan mati kemudian luruh yang
akan diperbarui lagi kurang lebih satu bulan (Amilark, 2015).
2.4.2 Dermis
Dermis adalah lapisan kedua kulit yang tebal, berserat dan elastis
sebagian besar terbuat dari kolagen, elastin dan fibrillin dan memberikan
kulit fleksibilitas. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah.
Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat (James, 2011).
Dermis sangat bervariasi dalam ketebalannya pada kelopak mata tebal
dermis adalah 0,6 mm pada bagian telapak tangan dan kaki tebal dermis
adalah 3 mm (Murphy, 2011) . Dermis terdiri atas lapisan elastik dan
fibrosa padat dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis
besar dermis dibagai menjadi dua bagian pars papilare bagian yang
menonjol ke epidermis , berisi serabut saraf dan pembuluh darah, pars
retikulare yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut kolagen, elastin dan retikulin (Paul, 2011).
Pada dermis terdapat sel-sel mast dan fibroblast. Sel mast mengandung
sejumlah senyawa penting, seperti zat yang bereaksi lambat pada proses
anafilaksis, prostaglandin E2, dan histamin. Fibroblast mensintesis
16
komponen penunjang struktural dari kulit seperti serat-serat elastik,
kolagen, dan serat reticulum, fibroblast mensintesis komponen penunjang
struktural dari kulit seperti serat-serat elastik, kolagen dan serat reticulum
(Rassner, 2010).
Serat elastik atau jaringan elastik mempunyai sifat yang elastisitas
pada kulit. Komponen utama dari serat ini adalah elastin, suatu protein
amorf. Kolagen, pada suatu protein fibrosa berupa serat , merupakan
komponen utama kulit, mencakup lebih dari 70% total beratnya Kolagen
dikenal sebagai jaringan penguhubung mempunyai fungsi untuk
memberikan kekuatan yang diperlukan ligamen dan tendon untuk menahan
otot dan tulang ke tempat perlekatannya. Kolagen juga berfungsi untuk
memberi ketahanan pada kulit terhadap cedera akibat kekuatan eksternal
(Rassner, 2010).
2.4.3 Lapisan Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah
dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi
(Bloom, 2012).
17
2.5 Luka Laserasi
Luka laserasi termasuk luka terbuka yang bentuknya tidak beraturan
dengan kedalaman luka yang bervariasi (Barbul, 2010).
2.6 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses
penyembuhan luka adalah kolagen disamping sel epitel. Fibroblas
adalah sel yang berperan untuk sintesis kolagen (David, 2014).
Respon organisme terhadap kerusakan jaringan atau organ serta usaha
pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis
jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan
kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka.
Jacob,2015
Gambar 2.6
Luka laserasi
18
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.
Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan
kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang
saling terkait pada proses penyembuhan luka (Adrian et al, 2010).
Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan
membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya.
Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang
bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti:
umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik). Setiap
proses penyembuhan luka akan terjadi melalui tahapan-tahapan yang
dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis
dan derajat luka (Adrian, 2010) .
(Schwartz, 2010)
Gambar 2.7
Fase Penyembuhan Luka secara Seluler, Biokimia, dan Mekanik
19
2.6.1 Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase inflamasi merupakan fase pertama pada proses penyembuhan luka.
Fase ini terjadi segera setelah cedera dan dapat berlangsung 4-6 hari. Reaksi
awal fase inflamasi adalah terjadi vasodilatasi lokal, keluarnya darah
menuju ruangan ekstravaskuler, dan terhambatnya aliran limfatik. Pada fase
ini mengakibatkan timbulnya tanda-tanda utama terjadinya inflamasi , yaitu
bengkak, kemerahan dan panas. Respon inflamasi akut biasanya terjadi
dalam waktu 24-48 jam. Fase ini merupakan tahap awal yang alami untuk
mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invansif (Courtney,
2012).
Fase ini dibagi menjadi dua yaitu respon vaskular dan respon seluler.
