Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
214
ANALISIS KRIMINOLOGI PENJARAHAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM
(STUDI KASUS WILAYAH HUKUM POLRES PALU)
Hasan
Email: [email protected]
Universitas Tadulako
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor kejahatan penjarahan
pada saat setelah bencana alam di wilayah hukum Polres Palu; untuk mengetahui dan menganalisis
upaya hukum penanggulangan penjarahan pada saat setelah Bencana Alam. Penelitian ini adalah
yuridis empiris. Sumber data primer diperoleh dari beberapa narasumber/responden yang
mengetahui dan memahami secara langsung mengenai tindak pidana penjarahan yang terjadi,
khusus di wilayah hukum Polres Palu. Serta 7 orang pelaku penjarahan yang dijadikan sampel dari
total 144 atau 0,5% pelaku penjarahan yang sedang menjalani masa hukuman. Hasil penelitian
menunjukkan faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan penjarahan pada saat setelah bencana
alam yaitu; faktor pemberitaan di media sosial, kebutuhan yang mendesak, faktor lingkungan, faktor
adanya kesempatan dan faktor pendidikan. Upaya hukum yang ditempuh oleh pihak kepolisian
dalam menanggulangi tindak pidana pencurian yang dilakukan pada saat terjadinya bencana alam
ada dua yaitu; upaya preventif berupa semua urusan atau kebijaksanaan yang diambil sebelum
terjadinya suatu kejadian dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencurian dan upaya
represif yaitu tindakan yang diambil sesudah timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan agar kejahatan atau tindakan pencurian itu jangan sampai terjadi lagi.
Kata Kunci: Bencana Alam; Kriminologi; Penjarahan
PENDAHULUAN
Masalah kejahatan bukan merupakan
persoalan sederhana, terutama di dalam
masyarakat yang sedang mengalami perubahan
sosial ekonomi.Kejahatan senantiasa ada dan
terus ada seiring dengan perubahan
tersebut.Seperti dikatakan oleh Emile Durkheim
bahwa kejahatan adalah suatu gejala yang
normal di dalam setiap masyarakat yang
bercirikan hetroginitas dan perkembangan sosial.
Kejahatan yang terjadi dimasyarakat senantiasa
mendatangkan masalah serta kerugian baik
secara materil maupun immaterial bagi
siterancam hukuman.
Dewasa ini di Negara kita pada tahun-
tahun terakhir ini begitu banyak sekali musibah
dan cobaan yang datang silih berganti yang mana
merupakan suatu bencana yang tidak kunjung
usai, mulai dari krisis ekonomi yang surut,
masalah politik dan keamanan yang
berkepanjangan serta menyusul lagi bencana
alam yang datang tiada henti. Di samping itu
juga terjadi lagi bencana alam di negara kita,
yang tidak kunjung selesai, seperti baru-baru ini
terjadi, bencana alam Gempa Bumi, Liquifaksi,
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
215
dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 28
September 2018 di Palu Sulawesi Tengah.
Gempa berkekuatan 7,4 SR yang
mengguncang Palu, Sulawesi Tengah pada 28
September 2018 pukul 18.02 WITA. Pusat
gempa berada di 26 km utara Donggala dan
80 km barat laut kota Palu dengan kedalaman 10
km. Gempa berkekuatan 7,4 SR tersebut telah
meluluhlantakan bumi Tadulako di kota Palu
propivinsi Sulawesi Tengah serta meruntuhkan
simbol-simbol kota Palu nyaris hingga wajah
kota tak dikenali lagi seperti semula. Gempa
tsunami dan likuifaksi (Pergeseran tanah secara
labil) telah menghapus keceriaan masyarakat
Kota palu yang selama ini tidak pernah
terimpikan. Likuifaksipun mengubur rumah-
rumah impian bahkan tidak tangung-tanggung
ada satu kompleks pemukiman di daerah Balaroa
dan kelurahan Petobo tenggelam dalam
kubangan lumpur bencana dan ribuan
masyarakat kota Palu berserakah diam membisu
untuk selamanya.1
Karena peristiwa itu, lebih dari 2.000
orang kehilangan nyawa. Mereka terseret ke
lautan, terkubur dalam lumpur, menjadi korban
likuifaksi (Pergeseran tanah secara labil), dan
banyak yang dinyatakan hilang. Kepala Badan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu,
Arfan Mengatakan dalam penetapan tahap 2,
jumlah korban jiwa dan rumah rusak mengalami
1 Kaharuddin Syah, Kualifikasi Penjarahan Pasca Gempa
Tsunami Dan Likuifaksi Di Kota Palu (Suatu
TinjauanKriminologis),https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/ind
ex.php/MLJ/article/viewFile/816/535
peningkatan, yaitu jumlah rumah yang rusak
sebanyak 12.238 Rumah (2.422 rusak berat,
3.200 rusak sedang, 3.785 rusak ringan dan
2.831 hilang), sedangkan korban jiwa sebanyak
3.679 (terbagi atas meninggal dunia 2.132 orang
dan hilang 531 orang Serta yang dikebumikan
tidak teridentikasi 1.016 orang. Dikebumikan di
TPU Poboya dan TPU Pantoloan Boya.2
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis.3
Bencana membuat orang atau pemilik
barang tidak memikirkan keberadaan harta
bendanya, banyak dari mereka yang
meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi
ke tempat lain demi menyelamatkan diri
sehingga benda atau barang mereka tidak ada
yang menjaga. keadaan demikian dimanfaatkan
oleh sebagian besar masyarakat kota Palu
maupun masyarakat diluar kota Palu untuk
mengambil barang-barang yang sedang tak
terjaga. Kondisi seperti ini bukan saja menarik
perhatian penegak hukum tetapi juga mengusik
rasa aman masyarakat.
