1
ANALISIS KINERJA PENDAPATAN DAERAH PEMERINTAH
KOTA SALATIGA PERIODE 2009-2013
Oleh :
Gracelea Prabaningsih Putri
NIM : 232011241
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
“Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras”
(Aeschylus)
“Didalam kasih tidak ada ketakutan, kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan, sebab
ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna didalam kasih”
(1 Yohanes 4:18)
Lakukan bagianmu semampumu yang kamu bisa, biarkan Tuhan melakukan bagian yang tak
kamu bisa”
vii
ABSTRACT
Budgeting is a sistematically compiled planning which covers all of company
activities, represented in a whole monetary unit and applicable in a certain paeriod of time.
The research is aimed to figure out the goverment revenue performance using several
methods, which are; Varian Analysis method, Growth Analysis and Financial Ratio Analysis.
The issue that will be discussed in the research is the goverment revenue performance during
the period in 2009-2013. The research uses Budget Realisation Report as the sample. The
result of the research represent the fact that the society awareness in paying taxes and
contributions are still in the low level. Thus, the PAD outcome is also low. Generally, the
goverment has lack of performance in implementing local autonomy. This is because the
local dependency level is still in the instructive category. Salatiga goverment is still very
depended on the central government assistance. The efficiency in local revenues management
is also inadequate. As a result, the researcher can draw a conclusion that Salatiga goverment
revenue performance during the period in 2009-2013 is not well performed.
Keyword: Budgeting, Revenue, Local Goverment Performance
viii
SARIPATI
Anggaran yaitu suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh
kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit kesatuan moneter yang berlaku dalam
jangka waktu (periode) tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja
pendapatan pemerintah dengan menggunakan metode analisis. Analisis yang digunakan
adalah Analisis Varians, Analisis Pertumbuhan dan dengan analisis rasio keuangan. Masalah
yang dibahas adalah bagaimana kinerja pendapatan pemerintah kota Salatiga pada tahun
2009-2013. Sampel penelitian adalah Laporan Realisasi anggaran. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan kontribusi dari
masyarakat masih rendah sehingga menghasilkan PAD yang rendah. Secara umum dalam
melaksanakan otonomi daerah masih kurang baik dikarenakan tingkat kemandirian daerahnya
masuk dalam kategori instruktif. Pemerintah Kota Salatiga masih sangat bergantung pada
bantuan dari pemerintah pusat dan belum efisien dalam mengelola pendapatan daerah.
Sehingga kinerja pendapatan pemerintah Kota Salatiga periode 2009-2013 belum dapat
dikatakan baik.
Kata Kunci : Anggaran, Pendapatan, Kinerja Pemerintah Daerah
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kasih dan anugerahnya
dalam kehidupan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
judul Analisis Kinerja Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Salatiga Periode 2009-2013,
dapat berjalan dengan baik dan lancar meskipun ada beberapa hambatan yang dihadapi.
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi Strata 1 (satu) pada progdi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana. Disamping tujuan tersebut, penulis juga berharap agar
penelitian ini bermanfaat untuk lebih menggali potensi daerahnya agar kinerja pendapatan
daerahnya bisa meningkat dan bagi pembaca umum serta bagi penelitan selanjutnya.
Dalam melakukan penelitian ini, masih banyak kelemahan-kelemahan dan
keterbatasan yang terdapat dalam penyusunan kertas kerja ini, hal ini semata-mata
disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas
kerja ini masih terdapat kekurangan yang mungkin akan ditemukan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran, kritik, dan koreksi yang membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermafaat bagi semua pihak
yang berkepentingan.
Salatiga, Agustus 2015
Gracelea Prabaingsih Putri
x
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
banyak mendapat bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak selama masa
perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana.Karena itu penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat yang luar biasa sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan
2. Almarhumah Ibu Rokhningsih Ariyati, Bapak Djoko Pranowo, Kakak Ary Pratama
Putra, Kakak Marchlanno Dimas Putra terimakasih atas doa, kasih, bimbingan,
motivasi dan sarana serta dukungan yang diberikan kepada penulis
3. Bapak Hari Sunarto, SE., MBA. PhD selaku pembimbing yang telah membimbing,
mendidik dan memberi saran maupun kritik selama menempuh studi, meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan, motivasi, masukan ilmu dan
saran-saran maupun kritik yang bermanfaat bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan.
4. Bapak Prof. Christantius Dwiatmadja SE, ME, PhD selaku dekan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
5. Bapak Usil Sis Sucahyo, SE., MBA. Selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen SatyaWacana.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen SatyaWacana
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang tak ternilai.
7. Staf dan Tata Usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen
SatyaWacana yang telah member bantuan teknis kepada penulis selama kuliah.
8. Bapak Agung serta seluruh pegawai DPPKAD Kota Salatiga yang telah membantu
dalam perolehan data skripsi.
9. Seluruh keluarga besar Gunawan atas doa, kasih, motivasi, dorongan dan dukungan
yang terlah diberikan selama ini.
xi
10. Haryo Sasongko yang selalu setia memberikan motivasi, semangat, doa serta masukan
dalam pembuatan skripsi.
11. Nabiila Anindhitya , Novitasari, Anastasia, Riska Nur IE, Ajeng Purnamasari, Tia
Anom, Vebri Risna, Christin yang selama ini telah menjadi teman senasib
seperjuangan memberi semangat selama masa perkuliahan.
