5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Sosial
2.1.1 Definisi Media Sosial
Media sosial merupakan sebutan aplikasi berbasis internet yang
digunakan sebagai diskusi online di mana seseorang dapat berkomunikasi,
berbagi informasi, pesan pribadi, gambar, beberapa konten pada tingkat yang
luas dengan ratusan bahkan ribuan orang di seluruh dunia. Media sosial
mencakup berbagai aplikasi contohnya Facebook, Twitter dan Google+ yang
menggunakan istilah “posting”, “tag”, “dig”, ”blog” dan lain-lain. Konten
ini diciptakan oleh media sosial untuk informasi online yang dibuat menyebar
dan digunakan oleh konsumen. Karena kemudahan dari cara penggunaan,
kecepatan jangkauan, media sosial menjadi trendsetter dari lingkungan
politik, teknologi industri hiburan. Media sosial juga disebut sebagai “Web
2.0” atau “jejaring sosial” (Ventola CL, 2014; Nadaraja, 2015).
2.1.2 Karakteristik Media Sosial
Media sosial memiliki karakteristik sebagai berikut (Mayfield, 2008):
a. Partisipasi
Media sosial mendorong kontribusi konten, umpan balik dari semua orang
yang tertarik. Hal ini mengaburkan batasan antara media dan audience.
b. Keterbukaan
Terbuka untuk umpan balik (feedback) dan partisipasi, voting, komentar.
Jarang ada hambatan walaupun dilindungi oleh sandi.
6
c. Percakapan
Media dapat dilihat sebagai percakapan dua arah, "siaran (broadcast)"
atau (konten yang ditransmisikan atau didistribusikan kepada audiens).
d. Masyarakat/ Komunitas
Komunitas berbagi kepentingan bersama, seperti fotografi cinta, isu
politik atau acara televisi favorit.
e. Keterhubungan
Memanfaatkan link dari satu situs ke situs lain, sumber daya dan orang –
orang yang dikenal maupun yang belum dikenal, dekat maupun jauh.
Tabel 2.1 Alasan Terbanyak Penggunaan Media Sosial
Alasan Persentase
Untuk tetap berhubungan dengan apa yang teman saya
lakukan 42%
Untuk tetap up to date dengan berita dan peristiwa saat
ini 39%
Untuk mengisi waktu luang 39%
Karena banyak teman-teman yang menggunakan 34%
Terhubung dengan orang lain 33%
Berbagi foto atau video dengan orang lain 33%
Untuk menemukan konten lucu atau menghibur 32%
Berbagi opini 31%
Bertemu orang baru 28%
Untuk penelitian atau menemukan produk untuk dibeli 25% (GlobalWebIndex, 2017)
2.1.3 Jenis media sosial :
Terdapat beberapa jenis media sosial sebagai inovasi dan perubahan yang
telah marak di era jaman modern ini.
Gambar 2.1 Macam Media Sosial (https://www.justaskgemalto.com/en/social-media-trends-2017-everything-need-know/)
7
Media sosial dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan dan fungsi seperti
(Mayfield, 2008; Ventola CL, 2014):
a. Jaringan sosial
Halaman web pribadi, menghubungkannya dengan teman untuk berbagi
konten dan berkomunikasi. Contohnya adalah Facebook, LinkedIn, Google
Plus, Doctors’ Hangout, dan Doc2Doc.
b. Blog
Berperan sebagai dokumen komunal atau database, informasi media (teks,
video, audio). Pembaca dapat menanggapi konten dengan postingan komentar
sehingga terjadi dialog antara blogger dan audience. Contohnya adalah
Blogger, WordPress.
c. Wiki
Berperan sebagai dokumen komunal atau database, menambahkan konten
atau mengedit informasi mereka. Contohnya adalah Wikipedia, Medpedia.
d. Podcast
File audio, video yang tersedia dengan berlangganan seperti iTunes.
e. Forum
Area untuk diskusi online, umumnya dengan topik dan minat tertentu.
f. Komunitas Konten (Content communities) atau Media Sharing Web
Mengatur dan berbagi jenis konten tertentu. Contohnya Foto (Flickr), link
bookmark (del.icio.us), video (YouTube), www.thedoctorschannel.com
g. Microblogging
Jejaring sosial yang dikombinasikan dengan blogging, didistribusikan
secara online dan melalui jaringan telepon selular. Contohnya Twitter.
8
2.1.4 Kelebihan Media Sosial
a. Konektivitas Seluruh Dunia
Seperti membuat teman baru, membuat koneksi bisnis, menemukan
percintaan, mencari pekerjaan, bantuan lokasi, dan lain-lain.
b. Kesamaan Kepentingan
Memiliki minat sama, hanya perlu berhubungan digital atau virtual secara
online kapan saja dan dimana saja daripada bertemu secara fisik.
c. Berbagi Informasi
d. Iklan Gratis
e. Peningkatan Kecepatan Berita. Berita tren atau terupdate.
2.1.4.1 Manfaat dari media sosial dengan professional kesehatan (Ventola
CL, 2014):
a. Jaringan Profesional
Kalangan dokter dapat berpartisipasi dalam komunitas online,
mendengarkan para ahli, dan berkomunikasi dengan rekan tentang masalah
pasien.
b. Pendidikan Profesional
Misalnya YouTube dapat digunakan di kelas untuk berdiskusi,
menggambarkan, atau memperkuat suatu konsep dan kemudian menanggapi
penalaran klinis dengan pertanyaan.
c. Promosi Organisasi
Seperti kelompok advokasi pasien, perusahaan farmasi, rumah sakit.
Tujuannya meningkatkan visibilitas organisasi, pemasaran produk, jasa, berita
tentang kegiatan, penggalangan dana, layanan pelanggan dan dukungan.
