Download - BAB 2 - 07308144035

Transcript
  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tanaman Sukun

    1. Sebaran dan Tempat Tumbuh Tanaman Sukun

    Sukun merupakan salah satu jenis tanaman penghasil buah

    terpenting dari famili Moraceae yang merupakan salah satu jenis

    makanan pokok di Kepulauan Polinesia, Melanesia dan Mikronesia

    (Hamilton, 1987 : 13). Asal-usul tanaman tidak diketahui secara pasti,

    namun diyakini merupakan jenis asli dari daerah Polinesia dan tropis

    Asia (Hamilton, 1987 : 13). Dalam Wikipedia Indonesia dijelaskan

    bahwa asal-usul sukun diperkirakan dari Kepulauan Nusantara sampai

    Papua yang kemudian menyebar ke daerah lainnya melalui kegiatan

    migrasi penduduk atau misi perdagangan antara lain di Madagaskar,

    Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Asia Tenggara, Srilanka,

    India, Indonesia, Australia.

    Sebaran tanaman sukun di Kepulauan Indonesia meliputi

    Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias,

    Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah,

    Jawa Timur, Yogyakarta, Madura, P. Bawean, Kepulauan Kangean),

    Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,

    Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru Kai, Ambon,

  • 9

    Halmahera Dan Ternate), dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulau

    kecil di daerah Kepala Burung (Heyne, 1987 : 670; Pitojo, 1992 : 10).

    Tanaman sukun yang terdapat di berbagai wilayah Indonesia

    dikenal dengan nama seperti suune (Ambon); amo (Maluku Utara);

    Kamandi, Urknem atau Beitu (Papua); Karara (Bima, Sumba, Flores);

    susu aek (Rote); hotopul (Batak); baka atau bakara (Sulawesi Selatan)

    dan lain-lain. Nama lain sukun di berbagai negara yaitu breadfruit

    (Inggris); fruit a pain (French); fruto pao, paode massa (Portugoese);

    broodvrucht, broodhoom (Holland) dan ulu (Hawai). Tanaman sukun

    mempunyai beberapa nama ilmiah yang sering digunakan, yaitu

    Artocarpus communis Forst, Artocarpus incisa Linn atau Artocarpus

    altilis (Parkinson) Forsberg (Sari, N.I.V. 2008 : 12).

    Menurut Rajendran (1992), (Adinugraha, 2011 : 15) tempat

    tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah dengan

    ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (dpl), namun kadang-

    kadang terdapat juga pada tempat yang memiliki ketinggian 1.500 meter

    dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah panas yang suhu rata-rata

    sekitar 20-40oC yang beriklim basah dengan curah hujan 2.000-3.000

    mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90 %. Menurut Alrasjid (1993 : 5)

    tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak menerima sinar

    matahari. Keberadaan tanaman sukun di suatu tempat merupakan

    indikator bahwa tanaman sukun bisa tumbuh dengan baik di daerah

    tersebut asal tidak berkabut.

  • 10

    Menurut Pitojo (1992 : 11); Alrasjid (1993 : 5); (Adinugraha,

    2011 : 16) tanaman sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti

    tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir

    (regosol), namun akan lebih baik apabila ditanam pada tanah alluvial

    yang gembur, bersolum dalam, banyak mengandung humus, tersedia air

    tanah yang cukup dangkal dan memiliki pH tanah sekitar 5-7. Umumnya

    pertumbuhan tanaman sukun tidak baik apabila ditanam pada tanah yang

    memiliki kadar garam (NaCl) tinggi. Demikian pula penanaman sukun di

    daerah yang beriklim kering, di mana tanaman sering mengalami stress

    karena kekurangan air (drought stress) dapat menyebabkan perontokan

    buah.

    2. Aspek Botani Tanaman Sukun

    Tanaman sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal

    di Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak nama

    lokal tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk famili

    Moraceae, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson)

    Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linn dan

    Artocarpus communis Forst. Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam

    dikenal dengan nama sake, di Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta

    dalam bahasa Inggris disebut dengan Breadfruit (Pitojo, 1992 : 12).

    Kedudukan tanaman sukun (Artocarpus altilis) mempunyai

    sistematika sebagai berikut :

  • 11

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledoneae

    Bangsa : Urticales

    Famili : Moraceae

    Genus : Artocarpus

    Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

    Menurut Rajendran (1992) dan Ragone (1997); (Adinugraha,

    2011 : 7) tanaman sukun memiliki habitus pohon yang tingginya dapat

    mencapai 30 meter, namun rata-rata tingginya hanya 12-15 meter. Jenis

    sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis

    basah dan bersifat semi deciduous serta di daerah yang beriklim

    monsoon. Batangnya memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan

    percabangan melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau

    kecokelatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki

    getah encer. Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam

    dan akar samping yang dangkal. Apabila akar tersebut terluka atau

    terpotong akan memacu tumbuhnya tunas alam atau root shoots tunas

    yang sering digunakan untuk bibit (Heyne, 1987 : 672; Pitojo, 1992 : 11).

  • 12

    Gambar 1. Bentuk percabangan tanaman sukun (Sumber foto :

    Adinugraha, 2011)

    Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval sampai

    lonjong, ukurannya bervariasi walaupun pada satu pohon memiliki

    ukuran panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm dengan panjang tangkai

    daun 3-7 cm. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian

    pangkalnya membulat, tepi daun berlekuk menyirip dan kadang-kadang

    siripnya bercabang. Permukaan daun bagian atas licin, warnanya hijau

    mengkilap sedang bagian bawahnya kasar, berbulu dan berwarna kusam.

    Posisi daun menyebar menghadap ke atas dengan jarak antardaun

    bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1992 : 12). Berdasarkan bentuk

    daunnya, menurut Alrasjid (1993); (Adinugraha, 2008 : 9) secara umum

    dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu berlekuk dangkal atau sedikit, agak

    dalam dan berlekuk dalam.