12. Pandu Wijaya, Aldino Syahid, Tatalasta, teteh Lia, Shinta atas motivasi, semangat,
dan dukungan yang telah diberikan
13. Teman-teman FEB angkatan 2011, terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu
diberikan.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Segala budi baik dan
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini semoga
mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Salatiga, 28 Agustus 2015
Penulis,
Gracelea Prabaningsih Putri
xii
DAFTAR ISI
Halaman Depan ................................................................................................................... i
Pernyataan Tidak Plagiat .................................................................................................... ii
Pernyataan Persetujuan Akses ............................................................................................ iii
Halaman Pengesahan .......................................................................................................... iv
Pernyataan Karya Tulis ....................................................................................................... v
Motto ................................................................................................................................... vi
Abstract ............................................................................................................................... vii
Saripati ................................................................................................................................ viii
Kata Pengantar .................................................................................................................... ix
Ucapan Terimaksih ............................................................................................................ x
Daftar Isi ………………………………………………………………………………….. xii
Daftar Tabel.. ...................................................................................................................... xiv
Daftar Grafik ....................................................................................................................... xv
Daftar Lampiran .................................................................................................................. xvi
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 3
Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ............................................. 3
APBD dalam Mengukur Kinerha Pendapatan Daerah ......................................... 4
Pendapatan Asli Daerah ........................................................................................ 5
Dana Perimbangan ................................................................................................ 6
Pentingnya Analisis Laporan Keuangan Daerah .................................................. 6
Analisis Kinerja Pendapatan ................................................................................. 7
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 8
TEKNIK ANALIS DAN LANGKAH ANALISIS ......................................................... 9
xiii
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN ............................................................ 13
Analisis Varians .................................................................................................... 13
Analisis Pertumbuhan Pendapatan Daerah ........................................................... 17
Analisis Rasio Kemandirian Daerah ..................................................................... 18
Analisis Rasio Derajat Desentralisasi ................................................................... 19
Analisis Rasio Ketergantungan Daerah ................................................................ 19
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 24
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 26
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Varians Anggaran Pendapatan ................................................................. 13
Tabel 2 Analisis Pertumbuhan Pendapatan Daerah .............................................. 17
Tabel 3 Rasio Kemandirian Daerah ...................................................................... 18
Tabel 4 Rasio Derajat Desentralisasi .................................................................... 20
Tabel 5 Rasio Ketergantungan Daerah .................................................................. 20
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Tren Pendapatan Daerah .......................................................................... 15
Grafik 2 Tren Pertumbuhan Daerah ........................................................................ 17
Grafik 3 Tren Rasio Kemandirian Daerah .............................................................. 19
Grafik 4 Tren Rasio Derajat Desentralisasi dan Ketergantungan Daerah .............. 21
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Realisasi Anggaran tahun 2009 ................................................. 26
Lampiran 2 Laporan Realisasi Anggaran tahun 2010 ................................................. 28
Lampiran 3 Laporan Realisasi Anggaran tahun 2011 ................................................. 30
Lampiran 4 Laporan Realisasi Anggaran tahun 2012 ................................................. 32
Lampiran 5 Laporan Realisasi Anggaran tahun 2013 ................................................. 34
1
PENDAHULUAN
Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia sebagian besar banyak
memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah dari
pemerintahan yang berbentuk sentralistik, yaitu pemerintahan yang bertujuan menjadikan
bangsa Indonesia lebih maju dan sejahtera secara pemerintahan terpusat, kemudian diganti
dengan pemerintahan yang desentralistik. Maka dalam rangka desentralisasi dibentuk dan
disusun pemerintah propinsi dan pemerintah kota. Disamping sebagai strategi untuk
menghadapi era globalisasi, Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan otonomi daerah
adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi
kesenjangan antara daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan
responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik didaerah masing-masing. Dengan
adanya otonomi daerah kabupaten dan kota, maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada
ditangan pemerintah daerah karena daerah kabupaten atau kota berhubungan langsung
dengan masyarakat. Pemerintah daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber penerimaan
keuangan sesuai urusan pemerintah (Darise, 2009).
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua
aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi
wewenang dan masyarakat. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, Pemerintah Daerah
harus melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan
efektifitas (value for money) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu
pemerintah daerah perlu membuat perencanaan pengelolaan keuangan daerah dengan
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(UU no. 17 tahun 2003 tentang keuangan daerah). Perencanan pengelolaan keuangan yang
tercantum dalam APBD ini mencerminkan kemampuan daerah dalam melaksanakan
pemerintahannya. Berdasarkan rancangan APBD yang terlah dibuat, maka pemerintah daerah
akan berusaha mengoptimalkan semua potensi didaerahnya agar APBD tersebut dapat
terealisasi. Laporan realisasi APBD tersebut adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Dari
komponen LRA dapat ditarik beberapa indikator untuk mengukur kinerja pemerintah daerah.
2
Dari hal tersebut dapat dimengerti bahwa pengukuran kinerja adalah suatu hal yang penting
terkait dengan isu otonomi dan desentralisasi.
Mochammad Rizal (2013) melakukan penelitian analisis rasio keuangan sebagai
pengukuran kinerja pada anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Grobogan
sebelum dan setelah penerapan anggaran berbasis kinerja, hasil penelitian menunjukan bahwa
rasio kemandirian kabupaten Grobogan masih tergolong masih tergolong rendah karena
kontribusi PAD sangat rendah dibanding dengan kontribusi bantuan dari pusat yang lebih
dominan. Anastasia (2015) melakukan penelitian mengenai analisis kinerja pendapatan
daerah Kabupaten Semarang periode 2009-2013, hasil penelitian menunjukan bahwa dilihat
dari perhitungan rasio, kinerja pemerintahan daerah Kabupaten Semarang masuh kurang dan
dilihat dari analisis varians tahun 2013 adalah kurang baik. Citra (2012) melakukan
penelitian mengenai analisis kinerja pengelolaan anggaran pendapatan belanja daerah pada
pemerintahan kabupaten Pandeglang propinsi Banten, hasil penelitian menunjukan bahwa
kinerja keuangan pemerintah kabupaten Pandeglang dengan menggunakan analisis rasio
keuangan masih kurang baik. Dari berbagai penelitian yang sudah pernah dilakukan
ditemukan hasil kinerja pengelolaan keuangan daerah belum optimal didalam pengelolaan
kekayaan sumber daya daerah, dan ketergantungan daerah masih sangat tinggi, terutama
terhadap penerimaan bantuan dari pemerintah pusat
Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah
berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja
pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan
akuntabilitas pemerintah daerah. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan
pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun
anggaran periode selanjutnya. Dalam mengukur bagaimana kinerja pendapatan suatu daerah
diperlukan analisis terhadap laporan keuangan daerah. Untuk mengukur kinerja pendapatan
di Kota Salatiga maka dalam penelitian ini menggunakan analisis varians, analis
pertumbuhan dan analisis rasio keuangan. Analisis varians dimaksudkan untuk melihat
bagaimana pencapaian pemerintah daerah dalam mencapai anggaran yang telah dibuat.