9
d. Perawatan Pasien
Media sosial dapat bertujuan memberikan edukasi pada pasien sebagai
pemantauan kesehatan, mendorong perubahan perilaku dan kepatuhan obat,
dengan harapan dapat meningkatkan hasil perawatan dan kesehatan pasien.
e. Edukasi Pasien
Situs seperti PatientsLikeMe (www.patientslikeme.com) menyediakan
tempat bagi para pasien untuk mengakses informasi, saran, dan dukungan dari
orang lain yang memiliki penyakit yang sama atau serupa.
f. Program Kesehatan Masyarakat
Seperti tanggap darurat bencana, donor organ dan lain-lain.
2.1.5 Kekurangan Media Sosial (Jadoon RN, 2010) :
a. Tatap muka secara langsung yang terancam punah
Bersosialisasi secara online dapat menghambat perkembangan seseorang
untuk bersosial dengan orang lain.
b. Cyber bullying dan Kejahatan terhadap Anak
Anak-anak bisa terkena pornografi atau konten yang tidak pantas lainnya,
pelecehan atau kontak yang tidak pantas dari orang lain.
c. Risiko Penipuan atau Pencurian Identitas
Informasi yang telah diposting di Internet dapat diakses oleh semua orang
yang cukup pintar untuk mengaksesnya/hack.
d. Invasi Perusahaan Privasi
Suatu perusahaan dapat menyerang privasi dan menjual informasi pribadi
pengguna. Misalnya iklan yang muncul dengan konten yang terkait dengan
posting pengguna.
10
2.2 Tidur
2.2.1 Definisi tidur
Tidur merupakan suatu keadaan berulang, tetatur, reversibel ditandai
dengan keadaan relatif tidak bergerak serta tingginya ambang respon stimulus
luar dibandingkan terjaga. Tidur memberikan fungsi homeostatik yang
bersifat menyegarkan, penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan
energi (Sadock, 2010). Selama tidur fungsi otak dan tubuh tetap aktif.
Masing-masing tahap tidur terkait dengan gelombang otak (pola khas
aktivitas listrik di otak). Seberapa baik tidur dan manfaatnya tidak hanya pada
total waktu tidur, tetapi juga seberapa banyak tidur yang telah didapatkan
setiap malam dan waktu tahap tidur (National Institutes of Health 2011).
Tidur merupakan proses yang kompleks di mana tubuh melakukan
sejumlah kegiatan penting. Ini melibatkan rendahnya kesadaran dari dunia
luar, otot menjadi rileks, dan terjadi keadaan anabolik yang membantu kita
membangun dan memperbaiki tubuh terutama bagi otak untuk memulihkan
dan regenerasi (Mental Health Foundation 2011).
2.2.2 Fungsi Tidur :
Berikut beberapa fungsi dari tidur (National Institutes of Health 2011) :
a. Belajar, Daya ingat dan suasana hati.
Kurang tidur dapat menyebabkan proses berpikir menjadi lebih lambat,
sulit fokus, perhatian menjadi berkurang, mudah bingung, dan mudah marah.
b. Jantung
Saat tidur jantung dan sistem pembuluh darah akan beristirahat. Selama
tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement), detak jantung dan tekanan darah
11
semakin lambat seiring memasuki tahap tidur lebih dalam. Selama tidur REM
(Rapid Eye Movement), saat menanggapi mimpi detak jantung dan
pernapasan dapat naik turun sehingga tekanan darah menjadi berubah-rubah.
c. Hormon
Deep sleep (tahap 3 tidur non-REM) akan memicu pelepasan hormon
pertumbuhan (growth hormone/GH) untuk pertumbuhan anak-anak,
meningkatkan massa otot, perbaikan sel dan jaringan pada anak-anak dan
orang dewasa. Pelepasan hormon seks juga memberikan kontribusi untuk
pubertas dan kesuburan.
2.2.3 Fisiologi tidur
Tabel 2.2 Kebutuhan Tidur Berdasarkan Usia
Usia Direkomendasikan Mungkin Tepat Tidak
Direkomendasikan
Bayi Baru Lahir
0 – 3 bulan
11 – 17 jam 11 – 13 jam
18 – 19 jam
< 11 jam
> 19 jam
Bayi
4 – 11 bulan
12 – 15 jam 10 – 11 jam
16 – 18 jam
< 10 jam
> 18 jam
Anak yang belajar berjalan
1 – 2 tahun
11 – 14 jam 9 – 10 jam
15 – 16 jam
< 9 jam
> 16 jam
Presekolah
3 – 5 tahun
10 – 13 jam 8 – 9 jam
14 jam
< 8 jam
> 14 jam
Anak sekolah
6 – 13 tahun
9 – 11 jam 7 – 8 jam
12 jam
< 7 jam
> 12 jam
Remaja
14 – 17 tahun
8 – 10 jam 7 jam
11jam
< 7 jam
> 11 jam
Dewasa Muda
18 – 25 tahun
7 – 9 jam 6 jam
10 – 11 jam
< 6 jam
> 11 jam
Dewasa
26 – 64 tahun
7 – 9 jam 6 jam
10 jam
< 6 jam
> 10 jam
Dewasa Tua
≥ 65 tahun
7 – 8 jam 5 – 6 jam
9 jam
< 5 jam
> 9 jam
(Hirshkowitz M et al, 2015)
Pada manusia jumlah tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pada
usia sehingga kebutuhan tidur berubah sepanjang siklus hidup. Bayi baru lahir
tidur rata-rata 16-18 jam per hari, menurun sekitar 13-14 jam setelah satu
tahun. Remaja cenderung memerlukan lebih banyak tidur dibandingkan orang
12
dewasa, karena perubahan fisiologis yang terjadi dalam tubuh. Orang dewasa
tidur 7-8 jam per hari. Orang dewasa yang lebih tua tidur 6-7 jam per hari,
lebih sering tidur pada siang hari. Rata-rata membutuhkan tidur bervariasi
dari orang ke orang, antara 5 dan 11 jam (Mental Health Foundation 2011).