2https://palu.tribunnews.com/2019/03/01/rekap-baru-
dirampungkan-ini-jumlah-terbaru-korban-terdampak-
bencana-di-kota-palu Diakses pada tanggal 11 Oktober
2019, pukul 16.40 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1)
tentang Penanggulangan Bencana.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
216
Para pelaku kejahatan dapat melakukan
aksinya dengan berbagai upaya dan dengan
berbagai cara. Keadaan seperti itu yang disebut
dengan istilah “modus operandi” (model
pelaksanaan kejahatan).Berbagai kejahatan yang
ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai
kejahatan khusus dan kejahatan umum.
Penjarahan merupakan suatu tindakan
pengambilan harta benda secara paksa yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau
militer terhadap sekelompok lainnya. Penjarahan
bisa terjadi kapan saja, dimana saja terutama
pada saat bencana. Pada saat bencana orang
dalam kondisi panik dan membuka peluang bagi
orang lain untuk melakukan niat jahatnya. Niat
jahat yang dilakukan seseorang terhadap orang
lain, halini tidak terlepas dari peluang dan
kesempatan yang ia miliki saat bencana.
Penjarahan yang terjadi tidak hanya di
lakukan olehmasyarakat yang berasal dari kota
Palu saja melainkan banyak di antara pelaku
penjarahan yang di tangkap merupakan
masyarakat yang berasal dari luar kota Palu, jika
di lihat dari latar belakang pendidikan para
pelaku penjarahanbermacam-macam mulai dari
tamatan sekolah dasar hingga perguruan tinggi
dari mulai yang bekerja sebagai nelayan, buruh
bangunan dan karyawan swasta.
Pelaku penjarahan melakukan berbagai
aksinya di berbagai tempat seperti gudang semen
di Jalan Trans Sulawesi Kelurahan Mamboro,
Palu Grand Mall, Palu Plaza, pembobolan ATM
di Jalan Touwa, ATM di Jalan S Parman, ATM
di Universitas Islam Al Khaerat, dan ATM di
SPBU Jalan Diponegoro, Ruko, Toko Swalayan
dan mini market serta pembobolan toko
elektronik. Berdasarkan hasil observasi awal di
Polres Palu bahwa jumlah laporan yang masuk
tentang kasus penjarahan adalah sebanyak 42
laporan, dari jumlah laporan tersebut 168 orang
diamankan, dansebanyak 144 orang di tetapkan
sebagai tersangka penjarahan pasca terjadinya
Gempa dan Tsunami. Hasil wawancara dengan
salah satu penyidik Polres Palu yang mengatakan
bahwa 144 orang tersebut kasusnya berlanjut ke
tahap II (P21)4. Jumlah tersebut membuktikan
bahwa tindakan kriminal dapat terjadi dimana
saja, dalam berbagai bentuk dan kesempatannya
baik oleh orang dewasa maupun anak dibawah
umur.
METODE
Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti adalah penelitian hukum empiris yuridis
sosiologis. Meneliti terhadap gejala-gejala yang
ada pada masyarakat dimaksudkan untuk
menjelaskan permasalahan yang akan diteliti dari
hasil penelitian yang diperoleh dari hubungan
hukum dengan realitas empirik yang terjadi
dalam pencurian di saat bencana alam yang
ditinjau dari sudut pandang kriminologi.5
4 Hasil wawancara dengan salah satu penyidik Polres Palu.
5 Lexy J.Moleong, 1995, Metodologi Penelitian
Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
hlm. 5.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
217
Dengan melakukan kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu dengan jalan menganalisis, memeriksa
secara mendalam terhadap fakta hukum lalu
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di
dalam gejala yang bersangkutan.6
Lokasi Penelitian dilaksanakan di wilayah
Hukum Polres Palu Jalan Pemuda, Kec. Palu
Timur, Provinsi Sulawesi Tengah dan Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) kelas II A Palu, Kec.
Palu Selatan. Pemilihan lokasi didasarkan
pertimbangan bahwa penelitian ini bermaksud
melakukan kajian bagaimana kinerja penegak
hukum yaitu kepolisian di wilayah Resort Palu
dalam menangani kejahatan khususnya kejahatan
penjarahandan Dimana kejahatan ini sangat
meresahkan masyarakat wilayah hukum polres
Palu pada saat terjadi bencana Alam 28
September 2018.
