1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai
kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi
dan kreasi baru dalam suatu pekerjaan bangunan konstruksi. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, tak hanya seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang paham akan
teori saja namun seorang ahli madya yang terampil, kreatif, bertanggung jawab,
mampu menerapkan ilmu teknik sipil dan siap bersaing dalam dunia kerja yang
sangat diperlukan pada saat ini.
Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai lembaga
pendidikan, memiliki tujuan untuk menghasilkan Ahli Madya Teknik Sipil yang
berkualitas, bertanggung jawab, dan kreatif dalam menghadapi tantangan masa
depan serta ikut menyukseskan pembangunan nasional.
Oleh sebab itu, dalam merealisasikan hal tersebut Fakultas Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan yang
dapat memenuhi kebutuhan tersebut memberikan Tugas Akhir kepada mahasiswa
yaitu sebuah perencanaan struktur gedung bertingkat dengan maksud agar
mahasiswa dapat mengaplikasiakan semua ilmu yang telah di dapatkan selama di
bangku perkuliahan serta di harapkan agar para mahasiswa setelah lulus nanti
akan menjadi seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang memiliki kualitas, tanggung
jawab, dan kreatif serta dapat bersaing dalam dunia kerja kelak.
2
1.2. Maksud dan Tujuan
Program Studi DIII Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta memberikan Tugas Akhir dengan maksud dan tujuan :
a. Mahasiswa mampu menerapkan teori yang didapat dari bangku perkuliahan
dalam perhitungan atau perncanaan struktur bangunan gedung.
b. Mahasiswa dapat merencanakan suatu konstruksi bangunan yang sederhana
sampai bangunan bertingkat.
c. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta pengalaman
dalam merencanakan suatu struktur bangunan gedung.
d. Mahasiswa dapat mengembangkan daya pikirnya dalam menyelesaikan suatu
masalah yang dihadapi dalam perencanaan struktur gedung.
1.3. Kriteria Perencanaan
a. Spesifikasi Bangunan
1) Fungsi Bangunan : Fashion Gallery
2) Luas Bangunan : 1232 m2
3) Jumlah Lantai : 2 lantai.
4) Konstruksi Atap : Rangka kuda-kuda baja.
5) Penutup Atap : Genteng.
6) Pondasi : Foot Plate.
7) Dinding : Bata Merah.
b. Spesifikasi Bahan
1) Mutu Baja Profil : BJ 37.
2) Mutu Beton (f’c) : 25 MPa.
3) Mutu Baja Tulangan (fy) : Polos : 240 MPa.
Ulir : 360 MPa.
c. Spesifikasi Tanah
1) tanah : 1,5 kg/cm2.
2) γ tanah : 1,7 t/m3.
3
1.4. Peraturan-Peraturan Yang Berlaku
a. Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural.
(SNI 03-1729-2015).
b. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
(SNI 03-2847-2013).
c. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987
(PPPURG 1987)
d. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1984. (PPBBI 1984)
4
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Pembebanan
2.1.1. Jenis Pembebanan
Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur
yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban
khusus yang bekerja pada struktur bangunan tersebut. Beban-beban yang
bekerja pada struktur dihitung menurut PEDOMAN PERENCANAAN
PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG 1987 (PPPURG 1987)
. Beban-beban tersebut adalah :
a. Beban Mati (qD)
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu.
Untuk merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri
bahan bangunan dan komponen gedung adalah :
1. Bahan Bangunan :
a. Baja ........................................................................................... 7.850 kg/ m3
b. Beton Bertulang ........................................................................ 2.400 kg/m3
c. Pasangan Bata Merah ................................................................ 1.700 kg/m3
d. Pasir .......................................................................................... 1.800 kg/m3
2. Komponen Gedung :
a. Langit – langit dan dinding termasuk rusuk – rusuknya
tanpa penggantung ................................................................... 11 kg/m2
b. Penutup atap metal 1 mm dengan reng dan usuk/kaso ............ 10 kg/m2
c. Penutup lantai dari ubin semen portland, keramik dan beton
(tanpa adukan) per cm tebal ....................................................... 24 kg/m2
d. Adukan semen per cm tebal ....................................................... 21 kg/m2
b. Beban Hidup (qL)
5
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan
lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap, beban hidup dapat termasuk
beban yang berasal dari air hujan.