  • 13

    Gambar 2. Variasi bentuk daun sukun (Sumber foto : Adinugraha, 2011)

    Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina dan bunga jantan

    terpisah), tetapi berumah satu (monoceous). Bunganya keluar dari ketiak

    daun pada ujung cabang dan ranting dengan bunga jantan berkembang

    terlebih dahulu. Bunga jantan berbentuk pipih memanjang disebut ontel

    yang panjangnya 10-20 cm berwarna kuning, sedangkan bunga betina

    berbentuk bundar sejak keluar dari kelopak bunga dan bertangkai pendek

    (babal) seperti pada nangka. Setelah serbuk sarinya keluar bunga jantan

    ini akan berubah warna dari hijau menjadi kecokelatan, kemudian layu

    dan berjatuhan di bawah tajuk pohon.

    Buah sukun berasal dari pembengkakan bunga betina dan

    termasuk jenis buah majemuk, namun karena tidak berbiji (partenocrpy)

    maka segmen-segmenya terlihat menyatu dengan kandungan pati yang

    relatif besar. Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran

    panjang 30 cm, lebar 9-20 cm. Berat buah dapat mencapai 4 kg dengan

    daging buah berwarna putih, puting kekuningan atau kuning serta tangkai

    buah yang panjangnya berkisar 2,5-12,5 cm tergantung varietasnya

    (Widowati, 2003 : 5).

  • 14

    Gambar 3. Perbedaan bentuk bunga betina (A) dan jantan (B)

    pada tanaman sukun (Sumber foto : Utami, 2011)

    Sukun mempunyai kulit yang berwarna hijau kekuningan dan

    terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya.

    Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun.

    Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan

    buah yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang

    lebih kecil dan lebih padat.

    Sebagai contoh buah sukun dari Cilacap, Bali dan Mataram

    berbentuk bulat agak lonjong dan tidak berduri, sukun dari Yogyakarta

    berukuran lebih kecil dan berduri, sedangkan dari Madura, Sulawesi

    Selatan, Manokwari dan Sorong berbentuk lonjong serta berduri

    (Adinugraha, 2011 : 7). Tanaman sukun mulai berbuah setelah berumur

    4-7 tahun dan biasanya berbuah 2 kali dalam setahun, yaitu sekitar bulan

    Januari-Februari dan bulan Juli-September. Tanaman sukun yang cukup

    A

    B

  • 15

    mendapatkan cahaya matahari penuh biasanya lebih cepat berbuah

    daripada yang tumbuh di bawah naungan pohon lain.

    Berdasarkam hasil pengamatan morfologi buah sukun di

    Indonesia umumnya ukuran buah sukun dapat dikelompokkan menjadi 3

    macam yaitu kecil, sedang dan besar. Bentuk buah bulat, agak lonjong

    sampai lonjong. Buah memiliki duri atau tidak berduri (sukun gundul).

    Buah sukun lonjong berduri terdapat di Madura, Sulawesi Selatan,

    Ternate, Manokwari dan Sorong. Buah sukun lonjong terdapat di

    Cilacap, Bawean, Banten dan Ternate. Buah sukun bulat berduri terdapat

    di Yogyakarta dan Ternate sedangkan sukun bulat yang tidak berduri

    terdapat di Yogyakarta dan Ternate sedangkan sukun bulat tidak berduri

    terdapat di Cilacap, Banten, Sukabumi, pulau Bawean, Yogyakarta,

    Kediri, Banyuwangi, Mataram dan Bali.

    3. Aspek Ekologi Tanaman Sukun

    Beberapa aspek lingkungan yang sangat berpengaruh bagi

    kelangsungan hidup tanaman sukun, antara lain :

    1. Tanah

    Tanaman sukun dapat ditanam hampir di segala jenis tanah,

    sehingga memiliki daerah penyebaran yang luas. Pada tanah podsolik

    merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir, tanaman sukun

    mampu tumbuh dengan baik karena mempunyai toleransi yang

    tinggi terhadap keadaan tanah.

  • 16

    Sukun mampu tumbuh dengan baik di daratan rendah, daratan

    sedang hingga mencapai 600 m di atas permukaan laut. Tanah

    yang gembur dan banyak mengandung humus, kemudian air

    tanahnya dangkal sangat menguntungkan bagi pertumbuhan sukun.

    Sedangkan pada tanah-tanah yang kurang subur akan menghambat

    pertumbuhan sukun sekaligus mempengaruhi produktivitasnya.

    Sukun tidak tahan pada tanah yang airnya berkadar garam tinggi,

    (Pitojo, 1992 : 25).

    Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di

    dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah

    basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan

    ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan sukun dapat

    tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, pada

    saat tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru

    sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat.

    2. Suhu

    Menurut Angkasa (1994); (Widyastuti, 2004 : 11) tanaman

    sukun mampu tumbuh di daerah yang memiliki suhu harian rata-rata

    20-40oC. Pertumbuhan optimal didapat di daerah dengan kisaran

    suhu 21-33oC. Daerah yang dingin kurang mampu mendukung

    pertumbuhan tanaman sukun. Walaupun mampu tumbuh sukun tidak

    akan berbuah optimal, melainkan cenderung menghasilkan banyak

    daun yang rimbun.

  • 17

    3. Curah hujan dan kelembaban

    Selain tumbuh di sembarang ketinggian, tanaman ini dapat

    tumbuh di daerah kering seperti Madura, Nusa Tenggara Timur,

    Lombok sampai daerah basah seperti Jawa Barat. Kisaran curah

    hujannya 1.500-2.500 mm/tahun. Kelembaban udara yang

    diinginkan sukun adalah 70-90 %. Kelembaban ini penting untuk

    menunjang pertumbuhan, pembungaan dan pembesaran buah.

    Namun daerah kering yang kelembabannya rendah masih ditolerir

    sukun, hanya pertumbuhannya tidak optimal (Pitojo, 1992 : 25).