Jenis dan sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder dan
data primer. Teknik Pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: studi
dokumentasi dan wawancara.
Analisis data Penulis yaitu Data yang
sudah terkumpul dan tersusun secara sistematis
kemudian dianalisis dengan metode kualitatif,
6Soerjono Soekanto dikutip dari Buku Bambang
Sunggono, 2013. Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo, Jakarta, hlm. 38.
yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran
masalah dan pembahasan dengan menafsirkan
data yang diperoleh dari hasil penelitian, lalu
data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat-
kalimat yang disusun secara terperinci, sistematis
dan analisis sehingga akan mempermudah dalam
penarikan suatu kesimpulan.
PEMBAHASAN
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya
Kejahatan Penjarahan Pada saat Terjadi
Bencana Alam
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
kelas II A Palu, melalui wawancara terhadap 7
orang pelaku penjarahan ditemukan fakta tentang
faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan
penjarahan pada saat bencana alam, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemberitaan di media Sosial
Adanya artikel media online yang menuliskan
kalau pemerintah mengizinkan masyarakat untuk
mengambil barang-barang yang ada di toko,
karena nantinya kebutuhan pokok yang diambil
akan dibayarkan pemerintah, menjadi pemicu
mereka untuk semakin brutal melakukan
penjarahan di jalanan. “Ironisnya, kekacauan itu
justru didorong oleh dimensi media massa dan
online yang menyampaikan pesan dari
pemerintah bahwa menjarah dibolehkan karena
nanti akan dibayar oleh pemerintah.Dimensi
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
218
artikulasi media ini menjadi puncak legalisasi
perilaku brutal tersebut.
Pemerintah dalam Hal ini dituding menjadi
salah langkah saat membebaskan masyarakat
Palu mengambil bahan makanan di toko dan
minimarket, sesaat usai gempa dan tsunami,
yang memicu penjarahan di beberapa titik di
kota itu. Kekurangan bahan makanan membuat
sejumlah warga Palu dan sekitarnya sulit
dikendalikan.Penjarahan makanan hingga BBM
terjadi di mana-mana.Pemerintah akhirnya
membebaskan masyarakat melakukannya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
mengatakan, pemerintah mengizinkan warga
yang menjadi korban gempa di Palu untuk
mengambil barang-barang di minimarket.Tjahjo
mengklaim kebijakan itu mendesak karena
bantuan kemanusiaan sempat sulit diangkut ke
Palu karena jalan raya dan landasan pacu
bandara rusak.Kita sudah perintahkan untuk
Alfamart dan Indomaret itu sudah bisa diambil
barang barangnya," kata Mendagri Tjahjo
Kumolo kepada wartawan di Palu, Minggu
(30/9/2018).7
Seharusnya Pemerintah bertanggung jawab
memberi bantuan, bukan mengajak orang
mengambil barang orang lain dengan dalih
menolong korban. Berdasarkan pernyataan
pemerintah tersebut, banyak warga yang
7 Rakyatku News, Mendagri Izinkan Warga Menjarah
Minimarket, Wiranto: Pemerintah yang Bayar,
http://news.rakyatku.com/read/121325/2018/09/30/mendag
ri-izinkan-warga-menjarah-minimarketwiranto-
pemerintah-yang-bayar, di akses jum’at 31 Januari 2020.
menafsirkan bahwasanya pemerintah
mengizinkan masyarakat untuk mengambil
barang-barang yang ada di toko untuk kebutuhan
kebutuhan pokok.Tetapi dalam kesempatan ini
ternyata ada beberapa warga yang memanfaatkan
momentum tersebut tidak hanya mengambil
bahan makanan tetapi mengambil beberapa
barang selain makanan. Hal ini diketahui setelah
penulis melakukan wawancara dengan pelaku
penjarahan yaitu TA 46 Tahun yang
mengatakan “saya mendapat informasi bahwa di
Alfa Midi atau Toko lainnya kita diperbolehkan
mengambil bahan pokok makanya saya ambil
beras sebanyak 16 karung Besar.”8 Dari
pernyataan pelaku tersebut dapat kita lihat
bahwasanya pelaku mengambil bahan pokok,
tetapi yang salah dalam hal ini adalah si pelaku
terlalu banyak mengambil bahan pokok
kemudian beras tersebut akan dijual kembali.
2. Faktor Kebutuhan Hidup yang mendesak
Pada fase ini sangatlah berpengaruh pada
seseorang atau pelaku penjarahan, dimana pada
saat terjadinya penjarahan setiap orang pasti
butuh makanan dan kebutuhan hidup lainnya
yang harus dipenuhi, maka hal tersebut
mendorong seseorang untuk melakukan
penjarahan.krisis ekonomi akan mengakibatkan
pengangguran, kelompok gelandangan, patologi
sosial atau penyakit masyarakat. Apabila
ditambah dengan kemerosotan moral, agama,
8 Wawancara Pelaku Penjarahan di Lapas Kelas II A Palu,
Tanggal, 13 Februari, 2020.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
219
dapat membawa kepada dekondensi moral dan
kenakalan anak-anak.
