7
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Geofoam
Geofoam merupakan bahan geosintetik dengan bahan dasar polystyrene.
Terdapat dua macam geofoam, yaitu EPS (Expanded Polystyrene) dan XPS
(Extruded Polystyrene). Perbedaan keduanya terdapat pada proses pembuatan
geofoam tersebut. Karakteristik utama dari geofoam adalah densitas yang sangat
ringan, sekitar 1% dari densitas material tanah. Pada struktur geoteknik seperti
timbunan, densitas dari material timbunan sangat mendominasi dalam desain
gravitasi dan juga seismik. Pengurangan beban pada struktur timbunan
merupakan alasan utama digunakannya geofoam sebagai pengganti material
tanah.
2.1.1 Expanded Polystyrene Geofoam
Proses pembuatan EPS geofoam melalui dua tahapan, yaitu pre-
expansion dan molding. Pada tahap pre-expansion butir – butir polystyrene
dimasukan ke dalam kontainer dan dipanaskan melalui uap. Penguapan ini
mengakibatkan blowing agent yang terdapat pada butir-butir polystyrene untuk
mengembang sehingga butir – butir tersebut membesar sampai 50 kali
dibandingkan volume butiran awal. Pada kondisi ini EPS disebut dengan pre-
puff, masing-masing volume pre-puff ini adalah 98% udara dan berbentuk seperti
8
bola. Setelah tahap ini pre-puff didiamkan pada tempat sementara agar kondisi
butiran secara suhu dan properti kimianya lebih stabil.
Untuk tahap kedua yaitu tahap molding, setelah pre-puff didiamkan pre-
puff kemudian dimasukan ke dalam cetakan blok untuk proses pencetakan. Pada
cetakan blok, pre-puff kembali dipanaskan melalui uap sehingga mengalami
pembesaran butiran pre-puff dari bentuk bola menjadi bentuk polyhedral. Bentuk
polyhedral ini akan mengisi ruang-ruang kosong dalam blok tersebut. Ketika
selesai dalam proses pencetakan, EPS blok geofoam kembali didiamkan dalam
jangka waktu kurang lebih 7 hari untuk distabilkan secara suhu (dimensi EPS
blok geofoam akan berkurang dalam proses pendinging) dan properti kimianya
(sisa blowing agent yang terdapat pada butiran polystyrene akan menguap
sehingg meminimalkan peluang EPS blok geofoam untuk terbakar).
EPS geofoam yang digunakan untuk aplikasi geoteknik disebut dengan
EPS blok geofoam, karena penggunaan EPS geofoam yang berbentuk blok –
blok. EPS blok geofoam memiliki densitas yang sangat ringan dibandingkan
dengan densitas tanah, yaitu 16 – 32 kg/m3 sekitar 1% dari densitas tanah.
Dengan densitas yang ringan ini EPS blok geofoam tetap mampu menahan beban
– beban struktur yang berat diatasnya seperti beban kendaraan roda empat, kereta
api, pesawat, struktur gedung tingkat rendah, dan abutment jembatan kecil.
Penggunaan EPS blok geofoam sebagai material timbunan mengurangi
beban mati yang bekerja pada tanah dasar sehingga mengurangi penurunan yang
terjadi pada tanah dasar, namun tetap dapat menahan beban – beban hidup yang
bekerja diatas struktur timbunan EPS blok geofoam. Penggunaan geofoam juga
9
dapat mengurangi tegangan akibat gravitasi pada tanah dasar, mengurangi
tekanan lateral tanah dan juga mengurangi gaya inersia pada saat terjadi getaran
seismik.
Keunggulan utama dari penggunaan EPS blok geofoam adalah
densitasnya yang sangat rendah, yaitu 1% dari densitas tanah. Sehingga dari
properti ini dapat menghasilkan struktur yang lebih stabil karena beban yang
bekerja pada tanah dasar lebih kecil dibandingkan dengan pengguan material
tanah serta penurunan yang terjadi lebih kecil. Keunggulan lain dari penggunaan
EPS blok geofoam adalah EPS blok geofoam tidak dapat hancur ketika sudah
ditanam di dalam tanah akibat beban kerja diatasnya, sehingga tidak akan
mencemari lingkungan. Pengaplikasian EPS blok geofoam pada lokasi proyek
juga tidak memerlukan tenaga teknis yang ahli, sehingga dapat menggunakan
buruh lokal. Penggunaan EPS blok geofoam dapat mempersingkat waktu
konstruksi, karena pengaplikasian EPS blok geofoam sangat mudah dan tidak
tergantung pada cuaca dan waktu pengaplikasian.
Disamping keunggulan yang dihasilkan, EPS blok geofoam juga
memiliki kelemahan. EPS geofoam memiliki properti yang mudah terbakar,
terdapat beberapa cairan yang dapat larut dengan EPS blok geofoam yang dapat
melemahkan properti mekanis dari EPS geofoam , memiliki kecendurang untuk
terangkat akibat gaya angkat air, terdorong akibat gaya lateral air dan terdapat
potensi pengembangbiakan kutu pada bagian luar EPS blok geofoam. Semua
kelemahan ini akan diperjelas lebih dalam pada pembahasan Properti Fisik EPS
Geofoam dalam bab ini.
10
2.2 Aplikasi EPS Geofoam
a. Timbunan
Aplikasi geofoam untuk timbunan digunakan pada tanah dasar lunak
yang memiliki daya dukung tanah dasar yang rendah dan penurunan yang
tinggi. Dengan mengandalkan densitas geofoam yang sangat ringan dapat
meningkatkan stabilitas struktur dengan mengurangi beban yang bekerja
pada tanah dasar dan mengurangi penurunan pada tanah lunak.
GEOFOAM
TANAH DASAR
KONSTRUKSI JALANPELAT BETON
TANAH TIMBUNAN
Gambar 2.1 Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi timbunan
b. Stabilitas Lereng
Pengaplikasian geofoam yang struktur atas lereng akan mengurangi
gaya pendorong lereng yang menyebabkan kelongsoran pada lereng. Gaya
pendorong yang dihasilkan dengan menggunakan material tanah akan lebih
besar dibanding material geofoam akibat densitas tanah yang berat
dibandingkan densitas geofoam.
11
GEOFOAM
TANAH TIMBUNAN/KONSTRUKSI JALAN
PELAT BETON(JIKA DIPERLUKAN)
TANAH GRANULAR
GARIS KERUNTUHAN
Gambar 2.2 Aplikasi EPS Geofoam pada stabilitas lereng
c. Dinding penahan
Mengurangi tekanan lateral yang bekerja pada dinding penahan.
Pengaplikasian geofoam adalah sebagai subsitusi material tanah pada
wilayah tanah yang menghasilkan tekanan aktif tanah. Karena densitas
geofoam yang ringan, tegangan vertikal yang dihasilkan di belakang dinding
penahan akan lebih kecil dibandingkan bahan timbunan tanah.
GEOFOAM DINDING PENAHAN
TANAH TIMBUNAN/KONSTRUKSI JALAN
PIPA DRAINASE
TANAH GRANULAR
Gambar 2.3 Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi dinding penahan
12
d. Proteksi
Mengurangi beban mati dan lateral pada utilitas yang tertanam di
bawah tanah. Melindungi utilitas pada saat gempa dengan mengurangi
regangan aksial.
2.3 Properti Fisik EPS Geofoam
a. Dimensi
Tabel 2.1 Dimensi EPS Geofoam
Dimensi (mm) Lebar 305 - 1219
Panjang 1219 - 4877 Tebal 25 - 1219
(www.geofoam.com)
b. Densitas
Densitas EPS berkisar antara 10 – 100 kg/m3, walaupun pada praktik di
lapangan densitas EPS dapat lebih kecil yaitu berkisar antara 16 – 32 kg/m3.
Densitas EPS blok geofoam dapat dikorelasikan dengan properti mekanis dan
termal, sehingga densitas EPS blok geofoam dapat menjadi indikasi indeks
properti untuk memperkirakan properti mekanis dan termal.
13
Tabel 2.2 Spesifikasi EPS Geofoam Berdasarkan AASHTO
Properti Tipe
EPS40 EPS50 EPS70 EPS100
Densitas Blok (kg/m3) 16 20 24 32
Tegangan Elastis
Batas (kPa) 40 50 70 100
Modulus Young (MPa) 4 5 7 10
Spesifikasi Geofoam
berdasarkan ASTM D6817
yang memenuhi spesifikasi
AASHTO
EPS19 EPS22 EPS29 EPS39
(www.geofoam.com)
c. Flammibility
Geofoam memiliki properti yang mudah terbakar, indeks oksigen
menunjukan persentase minimum oksigen yang diperlukan di lingkungan
lapangan untuk geofoam terbakar. Material dengan indeks oksigen ≤ 21%
akan mudah terbakar pada udara dengan oksigen sekitar 21% jika terdapat
sumber api. Sehingga indeks oksigen geofoam perlu berada diatas kandungan
oksigen di udara. Polystyrene memiliki indeks oksigen 18%, namun EPS
geofoam didesain dengan memiliki properti tahan api sehingga indeks
oksigennya minimum sebesar 24%. EPS geofoam tahan api memiliki bahan
tambahan kimia berupa bromine yang dicampur pada saat pembuatan EPS.
d. Durabilitas
Secara umum, EPS blok geofoam sudah terbukti sebagai produk yang
kuat, dan tidak bermasalah dibandingkan dengan produk geosintetik lainnya
14
yang dapat rusak atau terdegradasi selama atau setelah proses konstruksi.
EPS tidak dapat terdegradasi dan tidak dapat larut, rusak atau berubah di
dalam tanah dan air tanah. Walau EPS blok geofoam dapat menyerap air,
namun dimensi dan properti mekanis EPS blok geofoam tidak akan berubah.