    4. Sinar matahari

    Menurut Angkasa (1994); (Widyastuti, 2004 : 11) tanaman

    sukun memiliki kebutuhan sinar matahari yang sedikit rumit sewaktu

    masih muda, tanaman lebih senang bila ternaungi. Untuk itu,

    menanam sukun perlu di tempat yang sudah memiliki naungan

    alami, misalnya di sekitar pepohonan lain. Jika belum ada, perlu

    dibuat naungan sederhana. Setelah tanamannya dewasa, sukun

    membutuhkan sinar matahari penuh. Jadi seandainya tanaman masih

    dinaungi oleh pohon besar yang lain, sebaiknya pohon tersebut di

    pangkas atau dikurangi pengaruh naungannya. Tanaman sukun

    dewasa yang terlalu dinaungi akan cenderung berdaun rimbun, tetapi

    produksi buahnya sedikit.

  • 18

    B. Keadaan Alam Asal Kultivar Sukun

    1. Bayuwangi (Jawa Timur)

    Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Luasnya

    mencapai 5.782,50 km2. Secara umum keadaan iklim Banyuwangi

    memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan dengan wilayah pulau Jawa

    bagian barat Jawa Timur memiliki curah hujan yang sedikit. Curah hujan

    rata-rata 1.900 mm pertahun dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu

    rata-rata berkisar antara 21oC-34

    oC. Untuk di daerah pegunungan,

    suhunya bisa mencapai -4oC (http://www.wikipedia.org/Banyuwangi-

    JawaTimur).

    2. Cilacap (Jawa Tengah)

    Cilacap merupakan sebuah kabupaten yang terletak di provinsi

    Jawa Tengah. Cilacap memiliki iklim tropis, dengan curah hujan tahunan

    rata-rata 2.000 meter dan suhu rata-rata antara 21oC-32

    oC. Cilacap

    merupakan kabupaten terluas di Jawa tengah yaitu mencapai 6,6 % dari

    total wilayah Jawa Tengah. Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor

    pada tahun 1969, jenis tanah di wilayah Jawa Tengah di dominasi oleh

    tanah latosol, aluvial dan gromosol sehingga hamparan tanah di provinsi

    ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat kesuburan yang relatif subur

    (http://www.wikipedia.org/Cilacap-JawaTengah).

    3. Gunung Kidul (DIY)

    Gunung Kidul merupakan kabupaten yang memiliki luas 1.485,36

    km2. Secara garis besar uraian iklim di kabupaten Gunung Kidul

  • 19

    mencakup 3 komponen iklim yaitu curah hujan, suhu dan kelembaban

    udara.

    a. Curah hujan

    Curah hujan rata-rata di wilayah ini mencapai 1.900 mm pertahun,

    bulan kering berkisar antara 2-6 bulan dalam setahun dan jumlah

    hari hujan rata-rata 80 hari pertahun. Musim hujan dimulai pada

    bulan Oktober-April, curah hujan tertinggi dicapai pada bulan

    Desember hingga Februari dengan curah hujan rata-rata lebih 200

    mm perbulan serta jumlah hari hujan mencapai 10-24 hari.

    b. Suhu udara

    Suhu udara rata-rata di wilayah ini sebesar 27,7oC, dengan suhu

    maksimum sebesar 32,4 o

    C dan suhu minimum 23,2oC.

    c. Kelembaban udara

    d. Kelembaban nisbi di wilayah ini berkisar antara 80-85%, hal ini

    tidak terpengaruh dengan ketinggian tempat dan kejauhan letaknya

    dari laut. Kelembaban tertinggi dapat dicapai pada bulan Januari-

    Maret, sedangkan kelembaban terendah pada bulan September. Dari

    segi topografi, sebagian besar wilayahnya terletak pada ketinggian

    antara 100-500 meter di atas permukaan laut. Mayoritas wilayah ini

    adalah pegunungan dan perbukitan serta sebagian wilayahnya

    merupakan wilayah yang tandus.

  • 20

    4. Sleman (DIY)

    Sleman merupakan kabupaten yang kondisi tanahnya sangat

    subur, hal ini dikarenakan letaknya yang berada di dataran Gunung

    Merapi yang secara garis besar tanahnya mengandung tanah regosol.

    Curah hujan berkisar antara 2.012 mm pertahun, iklim daerah ini yaitu

    iklim tropis sedang, suhu mencapai 27,2oC dan kelembaban 24,7%.

    Wilayah kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis basah dengan

    musim hujan antara bulan Nopember-April dan musim kemarau antara

    bulan Mei-Oktober (http://www.wikipedia.org/Sleman-Yogyakarta).

    5. Lampung

    Propinsi Lampung mempunyai luas 35.376,50 km2. Keadaan

    wilayah ini sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit-bukit

    sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di pulau Sumatera dan

    tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai

    sebelah timur sepanjang tepi laut Jawa merupakan perairan yang luas.

    Provinsi Lampung merupakan daerah beriklim tropis, dengan ciri-

    ciri cukup panas dan banyak turun hujan. Musim kemarau berlangsung

    antara Mei-September dan musim hujan antara Nopember-Mei. Angka

    hujan rata-rata tahunan mencapai 2.000-3.000 mm, bahkan di bagian

    barat mencapai 3.000-4.000 mm/tahun sedangkan di bagian timur

    Lampung 1.000-2.000 mm/tahun. Pada daerah ketinggian 30-60 meter

    suhu rata-rata berkisar antara 26C-28C. Suhu maksimum 33C dan suhu

    minimum 22C. Rata-rata kelembaban udara antara 80-88% dan pada

  • 21

    daerah yang lebih tinggi kelembaban juga akan lebih tinggi. Jenis tanah

    di daerah ini yaitu podzolik, merah kuning, andosol, retosol

    (http://www.wikipedia.org/Lampung).

    6. Manokwari (Papua)

    Manokwari merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

    Papua. Kabupaten Manokwari sering disebut sebagai kota buah-buahan

    karena di sini tanahnya sangat subur untuk berbagai macam tumbuh-

    tumbuhan. Luas wilayah Manokwari mencapai 37.901 km2. Topografi

    wilayah ini pada umumnya sekitar 80% daerah berbukit dan dataran

    tinggi sedangkan 20% merupakan dataran rendah.