Sedakan analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio desentralisasi.
Analisis Varians, analisis pertumbuhan dan analisis rasio keuangan digunakan untuk
menilai bagaimana kinerja pendapatan pemerintah daerah. Analisis tersebut menjadi hal yang
penting dalam melakukan kinerja pendapatan daerah. Rasio desentralisasi dapat
3
menggambarkan bagaimana pemerintah daerah dalam melakukan desentralisasi
pemerintahannya. Rasio kemandirian daerah dapat menggambarkan kemandirian suatu
daerah, rasio ketergantungan daerah dapat member gambaran bagaimana pemerintah daerah
masih bergantung pada pemerintah pusat.
Tempat dilakukannya penelitian ini adalah Kota Salatiga sebagai tempat penelitian ini
dikarenakan di Salatiga terdapat juru parkir yang tidak memberikan karcis yang telah
diporporasi oleh pemerintah retribusi parkir, karena menurut mereka jika mereka
memberikan karcis tersebut ke pemkot maka mereka tidak mendapatkan hasil yang utuh
selama menarik retribusi tersebut, lalu pada retribusi izin tempat peredaran miras terdapat
penjual miras di Kota Salatiga yang tidak memiliki izin hal ini mencerminkan kinerja sumber
daya manusia dalam bidang pendataan dan penagihan administrasi yang kurang optimal
dalam menyelenggarakan tugasnya, serta kurangnya kesadaran wajib pajak dan wajib
retribusi Kota Salatiga akan kewajibannya dalam membayar kewajibannya. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut: Bagaimana kinerja pendapatan daerah pemeritah Kota Salatiga?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur dan memberikan gambaran
bagaimana kinerja pendapatan daerah Kota Salatiga setelah adanya otonomi daerah. Maka
dari itu akan dilihat dengan menggunakan analisis varians, analisis pertumbuhan daerah serta
menggunakan analisis rasio keuangan yang terdiri dari: rasio desentralisasi, rasio
kemandirian daerah, rasio ketergantungan daerah. Analisis varians, analisis pertumbuhan, dan
ketiga rasio tersebut dipilih karena sudah mampu untuk memberikan gambaran bagaimana
kinerja pendapatan daerah Kota Salatiga setelah adanya otonomi daerah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, untuk pemerintah daerah
diharapkan bisa mengetahui kinerja pendapatan daerahnya dan lebih menggali potensi
daerahnya agar kinerja pendapatan daerahnya bisa meningkat, untuk pembaca diharapkan
dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak-pihak lain yang ingin melakukan penelitian
tentang kinerja pendapatan daerah, bagi penulis adalah memberi gambaran kinerja
pendapatan daerah Kota salatiga dilihat dari analisis kinerja pendapatan.
4
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Bastian (2006:274), kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan
indikator masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat dan dampak. Dalam mengukur
bagaimana kinerja pendapatan suatu daerah diperlukan analisis terhadap laporan keuangan
daerah tersebut. Untuk mengukur kinerja pendapatan di Kota Salatiga maka dalam penelitian
ini menggunakan analisis kinerja pendapatan.
Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu
hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan
menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan
perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut
berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban kepala daerah
berupa perhitungan APBD.
Dalam SAKIP (Sistem Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah), pengukuran
kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan
visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dilakukan melalui penilaian yang sistematik
bukan hanya pada input, tetapi juga pada output, dan benefit serta impact (dampak) yang
ditimbulkan. Dengan demikian pengukuran kinerja merupakan dasar yang reasonable untuk
pengambilan keputusan dan melalui pengukuran kinerja akan dapat dilihat seberapa jauh
kinerja yang telah dicapai dalam satu periode tertentu dibandingkan yang telah direncanakan
dan dapat juga untuk mengukur kecenderungan dari tahun ke tahun.
APBD dalam Mengukur Kinerja Pendapatan Daerah
Berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, APBD
didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana satu pihak
menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-
proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan pihak lain menggambarkan perkiraan
penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran
5
yang dimaksud. Kemudian berdasarkan laporan APBD tersebut, pemerintah daerah akan
berusaha mengoptimalkan semua sumber dana yang dimiliki daerahnya untuk mencapai
target yang telah direncanakan dalam APBD. Pencapaian target tersebut kemudian dibuat
laporan yang disebut Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Dengan perubahan yang terjadi, bentuk APBD sekarang ini didasari pada Peraturan
Mentri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah. Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan
agar laporan keuangan semakin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD terdiri
atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dalam bentuk APBD yang baru,
pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen, yaitu: 1) Pendapatan Asli Daerah, 2) Dana
perimbangan, 3) Lain-lain pendapatan yang sah (Mahmudi, 2010).
Pendapatan Asli Daerah.
PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:
1. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
kemakmuran rakyat. Pajak yang termasuk pajak daerah antara lain hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan
bahan galian golongan c, pajak parkir, BPHTB dan PBB.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembiayaan atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang peribadi atau badan. Retribusi daerah terdiri dari
retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagiaan laba atas
penyertaan modal dan perusahaan milik daerah (BUMD), penyertaan modal pada
perusahaan milik pemerintah (BUMN), dan penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat.
6
4. Lain-lain PAD yang sah
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lain-lain PAD yang sah
meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan jasa giro,
pendapatan bungan, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, hasil penjualan
aset daerah yang tidak dipisahkan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda
retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengambilan,
pendapatan dari angsuran atau cicilan penjualan, serta penerimaan komisi, potongan
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atan pengadaan barang dan/atau
jasa oleh daerah.
Dana Perimbangan
Dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk
menciptakan keseimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dana perimbangan terdiri dari
dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Kinerja suatu pemerintahan daerah dapat dinilai dari bagaimana pemerintah daerah itu
sendiri dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya dalam APBD yang
nantinya dilaporkan dalam LRA. Kemudian dari realisasi yang ada dapat dinilai juga kinerja
pemerintah daerah dengan menggunakan rasio keuangan antara lain: Rasio desentralisasi,
Rasio kemandirian daerah, dan rasio ketergantungan daerah.