2.2.3.1 Perubahan fisiologi pada tidur
Berikut beberapa perubahan fisiologi saat tidur (Schuup M, 2003) :
a. Sistem Pernapasan
Selama tidur NREM terjadi penurunan frekuensi pernafasan,
penurunan tonus otot saluran napas atas, hipoventilasi alveolar, sedikit
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2. Saat REM frekuensi pernafasan
umumnya bertambah cepat, dangkal dan tak menentu. Penurunan fungsi
respirasi selama tidur terutama REM akibat kolapsnya sebagian saluran
napas atas disertai penurunan tonus otot interkostal dan genioglosus.
b. Sistem Kardiovaskular
Selama NREM, ada pengurangan dalam denyut jantung, curah
jantung dan tekanan darah, karena vasodilatasi. Selama REM tekanan
darah dan detak jantung secara keseluruhan meningkat mungkin karena
vasokonstriksi lebih terlihat pada otot rangka selama tidur REM.
c. Sistem Saraf Pusat
Saat tidur aliran darah otak / Cerebral blood flow (CBF) akan
meningkat sebesar 50-100% dibandingkan saat terjaga. Tingkat
metabolisme otak dan konsumsi oksigen berkurang selama tidur NREM
tetapi meningkat selama tidur REM. Sistem saraf otonom akan lebih
stabil saat tidur dibandingkan terjaga.
13
d. Renal sistem
Selama tidur laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal akan
menurun. Sekresi aldosteron meningkat seperti (Antidiuretic Hormone
/ADH), sehingga produksi urin turun dan konsentrasi urin meningkat.
e. Gastrointestinal (GI)
Selama tidur motilitas saluran pencernaan, sekresi asam lambung,
reflek menelan akan menurun kecuali pasien ulkus duodenum, yang
menunjukkan peningkatan sekresi asam lambung 3-20 kali saat tidur.
f. Sistem Endokrin
Melatonin dilepaskan dari kelenjar pineal di bawah kendali nukleus
suprakiasmatik (SCN), dimulai pada awal gelap dan akan terhambat
atau tertunda oleh paparan cahaya terang. Hormon pertumbuhan
sebagian besar disekresi pada awal dari tidur gelombang lambat,
khususnya masa pubertas.
g. Kontrol suhu
Suhu tubuh akan mengalami penurunan terutama tidur gelombang
lambat akibat penurunan set point anterior hipotalamus, tubuh
mempunyai mekanisme kehilangan panas (berkeringat) untuk
mendinginkan tubuh dan membuat set point baru. Tidur REM juga akan
terjadi pengurangan kemampuan untuk mengatur suhu tubuh.
2.2.4 Tahapan dan siklus tidur
2.2.4.1 Tahapan tidur
Tahapan tidur dinilai menggunakan elektrofisiologis; EEG
(elektroensefalogram) menunjukkan gelombang otak. EOG (elektro-
14
oculogram) menunjukkan gerakan bola mata. EMG (elektromiogram)
yang mengukur aktivitas otot (Mental Health Foundation 2011).
Saat kondisi terjaga pada orang normal, EEG menunjukkan dua pola
dasar aktivitas. Pertama aktivitas alfa, terdiri atas gelombang teratur
berfrekuensi sedang 8 – 12 Hz yang mana terjadi saat orang beristirahat
dengan tenang, tidak terangsang atau bergairah dan tidak terlibat dalam
aktivitas mental yang berat contohnya memecahkan suatu masalah.
Kedua aktivitas beta, terdiri dari gelombang tidak teratur, sebagian
besar memiliki amplitudo rendah dengan frekuensi 13 – 30 Hz.
Aktivitas beta menunjukkan desinkroni yang mencerminkan banyak
sirkuit neuron berbeda di otak sedang aktif mengolah informasi-
informasi atau sedang aktif berfikir (Carlson NR 2013).
Tidur memiliki dua periode yaitu NREM (non rapid eye movement)
dan REM (rapid eye movement). Tidur NREM memiliki tahap satu
sampai empat. Tahap satu merupakan transisi tidur dan terjaga yang
ditandai beberapa aktivitas teta (3,5 – 7,5 Hz), menunjukkan terjadi
penembakkan neuron di neurokorteks menjadi tersinkronasi. Gerakan
kelopak mata dari waktu ke waktu seperti membuka dan menutup
secara perlahan, matanya naik dan turun (Carlson NR 2013).
Tidur tahap dua umumnya mempunyai gelombang EEG tidak
teratur. Tahap ini mempunyai gelombang teta, gelendang tidur dan
kompleks K. Gelendong tidur berperan dalam konsolidasi ingatan.
Gelendang tidur merupakan semburan singkat gelombang 12-14 Hz
yang terjadi dua dan lima kali per menit selama tidur tahap 1-4.
15
Kompleks K merupakan bentuk gelombang tajam yang mendadak,
tejadi spontan, lamanya kira-kira satu kali permenit (Carlson NR 2013).
Tidur tahap tiga dan empat menunjukkan terjadinya aktivitas delta
yaitu gelombang yang memiliki amplitudo tinggi kurang dari 3,5 Hz.
Pada tidur tahap tiga mengandung 20 sampai 50 persen aktivitas delta
sedangkan tahap empat mengandung lebih dari 50 persen. Tidur tahap
tiga dan empat didominasi dengan EEG gelombang lambat sehingga
disebut sebagai tidur gelombang lambat (Carlson NR, 2013).
Tahap tidur paling terdalam disebut tidur REM (rapid eye
movement) atau gerakan cepat bola mata yang merupakan ciri dari tahap
ini saat EOG. Pada EMG menunjukkan otot menjadi lumpuh (paralisis)
dan terjadi kedutan sekali-sekali, sebagian besar neuron motorik spinal
dan kranial dihambat dengan sangat kuat kecuali neuron motorik yang
mengontrol pernapasan dan gerakan mata (Carlson NR 2013).