    Secara umum struktur tanah di kabupaten Manokwari terdiri dari

    jenis alluvial (18,70%), mediterania (2,44%), podzolik merah kuning

    (10,41%), podzolik cokelat keabuan (7,57%), tanah utama/complex of

    soil (49,21%), latosol (4,49%) dan organosol (7,17%). Sedangkan jenis

    tanah yang ada secara umum terdiri dari tanah kapur kemerahan, tanah

    endapan alluvial dan tanah alluvial muda. Kedalaman efektif tanah secara

    umum di kabupaten Manokwari rata-rata di atas 25 cm.

    Kabupaten Manokwari mempunyai iklim tropis basah dengan

    suhu udara minimum 21,5C dan suhu maksimum 33,1C, kelembaban

    udaranya mencapai 84,7% dengan intensitas panas matahari 54,3%. Suhu

    maksimum terjadi pada bulan Januari dan Maret, sedangkan suhu

    minimum terjadi pada bulan Agustus dan November. Curah hujan cukup

    tinggi, yaitu 2.283 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

  • 22

    Maret dan terendah terjadi pada bulan Juli. Untuk jumlah hari hujan,

    terbanyak terjadi pada bulan Juni dan Oktober, sedangkan hari hujan

    terkecil terjadi pada bulan Desember

    (http://www.wikipedia.org/Manokwari).

    7. Bali

    Luas wilayah kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 ha. Dari luas

    tersebut, tata guna tanahnya meliputi tanah sawah 5.547 ha dan lahan

    kering 10.001 ha. Lahan Kering terdiri dari tanah pekarangan 7.714 ha,

    tanah tegalan 396 ha, tanah tambak atau kolam 9 ha, Tanah sementara

    tidak diusahakan 81 ha, Tanah Hutan 538 ha, tanah perkebunan 35 ha

    dan tanah lainnya 1.162 ha. Kota Denpasar termasuk daerah beriklim

    tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau

    dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin

    barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim pancaroba. Suhu rata-

    rata berkisar antara 25,4C-28,5C dengan suhu maksimum jatuh pada

    bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan Agustus.

    Jumlah curah hujan di Denpasar berkisar 0-406 mm dan rata-rata

    97,1 mm. Bulan basah curah Hujan >100 mm/bulan selama 4 bulan dari

    bulan November-Februari Sedangkan bulan kering curah Hujan

  • 23

    8. Mataram (NTB)

    Kondisi kota Mataram adalah dataran. Kota Mataram berada

    pada ketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan laut (dpl)

    dengan rentang ketinggian sejauh 9 km. Jenis tanah yang ada di wilayah

    kota Mataram sebagian besar dari jenis tanah liat, tanah liat berpasir dan

    tufa. Ini akibat endapan kuarter yang berasal dari hasil pengikisan atas

    lereng gunung atau sungai yang banyak terdapat di daerah ini, kemudian

    diendapkan di wilayah yang letaknya relatif lebih rendah. Jenis tanah ini

    mempunyai karakteristik daya penyerapan air yang lambat akibat kondisi

    permeabilitas yang rendah. Kondisi ini sebenarnya baik bagi

    pengembangan wilayah saluran pertanian atau irigasi, sehingga tanah di

    kota Mataram berpotensi sebagai daerah pertanian. Tetapi apabila curah

    hujan tinggi, kondisi tanah dan topografi kota Mataram mempunyai

    potensi sebagai daerah banjir dan genangan air

    (http://www.wikipedia.org/Mataram-NTB).

    9. Kediri

    Kondisi topografi wilayah ini terdiri dari dataran rendah dan

    pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari

    selatan ke utara. Suhu udara berkisar antara 23oC-31

    oC dengan tingkat

    curah hujan rata-rata sekitar 1.652 mm per hari. Secara keseluruhan luas

    wilayah ada sekitar 1.386.05 km2. Ditinjau dari jenis tanahnya, kabupaten

    Kediri dapat dibagi menjadi 5 (lima) golongan yaitu: regosol cokelat

    keabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, aluvial cokelat keabuan seluas

  • 24

    28,178 ha atau 20,33 %, andosol cokelat kuning, regosol cokelat kuning

    dan litosol seluas 4.408 ha atau 3,18 %, mediteran cokelat merah,

    grumosol kelabu seluas 13.556 ha atau 9,78 %, litosol cokelat kemerahan

    seluas 15.066 ha atau 10.87% (http://www.wikipedia.org/Kediri).

    10. Banten

    Topografi wilayah provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0-

    1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah provinsi Banten

    merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0-200 meter di atas

    permukaan laut yang terletak di daerah kota Cilegon, kota Tangerang,

    kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar kabupaten Serang. Adapun

    daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil kabupaten Pandeglang memiliki

    ketinggian berkisar 201-2.000 meter dpl dan daerah Lebak Timur

    memiliki ketinggian 501-2.000 meter dpl yang terdapat di Puncak

    Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Sumber daya tanah wilayah

    provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu kelompok

    tipe tanah sisa atau residu dan kelompok tipe tanah hasil angkutan

    (http://www.wikipedia.org/Banten).

    11. Sukabumi (Jawa Barat)

    Kondisi wilayah kabupaten Sukabumi mempunyai potensi

    wilayah lahan kering yang luas, saat ini sebagian besar merupakan

    wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sukabumi

    mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (oldeman) dengan curah

    hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari. Suhu

  • 25

    udara berkisar antara 20-30oC

    dengan kelembaban udara 85-89 %. Curah

    hujan antara 3.000-4.000 mm pertahun terdapat di daerah utara.

    Sedangkan curah hujan antara 2.000-3.000 mm pertahun terdapat di

    bagian tengah sampai selatan kabupaten Sukabumi.

    Jenis tanah yang tersebar di kabupaten Sukabumi sebagian besar

    di dominasi oleh tanah latosan dan podsolik yang terutama tersebar pada

    wilayah bagian selatan dengan tingkat kesuburan yang rendah.

    Sedangkan jenis tahan andosol dan regosol umumnya terdapat di daerah

    pegunungan terutama daerah Gunung Salak dan Gunung Gede dan pada

    daerah pantai dan tahan alluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan

    daerah sungai (http://www.wikipedia.org/Sukabumi).