Pentingnya Analisis Laporan Keuangan Daerah
Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan tugas untuk menjalankan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya kepada
DPRD dan publik, agar publik atau pengguna laporan keuangan daerah dapat mengetahui
bagaimana kinerja pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang telah dipercayakan
kepada pemerintah daerah oleh karna itu laporan keuangan pemerintah daerah perlu untuk
dipublikasikan. Dalam Mahmudi (2010), fungsi dari laporan keuangan pemerintah daerah
adalah untuk memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dengan laporan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
7
ekonomi, sosial, dan politik. Namun tidak semua pengguna dapat memahami isi dari laporan
keuangan pemerintah daerah meskipun laporan tersebut sudah dibuat sederhana mungkin
agar dapat dipahami..
Kurangnya pemahaman bagi beberapa pengguna laporan keuangan maka dibutuhkan
adanya analisis laporan keuangan. Mahmudi (2010), menyatakan bahwa analisis laporan
keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan keuangan,
bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana mengevaluasi
laporan keuangan, dan bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk pengambilan
keputusan. Analisis laporan keuangan memerlukan tehnik tertentu agar kegiatan analisis
tersebut bermanfaat untuk pengambilan keputusan.
Analisis Kinerja Pendapatan
Analisis kinerja pendapatan daerah secara umum terlihat dari realisasi pendapatan dan
anggarannya. Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat dinilai
dengan baik. Penilain kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup hanya melihat apakah
realisasi pendapatan daerah telah melampaui target anggaran, namun perlu dilihat lebih lanjut
komponen pendapatan apa yang paling berpengaruh. Berdasarkan laporan realisasi anggaran
dapat melakukan analisis pendapatan daerah dengan cara 1) Analisis Varians Anggaran
Pendapatan, Mahmudi (2010) analisis varians dilakukan dengan cara menghitung selisih
antara realisasi pendapatan dengan yang dianggarkan. Hal ini berarti dibutuhkan data dari
APBD dan juga LRA untuk menganalisis analisis varians. Apabila realisasi lebih besar dari
anggaran maka kinerja pemerintah daerah dapat dikatakan baik. Dalam penelitian ini apabila
varians menunjukan angka dibawah 100% maka berarti tidak mampu mencapai target yang
berarti kinerjanya buruk, begitu pula sebaliknya apabila varians menunjukan angka diatas
100% maka berarti mampu mencapai target yang berarti kinerjanya baik. 2) Analisis
Pertumbuhan Pendapatan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam
tahun anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan secara positif
ataukah negatif. Analisis pertumbuhan dilakukan juga untuk mengetahui kecenderungan baik
berupa kenaikan atau penurunan kinerja selama kurun waktu waktu tertentu. 3) Analisis
Rasio keuangan dalam menilai kinerja pendapatan suatu organisasi, maka dibutuhkan rasio
keuangan. Mahmudi (2010), analisis rasio keuangan merupakan perbandingan antara dua
angka yang datanya diambil dari laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah daerah
8
yang dapat digunakan dalam melakukan analisis rasio keuangan adalah Laporan Realisasi
Anggaran (LRA). Analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Rasio Derajat Desentralisasi
Mahmudi (2010), rasio desentralisasi ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat
kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD
maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi.
Kajian yang dikaji oleh Tim Litbang Depdagri – fisipol UGM (1991) menghasilkan
kriteria penilaian rasio desentralisasi daerah. 00,00-10,00 maka derajat desentralisasi
daerah tersebut sangat kurang. 10,01-20,00 derajat desentralisasi daerah tersebut
adalah kurang, 20,01-30,00 derajat desentralisasi daerah tersebut adalah sedang,
30,01-40,00 derajat desentralisasi daerah tersebut adalah baik, dan apabila
persentasenya >50,01 desentralisasi daerah tersebut adalah sangat baik.
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio ini menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah. kriteria penilaian rasio kemandirian daerah adalah 0-25 maka kemandirian
daerah tersebut adalah rendah sekali, 25-50 kemandirian daerah tersebut rendah, 50-
70 kemandirian daerah adalah sedang, 75-100 kemandirian daerah tersebut adalah
tinggi. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi
kemandirian keuangan daerahnya.
3. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah
Tingkat ketergantungan daerah adalah ukuran tingkat kemampuan daerah
dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah. Rasio ini dihitung dengan
membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima dengan total penerimaan
daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan
pemerintah daerah pada pemerintah pusat maupun provinsi.
9
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
yang diperoleh dari wawancara dengan staf ahli DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah) untuk mengetahui hal-hal diluar laporan keuangan pemerintah
daerah.
Sedangkan data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah daerah yang diperoleh
dari www.djpk.kemenkeu.go.id dan DPPKAD Kota Salatiga. Data sekunder digunakan
sebagai sumber untuk menghitung varians, analisis pertumbuhan, dan rasio keuangan yang
terdiri dari: rasio desentralisasi, rasio kemandirian derah, dan rasio ketergantungan daerah.
Sedangkan laporan keuangan yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Kota Salatiga periode 2009-2013.
Teknik Analisis dan Langkah-Langkah Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi varians, analisis
pertumbuhan, dan analisis rasio keuangan yang terdiri dari rasio desentralisasi, rasio
kemandirian daerah, serta rasio ketergantungan. Langkah-langkah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan perhitungan Analisis Varians periode 2009-2013
Analisis varians yaitu membandingkan anggaran dengan realisasi yang diperoleh pada
tahun tertentu.
