BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Uji Keseragaman Data
Tujuan utama pengukuran uji keseragaman data adalah untuk mendapatkan
dat yang seragam. Ketidak seragaman data dapat datang tanpa disadari, maka
diperlukan suatu pegukuran untuk mendeteksinya. Batas – bats kendali yang dibentuk
dari data merupakan batas seragam atau tidaknya data. Uji keseragaman data perlu
dilakukan sebelum menggunakan data yang diperoleh.
Uji keseragaman data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Uji keseragaman data dengan cara visual
Uji keseragaman data dengan cara visual, dilakukan dengan cara yang sederhana.
Kita hanya melihat data yang terkumpul dan kemudian mengidentifikasikan data
yang terlalu ekstrem (data yang terlalu menyimpang dari trend rata – ratanya).
Data yang ekstrem ini kemudian dibuang dan tidak dimasukkan dalam
perhitungan selanjutnya.
2. Uji keseragaman data dengan peta kontrol
Peta kontrol (Control chart) adalah suatu alat yang tepat untuk melakukan uji
keseragaman data yang diperoleh. Sifatnya lebih kompleks, karena menggunakan
peta kendali dan menggunakan rumus dalam perhitungannya. Data ekstrem pada
10
peta kendali adalah data yang berada di luar batas kontrol kendali. Batas kontrol
kendali yaitu batas – batas yang dibuat untuk menentukan apakah suatu data
seragam atau tidak, dan batas kontrol kendali ini terdiri dari batas kendali atas dan
batas kendali bawah. Data yang seragam adalah semua data yang berada di dalam
batas kontrol kendali.
Adapun urutan langkah dalam mencari batas kendali adalah sebagai berikut :
1. Mencari rata – rata sub group
nX
X ik
∑=
dimana :
n = ukuran sub group, yaitu banyaknya data dalam satu subgroup
k = jumlah sub group yang terbentuk
Xi = data pengamatan
2. Mencari rata – rata keseluruhan
kXX k∑
=
3. Menghitung standard deviasi
1
)( 2
−−∑
=N
XX iσ
dimana :
N = jumlah data
11
4. Menghitung standard deviasi dari distribusi rata – rata sub group
n
x σσ =
5. Menghitung batas – batas kendali
xXBKA σ3+=
xXBKB σ3−=
2.1.2 Uji Kecukupan Data
Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dan tingkat keyakinan (confidence
level) merupakan cerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur. Tingkat
ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil peramalan dari data
sebenarnya. Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa
hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian.Uji kecukupan data dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat kepercayaan dan ketelitian yang diinginkan
sesuai dengan rumus di bawah ini :
( )
222
'
∑
∑−∑=
i
ii
X
XXNsk
N
dimana :
N’ = jumlah data yang seharusnya
N = jumlah data aktual
K = tingkat keyakinan
12
s = tingkat ketelitian
(untuk k = 95% dan s = 5%; k/s = 40)
Kesimpulan :
Jika N’ ≤ N, maka data sudah cukup
Jika N’ > N, maka data belum cukup
2.1.3 Uji Kenormalan Data
Agar dapat dilakukan analisa lebih lanjut dari sampel data yang ada, perlu
diketahui jenis distribusi teoritis apa yang paling mendekati untuk dat tersebut. Jika
diketahui distribusi tertentu yang sudah baku yang mendekati data – data tersebut,
maka perhitungan selanjutnya dapat mempergunakan rumus – rumus yang berlaku
untuk distribusi tersebut. Oleh sebab itu, sebelum menganalisa data lebih jauh, perlu
diuji terlebih dahulu, apakah data tersebut mendekati distribusi teoritis tertentu.
Salah satu cara untuk menguji kecocokan data terhadap distribusi tertentu
adalah dengan tes kecocokan data. Pengujian tersebut didasarkan atas kecocokan data
terhadap distribusi teoritis tertentu. Bila variansi selisih data yang ada dengan yang
diharapkan dari distribusi tertentu tidak melebihi suatu harga tertentu. Harga ini
tergantung dari besarnya tingkat kepercayaan yang dipakai. Pengujian kecocokan
data ini dipakai dengan harga chi square pada tingkat kepercayaan tertentu yang
sudah ditentukan sebelumnya. Jadi suatu data dapat dinyatakan cocok dengan suatu
13
distribusi teoritis tertentu, bila variansi selisihnya tidak melebihi suatu nilai chi
square tertentu.