    12. Sorong

    Kabupaten Sorong merupakan daerah yang beriklim tropis yang

    lembab dan panas. Rata-rata curah hujan pertahun berkisar 1.500-2.500

    mm. Puncak musim hujan terjadi saat angin Barat Laut bertiup pada

    bulan Oktober-Maret. Suhu dan kelembaban udara cenderung stabil

    berkisar antara 29-32oC dan 75-80% (http://www.wikipedia.org/Sorong).

    C. Rambut atau Trikomata

    Trikoma terdiri atas sel tunggal atau banyak sel. Struktur yang

    menyerupai trikoma, tetapi tidak besar dan terbentuk dari jaringan epidermis

    atau di bawah epidermis disebut emergensia, sedangkan apabila terbentuk

    dari jaringan stele disebut spina.

  • 26

    1. Kegunaan trikoma

    Peranan trikoma bagi tumbuhan, yaitu :

    a. Trikoma yang terdapat pada epidermis daun berfungsi untuk

    mengurangi penguapan

    b. Menyerap air serta garam-garam mineral

    c. Mengurangi gangguan hewan

    2. Macam-macam trikoma

    Menurut Hidayat (1995 : 73-75), trikoma dibedakan menjadi dua,

    yaitu :

    a. Trikoma glanduler

    Trikoma glanduler merupakan trikoma yang dapat

    menghasilkan sekret. Trikoma glanduler dapat bersel satu, bersel

    banyak atau berupa sisik. Trikoma bersel banyak yang sederhana

    terdiri dari tangkai dengan kepala bersel satu atau banyak, misalnya

    pada daun tembakau.

    Macam-macam trikoma glanduler antara lain :

    1) Trikoma hidatoda atau koleter, terdiri atas sel tangkai, beberapa

    sel kepala, menghasilkan sekret yang kental dan lengket serta

    mengeluarkan larutan yang berisi asam organik. Trikoma seperti

    ini ditemukan berkelompok pada tunas muda dan sekret yang

    dihasilkannya menjaga tunas dari kekeringan.

    2) Kelenjar madu, berupa rambut bersel satu atau lebih dengan

    plasma yang kental dan mampu mengeluarkan madu ke

  • 27

    permukaan sel terdapat pada bunga atau di bagian lain di luar

    bunga. Beberapa di antaranya tidak berkutikula dan madu

    disekresikan secara difusi. Pada rambut lain, sel memiliki

    kutikula. Dinding terluar dari sel kepala rambut yang

    bersangkutan perlahan-lahan akan membengkak dan meluas

    sehingga terbentuk lapisan lendir menyerupai kubah di bawah

    kutikula. Lapisan tersebut terus meluas dan dengan demikian

    menekan lapisan bagian dalam dari dinding luar ke arah lumen

    sel yang hampir seluruhnya rusak. Akhirnya, kutikula pecah dan

    zat lendir tempat terkumpulnya madu terbawa ke permukaan

    organ, misalnya pada Hibiscus dan Abuliton.

    3) Kelenjar garam terdiri atas sebuah sel kelenjar besar dengan

    tangkai yang pendek.

    4) Rambut gatal pada Urtica, berupa sel panjang yang memiliki

    dasar yang lebar membengkak sedangkan bagian atasnya sempit

    dan runcing. Dinding bagian ujung yang runcing mengandung

    silika sedangkan bagian tepat di bawahnya mengandung

    kalsium. Jika rambut tersentuh ujung runcing yang membulat itu

    akan patah di daerah batas, sisanya yang berujung runcing

    dengan mudah menembus kulit orang yang menyentuh

    tumbuhan tersebut. Di saat itulah kandungan rambut (histamin

    dan asetilkolin) masuk kulit sehingga menimbulkan rasa gatal

    pada kulit.

  • 28

    b. Trikoma non-glanduler

    Trikoma ini tidak menghasilkan sekret. Macam-macam

    trikoma non-glanduler, antara lain :

    1) Rambut sisik yang memipih dan bersel banyak, ditemukan tanpa

    tangkai misalnya pada daun durian atau bertangkai pada Olea.

    2) Rambut bercabang dan bersel banyak. Bentuknya dapat seperti

    bintang misalnya rambut di bagian bawah daun waru atau

    seperti tempat lilin pada Verbascom.

    3) Rambut akar merupakan perpanjangan sel epidermis dalam

    bidang yang tegak lurus permukaan akar. Sel berbentuk bulat

    panjang, mencapai panjang 80-1.500 m dengan garis tengah 5-

    17 m. Rambut akar memiliki vakuola besar dan biasanya

    berdinding tipis.

    4) Rambut bersel satu atau banyak dan tidak pipih, misalnya pada

    Lauraceae, Moraceae, Triticum, Pelargonium dan Gossypium.

    Pada Gossypium serat kapas merupakan rambut epidermis bersel

    satu dari kulit biji dan dapat mencapai panjang 6 cm.

  • 29

    Macam-macam contok bentuk trikomata pada daun :

    Gambar 4. Macam-macan bentuk trikomata (rambut). A, rambut sederhana

    dari daun Cistus. Pada dasarnya terdapat bagian yang dibentuk karena dinding

    dari silika. B, rambut berseri satu (uniseriat) pada daun Saintpaulia. C,D,

    rambut bercabang dari daun Gossypium (kapas). E, rambut bintang dari daun

    Sida. F, rambut dndroid dari daun Lacandula. G, rambut nekasel dari daun

    kentang (Solanum). H, I, rambut sisik peltata dari daun Olea (Zaitun). J,

    rambut bersel dua dari batang Pelargonium. K-M, Gossypium. Rambut

    epidermis dari biji (K) pada stadium muda (L) dan pada stadium dewasa

    berdinding sekunder (M). N, vesikula air pada Mesembryanthemum . O-Q,

    rambut dalam tiga stadium perkembangan dari daun Glycine (kacang kedelai).

    Sumber : dari Esau, 1976 (Hidayat, E.B, 1995).