Beban hidup yang bekerja pada bangunan ini disesuaikan dengan rencana
fungsi bangunan tersebut. Beban hidup untuk bangunan ini terdiri dari :
1. Beban atap ..................................................................................... 100 kg/m2
2. Beban tangga dan bordes ............................................................... 300 kg/m2
3. Beban lantai .................................................................................. 250 kg/m2
Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua
bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur
gedung tersebut adalah sangat kecil, maka pada perencanaan balok induk dan
portal dari sistem pemikul beban dari suatu struktur gedung, beban hidupnya
dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada
penggunaan gedung yang ditinjau, seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. :
Tabel 2.1.Koefisien Reduksi Beban Hidup
Penggunaan Gedung
Koefisien Beban Hidup
untuk Perencanaan Balok
Induk
6
1. PERUMAHAN/PENGHUNIAN :
Rumah tinggal, hotel, rumah sakit
2. PERDAGANGAN :
Toko,toserba,pasar
3. PERTEMUAN UMUM :
Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang
dansa, ruang pagelaran
4. GANG DAN TANGGA :
a. Perumahan / penghunian
b. Pendidikan, kantor
c. Pertemuan umum, perdagangan dan
penyimpanan, industri, tempat
kendaraan
0,75
0,80
0,90
0,75
0,75
0,90
Sumber : PPPURG 1987
c. Beban Angin (W)
Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban Angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
tekanan negatif (hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau.
Besarnya tekanan positif dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini
ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien – koefisien angin.
Tekan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerah di laut dan
di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah tersebut tekanan
hisap diambil minimum 40 kg/m2.
Sedangkan koefisien angin untuk gedung tertutup :
1) Dinding Vertikal
a. Di pihak angin ....................................................................... + 0,9
b. Di belakang angin ...................................................................... - 0,4
2) Atap segitiga dengan sudut kemiringan
a. Di pihak angin : < 65 ....................................... 0,02 - 0,4
65<< 90 ....................................... + 0,9
b. Di belakang angin, untuk semua ....................................... - 0,4
7
2.1.2. Sistem Kerja Beban
Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sistem gravitasi, yaitu
elemen struktur yang berada di atas akan membebani elemen struktur di
bawahnya, atau dengan kata lain elemen struktur yang mempunyai kekuatan
lebih besar akan menahan atau memikul elemen struktur yang mempunyai
kekuatan lebih kecil.
Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur
gedung bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut :
Beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan balok portal, beban
balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom kemudian diteruskan
ke tanah dasar melalui pondasi.
2.1.3. Provisi Keamanan
Dalam pedoman beton SNI 03-2847-2013, struktur harus direncanakan untuk
memiliki cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari
beban normal. Kapasitas cadangan ini mencakup faktor pembebanan (U), yaitu
untuk memperhitungkan pelampauan beban dan faktor reduksi ( ), yaitu untuk
memperhitungkan kurangnya mutu bahan di lapangan. Pelampauan beban
dapat terjadi akibat perubahan dari penggunaan untuk apa struktur
direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam memperhitungkan
pembebanan. Sedang kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang
merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian dan tingkat
pengawasan. Seperti diperlihatkan faktor pembebanan (U) pada tabel 2.2. dan
faktor reduksi kekuatan ( ) pada tabel 2.3. :
Tabel 2.2. Faktor Pembebanan U
No. KOMBINASI BEBAN FAKTOR U
1.
2.
3.
D, L
D, L, W
D, W
1,2 D +1,6 L
1,2 D + 1,6 L ± 0,8
0,9 D + 1,3 W
Sumber : SNI 03-2847-2013
Keterangan :
D = Beban mati
L = Beban hidup
Lr = Beban hidup tereduksi
8
W = Beban angin
Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan
N
o GAYA
1
.
2
.
3
.
4
.
5
.
6
.
7
.
Lentur tanpa beban aksial
Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
a. Komponen dengan tulangan spiral
b. Komponen lain
Geser dan torsi
Tumpuan Beton
Komponen struktur yang memikul gaya tarik
a. Terhadap kuat tarik leleh
b. Terhadap kuat tarik fraktur
Komponen struktur yang memikul gaya tekan
0,90
0,90
0,70
0,65
0,75
0,65
0,9
0,75
0,85
Sumber : SNI 03-2847-2013
Karena kandungan agregat kasar untuk beton struktural seringkali berisi agregat
kasar berukuran diameter lebih dari 2 cm, maka diperlukan adanya jarak tulangan
minimum agar campuran beton basah dapat melewati tulangan baja tanpa terjadi
pemisahan material sehingga timbul rongga-rongga pada beton. Sedang untuk
melindungi dari karat dan kehilangan kekuatannya dalam kasus kebakaran, maka
diperlukan adanya tebal selimut beton minimum.
