Download - Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Transcript
Page 1: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan l impahan

rahmat-Nya, kami sebagai penyusun referat ini dapat menyelesaikan tugas.

Referat ini dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi penulis sendiri

maupun bag i pembaca tu l i san in i , mengena i sa lah sa tu t indakan

penye l amatan pada pasien yaitu kista duktus tiroglosus, sumbatan laring dan

penanggulangannya, sesak napas dan penanggulangannya. Harapan penulis, semoga

dapat memberikan kontribusi, terutama dalam kegiatan kepaniteraan.

Terima kasih kepada pembimbing kepaniteraan SMF THT Karawang yaitu

dr.Adi.M, SpTHT dan dr. Yuswandi.A, SpTHT yang telah memberikan tugas ini

agar dapat memperoleh ilmu yang lebih banyak terutama untuk penulis sendiri.

Dalam menyusun referat ini, masih banyak sekali kekurangan dan

kesalahan yang harus di perbaiki, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya atas kritik dan saran yang di ajukan untuk per baikan referat

ini.

Wassalam

( Penyusun )

1

Page 2: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Daftar Isi

Kata pengantar ……………………………….…... 1

Daftar isi ..…………………………………. 2

I. Pendahuluan ............………………………........ 3

II. Anatomi hidung

a. hidung luar ................................................ 4-6

b. hidung dalam ……………………………… 6-9

III. Perdarahan Hidung ……………………………… 9

IV. Persyarafan Hidung ............................................... 10

V. Histologi Hidung ............................................. 10-13

VI. Fisiologi Hidung ............................................. 13-16

VII. Sinus paranasal ……………………............ 17-20

VIII. Daftar pustaka ................................................ 21

2

Page 3: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

PENDAHULUAN

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya; merupakan salah satu pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang

tidak menguntungkan.

Pada era dimana semakin banyak penelitian dan publikasi ilmiah didedikasikan

terhadap bahaya kerja dan polutan udara, suatu pemahaman mendasar mengenai anatomi

dan fisiologi hidung adalah penting.

Hidung mempunyai beberapa fungsi : sebagai indra penghidu, menyiapkan udara

inhalasi agar dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru

dan memodifikasi bicara.

3

Page 4: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

HIDUNG

ANATOMI HIDUNG

Hidung terdiri dari:

I. Hidung Luar

II. Hidung Dalam

I. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah

yaitu:

1. Pangkal Hidung (Bridge), dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan

2. Dorsum nasi (batang hidung)

3. Puncak hidung

4

Page 5: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

4. Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan

5. Kolumela; pembatas lubang hidung kanan dan kiri

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk

melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.

Kerangka tulang penyusun hidung luar terdiri dari:

1. Os nasalis (tulang hidung)

2. Prosesus frontalis os maxilla

3. Prosesus nasalis os frontal

Kerangka tulang rawan penyusun hidung luar terdiri dari :

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Beberapa pasang kartilago alar minor

4. Tepi anterior kartilago septum

Lubang hidung dan puncak hidung dibentuk oleh kartilago ala mayor, yang

berbentuk tipis dan fleksibel. Sedangkan kolumela yang memisahkan kedua

lubang hidung dibentuk oleh tepi bawah kartilago septum.

Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,

struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian yaitu :

1. Yang paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan. Belahan

bawah aperture piriformis kerangka tulang saja, memisahkan hidung

luar dengan hidung dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung

luar berupa prosesus maxilla yang berjalan keatas dan kedua tulang

hidung semuanya disokong oleh prosesus nasalis os frontalis dan suatu

bagian lamina perpendikularis os etmoidalis. Spina nasalis anterior

merupakan prosesus maksilaris medial.

5

Page 6: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

2. Dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,

dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris

tengah dan tepi atas kartilago septum kuadrangularis.

3. Yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan

dan dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus

menutup vestibulum nasi dan dibatasi sebelah medial oleh kolumela.

Sebelah lateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung.

Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan

mengendus dan besin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan

diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilitas

lobulus.

Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar.