Pada respon vaskuler, perdarahan terjadi segera sesudah jaringan cedera
sebagai akibat dari tergantungnya atau rusaknya pembuluh darah. Langkah
pertama dari proses penyembuhan luka adalah hemostasis. Hemostasis
terdiri dari dua proses utama: pembentukan fibrin clot dan koagulasi.
Platelet adalah sel pertama yang muncul sesudah terjadinya cedera dan
mengatur hemostasis normal. Perubahan thrombin menjadi fibrinogen dan
kemudian menjadi fibrin selama agregasi platelet, menyebabkan fibrin
(Adrian, 2010).
Proses hemostasis dan inflamasi terjadi dengan mulai dilepaskannya
chemotactic factor dari lokasi luka. Luka didefinisikan jika terjadi rusaknya
integritas jaringan, yang mengarah ke pembagian pembuluh darah dan
kontak langsung antara matriks ekstraseluler dengan platelet.
20
Paparan antara kolagen subendotelial dengan platelet menyebabkan
agregasi platelet , degranulasi, dan aktivasi dari kaskade koagulasi
(Adrian , 2010).
Platelet-α mengeluarkan sejumlah bahan wound-active, seperti PDGF
(Platelet-Derived Growth Factor), TGF (Transforming Growth Factor),
TGF-β (Transforming Growth Factor Beta), PAF (Platelet Activating
Factor) , fibronektin, dan serotonin. Selain mencapai hemostasis, bekuan
fibrin berfungsi sebagai perancah sel inflamasi seperti leukosit PMNs
(Polymorphonuclear leukocytes), neutrofil, dan monosit untuk bermigrasi
ke luka (Adrian , 2010).
Infiltrasi selular setelah cedera mengalami proses dengan urutan yang
telah ditentukan. PMNs adalah sel pertama yang menginfiltrasi lokasi luka,
yang memuncak pada 24 hingga 48 jam sejak timbul luka. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah , pelepasan prostaglandin lokal, dan adanya
zat chemotactic seperti factor komplemen , IL-1 (Interleukin-1), TNF-α
( Tumor Necrosis Factor Alpha), TGF- β (Tumor Necrosis Factor Beta),
platelet atau semua zat dari bakteri merangsang neutrofil bermigrasi
(Adrian , 2010).
Peran utama dari neutrofil adalah fagositosis bakteri dan debris
jaringan. PMNs juga merupakan sumber utama sitokin inflamasi selama
fase awal khususnya TNF- α, yang mungkin memiliki pengaruh signifikan
terhadap angiogenesis selanjutnya dan sintesis kolagen. PMNs juga
melepaskan protease seperti collagenase yang berpartisipasi dalam matriks
21
dan degradasi substansi dasar dalam fase awal penyembuhan luka. Selain
peran mereka dalam membatasi infeksi , sel-sel ini tidak muncul untuk
memainkan peran dalam deposisi kolagen atau akuisi kekuatan ikatan
mekanik. Sebaliknya faktor neutrofil telah terlibat dalam menunda
penutupan luka epitel (Adrian, 2010).
Populasi kedua dari sel-sel inflamasi yang menyisai luka terdiri dari
makrofag, yang sangat penting dalam keberhasilan penyembuhan luka.
Berasal dari monosit sirkulasi, makrofag mencapai angka yang signifikan
dalam luka pada 48-96 jam postinjury dan tetap ada sampai penyembuhan
luka sempurna (Adrian, 2010).
Makrofag, seperti neutrofil, berpartisipasi dalam debridement luka
melalui fagositosis dan berkontribusi untuk stasis mikroba melalui oksigen
radikal dan sintesis oksida nitrat. Fungsi makrofag yang paling penting
adalah aktivasi dan perekrutan sel lain melalui mediator seperti sitokin dan
growth factor, serta interaksi langsung dengan sel-sel dan ICAM, dengan
melepaskan mediator seperti growth factor TGF-ß, VEGF, IGF, EGF, dan
laktat. Makrofag mengatur poliferasi sel , sintesis matriks dan
angiogenesis. Makrofag juga memainkan peran penting dalam mengatur
angiogenesis, deposisi matriks dan remodeling (Adrian, 2010).