Langkah – langkah pengujian kecocokan data, adalah sebagai berikut :
1) Tentukan hipotesa yang akan diuji
Hipotesa nol : H0 : sampel mendekati distribusi tertentu
Hipotesa alternatif : H1 : sampel tidak mendekati distribusi tertentu
2) Tentukan :
▪ Tingkat kepercayaan yang akan digunakan : α
▪ Derajat kebebasan (dof) = k – i – 1
dimana :
k = panjang kelas ; i = lebar kelas
▪ nilai dofx ,1,2 α− dari tabel 2x
3) Tentukan kriteria penolakan berdasarkan tingkat kepercayaan yang digunakan dan
dof. Tolak H0 bila dofxhitungx ,1,22 α−>
4) Hitung nilai chi square dengan menggunakan rumus :
i
ii
EEO
x)( 22
2 −∑=
5) Bandingkan nilai chi square hasil perhitungan dengan kriteria penolakan.
6) Kesimpulan :
Tolak H0, bila 22 xhitungx > ; berarti data tidak berdistribusi tertentu
Terima H0, bila 22 xhitungx < ; berarti data berdistribusi tertentu.
14
2.1.4 Peramalan
Peramalan (forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam
perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang ekonomi. Peramalan
permintaan akan suatu produk dan jasa di waktu mendatang dan bagian – bagiannya
adalah sangat penting dalam perencanaan dan pengawasan produksi. Peramalan yang
baik adalah esensial untuk efisiensi operasi – operasi manufacturing dan produksi
jasa.
Menurut Yamit, (1999, p13), peramalan adalah prediksi, proyeksi atau
estimasi tingkat kejadian yang tidak pasti di masa yang akan datang. Ketepatan secara
mutlak dalam memprediksi peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah
tidak mungkin dicapai, oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian
yang akan datang secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka
dapat memiliki kekuatan untuk menarik kesimpulan terhadap kejadian yang akan
datang.
Sering terdapat waktu senjang (time lag) antara kesadaran akan peristiwa atau
kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang (lead
time) merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu tenggang
ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan dan peramalan tidak diperlukan. Jika
waktu tenggang ini panjang dan hasil akhir bergantung pada faktor – faktor yang
dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam situasi
15
seperti itu peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan
terjadi, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan.
Secara umum metode peramalan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori
utama, yaitu :
1) Metode kuantitatif didasarkan atas prinsip – prinsip statistik yang memiliki nilai
ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis,
dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk menggunakan metode kuatitatif
terdapat tiga kondidi yang perlu dipenuhi :
1) Tersedia informasi tentang masa lalu.
2) Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3) Diasumsikan bahwa beberapa pola di masa lalu akan terus berlanjut.
Model yang mendasari peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Model deret berkala (time series)
Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu
dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Tujuan model ini adalah
menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstraplasikan pola
tersebut ke masa depan.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah
dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling
tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi
empat jenis, antara lain :
16
a) Pola horisontal (H)
Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata – rata konstan.
y
Waktu
Gambar 2.1 Pola data horizontal
b) Pola musiman (S)
Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya
kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari – hari pada minggu tertentu).
y
Waktu
Gambar 2.2 Pola data musiman
17
c) Pola siklis (C)
Terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang
seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
y
Waktu
Gambar 2.3 Pola data siklis
d) Pola trend (T)
Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang
dalam data.
y
Waktu
..
. .. .
....
Gambar 2.4 Pola data trend
18
b) Model kausal
Sedangkan model kausal, mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan
menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Tujuan dari model ini adalah menemukan bentuk hubungan tersebut
dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tak
bebas. Kedua model tersebut memiliki keuntungan dalam situasi tertentu.
Model deret berkala seringkali dapat digunakan dengan mudah untuk
meramal, sedangkan model kausal dapat digunakan dengan keberhasilan yang
lebih besar untuk pengambilan keputusan dan kebijaksanaan.
2) Metode Kualitatif / Teknologis, biasa digunakan untuk memberi petunjuk, untuk
membantu perencanaan, seperti perumusan strategi, pengembangan produk,
teknologi baru dan pengembangan rencana jangka menengah dan jangka panjang.