Dengan kebutuhan yang semakin banyak
dan mendesak, maka seseorang cenderung
melakukan hal-hal yang cepat untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut. Maka faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor yang paling
dominan sehingga orang dapat melakukan
kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan
ekonomi yang kian hari kian meningkat.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dapat dilakukan dengan menjarah barang orang
lain pasca terjadinya bencana alam.
pemerintah yang diharapkan dapat
mengendalikan suasana pasca gempa tidak
kunjung datang untuk menanggulangi kekalutan
warga korban bencana baik mengevakuasi
korban bencana yang luka-luka maupun yang
telah meninggal apalagi memberikan bantuan
makanan, minuman dan obat-obatan kepada
warga korban yang telah melakukan
pengungsian secara sukarela tanpa ada
pegorganisasan dari pemerintah. Sehingga naluri
mereka bergerak secara spontanitas
mengantarkannya pada logistik yang tak bertuan
ditinggal penghuninya.
Jika mengharapkan dari bantuan
pemerintah dan dari bantuan masyarakat lainnya
pasti akan lama tiba untuk mereka. Maka dengan
keadaan tersebut mereka melakukan tindakan
yang tidak sesuai lagi bagi kepentingan umum
karena dalam masalah ini ada sebagian orang-
orang yang merasa dirugikan.Oleh karena itu,
maka seseorang pelaku dapat termotivasi untuk
melakukan penjarahan.Hal ini diketahui setelah
penulis melakukan wawancara dengan pelaku
penjarahan yaitu LM 44 TAHUN yang mencuri
uang RP. 400.000,- (Empat Ratus Ribu Rupiah)
dengan pecahan Rp RP. 100.000,- (SERATUS
RIBU RUPIAH) karena dengan alasan
kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yaitu melihat kondisi
lingkungan sekitar pelaku kejahatan penjarahan
dan lingkungannya.Contoh kasus yang terjadi
adalah seperti hasil wawancara dengan pelaku
Penjarahan berinisial RK. Menurut beliau “Ikut
dengan Ajakan SI BD yaitu mencuri TV, Laptop,
PlayStation (PS) 3.” hal yang sama juga di
sampaikan oleh AG “saya pergi ke pergudangan
untuk mencari apa yang bisa diambil, karena
saya dengar tetangga bilang kalau di sana banyak
barang yang berhamburan untuk dijual.”9
Pengakuan dari pelaku tersebut
membuktikan bahwa faktor lingkungan sekitar
atau lingkungan juga bisa mempengaruhi
seseorang untuk melakukan kejahatan. Sesuai
dengan Teori kriminologi yang dikenal dengan
istilah imitation, karena terbiasa dengan melihat
dan menyaksikan kejahatan yang terjadi di
lingkungan sekitar, seseorang akan memiliki
kecenderungan untuk melakukan hal serupa.
Penilaiannya adalah proses yang cepat untuk
9 Wawancara Pelaku Penjarahan di Lapas Kelas II A Palu,
Tanggal, 13 Februari, 2020.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
220
menghasilkan uang, maka seseorang akan
melakukan kejahatan penjarahan seperti orang
yang dilakukan sekitarnya.
Baik buruknya tingkah laku seseorang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana
orang tersebut berada, pada pergaulan yang
diikuti dengan peniruan suatu lingkungan akan
sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan
tingkah laku seseorang. Lingkungan yang
dimaksud adalah keluarga dan lingkungan
masyarakat itu sendiri. Pergaulan teman-teman
dan tetangga merupakan salah satu penyebab
terjadinya penjarahan. Hal itu menunjukkan
bahwa dalam memilih teman harus
memperhatikan sift, watak serta kepribadian
seseorang. Baik buruknya tingkah laku seseorang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan,
apabila bergaul dengan orang yang suka
melakukan perbuatan buruk maka besar
kemungkinan akan dipengaruhinya.
Pembentukan tingkah laku seseorang di
samping dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan
sehari-hari tempat seseorang tinggal termasuk
pula lingkungan kerja (tempat kerja).Hubungan
tersebut, Gerson. W. Bewengan mengemukakan
bahwa : Lingkungan keluarga merupakan suatu
lembaga yang bertugas menyiapkan kepentingan
sehari-hari, lingkungan tersebut memegang
peranan utama sebagai permulaan pengalaman
untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas,
selain faktor tersebut juga faktor lingkungan
sehari-hari.
4. Faktor Kesempatan
Semua warga yang terkena dampak dari
Gempa, tsunami dan likuifaksi (Pergeseran tanah
secara labil) semuanya menuju ke tempat yang
lebih tinggi (mengungsi) untuk menyelamatkan
diri beserta keluarga termasuk juga para aparat
keamanan juga ikut mengungsi sehingga
beberapa daerah yang terkena dampak dari
Gempa, tsunami dan likuifaksi pada saat itu
menjadi kosong.