Jaringan lunak diantara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh

kripta piriformis dengan kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi

bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral

II. Hidung Dalam / Rongga Hidung / Cavum Nasi

Cavum nasi ( Rongga hidung ) adalah suatu rongga berbentuk terowongan

tempat lewatnya udara pernapasan, yang dipisahkan oleh septum nasi dibagian

tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk

cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut

nares posterior ( koana ) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

Batas-batas cavum nasi :

- Anterior : Nares anterior

- Posterior : Nares posterior (koana)

- Lateral : Konka-konka

- Superior : Lamina cribifom

- Inferior : Os maxilla dan Os palatum

6

Page 7: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Konka inf.vestib

Meatusinf

MeatusmediusKonka media

choana

Nares ant.

k.sup sphe

Meatus sup.

Bagian – bagian yang terdapat dalam cavum nasi :

1. Vestibulum

- Paling anterior, sejajar dengan ala nasi.

- Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak kelenjar

sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise)

2. Septum

- Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar,

lurus mulai dan anterior sampai posterior (koana).

- Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu:

Bagian tulang :

1. Lamina perpendikularis os etmoideus.

2. Os Vomer.

3. Krista nasalis os maxilla.

4. Krista nasalis os palatina.

Bagian tulang rawan :

1. Kartilago septum (lamina kuadrangularis).

2. Kolumela.

- Dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum

pada bagian tulang , sedang bagian luarnya lagi dilapisi olaeh

mukosa hidung.

7

Page 8: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

3. Konka

- Terletak dilateral rongga hidung kanan dan kiri.

- Terdiri dari empat konka, dari atas ke bawah :

1. Konka suprema; biasanya rudimeter.

2. Konka superior; lebih kecil dari konka media.

3. Konka media; lebih kecil.

4. Konka inferior; terbesar dan letak paling bawah.

Merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla dan

labirin etmoid sedangkan konka suprema, superior, dan media

merupakan bagian dari labirin etmoid.

4. Meatus - meatus

- Terletak diantara konka-konka dan dinding lateral hidung.

- Merupakan tempat bermuara dari sinus paranasal.

- Berdasarkan letaknya dibagi 3, yaitu :

1. Meatus inferior

Terletak antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

lateral rongga hidung, tempat bermuara duktus nasoakrimalis.

2. Meatus medius

Celah yang terletak konka media dengan dinding lateral rongga

hidung. Terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus

semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris

merupakan celah sempit melengkung dimana terdapat muara

sinus frontal, maxilla, dan etmoid anterior.

3. Meatus superior

Terletak antara konka superior dan konka media. Disini

terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.

Kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara,

struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya juga

mengubah resistensi. Akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi.

8

Page 9: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa.,

perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas.

Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan

lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur

demekian pula penebalan atau oedem mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara

untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat mengganggu

penghidu.

Konka umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum ( bila tidak terlalu

berat ), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi

lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.

Jadi meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal.

Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam

berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.

Perdarahan Hidung

Bagian hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maxillaris interna, diantaranya

ujung a.palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina

bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka

media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anostomosis dari cabang-cabang a.

sfenopalatina, a. etmoid, a. labialis superior dan a. palatina mayor yang disebut pleksus

kiesselbach (little’s area) pleksus ini letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma

sehingga sering menjadi epitaksis terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena

oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak

memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran

infeksi sampai ke intrakranial.

9

Page 10: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.

etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n.

oftalmikus.

Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.

maxilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini selain memberikan persarafan

sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.

Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maxilla, serabut parasimpatis dari n.

petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus profundus.

Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konka

media.

Nervus olfaktorius turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Histologi Hidung

1. Mukosa Hidung

Secara histoligi dan fungsional dibagi atas :

- Mukosa pernapasan (mukosa respiratori)

- Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius)

Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung. Epitel

organ pernapasan biasanya berupa epitel torak bersilia, bertingkat palsu (pseudo

stratified columnae ephitelium), berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,

tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, suhu, dan derajat kelembaban

udara.

Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda

asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke

faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan. Lisozim dan IgA ditemukan pula dalam

laapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus

hidung diperbaharui 3-4 kali dalam 1 jam. Silia begerak serempak secara cepat

kearah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih

lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700 – 1000 siklus per menit.

