KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan l impahan
rahmat-Nya, kami sebagai penyusun referat ini dapat menyelesaikan tugas.
Referat ini dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi penulis sendiri
maupun bag i pembaca tu l i san in i , mengena i sa lah sa tu t indakan
penye l amatan pada pasien yaitu kista duktus tiroglosus, sumbatan laring dan
penanggulangannya, sesak napas dan penanggulangannya. Harapan penulis, semoga
dapat memberikan kontribusi, terutama dalam kegiatan kepaniteraan.
Terima kasih kepada pembimbing kepaniteraan SMF THT Karawang yaitu
dr.Adi.M, SpTHT dan dr. Yuswandi.A, SpTHT yang telah memberikan tugas ini
agar dapat memperoleh ilmu yang lebih banyak terutama untuk penulis sendiri.
Dalam menyusun referat ini, masih banyak sekali kekurangan dan
kesalahan yang harus di perbaiki, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas kritik dan saran yang di ajukan untuk per baikan referat
ini.
Wassalam
( Penyusun )
1
Daftar Isi
Kata pengantar ……………………………….…... 1
Daftar isi ..…………………………………. 2
I. Pendahuluan ............………………………........ 3
II. Anatomi hidung
a. hidung luar ................................................ 4-6
b. hidung dalam ……………………………… 6-9
III. Perdarahan Hidung ……………………………… 9
IV. Persyarafan Hidung ............................................... 10
V. Histologi Hidung ............................................. 10-13
VI. Fisiologi Hidung ............................................. 13-16
VII. Sinus paranasal ……………………............ 17-20
VIII. Daftar pustaka ................................................ 21
2
PENDAHULUAN
Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya; merupakan salah satu pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang
tidak menguntungkan.
Pada era dimana semakin banyak penelitian dan publikasi ilmiah didedikasikan
terhadap bahaya kerja dan polutan udara, suatu pemahaman mendasar mengenai anatomi
dan fisiologi hidung adalah penting.
Hidung mempunyai beberapa fungsi : sebagai indra penghidu, menyiapkan udara
inhalasi agar dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru
dan memodifikasi bicara.
3
HIDUNG
ANATOMI HIDUNG
Hidung terdiri dari:
I. Hidung Luar
II. Hidung Dalam
I. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah
yaitu:
1. Pangkal Hidung (Bridge), dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan
2. Dorsum nasi (batang hidung)
3. Puncak hidung
4
4. Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan
5. Kolumela; pembatas lubang hidung kanan dan kiri
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang penyusun hidung luar terdiri dari:
1. Os nasalis (tulang hidung)
2. Prosesus frontalis os maxilla
3. Prosesus nasalis os frontal
Kerangka tulang rawan penyusun hidung luar terdiri dari :
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)
3. Beberapa pasang kartilago alar minor
4. Tepi anterior kartilago septum
Lubang hidung dan puncak hidung dibentuk oleh kartilago ala mayor, yang
berbentuk tipis dan fleksibel. Sedangkan kolumela yang memisahkan kedua
lubang hidung dibentuk oleh tepi bawah kartilago septum.
Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian yaitu :
1. Yang paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan. Belahan
bawah aperture piriformis kerangka tulang saja, memisahkan hidung
luar dengan hidung dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung
luar berupa prosesus maxilla yang berjalan keatas dan kedua tulang
hidung semuanya disokong oleh prosesus nasalis os frontalis dan suatu
bagian lamina perpendikularis os etmoidalis. Spina nasalis anterior
merupakan prosesus maksilaris medial.
5
2. Dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,
dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris
tengah dan tepi atas kartilago septum kuadrangularis.
3. Yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan
dan dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus
menutup vestibulum nasi dan dibatasi sebelah medial oleh kolumela.
Sebelah lateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung.
Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan
mengendus dan besin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan
diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilitas
lobulus.
Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar.