Pada fase inflamasi kandungan Achasin pada lendir fungsi sebagai
faktor antibakteri yang berkerja dengan cara menyerang atau menghambat
pertumbuhan bakteri (Wagno, 2012).
22
2.6.2 Fase Proliferasi
Pada fase proliferasi aktifitas seluler lebih utama. Tahap tahap utama
meliputi pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai
darah (angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada
jaringan yang luka (fibroplasia) (Li et al, 2007).
Fase proliferasi adalah fase kedua dari penyembuhan luka yang
terjadi meliputi hari ke-4 sampai ke12. Selama fase ini, kontinuitas jaringan
dibentuk kembali. Fibroblast dan sel endotel adalah kumpulan sel terakhir
menginvasi daerah luka, dan chematactic factor terkuat untuk fibroblast
adalah PDFG. Saat memasuki lingkungan luka , fibroblast yang masuk harus
terlebih dahulu berpoliferasi, dan kemudian menjadi aktif untuk
melaksanakan fungsi utama mereka yaitu renovasi sintesis matriks. Aktivasi
ini terutama dimediasi oleh sitokin dan growth factor yang dilepaskan oleh
makrofag (Adrian ,2010). Fibroblast yang terisolasi pada luka mensintesis
kolagen lebih banyak daripada fibroblast biasa, mereka berkembang biak
lebih sedikit , dan mereka secara aktif melakukan kontraksi matriks.
Meskipun jelas bahwa lingkungan luka kaya sitokin memainkan peran
penting dalam perubahan fenotipik dan aktivasi mediator , meskipun hanya
beberapa yang diktehui (Adrian, 2010).
Sel endotel juga berpoliferasi secara ekstensif selama fase
penyembuhan. sel-sel ini berpartisipasi dalam pembentukan kapiler baru
(angiogenesis) , suatu proses yang penting untuk keberhasiln penyembuhan
luka. Sel endotel juga berproliferasi secara ekstensif selama fase
penyembuhan. Sel-sel ini berpartisipasi dalam pembentukan kapiler baru
23
(angiogenesis), suatu proses yang penting untuk keberhasilan penyembuhan
luka (Adrian, 2010).
Sel endotel bermigrasi dari venula utuh dekat dengan luka. Migrasi
mereka, replikasi, dan pembentukan tubulus baru kapiler berada dibawah
pengaruh sitokin dan growth factor seperti TNF- α ,TGF-β dan VEGF.
Meskipun banyak sel lain yang menghasilkan VEGF, tetapi makrofag
merupakan sumber utama dalam penyembuhan luka, dan VEGF reseptor
utamanya terletak pada sel endotel (Charles, 2010).
Pada fase ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblas, dan kolagen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol
halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel
basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi kearah yang lebih rendah yang lebih
rendah atau data, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses
fibroblast dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan
mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan (Sjamsuhidayat, 2011).
Pada lendir bekicot (Achatina fulica) terdapat kandungan Acharan
sulfat yang membantu dalam fase proliferasi dimana mempercepat
pengeluaran protein dari sel sehingga mempercepat terbentuknya agregasi
platelet, pada fase angiogenesis membantu menstimuli pembentukan
24
VEGFA (Vascular Endothelial cell Growth Factor Activator) sehingga
mempercepat pembentukan pembuluh darah baru (Fuchio et al, 2011).
2.6.3 Epitelialisasi
Proses ini mengembalikan epidermis utuh seperti semula. Faktor yang
terlibat adalah migrasi keratinosit pada jaringan luka, proliferasi
keratinosit, diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-
lapis, dan mengembalikan basement membrane zone (BMZ) menjadi utuh
yang menghubungkan epidermis dan dermis (Sjamsuhidayat, 2011).
Epidermal growth factor (EGF), keratinocyte growth factor (KGF),
dan TGF-α merupakan faktor penting untuk merangsang migrasi
keratinosit, proliferasi, dan epitelisasi. Hari ke 7-9 sesudah epitelisasi,
BMZ terbentuk. Struktur kulit pada BMZ terdiri dari banyak protein
matriks ekstraseluler seperti kolagen dan laminins (Li et al, 2010).