Hanya saja akan mempengaruhi efisiensi termal, namun tidak berkaitan
dengan aplikasi ringan dari EPS blok geofoam.
EPS blok geofoam tidak memiliki sumber makan untuk semua jenis
organisma atau binatang. Walau pengembangbiakan kutu di dalam EPS blok
geofoam pernah dijumpai pada beberapa kasus di dunia, namun hal ini hanya
terjadi pada kasus dimana EPS blok geofoam digunakan sebagai insulasi
termal pada bangunan dimana terdapat banyak kayu-kayu disekitar lokasi
bangunan. EPS dapat juga diberikan bahan tambahan kimia Timbor untuk
menghindari terjadinya pengembangbiakan kutu.
Semua produk geosintetik sangat rentan pada sinar UV. Pada EPS blok
geofoam, radiasi sinar UV akan mengakibatkan warna geofoam menjadi
kuning dan kondisi fisik geofoam menjadi rapuh dan pucat. Namun proses ini
memakan waktu yang lama, mungkin bulan ataupun tahun, yang hanya
terjadi pada permukaan geofoam. Sehingga diperlukan proteksi untuk jangka
panjang aplikasi EPS blok geofoam.
Terdapat beberapa cairan yang dapat larut dengan EPS. Cairan-cairan
yang mungkin ditemukan pada aplikasi timbunan ringan dengan EPS blok
geofoam adalah bensin dan juga solar.
15
2.4 Properti Mekanis EPS Geofoam
a. Hubungan antara tegangan dan regangan EPS geofoam
Pengujian pembebanan menggunakan unconfined uniaxial compression
untuk EPS blok geofoam merupakan pengujian utama yang umum digunakan
untuk mengetahui perilaku tekan dari EPS blok geofoam. Terdapat dua
macam pengujian, yaitu monotonic test dan cyclic test.
• Monotonic test:
Pengujian yang umum dilakukan untuk sampel EPS geofoam
yang melibatkan strain controlled compression loading (regangan
terkontrol pada pembebanan kompresi) pada kecepatan regangan 10% per
menit, dengan penambahan tegangan yang monoton sampai mencapai
regangan yang diinginkan. Gambar 2.4 merupakan grafik tegangan-
regangan yang dihasilkan dari monotonic test menggunakan sampel kubik
EPS geofoam 50 mm dan kecepatan regangan sebesar 10% per menit
sampai kurang lebih 90% regangan yang menggambarkan perilaku tekan
dari EPS geofoam. Pengujian ini dilakukan pada sampel EPS 50, namun
grafik tegangan-regangan untuk tipe EPS lainnya mengalami perilaku
yang sama.
16
Gambar 2.4 Perilaku Tegangan-Regangan pada Sampel EPS 50 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Dari perilaku tegangan-regangan yang dilihatkan pada Gambar 2.4, dapat
dibagi menjadi 4 zona :
- Zona 1 : Linear tahap pertama
- Zona 2 : Yielding
- Zona 3 : Linear tahap kedua dengan sifat pengerasan geofoam
- Zona 4 : Non – linear namun tetap dengan sifat pengerasan geofoam
Pada zona 1 dapat disimpulkan bahwa perilaku linear dan elastis
sampai pada regangan 1%, dimana ini dinamakan sebagai tegangan limit
elatis pada parameter EPS blok geofoam, σe. Sedangkan kemiringan yang
didapatkan dari garis persamaan zona 1 disebut dengan initial tangent
Young’s Modulus, Eti. Nilai Eti dapat dihitung melalui persamaan sebagai
berikut :
17
3000450Eti −ρ= .................................................................................. (2.1)
Dimana, Eti = dalam kilopascal, kPa
ρ = densitas EPS, kg/m3
Dari hukum Hooke, dinyatakan bahwa σ = Eti * ε, dimana σ adalah
tegangan yang bekerja dan ε adalah regangan yang dihasilkan akibat
tegangan yang bekerja. Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung
tegangan elastis batas pada regangan 1% untuk tujuan desain dan analisa
adalah sebagai berikut :
( ) ( ) 305,401,0*3000450e −ρ=−ρ=σ .................................................... (2.2)
Dimana, σe = dalam kilopascal, kPa
ρ = densitas EPS, kg/m3
Pada zona 2 dalam grafik tegangan-regangan disebut yielding. Zona
yielding terjadi pada regangan 3% – 5%. Setelah zona yielding terjadi
perilaku linear kembali. Radius dari kurva pada zona yielding tergantung
pada densitas EPS, namun pada umumnya dengan densitas yang lebih
besar, akan menghasilkan radius kurva zona yielding yang lebih kecil
sehingga nilai regangan yang dihasilkan untuk zona linear setelahnya
akan lebih kecil.
Parameter kuat tekan EPS, σc didefinisikan sebagai kuat tekan yang
terjadi pada regangan 10%. Ini berdasarkan ASTM dan juga standar-
standar organisasi yang berlaku di dunia. Nilai σc10 dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
7,6182,810c −ρ=σ ................................................................................. (2.3)
18
Dimana, σc10 = kuat tekan pada regangan 10%, kPa
ρ = densitas EPS, kg/m3
Terdapat parameter EPS geofoam yaitu tegangan yield, σy yang
didefinisikan sebagai tegangan yang menyatakan permulaan proses
yielding. Tegangan yield dapat diketahui dari grafik tegangan-regangan
EPS blok atau dari rumus-rumus empiris. Dari grafik tegangan yield
dapat dicari dengan menarik garis tangen dari zona linear tahap pertama
dan juga garis tangen dari zona linear tahap kedua. Pertemuan dari kedua
garis tangen ini merupakan nilai tegangan yield yang terjadi. Berikut
adalah rumus-rumus empiris yang digunakan untuk mencari tegangan
yield :
2,3541,6y −ρ=σ ................................................................................... (2.4)
3,4662,6y −ρ=σ ................................................................................... (2.5)
4,4883,6y −ρ=σ ................................................................................... (2.6)
Dimana, σy = tegangan yield, kPa
ρ = densitas EPS, kg/m3
19
Gambar 2.5 Grafik Tegangan Yield
(Sumber: Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
• Cyclic test:
Pembebanan siklus didefinisikan sebagai beban yang diberikan,
dilepas, dan kemudian diberikan kembali dalam waktu yang cepat dan
berulang. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa selama tegangan
maksimum yang diberikan tidak melebihi tegangan batas elastis tidak
akan terjadi deformasi plastis ketika beban dilepaskan dan tidak terjadi
penurunan nilai modulus Young.
Perilaku EPS geofoam pada pembebanan siklus dipengaruhi oleh
bentuk polyhedra partikel-partikel EPS. Bentuk polyhedra terjadi ketika
partikel-partikel EPS dikembangkan di proses pembuatan dan berubah
bentuk dari spherical menjadi polyhedra. Deformasi dari polyhedra
20
adalah elastis sampai pada regangan 0% – 1%. Diatas regangan 1%
polyhedra akan mengalami perubahan bentuk permanen menjadi bentuk
ellipsoidal.
Gambar 2.6 Perilaku Tegangan-Regangan EPS Geofoam Pada Percobaan
Siklus dengan σ > σe Pada Sampel EPS Geofoam Densitas 13 kg/cm3
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
b. Properti rangkak dari EPS geofoam
Pengujian rangkak berdasarkan pengujian yang dilakukan di
laboratorium pada sampel EPS berukuran kecil yang dipotong dari blok
geofoam yang akan digunakan dalam konstruksi. Dari pengujian ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
• Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar ≤
0,5%, rangkak yang terjadi dapat diabaikan walau dibebani selama 50
tahun atau lebih. Tegangan pada regangan 0,5% menghasilkan kurang
lebih 25% dari kuat tekan atau 33% dari tegangan yield.
21
• Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar
antara 0,5% – 1% , rangkak yang terjadi masih dalam batas normal untuk
aplikasi timbunan ringan walau dibebani selama 50 tahun atau lebih.
Tegangan pada regangan 1% menghasilkan kurang lebih 50% dari kuat
tekan atau 67% dari tegangan yield.
• Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar ≥
1%, rangkak yang terjadi dapat meningkatkan dengan cepat dan menjadi
berlebih untuk aplikasi timbunan ringan. Tegangan pada regangan ≥ 1%
menghasilkan kurang lebih 75% dari kuat tekan.
Gambar 2.7 Perilaku Rangkak Pada EPS 70 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
22
Gambar 2.8 Perilaku Rangkak Pada EPS 100 (AASHTO)
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
c. Kuat geser EPS geofoam
Terdapat dua macam geser yang berkaitan dengan geofoam, yaitu :
• Kuat geser internal EPS
Kuat geser internal EPS dihitung melalui pengujian geser dengan
memberikan gaya normal bersamaan dengan gaya geser sampai mencapai
tegangan geser yang maksimum. Kuat geser EPS geofoam memiliki
korelasi dengan kuat tekannya, sehingga jarang sekali dilakukan
pengujian kuat geser pada EPS geofoam.
23
Gambar 2.9 Korelasi Kuat Geser dengan Densitas EPS Geofoam
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
• Kuat geser eksternal antara EPS/EPS atau EPS/material lainnya.
Terdapat 2 macam antarmuka pada aplikasi EPS geofoam sebagai
material timbunan ringan yang perlu diperhatikan, yaitu antarmuka antara
EPS/EPS dan EPS/material lainnya.