2. Menghitung Analisis Pertumbuhan Pendapatan dengan rumus seperti berikut:
3. Menghitung Rasio Kemandirian Daerah
Rasio kemandirian daerah memberikan gambaran kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Semakin tinggi angka rasio ini maka
semakin baik kemandirian keuangan daerahnya. Berikut perhitungan rasio
kemandirian daerah:
10
Menurut Dwirandra 2007 dan Dewi (2014) kriteria penilaian kemandirian keuangan
daerah adalah:
Rasio Kategori
0-25 Rendah sekali
25-50 Rendah
50-75 Sedang
75-100 Tinggi
4. Menghitung Rasio Derajat Desentralisasi
Rasio desentralisasi ini memberikan gambaran perkembangan derajat
desentralisasi wilayahnya. Rasio ini melihat kontribusi PAD terhadap total
penerimaan pendapatan. Apabila rasio desentralisasi ini semakin tinggi maka semakin
baik wilayah tersebut dalam menyelenggarakan desentralisasinya. Berikut
perhitungan derajat desentralisasi:
Menurut Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM (1991) dalam Bisma dan Susanto
(2010), kriteria penilain derajat desentralisasi adalah:
Rasio Kategori
0,00-10,00 Sangat kurang
10,01-20,00 Kurang
20,01-30,00 Sedang
30,01-40,00 Cukup
40,01-50,00 Baik
>50,00 Sangat baik
5. Menghitung Rasio Ketergantungan Daerah
11
Rasio ketergantungan daerah melihat tingkat kemampuan daerah dalam
membiayai aktifitas pembangunan daerah melalui optimalisasi PAD, yang diukur
dengan membandingkan jumlah pendapatan transfer dan total pendapatan. Semakin
tinggi angka rasio ini maka semakin besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Berikut perhitungannya rasio
ketergantungan daerah:
Menurut Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM (1991) dalam Bisma dan Susanto (2010),
Kriteria penilaian ketergantungan keuangan daerah adalah:
Rasio Kategori
0,00-10,00 Sangat kurang
10,01-20,00 Kurang
20,01-30,00 Sedang
30,01-40,00 Cukup
40,01-50,00 Tinggi
>50,00 Sangat Tinggi
Tujuan dilakukannya pengujian dalam penelitian ini dengan menghitung varians,
analisis pertumbuhan, rasio desentralisasi, rasio kemandirian, dan rasio ketergantungan
daerah adalah untuk mengukur kinerja pendapatan daerah Kota Salatiga untuk setiap periode.
6. Dari hasil perhitungan analisis varians, analisis pertumbuhan, rasio kemandirian
daerah, dan rasio ketergantungan daerah dibandingkan untuk setiap periode.
7. Selanjutnya akan dilakukan analisis mengapa tingkat varians, rasio pertumbuhan dan
rasio keuangan dalam setiap periode berfluktuasi.
12
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Varians
Analisis varians dilakukan dengan melihat selisih anggaran dan realisasi yang
diperoleh pada tahun tertentu. Kinerja pemerintah daerah dapat dikatakan baik apabila
pencapaian realisasi lebih besar dari anggaran. Anggaran pendapatan merupakan batas
minimal yang harus mampu untuk dicapai. Namun jika belum mampu untuk mencapai target
pasti ada hal-hal yang menyebabkan tidak tercapainya target yang perlu untuk dilihat
kembali. Berikut adalah perhitungan untuk varians anggaran pendapatan Kota Salatiga:
Tabel 1. Varians Anggaran Pendapatan Daerah Periode 2009-2013 (Rp dalam jutaan)
Tahun
Anggaran Realisasi Varians
Rp %
2009 PAD 50.130 53.055 2.925
5.84
Transfer 319.293 318.659 (633) (0.20)
Lain-lain Pendapatan
yang sah - 4.480
4.480 -
Total Pendapatan 369.423 376.195 6.772 1.83
2010 PAD 52.284 51.549 (734) (1.40)
Transfer 337.133 335.299 (1,834) (0.54)
Lain-lain Pendapatan
yang sah 24.655 24.655 - -
Total Pendapatan 414.073 411.504 (2.569) (0.62)
2011 PAD 61.746 60.611 (1.135) (1.84)
Transfer 407.097 398.799 (8.297) (2.04)
Lain-lain Pendapatan
yang sah - 18.762 18.762 -
Total Pendapatan 468.844 478.173 9.329 1.99
2012 PAD 63.171 77.798 14.627 23.16
Transfer 478.141 484.524 6.383 1.34
Lain-lain Pendapatan
yang sah - - - -
Total Pendapatan 541.313 562.323 21.010 3.88
13
Tabel 1. Varians Anggaran Pendapatan Daerah periode 2009-2010 (Rp dalam jutaan) Lanjutan
2013 PAD 87.723 106.100 18.376 20.95
Transfer 512.129 497.103 (15.025) (2.93)
Lain-lain Pendapatan
yang sah - - - -
Total Pendapatan 599.853 603.204 3.351 0.56
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Keterangan : PAD = Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan analisis varians, kinerja pendapatan Kota Salatiga tahun 2009, 2010,
2011, 2012, dan 2013 dapat dikatakan baik, hal ini ditunjukkan dengan pendapatan
realisasinya lebih besar dibandingkan dengan yang dianggarkan. Sedangkan di tahun 2010
belum dapat dikatakan baik karena pendapatan realisasinya belum dapat mencapai target.
Pada tahun 2009 terdapat selisih anggaran dengan realisasi sebesar Rp. 6,7 milyar
atau sebesar 1,83% dari total pendapatan daerah. Ditahun ini PAD telah berhasil mencapai
target yang telah ditetapkan sebesar 105,84%. sedangkan realisasi pendapatan transfer tidak
dapat melebihi anggaran, hanya sebesar 99,80% hal ini terjadi dikarenakan tidak tercapainya
target pada transfer pusat-dana perimbangan dan transfer-lainnya. Namun pada kenyataannya
jumlah total pendapatan daerahnya justru mampu melebihi target. Hal ini dapat terjadi karena
tidak adanya jumlah anggaran pada lain-lain pendapatan yang sah, namun ada realisasi yang
diterima oleh pemerintah Kota Salatiga.