Input yang digunakan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif,
pertimbangan dan pengetahuan yang didapat. Metode kualitatif seringkali
memerlukan inputan dari sejumlah orang yang terlatih secara khusus. Metode
kualitatif secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a) Metode Eksploratoris, dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik
awalnya dan bergerak ke arah masa depan secara heuristik.
b) Metode Normatif, dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan
datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai,
berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.
19
2.1.4.1 Metode Perataan (Average)
Metode perataan terdiri dari :
1) Metode rata – rata sederhana / nilai tengah (Simple Moving Average)
Metode rata – rata sederhana mengambil rata – rata dari semua data dalam
kelompok inisialisasi :
∑=
+==T
iTFTXiX
11/
sebagai ramalan untuk periode (T+1). Kemudian bila data periode (T+1) tersedia,
maka dimungkinkan untuk menghitung kesalahannya :
111 +++ −= TTT FXe
Metode rata – rata sederhana ini akan menghasilkan ramalan yang baik hanya jika
proses yang mendasari pengamatan tidak menunjukkan adanya trend, dan tidak
menunjukkan adanya unsur musiman.
2) Metode rata – rata bergerak tunggal (Single Moving Average)
Metode ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
▪ hanya menyangkut T periode terakhir dari data yang diketahui,
▪ jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya
waktu.
Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, sebagai berikut :
▪ metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua T
pengamatan terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya.
20
▪ metode ini tidak dapat menaggulangi dengan baik adanya trend atau
musiman, walaupun metode ini lebih baik dibanding rata – rata sederhana.
Secara aljabar, rata-rata bergerak (MA) dapat dituliskan sebagai berikut :
∑=
+=
+++=
T
ii
TT XXXXF TT 1
211
1...
∑+
=
++
=+++
=1
2
122
1... T
ii
TTT XXXXF TT
3) Metode rata – rata bergerak ganda (Double Moving Average)
Dasar dari metode ini adalah menghitung rata – rata bergerak yang kedua. Rata –
rata bergerak ganda merupakan rata – rata bergerak dari rata – rata bergerak, dan
menurut simbol dituliskan sebagai MA(M X N) dimana artinya adalah MA M-
periode dari MA N-periode. Prosedur rata – rata bergerak linier secara umum
dapat diterangkan melalui persamaan berikut :
NXXXXS Ntttt
t121 ...
' +−−−++++
=
NSSSSS Ntttt
t'''''' 121
...+−−−
++++=
( ) '''2'''' SSSSSa tttttt−=−+=
( )'''12 SSb ttt N
−−
=
mbaF ttmt +=+
21
2.1.4.2 Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial
Metode pemulusan terdiri dari :
1) Pemulusan eksponensial tunggal
Pemulusan eksponensial tunggal secara khusus dirumuskan sebagai berikut :
( )FXF ttt αα −+=+
11
Persamaan di atas merupakan bentuk umum yang digunakan pada metode
pemulusan eksponensial. Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan
data, karena tidak perlu lagi menyimpan data historis, agaknya hanya pengamatan
terakhir dan suatu nilai α yang harus disimpan.
2) Metode pemulusan eksponensial tunggal : Pendekatan adaptif
Pemulusan eksponensial tunggal dengan tingkat respon yang adaptif memiliki
kelebihan yang nyata atas SES dalam nilai α yang dapat berubah secara
terkendali, dengan adanya perubahan pada pola datanya.
22
Persamaan dasar untuk peramalan ini, sebagai berikut :
( )FXF ttttt αα −+=+
11
dimana
ME
t
tt =+α 1
( )EeE ttt 11−
−+= ββ
( )MeM ttt 11−
−+= ββ
FXe ttt−=
Inisialisasi :
F2 = X1
α2 = α3 = α4 = β
E1 = M1 = 0
Metode ini merupakan metode SES dengan suatu perbedaan, yaitu nilai α secara
sistematis dan otomatis berubah dari periode ke periode untuk memperhitungkan
adanya perubahan dalam struktur data. Peramalan ini akan sangat bermanfaat
untuk sistem peramalan yang melibatkan sejumlah besar item.
3) Metode pemulusan eksponensial ganda : metode linier satu parameter dari brown
Dasar pemikiran dari pemulusan ekponensial linear dari Brown adalah serupa
dengan rata – rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan
ganda tertinggal dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend,
23
perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada
nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai
dalam metode pemulusan eksponensial linier satu parameter dari Brown
ditunjukkan di bawah ini :
Inisialisasi awal : 111 ''' XSS ==
mbaF
SSb
SSa
SS
SXS
ttmt
ttt
ttt
ttt
ttt
S
.