  • 30

    D. Klasifikasi Tumbuhan

    Klasifikasi ini mempunyai tujuan untuk mencapai kemudahan

    efisiensi dalam mengingat (economy of memory), sebagai alat untuk

    membantu dalam identifikasi untuk menunjukkan jauh dekatnya hubungan

    kekerabatan.

    1. Tinjauan taksonomi

    Ilmu taksonomi tumbuhan mempelajari tentang penggambaran

    dan penggolongan tumbuhan menurut persamaan dan perbedaan sifat-

    sifat tumbuhan yang kemudian diklasifikasikan dengan menggunakan

    sifat-sifat yang dianggap mantap. Menurut Lawrence (1955), bahwa

    identifikasi adalah cara mencari dan mencocokkan sesuatu yang tidak

    diketahui ketika menentukan jenis tertentu suatu tumbuhan dengan

    membandingkan tumbuhan itu dengan tumbuhan yang sudah diketahui

    identifikasinya atau dengan deskripsi tumbuhan. Deskripsi adalah uraian

    data sifat-sifat yang teratur dari suatu golongan tumbuhan. Klasifikasi

    adalah penempatan tumbuhan tertentu ke dalam kategori menurut sistem

    tata nama (Lawrence, 1955 : 1).

    Keanekaragaman yang ada di dunia ini sangat besar baik dalam

    bentuk, ukuran, struktur, fungsi dan sebagainya. Untuk memudahkan

    mempelajari tumbuhan yang beraneka ragam dari sifat dan ciri yang ada

    pada tumbuhan maka manusia menggolongkan atau mengklasifikasikan

    tumbuhan tersebut menurut kepentingan masing-masing berdasarkan

    sifat dan ciri tumbuhan itu sendiri (Sudarsono, dkk 2005 : 27). Menurut

  • 31

    Tjitrosoepomo (1993 : 5) klasifikasi didefinisikan sebagai pembentukan

    takson-takson (golongan-golongan) berdasarkan keseragaman yang

    dimiliki dengan tujuan menyederhanakan objek studi.

    Perbedaan dasar yang digunakan dalam mengadakan klasifikasi

    tumbuhan akan memberikan hasil klasifikasi yang berbeda-beda. Dalam

    bukunya taksonomi tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1993 : 9-10)

    menguraikam ada beberapa sistem klasifikasi yang berbeda dalam hal

    landasan utama atau tujuan yang ingin dicapai yang berkembang dari

    masa ke masa yakni :

    a. Sistem buatan atau artifisial

    Sistem ini bertujuan praktis dengan tekanan utama pada tercapainya

    tujuan penyederhanaan obyek studi dalam bentuk suatu ikhtiar

    ringkas seluruh tumbuhan

    b. Sintem alam

    Sistem klasifikasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperoleh

    penyederhanaan obyek studi, tetapi juga dapat mencerminkan apa

    yang dikehendaki oleh alam

    c. Sistem filogenetik

    Sistem ini lahir setelah munculnya teori evousi. Sistem ini ingin

    menunjukkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara golongan

    tumbuhan yang satu dengan yang lainnya serta urutannya dalam

    sejarah perkembangan filogenetik tumbuhan

  • 32

    d. Kemotaksonomi

    Sistem ini memanfaatkan kemajuan dalam ilmu kimia yang dapat

    semakin baik mengungkap zat-zat apa saja yang terkandung dalam

    tubuh tumbuhan. Didasarkan atas kesamaan atau kekerabatan zat-zat

    kimia yang terkandung di dalamnya maka timbul sistem klasifikasi

    kemotaksonomi

    e. Taksonometri

    Sistem ini berusaha untuk menentukan jauh dekatnya hubungan

    kekerabatan antara dua takson melalui sistem pemberian nilai dan

    melalui penerapan analisis kelompok.

    2. Pengertian istilah kultivar

    Dalam dunia pertanian sering digunakan istilah varietas tanpa

    kejelasan maksud dari istilah tersebut, untuk membedakan pengertian

    varietas para ahli taksonomi tumbuhan menyarankan agar

    menggunakan istilah kultivar yang khusus diterapkan untuk tanaman

    budidaya saja (Tjitrosoepomo, 1993 : 60).

    Pasal 10 Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya

    tahun 1969 memberi batasan kultivar sebagai kumpulan atau unit

    tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan dan dibedakan secara nyata oleh

    beberapa sifat morfologis, fisiolagis, sitologis, kimia atau sifat yang lain.

    Jika sifat tersebut direproduksi baik secara seksual mapun aseksual, sifat

    tersebut masih dipertahankan keturunannya.

  • 33

    Menurut Sokal dan Sneath (1969 : 290-295) dalam pasal lain

    Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya yang dinyatakan

    bahwa :

    a. Kultivar adalah satu atau beberapa klon yang sangat mirp, klon

    merupakan kumpulan individu yang secara genetik seragam dan

    diperoleh dari satu individu tunggal dengan perkembangbiakan

    aseksual

    b. Kultivar adalah satu atau lebih garis keturunan yang mirip hasil

    pembuahan sendiri atau pembastaran normal

    c. Kultivar adalah hasil perkawinan silang dari individu-individu yang

    menunjukkan perbedaan genetik atau mempunyai satu atau lebih sifat

    yang dapat dibedakan dari kultivar lain

    d. Kultivar adalah kumpulan individu hasil persilangan

    3. Sifat morfologi sebagai sumber bukti taksonomi

    Sifat morfologi merupakan sesuatu yang melekat atau menjadi

    sifat tumbuhan yang ditunjukkan oleh komponen struktural tumbuhan

    dan berkaitan dengan organ-organ tumbuhan yang dapat dilihat langsung

    dengan mata atau dengan bantuan lensa. Sifat-sifat morfologi meliputi

    struktur vegetatif seperti warna, ukuran daun, batang, tunas dan struktur

    generatif seperti bunga dan buah (Lawrence, 1955).