Beberapa persyaratan utama pada pedoman beton SNI 03-2847-2013 adalah
sebagai berikut :
a. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama, tidak boleh kurang
dari db ataupun 25 mm, dimana db adalah diameter tulangan.
9
b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan
pada lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan di bawahnya dengan
jarak bersih tidak boleh kurang dari 25 mm.
Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat adalah:
a. Untuk pelat dan dinding = 20 mm
b. Untuk balok dan kolom = 40 mm
c. Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca = 50 mm
2.2 Perencanaan Struktur Beton
Ada dua jenis struktur didalam perencanaan beton bertulang yaitu struktur statis
tertentu dan struktur statis tidak tertentu.
Pada struktur statis tertentu diagram-diagram gaya dalam dapat ditentukan secara
mudah dengan tiga persyaratan kesetimbangan yaitu M = 0 ; V = 0 ; H = 0.
Pada struktur statis tak tertentu, besarnya momen tidak dapat ditentukan hanya
dengan menggunakan tiga persamaan kesetimbangan yang telah disebutkan,
perubahan bentuk struktur ini serta ukuran komponennya memegang peranan
penting didalam menentukan distribusi momen yang bekerja didalamnya. Letak
tulangan pada struktur statis tak tertentu dapat ditentukan dengan menggambarkan
bentuknya setelah mengalami perobahan bentuk. Seperti terlihat pada gambar
2.1.:
Gambar 2.1. Diagram Tegangan pada Beton
2.2.1 Perencanaan Pelat Lantai
10
Dalam perencanaan struktur pelat bangunan ini menggunakan metode perhitungan
2 Arah. Dengan ketentuan Ly
Lx ≤ 2 (Pelat Dua Arah). Beban pelat lantai pada jenis
ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya
tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Seperti terlihat pada
Gambar 2.2. :
Gambar 2.2. Pelat Dua Arah
Dengan perencanaan :
a. Pembebanan :
1) Beban mati
2) Beban hidup : 250 kg/m2
b. Asumsi Perletakan : jepit elastis, jepit penuh dan jepit bebas.
c. Analisa struktur menggunakan tabel 13.3.2 SNI 03-1727-2015.
d. Analisa tampang menggunakan SNI 03-2847-2013.
Pemasangan tulangan lentur disyaratkan sebagai berikut :
1) Jarak minimum tulangan 25 mm
2) Jarak maksimum untuk tulangan plat 2 arah adalah s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
11
2.2.2 Perencanaan Balok
Dalam perencanaan balok langkah pertama yang perlu dilakukan untuk
pendimensian balok adalah menentukan besarnya gaya–gaya dalam yang terjadi
pada struktur untuk kemudian hasil perencanaan dianalisa apakah memenuhi
syarat atau tidak, adapun syarat yang dipakai adalah :
h = 1/10 L – 1/12 L
b = 1/2 h– 2/3 h
secara umum hubungan antara d dan h ditentukan oleh :
d = h -1/2.Dtulangan - Øsengkang - p
keterangan :
h = tinggi balok
b = lebar balok
d = tinggi efektif
L = panjang bentang
Dtulangan= diameter tulangan utama.
Øsengkang= diameter sengkang
Gambar 2.3. Penampang Balok
Dengan perencanaan :
a. Pembebanan :
d h
b
12
1) Beban mati
2) Beban hidup : 250 kg/m2
b. Asumsi Perletakan : jepit jepit, jepit sendi dan sendi sendi.
c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.
d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-2847-2013.
2.2.3 Perencanaan Kolom
Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada
semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor
pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi
pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban
aksial juga harus diperhitungkan.
Momen-momen yang bekerja harus didistribusikan pada kolom di atas dan di
bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan memperhatikan
kondisi kekangan pada ujung kolom. Terlihat pada gambar 2.4. :
d h
b
selimut
beton
13
Gambar 2.4. Penampang kolom
Didalam merencanakan kolom terdapat 3 macam keruntuhan kolom, yaitu :
1. Keruntuhan seimbang, bila Pn = Pnb.
2. Keruntuhan tarik, bila Pn < Pnb.
3. Keruntuhan tekan, bila Pn > Pnb.
Adapun langkah-langkah perhitungannya :
1. Menghitung Mu, Pu, e =Mu
Pu
2. Tentukan f’c dan fy
3. Tentukan b, h dan d
4. Hitung Pnb secara pendekatan As = As’
Maka Pnb = Cc = 0,85.f’c.ab.b
Dengan: ab = dfy600
6001
Hitung Pn perlu = Pu
∅
Bila Pn < Pnb maka terjadi keruntuhan tarik
14
As = ).(
)22
.(
iddfy
dhePn
bcf
Pna
perlu
.'.85,0
Bila Pnperlu> Pnb maka terjadi keruntuhan tekan.