)'''(1
'''.2
'')1('.
')1(.'
)1(
)1(
''
+=
−−
=
−=
−+=
−+=
+
−
−
αα
αα
αα
dimana :
S’t = nilai pemulusan eksponensial tunggal
S’’t = nilai pemulusan eksponensial ganda
m = jumlah periode ke muka yang diramalkan
24
4) Pemulusan ekponensial ganda : metode dua parameter dari Holt
Metode pemulusan eksponensial linier dari holt pada prinsipnya serupa dengan
brown kecuali bahwa holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara
langsung. Sebagai gantinya Holt memuluskan nilai trend dengan parameter
berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan pemulusan
eksponensial linier dari Holt didapat dengan menggunakan dua konstanta
pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan :
))(1( 11 −− +−+= tttt bSXS αα
11 )1()( −− −+−= tttt bSSb γγ
mSF bttmt .+=+
Proses inisialisasi untuk pemulusan eksponensial linear dari Holt memerlukan dua
taksiran, dengan inisialisasi :
b1 = X2 – X1
S1 = X1
25
5) Pemulusan eksponensial tripel : metode kuadratik satu parameter dari brown
Pendekatan dasar pemulusan kuadratik adalah memasukkan tingkat pemulusan
tambahan (pemulusan tripel) dan memberlakukan persamaan peramalan
kuadratik.
Persamaan untuk pemulusan kuadratik adalah :
( ) 1'1.' −−+= ttt SXS αα (pemulusan pertama)
( ) 1''1'.'' −−+= ttt SSS αα (pemulusan kedua)
( ) 1'''1''.''' −−+= ttt SSS αα (pemulusan ketiga)
tttt SSSa '''''.3'.3 +−=
( ) ( ) ( )[ ]tttt SSSb '''34''810'56)1(2 2 ααα
αα
−+−−−−
=
)'''''.2'(1
2
tttt SSSc +−
−
=α
α
dan
2
21 mcmbaF tttmt ++=+
dengan inisialisasi :
1111 '''''' xSSS ===
26
6) Pemulusan eksponensial tripel : metode kecenderungan dan musiman tiga
parameter dari winter
Metode winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu : satu unsur
untuk stasioner, satu untuk trend, dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan
metode Holt, dengan persamaan tambahan untuk mengatasi musiman.
Persamaan dasar untuk metode winter adalah sebagai berikut :
Pemulusan Keseluruhan :
))(1(. 11 −−−
+−+= ttLt
tt bS
IX
S αα
Pemulusan Trend :
11 )1()( −− −++= tttt bSSb γγ
Pemulusan Musiman :
Ltt
tt I
SX
I −−+= )1( ββ
Ramalan :
( ) mLtttmt ImbSF +−+ +=
Inisialisasi :
11 −− = LL XS
XX
I tt =
27
L
XX
L
it∑
== 1
)](............)()[(1221121 LLLLLL XXXXXX
Lb −++−+−= ++++
7) Pemulusan eksponensial : klasifikasi Pegels
Pegels menyediakan kerangka kerja menyangkut pemisahan aspek kecenderungan
dan musiman apakah modelnya bersifat aditif (linear) atau multiplikatif
(nonlinear).
28
2.1.5 Ketepatan Metode Peramalan
Ketepatan metode peramalan terdiri dari :
1) Ukuran statistik standar
Jika iX merupakan data aktual untuk periode i dan iF merupakan
ramalan untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :
iii FXe −=
Jika terdapat nilai ramalan untuk n periode, maka akan terdapat n buah
galat dan ukuran statistik standar berikut yang dapat didefinisikan :
▪ Nilai Tengah Galat (Mean Error)
∑=
=n
1 i ME nei
▪ Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
∑=
=n
1 i MAE nei
▪ Jumlah Kuadrat Galat (Sum Of Squared Error)
∑=
=n
1 i
2 SSE ei
▪ Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
∑=
=n
1
2 MSEi
i ne
▪ Deviasi Standar Galat (Standard Deviation of Error)
( )∑ −= 1 SDE 2 nei
29
2) Ukuran – ukuran relatif
Karena alasan yang telah disebutkan di atas dalam hubungan dengan
keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan, maka
diusulkan ukuran – ukuran alternatif, yang diantaranya menyangkut galat
presentase. Tiga ukuran berikut sering digunakan :
▪ Galat Persentase (Percentage Error)
( )100
−=
t
ttt X
FXPE
▪ Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Pencentage Error)
∑=
=n
ii nPEMPE
1/
▪ Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage
Error)
nPEMAPEn
ii /
1∑=
=
30
3) Statistik-U dari Theil
Statistik-U dari Theil ini memungkinkan suatu perbandingan relatif antara
metode peramalan formal dengan pendekatan naïf dan juga
mengkuadratkan kesalahan yang terjadi sehingga kesalahan yang besar
diberikan lebih banyak bobot dari pada kesalahan yang kecil.