(Carlson, 2013)
Gambar 2.2 Gelombang otak di berbagai tahap tidur
16
2.2.4.2 Siklus tidur
Sebuah mekanisme yang disebut siklus sirkadian atau ritme harian
mengatur pola tidur bangun dan memiliki interaksi dengan
homeostatis tidur. Kebanyakan makhluk hidup memiliki ritme
sirkadian internal artinya mereka beradaptasi untuk hidup dalam siklus
siang dan malam. Orang dewasa menyumbang rata-rata 75 - 80 persen
tidur non-REM dari total tidur. Proses ini adalah siklus selama satu
malam, mengalami empat atau lima siklus berulang dari non-REM dan
REM yang masing-masing berlangsung 90 - 110 menit. Pola tidur dan
terjaga mengikuti siklus 24 jam (Mental Health Foundation 2011).
2.2.5 Mekanisme Tidur dan Terjaga
2.2.5.1 Kontrol Neuron atas Tidur-Terjaga
Neuron pendorong keterjagaan (Szabadi E, 2015):
a. Basal otak depan/ basal forebrain (BF) : terdapat neuron kolinergik
pendorong keterjagaan.
b. Talamus : terdapat neuron glutamatergik pendorong keterjagaan.
c. Hipotalamus : terdiri dari histaminergik tuberomamillary nucleus
(TMN) dan the neuron oreksinergik pada lateral hipotalamus (LH)
/bagian perofornikal (PF).
d. Batang otak : terdiri dari noradrenergik locus coeruleus (LC),
dopaminergik ventral tegmental area (VTA), serotonergik dorsal
raphe nukleus (DR) dan the kolinergik pedunulopontin
tegmental(PPT)/laterodorsal tegmental nuklei (LDT).
Neuron pendorong tidur gelombang lambat (Szabadi E, 2015) :
17
a. Basal otak depan/ basal forebrain (BF) : terdapat neuron inhibitor
GABA yang diarahkan ke korteks serebral
b. Talamus : terdapat ventrolateral preoptic nucleus (VlPO). Neuron
inhibitor GABAergik dari VlPO menuju tuberomamillary nucleus
(TMN) dan locus coeruleus (LC)
c. Hipotalamus : terdapat neuron yang mengandung melanin
concentrating hormone (MCH) yang bercampur dengan neuron
oreksinergik mengirimkan inhibitor pada semua neuron pendorong
tidur gelombang lambat
d. Batang otak : terdapat akson interneuron inhibitor GABA yang
menghambat noradrenergik pendorong tidur gelombang lambat dan
neuron dopaminergik.
Neurotransmiter yang berperan adalah asetilkolin (ACh),
noradrenalin (NA), histamin (H), oreksin (Ox), MCH (melanin-
concentrating hormone), GABA (γ-aminobutyric acid), dopamin
(DA), 5HT (5-hydroxytryptamine), glutamate (Glu). Reseptor yang
terdiri dari eksitatori α1-adrenoseptor, inhibitor α2-adrenoseptor,
eksitatori H1 reseptor, 5HT2A dan 5HT2C, eksitatori 5HT reseptor.
(Szabadi E, 2015)
Gambar 2.3 Kontrol Neuron atas Tidur-Terjaga
18
Keterangan gambar : nukleus pendorong keterjagaan (kuning),
nukleus pendorong tidur (ungu), nukleus pendorong tidur REM
(putih), Eksitatori (merah), inhibitori (biru)
a. Asetilkolin (Ach)
Asetilkolin mempunyai peran penting dalam arousal. Saat terjaga
dan tidur REM aktivitas asetilkolin sangat tinggi, namun rendah saat
tidur gelombang lambat (Carlson NR, 2013).
(Carlson, 2013)
Gambar 2.4 Pelepasan Asetilkolin selama Siklus Tidur-Terjaga
b. Noradrenalin
Badan sel noradrenergik terdapat di lokus koeruleus (LC) yang
terletak di pons dorsal. Aktivasi neuron-neuron lokus koeruleus (LC)
akan terjadi pelepasan neuron norepinefrin sehingga meningkatkan
kesiagaan, rendah saat tidur gelombang lambat, dan nyaris nol saat
tidur tahap REM. Beberapa detik setelah terbangun laju penembakan
neuron-adrenergik akan meningkat dramatis (Carlson NR, 2013).
(Carlson, 2013)
Gambar 2.5 Norepinefrin dan Siklus Tidur-Terjaga
19
c. Serotonin (5HT)
Neuron serotonergik banyak ditemukan di nukleus rafe. Akson
neuron ini menjulur ke banyak bagian otak termasuk hipotalamus,
hipotalamus, ganglia basal, hipokampus dan neokorteks. Aktivitas
neuron serotonergik menurun dan nyaris nol saat tidur REM dan
kembali sangat aktif setelah tahap REM berakhir (Carlson NR, 2013).
(Carlson, 2013)
Gambar 2.8 Serotonin dan Siklus Tidur
d. Histamin
Badan sel neuron ini terletak di nukleus tuberomamilaris. Akson
neuron ini menjulur ke serebrum, talamus, ganglia basal, otak depan
basal dan wilayah lain di hipotalamus. Saat terjaga aktivitas neuron
histaminergik tinggi, namun rendah saat tidur gelombang lambat dan
REM (Carlson NR, 2013).
e. Oreksin
Sekitar 7000 neuron oreksinergik dalam otak manusia dan akson
neuron ini menjulur hampir ke semua bagian otak termasuk korteks
serebrum dan wilayah yang terlibat dalam arousal dan keterjagaan
termasuk lokus koeruleus, nukleus rafe, nukleus tuberomamilaris,
20
neuron asetilkolinergik di pons dorsal dan otak depan basal. Aktivitas
neuron ini tinggi saat terjaga aktif, rendah saat terjaga diam, tidur
gelombang lambat dan tidur REM (Carlson NR, 2013).