5,0'
1
dd
ek
18,1.3
22 d
hek
Kc
k
kPnk
fyAs perlu ..
1'
2
11
cfhbKc '..
Untuk meyakinkan hasil perencanaan itu harus dicek dengan analisis dan
memenuhi : Pn ≥ Pu
∅
Keterangan :
As = Luas tampang baja e = Eksentrisitas
b = Lebar tampang kolom Pn = Kapasitas minimal kolom
d = Tinggi efektif kolom k = faktor jenis struktur
d’ = Jarak tulangan kesisi He = Tebal kolom
luar beton (tekan) f’c = Kuat tekan beton
2.2.4 Perencanaan Struktur Pondasi
Dalam perencanaan struktur ini, pondasi yang digunakan adalah pondasi telapak
(footplate) dan daya dukung ijin tanah () sebesar 1,5 kg/cm2. Adapun langkah-
langkah perhitungan pondasi yaitu :
15
a. Menghitung daya dukung tanah
A
Puah tan
ah
PuA
tan
ALB
𝜎𝑎 yang terjadi = 2.).
61( Lb
M
A
P totaltotal
𝜎𝑎 tanah yang terjadi < 𝜎𝑎 ijin tanah ..........(aman).
Dengan : σ ijin tanah 1,5 kg/cm2
A = Luas penampang pondasi
B = Lebar pondasi
Pu = Beban ultimate
L = Panjang pondasi
b. Menghitung berat pondasi Vt = (Vu + berat pondasi).
c. Menghitung tegangan kontak pondasi (qu).
Jika 𝜌<𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan tunggal
Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan rangkap
Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑖𝑛 dipakai 𝜌𝑚𝑖𝑛= 0,0025
As= 𝜌ada . b . d
d. Perhitungan tulangan geser.
Pondasi footplate, seperti terlihat pada gambar 2.5. :
16
Gambar 2.5. Penampang Pondasi
a. Perhitungan Penulangan Lentur dan Geser Pada Balok,
Pelat, dan Pondasi
Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan tulangan lentur pada
beton bertulang :
𝑀𝑛 = 𝑀𝑢
𝜙
Dimana = 0,9
m cf
fy
'.85,0
Rn2.db
Mn
=
fy
2.m.Rn11
m
1
b =
fy600
600..
fy
fc.85,0
max = 0,75 . b
min < < maks tulangan tunggal
< min dipakai min
As = ada . b . d
Luas tampang tulangan
As = ρ . b . d
Keterangan :
P
B
ht
B
a
17
Mn = Momen nominal b = Lebar penampang
Mu = Momen terfaktor d = Jarak ke pusat tulangan tarik
= Faktor reduksi fy = Tegangan leleh
𝜌 = Ratio tulangan Rn = Kuat nominal
f’c = Kuat tekan beton
Perhitungan tulangan geser :
Vu = x A efektif
= 0,75
Vc = xbxdcfx '6
1
Vc = 0,75 x Vc
.Vc ≤ Vu ≤ 3 Vc
(perlu tulangan geser)
Vu < Vc < 3 Vc
(perlu tulangan geser minimum)
Vs perlu = Vu – Vc
(pilih tulangan terpasang)
Vs ada = s
dfyAv )..( (pakai Vs perlu)
2.3 Perencanaan Struktur Baja
Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek.
Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda–
kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban
yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin. Setelah
diperoleh pembebanan, kemudian dilakukan perhitungan dan perencanaan
dimensi serta batang dari kuda–kuda tersebut.
2.3.1 Perencanaan Rangka Kuda-Kuda
18
a. Pembebanan
Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja adalah :
1) Beban mati
2) Beban hidup
3) Beban angin
b. Asumsi Perletakan
Tumpuan sendi dan roll.
c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.
d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-1729-2015.
e. Perhitungan dimensi profil kuda-kuda.