Untuk tahun 2010 terdapat selisih anggaran dengan realisasi yang bersaldo negatif,
sebesar Rp. 2.5 milyar atau sebesar 0,62% dari total pendapatan. Hal ini terjadi dikarenakan
di tahun 2010 PAD dan pendapatan transfer tidak dapat mencapai anggaran yang sudah
ditetapkan. Untuk tahun 2011 terdapat selisih anggaran pendapatan sebesar Rp. 9,3 milyar
atau sebesar 1,99% dari total pendapatan. Penerimaan PAD dan Pendapatan Transfer
diperiode ini tidak bisa mencapai target, namun pada kenyataannya jumlah pendapatan
daerah Kota Salatiga mampu melebihi target, hal ini terjadi karena tidak adanya jumlah
anggaran pada lain-lain pendapatan yang sah namun terjadi realisasi yang diterima
pemerintah Kota Salatiga sebesar Rp. 18,7 milyar
14
Ditahun 2012 selisih anggaran pendapatan sebesar Rp. 21,0 milyar atau sebesar
3,88% dari total pendapatan. PAD dan Transfer, telah berhasil mencapai target yang telah
ditetapkan anggaran. Dan selama lima periode, ditahun 2012 lah yang total pendapatan
daerahnya tertinggi. Untuk tahun 2013 selisih anggaran pendapatan sebesar Rp. 3,3 milyar
atau sebesar 0,56% dari total pendapatan. PAD juga telah berhasil mencapai target yang telah
ditetapkan sebesar 120,95% sedangkan pada komponen transfer tidak dapat melebihi
anggaran hanya dapat mencapai sebesar 97,07% hal ini terjadi dikarenalkan pada transfer
pusat-dana perimbanan tidak mampu mencapai targetnya.
Grafik 1. Tren Pendapatan Daerah Periode 2009-2013
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Dari grafik diatas dapat dilihat tren pendapatan daerah Kota Salatiga selama tahun
2009-2013 berfluktuasi. Terjadi penurunan dari 2009 - 2010 sebesar 2,45%. Kemudian
meningkat di tahun 2011 sebesar 2,61% dan meningkat lagi di tahun 2012 sebesar 1,89%.
Dan kemudian turun lagi di tahun 2013 sebesar 3,32%.
99.00%
100.00%
101.00%
102.00%
103.00%
104.00%
2009 2010 2011 2012 2013
103.88%
100.56%
101.99%
99.38%
101.83%
15
Menurut responden yang mempengaruhi tercapai atau tidaknya PAD adalah:
1. 1Pajak Daerah
- Kondisi Kesadaran wajib pajak yang kurang
Kurangnya kesadaran wajib pajak akan pentingnya pajak bagi perkembangan
pembangunan daerah yang pada akhirnya membuat realisasi yang diterima tidak
sesuai dengan yang telah dianggarkan.
Contoh wajib pajak di kota Salatiga yang tertib dalam membayar pajak adalah
KFC karena akuntansi dan pembukuannya jelas, transparan dan disiplin dalam
menerapkan SOP lingkungan.
- Pajak sebagai Beban
Banyak masyarakat yang menganggap pajak sebagai beban, karena dengan
membayar pajak berarti akan mengurangi pendapatan ataupun penghasilan wajib
pajak itu sendiri.
2. Retribusi Daerah
- Retribusi Parkir, terdapat juru parkir yang tidak memberikan karcis yang telah
diporporasi oleh pemerintah Kota Salatiga kepada pelanggan karena jika
memberikan karcis tersebut uang hasil parkir harus di setor ke pemda, sehingga
mereka tidak mendapat hasil utuh selama menarik retribusi parkir kepada
pelanggan.
- Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol walaupun sudah ditetapkan
peraturan retribusi izin tempat peredaran miras, namun nampaknya peraturan
tersebur belum efektif dilihat dari masih banyaknya penjualan miras di Kota
Salatiga tanpa izin. Sebagai contoh, di terminal Pasar Sapi salatiga sampai
dengan saat ini dapat dijumpai dengan mudah dua penjual miras tanpa izin yang
buka seharian.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah,
- Keputusan dari RUPS
Keputusan ini akan berdampak pada besarnya hasil pengelolaan kekayaan daerah
seperti Perusahan Daerah Air Minum (PDAM), Bank Pembangunan Daerah
(BPD), Badan Perkreditan Rakyat (BPR), Perusahaan Daerah Aneka Usaha
(PDAU)
1 Hasil Wawancara kepada Bapak Agung S. dikantor DPPKAD Kota Salatiga
16
4. Lain-lain PAD yang Sah
- Penerimaan dari Badan Layanan Umum Derah (BLUD), contohnya sejak 2014
puskesmas khusus dana kapitasi, penerimaan deposito, dan jasa giro.
Analisis Pertumbuhan Pendapatan Daerah
Berikut ini hasil analisis pertumbuhan pendapatan daerah pemerintah kota Salatiga
berdasarkan Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga Tahun 2009-2013:
Tabel 2. Analisis Pertumbuhan Pendapatan Daerah periode 2008-2013 (Rp dalam jutaan)
Tahun
(t) Realisasi Th (t) Realisasi Th (t-₁)
Pertumbuhan %
Kenaikan/Penurunan
2009 376.195 390.721 (14.525) (3.72)
2010 411.504 376.195 35.308 9.39
2011 478.173 411.504 66.669 16.20
2012 562.323 478.173 84.150 17.60
2013 603.204 562.323 40.880 7.27
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Catatan : Pertumbuhan = Periode realisasi Th (t) (misal 2009) – Realisasi Th (t-₁) (misal
2008)
Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat pertumbuhan yang terjadi di Kota Salatiga. Pada
tahun 2008-2009 mengalami penurunan sebesar Rp 14,5 milyar. Kemudian pada tahun 2009-
2010, 2010-2011, dan 2011-2012 mengalami pertumbuhan sebesar Rp 35,3 milyar, 66,6
milyar, dan 84,1 milyar. Dan pada tahun 2012-2013 mengalami penurunan sebesar Rp 40,8
milyar.
17
Grafik 2. Tren Pertumbuhan Pendapatan Daerah Periode 2009-2013
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Dari grafik diatas dapat dilihat tren pertumbuhan pendapatan daerah Kota Salatiga
selama lima tahun berfluktuasi. Di tahun 2008-2009 pertumbuhan pendapatan daerah salatiga
mencapai -3,72% hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya realisasi dari komponen
pendapatan transfer-pemerintah pusat lainnya. Pada tahun 2009-2010 meningkat sebesar
13,10% dikarena di tahun ini terdapat realisasi didalam komponen pendapatan transfer-
pemerintah pusat lainnya. Ditahun 2010-2011 mengalami peningkatan sebesar 6,83%% hal
ini terjadi dikarenakan ditahun ini jumlah PAD dan pendapatan transfer mengalami
peningkatan dari total realisasi pendapatan tahun 2010. Dan kemudian ditahun 2011-2012
mengalami peningkatan lagi sebesar 1,40%%, ditahun 2012-2013 ini merupakan peningkatan
tertinggi selama lima tahun. Dan pada tahun 2012-2013 mengalami penurunan sebesar
10,33% dikarenakan didalam komponen transfer pemrintah provinsi mengalami penurunan
dibandingkan pada realisasi tahun 2012.