Karena warga yang mengungsi dalam
jumlah yang besar pada saat itu dan keamanan di
beberapa tempat tersebut benar-benar dalam
kondisi yang darurat karena dalam keadaan
kosong, sehingga sulit memastikan apakah orang
tersebut warga dari desa setempat atau bukan.
Atas dasar kondisi tersebut tanpa diduga, adanya
oknum yang tidak memiliki rasa kemanusiaan,
belas kasih dan rasa kepedulian yang
memanfaatkan kondisi dan kesempatan tersebut
untuk melakukan penjarahan. Hal ini baru
diketahui warga setelah mereka pulang dari
tempat pengungsian untuk mengamankan
barang-barang berharga mereka dan ternyata
barang-barang tersebut sudah tidak ada lagi di
dalam rumah. Faktor lainnya adalah kelalaian
yang ditimbulkan oleh korban sehingga secara
kriminogen memancing reaksi pelaku
penjarahan, kelalaian tersebut adalah kurangnya
penjagaan terhadap barang-barang berharga
mereka.
Hal ini diketahui setelah penulis
melakukan wawancara dengan salah satu
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
221
masyarakat Petobo yang mengatakan bahwa
“pada saat terjadi bencana beliau beserta
keluarga mengungsi ke Gawalise, karena panik
rumah saya tidak terkunci, sehingga ke esokan
harinya setelah pulang dari tempat pengunsian
barang saya seperti TV, Sepatu sudah di ambil
orang”.10
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh
salah satu warga Balaroa, “setelah 5 (lima) hari
pasca gempa saya mengungsi ke Poso sekitar
satu bulan untuk mencari tempat aman
sementara, setelah saya kembali Laptop dan TV
saya sudah tidak ada lagi”.11
Penulis juga
melakukan wawancara dengan dua warga
Balaroa lainnya, mereka mengatakan bahwa
setelah pulang dari pengungsian paranjese,
banyak barang-barang kami sudah tidak ada lagi
dalam rumah, rumah kami dibongkar melalui
seng”12
5. Faktor Pendidikan
Tidak dapat sangka bahwa peranan
pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap
pembentukan watak pribadi seseorang.Individu
yang berpendidikan kemungkinan lebih tabah
dalam menghadapi problem sosial disekitarnya.
Sebaliknya, indvidu yang berpendidikan sangat
potensial berpengaruh oleh kondisi sosial dimana
ia berada. Hal ini mungkin disebabkan mencari
nafkah, kemudian ditambah kurang berfikir kritis
dalam menyikapi kondisi sosialnya.
10
Wawancara masyarakat/korban Penjarahan di Petobo,
Tanggal 23 Februari, 2020. 11
Wawancara masyarakat/korban Penjarahan di Balaroa,
Tanggal 23 Februari, 2020. 12
Wawancara masyarakat/korban Penjarahan di Balaroa,
Tanggal 23 Februari, 2020.
Menurut pandangan ahli kriminologi
bahwa, kejahatan dan deliguensy dapat pula
merupakan akibat dari pada kurangnya
pendidikan dan kegagalan lembaga pendidikan,
sama halnya dengan kegagalan yang disebabkan
oleh kondisi lingkungan keluarga. Memang jika
membicarakan masalah pendidikan maka lembat
laun akan sampai pada suatu kesan bahwa, misi
atau tujuan utama pendidikan adalah untuk
mewujudkan realisasi teransformasi nilainilai
budaya yang baik dan benar, dari generasi
berikutnya.
Dengan demikian sekolah memang
mempunyai peranan penting dalam kehidupan
setiap diri manusia di bandingkan lembaga-
lembaga lainnya. Hal ini juga sering
dikemukakan oleh ahli kriminologi bahwa
sekolah merupakan wadah untuk memupuk
manusia-manusia yang kelak akan berguna bagi
pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Di
samping itu sekolah pun berfungsi sebagai
lembaga yang mampu untuk mencegah
terjadinya kejahatan.
Selain itu pendidikan nasional yang
ditekankan dengan wajib belajar 12 tahun
bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia indnesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap tuhan yang maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Namun demikian pelaku penjarahan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
222
di Kota Palu didominasi oleh kalangan dengan
tingkat pendidikan hanya sampai (SD).Sehingga
sangat mungkin bagi mereka untuk memenuhi
kebutuhan dengan jalan yang bertentangan
dengan Norma di masyarakat.Hal demikian
sejalan dengan Teori Asosiasi Diferensial
Sutherland bahwa Sekalipun perilaku kriminal
merupakan pencerminan dari kebutuhan umum
dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku kriminal
tersebut tidak dapat dijelaskan melalui
kebutuhan umum dan nilai-nilai dalam
masyarakat.