- Interface antara EPS/EPS:
Metode pengujian kuat geser antarmuka antara EPS/EPS sama
dengan percobaan direct shear pada pasir. Berdasarkan dari data kuat
geser yang ada antara EPS/EPS, kuat geser EPS geofoam dapat
didefinisikan dengan menggunakan rumus Coulomb sebagai berikut :
δσ=μσ=τ tan** nn ...................................................................... (2.7)
Dimana, τ = kuat geser antarmuka
σn = tegangan normal yang diberikan
24
μ = koefisien friksi = tan δ
φ = sudut friksi antarmuka EPS/EPS
Dari penelitian-penelitian yang sudah dilaporkan terdapat beberapa
hasil untuk sudut friksi interface EPS/EPS. Hasil sudut friksi, μ
berkisar antara 0,5 – 0,7, dengan μ = 0,64 yang digunakan pada
penelitian yang dilakukan di Jepang. Dari hasil μ yang didapat nilai δ
masing-masing adalah 27° – 35° dan 32° dari penelitian di Jepang.
Namun nilai δ yang dipakai dalam desain kuat geser EPS/EPS pada
penelitian ini adalah 30° dengan nilai koefisien friksi sebesar 0,6.
- Interface antara EPS/material lainnya
Terdapat 2 lokasi pada struktur timbunan dimana terdapat interface
EPS geofoam dengan material lainnya, yaitu antara konstruksi jalan
dengan EPS geofoam dan antara EPS geofoam dengan tanah dasar.
Material yang biasa digunakan diantara konstruksi jalan dengan EPS
geofoam adalah geotekstil dan geomembran, sedangkan antara EPS
geofoam dengan tanah dasar adalah geotekstil dan pasir.
Tabel 2.3 Sudut geser antarmuka EPS geofoam
Interface Sudut geser
EPS/EPS 30°
EPS/non-woven geotekstil 25°
EPS/geomembran 52°
EPS/pasir 30°
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
25
Berdasarkan literatur yang didapatkan mengenai koefisien
friksi material EPS geofoam dengan material lain, didapatkan bahwa
koefisien friksi yang terjadi antara material EPS geofoam/pasir adalah
sebesar 0,6. Oleh sebab itu diambil asumsi bahwa koefisien friksi
yang terjadi antara material EPS geofoam/tanah lempung adalah 0,5,
dengan asumsi bahwa friksi yang terjadi antara material EPS
geofoam/tanah lempung lebih kecil dibandingkan dengan koefisien
friksi antara EPS geofoam/pasir.
2.5 Stabilitas Timbunan EPS Geofoam
Desain timbunan konstruksi jalan menggunakan material EPS blok
geofoam memerlukan pemahaman mengenai interaksi antara tiga komponen
pada konstruksi timbunan tersebut, yaitu antara tanah dasar, material timbunan,
dan konstruksi jalan. Sehingga proses perancangan konstruksi timbunan dibagi
menjadi tiga tahap yang menganalisa interaksi antara ketiga komponen tersebut.
Tahap stabilitas eksternal (global) meninjau interaksi antara kombinasi
material timbunan (EPS blok geofoam dan timbunan tanah) dan konstruksi jalan
dengan tanah dasar dan juga meninjau stabilitas overall konstruksi timbunan.
Dalam perhitungan stabilitas struktur timbunan EPS blok geofoam Serviceability
Limit State (SLS) dan Ultimate Limit State (ULS) akan diperhitungkan. SLS
stabilitas eksternal memperhitungkan penurunan total dan differensial yang
disebabkan oleh tanah dasar lunak, sedangkan ULS stabilitas eksternal struktur
timbunan memperhitungkan daya dukung tanah, stabilitas lereng, stabilitas
26
seismik, hydrostatic uplift (flotation), translasi terhadap air, dan translasi
terhadap angin.
Tahap stabilitas internal meninjau stabilitas pada material timbunan dan
pemilihan spesifikasi EPS blok geofoam yang tepat sehingga mampu menopang
struktur konstruksi jalan tanpa mengalami penurunan yang berlebihan pada
permukaan jalan. Pada SLS stabilitas internal, pemilihan spesifikasi EPS blok
geofoam yang tepat yang diperhitungkan, sehingga EPS blok geofoam memiliki
daya dukung yang cukup untuk menopang beban konstruksi jalan dan tidak
mengalami penurunan yang berlebih. Sedangkan ULS stabilitas internal
memperhitungkan translasi material EPS blok geofoam terhadap air dan angin,
dan juga stabilitas seismik EPS blok geofoam.
Tahap konstruksi jalan mempertimbangkan ketahanan penopang
konstruksi jalan yang diberikan oleh EPS blok geofoam dan pemilihan material
dan ketebalan konstruksi jalan yang tepat berdasarkan properti dari EPS blok
geofoam yang sudah dipilih.
2.5.1 Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar
Keruntuhan daya dukung terjadi ketika beban yang bekerja diatas tanah
dasar melebihi daya dukung tanah dasar yang berkaitan dengan kuat geser tanah
dasar tersebut. Ketika keruntuhan daya dukung terjadi, timbunan akan
mengalami penurunan yang berlebih dan akan berdampak pada bangunan
disekitarnya.
27
Persamaan umum yang digunakan untuk memperhitungkan daya dukung
tanah ultimit berdasarkan teori daya dukung Terzhagi adalah sebagai berikut :
γγ+γ+= NB21NDcNq wqfcu
............................................................................. (2.8)
Dimana, qu = daya dukung tanah ultimit, kN/m2
c = parameter kuat geser Mohr-Coulomb, kN/m2
Nc,Nγ,Nq = faktor ketahanan geser daya dukung
γ = berat jenis tanah, kN/m3
Bw = lebar bawah timbunan, m
Df = kedalaman timbunan, m
Pada kebanyakan kasus, timbunan EPS blok geofoam digunakan pada
tanah dasar lunak kohesif jenuh air. Dengan keadaan ini, persamaan 2.8 dapat
disederhanakan. Parameter Mohr-Coulomb untuk sudut friksi internal, φ = 0 dan
c = su (kuat geser undrained untuk tanah lunak kohesif jenuh air). Perhitungan ini
hanya berlaku jika su memiliki nilai yang seragam pada masing – masing
kedalaman. Karena nilai φ = 0, Nγ = 0, Nq = 1 dan persamaan 2.8 dapat
disederhanakan menjadi :
fcuu DNsq γ+= ................................................................................................. (2.9)
Tabel 2.4 Faktor Daya Dukung, Nc, Nq, dan Nγ
φ (°) Nc Nq Nγ φ (°) Nc Nq Nγ
0 5,14 1,00 0,000 26 22,25 11,85 8,002 1 5,38 1,09 0,002 27 23,94 13,20 9,463 2 5,63 1,20 0,010 28 25,80 14,72 11,19 3 5,90 1,31 0,023 29 27,86 16,44 13,236 4 6,19 1,43 0,042 30 30,14 18,40 15,668 5 6,49 1,57 0,070 31 32,67 20,63 18,564
28
φ (°) Nc Nq Nγ φ (°) Nc Nq Nγ
6 6,81 1,72 0,106 32 35,49 23,18 22,022 7 7,16 1,88 0,152 33 38,64 26,09 26,166 8 7,53 2,06 0,209 34 42,16 29,44 31,145 9 7,92 2,25 0,280 35 36,12 33,30 37,152
10 8,35 2,47 0,367 36 50,59 37,75 44,426 11 8,80 2,71 0,471 37 55,63 42,92 53,27 12 9,28 2,97 0,596 38 61,35 48,93 64,073 13 9,81 3,26 0,744 39 67,87 55,96 77,332 14 10,37 3,59 0,921 40 75,31 64,20 93,69 15 10,98 3,94 1,129 41 83,86 73,90 113,316 16 11,63 4,34 1,375 42 93,71 85,38 139,316 17 12,34 4,77 1,664 43 105,11 99,02 171,141 18 13,10 5,26 2,003 44 118,37 115,31 211,406 19 13,93 5,80 2,403 45 133,88 134,88 262,739 20 14,83 6,40 2,871 46 152,10 158,51 328,728 21 15,82 7,07 3,421 47 173,64 187,21 414,322 22 16,88 7,82 4,066 48 199,26 222,31 526,444 23 18,05 8,66 4,824 49 229,93 265,51 674,908 24 19,32 9,60 5,716 50 266,89 319,07 873,843 25 20,72 10,66 6,765
(Das, Braja. M, 2007)
a
u
FK = .......................................................................................................... (2.10)
Dimana, qa = σn
σn = tegangan normal yang diberikan timbunan pada permukaan
tanah pada kedalaman 0 yang mampu dipikul oleh tanah, kPa
= σn jalan + σn lalu lintas + σn geofoam
σn jalan = tegangan normal yang diberikan konstruksi jalan pada
permukaan tanah, kPa
σn lalu lintas = tegangan normal yang diberikan beban lalu lintas pada
permukaan tanah, kPa
29
σn EPS = tegangan normal yang diberikan oleh beban EPS blok
geofoam pada permukaan tanah, kPa
= γEPS * TEPS
γEPS = berat jenis EPS blok geofoam, kN/m3
TEPS = tebal/tinggi total EPS blok geofoam, m
2.5.2 Stabilitas Geser Talud
Stabilitas geser talud berhubungan dengan stabilitas dari material
timbunan dan kemiringan timbunan. Material timbunan menyalurkan gaya aktif
yang memperlukan gaya penahan untuk menahannya. Tekanan aktif tanah yang
bekerja adalah sebagai berikut :
H.P.KH..K.21E a
2taa Δ+γ= .............................................................................. (2.11)
Dimana, Ka = koefisien tegangan lateral aktif
γt = berat jenis timbunan, kN/m3
ΔP = beban luar, kN/m2
H = tinggi timbunan, m
L = n.H
H
D
EaTs
Bidang Keruntuhan
n1
φcγ
cu
γsTanah Lunak
Tanah Timbunan
ΔP
γ.H.Ka ΔP.Ka2.c.akar Ka
Gambar 2.10 Skematis Stabilitas Geser Talud Timbunan
30
Untuk timbunan tanpa lapisan perkuatan diatas tanah lunak, terdapat
permukaan geser pada perbatasan antara material timbunan dan tanah lunak.