1) Batang tarik
Ag perlu = Fy
Pmak
An perlu = 0,85.Ag
An = Ag-dt
L = Panjang sambungan dalam arah gaya tarik
YpYx
L
xU 1
Ae = U.An
Cek kekuatan nominal :
Kondisi leleh
FyAgPn ..9,0
Kondisi fraktur
FuAgPn ..75,0
PPn ……. (aman)
2) Batang tekan
Periksa kelangsingan penampang :
19
Fyt
b
w
200
E
Fy
r
lKc
.
Apabila = λc ≤ 0,25 ω = 1
0,25< λs < 1,2 ω 0,67λ-1,6
1,43
c
λs ≥ 1,2 ω 2
s1,25.
yfAgFcrAgPn ..
1n
u
P
P
……. (aman)
2.3.2 Perencanaan Gording
a. Pembebanan
Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja pada gording adalah:
1. Beban mati (titik)
Gambar 2.6. Pembebanan Gording untuk Beban Mati (titik)
Menentukan beban mati (titik) pada gording (q)
q qy
qx
y x
20
a) Menghitung :
qx = q sin
qy = q cos
Mx1 = 1/8 .qx . L2
My1 = 1/8 .qy . L2
2. Beban hidup
Gambar 2.7. Pembebanan Gording untuk Beban Hidup
Menentukan beban hidup pada gording (P)
a) Menghitung :
Px = P sin
Py = P cos
Mx2 = 1/4 .Py . L
My2 = 1/4 .Px . L
3. Beban angin
Beban angin, seperti terlihat pada gambar 2.3. :
TEKAN HISAP
P Py
Px
x
y
21
Gambar 2.8. Pembebanan Gording untuk Beban Angin
Beban angin kondisi normal, minimum = 25 kg/m2
a) Koefisien angin tekan = (0,02 – 0,4)
b) Koefisien angin hisap = – 0,4
Beban angin :
a) Angin tekan (W1) = koef. Angin tekan x beban angin x 1/2 x (s1+s2)
b) Angin hisap (W2) = koef. Angin hisap x beban angin x 1/2 x (s1+s2)
a. Beban yang bekerja pada sumbu x, maka hanya ada harga Mx :
Mx (tekan) = 1/8 . W1 . L2
Mx (hisap) = 1/8 . W2 . L2
b. Kombinasi 1,2D + 1,6L ± 0,8W
Mx 1,2D + 1,6L + 0,8W
My 1,2D + 1,6L - 0,8W
c. Kontrol terhadap tegangan
22
Wy
My
Wx
Mx
Keterangan :
Mx = Momen terhadap arah x Wx = Beban angin terhadap arah x
My = Momen terhadap arah y Wy = Beban angin terhadap arah y
d. Kontrol terhadap lendutan
Secara umum, lendutan maksimum akibat beban mati dan beban hidup harus
lebih kecil dari 1
250𝐿 pada balok yang terletak bebas atas dua tumpuan, L
adalah bentang dari balok tersebut, pada balok menerus atau banyak
perletakkan, L adalah jarak antar titik beloknya akibat beban mati,sedangkan
pada balok kantilever L adalah dua kali panjang kantilevernya. sedangkan
untuk lendutan yang terjadi dapat diketahui dengan rumus:
IyE
LPx
IyE
LqxZx
..48
.
..384
..5 34
22
IxE
LPy
IxE
LqyZy
..48
.
..384
..5 34
22 ZyZxZ
Keterangan:
Z = lendutan pada baja
qy = beban merata arah y
Zx = lendutan pada baja arah x
Ix = momen inersia arah x
Zy = lendutan pada baja arah y
Iy = momen inersia arah y
qx = beban merata arah x
Syarat gording itu dinyatakan aman jika: Z ≤ Z ijin
2.3.3 Perhitungan Alat Sambung
Alat sambung yang digunakan adalah baut. tegangan-tegangan yang diijinkan
dalam menghitung kekuatan baut-baut adalah sebagai berikut:
a. Tegangan geser yang diijinkan
Teg. geser = 0,6 . σ ijin
b. Tegangan tumpuan yang diijinkan
Teg. tumpuan = 1,5 . σ ijin
c. Tebal pelat sambung
Δ = 0,625 . d
d. Kekuatan baut
Pgeser = 2 . ¼ . π .d2 . τgeser
Pdesak = δ . d . τtumpuan
Untuk menentukan jumlah baut tiap sambungan menggunakan kekuatan baut
terhadap tegangan geser atau desak yang memiliki hasil lebih kecil dengan cara
beban maksimal ynag ditahan oleh batang dibagi dengan kekuatan baut yang
terkecil. Jarak antar baut ditentukan dengan rumus :
Top Related