(Carlson, 2013)
Gambar 2.7 Oreksin dan Siklus Tidur-Terjaga
f. Dopamin (DA)
Neuron dopaminergik berlokasi di nukleus yang berbeda pada otak
tengah, hipotalamus, bulbus olfactori. Semua nukleus di otak tengah
melakukan kontribusi ke efek pendorong keterjagaan dari sistem
dopaminergik, melalui proyeksi langsung dan tidak lagsung ke korteks
serebral dan nuleus pendorong keterjagaan lainnya (Szabadi E, 2015).
g. Glutamat
Di talamus terdapat neuron glutamatergik spesifik (sensorik) and
non-spesifik yang menyebar ke korteks serebral. Neuron non-specifik
berlokasi di intralaminar dan nukleus retikular, dimana sebagai
pendorong keterjagaan dan merupakan bagian “ascending arousal
system” . Neuron ini menerima masukan rangsang dari kolinergik
pendorong keterjagaan dan neuron histaminergik. Neuron
glutamatergik di bagian atas batang otak (nukleus parabrachial dan
21
area precoeruleus) membangkitkan keterjagaan melalui output
eksitatori ke basal otak depan (Szabadi E, 2015).
h. GABA
GABA merupakan the neurotransmiter inhibitor terbanyak di otak.
Neuron GABAergik tersebar luas di seluruh neuraxis. Neuron
GABAergik mendorong tidur gelombang lambat dan menghambat
tidur REM (Szabadi E, 2015).
i. Galanin
Neuron galaninergik diidentifikasi di VlPO dimana bercampur
dengan neuron GABAergik. Neuron galaninergik memiliki target
proyeksi yang sama dengan neuron GABAergik. Melalui sinergisme
dari neuron GABAergik pendorong tidur di VlPO dan inhibisi dari
noradrenergik pendorong keterjagaan dan neuron serotonergik,
galanin mendesak aksi dari pendorong tidur (Szabadi E, 2015).
j. Melatonin
Hormon melatonin dihasilkan kelenjar pineal. Disintesis dibawah
kontrol sirkadian oleh SCN, dan dimodulasi oleh cahaya. Melatonin
menstimulasi reseptor MT1 dan MT2 sehingga memberikan efek
pendorong tidur dan memodulasi tidur (Szabadi E, 2015).
k. Adenosin
Adenosin akan terakumulasi di otak selama terjaga yang
berlangsung lama. Ini adalah agen pendorong tidur “somnogen” oleh
meningkatnya kecenderungan untuk tidur. Efek pendorong tidur dari
adenosin adalah dimediasi melalui inhibisi dari neuron pendorong
22
keterjagaan dan stimulasi neuron pedorong tidur (Szabadi E, 2015).
l. MCH (Melanin Concentrating Hormon)
Neuron MCH diam selama terjaga, sedikit bergerak selama SWS,
dan bergerak maksimal selama tidur REM. Aktivasi neuron MCH
dapat mengganti SWS ke tidur REM (Szabadi E, 2015).
2.2.6 Kualitas tidur
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun
dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Kualitas tidur dan
waktu tidur yang sama pentingnya dengan kuantitas tidur. Orang yang
tidurnya sering terganggu atau mempersingkat waktu tidur mungkin tidak
akan cukup mendapatkan dari kedua tidur non-REM dan tidur REM. Kedua
jenis tidur ini penting untuk belajar dan daya ingat, pertumbuhan dan
perbaikan sel (National Institutes of Health, 2011).
2.2.7.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
1. Penyakit
a. Gangguan Psikiatri
i. Pada depresi serotonin, norepinefrin, dopamin akan menurun
dimana neuron tersebut berperan dalam keterjagaan sehingga
orang dengan depresi memiliki gangguan pada pola tidur REM
yaitu memiliki tidur REM yang berlebih, lebih cepat memasuki
tahap REM dan densitas REM yang meningkat (Sadock, 2010).
ii. Orang dengan kecemasan (anxiety), norepinefrin, epinefrin,
serotonin akan meningkat menyebabkan meningkatnya
23
keterjagaan dan kewaspadaan (Sadock, 2010), memiliki waktu
kurang dalam tidur nyenyak (Mental Health Foundation 2011).
iii. Orang skizofrenia dapat terjadi penundaan dalam mencapai tidur
nyenyak dan tidur REM (Mental Health Foundation 2011).
iv. Pada bipolar dapat terjadi gangguan pola tidur dan waktu
sirkadian, meskipun tidak jelas apakah waktu sirkadian atau
homeostatis tidur yang bertanggung jawab atas gangguan tidur
yang mendasari (Mental Health Foundation 2011).
v. Gangguan berjalan sambil tidur (somnambulisme), berbicara
sambil tertidur (somniloquy), membenturkan kepala terkait tidur
(jactatio capitis nocturia), gangguan mimpi buruk, gangguan teror
tidur menunjukkan gejala parasomnia yang menandai sebagian
besar gangguan tidur. Parasomnia terjadi pada tahap 3 dan 4,
merupakan fenomena tidak biasa, tidak diinginkan, terjadi tiba-
tiba saat tidur atau pada ambang tidur-bangun (Sadock, 2010).
vi. Narkolepsi menunjukkan gejala hypersomnia (tidur yang
berlebihan, somnolen siang hari yang berlebihan, atau keduanya),
manifestasi abnormal tidur REM terjadi setiap hari sedikitnya 3
bulan, 2-6 kali sehari, 10-20 menit (Sadock, 2010). Penyebab dari
penyakit ini adalah degenerasi dari neuron oreksinergik dimana
neuron ini berperan dalam keterjagaan (Carlson NR, 2013).
b. Gangguan Neurologi
i. Pasien demensia tipe alzheimer mengalami kerusakan pada sel
otak sehingga mengalami penurunan fungsi otak salah satunya
24
gangguan tidur yang ditandai dengan berkurangnya tidur REM
dan tidur gelombang pendek (Sadock, 2010).
ii. Pada Epilepsi impuls listrik sel saraf akan berlebih sehingga
menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.