Pembentukan kembali dermis dimulai kira-kira hari ke 3-4 setelah
perlukaan, dengan ciri klinik pembentukan jaringan granulasi, meliputi
pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis, dan penumpukan
fibroblas atau fibroplasia (Li et al, 2010).
Saat fase epitelialisasi kandungan lendir bekicot (Achatina fulica )
berupa Acharan sulfat mempunyai kapasistas dalam jumlah besar untuk
mengikat air sehingga dapat menjaga kelembapan luka itu sendiri, lendir
bekicot yang memiliki kandungan air disinyalir dapat menjaga
kelembaban kulit bila dioleskan pada daerah luka.
25
Acharan sulfat mempunyai kapasistas dalam jumlah besar untuk
mengikat air sehingga dapat menjaga kelembapan luka, kandungan air
pada Acharan sulfat disinyalir dapat menjaga kelembaban kulit bila
dioleskan pada luka sehingga dapat membantu penyembuhan luka pada
fase epitelialisasi (Susanti, 2010).
2.6.4 Fibroplasia
Fibroplasia adalah suatu proses proliferasi fibroblas, migrasi fibrin
clot ke daerah luka, dan produksi dari kolagen baru dan matriks protein
lainnya, yang terlibat dalam pembentukan jaringan granulas (James,
2011).
Respon awal saat terjadinya luka, fibroblas di pinggir luka memulai
proliferasi dan kira-kira hari ke 4 dimulai migrasi menuju matriks dari
bekuan luka yang kaya kolagen, proteoglikan, dan elastin. PDGF, TGF-β,
EGF dan FGF merangsang dan mengatur migrasi fibroblas dan mengatur
ekspresi dari reseptor integrin (Sjamsuhidajat, 2011).
Proliferasi fibroblas diatur dan dirangsang oleh EGF, FGF, kondisi
asam rendah oksigen yang ditemukan pada pusat luka. Sekali fibroblas
bermigrasi ke daerah luka, selanjutnya akan berubah fenotipnya secara
bertahap menjadi profibrotic phenotype yang fungsi utamanya juga
berubah yaitu untuk sintesa protein. Selain itu fibroblas juga berubah
fenotipnya menjadi myofibroblast yang berperan pada kontraksi luka (Li
et al, 2010).
26
Fibroblas tampak berbentuk fusiformis diantara serabut serabut
jaringan, memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tidak teratur, inti
bulat telur, besar, kromatin halus, dan memiliki nukleus yang jelas. Pada
jaringan ikat longgar dijumpai berbentuk bintang atau stelata sebagai
akibat serabut-serabut jaringan ikat yang tidak teratur.
Fibroblas memiliki banyak mikrofilamen proaktin serta
mikrotubul. Fibroblas berfungsi untuk mensintesis matriks ekstraseluler
seperti serabut kolagen, serbut elastin, dan zat-zat amorf (Gurtner,2007).
2.6.5 Angiogenesis (Neovaskularisasi)
Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan
pembentukan kapiler. Terjadi pertumbuhan kapiler baru pada daerah
yang berdekatan dengan luka berupa tunas-tunas yang terbentuk dari
pembuluh darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada
jaringan luka (Broughton et al, 2011).
Selama angiogenesis, sel endothelial juga memproduksi
danmengeluarkan substansi biologikal aktif atau sitokin. Beberapa
growth factor terlibat dalam angiogenesis adalah VEGF, angiopoietins,
FGF, dan TGF-β. Berbagai tipe sel termasuk keratinosit, fibroblas, dan
sel endothelial menghasilkan endothelial growth factor. VEGF ini
terdapat dalam kadar rendah pada kulit normal, sebaliknya kadarnya
tinggi pada waktu penyembuhan luka. Keadaan mempengaruhi timbulnya
growth factor (Li et al, 2007). Angiogenesis berlangsung proporsional
untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Broughton, 2011).