Gaya geser penahan maksimum yang bekerja pada perbatasan tersebut hanya
kuat geser pada keadaan tidak terdrainase dan tidak terkonsolidasi, cu. Gaya
penahan yang bekerja adalah sebagai berikut :
nH.cF uernalint = .................................................................................................. (2.12)
Dimana, cu = kuat geser undrained tanah dasar, kN/m2
nH = panjang daerah yang tergelincir, m
Untuk timbunan dengan perkuatan gaya geser pada permukaan tersebut
adalah friksi antara material timbunan dengan material perkuatan. Gaya penahan
yang bekerja adalah sebagai berikut :
nH.ctan.H..21.nHT ternalint +δγ= ........................................................................ (2.13)
Dimana, δ = sudut friksi antara material timbunan dengan material
perkuatan,°
= 0,8 × �
Dalam analisa limit equilibrium, gaya – gaya tersebut harus memenuhi kondisi
keseimbangan berikut :
Tanpa perkuatan Ea = Finternal ..................................................................... (2.14)
Dengan perkuatan Ea = Tinternal .................................................................. (2.15)
31
2.5.3 Stabilitas Terhadap Lateral Spreading
Pada kasus dimana tanah dasar lunak terbagi atas beberapa lapisan, dan
terdapat lapisan yang memiliki kekuatan yang rendah, ini dapat menyebabkan
timbulnya permukaan geser pada lapisan tersebut. Beban yang disalurkan
material timbunan akan menyebabkan tanah pada lapisan tersebut untuk
terdorong keluar.
L = n.H
H
D
n1
φcγ
cu
γsTanah Lunak
Tanah Timbunan (q)
Fbottom
FtopEa Ep
ΔP
γ.H.Ka (ΔP+q)Ka γ.H.Kp
Gambar 2.11 Skematis Stabilitas Terhadap Lateral Spreading Timbunan
Gaya-gaya tanah dasar yang bekerja pada blok yang tergeser adalah sebagai
berikut :
D.PD.H.D.c2D..21E ttu
2a Δ+γ+−γ= ................................................................ (2.16)
D.c2D..21E u
2p +γ= ........................................................................................ (2.17)
Dimana, Ea = tekanan aktif tanah dasar, kN/m
Ep = tekanan pasif tanah dasar, kN/m
γ = berat jenis tanah dasar, kN/m3
D = kedalaman tanah dasar, m
Gaya penahan yang bekerja akibatnya adanya gesekan untuk menahan gaya-gaya
yang dihasilkan oleh tanah dasar adalah sebagai berikut :
32
nH.cF toputop = .................................................................................................. (2.18)
nH.cF bottomubottom = .......................................................................................... (2.19)
Dimana, Ftop = gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
Fbottom = gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
cu top = kuat geser tanah dasar pada bagian atas, kN/m2
cu bottom = kuat geser tanah dasar pada bagian bawah, kN/m2
Pada perhitungan stabilitas pondasi, persamaan keseimbangan berikut harus
terpenuhi :
bottomtoppa FFEE +=+ ............................................................................................ (2.20)
Dari persamaan 2.20, dapat diuraikan menjadi persamaan sebagai berikut untuk
tanah dasar yang sangat lunak :
nH.cnH.cD.PD.H. bottomutopu +=Δ+γ ................................................................ (2.21)
Apabila digunakan material perkuatan pada bagian atas tanah dasar, maka Ftop
digantikan dengan Tmat, gaya penahan material perkuatan.
bottommat FTD.PD.H. +=Δ+γ .............................................................................. (2.22)
Stabilitas terhadap lateral spreading pada penilitian ini akan di analisa dengan
menggunanakan Program Plaxis versi 8.2.
2.5.4 Stabilitas Lereng Timbunan Trapezoid
Keruntuhan stabilitas lereng terjadi ketika tegangan geser pendorong
sama dengan atau lebih besar dari tegangan geser penahan dari material
33
timbunan pada permukaan keruntuhan. Persamaan umum untuk faktor keamanan
keseimbangan limit adalah sebagai berikut :
pendoronggeser Teganganpenahangeser TeganganFK = ....................................................................... (2.23)
Tegangan geser pendorong akibat dari beban material tanah penutup, EPS
blok geofoam, dan lalu lintas serta konstruksi jalan. Sedangkan tegangan geser
penahan berasal dari kuat geser undrained dari tanah dasar dan EPS blok
geofoam.
Asumsi bidang keruntuhan yang terjadi pada struktur timbunan EPS blok
geofoam adalah keruntuhan rotasi, sehingga digunakan metode Simplified
Bishop’s Method untuk memperhitungkan faktor keamanan dari bidang
keruntuhan yang terjadi. Faktor keamanan diperhitungkan secara iterasi sampai
menemukan faktor keamanan terkecil sebelum terjadi keruntuhan pada struktur
timbunan. Persamaan Simplified Bishop’s Method adalah sebagai berikut :
( )[ ]
∑ α
∑
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ αφ+
αφ−+
=nn
n
nnnn
sinWFtan'tan
1
sec'tanubWb'c
FK .......................................... (2.24)
Dimana, FK = Faktor keamanan
c = Kohesi
b = Lebar potongan, m
W = Berat potongan, kN/m
u = Tegangan air pori, kN/m2
φ = Sudut geser dalam, (°)
α = Kemiring potongan pada bidang keruntuhan, (°)
34
Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh National Cooperative
Highway Research Program dengan judul Geofoam Applications in the Design
and Construction of Highway Embankments, faktor keamanan untuk timbunan
pada jalan tol dengan 2 jalur, 4 jalur, dan 6 jalur melampaui nilai 1,5 ketika kuat
geser undrained tanah dasar sama dengan atau lebih besar daripada 12 kPa.
Sehingga berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa stabilitas lereng eksternal
tidak menyebabkan keruntuhan eksternal pada struktur timbunan.
2.5.5 Hydrostatic Uplift
EPS blok geofoam merupakan material ringan yang memiliki massa
kurang lebih 1% dari massa material tanah. Akibat massa EPS blok geofoam
yang sangat ringan, terdapat kecenderungan terjadinya gaya angkat air pada
seluruh struktur timbunan pada permukaan tanah dasar dengan lapisan EPS blok
geofoam. Faktor keamanan terhadap pergerakan vertikal struktur timbunan
akibat kenaikan permukaan air tanah adalah perbanding antara total tegangan
vertikal yang diberikan timbunan pada tanah dasar dengan tekanan pengangkatan
air yang bekerja pada struktur timbunan.
UNFK
ΣΣ
= ........................................................................................................ (2.25)
Dimana, ΣN = total dari gaya normal yang bekerja = WEPS + Wair + W'air
ΣU = total dari gaya angkat air pada bagian bawah timbunan
WEPS = berat timbunan EPS blok geofoam
Wair, W'air = komponen vertikal dari berat air pada kedua sisi
timbunan
35
Pada perhitungan gaya angkat air pada struktur timbunan, hasil penurunan
yang didapatkan harus diperhitungkan. Tinggi timbunan akan tetap sama, namun
ketika timbunan mengalami penurunan kedalaman air yang mempengaruhi gaya
angkat air akan bertambah. Sehingga kedalaman air pada kedua sisi timbunan
menjadi h+Stotal dan h'+Stotal. Tekanan air yang dihasilkan menjadi γW*(h+Stotal)
dan γW*(h'+Stotal).
Pada kasus tinggi air di kedua sisi timbunan memiliki tinggi yang sama,
persamaan faktor keamanan menjadi :
WtotalW
REQairairEPS
B*)Sh(*O'WWW
FK+γ
+++= ....................................................................... (2.26)
Dimana, γw = berat jenis air, kN/m3
Stotal = penurunan total, m
h = permukaan air, m
Bw = lebar dasar timbunan, m
OREQ = beban tambahan yang diperlukan struktur timbunan EPS blok
geofoam agar memenuhi faktor keamanan, kN/m
36
Gambar 2.12 Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air yang Sama Pada
Kedua Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
Dengan adanya ketinggian air di kedua sisi timbunan merupakan kondisi
yang buruk pada struktur timbunan, karena akan menimbulkan gaya angkat yang
seragam sepanjang dasar timbunan. Tekanan air menimbulkan gaya angkat pada
dasar timbunan sebesar :
( ) ( )totalWWtotalWW S'h*B*Sh*B*U +γ=+γ= ............................................................ (2.27)
Komponen dalam perhitungan nilai OREQ adalah berat struktur yang
berada diatas EPS geofoam. Berat struktur diatas EPS geofoam dapat dihitung
dengan mengkalikan berat jenis bahan, tebalnya dengan lebar jalan.
l*t*W γ= ........................................................................................................ (2.28)
Agar mendapatkan nilai faktor keamanan yang diinginkan untuk gaya
angkat air, nilai OREQ harus lebih kecil daripada total berat jalan dan penutup
tanah.
WO REQ < ......................................................................................................... (2.29)
37
Faktor keamanan 1,2 merupakan nilai FK yang diinginkan dalam
perhitungan gaya angkat air. Ini karena gaya angkat air merupakan pembebanan
yang terjadi sementara dan tidak memerlukan nilai FK yang terlalu besar.
Sehingga nilai OREQ yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan 1,2 dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
( )( )[ ] ( )[ ]airairEPSwtotalwREQ 'WWWB*Sh**2,1O ++−+γ= ................................ (2.30)
Untuk menghitung beban EPS dan beban air yang bekerja digunakan
persamaan berikut :
( )d
bawahatasEPS .
2H
W γ+
=ll ..................................................................................... (2.31)
( ) ( ) airtotaltotalair .Sh.svsh.Sh.