Sleep disorder berhubungan dengan terjadinya kejang sehingga
mengganggu tidur normal bahkan saat tidur dapat terjadi kejang.
Pada epilepsi terjadi peningkatan bangun nokturnal, bangun lebih
pagi, susah memulai tidur, kantuk siang hari yang berlebihan dan
kualitas tidur yang buruk (Watson NF et al, 2013).
iii. Multiple Sclerosis (MS), tumor dan stroke dapat menyebabkan
gangguan tidur sesuai lokasi lesi. Lesi di hipotalamus termasuk
Tuberomamillary nucleus (TMN) atau hipokretin/produksi
oreksin dapat menyebabkan rasa kantuk. Lesi pontine termasuk
area sublaterodorsal tegmental nucleus dapat menimbulkan REM
sleep behavior disorder (SBD). Lesi Ventrolateral preopic
nucleus (VlPO) cenderung insomnia. Tumor serebral terutama
yang berloksi di daerah sellar dan suprasellar
(craniopharyngioma, Astrositoma pilocytic, dan Adenoma
pituitary) dapat menyebabkan kantuk melalui keterlibatan
neoplastik langsung atau tekanan pada hipotalamus, dengan
penurunan hipokretin (oreksin) sebagai faktor penyebabnya.
Selain itu juga dapat menyebabkan disfungsi endokrin yang
mempengaruhi produksi melatonin. Glioma batang otak dan
tumor hemisfer (invasi hemisfer bilateral atau edema
25
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
serebri) menunjukkan somnogenik, dengan terganggunya
reticular activating system (RAS) sebagai kemugkinan
penyebab. SDB mungkin disebabkan oleh tumor yang melibatkan
batang otak yang menyebabkan disfungsi pada pusat pernapasan
dan nukleus yang terlibat dalam diafragma dan kontrol otot
bulbar.
iv. Nyeri kepala menyebabkan insomnia,durasi tidur lebih pendek
(6,7 dibandingkan 7jam), latensi tidur lebih lama (31,4
dibandingkan 21,1menit), butuh waktu lebih lama melanjutkan
tidur setelah malam terbangun (Watson NF et al, 2013).
c. Gangguan Kardio-Respirasi
i. COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dapat beresiko
terjadi OSA (Obstruktive Sleep Apnea) dimana terjadi penurunan
saturasi oksigen saat nokturnal yang menyebabkan hipoksia
sehingga mempengaruhi kualitas tidur (Zohai MA et al, 2014).
ii. Asma juga beresiko menyebabkan Obstructive sleep apnea
syndrome (OSAS), desaturasi oxyhemoglobin. Tidur khususnya
tahap REM terjadi keterbatasan aliran udara, upaya pernafasan
meningkat, hipoksemia, retensi karbon dioksida (Salles C, 2013).
iii. SDB (Sleep-disordered Breathing) pada CHF ada 2 tipe: central
sleep apneu dengan pernapasan Cheyne-Stokes dan OSA
(Obstruktive Sleep Apnea). CSB menyebabkan hipoksemia
berulang, hiperkapnia, hipokapnia, meningkatkan tekanan negatif
26
intratorak. Perubahan ini menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi, tekanan transmural di ruang jantung meningkat, dan
pengiriman oksigen ke jaringan berkurang (Sharma B et al, 2010).
d. Gangguan Metabolik
i. Diabetes dapat menyebabkan kerusakan saraf perifer ( diabetic
neuropathy) yang menyebabkan rasa kebas, rasa geli, rasa sakit
pada kaki dan tangan. Gejala tersebut dapat membuat sulit untuk
tidur dan atau mempertahankan tidur (Patel et al, 2014).
e. Gangguan Muskuloskeletal
i. Rheumatoid arthritis (RA), rasa nyeri yang dirasakan dapat
menimbulkan insomnia dan fatigue sehingga membuat kualitas
tidur yang jelek (Jae-Hyun, 2016).
2. Zat dan Obat
a. Zat
i. Kafein menstimulasi SSP (sistem saraf pusat), meningkatkan detak
jantung, meningkatkan produksi adrenalin, menekan produksi
melatonin melalui antagonis reseptor adenosin menyebabkan
penundaan pada awal tidur, ketidakmampuan untuk
mempertahankan tidur, terbangun pada dini hari (Sadock, 2010).
ii. Alkohol meningkatkan efek GABA, menimbulkan rasa kantuk dan
kesulitan bangun pada keesokkan harinya. Konsumsi alkohol
sebelum tidur pada pra akut dapat terjadi peningkatan SWS (slow
wave sleep) dan tidur REM (Carskadon MA dan Dement WC,
27
2011). Selain itu berdampak pada sistem diuretik yang
menyebabkan sering ke toilet untuk kencing (Sadock, 2010).
iii. Kanabis dapat menyebabkan munculnya gejala gangguan tidur.