Jaringan lunak diantara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh
kripta piriformis dengan kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi
bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral
II. Hidung Dalam / Rongga Hidung / Cavum Nasi
Cavum nasi ( Rongga hidung ) adalah suatu rongga berbentuk terowongan
tempat lewatnya udara pernapasan, yang dipisahkan oleh septum nasi dibagian
tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk
cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut
nares posterior ( koana ) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.
Batas-batas cavum nasi :
- Anterior : Nares anterior
- Posterior : Nares posterior (koana)
- Lateral : Konka-konka
- Superior : Lamina cribifom
- Inferior : Os maxilla dan Os palatum
6
Konka inf.vestib
Meatusinf
MeatusmediusKonka media
choana
Nares ant.
k.sup sphe
Meatus sup.
Bagian – bagian yang terdapat dalam cavum nasi :
1. Vestibulum
- Paling anterior, sejajar dengan ala nasi.
- Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise)
2. Septum
- Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar,
lurus mulai dan anterior sampai posterior (koana).
- Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu:
Bagian tulang :
1. Lamina perpendikularis os etmoideus.
2. Os Vomer.
3. Krista nasalis os maxilla.
4. Krista nasalis os palatina.
Bagian tulang rawan :
1. Kartilago septum (lamina kuadrangularis).
2. Kolumela.
- Dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang , sedang bagian luarnya lagi dilapisi olaeh
mukosa hidung.
7
3. Konka
- Terletak dilateral rongga hidung kanan dan kiri.
- Terdiri dari empat konka, dari atas ke bawah :
1. Konka suprema; biasanya rudimeter.
2. Konka superior; lebih kecil dari konka media.
3. Konka media; lebih kecil.
4. Konka inferior; terbesar dan letak paling bawah.
Merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla dan
labirin etmoid sedangkan konka suprema, superior, dan media
merupakan bagian dari labirin etmoid.
4. Meatus - meatus
- Terletak diantara konka-konka dan dinding lateral hidung.
- Merupakan tempat bermuara dari sinus paranasal.
- Berdasarkan letaknya dibagi 3, yaitu :
1. Meatus inferior
Terletak antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung, tempat bermuara duktus nasoakrimalis.
2. Meatus medius
Celah yang terletak konka media dengan dinding lateral rongga
hidung. Terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus
semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris
merupakan celah sempit melengkung dimana terdapat muara
sinus frontal, maxilla, dan etmoid anterior.
3. Meatus superior
Terletak antara konka superior dan konka media. Disini
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.
Kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara,
struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya juga
mengubah resistensi. Akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi.
8
Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa.,
perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas.
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan
lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur
demekian pula penebalan atau oedem mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara
untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat mengganggu
penghidu.
Konka umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum ( bila tidak terlalu
berat ), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi
lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.
Jadi meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal.
Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam
berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.
Perdarahan Hidung
Bagian hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maxillaris interna, diantaranya
ujung a.palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina
bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka
media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anostomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmoid, a. labialis superior dan a. palatina mayor yang disebut pleksus
kiesselbach (little’s area) pleksus ini letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma
sehingga sering menjadi epitaksis terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran
infeksi sampai ke intrakranial.
9
Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n.
oftalmikus.
Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.
maxilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini selain memberikan persarafan
sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maxilla, serabut parasimpatis dari n.
petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konka
media.
Nervus olfaktorius turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Histologi Hidung
1. Mukosa Hidung
Secara histoligi dan fungsional dibagi atas :
- Mukosa pernapasan (mukosa respiratori)
- Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius)
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung. Epitel
organ pernapasan biasanya berupa epitel torak bersilia, bertingkat palsu (pseudo
stratified columnae ephitelium), berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,
tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, suhu, dan derajat kelembaban
udara.
Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda
asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke
faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan. Lisozim dan IgA ditemukan pula dalam
laapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus
hidung diperbaharui 3-4 kali dalam 1 jam. Silia begerak serempak secara cepat
kearah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih
lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700 – 1000 siklus per menit.