Analisis Rasio Kemandirian Daerah
Berdasarkan kondisi data dan Realisasi PAD dan bantuan pemerintah pusat, provinsi
dan pinjaman dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio
kemandirian pemerintah Kota Salatiga tahun 2009-2013 sebagai berikut:
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
2009 2010 2011 2012 2013
9.39%
16.20% 17.60%
7.27%
-3.72%
18
Tabel 3. Rasio Kemandirian Daerah Periode 2009-2013 (Rp dalam jutaan)
Tahun Total PAD Total Pendapatan Rasio
(%)
Ket. (Tingkat
kemandirian) Transfer + Pinjaman
2009 53.055 318.659 16.65 Rendah Sekali
2010 51.549 335.299 15.37 Rendah Sekali
2011 60.611 398.799 15.20 Rendah Sekali
2012 77.798 484.524 16.06 Rendah Sekali
2013 106.100 497.103 21.34 Rendah Sekali
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Berdasarkan tabel 4 Rasio kemandirian daerah belum stabil. Ditahun 2009 dan 2013
terdapat angka yang cukup tinggi yakni mencapai 16,65% dan 21,34% dibandingkan dengan
tahun 2010, 2011, 2012 yakni 15,37%, 15,20%, 16,06%
Berdasarkan rasio kemandirian selama lima tahun pada Kota Salatiga memiliki rata-
rata tingkat kemandirian yang rendah sekali artinya peranan pemerintah pusat masih
dominan. Terlihat rasio kemandirian yang dihasilkan berkisar antara 0% - 25%.
Grafik 3. Rasio Kemandirian Daerah Periode 2009-2013
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa rasio kemandirian daerah Kota
Salatiga selama 2009-2013 mengalami penurunan dan kenaikan. Dari tahun 2009-2010
terjadi penurunan sebesar 1,28% dan mengalami penurunan kembali di tahun 2010-2011
sebesar 0,18%. Ditahun 2011-2012 terjadi peningkatan sebesar 0,86% dan kembali
meningkat ditahun 2012-2013 sebesar 5,29%. Hal ini berarti bahwa dalam menyelenggarakan
dan membiayai pemerintahan maupun pembangunan didaerahnya, Kota Salatiga kurang
dalam menggali potensi daerahnya sehingga total PAD yang diterima masih kurang optimal
14.00%
16.00%
18.00%
20.00%
22.00%
2009 2010 2011 2012 2013
16.65%
15.37% 15.20% 16.06%
21.34%
19
dimana sumber-sumber potensial untuk PAD yang masih dikuasai pemerintah pusat,
sedangkan untuk pajak yang cukup besar masih dikelola pemerintah pusat, yang dalam
pemungutan berdasarkan undang-undang/persyaratan pemerintah dan daerah hanya
menjalankan serta menerima bagian dalam bentuk dana perimbangan. Dampak perimbangan
itu sendiri terdiri dari bagi hasil pajak/bukan pajak, DAU, DAK, dan bantuan provinsi.
Untuk mengatasi hal itu diperlukan usaha lebih besar lagi dari pemerintah daerah dalam
mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatan yang telah ada.
Analisis Rasio Derajat Desentralisasi
Berikut hasil perhitungan rasio derajat desentralisasi daerah kota Salatiga berdasarkan
Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga tahun 2009-2013:
Tabel 4. Rasio Derajat Desentralisasi Periode 2009-2013 (Rp dalam jutaan)
Tahun Total PAD Total Pendapatan Rasio (%)
Keterangan (Tingkat Desentralisasi)
2009 53,055 376,195 14.10 Kurang
2010 51,549 411,504 12.53 Kurang
2011 60,611 478,173 12.68 Kurang
2012 77,798 562,323 13.84 Kurang
2013 106,100 603,204 17.59 Kurang
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Berdasarkan tabel 3. rasio derajat desentralisasi kota Salatiga selama lima periode
terdapat angka yang cukup tinggi di tahun 2009 dan 2013 yakni mencapai 14,10 % dan
27,59% dibandingkan dengan tahun 2010, 2011, 2012 yang hanya sebesar 12,53%, 12,68%,
13,84%. Rata-rata derajat desentralisasi dari tahun 2009-2013 yaitu sebesar 14,15%.
Rasio desentralisasi selama tahun 2009-2013 berfluktuasi. Terjadi penurunan ditahun
2009-2010 sebesar -1,58 dikarenakan ditahun ini total PAD dan total pendapatan transfer –
dana perimbang menurun dari total realisasi di tahun 2009. kemudian terjadi peningkatan
rasio desentralisasi dari tahun 2010-2011 sebesar 0,15%, kemudian kembali meningkat di
tahun 2011-2012 sebesar 1,16% dan meningkat lagi di tahun 2012-2013 sebesar 3,75%.
Analisis Rasio Ketergantungan Daerah
Berikut adalah perhitungan dan analisis rasio ketergantungan daerah Kota Salatiga
berdasarkan Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga tahun 2009-2013:
20
Tabel 5. Rasio Ketergantungan Daerah Periode 2009-2013 (Rp dalam Jutaan)
Tahun
Pendapatan Total Pendapatan Daerah Rasio (%) Keterangan Transfer
2009 318.659 376.195 84.71 Sangat Tinggi
2010 335.299 411.504 81.48 Sangat Tinggi
2011 398.799 478.173 83.40 Sangat Tinggi
2012 484.524 562.323 86.16 Sangat Tinggi
2013 497.103 603.204 82.41 Sangat Tinggi
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Berdasarkan tabel 5. rasio ketergantungan daerah selama lima periode terdapat angka
yang cukup tinggi di tahun 2009 dan 2012 yakni mencapai 84,71% dan 86,16% dibandingkan
dengan tahun 2010, 2011, 2013 yakni 41,48%, 83,40%, 82,41%. Sehingga rasio
ketergantungan daerah selama lima periode, Kota Salatiga memiliki rata-rata tingkat
ketergantungan yang sangat tinggi. Terlihat dari rasio ketergantungan daerah yang dihasilkan
berkisar >50%. Terjadi penurunan dari tahun 2009- 2010 sebesar 3,22%, kemudian
meningkat pada tahun 2010-2011 sebesar 1,92%, dan kemudian meningkat kembali ditahun
2011-2012 sebesar 2,76% dan menurun kembali di tahun 2012-2013 sebesar 3,75%.