Gejala tersebut hampir selalu menghilang dalam hitungan hari atau
minggu setelah penggunaan kanabis tersebut dihentikan (Sadock,
2010).
iv. Nikotin. Reseptor asetilkolin nikotinik saat diaktivasi oleh nikotin
di terminal saraf dopaminergik akan meningkatkan pelepasan
dopamin sehingga meningkatkan keterjagaan (Szabadi, 2015),
penurunan jumlah tidur REM (rapid eye movement) pada si
pengguna (Mental Health Foundation 2011).
v. Opioid misal morfin menghambat lokus koeruleus melalui
stimulasi reseptor μ opioid inhibitor pada neuron noradrenergik,
menyebabkan sering hipersomnia dibanding insomnia (Sadock,
2010).
vi. Kokain bekerja sebagai dopamin reuptake inhibitor sehingga
menyebabkan keterjagaan (Szabadi, 2015).
vii. Amfetamin bekerja sebagai dopamin reuptake inhibitor sehingga
menyebabkan keterjagaan (Szabadi, 2015). Intoksikasi amfetamin
menimbulkan insomnia, sedangkan pasien dengan keadaan putus
amfetamin dapat mengalami mimpi buruk (Sadock, 2010).
viii. Minuman berenergi atau minuman stimulant dapat meningkatkan
kinerja dan daya tahan tubuh. Memiliki kandungan utama yaitu
kafein dan kandungan lainnya seperti guarana (semacam kafein),
28
taurine, L-carnitine, glucuronolactone, vitamin B, ginseng
(Richards G dan Smith AP, 2016).
b. Obat
i. GABA
Aktivasi agonis reseptor GABAA (Barbiturat, benzodiazepine),
Agonis reseptor GABAB (Gamma–hydroxybutyrate (GHB) dapat
mendorong tidur (Szabadi, 2015).
ii. Alpha 2 Delta Ligands.
Obat antiepilepsi ini tidak berikatan pada reseptor GABAA,
GABAB, tapi ke alpha 2 delta subunits voltage-gated calcium
channels. Obat pregabalin dan alprazolam meningkatkan kualitas
tidur dan kemudahan memulai tidur. Obat gabapentin (indikasi
epilepsi dan neuropathic pain) meningkatkan tahap tidur
gelombang lambat (Roehrs T and Roth T, 2010).
iii. Beta Bloker (Beta 1-adrenergik reseptor inhibitor)
Beta bloker merupakan jenis obat yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
Hubungannya dengan tidur karena mempunyai efek yaitu
mengurangi produksi melatonin (Patrick R, 2012).
iv. Kortikosteroid
Kortikosteroid seperi prednisolon dapan mensupresi pada tidur
gelombang lambat tahap tiga dan empat, insomnia, mimpi buruk
(Consultant pharmacist continuing education series 2011).
v. Antidepressan
29
Obat-obat antidepressan seperti Monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs), Tricyclic antidepressan (TCAs), dan Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRIs) dapat mensupresi tidur REM (Rapid
Eye Movement). (Consultant pharmacist continuing education
series 2011).
vi. Diuretik
Penggunaan obat-obat diuretik dapat menyebabkan nokturia
(Asplund R, 2002).
vii. Histamin
H1-antihistamin telah digunakan untuk pengobatan alergi. H1
Reseptor Antagonis seperti dipenhidramin, prometazin,
klorpeniramin dapat melewati blood–brain barrier (BBB) dan
memiliki efek sedatif / hipnosis yang poten (Szabadi, 2015).
viii. Asetilkolin (kolinesterase inhibitor)
Asetilkolinesterase Inhibitor memiliki efek samping gangguan tidur
pada pasien demensia (Clinical Practice Guideline, 2017).
Donepezil digunakan untuk fungsi kognitif pada pasien demensia,
meningkatkan keterjagaan, insomnia dan meningkatkan tidur REM
(Szabadi, 2015).
3. Perubahan Lingkungan
a. Cahaya
Retina bola mata terdapat fotoreseptor yang menerima informasi
tentang jumlah cahaya di lingkungan. Sinyal dari mata akan
diteruskan ke suprachiasmatic nucleus (SCN) terletak tepat di atas
30
saraf optik dan mengirimnya ke otak. Selanjutnya diteruskan ke
kelenjar pineal yang mengontrol produksi hormon melatonin yang
membuat rasa kantuk. Selama tidur, kadar melatonin meningkat
tajam. Saat kurang cahaya, seperti pada waktu malam, ia
memberitahu otak untuk menciptakan lebih banyak melatonin,
sebaliknya jika cahaya terlalu terang maka akan sulit untuk
memulai tidur (Carlson NR 2013).
b. Suhu
Paparan suhu yang dingin atau panas dari lingkungan dapat
mempengaruhi termoregulasi tubuh sehingga dapat memberikan
efek yaitu meningkatkan keterjagaan dan menurunkan tidur REM
dan tidur gelombang lambat (Okamoto-Mizuno K, 2012).
c. Suara
Paparan suara yang berisik atau ramai akan meningkatkan frekuensi
bangun selama tidur dan menurunkan tahap slow-wave sleep atau
deep sleep sehingga beresiko terjadinya gangguan tidur dan
membuat kualitas tidur menjadi jelek (Kwak et al, 2016)
d. Dan Lain-lain
a. Usia lanjut.
Beberapa faktor menyebabkan gangguan tidur pada usia lanjut;
lingkungan, emosional, penyakit, dan obat-obatan yang dikonsumsi
(Centre for Ageing Research and Development in Ireland, 2014).
Terjadi pengurangan tidur gelombang pendek dan REM. Beberapa
orang tua mengeluh sulit tidur, terbangun pagi, terbangun lama
31
(sering pada malam hari), mengantuk di siang hari, kurang segar
saat bangun tidur (National Institutes of Health, 2011).
b. Gangguan tidur irama sirkadian
Menurut DSM-IV-TR terdapat empat jenis; pertama tipe fase tidur
tertunda ditandai dengan waktu tidur dan waktu bangun yang lebih
lambat dari yang diinginkan. Kedua tipe jetlag, disebabkan lama
perjalanan antara zona waktu yang berbeda, berkaitan dengan
kurang tidur. Ketiga tipe kerja bergiliran seperti kerja shift malam
yang menyebabkan pola tidur terganggu. Keempat pola tidur-
bangun kacau dan sindrom memajukan fase tidur (Sadock, 2010).
c. Kebiasaan makan
Makan makanan berat membuat tubuh menghabiskan waktu untuk
mencerna sebelum bisa tidur. Makanan yang membantu tidur
misalnya beras, gandum, susu mengandung asam amino triptofan,
mengandung sejumlah kecil melatonin yang dapat meningkatkan
rasa ingin tidur (Mental Health Foundation 2011).