21W γ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ ++= ..................................................................... (2.32)
Dimana, latas = lebar timbunan EPS bagian atas, m
lbawah = lebar timbunan EPS bagian bawah, m
γd = berat jenis kering EPS, kN/m3
sh/sv = perbandingan sisi horisontal dengan vertikal kemiringan
timbunan
Untuk kondisi dimana tinggi air hanya berada pada satu sisi dari
timbunan, persamaan faktor keamanan menjadi sebagai berikut :
WtotalW
REQairEPS
B*)Sh(**21
OWWFK
+γ
++=
........................................................................... (2.33)
Sehingga nilai OREQ yang diperlukan adalah :
( ) ( )[ ]airEPSwtotalwREQ WWB*Sh**21*2,1O +−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +γ= ................................... (2.34)
38
Gambar 2.13 Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air Pada Satu Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
2.5.6 Translasi Akibat Air
Akibat massa EPS blok geofoam yang ringan, terdapat kecenderungan
untuk bergeser kearah horisontal seluruh struktur timbunan pada permukaan
tanah dasar dan dasar timbunan akibat tekanan air arah horisontal yang bekerja di
sisi timbunan. Kecenderungan jangka pendek pada struktur timbunan untuk
bergeser akibat tekanan air akan ditahan oleh kuat geser undrained tanah dasar,
apabila tanah dasar merupakan tanah lempung. Sedangkan untuk jangka panjang
pergeseran struktur timbunan akan ditahan oleh friksi antara EPS blok geofoam
dengan tanah dasar. Sudut friksi untuk permukaan geofoam/tanah dasar cukup
besar namun gaya penahan yang bekerja kecil, karena beban mati dari struktur
timbunan EPS blok geofoam sangat kecil. Oleh karena itu, potensi timbunan
terhadap pergeseran horisontal akibat tekanan air merupakan salah satu
keruntuhan yang dapat terjadi. Faktor keamanan terhadap pergeseran timbunan
39
adalah rasio antara gaya penahan geser sepanjang permukaan EPS/tanah dasar
dengan gaya pendorong horisontal. Total gaya pendorong horisonta merupakan
total tekanan air yang bekerja yang sama dengan diagram tekanan air, ( ) 2hw21γ ,
dimana h sama dengan tinggi vertikal air.
( )∑
δ∑−∑+=
∑∑=
HFtanUNA*c
lhorisontapendoronggayalhorisontapenahangayaFK ............................ (2.35)
Dimana, c = kohesi sepanjang permukaan geser horisontal
A = luas permukaan geser horisontal yang diperhitungkan, m2
ΣN = total gaya normal = WEPS + Wair + OREQ, kN/m
ΣU = total gaya angkat = ( )( ) wtotalw B*Sh**21
+γ , kN/m
δ = sudut friksi sepanjang permukaan geser, °
ΣHF = total gaya horisontal, kN/m
Stotal = total penurunan, m
Bw = lebar dasar timbunan, m
Untuk mencari faktor keamanan dari keruntuhan translasi terhadap air dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
( ) ( )( )
( )( )2totalw
wtotalREQairEPS
Sh*21
tan*B**Sh21OWW
FK+γ
δ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ γ+−++
= ............................ (2.36)
Faktor keamanan 1,2 merupakan nilai FK yang diinginkan dalam
perhitungan translasi terhadap air. Ini karena translasi terhadap air merupakan
pembebanan yang terjadi sementara dan tidak memerlukan nilai FK yang terlalu
40
besar. Sehingga nilai OREQ yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan
1,2 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
( )( )( )( ) airEPSwtotal
2totalw
REQ WWB**Sh21
tan
Sh*21*2,1
O −−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ γ++
δ
+γ= .............. (2.37)
2.6 Penurunan Tanah (Ground Settlement)
Penurunan pada tanah terjadi ketika terdapat beban yang bekerja diatas
tanah, beban pondasi maupun beban struktur lainnya. Pembebanan ini
mengakibatkan deformasi pada partikel tanah, relokasi partikel tanah dan
keluarnya air atau udara dari pori-pori yang terdapat pada tanah. Pada umumnya
terdapat tiga macam penurunan yang terjadi pada tanah, yaitu:
a. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat perubahan elastis dari partikel
tanah tanpa adanya perubahan kadar air.
b. Penurunan Konsolidasi (Primary Consolidation)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat perubahan volume pada tanah
kohesif jenuh air karena keluarnya air dari pori-pori tanah.
c. Penurunan Sekunder (Secondary Consolidation)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat penyesuaian sifat plastis dari
partikel tanah pada tanah kohesif jenuh air.
Sehingga total penurunan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
St = Si + Sc + Ss .............................................................................................. (2.38)
41
2.6.1 Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Penurunan seketika terjadi seketika setelah pembebanan pada tanah dasar,
tanpa adanya perubahan pada kadar air tanah. Pembebanan pada tanah
menimbulkan tegangan tekan yang menyebabkan tanah termampatkan ke arah
vertikal dan penurunan yang terjadi diikuti oleh pergerakan tanah ke arah lateral,
sehingga tidak terjadi perubahan volume pada tanah. Besarnya penurunan
seketika tergantung pada fleksibilitas pondasi dan jenis tanah dasarnya.
Penurunan seketika biasanya hanya terjadi pada pasir lepas sedangkan pada
tanah lempung penurunan seketika jarang terjadi, sehingga penurunan seketika
sering tidak diperhitungkan untuk tanah lempung. Penurunan seketika untuk
pondasi diatas tanah elastis dapat dirumuskan berdasarkan prinsip teori elastisitas
sebagai berikut:
ps
2s
we IE
1BS μ−σΔ= ......................................................................................... (2.39)
Dimana, Se = Penurunan seketika, m
Δσ = Tegangan total (Net pressure applied), kN/m2
Bw = Lebar pondasi ( = diameter pondasi lingkaran), m
μs = Poisson rasio tanah
Es = Modulus elastisitas tanah, kN/m2
Ip = Faktor pengaruh non-dimensi (Nondimensional influence factor)
Schleicher (1926) merumuskan faktor pengaruh nondimensi pada titik sudut
pondasi bujursangkar elastis sebagai berikut :
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ +++⎟
⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛ ++π
= 1mmlnm
1m1lnm1I 2
111
21
1p ........................................................ (2.40)
42
Dimana, m1 = panjang pondasi dibagi dengan lebar pondasi
Tabel 2.5 Faktor Pengaruh non – dimensi pada Pondasi
Bentuk
Pondasi m1
Ip
Fleksibel Kaku
Titik Tengah Titik Sudut
Lingkaran – 1,00 0,64 0,79
Bujur sangkar
1 1,12 0,56 0,88
1,5 1,36 0,68 1,07
2 1,53 0,77 1,21
3 1,78 0,89 1,42
5 2,10 1,05 1,70
10 2,54 1,27 2,10
20 2,99 1,49 2,46
50 3,57 1,80 3,00
100 4,01 2,00 3,43
(Das, Braja. M, 2006)
Tabel 2.6 Modulus Elastisitas Tanah
Jenis Tanah Es (kN/m2)
Lempung Lunak 1,800 – 3,500
Lempung Keras 6,000 – 14,000
Pasir Lepas 10,000 – 28,000
Pasir Padat 35,000 – 70,000
(Das, Braja. M, 2006)
43
Tabel 2.7 Poisson Rasio
Jenis Tanah Poisson Rasio, μs
Pasir Lepas 0,2 – 0,4
Pasir Sedang 0,25 – 0,4
Pasir Padat 0,3 – 0,45
Silty Sand
(Pasir Kelanauan) 0,2 – 0,4
Lempung Lunak 0,15 – 0,25
Lempung Sedang 0,2 – 0,5
(Das, Braja. M, 2006)
Berdasarkan persamaan 2.39, tekanan Δσ bekerja pada permukaan tanah.
Sehingga jika persamaan ini digunakan untuk perhitungan penurunan hasil yang
didapatkan adalah hasil konservatif, karena pada kenyataannya pondasi
ditanamkan pada kedalaman tertentu. Semakin dalam pondasi ditanamkan,
semakin kecil penurunan yang akan terjadi.
2.6.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Ketika tanah jenuh air diberi beban, tegangan air pori di dalam tanah
meningkat. Pada pasir dengan permeabilitas yang tinggi, disipasi air akibat
meningkatnya tegangan air pori terjadi seketika. Disipasi air menyebabkan
perubahan volume tanah yang mengakibatkan penurunan pada tanah dan juga
struktur diatasnya. Penurunan seketika dan penurunan konsolidasi pada pasir
terjadi seketika, akibat proses disipasi air yang begitu cepat karena pasir
memiliki permeabilitas tanah yang tinggi.
44
Pada pembebanan tanah lempung jenuh air, penurunan seketika terjadi
seketika beban diberikan. Karena permeabilitas tanah lempung yang rendah,
disipasi air pori dari tanah terjadi pada jangka waktu yang sangat lama.
Penurunan konsolidasi yang terjadi pada tanah lempung akan jauh lebih besar
daripada penurunan seketika.
Analogi deformasi yang terjadi pada tanah lempung akibat pembebanan
dapat dijelaskan menggunakan permodelan silinder dengan pegas ditengahnya.
Gambar 2.14 Analogi Penurunan Pada Tanah Lempung
(Das, Braja. M, 2006)
a. Silinder ini berisikan air yang memiliki pegas ditengahnya. Luas silinder
adalah A. Pada saat ini ketika kran dalam keadaan tertutup dan tegangan air
45
pori di dalam silinder adalah Δu = 0. Beban P diberikan pada silinder semua
beban akan dipikul oleh air karena air memiliki sifat tidak tertekan. Silinder
dalam keadaan penutup yang tertutup dengan tekanan.
b. Ketika silinder dalam keadaan tertutup ini diberikan beban P, semua beban
akan dipikul oleh air karena air memiliki sifat tidak tertekan
(incompressible).