∑
∑−
=
+
−
=
++
−
−
1
1
2
1
1
1
2
11
n
i i
ii
n
i i
ii
XXX
XXF
U
4) Statistik Durbin-Watson
Pada hakekatnya ukuran ini bukan merupakan suatu ukuran ketepatan,
melainkan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menunjukkan apakah
masih terdapat sisa pola di dalam nilai galat setelah suatu metode
peramalan diterapkan.
( )
∑
∑
=
=−
−= n
tt
n
ttt
e
ee
1
2
2
2
1
W -D
31
2.1.6 Bill Of Material (BOM)
BOM merupakan rangkaian struktur semua komponen yang digunakan untuk
memproduksi barang jadi (Yamit, 2003.) Secara spesifik BOM tidak saja berisi
komposisi komponen, tetapi juga memuat langkah – langkah penyelesaian produk
jadi. Tanpa adanya struktur BOM sangat mustahil untuk dapat membuat MRP.
2.1.7 Material Requirement Planning (MRP)
MRP merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi
permintaan bergelombang, yang secara tipikal karena permintaan tersebut dependen
(Yamit, 2003). Oleh karena itu tujuan sistem MRP adalah (1) menjamin tersedianya
material, item atau komponen pada saat dibutuhkan untuk memenuhi schedule
produksi, dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen, (2) menjaga tingkat
persediaan pada kondisi minimum, dan (3) merencanakan aktivitas pengiriman,
penjadwalan dan aktivitas pembelian.
32
2.1.7.1 Input dan Output Sistem MRP
Ada tiga input yang dibutuhkan oleh sistem MRP, antara lain :
1) Jadwal induk produksi, dibuat berdasarkan permintaan terhadap semua
produk jadi. Jadwal induk produksi merupakan proses alokasi untuk
membuat sejumlah produk yang diinginkan dengan memperhatikan
kapasitas yang dimiliki.
2) Inventory master file (IMF), catatan keadaan persediaan yang
menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Catatan
persediaan beisi data tentang lead time, ukuran lot (lot size), persediaan
pengaman (safety stock), dan catatan – catatan penting lainnya dari semua
item.
3) Struktur produk, berisi hubungan antara komponen – komponen dalam
suatu perakitan. Informasi ini sangat penting dalam penentuan kebutuhan
kotor dan kebutuhan bersih.
Output sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi
yang dibuat atas dasar lead time. Rencana pemesanan dan rencana produksi dari
output sistem MRP akan memiliki fungsi sebagai berikut :
▪ Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan
▪ Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang
▪ Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan
▪ Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan
33
2.1.7.2 Prosedur Sistem MRP
Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat
langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap
item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual, bila jumlah item yang terlibat
dalam produksi relatif sedikit.
Langkah – langkah tersebut antara lain :
1) Netting : perhitungan kebutuhan bersih
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan besih,
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan
persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang
diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah :
▪ kebutuhan kotor untuk setiap periode
▪ persediaan yang dipunyai pada awal persediaan
▪ rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan
Kebutuhan kotor adalah jumlah dari produk akhir yang akan dikonsumsi. Setelah
kebutuhan kotor ditentukan berikutnya adalah perhitungan kebutuhan bersih
(netting). Perhitungan kebutuhan bersih (netting) mempunyai logika, sebagai
berikut :
NRi = Gri – Sri – Ohi dengan NR = 0, bila GR – SR – OH < 0
Dimana :
NRi = kebutuhan bersih / nett requirement pada periode ke - i
34
GRi = kebutuhan kotor / gross requirement pada periode ke - i
SRi = jadwal penerimaan / schedule receipt pada periode ke – i
OHi = persediaan di tangan / on hand pada periode ke –i
2) Lotting : penentuan ukuran lot
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal
untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan
bersih yang telah dilakukan.