    Bukti taksonomi menurut Singh (1999); (Pratiwi, 2010 : 7-8)

    dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, yaitu morfologi, anatomi,

    palinologi, embriologi, mikromorfologi, kromosom dan kemotaksonomi.

  • 34

    Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari aspek struktur dan bentuk

    tumbuhan yang menjadi dasar adanya persamaan dan perbedaan di antara

    berbagai tumbuhan. Sifat morfologi tumbuhan merupakan sifat yang

    melekat pada tumbuhan yang ditunjukkan oleh komponen struktur

    tumbuhan dan berkaitan dengan organ tumbuhan yang dapat dilihat

    langsung dengan mata maupun dengan bantuan lensa.

    Sifat yaitu penanda atau candra yang mengacu pada bentuk,

    susunan, tingkah laku yang digunakan untuk membandingkan,

    mendeterminasi dan memisahkan antara organisme satu dengan

    organisme lainnya. Ada beberapa sifat, yaitu :

    a. Berdasarkan penggunaannya

    Menurut Sudarsono dkk (2005 : 31) berdasarkan

    penggunaannya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :

    1) Sifat analisis

    Sifat analisis disebut juga dengan sifat diagnesis atau sifat kunci,

    yaitu sifat yang digunakan untuk identifikasi, pencirian dan

    pembatasan suatu takson

    2) Sifat sintetis

    Sifat sintesis digunakan untuk pengklasifikasian atau untuk

    menyatukan kelompok-kelompok menjadi kelompok yang lebih

    tinggi tingkatannya. Sifat sintesis adalah sifat yang terdapatnya

    secara serba sama dan meluas pada seluruh anggota suatu

    takson.

  • 35

    b. Berdasarkan perwujudannya

    Menurut Sudarsono, dkk (2005 : 31) berdasarkan

    perwujudannya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :

    1) Sifat kualitatif

    Merupakan sifat yang meliputi perwujudan bentuk, sering

    digunakan pada takson tinggi misalnya suku

    2) Sifat kuantitatif

    Merupakan sifat yang meliputi perwujudan ukuran, panjang dan

    lainnya, sering digunakan pada takson yang lebih rendah,

    misalnya jenis. Walaupun demikian, beberapa sifat kualitatif

    bisa diwujudkan secara kuantitatif, sehingga sifat-sifat bisa

    dinilai langsung dengan menghitung, mengukur dan menilai

    bentuk organ atau bagian organ tumbuhan

    c. Berdasarkan bobotnya

    Berdasarkan bobotnya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :

    1) Sifat baik

    Sifat yang baik merupakan sifat yang memiliki kriteria sebagai

    berikut, bukan sifat yang variasinya meluas, bukan varietas yang

    memiliki viabilitas genetik, tidak mudah dipengaruhi oleh

    lingkungannya menunjukkan keruntutan atau berhubungan

    dengan sifat lain

  • 36

    2) Sifat buruk

    Sifat buruk merupakan sifat yang tidak memliki kriteria sifat

    yang baik

    4. Mengukur Hubungan Kekerabatan

    Menurut Weier (Riana W, 2007 : 29) hubungan kekerabatan

    tumbuhan dapat diketahui melalui suatu pendekatan. Pendekatan dari

    taksonomi berisi semua bentuk fakta-fakta secara bersama-sama dari

    semua karakter baik morfologi, anatomi atau biokimia mempunyai

    ukuran yang sama dalam proses pembuatan kepastian. Pendekatan ini

    bertumpu pada sejumlah metode-metode statistik yang multivariasi.

    Pendekatan ini disebut dengan taksonomi numerik.

    Taksonomi numerik didefinisikan sebagati metode evaluasi

    kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan

    organisme, dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu analisis

    yang dikenal sebagai analisis kelompok (cluster analysis) ke dalam

    kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tadi.

    Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya

    didasarkan atas kemiripian yang diperlihatkan obyek studi yang diamati

    dan dicatat serta bukan atas dasar kemungkinan-kemungkinan

    perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi

    numerik bersifat emperik dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji

    kembali melalui observasi dan eksperimen (Tjitrosoepomo, 1993 : 53).

  • 37

    Analisis taksonomi numerik harus diputuskan dari unit-unit

    taksonomi tingkat terendah yang dikaji dalam OTUs (Opertional

    Taxonomic Unit). OTUs dapat merupakan tumbuhan individual,

    pemisahan populasi dari jenis yang sama, pemisahan jenis dalam satu

    genus, pemisahan genus dan sebagainya. Selain hal tersebut, karakteristik

    yang tepat harus diseleksi untuk menunjukkan perbandingan OTUs.

    Karakter-karakter tersebut diperoleh dari berbagai alat morfologis yang

    ada.

    Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengetahui

    hubungan kekerabatan di antara organisme, yaitu metode fenetik dan

    metode filogenetik. Dan pada penelitian ini, penulis menggunakan

    metode fenetik atau dikenal dengan taksonomi numerik. Taksonomi

    numerik dikembangkan oleh Sokal dan Sneath (1963); (Pratiwi, 2010 : 9)

    yang didasarkan pada prinsip Adansonian, prinsip-prinsip tersebut yaitu :

    a. Semakin banyak informasi yang terdapat dalam taksa dan semakin

    banyak karakter yang mendasarinya, maka semakin baik klasifikasi

    yang dihasilkan

    b. Bersifat apriori, artinya setiap karakter memiliki nilai atau bobot yang

    sama dalam membentuk taksa alami

    c. Semua persamaan antar dua taksa merupakan fungsi dari persamaan

    individual pada semua karakter di mana keduanya dibandingkan

    d. Taksa yang berbeda dapat terjadi karena korelasi karakter yang

    berbeda-beda dalam kelompok yang dipelajari

  • 38

    e. Taksonomi merupakan ilmu empiris

    f. Klasifikasi didasarkan pada persamaan fenetik

    Menurut Tjitrosoepomo (1993:53) langkah-langkah

    pengklasifikasian menggunakan metode taksonomi numerik meliputi :

    a. Pemilihan obyek studi

    Pemilihan obyek studi dapat berupa varietas, jenis dan seterusnya.