P = Ps + Pw
Dimana, Ps = Tekanan partikel tanah
Pw = Tekanan air tanah
Karena air memiliki sifat tidak tertekan (incompressible), maka Ps = 0 dan
Pw = P. Pada saat ini tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah
APu =Δ .
c. Pada saat ini kran dibuka dengan beban P tetap bekerja pada silinder, maka
air di dalam silinder akan mulai keluar. Disipasi air dari silinder
menyebabkan penurunan tegangan air pori dalam silinder dan peningkatan
tekanan pada pegas. Pada saat ini beban P dipikul oleh air dan juga pegas,
sehingga Ps > 0 dan Pw < P dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder
adalah APu <Δ .
d. Dalam keadaan kran terbuka dan beban P tetap bekerja pada silinder, air akan
terus menerus keluar dari silinder sampai tegangan air pori di dalam silinder
menjadi 0. Sehingga semua beban P dipikul oleh pegas sehingga Ps = P dan
Pw = 0, dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah Δu = 0.
46
Δσ
H
PeningkatanTegangan Total
Kedalaman
Δu=Δσ
H
PeningkatanTegangan Air Pori
Kedalaman
Δσ'=0
H
PeningkatanTegangan Efektif
Kedalaman
Δσ
H
PeningkatanTegangan Total
Kedalaman
Δσ
H
PeningkatanTegangan Air Pori
Kedalaman
Δσ
H
PeningkatanTegangan Efektif
Kedalaman
Δσ
H
PeningkatanTegangan Total
Kedalaman
Δu=0
H
PeningkatanTegangan Air Pori
Kedalaman
Δσ'=Δσ
H
PeningkatanTegangan Efektif
Kedalaman
Δu<Δσ Δσ'>0
Pada t = 0
Pada 0 < t < = 0
Pada t = Gambar 2.15 Perubahan Tegangan Saat Konsolidasi
Pada tanah lempung terdapat dua macam tanah, yaitu tanah normally
consolidated dan tanah overconsolidated.
47
a. Tanah normally consolidated; tegangan efektif tanah saat ini adalah tegangan
efektif maksimum yang dialami pada masa lampau.
b. Tanah overconsolidated; tegangan efektif tanah saat ini lebih kecil
dibandingkan tegangan efektif tanah yang dialami pada masa lampau.
Tegangan efektif tanah maksimum yang dialami tanah disebut dengan
tegangan prakonsolidasi.
Untuk menghitung penurunan konsolidasi yang terjadi pada tanah
digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
Untuk tanah normally consolidated :
Jika (σ0' + Δσ') ≥ σp', maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut:
'''log
e1CHS
0
0
0
cc σ
σΔ+σ+
= ....................................................................................... (2.41)
Untuk tanah overconsolidated :
Jika (σ0' + Δσ') ≤ σp', maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut:
'''log
e1CHS
0
0
0
sc σ
σΔ+σ+
= ...................................................................................... (2.42)
Jika σ0' ≤ σp' ≤ (σ0' + Δσ'), maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai
berikut :
'''log
e1CH
''
loge1
CHSp
0
0
c
0
p
0
sc σ
σΔ+σ+
+σ
σ
+= .................................................................. (2.43)
Dimana, Sc = Penurunan konsolidasi, m
H = Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
Cc = Indeks kompresi
Cs = Indeks swelling
e0 = Angka pori awal
48
σ0' = Tegangan efektif awal
Δσ' = Perubahan tegangan efektif, kN/m2
σp' = Tegangan efektif awal prakonsolidasi, kN/m2
Persamaan 2.41, 2.42 dan 2.43 sering digunakan untuk memperhitungkan
penurunan konsolidasi, namun terdapat juga persamaan melalui metode
elastisitas sebagai berikut yang dapat juga menghitung penurunan konsolidasi :
H'..mS vc σΔ= ..................................................................................................... (2.44)
Dimana, mv = koefisien kompresibilitas volume, m2/kN
Dalam menghitung perubahan tegangan efektif akibat beban luar yang
ada diatas tanah dasar, perlu diperhitungkan penyebaran beban untuk setiap
lapisan tanah dasar sesuai dengan kedalaman tanah dasar. Dalam menghitung
penyebaran beban yang terjadi, terdapat faktor pengaruh yang harus didapat
terlebih dahulu. Grafik faktor pengaruh tersebut tergantung pada bentuk dari
timbunan itu sendiri. Pada Gambar 2.16 adalah grafik faktor pengaruh untuk
timbunan bentuk trapezium.
49
Gambar 2.16 Grafik Faktor Pengaruh Tegangan Untuk Beban Timbunan
Menerus
(Navfac, 1971)
50
2.6.3 Penurunan Sekunder (Secondary Settlement)
Setelah selesai proses penurunan konsolidasi, yaitu proses disipasi dari
tegangan air pori sampai Δu = 0, terjadi penurunan sekunder akibat penyesuaian
sifat plastis dari partikel tanah. Pada penurunan sekunder partikel-partikel tanah
mengalami penyesuaian pada kerangka tanah. Selama proses penurunan
sekunder tidak terjadi perubahan pada tegangan efektif tanah. Penurunan
sekunder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= α
1
2s t
tlogH'CS ................................................................................................ (2.45)
Dengan nilai Cα' sebagai berikut :
pe1C'C+
= αα
........................................................................................................ (2.46)
Dimana nilai Cα dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Δ
=α
1
2
ttlog
eC ..................................................................................................... (2.47)
Dimana, Ss = Penurunan sekunder, m
Cα = Indeks kompresi sekunder
Δe = Perubahan angka pori
t2,t1 = Waktu
ep = Angka pori pada akhir penurunan konsolidasi
H = Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
51
2.7 Proyek – proyek yang Menggunakan Geofoam
2.7.1 Aplikasi Geofoam pada Sub-base Jalur Kereta Api
Negara Belanda bagian barat dan utara merupakan daerah yang memiliki
karakteristik tanah mulai dari lunak sampai sangat lunak. Pembangunan jalur rel
kereta diatas tanah seperti ini memerlukan pelaksanaan perbaikan tanah untuk
meningkatkan daya dukung tanah dasar. Metode konvensional yang biasa
dilakukan adalah dengan menggantikan bagian tanah yang lunak dengan pasir,
namun penurunan yang besar tetap terjadi akibat beban struktur rel kereta yang
berat. Dengan mengaplikasikan material ringan seperti EPS geofoam,
“keseimbangan” struktur dapat diperoleh sehingga mencegah penyebaran beban
yang berlebih pada lapisan sub-base. Untuk mengurangi beban menyeluruh dari
struktur rel kereta dan penyebaran beban pada lapisan sub-base, diletakan lapisan
EPS geofoam di antara struktur pelat beton dan lapisan sub-base.
Dibandingkan material sub-base konvensional seperti tanah, EPS
geofoam memiliki densitas dan modulus elastisitas yang rendah, dan memiliki
kemampuan menyerap air serta mempunyai fungsi sebagai insulasi. Karena
kekuatan EPS geofoam yang relatif rendah, perlu diaplikasikan pelat beton diatas
lapisan EPS geofoam. Dengan desain seperti ini berat struktur secara
keseluruhan, yang mengindikasikan penyebaran beban yang terjadi, dapat
dikurangi dengan penggunaan EPS geofoam sebagai material sub-base.
Analisa perilaku dinamis yang terjadi pada rel kereta telah diperhitungkan
menggunakan software RAIL. Kereta api TGV yang beroperasi dengan
kecepatan 65 m/detik diatas lapisan EPS geofoam sebagai material sub-base
52
telah disimulasikan. Dari hasil yang didapat, untuk mencegah deformasi yang
terjadi pada lapisan EPS geofoam regangan maksimum, εeps = 0,05 (tinggi EPS
geofoam = 1 m). Perpindahan rel kereta maksimum akibat kecepatan tinggi
kereta harus dibawah perpindahan batas, u = 2 mm untuk mencegah perpindahan
rel dari jalurnya.
Gambar 2.17 Desain Struktur Jalur Rel Kereta Konvensional (a) dan
dengan EPS geofoam (b)
(Esveld, C., & Markine, V., 2003)
Kesimpulan yang didapatkan dari aplikasi EPS geofoam pada sub-base
jalur kereta api adalah sebagai berikut :
• EPS geofoam dapat digunakan untuk struktur rel kereta, namun
keuntungannya lebih dapat terlihat pada aplikasi di tanah dengan daya
dukung yang rendah. Penggunaan EPS geofoam untuk mengurangi
penurunan tanah juga dapat terlihat.
• Pada kasus tanah dengan kompresibilitas yang tinggi, penggunaan EPS
geofoam untuk material sub-base adalah solusi yang paling murah dengan
biaya perawatan yang dapat diminimalkan. Material sub-base EPS geofoam
pun akan lebih ramah lingkungan, ketika pelaksanaan konstruksi dan juga
pada masa pelayanan.
53
Namun penelitian ini masih terdapat beberapa tambahan analisa yang
perlu dilakukan untuk menambah hasil analisa EPS geofoam pada aplikasi sub-
base jalur kereta api. Adapun saran – saran yang diajukan adalah sebagai berikut
:
• Pengujian lebih detail perlu dilakukan untuk menganalisa performa dinamis
dari lapisan EPS geofoam pada struktur rel kereta, terutama dalam menguji
kemampuan damping dari EPS geofoam.
• Melakukan pengujian nyata terhadap pengaruh EPS geofoam sebagai lapisan
sub-base dapat lebih memberikan gambaran yang nyata akan peforma EPS
geofoam yang sebenarnya.
• Disarankan untuk membuat kriteria desain yang seragam untuk penggunaan
EPS geofoam pada struktur jalur rel kereta.