Upaya-Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Kejahatan Penjarahan Pada
saat Terjadi Bencana Alam yang dilakukan
kepolisian Resor Kota Palu
Kehendak pemerintah atau political will
dibidang penanggulangan kejahatan diemban
oleh kepolisian sebagai salah satu penyelenggara
pemerintahan. Kepolisian sesuai dengan
fungsinya, yakni : pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat adalah institusi yang paling
bertanggungjawab dalam penanggulangan
kejahatan. Penanggulangan dan pencegahan
kejahatan dalam bentuk operasional,
dilaksanakan dengan membangun kemitraan
dengan masyarakat.13
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Lembaran Negara Republik
Perlindungan hukum merupakan tindakan
bagi yang bersifat preventif dan represif.14
Upaya penanggulangan khususnya
penanggulangan kejahatan penjarahan pada saat
terjadi bencana alam di wilayah hukum polres
Palu, telah dan terus dilakukan oleh aparat
Kepolisian, termasuk juga elemen pemerintah
dan masyarakat serta keluarga pelaku kejahatan.
Berbagai cara dilakukan agar kejahatan yang
dilakukan pelaku penjarahan pada saat terjadi
bencana alam dapat menurun dan bahkan bila
perlu tidak terjadi lagi. Dalam hal ini upaya
penanggulangan kejahatan penjarahan pada saat
terjadi bencana alam, secara garis besar dengan 3
(Tiga) cara yaitu upaya Pre-Emtif, Upaya
Preventif, dan Upaya Represif.
a. Upaya Pre-Emtif
Upaya Pre-Emtif adalah upaya-upaya yang
dilakukan pihak kepolisian untuk mencegah
terjadinya tindak pidana.Usaha-usaha yang
dilakukan dalam penanggulangan kejahatan
secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai,
norma-norma yang baik sehingga norma-norma
tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang.
Meskipun ada kesempatan untuk melakukan
kejahatan tapi tidak ada niat untuk melakukan
hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan.
Usaha-usaha pre-emtif yang dilakukan oleh
pihak kepolisian Resort Kota Palu dalam
menanggulangi kejahatan penjarahan pada saat
Indonesia,Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168. 14
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat
Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1987, hlm. 2
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
223
terjadi bencana alam diwilayah hukum polres
Palu yaitu :
1. Penanaman nilai dan norma yang baik.
Penanaman nilai atau norma yang baik dapat
dilakukan melalui lembaga informal dan formal.
Lembaga-lembaga sosial terutama lingkungan
keluarga dan lingkungan sekolah merupakan
kekuatan yang dapat dibatasi perluasannya atau
peningkatan jumlah kejahatan
penjarahan.Pengendalian seperti ini lazim
disebut sosialisasi. Dalam proses ini lembaga
keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab
dalam membentuk, menanamkandan
mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-
kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi norma-
norma, baik norma agama, norma kesusilaan,
norma kesopanan dan norma hukum kepada
anak.
Penanaman nilai dan norma yang baik lebih
difokuskan pada lingkungan keluarga, sebab
keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil
yang dianggap jauh lebih efektif dalam
menanamkan nilai dan norma yang baik terhadap
anak, keluarga dan lingkungan mendapatkan
pengetahuan awal mengenai nilai-nilai sosial
yang baik, serta sifat baik dan buruk.
2. Memilih lingkungan atau pergaulan yang
baik.
Memilih lingkungan atau pergaulan yang baik
merupakan salah satu upaya untuk pencegahan
bagi anak-anak maupun kalangan remaja agar
tidak melakukan tindakan kejahatan khususnya
kejahatan penjarahan. Hal ini karena dikarenakan
jika pergaulan seseorang tidaklah baik maka
akan berdampak pada perilaku orang tersebut.
Berkaitan dengan pergaulan bebas, maka
lingkungan pergaulan pun dapat mengakibatkan
seseorang atau anak dapat berbuat sesuatu
kenakalan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu
segenap pihak yang berperan aktif dalam
memberikan peringatan atau arahan kepada
anak-anak ataupun kepada kalangan remaja
bahwa dampak dari pergaulan bebas sangatlah
berbahaya yang mana akan mengakibatkan
kehancuran bagi orang yang salah dalam
memilih pergaulan tersebut.
Menurut salah satu Penyidik Polres Palu,
upaya-upaya pre-emtif dapat dilakukan pihak
kepolisian Resor Kota Palu yaitu :
1. Melakukan himbauan kamtibnas melalui
babhinkamtibnas yang ada di desa-desa dan
kelurahan untuk menghimbau warganya
untuk tidak melakukan penjarahan terhadap
barang milik orang lain
2. Pemasangan spanduk atau baliho yang
berisikan himbauan tentang dampak kejahatan
penjarahan.