10
Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir
ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dari sel-sel goblet.
Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga
hidung didaerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya
lebih tipis dan pembluh darahnya lebih sedikit. Tidak ditemukan rongga-rongga
vaskuler yang besar. Sel-sel goblet dan kelenjar lebih sedikit dan terutama
ditemukan dekat ostium. Palut lendir didalam sinus dibersihkan oleh silia dengan
gerakan menyerupai spiral kearah ostium.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior,dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan
tidak bersilia (pseudo stratified columnar non ciliated ephitelium. Epitelnya
dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor
penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
2. Silia
Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tungal yang dikelilingi
sembilan pasang mikro tubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel
berlapis tiga yang tipis dan rapuh.
Silia mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur,
palut lendir didalam cavum nasi akan didorong kearah nasofaring. Dengan
demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga
untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul
dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat
disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan
obat-obatan.
11
3. Area Olfaktorius
Epitel penghidu bertingkat torak terdiri dari tiga jenis sel:
1. Sel saraf bipolar olfaktoris
2. Sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya
3. Sejumlah sel basal yang kecil. Merupakan sel induk dari sel sustentakular
Sel-sel penghidu ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat yang
mencapai permukaan tubuh.
4. Pembuluh Darah
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.
Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun
secara pararel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada
anyaman kapiler periglandular dan subepitelial.
Pembuluh eferen dari anyaman kapler ini membuka ke rongga sinusoid
vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos.
Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid
akan mengaliskan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula.
Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai suatu jaringan
kavernosus yang erektil, yang mudah mengambang dan mengerut. Vasodilatasi
dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi saraf otonom.
5. Suplai Saraf
Yang terlibat langsung saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi
oftalmikus dan maxillaris dari saraf trigeminus untuk impuls afferen sensorik
lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar, dan
system saraf otonom.
6. Sistem Limfatik
Suplai limfatik hidung amat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh
anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di
12
sepanjang pembuluh fasialis yang menuju ke leher. Jaringan ini mengurus hampir
seluruh bagian anterior hidung-vestibulum dan daerah prekonka.
Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung,
menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang-saluran superior,
media, dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan superior
dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas eustachius dan
bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media, berjalan dibawah
tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar
hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal dari
septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang
pembuluh jugularis interna.
FISIOLOGI HIDUNG
Fungsi hidung adalah untuk:
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun kebawah ke nasofaring sehingga aliran
udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan
yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara
memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip
katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk
aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan
berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban
udara).
Perubahan tekanan udara didalam hidung selama siklus pernafasan telah
diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan tekanan
udara dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih dari 10-15
mmH2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi antara 0-140 ml/menit. Pada
13
inspirasi, terjadi penurunan tekanan; udara keluar dari sinus sementara pada
ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke dalam sinus. Secara
keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil, kecuali pada saat mendengus,
suatu mekanisme dimana hantaran udara ke membrana olfaktorius yang melapisi
sinus meningkat.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi ini untuk menyiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus
paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban dan mengatur suhu.
Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan
pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya.
Mengatur suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara melalui hidung ± 37 °
C.
3. Penyaringan dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dan dilakukan oleh:
a. Rambut (vibrise) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lendir (mucous blanket)
debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang
besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia.
d. Lisozym : enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri.
Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di
sebelah posterior, dimana kemudian akan ditelan atau diekspektoran, merupakan
kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap.
Kerja silia yang efektif dapat terganggu oleh udara yang sangat kering, seringkali
14
terjadi dirumah pada bulan-bulan musim dingin dengan pemanasan. Juga penting
untuk mempertahankan PH Netral 7. polusi udara mengganggu efektivitas silia
dalam berbagai cara. Nitrogen dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari
asam mengganggu kesehatan hidung.
Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang
tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas. Normalnya mukus
menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasi, serta
melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari 1 liter uap setiap harinya.
Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah,
juga merupakan sawar terhadap alergen, virus, bakteri. Walaupun organisme
hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat suatu
biakan postnasal yang positif. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus, bersifat
destruktif terhadap dinding sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam membran
hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel pernafasan
juga memberikan imunitas induksi selular. Sejumlah immunoglobulin dibentuk
dalam mukosa hidung, sebagian oleh plasma yang normal terdapat dalam jaringan
tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya Ig G, Ig A, dan Ig E.
4. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai bagian ini denagn cara difusi dengan palut
lender atau bila menarik nafas dengan kuat.
Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus yaitu
menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masuk ke area
olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologis, pasien sering mengeluh
anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih
lanjut kita membedakan berbagai makanan lewat rasa dan bau, keluhan pasien
dapat pula berupa makanan tidak pas rasanya.
15
5. Resonansi suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang
sehingga terdengar suara sengau-sengau (rinolalia).
6. Proses bicara
Hidung membantu proses kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup
dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga
hidung dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi
bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi
dalam rongga hidung. Pasien – pasien palatoskisis yang tidak diperbaiki secara
khas mewakili gangguan bicara ini. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang
normalnya beresonansi dalam rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan
hidung dapat menimbulka kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi
saluran pernafasan atas, hipertrofi adenoid, atau tumor hidung.
7. Reflek nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan
saluran cerna , kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung
menyebabkan reflek bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
16
Sinus Paranasal
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus ini membentuk
rongga di dalam beberapa tulang wajah dan di beri nama yang sesuai : sinus maxillaris,
sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok
sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok
bermuara kedalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan
ke rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.
Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dn perkembangan dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus
frontal. Sinus maxilla dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia ± 4 athun. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal 15-18 tahun.
17
Sinus paranasal dibagi 4, yaitu :
1. Sinus maksila
Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk
segitiga dengan batas dinding anterior sinus adalah fosa canina, dinding
poisterior adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medial
adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superior adalah dasar orbita
dan dinding inferior prosesus alveolaris dan palatum.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi oleh karena:
Sinus paranasal terbesar.
Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.
Dasar sinus maksilla adalah prosesus alveolaris, sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilla
Ostium sinus maksilla terletak di meatus medius, disekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
18
2. Sinus frontal
Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4 fetus.
Sesudah lahir sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimalpada usia 20 tahun. Sinus frontal biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum atau lekuk dinding sinus pada foto roentgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal di pisahkan oleh tulang relative tipis dari orbita
dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalr
ke daerah ini.
3. Sinus etmoid
Merupakan focus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.pada orang
dewasa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Sinus etmoid di bagi menjadi : sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior.
4. Sinus sphenoid
Terletak dalam os sphenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Batas-batasnya: sebelah superior adalah fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferior adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Fungsi sinus paranasal :
Sebagai pengatur kondisi udara
sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi
Sebagi penahan suhu
sinus paransal berfungsi sebagai penahan panas, melindungi orbita dan
fosa serebri dari suhu hidung yang berubah-ubah
Membantu keseimbangan kepala
karena dapat mengurangi berat tulang muka akan tetapi bila udara dalam
sinus dalam tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1
% dari berat kepala.
19
Membantu resonansi suara
sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada saat bersin dan membuang ingus.
Membantu produksi mukus
mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasaljumlahnya lebih kecil
dibandingkan mukus dari rongga hidung namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara inspirasi karena
mukus ini keluar dari meatus medius.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams Boeis Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1997.
2. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear,
Nose, and Throat Disease”, fourth Edition.
3. Dr.H.Efiaty Soepardi, Sp.THT dan Prof.Dr.H.Nurbaiti Iskandar,Sp.THT.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi
ke Lima, Balai penerbit FKUI, Jakarta. 2002.
4. www.medistore.com
5. www.wikipedia.com
6. www.emedicine.com
21
22