2.7.2 Aplikasi Geofoam pada Timbunan Jalan
Proyek Boston’s Central Artery/Tunnel (CA/T) pada kontrak C09C2
merupakan pelaksanaan pembangunan 8 bagian struktur transisi jalan raya.
Dimensi dari struktur transisi tersebut berkisar antara panjang 23 m – 122 m,
tinggi 7 m, dan lebar 8 m – 24 m. Desain awal dalam pembangunan kontrak
C09C2 adalah dengan menggunakan jembatan beton precast (PCB), slab-on-
piles/drilled shaft (SOP) dan material pengisi diatas slab-on-piles/drilled shaft
(FSOP).
54
Gambar 2.18 Desain Jembatan Beton Precast (PCB)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.19 Desain Slab-On-Piles/Drilled Shaft (SOP)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.20 Desain Material Pengisi Diatas Slab-On-Piles/Drilled Shaft
(FSOP)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
55
Untuk setiap struktur transisi jalan raya, tipe pondasi utama yang
direncanakan untuk digunakan adalah drilled shaft. Setiap drilled shaft akan
ditanamkan sampai melewati lapisan atas material pengisi, lanau organik dan
lempung. Lapisan material pengisi mempunyai ketebalan 1,5 m – 11 m. Lapisan
tanah lanau organik dengan tebal 1,5 m – 11 m, sedangkan tanah lempung
(Boston Blue Clay) dengan tebal 24 m – 37 m. Dari lapisan tanah yang terdapat
di lokasi proyek dapat dilihat bahwa kedalaman drilled shaft yang diperlukan
untuk menyangga struktur desain yang diajukan sangat dalam. Ini akan
berdampak pada anggaran biaya dan waktu pelaksanaan. Sebagai akibatnya,
desain alternatif yang dapat mengurangi jumlah drilled shaft ataupun
mengeliminasi kebutuhan drilled shaft akan dipertimbangkan dalam kontrak
C09C2.
Alasan utama digunakannya drilled shaft sebagai pondasi adalah untuk
menanggulangi penurunan yang akan terjadi. Drilled shaft tersebut akan tertanam
untuk melewati bagian atas lapisan tanah kompresif. Namun setelah analisa
penurunan dilakukan, didapatkan bahwa penurunan yang akan terjadi tidak dapat
diterima oleh struktur diatasnya. Metode perbaikan tanah seperti pre-loading
tidak disarankan karena faktor waktu dan juga penggantian tanah dasar pun tidak
memungkinkan karena tebal tanah yang perlu diganti adalah ± 12 m. Sehingga
desain struktur beralih kepada penggunaan material ringan EPS geofoam.
Penggunaan EPS geofoam mempunyai keunggulan dalam hal densitas yang
sangat rendah dibandingkan dengan material ringan lainnya, sekitar 16 – 30
56
kg/m3 yaitu ± 1% dari densitas tanah, sehingga tidak memerlukan perbaikan
tanah.
Terdapat 3 desain alternatif yang diajukan dengan menggunakan EPS
geofoam, yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.21 Desain Alternatif 1
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Gambar 2.22 Desain Alternatif 2 (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
57
Gambar 2.23 Desain Alternatif 3
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
Pada desain alternatif 1, kedalaman tanah yang perlu digantikan dengan
material EPS geofoam terlalu dalam dan EPS geofoam akan terkena efek gaya
angkat air. Pada desain alternatif 2, penyangga dinding (curtain wall) diatas
drilled shaft mengurangi penyaluran beban yang tersalurkan ke dalam tanah
dibandingkan alternatif 1. Dibandingkan alternatif 1, alternatif 2 tidak
memerlukan banyak tanah yang diganti, EPS geofoam yang diperlukan lebih
sedikit dan faktor keamanan terhadap efek gaya angkat air lebih tinggi. Namun
biaya dan waktu pelaksanaannya tidak berkurang secara signifikan dibandingkan
dengan desain awal. Pada alternatif 3, drilled shaft digunakan untuk menopang
beban struktur diatasnya sehingga mengeliminasi efek gaya angkat air namun
alternatif ini menghasilkan penghematan biaya yang paling kecil dibandingkan 2
desain alternatif sebelumnya. Penghematan pada desain alternatif 3 ada pada
pengurangan jumlah drilled shaft yang diperlukan dibandingkan dengan desain
awal.
58
Faktor keamanan terhadap gaya angkat air pada desain menggunakan
EPS geofoam merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan. Dengan faktor
keamanan 1,4 untuk analisa musim banjir 100 tahunan, alternatif 3 dipandang
paling efektif untuk diaplikasikan. Namun terdapat beberapa revisi yang
dilakukan, yaitu mengurangi beban yang bekerja pada dinding (curtain wall) dan
mengurangi gaya angkat air terhadap EPS geofoam dengan menggunakan
material ringan kedua yang porous ditempatkan antara EPS geofoam dan tanah
dasar. Material ringan kedua yang digunakan adalah expanded clay/shale
aggregate yang memiliki densitas lebih tinggi dibandingkan EPS geofoam,
sehingga mengurangi efek gaya angkat air terhadap EPS geofoam.
Pada akhir proses desain, desain yang dipakai pada kontrak C09C2 adalah
alternatif desain 1 (modified) dengan penggunaan material ringan kedua seperti
pada Gambar 2.24, dan terdapat beberapa lokasi yang menggunakan alternatif
desain 3.
Gambar 2.24 Desain Alternatif 1 (Modified)
(Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W.,
2004)
59
2.7.3 Aplikasi Geofoam pada Stabilisasi Lereng-
Rumah sebuah keluarga di bagian barat 11th Avenue West di Seattle
berada diatas lereng curam dengan facing dinding beton. Berdasarkan Gambar
2.25, dibawah dinding beton tersebut merupakan tanah lepas yang sering sekali
terjadi longsor. Kelongsoran yang sering kali terjadi pada lokasi ini membuat
sebagian struktur pada lereng tersebut, terutama rumah diatasnya, bergeser dan
membahayakan penghuni rumah. Pemilik rumah memutuskan untuk memperkuat
struktur lereng dengan soldier pile, timber lagging dan dinding penahan tanah
dengan pengisi batu-batuan. Namun desain ini memakan biaya yang sangat
besar, sehingga pemilik rumah harus mencari solusi perkuatan lain dengan biaya
yang lebih rendah namun tetap mampu menanggulangi permasalahnya yang
terjadi.
Perkuatan yang akan dilakukan pemilik rumah adalah pada dua struktur
penahan, yaitu pada dinding beton dan pada lereng dibawah dinding beton yang
dapat diperluas lahannya untuk keperluan pemilik rumah. Pada penanggulangan
struktur penahan yang pertama adalah pemasangan ankur vertikal yang terbuat
dari besi Titan 30/11 yang dipasang pada bagian ujung dasar dinding beton.
Ankur titan tersebut akan menanggulangi pergerakan vertikal atau lateral yang
dapat terjadi pada lereng bagian atas. Setelah itu ankur dengan kemiringan 20°
dengan kedalaman 6,1 m dipasangkan melalui dinding beton. Ankur tersebut
akan digrouting dan kemudian dikunci dengan baja kanal C pada dinding beton.
60
Gambar 2.25 Gambar Rencana Ankur Pada Dinding Beton
(Mann, G., & Stark, T., 2007)
Pada struktur penahan yang kedua, yaitu 3,7 m dibawah dinding beton,
merupakan struktur yang di desain untuk menyangga struktur dinding beton
diatasnya dan juga untuk menggunakan kembali lahan kosong yang ada. Struktur
penahan ini terdiri dari diameter 0,6 m soldier pile yang di ankur. Geofoam
digunakan pada struktur penahan kedua sebagai material pengisi untuk
membantu mengurangi tegangan vertikal dan lateral yang bekerja pada struktur
penahan. Jika material tanah digunakan sebagai material pengisi, material tanah
harus material granular dengan diameter maksimum 76 mm, dan tidak
mengandung lebih dari 5 % tanah halus (ukurna material lanau dan lempung
yang lolos saringan No. 200). Material backfill tanah juga perlu dilakukan
pemadatan untuk setiap tebal 100 mm dan kandungan air harus berkisar 2 % dari
kandungan air optimum. Oleh karena itu, dipertimbangkan penggunaan geofoam
sebagai material pengisi.
Posisi geofoam diaplikasikan pada lahan dibawah lereng bagian atas
61
Geofoam yang digunakan dalam struktur penahan ini adalah XPS-VII
dengan berat jenis 0,35 kN/m2 . Dengan kekuatan kompresif kurang dari 2 %,
geofoam dapat menghasilkan tegangan aksial sebesar 310 kPa. Penggunaan
geofoam mengurangi tegangan vertikal yang bekerja pada eksisting lereng dan
juga mengurangi tegangan tanah pada bagian bawah struktur dinding penahan.
Ini memungkinkan untuk memperkecil diameter soldier pile, sehingga
menurunkan biaya konstruksi.
Analisa stabilitas lereng statik dan seismik sudah diperhitungkan
menggunakan software SLOPE/W dengan parameter tanah sebagai berikut :
Tabel 2.8 Parameter Tanah Pada Analisa Stabilitas Lereng
Menggunakan Software SLOPE/W
Jenis Tanah Berat Jenis (kN/m3)
Sudut Friksi (°)
Kohesi (kPa)
Pasir Kelanauan (Pengisi) 18,85 30 0 Lanau 18,07 28 0 Pasir 15,71 28 0
Lanau Keras 19,64 28 7,18 (Mann, G., & Stark, T., 2007)
Faktor keamanan yang dihasilkan untuk analisa statik dan dinamis adalah
2,1 dan 1,3. Garis keruntuhan untuk analisa statik dan dinamis dapat dilihat pada
Gambar 2.26.