3. Memberikan peringatan kepada masyarakat
agar untuk tidak melakukan penjarahan
terhadap barang milik orang lain yang
ditinggalkan mengungsi.15
Salah satu Penyidik Polres Palu juga
mengatakan bahwa; upaya-upaya pre-emtif yang
dapat dilakukan pihak kepolisian Resor Kota
Palu yaitu dengan cara memaksimalkan
15
Wawancara dengan salah satu penyidik Polres Palu.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
224
siskamling (ronda) serta memberikan himbauan
kepada masyarakat agar saling mengingatkan
dalam menjaga warganya. Maka berdasarkan
penjelasan tersebut menurut penulis, agar
pemerintah daerah dapat menghimbau kepada
masyarakat terhadap dampak kejahatan
penjarahan pada saat terjadi bencana alam.
b. Upaya Preventif
Preventif adalah upaya pencegahan yang
dilakukan agar kejahatan tidak terjadi. Karena
seperti yang kita ketahui bersama, kejahatan
merupakan suatu fenomena kompleks yang
terjadi di sekeliling kita dan sangat meresahkan
masyarakat. Dibandingkan upaya refresif, upaya
preventif jauh lebih baik karena sebelum
terjadinya kejahatan, upaya-upaya tersebut
dipikirkan agar bagaimana kejahatan tersebut
tidak terjadi. Banyak cara yang dilakukan untuk
bagaimana kejahatan tersebut tidak terjadi lagi,
salah satunya sosialisasi tentang suatu peraturan
perundang-undangan bahwa apabila seseorang
melakukan kejahatan akan diancam dengan
sanksi pidana yang dapat membuat mereka di
penjara. Karena landasan tersebut masyarakat
merasa takut untuk melakukan kejahatan.Upaya
Preventif sebagai upaya pencegahan kejahatan
sebelum dilakukan tersebut.Dalam menanggapi
kasus kejahatan penjarahan pada saat terjadi
bencana alam.
Menurut AKP. Kristian Saragih, SIK,upaya-
upaya preventif yang dapat dilakukan kepolisian
Resort Kota Palu :
1. Melakukan Himbauan kamtibmas melalui
babhinkamtibmas yang ada di desa-desa dan
Kelurahan untuk menghimbau warganya
untuk tidak melakukan penjarahan atau
pencurian terhadap barang milik orang
lainyang ditinggalkan mengungsi.
2. Menghimbau kepada warga agar supaya tidak
terlalu jauh mengungsi dari tempat
Tinggalnya (Bagi warga yang Tempat
Tinggalnya mengalami Kerusakan Ringan
hingga Sedang).
3. Menempatkan beberapa personil kepolisian di
beberapa tempat yang rawang penjarahan.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat agar dapat
menekan laju perkembangan kejahatan pada
umumnya dan penjarahan pada khususnya, dan
memberikan pemahaman kepada masyarakat
yang terdampak bencana alam, agar memiliki
kesadaran hukum yang baik, sehingga tidak
melakukan penjarahan, karena bagaimanapun
masyarakat yang kurang mendapatkan
pemahaman yang baik tentang hukum akan
mudah melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma baik itu
norma agama, maupun norma-norma sosial
lainnya khususnya norma hukum, maka selama
ini pihak Kepolisan Polres Palu telah melakukan
penyuluhan-penyuluhan hukum di berbagai
tempat, agar masyarakat tidak terjerumus dalam
perbuatan-perbuatan tercelah, atau kejahatan,
khususnya kejahatan Penjarahan.
c. Upaya Represif
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
225
Upaya represif adalah segala tindakan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah
terjadinya tindak pidana seperti penyidikan,
penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya
sampai dilaksanakan putusan pidananya.16
Semua masyarakat tidak akan
menghendaki adanya namanya kejahatan dalam
lingkungannya, karena adanya kejahatan akan
meresahkan dan merugikan masyarakat.
Khususnya kejahatan penjarahan pada saat
terjadi bencana alam, akibatnya tidak hanya
meresahkan tetapi juga berdampak terhadap
kerugian harta terhadap masyarakat. Oleh karena
itu kejahatan harus diberantas dan ditanggulangi
dan salah satu cara dalam penanggulangan
kejahatan penjarahan pada saat terjadi bencana
alam dengan tindakan represif.
Kemudian juga salah satu faktor terjadinya
kejahatan karena kesenjangan sosial, yaitu
banyaknya angka kemiskinan di daerah tersebut
sehingga upaya-upaya yang dilakukan, seperti
pemerintah dan pemerintahan daerah membuka
suatu lapangan kerja bagi mereka agar tidak
melakukan hal-hal yang menyimpang dan masih
banyak lagi upaya-upaya preventif yang dapat
dilakukan agar kejahatan tersebut tidak terjadi.
Upaya represif biasa disebut dengan upaya
tindakan atau penanggulangan, dalam arti bahwa
ketika kejahatan itu telah terjadi upaya-upaya
apa yang harus dilakukan agar setelah seseorang
16
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni,
Bandung, 1986, hlm 12.
melakukan kejahatan mereka tidak
mengulanginya lagi. Hal demikian biasanya
dilakukan seperti bagaimana memikirkan untuk
menyembuhkan penjahat tersebut. Orang yang
melakukan kejahatan secara tidak langsung akan
di penjara atau dimasukkan dalam rumah
tahanan., diharapkan di dalam rumah tahanan
tersebut mereka dibina.