10

Page 11: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah

karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir

ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dari sel-sel goblet.

Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga

hidung didaerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya

lebih tipis dan pembluh darahnya lebih sedikit. Tidak ditemukan rongga-rongga

vaskuler yang besar. Sel-sel goblet dan kelenjar lebih sedikit dan terutama

ditemukan dekat ostium. Palut lendir didalam sinus dibersihkan oleh silia dengan

gerakan menyerupai spiral kearah ostium.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior,dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan

tidak bersilia (pseudo stratified columnar non ciliated ephitelium. Epitelnya

dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor

penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

2. Silia

Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tungal yang dikelilingi

sembilan pasang mikro tubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel

berlapis tiga yang tipis dan rapuh.

Silia mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur,

palut lendir didalam cavum nasi akan didorong kearah nasofaring. Dengan

demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga

untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul

dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan

obat-obatan.

11

Page 12: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

3. Area Olfaktorius

Epitel penghidu bertingkat torak terdiri dari tiga jenis sel:

1. Sel saraf bipolar olfaktoris

2. Sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya

3. Sejumlah sel basal yang kecil. Merupakan sel induk dari sel sustentakular

Sel-sel penghidu ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat yang

mencapai permukaan tubuh.

4. Pembuluh Darah

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.

Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun

secara pararel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada

anyaman kapiler periglandular dan subepitelial.

Pembuluh eferen dari anyaman kapler ini membuka ke rongga sinusoid

vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos.

Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid

akan mengaliskan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula.

Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai suatu jaringan

kavernosus yang erektil, yang mudah mengambang dan mengerut. Vasodilatasi

dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi saraf otonom.

5. Suplai Saraf

Yang terlibat langsung saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi

oftalmikus dan maxillaris dari saraf trigeminus untuk impuls afferen sensorik

lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar, dan

system saraf otonom.

6. Sistem Limfatik

Suplai limfatik hidung amat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh

anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di

12

Page 13: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

sepanjang pembuluh fasialis yang menuju ke leher. Jaringan ini mengurus hampir

seluruh bagian anterior hidung-vestibulum dan daerah prekonka.

Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung,

menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang-saluran superior,

media, dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan superior

dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas eustachius dan

bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media, berjalan dibawah

tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar

hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal dari

septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang

pembuluh jugularis interna.

FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi hidung adalah untuk:

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun kebawah ke nasofaring sehingga aliran

udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan

yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara

memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke

belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip

katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk

aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan

berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban

udara).

Perubahan tekanan udara didalam hidung selama siklus pernafasan telah

diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan tekanan

udara dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15

mmH2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi antara 0-140 ml/menit. Pada

13

Page 14: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

inspirasi, terjadi penurunan tekanan; udara keluar dari sinus sementara pada

ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke dalam sinus. Secara

keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus,

suatu mekanisme dimana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi

sinus meningkat.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi ini untuk menyiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus

paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban dan mengatur suhu.

Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas,

udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan

pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya.

Mengatur suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah

epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat

berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara melalui hidung ± 37 °

C.

3. Penyaringan dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

bakteri dan dilakukan oleh:

a. Rambut (vibrise) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket)

debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang

besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke

nasofaring oleh gerakan silia.

d. Lisozym : enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri.

Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di

sebelah posterior, dimana kemudian akan ditelan atau diekspektoran, merupakan

kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap.

Kerja silia yang efektif dapat terganggu oleh udara yang sangat kering, seringkali

14

Page 15: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

terjadi dirumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting

untuk mempertahankan PH Netral 7. polusi udara mengganggu efektivitas silia

dalam berbagai cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari

asam mengganggu kesehatan hidung.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang

tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas. Normalnya mukus

menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasi, serta

melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari 1 liter uap setiap harinya.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah,

juga merupakan sawar terhadap alergen, virus, bakteri. Walaupun organisme

hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu

biakan postnasal yang positif. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat

destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran

hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernafasan

juga memberikan imunitas induksi selular. Sejumlah immunoglobulin dibentuk

dalam mukosa hidung, sebagian oleh plasma yang normal terdapat dalam jaringan

tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya Ig G, Ig A, dan Ig E.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai bagian ini denagn cara difusi dengan palut

lender atau bila menarik nafas dengan kuat.

Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus yaitu

menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masuk ke area

olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologis, pasien sering mengeluh

anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih

lanjut kita membedakan berbagai makanan lewat rasa dan bau, keluhan pasien

dapat pula berupa makanan tidak pas rasanya.

15

Page 16: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

5. Resonansi suara

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang

sehingga terdengar suara sengau-sengau (rinolalia).

6. Proses bicara

Hidung membantu proses kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan

palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup

dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga

hidung dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi

bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi

dalam rongga hidung. Pasien – pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara

khas mewakili gangguan bicara ini. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang

normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan

hidung dapat menimbulka kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi

saluran pernafasan atas, hipertrofi adenoid, atau tumor hidung.

7. Reflek nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan

saluran cerna , kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung

menyebabkan reflek bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

16

Page 17: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Sinus Paranasal

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral

rongga hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus ini membentuk

rongga di dalam beberapa tulang wajah dan di beri nama yang sesuai : sinus maxillaris,

sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok

sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok

bermuara kedalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang

mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan

ke rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dn perkembangan dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus

frontal. Sinus maxilla dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontal

berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia ± 4 athun. Sinus-sinus ini

umumnya mencapai besar maksimal 15-18 tahun.

17

Page 18: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Sinus paranasal dibagi 4, yaitu :

1. Sinus maksila

Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk

segitiga dengan batas dinding anterior sinus adalah fosa canina, dinding

poisterior adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medial

adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superior adalah dasar orbita

dan dinding inferior prosesus alveolaris dan palatum.

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang sering

terinfeksi oleh karena:

Sinus paranasal terbesar.

Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret dari

sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.

Dasar sinus maksilla adalah prosesus alveolaris, sehingga infeksi

gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilla

Ostium sinus maksilla terletak di meatus medius, disekitar hiatus

semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

18

Page 19: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

2. Sinus frontal

Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4 fetus.

Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan

akan mencapai ukuran maksimalpada usia 20 tahun. Sinus frontal biasanya

bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran

septum atau lekuk dinding sinus pada foto roentgen menunjukkan adanya

infeksi sinus. Sinus frontal di pisahkan oleh tulang relative tipis dari orbita

dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalr

ke daerah ini.

3. Sinus etmoid

Merupakan focus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.pada orang

dewasa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Sinus etmoid di bagi menjadi : sinus etmoid anterior yang bermuara di

meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus

superior.

4. Sinus sphenoid

Terletak dalam os sphenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Batas-batasnya: sebelah superior adalah fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferior adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan

dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Fungsi sinus paranasal :

Sebagai pengatur kondisi udara

sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi

Sebagi penahan suhu

sinus paransal berfungsi sebagai penahan panas, melindungi orbita dan

fosa serebri dari suhu hidung yang berubah-ubah

Membantu keseimbangan kepala

karena dapat mengurangi berat tulang muka akan tetapi bila udara dalam

sinus dalam tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1

% dari berat kepala.

19

Page 20: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

Membantu resonansi suara

sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara

Sebagai peredam perubahan tekanan udara

fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada saat bersin dan membuang ingus.

Membantu produksi mukus

mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasaljumlahnya lebih kecil

dibandingkan mukus dari rongga hidung namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara inspirasi karena

mukus ini keluar dari meatus medius.

20

Page 21: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams Boeis Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1997.

2. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear,

Nose, and Throat Disease”, fourth Edition.

3. Dr.H.Efiaty Soepardi, Sp.THT dan Prof.Dr.H.Nurbaiti Iskandar,Sp.THT.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi

ke Lima, Balai penerbit FKUI, Jakarta. 2002.

4. www.medistore.com

5. www.wikipedia.com

6. www.emedicine.com

21

Page 22: Anatomi, Fisiologi, Histologi Hidung

22