Ada banyak alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya ukuran
lot pemesanan, beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set –
up dan ongkos simpan.
Teknik – teknik tersebut antara lain :
a. Lot-For-Lot (LFL)
Lot For Lot adalah pendekatan sederhana dalam menentukan schedule
pemesanan untuk setiap periode. Dalam membeli item jumlah yang
dibutuhkan dapat ditentukan secara pasti untuk setiap periode, dengan
demikian item diperoleh dari periode ke periode. Pendekatan ini
menghilangkan biaya penyimpanan, karena persediaan nol pada setiap
periode.
b. Periodic Order Quantity (POQ)
Periodic Order Quantity (POQ) menentukan jumlah periode permintaan.
POQ menggunakan logika yang sama dengan EOQ, tetapi POQ mengubah
35
jumlah pemesanan menjadi jumlah periode pemesanan. Hasilnya adalah
interval pemesanan tetap atau jumlah interval pemesanan tetap dengan
bilangan bulat. Untuk menentukan jumlah pemesanan sistem POQ cukup
dengan memproyeksikan jumlah kebutuhan setiap periode. Interval
pemesanan ekonomis (EOI) dapat dihitung dengan rumus :
RPhC2
REOQ EOI ==
EOI : Economic Order Interval
dimana :
EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = % tase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian per unit
R = rata – rata permintaan per periode
Jumlah pemesanan dihitung dari akumulasi permintaan setiap interval
pemesanan.
36
c. Part Period Balancing
Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan
berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah
menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan dengan rumus
sebagai berikut :
∑=
=−T
kk CRkPh
1)1(
∑=
=−T
kk Ph
CRk1
)1(
dimana :
C = biaya pesan per order
H = % tase biaya simpan per part-period
Ph = biaya simpan per part-period
C/Ph = EPP = economic part-period
∑=
=−T
kk APPRk
1)1( (Acumulated part-periods)
37
d. Algoritma Silver-Meal
Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM, dikembangkan oleh
Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan
rata – rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan
pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata – rata
biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode
pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T, total biaya
relevan per periode adalah sebagai berikut :
( )T
Ph C
TT PeriodeAkhir hinggaSimpan Biaya Total C
T(T) TRC
T
1kk1-k∑
=
+=
+=
R
dimana :
C = biaya pesan per periode
h = % tase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan selama perioda T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata – rata permintaan dalam periode k
Tujuannya adalah menetukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per
periode.
38
e. Algoritma Wagner-Within
Algoritma ini memberikan solusi optimum bagi persoalan ukuran pemesanan
dinamis-deterministik pada suatu kurun waktu tertentu dimana kebutuhan
pada seluruh perioda harus terpenuhi.
Prosedur perhitungan terdiri dari 3 langkah sebagai berikut :
1. Hitung matrix total variabel untuk seluruh alternatif pemesanan yang
dapat dilakukan selama kurun waktu yang terdiri dari N periode. Ongkos
total variabel ini meliputi ongkos pemesanan dan ongkos simpan.
Definisikan Zce sebagai ongkos total variabel pada periode c hingga e
sebagai akibat melakukan pesanan pada periode c yang akan memenuhi
kebutuhan pada perioda c hingga e.
( )∑=
−+=e
cicicece QQZ FP C
untuk Neci ≤≤≤
dimana : C = biaya pesan per sekali pesan
F = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
∑=
=e
ckkce RQ
Rk = tingkat kebutuhan pada periode k.
39
2. Definisikan fe sebagai ongkos minimum yang mungkin terjadi pada
periode 1 hingga e, dimana tingkat persediaan pada akhir perioda e adalah
nol.
Algoritma dimulai dengan f0 = 0, kemudian hitung f1, f2, …, fn berturut-
turut fe dihitung pada urutan yang menaik dengan menggunakan rumus :
( )fZf 1-ccee Min +=
untuk c = 1, 2, …, e.
artinya :
- Pada setiap periode seluruh kombinasi dari alternatif pemesanan
dengan strategi fe dibandingkan.
- Kombinasi terbaik, yaitu yang memberikan ongkos terendah,
dinyatakan sebagai strategi fe untuk memenuhi kebutuhan pada
perioda 1 hingga e.
- Nilai fN adalah ongkos dari jadwal pemesanan yang optimal.