62
Gambar 2.26 Analisa Stabilitas Lereng
(Mann, G., & Stark, T., 2007)
Selama 6 tahun kedua struktur penahan berdiri dan telah terbukti aman
menghadapi longsor yang terjadi tanpa ada dampak yang merugikan penghuni
rumah. Walau terdapat longsoran kecil terhadap material tanah pada permukaan
lereng, namun tidak menyebabkan struktur secara keseluruhan untuk ikut
longsor.
Kesimpulan yang didapatkan dari aplikasi geofoam untuk stabilisasi
lereng adalah bahwa penggunaan geofoam dapat memperkecil kebutuhan
diameter soldier pile. Penggunaan geofoam tidak hanya mengurangi tegangan
63
vertikal yang bekerja pada eksisting lereng dan namun juga mengurangi
tegangan tanah pada bagian bawah struktur dinding penahan.
2.8 Korelasi – Korelasi Parameter Tanah
Data tanah dasar yang didapatkan dari proyek tidak selalu lengkap dan
sering kali perlu dilakukan korelasi – korelasi data tanah untuk mendapatkan
parameter – parameter tanah lainnya. Pada umumnya korelasi data tanah dapat
diperoleh melalui data SPT dan CPT. Berikut ini merupakan korelasi – korelasi
yang digunakan untuk memperoleh parameter data tanah lainnya seperti data
berat jenis (γs), kuat geser undrained (cu), sudut geser (φ), modulus Young (Es),
permeabilitas tanah (kv) dan koefisien kompresibilitas volume (mv).
Tabel 2.9 Korelasi Uji Penetrasi Standar (SPT)
Tanah Tidak Kohesif N 0 – 10 11 - 30 31 - 50 > 50
Berat isi γ, kN/m3 12 – 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23 Sudut geser,φ 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35
Kondisi Tanah Lepas Lepas Sedang Padat Sangat Padat
Tanah Kohesif N < 4 4 - 6 6 - 15 16 - 25 > 25
Berat isi γ, kN/m3 14 - 18 16 - 18 16 - 18 16 - 18 > 20 qu, kN/m2 < 25 20 - 50 30 - 60 40 - 200 > 100
Kondisi Tanah Sangat Lunak Lunak Sedang Keras Sangat
keras (Bowles, Joseph. E., 1993)
64
Tabel 2.10 Nilai Modulus Young Sesuai dengan Tipe Tanah
Soil Es
ksf Mpa
Lempung
Sangat Lunak 50-250 2-15
Lunak 100-500 5-25 Sedang 300-1000 15-50 Keras 1000-2000 50-100
Berpasir 500-5000 25-250
Pasir Berlanau 150-450 7-21
Lepas 200-500 10-24 Padat 1000-1700 48-81
Pasir dan Bebatuan
Lepas 1000-3000 48-144 Padat 2000-4000 96-192
Lanau 40-400 2-20 (Bowles, Joseph. E., 1997)
Gambar 2.27 Korelasi Permeabilitas Berdasarkan Tipe Tanah
(Sivaguvan, N., 2005)
65
Tabel 2.11 Korelasi antara CPT dan SPT Berdasarkan Franki Piles (1960)
Tipe Tanah Hubungan (qc/N) (Mpa)
Pasir 1 Pasir Kelempungan 0,6
Pasir Kelanauan 0,5 Lempung Berpasir 0,4
Lempung Kelanauan 0,3 Lempung 0,2
(Kara, O., & Gunduz, Z., 2010)
Tabel 2.12 Korelasi antara qc dengan Nilai α
Tipe Tanah qc α
CL – lempung dengan plastisitas rendah
qc < 7 bar 3 < α < 8 7 < qc < 20 bar 2 < α < 5
qc > 20 bar 1 < α < 2,5 ML - tanah campuran
pasir,lempung dan humus dengan plastisitas rendah
qc < 20 bar 1 < α < 2,5
qc > 20 bar 1 < α < 2,5
OH – lempung dengan plastisitas tinggi qc < 20 bar 1 < α < 2,5
MH - OH - tanah campuran pasir,lempung dan humus dengan plastisitas tinggi
qc > 20 bar 1 < α < 2,5
(Sanglerat, G., 1972)
Korelasi Tabel 2.11 dan 2.12 digunakan untuk mendapatkan nilai qc dan α yang
kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai mv dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
cv q.
1mα
= ......................................................................................................... (2.48)
2.9 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga merupakan metode perhitungan yang didasarkan
pada konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu sistem struktur, massa atau benda
66
padat menjadi elemen – elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan
sistem yang memiliki derajat kebebasan tidak terhingga menjadi derajat
kebebasan terhingga, sehingga memudahkan perhitungan masing – masing
elemen kecil. Metode elemen hingga juga merupakan metode pendekatan,
semakin kecil pembagian elemen – elemen kecil semakin akurat perhitungan
pendekatan melalui metode elemen hingga. Metode elemen hingga dapat
digunakan untuk menghitungkan distribusi beban yang terjadi pada elemen
seperti deformasi dan tegangan.
2.10 Plaxis 2D
Plaxis merupakan sebuah program yang diciptakan berdasarkan
perhitungan metode elemen hingga yang digunakan untuk menganalisa
deformasi dan stabilitas struktur geoteknik. Plaxis dikembangkan pertama kali di
Belanda untuk menganalisa tanggul – tanggul yang dibangun di atas tanah lunak
di dataran rendah Belanda. Hingga sekarang, Plaxis telah dikembangkan dan
telah digunakan dalam perencanaan geoteknik dengan cakupan yang lebih luas.
Permodelan struktur geoteknik pada umumnya di dalam Plaxis dapat
dimodelkan menjadi model regangan bidang atau model axi-simetri. Pada model
regangan bidang model geometri penampang melintang yang kurang lebih
seragam dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang
dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut (arah z). perpindahan dan
regangan dalam arah z diasumsikan tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun
67
demikian, tegangan normal pada arah z diperhitungkan sepenuhnya dalam
analisa.
Pada model axi-simetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang
melintang radial yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan
mengelilingi sumbu aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan
sama di setiap arah radial. Koordinat x menyatakan radius dan koordinat y
merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak dapat
digunakan.
Dalam pembuatan geometri permodelan struktur geoteknik terdapat
komponen – komponen pembuat geometri yaitu Titik, Garis dan Cluster. Titik
merupakan titik awal dan akhir dari sebuah garis. Garis digunakan untuk
mendefinisikan batasan – batasan geometri dari struktur geoteknik yang
dimodelkan. Sedangkan Cluster merupakan daerah tertutup yang terbuat dari
beberapa garis.
Gambar 2.28 Titik, Garis, dan Cluster Pada Sebuah Geometri
Setelah pembuatan geometri, permodelan metode elemen hingga dapat
dianalisa, berdasarkan komposisi cluster dan garis pada permodelan geometri.
Komponen – komponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah
Titik
Garis Cluster
68
Elemen, Nodal, dan Titik tegangan. Ketika pembuatan bentuk geometri, cluster
dibagi menjadi elemen – elemen segitiga. Elemen – elemen segitiga tersebut ada
dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal elemen. 15 nodal elemen
memiliki 15 nodal di dalam elemen segitiganya dan 6 nodal elemen hanya
memiliki 6 nodal. Perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan lebih teliti
dibandingkan 6 nodal elemen, karena semakin banyak nodal yang dianalisa
dalam perhitungan. Namun perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan
memakan waktu analisa yang lebih lama, karena perhitungan yang dilakukan
semakin banyak untuk setiap nodal di dalam elemen. Tegangan dan regangan
yang terjadi pada suatu bentuk diperhitungkan secara individual dengan
menggunakan Gaussian integration points (titik tegangan) bukan pada titik nodal.
Pada 15 nodal elemen terdapat 12 titik tegangan dan pada 6 nodal elemen
terdapat 3 titik tegangan.
Gambar 2.29 Pembagian Elemen – Elemen Segitiga Pada Cluster
Gambar 2.30 Titik Nodal Pada Elemen
(PLAXIS b.v., 2002)
69
Gambar 2.31 Titik Tegangan Pada Elemen
(PLAXIS b.v., 2002)
Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan menggunakan berbagai
macam jenis model. Permodelan hubungan tegangan – regangan yang paling
sederhana adalah permodelan hukum linear Hooke, elastisitas isotropik, yang
hanya memerlukan dua input yaitu Modulus Young, E, dan poisson rasio, υ.
Namun dengan permodelan linear hasil yang didapatkan masih terlalu kasar
untuk digunakan dalam perancangan. Oleh sebab itu terdapat juga berbagai
macam permodelan yang digunakan oleh program Plaxis, antara lain adalah
Mohr – Coulomb model, Jointed Rock model, Hardening – Soil model, Soft –
Soil – Creep model dan Soft Soil model.
Pada Mohr – Coulomb model terdapat lima parameter yang perlu
dimasukan yaitu, E dan v untuk elastisitas tanah, φ dan c untuk plastisitas tanah,
dan ψ untuk sudut dilantansi tanah. Permodelan Mohr – Coulomb
menggambarkan pendekatan yang mendekati dengan perilaku tanah. Disarankan
juga untuk menggunakan permodelan Mohr – Coulomb untuk analisa tahap
pertama dalam perhitungan analisa masalah. Pada permodelan Mohr – Coulomb,
setiap lapisan diperkirakan kekakuan rata – rata yang konstan, akibat kekakuan
yang konstan perhitungan komputer akan relatif lebih cepat dan dapat
menghasilkan perkiraan deformasi yang dihasilkan pada perhitungan tersebut.
70
Untuk model – model lainnya tidak dibahas pada penelitian ini karena tidak
digunakan pada analisa tanah.
Gambar 2.32 Input Parameter Model Mohr – Coulomb
Top Related