2.3 Hubungan Penggunaan Media Sosial dan Kualitas Tidur
Penggunaan yang berlebih dari media sosial dapat berdampak negatif terhadap
kualitas tidur sebagai dampak ketergantungan / kecanduan, pemborosan terhadap
waktu dan pengaruh pencahayaan dari perangkat yang digunakan untuk.
2.3.1 Kecanduan dan pembuang waktu
Penggunaaan media sosial yang berlebih dapat menjadi pemborosan
terhadap waktu (Jadoon RN, 2010). Kecanduan terhadap media sosial dapat
menimbulkan perilaku seperti attention-deficit / hyperactivity disorder
32
(ADHD), obsessive - compulsive disorder (OCD) (Andreassen CS, 2016).
Kecanduan mempengaruhi pola tidur akibat waktu tidur yang tidak teratur
sehingga kualitas tidur menjadi jelek (Patrick C.K, Steijn R, 2014).
(GlobalWebIndex, 2017)
Gambar 2.8 Persentase Penggunaan Perangkat untuk Jejaring Sosial
2.3.2 Psikis atau Kesehatan Mental
Dampak penggunaan media sosial pada kesehatan, salah satunya psikis
yang berhubungan dengan perubahan emosi antara lain kecemasan dan
depresi. Perasaan khawatir atau cemas dapat terjadi saat tidak dapat
terhubung dengan situs media sosial. Depresi diakibatkan karena stress,
perasaan iri, selalu membanding diri dan bullying (Scott H, 2015).
2.3.3 Pencahayaan dari perangkat
2.3.3.1 Hormon Melatonin
Hormon melatonin (5-methoxy-N-acetyltryptamine) disekresi oleh
kelenjar pineal, sebuah kelenjar yang berukuran sekitar 1 cm, terletak di atas
otak tengah, tepat di depan serebrum (McGilion, 2002). Di dalam kelenjar
pineal tersebut ada serabut-serabut saraf di yang berhubungan langsung
dengan saraf penglihatan sehingga sangat sensitif terhadap cahaya. Melatonin
disekresikan langsung ke dalam sirkulasi dan disalurkan ke seluruh tubuh.
Selain itu melatonin juga disekresikan ke dalam cairan cerebrospinal melalui
pineal recess (Doghramji K, 2007).
33
2.3.3.2 Fisiologi Melatonin
Hormon melatonin merupakan hormon yang mengatur dan memelihara
irama sirkadian (sistem jam biologis tubuh yang memegang peranan penting
dalam mengatur tidur dan terjaga), diatur oleh suprachiasmatic nucleus
(SCN) yang dipengaruhi oleh siklus terang – gelap. Saat siang hari neuron
SCN aktif secara maksimal, tidak ada melatonin yang dilepaskan, sedangkan
pada malam hari, ketika neuron ini diam, melatonin disintesis dan disekresi.
Sekresi melatonin dimulai pada pukul 22.00 – 23.00 dan memuncak pada
03.00 – 04.00. Hal ini dikarenakan pada waktu itu gangguan cahaya paling
minimal. Konsentrasi melatonin terendah pada pukul 07.00 – 09.00 pagi.
Pada orang dewasa muda normal, rata-rata sekresi melatonin pada siang hari
berkisar 10 pg/ml dan pada malam hari berkisar 60 pg/ml (Buscemi N, 2004).
2.3.3.3 Pengaruh melatonin dengan tidur
Melatonin memiliki reseptor MT1 dan MT2, paling banyak ditemukan di
SCN. Paparan dari cahaya yang dihasilkan oleh perangkat (smartphone,
pc/komputer, laptop, tablet) akan menghambat rangsangan oleh reseptor
MT1 dan MT2 menyebabkan sintesis dan produksi melatonin terhambat
akibatnya waktu tidur akan tertunda, waktu terjaga lebih lama, durasi tidur
menjadi lebih pendek, efisiensi tidur berkurang, dan onset tidur yang
memanjang sehingga kualitas tidur menjadi jelek (Christensen MA, 2016).
2.3.5 Social networking time use scale (SONTUS)
Kuesioner SONTUS menunjukkan seberapa sering selalu menggunakan
media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, Myspace,
Pinterest dan lain-lain selama seminggu. Dalam SONTUS terdapat lima
34
komponen yaitu relaksasi dan periode bebas, periode terkait akademik,
tempat umum yang berhubungan dengan penggunaan, periode stres yang
berhubungan, motif yang digunakan. Komponen skor dijumlahkan untuk
menghasilkan skor global yang berkisar 5 - 23. Interpretasi dalam
menggunakan situs jejaring sosial adalah pengguna rendah dengan skor 5-9,
sedang dengan skor 10-14, tinggi dengan skor 15-19 dan sangat tinggi dengan
skor lebih dari 19 (Olufadi Y, 2015).
2.3.6 The Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI)
Kuesioner PSQI memperkirakan latensi tidur, durasi, frekuensi dan
perkiraan dari tingkat keparahan masalah tidur. PSQI menilai interval selama
satu bulan, mengkombinasi informasi kuantitatif dan kualitatif. Skor PSQI
memiliki penilaian secara keseluruhan kualitas tidur untuk menghitung dan
memungkinkan perbandingan dari pasien atau kelompok. Hasil akan diukur
dari tujuh komponen yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur,
efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan
disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Hasil skor akan dibagi dalam
baik dan buruk. Total skor lima atau lebih menunjukkan kualitas tidur buruk
dan jika total skor kurang dari lima maka menunjukkan kualitas tidur baik
(Buysse DJ et al,1988).
Top Related