Grafik 4. Tren Rasio Derajat Desentralisasi dan Ketergantungan Daerah Periode 2009-2013
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Salatiga (diolah)
Rasio Derajat Desentralisasi Kota Salatiga terus terjadi peningkatan, namun angka
rasio desentralisasi tersebut masih tergolong dalam kriteria kurang, dikarenakan PAD yang
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2009 2010 2011 2012 2013
Derajat Desentralisasi
Ketergantungan Daerah
21
rendah kurang dari 25% dan masuk dalam kategori instruktif yaitu segala sesuatunya masih
diatur dan harus ada instruksi atau petunjuk dari pemerintah pusat, contoh dana transfer.2 Hal
ini berarti bahwa Kota Salatiga masih kurang dalam menyelenggarakan desentralisasi
wilayahnya.
Dan dalam Rasio Ketergantungan Daerah besarnya pendapatan transfer yang
diperoleh merupakan komponen yang bisa mempengaruhi besarnya rasio ini, apabila total
pendapatan transfer semakin banyak maka tingkat ketergantungan daerah terhadap
pemerintah pusat semakin tinggi. Sebaliknya, apabila semakin rendah pendapatan transfer
yang diterima, baik dari pemerintah pusat maupun provinsi maka tingkat ketergantungan
Kota Salatiga semakin kecil. Namun besarnya PAD serta pendapatan lainnya juga
mempengaruhi rasio ini.
Jadi Rasio Derajat Desentralisasi dan Ketergantungan Daerah terdapat keterkaitan,
jika rasio derajat desentralisasi masuk dalam kategori kurang atau PAD suatu daerah rendah
maka ketergantungan suatu daerah pada pendapatan transfer semakin tinggi.
2 Hasil Wawancara kepada Bapak Agung S. dikantor DPPKAD Kota Salatiga
22
KESIMPULAN
Dari analisis dan pembahasan terhadap kinerja pendapatan daerah Kota Salatiga
dengan menggunakan perhitungan analisis varians, analisis pertumbuhan, analisis rasio
keuangan dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan
kontribusi masih rendah sehingga menghasilkan PAD yang rendah juga sehingga pemerintah
masih bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat. Pola hubungan tingkat kemandirian
daerah Kota Salatiga masuk dalam kategori instruktif yaitu dalam menyelenggarakan
pemerintahannya serta dalam rasio desentralisasi daerah Kota Salatiga adalah kurang.
Menunjukan bahwa pemerintah kota Salatiga masih diatur dari pemerintah pusat maupun
provinsi dan pemerintah masih bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat. Dilihat dari
tingkat Derajat Desentralisasi yang masuk dalam kategori kurang, rasio kemandirian daerah
masuk dalam kategori rendah sekali dan ketergantungan keuangan daerah yang sangat tinggi.
Pendapatan transfer juga masih dominan dalam perkembangan Kota Salatiga dibanding
dengan PAD yang ada. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
keuangan pemerintah Kota Salatiga tahun 2009-2013 belum optimal, karena proporsi PAD
terhadap pendapatan daerah untuk pembiyaan penyelenggaran pemerintah masih relatif kecil
dibandingkan dengan sumber penerimaan dana perimbangan, ketergantungan kepada
anggaran dari pemerintah pusat sangat besar dan kurangnya kesadaran wajib pajak dan wajib
retribusi dalam membayar kewajibannya.
SARAN
Dengan adanya keterbatasan potensi sumber daya alam yang ada di Kota Salatiga
maka pemkot perlu membangun iklim investasi yang menarik dan kompetitif bagi investor.
Pemerintah Kota Salatiga perlu meningkatkan kesadaran wajib pajak dan wajib retribusi
daerah, contohnya dengan melaksanakan sosialisasi pajak dan retribusi daerah. Pemerintah
daerah juga harus lebih berusaha lagi meningkatkan profesionalisme SDM dalam
pengelolalaan pendapatan bidang penagihan dan pendataan administrasi untuk dapat
meningkatkan PAD serta melakukan Pemutakhiran data administrasi yang dilaksanakan terus
menerus sehingga dapat meminimalisir obyek dan wajib pajak yang terlepas dari kewajiban
pembayaran pajak.
23
DAFTAR PUSTAKA
Batian, Indra, 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Bisma, I Dewa Gede dan Hery Susanto, 2010. Evaluasi Kinerja Pendapatan Daerah
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003-2007. Gane C
Swara Vol. 4 No. 3
Chitra, Ananda. 2012. Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Pada Pemerintahan Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Tahun Angaran 2009-
2011. Pandeglang.
Darise, Nurlan, 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah: Pedoman untuk Eksekutif dan
Legislatif. Jakarta: Indeks.
Dewi, Anastasia Ratnawati, 2015. Analisis Kinerja Pendapatan Daerah Kabupaten Semarang
Periode 2009-2013. Salatiga
Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan Bagi Eksekutif,
DPRD, dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
UPP STIM YKPN.
Mustafa, Bob dan Abdul Halim, 2008. Pengukuran Kinerja Dinas Pendapatan Provinsi
Kalimantan Barat. DIKTI.
Permendagri no 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Daerah.
Puspita, Andita Wardhani, 2012. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Salatiga Tahun
2005-2010. Salatiga.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Seketarian Negara. Jakarta.
Rizal, Mochammad Sidik, 2008. Analisis Rasio Keuangan Sebagai Pengukuran Kinerja Pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Grobogan Sebelum dan Setelah
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja. Surakarta
Suseno, Deky Aji. 2013. Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa
Tengah Pasca Diterapkannya Desentralisasi Fiskal. Universitas Negeri Semarang.
24
Undang-undang nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Daerah.
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Top Related