    Yang penting untuk diperhatikan ialah bahwa unit-unit yang

    dijadikan obyek-obyek studi harus benar mewakili golongan

    organisme yang sedang diteliti. Unit terkecil sebagai obyek studi

    disebut unit taksonomi operasional (OTUs).

    b. Pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka (skor)

    Ciri atau karakter yang dipilih untuk pemberian angka masing-

    mamsing diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel

    atau matriks.

    c. Pengukuran kemiripan

    Kemiripan ditentukan dengan membandingkan tiap ciri pada masing-

    masing unit taksonomi operasional.

    d. Analisis kelompok (cluster analysis)

    Matriks dari sifat yang sama ditata kembali, sehingga OTUs yang

    mempunyai kemiripan dapat dikelompokkan menjadi satu.

    Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan dapat ditata secara

    hierarki dalam suatu diagram yang disebut dendogram

  • 39

    e. Diskriminasi

    Setelah klasifikasi dilakukan, ciri-ciri yang digunakan ditelaah

    kembali untuk menentukan ciri yang paling konstan dan bernilai

    untuk pembuatan kunci identifikasi

    Menurut Weier (Riana W, 2007 : 31) diagram percabangan yang

    sering disebut dengan dendogram yang dihasilkan oleh analisis kelompok

    adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan hubungan

    suatu analisis fenetik. Sedangkan analisis kelompok merupakan suatu

    metode yang dikelompokkan atau klaster dari OTUs yang mempunyai

    koefisiensi similaritas yang tinggi untuk menggambarkan tingkat yang

    dapat diterapkan dalam hierarki taksonomi, kemudian dapat dikemas

    seperti genera dan lain-lain.

    Pengelompokan OTUs disusun berdasarkan kemiripan dalam

    suatu metode yang disebut cluster analysis. Dunn dan Everitt (1980 : 78-

    86) menyebutkan beberapa metode cluster analysis meliputi :

    a. Single linkage clustering

    Metode ini membandingkan antara dua klaster atau kelompok

    berdasarkan koefisien similaritas maupun disimilaritasnya

    b. Complete-linkage clustering

    Metode ini tidak hanya dapat digunakan untuk membandingkan

    koefisien similaritas atau disimilaritas antara dua klaster tetapi dapat

    digunakan untuk membandingkan dengan kelompok similaritas atau

    disimilaritas yang terbesar atau terkecil

  • 40

    c. Group average clustering

    Metode ini membandingkan rata-rata koefisien similaritas atau

    disimilaritas antara dua klaster dan juga dengan rata-rata koefisien

    similaritas atau disimilaritas semua OTUs

    d. Centroid clustering

    Metode analisis ini dengan mencari nilai tengah dan jarak antar

    group OTUs

    Sukla dan Misra (1979), mengelompokkan hubungan kekerabatan

    sebagai berikut :

    a. Hubungan kekerabatan fenetik merupakan hubungan kekerabatan

    yang berdasarkan pada kesamaan sifat-sifat fenotip (sifat-sifat yang

    tampak) antara individu yang satu dengan yang lainnya

    b. Hubungan kekerabatan kladistik merupakan hubungan kekerabatan

    antara individu satu dengan lainnya dengan memperhatikan sejarah

    evolusinya

    c. Hubungan kekerabatan kronistik merupakan hubungan kekerabatan

    antara bagian-bagian dari unit-unit taksonomi operasional yang

    diukur berdasar skala waktu evolusi dikombinasikan dengan fenotip

    d. Hubungan kekerabatan filogenetik merupakan hubungan

    kekerabatan antara individu satu dengan lainnya berdasarkan pada

    sejarah asal-usul nenek moyangnya

    Analisis fenetik berdasarkan pada similaritas keseluruhan yaitu

    pasangan OTUs diperbandingkan dari keseluruhan fakta-fakta yang

  • 41

    tersedia dan suatu koefisien similaritas yang dideterminasi. Ada tiga

    metode utama yang banyak digunakan dalam menghitung persamaan

    fenetik di antara unit taksonomi yaitu :

    a. Koefisien asosiasi

    Koefisien ini merupakan metode yang paling sederhana dan

    menunjukkan sifat yang diekspresikan sebagai pernyataan yang

    bersifat positif atau negatif

    b. Koefisien korelasi

    Koefisien ini merupakan proporsionalitas dan independensi antara

    pasangan vektor-vektor OTUs

    c. Pengukuran jarak di antara unit taksonomi

    Pengukuran jarak ini menggunakan ruang multi dimensi dengan satu

    dimensi untuk setiap sifat

    E. Kerangka Berfikir

    Indonesia memiliki aneka ragam tanaman yang cukup banyak, salah

    satunya yaitu sukun. Hal ini didukung oleh adanya lahan yang masih luas dan

    suhu serta iklim yang sesuai dengan pertumbuhan sukun. Tanah yang tidak

    subur dan mengandung kadar garam yang cukup tinggi dapat menghambat

    pertumbuhan sukun sehingga buahnya akan rontok sebelum waktunya.

    Sukun merupakan salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang memliki

    nilai ekonomis untuk dikembangkan, baik itu buah, daun maupun kayunya

    yang bersifat multiguna. Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan

  • 42

    nilai ekonominya dapat dilakukan dengan memanfaatkannya secara langsung

    maupun diolah menjadi tepung yang bisa digunakan sebagai bahan baku

    untuk pembuatan beraneka macam makanan.

    Hampir seluruh bagian tanaman sukun dapat dimanfaatkan untuk

    keperluan hidup manusia. Daun sukun yang telah kuning dapat dibuat

    minuman untuk obat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena

    mengandung phenol, quercetin dan champorol dan juga dapat digunakan

    sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal. Kayu

    sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan sebagai

    bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan

    peralatan rumah tangga lainnya.

    Selama ini pemanfaatan tanaman sukun terutama buahnya belum

    optimal. Oleh karena itu melalui penelitiaan ini, diharapkan masyarakat dapat

    mengenali berbagai macam kultivar tanaman sukun yang berasal dari

    berbagai daerah di Indonesia.