27
2.6.6 Kontraksi luka
Kontraksi luka adalah suatu proses tempat terjadi penyempitan
ukuran luka dengan kehilangan jaringan. Kontraksi timbul cukup awal
sesaat setelah terjadi luka. Pada kontraksi luka, ada pergerakan
sentripetal seluruh kulit, yang hanya dapat terjadi bila kulit dapat
bergerak, karena itu, kontraksi jauh lebih efektif pada daerah-daerah
kulit yang bergerak bebas (Sabiston, 2007).
Mekanisme kontraksi disebabkan oleh kontraksi fibroblast
(miofibroblast). Sel-sel ini terdapat di seluruh tubuh, terutama terpusat di
sekitar luka terbuka. Ada dua teori tentang bagaimana miofibroblast ini
mendorong tepi-tepi luka untuk mengurangi ukuran luka 80% dalam
waktu 10 hari, salah satu teori mengatakan bahwa miofibril bekerja di
balik tepi luka dan mendorong tepi luka ke depan, ke arah bagian
tengah. Teori lain mengatakan bahwa miofibril pada bagian tengah luka
mendorong tepi-tepi luka ke arahnya (Velnar, 2015).
Semua luka mengalami beberapa derajat kontraksi. Luka yang
tidak memiliki tepi operasi diperkirakan daerah luka akan berkurang
oleh tindakan ini (penyembuhan sekunder), pemendekan jaringan parut
itu sendiri menghasilkan kontraktur. Miofibroblas berperan sebagai sel
utama yang bertanggung jawab untuk kontraksi dan hal ini berbeda dari
fibroblast normal dimana ia memiliki struktur sitoskeletal (Charles,
2010).
28
Biasanya sel ini mengandung aktin otot polos-α dalam serabut
tebal yang disebut stress-fibers, yang memberikan kemampua kontraktil
pada miofibroblas. Aktin otot polos-α ini tidak terdeteksi,sampai hari ke-
6 dan kemudian meningkat nyata sampai hari ke-15 proses
penyembuhan luka. Setelah 4 minggu proses ini memudar dan sel-sel
kemudian mengalami proses apoptosis (Charles, 2010).
2.7 Efek Lendir Bekicot pada Luka
Lendir bekicot (Achatina fulica) adalah salah satu bahan tradisional
yang digunakan untuk pengobatan luka. Lendir bekicot mempunyai nilai
biologis yang tinggi dalam penyembuhan luka. Senyawa utama pada
lendir bekicot yaitu glikosaminoglikan berupa Acharan sulfat yang
disekresi oleh granula-granula didalam tubuh bekicot dan terdapat
glikoprotein yang disebut Achasin (Fuchino, 2011).
Achasin pada lendir bekicot juga merupakan protein yang mempunyai
fungsi biologik penting untung melindungi tubuh dari luka, protein achasin
juga berfungsi sebagai faktor antibakteri yang berkerja dengan cara
menyerang atau menghambat pembentukan bagian-bagian yang umum
dari strain bakteri yaitu lapisan peptidoglikan dan membran sitoplasma.
Lapisan peptidoglikan adalah komponen pembentuk dinding sel, dimana
pada bakteri dinding sel ini diperlukan cukup kuat untuk menahan tekanan
osmose dari luar (Fuchino, 2011).
Acharan sulfat mempunyai kapasistas dalam jumlah besar untuk
mengikat air sehingga dapat menjaga kelembaban luka, lendir bekicot
29
yang memiliki kandungan air disinyalir dapat menjaga kelembaban kulit
bila dioleskan pada luka sehingga dapat membantu penyembuhan luka pada
fase epitelialisasi. Acharan sulfat juga memiliki efek angiogenik yaitu
mampu meningkatkan pembentukan jaringan kapiler baru melalui sintesis
RNA. Proses ini melibatkan senyawa Acharan sulfat yang menstimulasi
pembentukan VEGFA (Vascular Endothelial cell Growth Factor Activator)
yang dikenal sebagai mitogen terkuat dalam proses proliferasi sel endotel
pada pembuluh darah. Semakin tinggi sintesis VEGFA maka semakin
tinggi pula jumlah kapiler baru yang terbentuk selama fase inflamasi
hingga proliferasi (Jia, 2010).
Top Related