40
3. Terjemahkan solusi optimum (fN) yang diperoleh dari algoritma ini untuk
menentukan ukuran pemesanan sebagai berikut :
fzf 1-WWNN +=
Pemesanan terakhir terjadi pada perioda W dan dapat memenuhi
kebutuhan pada perioda W hingga N.
fzf 1-V1)-V(W1-W +=
Pemesanan yang mendahului pemesanan terakhir terjadi pada perioda V
dan dapat memenuhi kebutuhan pada perioda V hingga W-1.
fzf 01)-1(U1-U +=
Pemesanan pertama terjadi pada perioda i dan memenuhi kebutuhan pada
perioda 1 hingga U-1.
3) Offsetting : penetapan besarnya lead time
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot
yang diinginkan dengan besarnya lead time. Lead time adalah besarnya waktu
saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan
diterima siap untuk dipakai
41
4) Explosion : perhitungan selanjutnya untuk item level di bawahnya
Proses explosion / exploding adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk
tingkat item / komponen yang lebih di bawah. Perhitungan kebutuhan kotor ini
didasarkan pada rencana pemesanan item – item produk pada level yang lebih di
atas. Untuk perhitungan kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan
informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang akan
dihitung. Dalam proses explosion ini, data mengenai struktur produk harus
tersedia secara akurat. Ketidak akuratan data struktur produk akan mengakibatkan
kesalahan pada perhitungan. Atas dasar struktur produk inilah proses explosion
dibuat. Dengan data struktur produk dapat ditentukan kearah komponen mana
yang harus dilakukan explosion.
42
2.1.7.3 Format MRP
Tabel 2.1 Format tabel MRP
Part No : Description :BOM UOM : On - Hand :Lead Time : Order Policy :Safety Stock : Lot Size :
Past Due 1 2 3 4 5 6
Net RequirementPlanned Order ReceiptsPlanned Order Release
PeriodGross RequirementSchedule ReceiptsOn Hand
Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut :
1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit.
3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu komponen.
4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai
antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On - Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode
sebelumnya.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan
ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
43
9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada
setiap periode.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada
periode tertentu.
11. On hand menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan
pada awal periode.
(On Hand)t = (On Hand)t-1 – (Gross Requirement)t-1 + (Schedule Receipts)t-1 +
(Planned Order Receipts)t-1.
12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih dari setiap komponen yang harus
disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master
Production Schedule (MPS).
Net Requirement = Gross Requirement – On Hand – Schedule Receipts
(jika On Hand ≤ 0).
Net Requirement = 0 (On Hand > 0).
13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada
suatu periode.
14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus di-release
atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk
itemnya.
44
2.2 Kerangka Pemikiran
Syarat pendahuluan dari sistem MRP adalah pengumpulan data yang menjadi
masukkan dari MRP tersebut. Diantaranya adalah data kebutuhan kotor yang
digunakan sebagai jadwal induk produksi, bill of material (BOM), dan inventory
Master File (IMF). Data kebutuhan kotor didapat dari data produksi. Sebelum
dilakukan peramalan, data produksi di uji keseragamannya, apakah data yang ada
seragam atau tidak, kemudian dilakukan uji kecukupan dengan menggunakan tingkat
kepercayaan dan tingkat ketelitian sehingga diketahui apakah data yang tersedia
cukup untuk tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang ditentukan, setelah itu
dilakukan pula uji kenormalan untuk mengetahui apakah data yang ada berdistribusi
normal. Peramalan dilakukan dengan tiga metode, dimana hasil dari ketiga metode itu
akan dipilih satu metode dengan nilai U terkecil, untuk selanjutnya digunakan sebagai
data kebutuhan kotor.
Dalam menyusun MRP, terdapat langkah – langkah yang harus dilakukan, antara lain
(1) Netting, dimana akan ditetapkan jumlah kebutuhan bersih yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan. (2) Lotting,
dalam penentuan ukuran lot dilakukan dengan beberapa metode, dimana biaya
minimum (biaya pesan dan biaya simpan) dari metode tersebut akan diambil sebagai
usulan persediaan di PT Bambu Jenar Prima. (3) Offsetting, pada tahap ini dilakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. (4) Explosion, adalah
proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item / komponen yang lebih di
45
bawah. Biaya minimum dari perhitungan lot termasuk item level terkecil, sehingga
dari metode perhitungan lot dapat disimpulkan metode yang tepat untuk PT Bambu
Jenar Prima dengan total biaya minimum.
Top Related