Menurut salah satu Penyidik Polres Palu
“karena sudah diperingatkan untuk tidak
melakukan penjarahan maka kami melakukan
upaya paksa terhadap para pelaku dengan
menangkap mereka agar tidak melakukan
penjarahan lagi, apalagi para pelaku penjarahan
tidak semuanya berasal dari dalam kota Palu
melainkan berasal dari luar kota Palu yang
sengaja datang untuk melakukan penjarahan, dan
sebagai peringatan kepada masyarakat lain yang
ingin melakukan agar tidak melakukannya
karena Akan dikenakan hukum”17
Upaya represif dalam penanggulangan
kejahatan penjarahan yang dilakukan oleh Polres
Palu yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan penanggulangan dengan cara
menangkap pelaku penjarahan dan
Melepaskan pelaku penjarahan yang hanya
menjarah bahan pokok seperti makanan,
sedangkan yang mengambil selain itu ditahan
oleh pihak kepolisian
2. Memproses pelaku penjarahan sesuai dengn
proses hukum yang ada mulai dari tahap
17
Wawancara dengan salah satu penyidik Polres Palu.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
226
penyidikan, melimpahkan berkas perkara ke
kejaksaan dan selanjutnya tahap pengadilan
3. Setelah mendapatkan vonis atau putusan dari
pengadilan maka Akan dilakukan pembinaan
terhadap para pelaku penjarahan tersebut
untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi
dan agar tidak mengulangi perbuatannya yang
akan meresahkan masyarakat lainnya, setelah
kembali kedalam masyarakat karena telah
mendapatkan binaan sebelumnya di dalam
rumah tahanan.
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor penyebab pelaku melakukan
kejahatan penjarahan pada saat bencana yaitu:
faktor pemberitaan di media sosial, kebutuhan
yang mendesak, faktor Lingkungan, faktor
adanya kesempatan dan faktor pendidikan.
Upaya yang ditempuh oleh pihak
kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian yang dilakukan pada saat terjadinya
bencana alam adalah upaya preventif berupa
semua urusan atau kebijaksanaan yang diambil
sebelum terjadinya suatu kejadian dalam rangka
mencegah terjadinya tindak pidana pencurian
dan upaya represif yaitu tindakan yang diambil
sesudah timbulnya kejahatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tujuan agar kejahatan atau
tindakan pencurian itu jangan sampai terjadi lagi.
Rekomendasi
Dalam menanggulangi serta meminimalisir
tindak pidana penjarahan yang dilakukan pada
saat bencana alam harus melibatkan seluruh
pihak, mulai dari pemerintah, kepolisian bahkan
instansi-instansi terkait dalam memenuhi
kebutuhan rasa aman dan nyaman bagi
pengungsi yang berada di tempat pengungsian.
Dengan demikian ketika warga yang
ditempatkan di pengungsian tidak lagi cemas
meninggalkan harta bendanya selama di tempat
pengungsian serta terpenuhinya kebutuhan
pokok selama di tempat pengungsian.
Terkait upaya yang dilakukan dalam
rangka mencegah terjadinya tindak pidana
penjarahan pada saat bencana alam hendaknya
dilakukan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan, hal ini bertujuan untuk
menciptakan serta memberikan pendidikan
kepada masyarakat terhadap pentingnya
mematuhi serta mentaati norma-norma hukum
dalam rangka mencegah terjadinya tindak
pidana, khususnya tindak pidana pencurian pada
saat bencana alam. Serta Upaya penegakan
hukum, aparat yang bersangkutan harus benar-
benar serius dan teliti, karena untuk
menghindari adanya kasus salah tangkap
terhadap pelaku kejahatan yang sering terjadi di
Indonesia.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021
227
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Lexy J.Moleong, 1995, Metodologi Penelitian
Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
Peter Mahmud Marzuki. 2007. Pengantar ilmu Hukum, Kencana, Jakarta.
Phillipus M. Hadjon, 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu,
Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung,
Artikel Ilmiah
Kaharuddin Syah, Kualifikasi Penjarahan Pasca Gempa Tsunami Dan Likuifaksi Di Kota Palu (Suatu
Tinjauan
Kriminologis),https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/MLJ/article/viewFile/816/535
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Lembaran Negara
Republik Indonesia,Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Internet
https://palu.tribunnews.com/2019/03/01/rekap-baru-dirampungkan-ini-jumlah-terbaru-korban-
terdampak-bencana-di-kota-palu Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 16.40 WITA
Rakyatku News, Mendagri Izinkan Warga Menjarah Minimarket, Wiranto:
PemerintahyangBayar,http://news.rakyatku.com/read/121325/2018/09/30/mendagri-izinkan-
warga-menjarah-minimarketwiranto-pemerintah-yang-bayar, di akses jum’at 31 Januari 2020,
pukul 13.10 WITA.
Top Related